Disusun oleh:
Zhohanes Juniriyanto Farizky 2019410050
Danu Putra Aldi 2019410060
Sintia Dewi Nilam Kusumah 2019410037
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia Keanggunan,
Inayah, Taufik dan Hinayah dengan tujuan agar kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “ Pakan Rusa ”. Harapan saya, makalah ini dapat membantu
menambah informasi dan pengalaman pembaca,. Oleh karena itu, saya percaya bahwa
pembaca akan memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 4
1.1 Latar belakang ....................................................................... 4
1.2 Tujuan ................................................................................... 4
BAB IIPEMBAHASAN ................................................................... 5
2.1 Pakan Rusa ............................................................................ 5
2.2 Teknik Pemberian Pakan ....................................................... 7
BAB III PENUTUP .......................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Latar Belakang
Rusa merupakan salah hewan yang mempunyai potensi untuk ditingkatkan statusnya
mengingat ketersediaannya yang meluas 4amper di setiap pulau di Indonesia dan rendahnya
kandungan lemak dalam venison (dagingnya) serta keunggulan lain berupa hasil ikutan yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Peternakan rusa telah dikenal dan berkembang semenjak
lama di luar negeri, terutama di daerah-daerah sub-tropis seperti Australia, New Zealand,
Cina, Amerika dan lainlain.
Rusa di Indonesia mempunyai peluang untuk dibudidayakan. Rusa juga mempunyai
nilai estetika yang dapat dijadikan satwa peliharaan untuk kesenangan dan sebagai satwa
pajangan dalam taman, terutama rusa totol dan rusa Timor (Garsetiasih dan Takandjadji,
2007). Rusa Timor merupakan salah satu jenis rusa asli Indonesia. Populasi rusa Timor di
alam (in-situ) mulai berkurang karena perburuan dan perusakan habitat. Secara tradisional,
masyarakat memanfaatkan satwa rusa melalui perburuan langsung dari habitat alam untuk
dijadikan satwa peliharaan maupun diambil daging dan hasil ikutannya (Bismark dkk.,
2011). Status rusa Timor dalam the International Union for Conservation of Nature Redlist
yaitu Vulnerable (rentan). Jumlah populasi rusa Timor di habitat asli diperkirakan berjumlah
kurang dari 10.000 individu dewasa. Dalam waktu tiga generasi (diperkirakan minimal 15
tahun) diduga terjadi penurunan minimal 10% dalam waktu. Penurunan populasi ini sebagai
akibat dari hilangnya habitat, degradasi habitat, dan perburuan (Hedges dkk., 2008).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar menyatakan bahwa seluruh jenis rusa diIndonesia dilindungi, namun perburuan
masih saja terjadi. Selain itu, kerusakan habitat, baik
1.2 Tujuan Makalah
Untuk mengetahui berbagai macam pakan untuk kebutuhan Rusa
BAB II
PEMBAHASAN
Selain pakan hijauan ada juga pakan tambahan yang dapat berupa konsentrat
sebagai penguat antara lain dedak padi, jagung, ampas kelapa, dan ampas tahu (Dradjat,
2000). Menurut Semiadi dan Nugroho (2004) selain konsentrat, rusa dapat mengkonsumsi
pakan tambahan lain misalnya sayuran, buah-buahan, bahkan limbah pertanian. Lebih lanjut
dijelaskan nutrisi pada pakan yang diberikan sebaiknya terdiri dari air, protein, lemak,
energi, mineral dan vitamin yang cukup, karena pada titik tertentu penggabungan protein,
lemak dan energi akan menjadi sumber energi bagi rusa tersebut.Misalnya dedak padi
mengandung lemak dan energi yang lebih banyak yaitu sekitar 5% dan 68% dibanding
rumput-rumputan yang hanya sekitar 3% dan 53% dan jenis pakan kacang-kacangan
misalnya turi, lamtoro mengandung protein yang lebih tinggi yaitu 22% dibanding rumput-
rumputan yang hanya sekitar 10-13%.Terlepas dari apa yang menjadi pakan utamanya di
habitat asli mereka masing-masing, rusa dapat dikatakan menyukai hampir segala jenis
hijauan dan pakan tambahan serta mampu beradaptasi dengan perubahan pakan. Sehingga
memelihara rusa di pandang dari sudut penyediaan pakan, bukanlah hal yang
sulit.Pemberian pakan haruslah disesuaikan dengan keadaan fisiologi rusa. Sesuai dengan
pembagian fase fisiologinya, peternak rusa di luar negeri umum membaginya ke dalam
kelompok :
1. induk bunting
2. induk menyusui
Pada rusa bunting, ketersediaan air susu yang cukup saat anaknya lahir menjadi prioritas
utama. Untuk itu pakan yang bernilai gizi tinggi sangat penting didapatkan. Yang
dikehendaki adalah rusa tumbuh dengan cepat di umur lepas sapih dan berada dalam kondisi
gemuk saat hendak dipotong dan dalam keadaan sehat di hari-hari biasa.
Pemeliharaan pakan dilakukan agar memperoleh pakan yang baik dan selalu tersedia
secara kontinyu sepanjang musim, dengan cara pembersihan, pengolahan tanah,
pemupukan, pendangiran, dan penyiraman. Pembersihan rumput liar dan pendangiran
dilakukan tiga bulan sekali sedang pengolahan tanah dan pemupukan setahun sekali.
Harianto, P.S. dan Dewi, B.S. 2012.Penangkaran Rusa Universitas Lampung. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Hlm 158
Setiawan,T. 2015. Peta lokasi penelitian analisis prefernsi pakan rusa di PT Gunung Madu
Plantations. Lampung Tengah.
Tilman, A.D., Hari, H., Soedomo, R., Soeharto, P.I. dan Soekanto, L. 1989.Ilmu makanan
teknik dasar.Gadja Mada University Press.Yogyakarta.Hlm 240.
ABSTRAK
Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu spesies ruminansia di
Indonesia. Satwa yang habitat aslinya terancam punah sehingga perlu dilakukan
upaya konservasi ex-situ. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
jenis pakan yang tersedia dan tingkat kesukaan pakan Rusa timor di sekitar
penangkaran Taman Wisata Alam Gunung Tunak. Metode yang digunakan
adalah pemberian pakan dengan cafetaria feeding, dengan 5 jenis pakan yaitu
Merremia peltata, Vigna unguiculata, Seebania grandiflora, Pennisetumm
purpureum, dan Andropogon aciculatus yang tersedia di sekitar penangkaran
terhadap dua ekor rusa yaitu rusa jantan dan betina. Dimana pakan yang
diberikan sekali dalam sehari. Selanjutnya dianalisis data palatabilitas dan
preferensi pakan. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kebutuhan pakan untuk
rusa jantan sekitar 4,72 kg/ekor/hari dan rusa betina 4,69 kg/ekor/hari.
Berdasarkan nutrisi, ketersediaan dan kemudahan dalam mendapatkan pakan di
sekitar penangkaran, tingkat palatabilitas tertinggi hingga terendah berturut-turut
yaitu Merremia peltata, Vigna unguiculata, Andropogon aciculatus, Pennisetumm
purpureum, dan Seebania grandiflora. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa jenis
pakan yang direkomendasikan adalah jenis Merremia peltata dan Vigna
unguiculata.
Kata Kunci : Pakan, Rusa Timor (Rusa timorensis), Penangkaran, Palatabilitas.
ABSTRACT
Timor deers (Rusa timorensis) is one of ruminance species in Indonesia. This
species, which its natural habitat has suppressed by extinction, needs to be
protected by ex-situ conservation effort. This aim of this research to determine
availability of feed species and the palatability level at the captive area of Gunung
Tunak Ecotourism Park. The method used was cafetaria feeding, using 5
species of feed, namely Merremia peltata, Vigna unguiculata, Seebania
grandiflora, Pennisetumm purpureum, and Andropogon aciculatus which were
available around captive area and implemented to one male and one female
deer. Which feed has given once per day. The palatability and feeds preference
were analyzed. The findings indicated the average feeds need required for male
deer was 4,72 kg/species/day dan female deer 4,69 kg/species/day. According to
nutrition content, the availability and the supplying easiness around captive area,
the palatability level of feed species (from higher to lower) is Merremia peltata,
1
Vigna unguiculata, Andropogon aciculatus, Pennisetumm purpureum, and
Seebania grandiflora. Based on the research results, the recommendation of
feed species for Timor Deer at captive area of Gunung Tunak Ecotourism Park is
Merremia peltata dan Vigna unguiculata.
Key Words : Feeds, Timor Deer (Rusa timorensis), Captive, Palatability.
PENDAHULUAN
Taman Wista Alam (TWA) merupakan salah satu Kawasan Pelestarian Alam
(KPA) yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan konservasi, yang salah
satunya diperuntukkan sebagai kawasan rekreasi dan pariwisata alam. Menurut
PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi kegiatan
perencanaan, pengelolaan dan pengawasan. Salah satu kegiatan pengelolaan
yang baru dikembangkan, keberadaan rencana pengelolaan merupakan prioritas
perencanaan adalah penyusunan rencana pengelolaan Taman Wisata Alam
Gunung Tunak. Sehingga kegiatan ini menjadi prioritas dalam pengelolaan
kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tunak.
Menurut data IUCN (2015), rusa timor (Rusa timorensis) yang ada saat ini
termasuk satwa dilindungi karena perubahan status dari resiko rendah menjadi
rentan akibat dari banyaknya perburuan liar. Rusa timor (Rusa timorensis)
mudah sekali berkembangbiak, sehingga satwa ini sangat potensial untuk
dikembangkan untuk meningkatkan jumlah populasi sehingga mampu
menurunkan status keterancaman terhadap kepunahan.
Sebagai sumber daya alam, rusa timor (Rusa timorensis) mempunyai manfaat
ganda terutama sebagai sumber pangan, objek pariwisata, disamping sebagai
untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan serta estetika. Hal ini cukup
menguntungkan bagi Indonesia yang memiliki potensi rusa (Rusa timorensis)
cukup besar, dengan arti kata rusa (Rusa timorensis) mempunyai prospek
ekonomi cukup tinggi (Semiadi, 1998).
Usaha perlindungan rusa timor (Rusa timorensis) pada saat ini telah banyak
dilakukan, baik secara in-situ maupun ex-situ termasuk upaya penangkaran di
Taman Wisata Alam Gunung Tunak. Untuk mencapai keberhasilan dalam
pemeliharaan perlu dipelajari berbagai aspek fisiologi dan ekologi dari rusa timor
(Rusa timorensis) salah satunya adalah pengetahuan tentang tingkat kesukaan
pakan sebagai dasar peningkatan produktivitas penangkaran.
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan (Palatabilitas) pakan
rusa timor (Rusa timorensis) yang berada di penangkaran Taman Wisata Alam
Gunung Tunak memberikan rekomendasi jenis pakan berdasarkan hasil
pengamatan palatabilitas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar mengenai tingkat
kesukaan terhadap pakan rusa timor dalam mendukung keberhasilan upaya
konservasi ex-situ rusa timor (Rusa timorensis) di penangkaran Taman Wisata
Alam Tunak.
METODE PENELITIAN
3
Tabel 3.1 vegetasi yang menjadi pakan Rusa (Rusa timorensis)
Bagian
No. Nama jenis Famili yang Ket
dimakan
Laban (Vitex Verbenacea
1 D P
pubescens) e
Sengon Leguminosa
2 (Paraserianthes e D P
falcataria)
Akasia (Acacia Mimosacea
3 D, B P
mangium) e
Gamal (Gliricidia Leguminosa
4 D P
sepium) e
5 Jabon (Eugenia sp.) Myrtaceae D P
Awar-awar (Ficus Moraceae
6 D P
septica)
Fragraea lanceolata Loganniace
7 D Pd
ae
Suluran (Merremia Smilacacea
8 D L
peltata) e
Rengganis (Melastoma Melastomat
9 D, B S
malabathricum) aceae
Beringin (Ficus Moraceae
10 D P
benjamina)
Rumput jarum Graminae
11 (Andropogon D RA
aciculatus)
Brambangan (Aneilema Commelina
12 D RA
malabaricum) ceae
Kalamenta (Leersia Graminae
13 D RA
hexandra)
Rumput teki (Cyperus Cyperaceae
14 D RA
rotundus)
Rumput gajah Poaceae
15 (Pennisetum D RA
purpureum)
Juku pahit (Axonopus Graminae
16 D RA
compressus)
Alang-alang (Imperata Graminae
17 D RB
cylindrica)
Kacang tunggak (Vigna Fabaceae
18 D L
unguiculata)
Paspalum dilatatum Graminae
19 D RB
(rumput Australia)
20 Seebania grandiflora Fabaceae D P
Brachiaria humidicola Graminae
23 D RB
“Yanero”
Brachiaria humidicola Graminae
24 D RB
“Tully”
25 Digitaria decumbens Graminae D RB
4
(rumput pangola)
Stylosanthes Leguminosa
26 D RB
guianensis e
D = daun. B = bunga. P = pohon. Pd = perdu. L = liana. S = semak. RA = rumput
alam. RB = rumput budidaya
Sumber : Balebu (2002)
Penelitian ini jenis pakan yang diuji berjumlah lima jenis diambil dari jenis pakan
menurut Balebu (2002) yang tersedia atau tersebar di lokasi penelitian (Taman
Wisata Alam Gunung Tunak). Adapun tumbuhan tersebut adalah Rumput jarum
(Andropogon aciculatus), Suluran (Merremia peltata), Rumput Gajah
(Pennisetum purpureum), Kacang Tunggak (Vigna unguiculate) dan Turi
(Seebania grandiflora). Pakan yang diberikan berjumlah 1 Kg perjenis, sehingga
total keseluruhan menjadi 5 Kg/Individu/Hari.
3.5.2 Kuantitatif
Analisis kuantitatif adalah analisis digunakan untuk untuk menjawab rumusan
masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik tertentu.
Penelitan sebagai sesuatu yang kongkrit, dapat diamati dengan panca indra,
dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, dan prilaku, tidak berubah dan dapat
diverifikasi (Sugiyono, 2016).
Menurut Widiarti (2008), tingkat palatabilitas pakan dapat diketahui dengan
menggunakan Persamaan:
Palatabilitas = Jumlah pakan yang diberikan– sisa pakan yang dikonsumsi
5
cara menghitung tiap berat jenis pakan yang dimakan oleh rusa timor dalam
satuan hari.
6
5 Rumput Jarum Andropogon 0.940 18.80
aciculatus
Sisa 0.280 5.50
Jumlah 5.000 100
7
dalam memilih pakan yang disukai. Sedangkan menurut Kwatrina et al (2011),
palatabilitas merupakan tingkat konsumsi pakan yang menunjukkan banyaknya
hijauan pakan yang dimakan rusa untuk dapat beraktivitas. Data hasil
pengamatan palatabilitas dapat dilihat pada Tabel 4.2
8
Gajah 40.5 49.6 (2014)
Rumput Jayanegara
5 A. aciculatus 24-45 3-17 1-2.5
Jarum (2014)
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat palatabilitas Rusa Jantan
dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi Suluran (Merremia peltata)
sebesar 19,70 %, Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) sebesar 19,10 %,
Rumput jarum (Andropogon aciculatus) sebesar 18,80 %, Turi (Seebania
grandiflora) sebesar 18,50 % dan terakhir yaitu rumput Gajah (Pennisetumm
purpureum) sebesar 18,40 %, dengan rata-rata konsumsi pakan 4,72 Kg/hari.
Sedangkan palatabilitas pada Rusa Betina meliputi Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata) sebesar 19,70 %, Suluran (Merremia peltata) sebesar 19,00 %, Turi
(Seebania grandiflora) sebesar 18,50 %, Rumput gajah (Pennisetumm
purpureum) sebesar 18,30 %dan terakhir yaitu Rumput Jarum (Andropogon
aciculatus) sebesar 18,20 %, dengan rata-rata konsumsi pakan 4,69 Kg/hari.
2. Berdasarkan hasil penelitian, maka Suluran (Merremia peltata) dapat dijadikan
sebagai rekomendasi utama. Sedangkan Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)
dapat dijadikan sebagai pilihan alternatif untuk diberikan di penangkaran Taman
Wisata Alam Gunung Tunak. Karena kedua jenis pakan ini disukai oleh rusa,
memiliki kandungan nutrisi yang baik, dan mudah untuk diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Balebu, E., Chandradewana, B., Dan Edi, S. 2002. Identifikasi Dan Analisis Kimia
Jenis-jenis Pakan Rusa Sambar (Cervus unicolor brookei) Di Areal
Penangkaran Rusa Kabupaten Pasir Propinsi Kalimantan Timur. IPB Press.
Bogor. 1(2), 89 - 90.
9
Dradjat, A. S,. 2014. Teknologi Dan Pengelolaan Rusa Indonesia. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Fitriyanty, H., Burhanudin, M., Dan Agus P. K. 2014. Respon Rusa Timor
Terhadap Pemberian Pakan Alternatif Di Penangkaran. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 19(2), 109.
Haq, M. Z. U. 2013. Perilaku dan Aspek Pakan Rusa Timor (Rusa timorensis
Blainville 1822) Remaja Pada Kandang dan Jenis Pakan yang Berbeda. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 1(2), 3 – 9.
Indriyani, S., Bainah, S. D., Dan Niskan, W. M. 2015. Analisis Preferensi Pakan
Drop in Rusa Sambar (Cervus unicolor) dan Rusa Totol (Axis axis) Di
Penangkaran PT. Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Universitas
Lampung. Lampung. 5(3), 25 – 26.
Sita, V., Dan Aunurohim. 2013. Tingkah Laku Makan Rusa Sambar Rusa
unicolor dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya. Institut
Teknologi Sepuluh November. Surabaya. 2(1), 174.
Widiarti, Weny. 2008. Uji Sifat Fisik Dan Palatabilitas Ransum Komplit Wafer
Pucuk Dan Ampas Tebu Untuk Pelet Sapi Fries Holland. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
10
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
ABSTRAK
ABSTRACT
Increasing the number of individual deer in captivity indicates an increase in the deer
population. One of the factors affecting the increase in the deer population is a drop in the
quality of feed and nutritional value adequate for deer. Therefore it is necessary to investigate
the type of feed and feed nutrient content in captive deer drop in PT Gunung Madu
Plantations (GMP). Nutrient content of feed drop in deer obtained through the proximate
analysis by taking a sample of 100 grams per sample feed. This type of feed given drop in
manager consists of the main feed forage consisting of grass and leaves, in the form of rice
bran concentrate feed, and feed the tubers were given every month. Based on proximate
analysis that has been made known that the feed drop-in provided by the organizer captivity
contains good nutrition, as seen in the high water content, extract ingredients without
nitrogen (BETN) high, protein and fibers that do not differ greatly in value and fat content is
not excessive.
Keywords: Drop in Feed Nutrition, Feeding Deer, Captive Deer PT. GMP
32
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
PENDAHULUAN
Rusa merupakan satwa yang dilindungi keberadaannya karena populasi rusa di alam
yang semakin menurun akibat adanya perburuan liar untuk berbagai kepentingan. Selain itu,
penurunan populasi disebabkan oleh rusaknya habitat karena eksploitasi hutan yang
berlebihan (Takandjandji dan Garsetiasih, 2002 ). Penyelamatan populasi rusa dari kepunahan
dapat dilakukan melalui usaha konservasi ex-situ berupa penangkaran. Penangkaran adalah
upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar
dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
PT. Gunung Madu Plantations (PT. GMP) merupakan salah satu perkebunan Tebu di
Lampung yang berperan langsung dalam pengelolaan satwa liar melalui penangkaran rusa.
Penangkaran ini ditetapkan pada tahun 2014 oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA). Diketahui bahwa setiap tahunnya rusa dapat melahirkan minimal satu ekor anak.
Penambahan individu tersebut menandakan bahwa rusa di penangkaran rusa PT. GMP
mengalami peningkatan populasi rusa. Salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan
tersebut adalah kebutuhan gizi pada pakan drop in yang terpenuhi. Pakan yang cukup, baik
jumlah maupun mutu diperlukan oleh rusa, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai
kandungan gizi pada pakan rusa itu sendiri dalam upaya perbaikan manajemen pakan rusa
agar dihasilkan pertambahan bobot tubuh dan peningkatan konsumsi pakan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui jenis pakan drop in Rusa dalam penangkaran PT. GMP,
mengetahui nilai kandungan gizi pakan drop in Rusa dalam penangkaran PT. GMP dan
menganalisis tingkat kecukupan pakan Drop In Rusa dalam penangkaran PT.GMP. Hasil
penelitian dapat bermanfaat sebagai dasar dalam membantu upaya pengelolaan penangkaran
yang sesuai dengan kebutuhan rusa serta pengelolaan yang lebih tepat.
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai Studi Kandungan Gizi pada Pakan Drop In di PT. GMP ini
dilakukan pada bulan Oktober sampai November dipenangkaran rusa PT. GMP.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Studi Kandungan Gizi Pada Pakan Drop In Rusa di PT.
Gunung Madu Plantations dengan skala 1:25000 (Setiawan, 2015)
33
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
Objek penelitian yang diamati yaitu pakan Drop In rusa di penangkaran rusa PT. GMP.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis proksimat, pengamatan langsung
di lapangan (Direct Observation) (Zaistev, Seryodkin, Maksimova, Soutyrina, 2015), serta
wawancara terbuka dengan pihak pengelola penangkaran PT. GMP (In-Depth Interview)
(Sugiono, 2013; Zazuli, 2015).
Data yang dihimpun pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu mengenai jenis pakan drop in yang diberikan pengelola dengan melakukan
wawancara kepada pihak pengelola penangkaran rusa, data mengenai kandungan gizi pada
pakan drop in rusa yaitu dengan mengambil sampel rumput seberat 100 gram kemudian
melakukan uji laboratorium untuk mengetahui kandungan air, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar, abu dan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen), serta data berat pakan drop in
diperoleh dengan melakukan penimbangan pakan hijauan maupun konsentrat yang diberikan
pengelola sebanyak tiga kali penimbangan dengan tiga kali pengulangan (12 kali
penimbangan). Data sekunder yang dibutuhkan adalah kondisi umum penangkaran meliputi
fasilitas dalam penangkaran dan pola pemberian pakan. Data ini diperoleh melalui wawancara
terbuka dengan pihak pengelola. Data yang telah dihimpun kemudian dianalisis secara
deskriptif.
Tabel 1. Jenis pakan yang di drop in pengelola penangkaran PT GMP pada penelitian Studi
Kandungan Gizi pada Pakan Drop In Rusa di PT. Gunung Madu Plantations Oktober-
November 2015.
Pakan drop in yang diberikan pengelola penangkaran rusa di PT. GMP pakan hijauan
dan pakan konsentrat (dedak padi). Konsentrat merupakan makanan penguat untuk satwa
ruminansia yang kaya protein atau karbohidrat. Kualitas pakan konsentrat yang baik akan
34
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
mempengaruhi pertumbuhan rusa, dimana pakan konsentrat yang berkualitas rendah akan
mengganggu pencernaan dalam tubuh rusa, mempengaruhi penampilan fisik rusa seperti
warna bulu rusa tidak cerah dan tidak mengkilap, banyaknya bulu rusa yang rontok, serta
secara visual tubuh rusa terlihat kecil dan kurus (Maharani, 2012).
Tabel 4. Kandungan nutrisi terhadap pakan rusa yang diberikan (%) pada penelitian Studi
Kandungan Gizi pada Pakan Drop In Rusa di PT. Gunung Madu Plantations Oktober-
November 2015
Hasil analisis proksimat pada Tabel 5, kadar air tertinggi ada pada rumput sauhen
sebesar 80,30 atau 25% dari total air keseluruhan, kemudian rumput rayutan 76,50 atau 14%
dari total air keseluruhan, daun lamtoro 75,20 atau 14% dari total air keseluruhan, rumput
gajah 71,60 atau 13 % dari total air keseluruhan dan dedak padi sebesar 11,18 atau 2% dari
total air keseluruhan. Sumber air rusa di penangkaran PT. GMP berasal dari 2 kolam buatan
berukuran 1x5 meter dan 3x4 meter serta aliran sungai kecil buatan yang setiap hari mengalir.
Kebutuhan air rusa di penangkaran dipenuhi secara tidak terbatas karena air tersedia
sepanjang waktu. Rusa memenuhi kebutuhan airnya sendiri dengan mengambil dari tempat
yang telah disediakan.
Protein merupakan suatu bahan organik komplek yang terbuat dari susunan asam
amino. Kelebihan protein yang dikonsumsi oleh hewan akan dirombak dan disimpan dalam
jaringan hati dan dimanfaatkan oleh rusa sebagai energi (Siswadi dan Saragih, 2011). Hasil
analisis proksimat menunjukkan kadar protein kasar tertinggi pada daun lamtoro sebesar
24,20 atau 37% dari total protein keseluruhan, kemudian dedak padi 11,98 atau 19% dari total
protein keseluruhan, rumput sauhen 10,20 atau 16% dari total protein keseluruhan, rumput
gajah 9,20 atau 14% dari total protein keseluruhan dan rumput rayutan 8,82 atau 14% dari
total protein keseluruhan. Kandungan protein dalam hijauan sekitar 8% dengan kecernaan zat
35
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
gizi total 65% adalah yang paling baik untuk kebutuhan konsumsi rusa. Bahan pakan satwa
yang mengandung protein bisa berasal dari tanaman misalnya rumput atau kelompok
leguminosa seperti daun lamtoro, gamal, dan turi atau berasal dari limbah pengelolaan produk
seperti bekatul, dedak, bungkil, ampas kedelai (Jacoeb dan Wiryosuhanto,1994).
Serat merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis
(Linder, 1992). Tingginya kandungan serat cenderung akan menurunkan nilai daya cerna dan
rendahnya daya cerna merefleksikan rendahnya kualitas hijauan tersebut ditinjau sebagai
sumber nutrisi. Hasil analisis proksimat yang telah dilakukan menunjukkan kandungan serat
tertinggi ada pada rumput sauhen 35,40 atau 26% dari total serat keseluruhan, rumput gajah
33,70 atau 25% dari total serat keseluruhan, rumput rayutan 32,50 atau 24% dari total serat
keseluruhan, daun lamtoro 21,50 atau 16% dari total serat keseluruhan dan dedak padi 12,44
atau 9% dari total serat keseluruhan.
Lemak merupakan zat makanan yang umumnya memiliki jumlah yang kecil pada pakan
ruminansia. Lemak berfungsi sebagai simpanan energi, serta berfungsi sebagai pelarut dari
beberapa jenis vitamin yang hanya akan larut dalam lemak (Siswadi dan Saragih, 2011).
Kadar lemak kasar tertinggi ada pada dedak padi yaitu sebesar 10,80 atau 51% dari total
lemak keseluruhan, kemudian daun lamtoro 3,72 atau 17% dari total lemak keseluruhan,
rumput sauhen 2,77 atau 13% dari total lemak keseluruhan, rumput gajah 2,48 atau 12% dari
total lemak keseluruhan dan rumput rayutan 1,46 atau 7% dari total lemak keseluruhan.
Lemak pada hewan ruminansia sebagai simpanan energi juga sebagai pelarut dari berbagai
jenis vitamin dimana pada pakan ruminansia, lemak terdapat dalam hijauan maupun
konsentrat. Hijauan yang banyak mengandung lemak akan memberikan efek terhadap daya
tahan tubuh yang tinggi dan mempengaruhi pertumbuhan rusa (Teddy, 1998).
Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik
bahan pangan. Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut (Apriantono, 1988). Kadar abu tertinggi ada pada
rumput rayutan sebesar 14,30 atau 27% dari total kadar abu keseluruhan, kemudian rumput
gajah 12,70 atau 14% dari total kadar abu keseluruhan, rumput sauhen 12,50 atau 23% dari
total kadar abu keseluruhan, lamtoro 7,50 atau 14% dari total kadar abu keseluruhan dan
dedak padi 6,32 atau 12% dari total kadar abu keseluruhan. Abu memiliki sejumlah mineral
yang berasal dari bahan pakan. Mineral tersebut dibutuhkan oleh satwa liar karena berperan
sebagai pertumbuhan dan perbaikan jaringan, pembentukan tulang dan gigi, pembentukan
rambut, kuku, dan tanduk. Jumlah abu dalam bahan makanan akan penting untuk menentukan
perhitungan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen).
BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) merupakan bagian dari bahan makanan yang
mengandung karbohidrat, gula, dan pati. BETN menentukan mudah tidaknya pakan dicerna
oleh satwa. Semakin tinggi nilai BETN maka semakin meningkat pula tingkat kecernaan
suatu jenis pakan, begitu juga sebaliknya. Kandungan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)
seluruh jenis pakan pada penelitian Studi. Hasil analisis proksimat yang telah dilakukan, nilai
BETN tertinggi terdapat pada dedak padi 58,46 atau 24% dari nilai BETN keseluruhan, daun
lamtoro 43,08 atau 19% dari nilai BETN keseluruhan, rayutan 42,92 atau 19% dari nilai
BETN keseluruhan, rumput gajah 41,42 atau 19% dari nilai BETN keseluruhan dan rumput
sauhen 39,19 atau 17% dari nilai BETN keseluruhan.
36
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
KESIMPULAN
Jenis pakan drop in yang diberikan pengelola terdiri atas pakan utama berupa hijauan yang
terdiri dari rumput dan dedaunan, pakan konsentrat berupa dedak padi, serta pakan Umbi-
umbian setiap 1 bulan.Hasil analisis proksimat menunjukan rumput potong serta pakan
konsetrat memiliki kualitas yang baik dikonsumsi rusa hal ini terlihat dari minimnya masalah
kesehatan pada rusa, keadaan fisik rusa yang sehat serta produktifitas rusa yang baik yaitu
mampu melahirkan minimal satu anak rusa setiap tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Apriantono, Anton. 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB: Bogor. 190 p.
Fathul,F., Liman., N. Purwaningsih., Syahrio, T.Ys. 2013. Pengetahuan Pakan dan Formulasi
Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 191 hal.
Jacoeb, T.N. dan Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Kanisius,
Yogyakarta. 60 p.
Linder, C. M. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta. 781 p.
Maharani, H. 2012. Studi Pakan Rusa Timor (Cervus timorensis russa, Mull &Schl) di
Penangkaran Rusa Taman Wisata Lembah Hijau Kota Bandar Lampung. Skripsi.
Bandar Lampung.
Pairah.,Y.Santosa.,Lilik.B.P.,Abdul.H.M. 2014. The Time Budget of Javan Deer (Cervus
timorensis Brainville 1822) in Panaitan Island, Ujung Kulon National Park, Banten,
Indonesia. Journal of Biosciences.21 (3). 121 - 126.
Pairah., Y.Santosa., Lilik.B.P., Abdul.H.M. 2015. Home Range and Habitat Use Of
Reintroduced Javan Deer in Panaitan Island,Ujung Kulon National Park. Journal of
Asia-Pacific Biodiversity. 8 (2). 203 - 209.
Siswandi., Saragih,G.S. 2011. Daya Dukung Lahan Semi Arid Untuk Pengembangan Rusa
Timor (Cervus timorensis) dengan Sistem Mini Ranch. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Diakses tanggal 24 Mei: http://
peternakan.litbang.pertanian.go.id. 691 - 698.
Sugiono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. 340 p.
Sukarji, N. W., I.W. Suarna. Dan I.B. Giga pratama. 2001. Produktifitas Rumput
Stenotaphrum secundatum Cv. Vanuatu Pada Berbagai Taraf Pemupukan Nitrogen
Dalam Kondisi Ternaung dan Tanpa Naungan. Jurnal http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/
sukarji%20090102006.pdf. Diakses pada tanggal 9 November 2015.
Takandjandji, M., dan R. Garsetiasih. 2002. Pengembangan penangkaran Rusa Timor
(Cervus timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional
Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.
Teddy. 1998. Analisis Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan Usaha Penangkaran Rusa :Studi
Kasus di Penangkaran Rusa Perum Perhutani. Tesis Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Zaistev,V.A., Seryodkin,I.V., Maksimova,D.A., Soutyrina,S.V. 2015. Study of the Musk Deer
Population Structure on Sikhote-Alin Reserve. Journal of Achievement in the Life
Sciences. 9 (2015). 83 - 86.
37
Jurnal Sylva Lestari ISSN (print) 2339-0913
Vol. 6 No.1, Januari 2018 (32—38) ISSN (online) 2549-5747
Zazuli, M., Dewi, B.S. 2015. Penghalauan dan Penggiringan oleh Elephant Response Unit
dalam Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah.Jurnal Sylva Lestari.115 (2).1 - 15.
Zazuli, M., Dewi, B.S.. 2015. Mitigasi Konflik Manusia dan Gajah (Pantroli dan Penjagaan)
oleh Elephant Response Unit di Resort Toto Projo, Taman Nasional Way Kambas.
Jurnal Sains dan Teknologi IV Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas
Lampung. 120 - 131.
38
SIMBIOSIS VI (2 ): 35− 39 ISSN: 2337-7224
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis September 2018
TYPE OF NUTRIENT FEED DEER TIMOR (Cervus timorensis) IN BREEDING BANGSING, PUPUAN,
TABANAN, BALI.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seleksi tumbuhan dan kandungan nutrisi jenis tumbuhan yang diseleksi oleh Rusa
timor (Cervus timorensis). Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Bangsing, Pupuan, Tabanan, Bali. Penentuan komposisi jenis
tumbuhan pakan rusa timor (Cervus timorensis) menggunakan metode langsung. Jenis-jenis tumbuhan yang dimakan oleh rusa timor
diidentifikasi sampai tingkat jenis. Kandungan nutrisi protein kasar ditentukan dengan teknik Semi-mikro Kjeldahl, kandungan energi
(GE) dengan Bomb calorimeter, kadar mineral kalsium (Ca) dan Fosfor (P) dengan teknik Spektrofotometer Serapan Atom (ASS).
Seleksi jenis tumbuhan yang dimakan menggunakan indeks seleksi Ivlev. Kandungan nutrisi jenis-jenis tumbuhan yang dimakan
dibandingkan dengan standar kandungan nutrisi untuk rusa timor. Hasil penelitian diperoleh 13 jenis tumbuhan yang diseleksi yaitu
Impreata cylindrica, Pennisetum purpureum, Panicum ranusum, Axonopus compressus, Panicum muticum, Spilatnhes paniculata,
Mikania micrantha, Gliricidia sepium, Calliandra sp, Hibiscus rosa-sinensis, Sechium edule, Diplazium esculentum, Pogostemon
auricularia. Kandungan protein kasar berkisar dari 9,30 - 31,18%, GE 2.724 – 4.446 kcal/g, Ca 0,02 - 0,84%, dan P 0,32 - 3,01%.
Kandungan nutrisi yang dimakan sudah sesuai standar nutrisi menurut Tuckwell (2003).
Kata kunci : rusa timor (Cervus timorensis), seleksi jenis tumbuhan, kandungan nutrisi
ABSTRACT
This study aims to determine the selection of plants and nutrient content of plant species selected by Timor deer (Cervus
timorensis). This research was conducted in Penangkaran Bangsing, Pupuan, Tabanan, Bali. Determination of the composition of plant
species of Timor deer feed (C. timorensis) using the direct method. The species of plants eaten by Timor deer are identified to the
species level. The nutrient content of crude protein is determined by Semi-micro Kjeldahl technique, energy content (GE) with Bomb
calorimeter, Calcium (Ca) and Phosphorus (P) content by Atomic Absorption Spectrophotometer (ASS) technique. Selection of the
plant species eaten using the Ivlev selection index. The nutrient content of plant species is eaten compared to the standard nutrient
content for timor deer. The results of the study were 13 species of selected plants, namely Impreata cylindrica, Pennisetum
purpureum, Panicum ranusum, Axonopus compressus, Panicum muticum, Spilatnhes paniculata, Mikania micrantha, Gliricidia
sepium, Calliandra sp, Hibiscus rosa-sinensis, Sechium edule, Diplazium esculentum, Pogostemon auricularia. The crude protein
content ranged from 9.30 - 31.18%, GE 2.724 – 4.446 kcal / g, Ca 0.02 - 0.84%, and P 0.32 to 3.01%. The nutrient content is eaten
according to nutritional standards according to Tuckwell (2003).
Keywords : timor deer (Cervus timorensis), selection of plant spesies, nutrient content
PENDAHULUAN nutrisi yaitu protein kasar, energi, kalsium dan fosfor yang
penting untuk pertumbuhan rusa.
Jenis satwa liar yang penyebarannya cukup luas di
Indonesia adalah rusa timor (Cervus timorensis). Satwa liar
mempunyai peran penting dan fungsi untuk ekosistem alami MATERI DAN METODE
serta bagi kehidupan manusia (Manehat, 2000). Rusa timor
Waktu dan Tempat Penelitian
adalah jenis satwa yang potensial untuk dikembangkan dan
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017 sampai
mudah berkembangbiak, dan juga mudah dibudidayakan. Hal
Februari 2017 di Penangkaran Rusa Bangsing Pupuan,
ini disebabkan oleh rusa timor adalah jenis satwa liar asli
Tabanan, Bali. Kelompok rusa yang berada di Penangkaran
Indonesia dan terdapat pula penyebarannya di Bali.
Bangsing, Pupuan, Tabanan, Bali ada sebanyak 10 ekor yang
Bermacam-macam jenis tumbuhan yang ada di habitat
digunakan yaitu 2 jantan dewasa, 3 anakan, 5 betina dewasa.
baik untuk diuji untuk mengetahui nilai nutrisi dan
memberikan kebutuhan nutrisi terhadap hewan yang
Penentuan komposisi jenis tumbuhan pakan
melakukan grazing atau pemakan rerumputan dan browsing
Pengamatan jenis tumbuhan yang dimakan oleh rusa
hewan pemakan tumbuhan herba. Menurut Ginantra et al.
timor (Cervus timorensis) menggunakan metode langsung yaitu
(2014), di alam liar lebih dari 40 jenis tumbuhan yang dimakan
tiap jenis tumbuhan yang diberi kepada rusa ditimbang (Nb)
oleh rusa timor di 4 unit habitat di TNBB dalam dua musim,
setelah rusa selesai makan sisa tumbuhan kembali ditimbang
perbedaan antara alam liar dengan penangkaran yaitu di alam
(Ns) (Hollechek, 1990). Bobot tiap jenis tumbuhan yang
liar sumber makanan lebih banyak dibandingkan dengan di
dimakan ditentukan dengan rumus:
penangkaran.
N m = Nb Ns
Informasi tentang seleksi pakan dan kandungan nutrisi
rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran masih terbatas. Komposisi tiap jenis tumbuhan yang dimakan adalah ( ) =
Sehingga penelitian terkait jenis-jenis tumbuhan pakan yang
dipilih oleh rusa timor dan kandungan nutrisi penting untuk Keterangan:
dilakukan. Penelitian ini fokus pada jenis-jenis tumbuhan yang = Bobot jenis tumbuhan ke-i yang dimakan
tersedia dan dimakan oleh rusa di penangkaran, dan kandungan
35
SIMBIOSIS VI (2 ): 35− 39 ISSN: 2337-7224
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis September 2018
N = Total bobot semua jenis tumbuhan yang Kjeldahl. Kandungan energi ditentukan menggunakan Bomb
dimakan calorimeter (Ranjhan and Krishna, 1980). Kadar kalsium (Ca)
Komposisi tiap-tiap jenis tumbuhan tersedia adalah: = dan Fosfor (P) ditentukan dengan teknik Spektrofotometer
Serapan Atom (ASS) (Sinaga, 1997)
Keterangan:
Analisis Data
Nbi = Bobot jenis ke i yang diberikan
Seleksi tumbuhan pakan ditentukan dengan indeks
N = Total bobot semua jenis tumbuhan yang
Ivlev (IS), yaitu IS = . yang mana adalah komposisi jenis
diberikan
tumbuhan yang dimakan dan adalah komposisi jenis tumbuhan
yang tersedia. Nilai variasi indeks seleksi adalah sebagai berikut: -
Identifikasi jenis-jenis tumbuhan 1 sampai -0,1 mengindikasikan tidak disukai, nilai -0,09 sampai
Semua jenis tumbuhan yang diberikan sebagai pakan 0,09 mengindikasikan proposional dan nilai 0,1 sampai 1
rusa diidentifikasi berdasarkan morfologi yaitu habitus, daun, mengindikasikan disukai. Kandungan nutrisi tiap jenis tumbuhan
buah, biji, bunga. Semua jenis tumbuhan difoto untuk yang dimakan oleh rusa timor dibandingkan dengan standar
diidentifikasi. Identifikasi mengacu pada Backer (1973). kandungan nutrisi untuk rusa menurut Tuckwell (2003).
Identifikasi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Program
Studi Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan HASIL
Alam. Universitas Udayana. Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan di
Penangkaran Bangsing, Pupuan, Tabanan, Bali, ditemukan 13
Penentuan kandungan nutrisi jenis tumbuhan pakan jenis tumbuhan (Tabel 1) yang tersedia di sekitar penangkaran.
Setiap jenis tumbuhan diambil (sampel segar) 250 gram Komposisi jenis jenis tumbuhan yang paling banyak dimakan
untuk analisis kandungan nutrisi. Sampel segar masing-masing adalah jenis tumbuhan Mikania micrantha, Pogostemon
dikeringkan pada suhu 70ºC untuk mendapatkan berat kering auricularia, dan komposisi jenis tumbuhan yang paling sedikit
udara. Selanjutnya sampel digiling halus untuk analisis protein dimakan adalah jenis tumbuhan Hibiscus rosa-sinensis,
kasar, energi, mineral dan fosfor. Diplazium esculentum, Sechium edule.
Bahan kering (BK) ditentukan dengan pengovenan
(suhu 105 ºC) selama 2 jam sampai didapatkan berat kering
konstan. Protein kasar ditentukan dengan teknik Semi-Mikro
Tabel 1. Jenis tumbuhan yang diseleksi oleh rusa timor (Cervus timorensis)
Komposisi Komposisi Indeks
tumbuhan tumbuhan seleksi
No Nama Lokal Jenis tumbuhan Famili tersedia (nᵢ) dimakan(rᵢ) (IS)
(%) (%)
1. Ben-ben Mikania micrantha Asteraceae 14,00 14,12 0,00
2. Jepen-jepen Pogostemon auricularia Lamiaceae 12,91 13,13 0,01
3. Teleted Spilatnhes paniculata Asteraceae 12,04 12,16 0,01
4. Ilalang Imperata cylindrica Poaceae 11,82 11,59 -0,01
5. Gamal Gliricidia sepium Fabaceae 11,38 11,49 0,01
6. Rumput gajah Pennisetum purpureum Poaceae 10,94 10,68 -0,01
7. Rumput pait Axonopus compressus Poaceae 7,22 7,17 0,00
8. Kaliandra Calliandra sp. Fabaceae 5,47 5,51 0,00
9. Rumput Tiying Panicum ranusum Poaceae 4,16 4,05 -0,01
10. Rumput Kasap Panicum muticum Poaceae 3,94 3,94 0,00
11. Labu siam Sechium edule Cucurbitaceae 3,06 3,09 0,00
12. Paku pakis Diplazium esculentum Polypodiaceae 2,19 2,21 0,01
13. Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae 0,88 0,85 -0,02
Kandungan nutrisi 13 jenis tumbuhan yang dimakan Penangkaran Bangsing, Pupuan, Tabanan, Badung, Bali secara
oleh rusa timor (Cervus timorensis) disajikan pada Tabel 2. umum sesuai dengan standar kandungan nutrisi menurut
Secara umum, perbandingan kandungan nutrisi jenis-jenis Tuckwell (2003) (Tabel 3).
tumbuhan yang dimakan oleh rusa timor (Cervus timorensis) di
ranusum
10 Rumput kasap Panicum Poaceae 28,18 71,82 13,04 2.724 0,07 3,01
muticum
11 Labu siam Sechium edule Cucurbitaceae 5,63 94,37 22,94 3.522 0,62 0,83
12 Paku pakis Diplazium Polypodiaceae 10,34 89,67 16,63 3.197 0,02 0,60
esculentum
13 Kembang Hibiscus rosa- Malvaceae 21,99 78,01 20,08 3.453 0,08 0,57
sepatu sinensis
Gambar 3. Persentase komposisi botani pakan rusa timor di Penangkaran Bangsing, Pupuan, Bali
Rusa timor menunjukkan fleksibelitas dalam makan tumbuhan berkayu (legum atau non-legum). Dalam kondisi
berdasarkan komposisi botani, tergantung ketersediaan pakan yang jumlahnya sedikit atau pakan di habitat sudah habis
kelompok tumbuhan di habitat. Pada habitat padang rumput di atau tidak tersedia biasanya rusa bisa juga makan sisa-sisa
Kebar (Kebar upland) Manokwari rusa bersifat grazer makanan yang ada di sampah. (Ginantra et al., 2014; De
(Patisellno dan Arobaya, 2009). Hasil penelitian Rusa timor di Garine-Wichatitsky et al., 2005; Pattiselanno dan Arobaya,
New Zelodonia, menunjukkan bahwa pada vegetasi hutan yang 2009).
didominasi tumbuhan berkayu dan herba dikotil rusa bersifat Sejalan dengan penelitian seleksi yang dilakukan di alam
browser dan di savana yang didominasi rerumputan, rusa liar TNBB, Menurut Ginantra et al. (2014), bahwa di alam liar
bersifat grazer (DeGarine-Wichatitsky et al., 2005). Hal ini lebih dari 40 jenis tumbuhan yang dimakan oleh rusa timor di 4
menunjukkan bahwa rusa lebih cocok dikelompokkan sebagai unit habitat di TNBB dalam dua musim. Perbedaan antara alam
intermediet feeder artinya herbivor makanannya dominan liar dengan penangkaran yaitu di alam liar sumber pakan lebih
kelompok rerumputan dan herbivor yang makanannya banyak dibandingkan dengan di penangkaran.
utamanya tumbuhan daun lebar dalam perilaku makan Berdasarkan kisaran indeks seleksi dalam penelitian ini,
(Shipley, 1999). didapat bahwa indeks seleksi jenis-jenis tumbuhan yang
Hasil penelitian yang dilakukan di Penangkaran, dimakan berkisar 0,01 sampai -0,02. Berdasarkan indeks ini
Bangsing, Pupuan, Tabanan, Bali ketersediaan tumbuhan semua jenis tumbuhan ini masuk dalam kategori proposional
pakan umumnya didominasi oleh jenis-jenis rerumputan dan terhadap ketersediaan.
herba, dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian
mengenai seleksi jenis tumbuhan pakan rusa timor di alam liar Kandungan nutrisi jenis tumbuhan yang diseleksi
menunjukkan bahwa rusa memiliki sifat generalis atau Jenis-jenis yang diseleksi oleh rusa timor (Cervus
kenakeragaman jenis tumbuhan pakannya lebih tinggi yaitu timorensis) memiliki kisaran kandungan nutrisi sebagai berikut
dapat memakan lebih banyak jenis tumbuhan, dari jenis pakan : protein kasar 9,30% - 31,18%, GE 2.724 kcal/g – 4.446 kcal/g
rerumputan, herba dikotil (legum atau non-legum), dan juga , Ca 0,02% - 0,84%, dan P 0,32% - 3,01%. Kandungan protein
37
SIMBIOSIS VI (2 ): 35− 39 ISSN: 2337-7224
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis September 2018
39
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-171
Abstrak— Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan terjadinya penurunan jumlah populasi rusa sambar pada
rusa yang terbesar ukurannya di Indonesia dan salah satu rusa habitat aslinya di hutan Kalimantan dan Sumatera dikarenakan
yang paling banyak dipilih pemburu sebagai satwa target buru. adanya perburuan liar yang dilakukan oleh masyarakat [3] dan
Satwa yang populasinya semakin berkurang ini perlu
adanya kerusakan habitat [4].
dilestarikan dengan melakukan konservasi secara ex-situ. Kebun
binatang Surabaya merupakan salah satu tempat penangkaran Jumlah populasi sebenarnya rusa sambar (Cervus unicolor)
rusa sambar (Cervus unicolor) secara ex-situ. Penelitian di Indonesia tidak diketahui secara pasti dan diketahui
mengenai tingkah laku makan rusa sambar (Cervus unicolor) di terancam punah karena sering diburu oleh masyarakat. Tetapi
Kebun Binatang Surabaya dilaksanakan pada bulan Desember pada tahun 1989 pemerintah daerah Kalimantan Timur
2012-Januari 2013. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui melaporkan bahwa setidaknya 5000 ekor rusa sambar liar
tingkah laku makan serta tingkat kesukaan pakan rusa sambar.
diburu setiap tahunnya untuk dimakan dagingnya [5]. Selain
Pengamatan dan pengambilan data menggunakan 2 ekor rusa
sambar yang dilakukan pengamatan secara langsung, serta itu di Kawasan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi
menggunakan metode cafetaria feeding untuk mengetahui uji (TBMK) Kabupaten Sumedang, Garut dan Bandung Propinsi
palatabilitas pakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Jawa Barat pada tahun 1984 dilaporkan terdapat rusa sambar
bahwa perilaku makan rusa sambar selama 24 jam yaitu lama sebanyak 169 individu, namun pada tahun 2003 populasi rusa
makan 310,16-316,79 menit, lama ruminasi 286,50-296,36, sambar tidak lagi ditemukan. Diduga penyebab utama
jumlah periode ruminasi 14,07-16,21 kali dan jumlah siklus
hilangnya populasi rusa sambar dari kawasan TBMK adalah
ruminasi per periode sebanyak 26,39-28,26 kali. Uji palatabilitas
pakan yang paling disukai berturut-turut adalah pisang, kacang perburuan tanpa izin [1].
panjang, ubi jalar, rumput gajah, dan wortel. Rusa sambar (Cervus unicolor) yang pengalami penurunan
populasi ini perlu dilestarikan, salah satu upaya untuk menjaga
Kata kunci : Rusa sambar (Cervus unicolor), Perilaku Makan, kelestarian rusa sambar (Cervus unicolor) adalah dengan
Uji Palatabilitas, Cafetaria Feeding, Kebun Binatang Surabaya. melakukan konservasi satwa secara berkesinambungan.
Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi in-situ
maupun konservasi ex-situ. Konservasi in-situ adalah
I I. PENDAHULUAN
ndonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Oleh karena
perlindungan populasi dan komunitas secara alami dalam
habitat aslinya. Sedangkan Konservasi ex-situ adalah kegiatan
konservasi di luar habitat aslinya, dimana fauna tersebut
itu, kekayaan yang berupa keanekaragaman hayati ini perlu
diambil, dan dipelihara pada suatu tempat tertentu dengan
dijaga dan dilestarikan. Hal ini bertujuan untuk mencegah
kondisi yang dibuat menyerupai habitat aslinya. Konservasi
terjadinya penurunan jumlah populasi yang dapat
ex-situ tersebut dilakukan dalam upaya pengelolaan jenis
mengakibatkan kepunahan. Salah satu spesies yang
satwa yang memerlukan perlindungan dan pelestarian [6] yang
populasinya mengalami penurunan adalah rusa sambar
dapat dilakukan dalam skala kecil (sistem/ model kandang)
(Cervus unicolor). Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan
maupun skala besar (sistem ranch/dilepas dalam pagar) [4].
rusa yang terbesar ukurannya di daerah tropika. Penyebaran
Salah satu contoh upaya konservasi ex-situ yaitu Kebun
rusa sambar di Indonesia hanya terbatas di daerah Sumatera
Binatang Surabaya. Kebun Binatang Surabaya merupakan
dan Kalimantan. Rusa sambar merupakan salah satu rusa yang
kebun binatang yang mempunyai fungsi utama sebagai
paling banyak dipilih pemburu sebagai satwa target buru [1].
konservasi untuk melakukan berbagai upaya perawatan dan
Rusa sambar telah terdaftar dalam Keputusan Menteri
penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk
Kehutanan No 305/ Kpts-11/1991, tanggal 19 Juni 1991 dan
dan mengembangkan habitat baru sebagai sarana perlindungan
PP No 7 Tahun 1999 sebagai salah satu jenis satwa yang
dan konservasi alam. Satwa rusa sambar yang saat ini berada
dilindungi. Selain itu IUCN (International Union for
di Kebun Binatang Surabaya diketahui memiliki populasi
Conservation of Nature) juga menyebutkan bahwa rusa
sebanyak 33 ekor.
sambar dikategorikan dalam jenis yang terancam (vulnerable)
Pada pembangunan konservasi ex-situ ada beberapa hal
akibat populasinya yang terus menurun [2]. Penyebab
yang perlu diperhatikan yaitu komponen habitat yang terdiri
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-172
dari pakan, air, naungan, dan ruang [4]. Komponen habitat dihitung waktu mulai satwa ruminasi sampai ruminasi terhenti
rusa sambar yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah yang dihitung selama satu hari (menit/ hari). Jumlah periode
pakan. Hal ini dikarenakan pakan merupakan faktor pembatas, ruminasi, dihitung mulai satwa ruminasi sampai satwa
kebutuhan pokok dan sumber energi utama bagi rusa. berhenti ruminasi, dengan ketentuan bila berhenti selama 4
Komponen habitat tersebut harus diperhatikan supaya menit maka dinyatakan dalam satu periode ruminasi
kebutuhan hewan terpenuhi sehingga dapat hidup secara layak (kali/hari). Siklus ruminasi merupakan jumlah ruminasi dalam
dan dapat membantu keberhasilan konservasi rusa sambar [7]. satu periode dalam satu hari (kali/periode).
Selain aspek pakan, pemahaman tentang perilaku makan rusa Pengamatan perilaku makan dilakukan 14 hari selama 24
sambar juga penting untuk diketahui, sebab perilaku makan jam yang dibagi menjadi pengamatan siang hari dan malam
sangat erat kaitannya dengan jenis pakan yang dimakan oleh hari berdasarkan waktu awal pemberian makan. Pengamatan
satwa rusa tersebut [8]. Pengetahuan pola tingkah laku harian siang hari dimulai dari pukul 09.00 – 16.00 WIB dan untuk
rusa sambar terutama perilaku makan rusa sambar dan pengamatan malam hari dimulai pukul 16.00 - 09.00 WIB
pengetahuan jenis pakan yang disukai oleh rusa sambar yang pada hari berikutnya.
murah, mudah diperoleh, serta bergizi diperlukan untuk Penelitian uji palatabilitas dilakukan dengan cara
mendukung keberhasilan usaha konservasi ex-situ sehingga menghitung berat tiap pakan yang dimakan rusa sambar untuk
mampu meningkatkan jumlah populasi rusa sambar [9], hal ini mengetahui tingkat kesukaan atau preferensi rusa terhadap
dikarenakan pakan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya pakan. Uji ini juga menggunakan dua ekor rusa sambar
lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang berkualitas (Cervus unicolor) jantan dan betina pada kandang yang sama,
rendah [10]. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk kedua ekor tersebut adalah individu yang juga digunakan
mengetahui pola tingkah laku makan rusa sambar serta untuk mengamati perilaku makan.
palatabilitas pakan. Uji palatabilitas dilakukan dengan sistem cafetaria feeding,
yaitu rusa sambar diberi lima macam pakan meliputi rumput
gajah (Pennisetum purpureum), pisang (Musa sp.), kacang
II. METODOLOGI panjang (Vigna sinensis), ubi jalar (Ipomoea batatas) dan
A. Tempat Dan Waktu Penelitian wortel (Daucus carota) pada waktu yang bersamaan, hal ini
Penelitian ini dilakukan di Kebun Binatang Surabaya, Jawa dilakukan supaya rusa sambar dapat memilih sendiri makanan
Timur. Waktu penelitian dimulai bulan Desember 2012 – dengan bebas sesuai dengan kesukaannya. Penggunaan rumput
Januari 2013. gajah, pisang, kacang panjang, ubi jalar, dan wortel sebagai
bagian dari penelitian karena selama ini digunakan oleh pihak
B. Bahan dan alat penelitian Kebun Binatang Surabaya untuk pakan rusa sambar. Tingkat
Bahan – bahan yang diperlukan dalam penelitian ini kesukaan makan rusa sambar dapat diketahui dengan cara
adalah: rusa sambar (Cervus unicolor) sebanyak 2 ekor, melakukan perhitungan berat pakan yang di konsumsi, dengan
wortel, pisang, kacang panjang, ubi jalar dan rumput gajah. asumsi pakan yang lebih banyak dikonsumsi adalah pakan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang paling disukai, [11]. Hal pertama yang dilakukan yaitu
timbangan, kamera digital, kamera video, alat tulis, handtally pakan ditimbang terlebih dahulu sebelum diberikan ke rusa
counter dan alat penghitung waktu (Stopwatch). sambar, setelah pakan dikonsumsi oleh rusa sambar pakan
ditimbang lagi untuk mengetahui berat pakan yang
C. Prosedur Kerja dikonsumsi, hal ini dilakukan sesaat sebelum dilakukan
Objek dalam penelitian ini adalah rusa sambar (Cervus pemberian pakan kembali.
unicolor) dan yang diamati adalah tingkah laku makannya di
Kebun Binatang Surabaya. Penelitian menggunakan dua ekor D. Parameter Pengamatan
rusa sambar sebagai objek pengamatan yakni, satu ekor jantan Tingkat palatabilitas pakan didapat diketahui atau
dewasa dan satu ekor betina dewasa. dihitung menggunakan rumus yaitu [11]:
Penelitian ini menggunakan teknik pencatatan aktivitas
makan satwa pada interval waktu tertentu yang dilakukan Palatabilitas = jumlah pakan yang diberikan – sisa pakan yang
selama 24 jam, tiap periode pengamatan dilakukan selama 30 dikonsumsi
detik untuk mempermudah menghitung lama ruminasi.
Pengamatan dilakukan secara langsung dan dengan bantuan Palatabilitas masing-masing pakan yang diberikan
alat perekam gambar yaitu Handycam. Untuk mengetahui selanjutnya diamati, dan dicatat. Data yang telah diperoleh
lama waktu makan dan lama waktu ruminasi menggunakan kemudian dianalisis secara deskriptif dan dihubungkan dengan
timer, sedangkan untuk menghitung jumlah periode ruminasi kandungan kimia dari masing-masing jenis pakan yang ada di
dan jumlah siklus ruminasi menggunakan handtally counter. dalam literatur.
Pengamatan tingkah laku makan yang dilakukan terdiri atas Data yang diperoleh dari aktivitas makan rusa sambar dan
lama waktu makan, lama waktu ruminasi, jumlah periode uji palatabilitas dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data
ruminasi dan jumlah siklus ruminasi. Lama waktu makan, dilakukan dengan mendeskripsikan data dalam bentuk tabel
dihitung dari satwa mulai makan sampai satwa berhenti makan dan grafik/ diagram, data hasil penelitian dimasukkan ke
yang dinyatakan dalam menit/hari. Lama ruminasi, yakni dalam suatu kalimat pernyataan yang dapat menjelaskan
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-173
sekaligus menyimpulkan hasil penelitian yang diperoleh. Parameter yang Diukur Rusa Sambar Rusa Sambar Rerata
Jantan Betina
Lama Makan (menit/hari) 316,79 310,16 313,48
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Lama Ruminasi (menit/hari) 296,36 286,50 291,43
Jumlah Periode Ruminasi 14,07 16,21 15,14
A. Hasil Pengamatan Tingkah Laku Makan Rusa Sambar
(kali/hari)
(Cervus unicolor)di Kebun Binatang Surabaya Jumlah Siklus Ruminasi 26,39 28,26 27,33
Beberapa tingkah laku makan yang diamati dalam (kali/periode)
Tabel 1. Rataan aktivitas tingkah laku makan rusa sambar selama periode 24
penelitian ini meliputi lama waktu makan, lama waktu jam (1440 menit)
ruminasi, jumlah periode ruminasi dan jumlah siklus ruminasi
dan didapatkan hasil pada tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 bisa dilihat bahwa rataan lama waktu
makan rusa sambar berkisar 310,16-316,79 menit per 24 jam.
Lama waktu makan rusa sambar yang berada di konservasi ex-
situ Kebun Binatang Surabaya ini lebih pendek dibandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya [13] yang melaporkan
bahwa lama waktu makan (merumput) rusa sambar di
Penangkaran rusa sambar, Taman Wisata Angsana Pematang
Gajah, Jambi 319,45±29,35 menit per 12 jam, sedangkan di Gambar 1. Rusa sambar (Cervus unicolor) betina dan jantan saat makan
penangkaran Ranca Upas diperoleh lama makan (sumber: Dokumen pribadi, 2012)
341,80±141,51 menit per 12 jam [12].
Perbedaan lama makan rusa yang diperoleh dalam rumen yang dimuntahkan ke mulut (regurgitasi) yang ditandai
penelitian ini dibandingkan rusa pada dua daerah penangkaran dengan adanya bolus yang bergerak kearah atas di
tersebut diduga disebabkan oleh adanya perbedaan jenis bahan kerongkongan dari rumen [16]. Hasil pengukuran rataan lama
pakan yang diberikan dan luasan tempat tinggal. Jenis bahan ruminasi rusa sambar (Tabel 1) berkisar antara 286,50-296,36
pakan yang diberikan berbeda, dimana pada penangkaran di menit per 24 jam. Hasil penelitian sebelumnya [13] pada rusa
Jambi diberi pakan berupa berbagai jenis rumput seperti sambar menunjukkan bahwa aktivitas ruminasi berkisar
rumput kumpai, rumput lapang, dan rumput kolonjono yang 254,92-281,28 menit per 12 jam atau 509,84-562,56 menit per
memiliki kadar serat kasar yang tinggi di banding dengan rusa 24 jam [12]. Perbedaan yang mencapai separuh dari penelitian
sambar di Kebun Binatang Surabaya yang diberi pakan berupa [13] ini dapat disebabkan oleh jenis bahan pakan yang
buah, sayur, umbi dan rumput yang kadar seratnya relatif lebih berbeda. Meskipun terdapat perbedaan hasil pengukuran
rendah, hal ini dikarenakan lama waktu makan dipengaruhi rataan lama ruminasi rusa sambar di Kebun Binatang
oleh bahan kering pakan yang diberikan, bentuk fisik dan Surabaya dengan penangkaran di provinsi Jambi, tetapi hasil
komposisi kimia pakan [13]. kedua penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Selain itu juga dikarenakan aktivitas harian satwa ini yang sebelumnya yang menyatakan bahwa lama ruminasi satwa
tidak terlalu membutuhkan energi banyak, hal ini disebabkan berkisar 5–10 jam per 24 jam atau 300-600 menit per 24 jam,
oleh luas kandang rusa sambar di Kebun Binatang Surabaya tergantung pada konsumsi pakan dan kualitas hijauan.
berukuran 10 x 12 m atau 120 m2 untuk 2 ekor rusa sambar, Meningkatnya degradasi pakan akan menyebabkan penurunan
sehingga tidak terlalu banyak aktivitas yang bisa dilakukan lama waktu ruminasi.
dan kebutuhan energipun tidak terlalu banyak, energi Rataan hasil pengukuran jumlah periode ruminasi dan
merupakan bagian terbesar yang disuplai oleh semua bahan jumlah siklus ruminasi yang diperoleh dalam penelitian ini
makanan yang biasa digunakan untuk satwa. Energi membuat (Tabel 1) masing-masing antara 14,07-16,24 periode per 24
satwa dapat melakukan suatu pekerjaan dan proses-proses jam dan 26,39-28,26 kali per periode. Hasil ini sejalan dengan
produksi lainnya, dengan kata lain bahan pakan, perilaku penelitian yang dilaporkan oleh penelitian sebelumnya [13],
makan dan energi saling berkaitan. Sedangkan luas pada penangkaran rusa sambar di provinsi Jambi bahwa
penangkaran di provinsi Jambi berukuran 30x15 m atau 450 jumlah periode ruminasi 7,83-8,64 periode per 12 jam dan
m2, luas pengkaran di provinsi Jambi lebih luas dari pada 29,72–31,17 kali per periode. Hal ini mengindikasikan bahwa
Kebun Binatang Suarabaya. Padahal seharusnya daya tampung aktivitas ruminasi rusa meskipun berbeda tempat relative
rusa sambar adalah mencapai 20 ekor/ha atau setara dengan sama, hal ini diduga dikarenakan sistem pencernaan setiap
10.000 m2 untuk 20 ekor atau 500 m2 untuk seekor rusa rusa sambar sama khususnya dalam proses ruminasi.
sambar pada kondisi alamiah [14]. Hal ini menunjukkan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 14
semakin luas tempat tinggal rusa sambar maka semakin hari dapat diketahui bahwa aktivitas makan rusa sambar di
banyak aktivitas yang dilakukan sehingga kebutuhan energi Kebun Binatang Suarabaya tidak terbatasi oleh waktu, karena
semakin banyak. Satwa mengkonsumsi makanan terutama aktivitas makan dilakukan secara acak tanpa ada waktu-waktu
untuk memenuhi kebutuhan energi, semakin tinggi kebutuhan tertentu. Sedangkan ada juga yang mengatakan bahwa
energi maka konsumsi bahan kering juga meningkat. Sehingga aktivitas makan terpusatkan di pagi hari dan terulang kembali
luasan tempat tinggal rusa mempengaruhi lama makan [15]. di malam hari. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa
Tingkah laku ruminasi adalah pengeluaran makanan dari aktivitas makan jantan lebih terpusatkan di pagi hari dari pada
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-174
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN [16] Aryadi,Ardi. 2002. Tingkah Laku Makan Kambing Lokal Dewasa yang
Digembalakan Di Lahan Gambut Hutan Sekunder Palangkaraya,
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Kalimantan Tengah. Ilmu Produksi Ternak. Institut Pertanian Bogor.
dapat disimpulkaan bahwa : Bogor.
1. Perilaku makan rusa sambar (Cervus unicolor) selama 24 [17] Ahmed, S., N.J. Sarker. 2002. Food Consumption of Sambar Deer
(Cervus unicolor, keer) in Captivity. Saudi. Biol. Sci., Vol.9, No. 1.
jam (1440 menit) pada kisaran waktu 14 hari pengamatan [18] Ngampongsai C. 1978. Grassland food preference of the sambar
di Kebun Binatang Surabaya yaitu waktu untuk makan (Cervus unicolor) in Khao Yai National Park, Thailand. J. Biotrop 8:
pada kisaran 310,16-316,79 menit; lama ruminasi 286,50- 99-115.
296,36 menit dengan jumlah periode ruminasi 14,07- [19] Yasuma S. 1994. An Introduction to the Mammals of East Kalimantan.
Pusrehut Spec. Publ. 3: 192-193.
16,21 kali dan jumlah siklus ruminasi per periode [20] Sutrisno E. 1986. Studi tentang potensi makanan dan populasi
sebanyak 26,39-28,26 kali. rusa sambar (Cervus unicolor) di padang penggembalaan
2. Hasil uji palatabilitas pakan yang paling disukai berturut- Cigumentong, Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi. Skripsi
turut adalah pisang, kacang panjang, ubi jalar, rumput Sarjana Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor. 82p.
gajah dan wortel dengan konsumsi rata-rata tiap harinya [21] Fortin D, Boyce MS, Merrill EH, Fryxell JM. 2004. Foraging cost of
selama berturut-turut yaitu 4,93; 4,79; 3,46; 1,98 dan 1,37 vigilance in large mammalian herbivores. J Oikos 107: 172-180.
Kg/2ekor/hari, sehingga rata-rata konsumsi total kedua [22] Tillman, A. D., H. Hari., R. Soedomo., P. I. Soeharto dan L. Soekanto.
rusa sambar yaitu sebesar 16,53 kg/2 ekor/hari. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
[23] Tomaszewska, M.W., I..M Mastika., A. Djajanegara., S. Gardiner dan
T.R Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia.
V. UCAPAN TERIMA KASIH Sebelas Maret University Press, Surakarta.
Penulis VS mengucapkan terima kasih kepada pihak Kebun [24] Siregar, S. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi
makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah
Binatang Surabaya atas tempat dan fasilitas yang diberikan. Yogyakarta. Majalah Ilmu dan Peternakan, I (5) : 176-183.
[25] Martawidjaja, M. 1986. Pengaruh pencukuran dan pemberian
VI. DAFTAR PUSTAKA konsentrat terhadap performans domba jantan muda. J.Ilmu dan
[1] Kartono, A.P., Y. Santosa., D. Darusman., A.M. Thohari. 2008. Peternakan, 2 (4) : 163-166.
Penentuan Kuota Buru dan Introduksi Populasi Rusa Sambar untuk [26] Semiadi, G., Barry, T.N. Muir, P.D. 1998. Perubahan Berat Badan Rusa
Menjamin Perburuan Lestari. Media Konservasi Vol. 13, No. 2 Agustus Sambar (Cervus unicolor) pada Kondisi Padang Rumput di Daerah
2008 : 53 – 58. Beriklim Sedang. Bogor, Indonesia. Jurnal Biologi Indonesia 2: 104-108.
[2] International Union for Conservation of Nature. 2010. IUCN Red List [27] Van Soest, P. J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant. Second
Threatened species. http: www.iucnredlist.com. [10 Mei 2012] Edition. Comstock Publishing Associates Cornell University Press. A
[3] Jacoeb T N and S D Wiryosuhanto. 1994. Prospek Budidaya Ternak Division of Ithaca and London.
Rusa. Kanisius, Yogyakarta. [28] Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
[4] Garsetiasih, R. & Takandjandji, Mariana. 2008. Model Penangkaran
Rusa. Makalah Utama pada Hasil-hasil Penelitian: Konservasi
Sumberdaya Alam Hutan. Padang.
[5] Semiadi, G., Y. Jamal., W.R. Farida., dan M. Muchsinin. 2003. Kualitas
Daging Rusa Sambar (Cervus unicolor) Hasil Buruan di Kalimantan
Timur. Animal Production, Vol.5, No.1, Mei 2003: 35-41.
[6] Johnson, J., R. Thorstrom, D. Mindell. 2007. Systematics and
Conservation of the Hook-Billed Kite Including the Island Taxa from
Cuba and Grenada. Animal Conservation. 10: 349-359.
[7] Garsetiasih, R. 2007. Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan
Rusa (Cervus timorensis). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam, Bogor. Buletin Plasma Nutfah. 13 No.2.
[8] Wirdateti, Farida WR, Zein MSA. 1997. Perilaku Harian Rusa Jawa
(Cervus timorensis) di Penangkaran Taman Safari Indonesia. Biota 2:
78-81.
[9] Ismail, Deden. 2011. Tingkah Laku Makan Rusa Jawa (Cervus
timorensis) yang Dipelihara pada Lokasi Penangkaran yang Berbeda.
Jurnal Bumi Lestari, 11 No. 1, hlm. 147-158.
[10] Simamora, Rafael. 2009. Uji Palatabilitas Beberapa Macam Hijauan
dan Bahan Pakan pada Rusa Sambar (Cervus unicolor). Universitas
Sumatera Utara. Medan.
[11] Widiarti, Weny. 2008. Uji Sifat Fisik dan Palatabilitas Ransum Komplit
Wafer Pucuk dan Ampas Tebu Untuk Pedet Sapi Fries Holland. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
[12] Afzalani, Musnandar, E. dan Mutholib, R. A. 2008. Preferensi Pakan,
Tingkah Laku Makan dan Kebutuhan Nutrien Rusa Sambar (Cervus
unicolor) dalam Usaha Penangkaran di Provinsi Jambi. Media
peternakan. 31 No. 2.
[13] Dewi, B.S., dan E. Wulandari. 2011. Studi Perilaku Harian Rusa
Sambar (Cervus unicolor) di Taman Wisata Alam Bumi Kedaton.
Universitas Lampung. Bandar Lampung. J.Sains MIPA, Vol. 17, No. 2,
Hal.: 75-82.
[14] Semiadi G. 2003. Pemanfaatan Rusa dari Aspek Keilmiahan. Makalah
Lokakarya Pengembangan Rusa. Ditjennak, 11 September 2003.
[15] Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Media Peternakan, Agustus 2008, hlm. 114-121 Vol. 31 No. 2
ISSN 0126-0472
Terakreditasi B SK Dikti No: 43/DIKTI/Kep/2008
ABSTRACT
This experiment was conducted to study feed preference, eating behaviour, feed
intake, feed digestibility as well as determination of protein and energy requirement for
maintenance. This experiment was conducted at Wisata Angsana Garden and Animal
Nutrition Laboratory of Animal Husbandry Faculty, Jambi University. One male and two
female of Sambar deers with body weight ± 140 kg were used in this experiment. The
animals were kept in free stall of 30x15 m. The experiment was divided into three steps:
feed preference, eating behaviour and determination of maintenance requirement. The
results indicated that Sambar deers preferred Asystasia spp leaf, Hyampeacne amplexi-
caulis, Axonopus compresus and Cynodon dactylon grasses. Over 12 hours, Sambar deers
had eating activity of 319.45±19.35 minutes, rumination activity of 266.85±13.67 min-
utes, with a total rumination period of 8.16±0.43 and rumination cycles of 30.63±0.79
times per periode. Sambar deers had intake and digestibility of dry matter, crude protein,
organic matter, crude fiber, and energy 2.43 kg, 0.66 kg, 2.15 kg, 0.37 kg, 9703.08 kkal
GE per day and 74.38±5.22; 77.35±4.61; 87.87±2.47; 51.36±9.91; 67.89±6.54%, respec-
tively. Sambar deers required protein and energy for maintenance as much as 0.44 kg
per day or 3.17 g per kg BW and energy 5062.85 kkal DE per day or 36.16 kkal DE per
kg BW.
Key words: feed preference, eating behaviour, nutrient requirement, Sambar deer
tidak diketahui dengan pasti dan diperkirakan Penelitian dibagi menjadi tiga bagian,
terancam punah karena sering diburu oleh ma- yaitu seleksi bahan pakan, tingkah laku makan
syarakat untuk dikonsumsi dagingnya maupun dan penentuan kebutuhan protein dan energi.
bagian tubuh lainnya yang disukai masyarakat. Prosedur pelaksanaan penelitian yang dilaku-
Berdasarkan pengalaman pemeliharaan kan adalah: 1) kajian seleksi pakan, 2) kajian
di kebun binatang Surabaya, ternyata rusa tingkah laku makan, dan 3) penentuan kebu-
Bawean berkembangbiak seperti ternak yang tuhan nutrien.
umum dikenal masyarakat dan pada tahun Bahan pakan yang diuji yaitu rumput
1981 pernah disebarkan ke masyarakat Madura kolonjono, rumput kumpai, daun cabe-cabe
untuk dipelihara (Jacoeb & Wiryosuhanto, dan rumput lapang (Gambar 1). Makanan
1994). Usaha peternakan rusa di Malaysia, diberikan satu persatu secara bergiliran, kemu-
juga dimulai dari peternakan rakyat, demikian dian diberikan sekaligus pada tempat terpisah
pula usaha peternakan rusa di Caledonia Baru masing-masing selama satu mingu. Posisi
(Audige, 1988). Kenyataan ini menunjukkan makanan diubah pada minggu ketiga untuk
bahwa rusa memiliki prospek yang sangat mengetahui apakah pemilihan makanan ber-
bagus di masa depan, karena selain dagingnya dasarkan tempat makan. Prosedur pelaksanaan
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pro- pengujian mengacu pada teori Kryazakis &
tein hewani, juga terkait dengan objek wisata Oldham (1993).
dan olah raga berburu, sebagaimana banyak di- Pengamatan tingkah laku makan yang
lakukan di negara-negara Eropa dan Amerika. dilakukan terdiri atas lama waktu makan, lama
Usaha pengembangbiakan rusa perlu di- waktu ruminasi, jumlah periode ruminasi dan
lakukan untuk mengantisipasi kepunahan rusa jumlah siklus ruminasi. Lama waktu makan,
Sambar yang ada di Propinsi Jambi. Penelitian dihitung dari ternak mulai makan sampai
ini bertujuan untuk mempelajari preferensi ternak berhenti makan yang dinyatakan dalam
pakan, tingkah laku makan dan kebutuhan menit/hari. Lama ruminasi, yakni dihitung
nutrien untuk keperluan hidup pokok, sehingga waktu mulai ternak ruminasi sampai ruminasi
rusa Sambar dapat dilestarikan. terhenti yang dihitung selama satu hari (me-
nit/hari). Jumlah periode ruminasi, dihitung
MATERI DAN METODE mulai ternak ruminasi sampai ternak berhenti
ruminasi, dengan ketentuan bila berhenti se-
Penelitian dilaksanakan selama dela- lama 4 menit maka dinyatakan dalam satu
pan bulan di Penangkaran rusa Sambar, periode ruminasi (kali/hari). Jumlah siklus
Taman Wisata Angsana Pematang Gajah dan ruminasi merupakan jumlah siklus ruminasi
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak dalam satu periode dalam satu hari (kali/pe-
Fakultas Peternakan Universitas Jambi, riode). Pengamatan dilakukan menggunakan
Kelurahan Mendalo Darat, Kecamatan Jambi teknik direct counting (secara visual) dengan
Luar Kota. bantuan alat counter dan timer. Pelaksanaan
Penelitian menggunakan tiga ekor rusa pengamatan tingkah laku makan yang dilaku-
Sambar dengan bobot badan rata-rata 140 kg. kan mengacu pada metode Noorgaard (1989).
Pengamatan tingkah laku makan dan preferensi Bahan pakan yang paling disukai dari
jenis pakan yang disukai dilakukan dengan hasil pengujian preferensi digunakan untuk
menempatkan rusa Sambar di kandang lepas menentukan kebutuhan nutrien. Penentuan
yang berukuran 30x15 m dengan pagar kawat kebutuhan nutrien yang dilakukan meliputi
harmoni. Pengukuran kebutuhan nutrien di- penentuan jumlah konsumsi dan kecernaan se-
lakukan dengan mengandangkan rusa Sambar rat kasar, protein kasar dan energi. Pengukuran
di shelter yang dimodifikasi menjadi kandang dilaksanakan selama dua minggu. Minggu per-
metabolik dengan ukuran 2x4 m yang disekat tama merupakan periode adaptasi dan minggu
menjadi tiga bagian. kedua merupakan periode pengukuran. Hasil
pengukuran konsumsi sukarela maksimum dengan ‘nitrogen intake’ (NI) apabila nitrogen
pada minggu pertama, selanjutnya digunakan balance (NB) sama dengan nol (NI=a/b).
sebagai dasar jumlah pemberian pakan seba- Data hasil penelitian dianalisa meng-
nyak 70%, 80%, 90% dan 100% dari konsumsi gunakan uji T dan analisis regresi sederhana
maksimum tersebut. Selama periode kedua di- menggunakan software Stat versi 2.7.
lakukan pencatatan jumlah bahan pakan yang
dikonsumsi, sisa pakan dan jumlah feses yang HASIL DAN PEMBAHASAN
diekskresikan setiap hari dengan menggunakan
metode koleksi total. Preferensi Bahan Pakan
Penentuan kebutuhan energi bagi hidup
pokok dilakukan dengan mengacu pada persa- Preferensi bahan pakan pada rusa Sambar
maan regresi “ER=bMEI-a’. Kebutuhan untuk sebagai hewan langka perlu ditentukan guna
hidup pokok (Mm) sama dengan ‘metaboliz- mengetahui jenis bahan pakan yang paling
able energy intake’ (MEI) apabila ‘energi disenangi. Hasil pengujian preferensi empat
retention’ (ER) sama dengan nol (MEI=a/b). jenis bahan pakan yang diuji terdapat pada
Penentuan kebutuhan protein untuk hidup Tabel 1. Rusa Sambar mengkonsumsi daun
pokok mengacu pada persamaan regresi oleh cabe-cabe paling tinggi dibandingkan dengan
Asleson et al. (1996); yaitu ‘NB = bNi – a’. rumput kumpai, rumput lapang dan rumput
Kebutuhan nitrogen untuk hidup pokok sama kolonjono. Selanjutnya rumput kumpai lebih
disukai dibandingkan dengan rumput lapang Lama waktu makan yang diperoleh dalam
dan rumput kolonjono, sedangkan tingkat pre- penelitian ini lebih lama jika dibandingkan
ferensi rumput lapang dan rumput kolonjono hasil penelitian Ismail (2001) yang melapor-
relatif sama. kan bahwa lama waktu makan (merumput)
Lebih tingginya konsumsi daun cabe- rusa Jawa di Cariu 192,67±59,88 menit per 12
cabe diduga disebabkan oleh rendahnya kadar jam, sedangkan di penangkaran Ranca Upas
serat kasar yang dikandung (15,13%) diban- diperoleh lama makan 341,80±141,51 menit
dingkan dengan rumput kumpai (29,36%), per 12 jam. Perbedaan lama makan rusa yang
rumput lapang (34,2%) dan rumput kolonjono diperoleh dalam penelitian ini dibandingkan
(33,89%). Menurut Tafaj et al. (2005), kon- rusa pada dua daerah penangkaran tersebut
sumsi ransum berhubungan erat dengan daya disebabkan oleh adanya perbedaan jenis
cerna dan laju aliran digesta rumen yang rusa (rusa Sambar vs rusa Jawa), perbedaan
sebagian besar ditentukan oleh kandungan bobot badan (rusa Sambar memiliki bobot
serat kasar. Pakan yang memiliki kadar serat badan lebih tinggi) dan jenis bahan pakan yang
kasar tinggi membutuhkan waktu retensi di ru- diberikan.
men lebih lama dibandingkan dengan pakan Hasil pengukuran rataan lama ruminasi
yang memiliki kadar serat kasar lebih rendah. rusa Sambar (Tabel 2) berkisar antara 254,92–
Tingginya konsumsi serat kasar mengakibat- 281,28 (266,85±13,67) menit per 12 jam.
kan jumlah konsumsi menurun. Church (1988) Hasil penelitian Fajri (2000), pada rusa Totol
menyatakan bahwa tingginya kadar serat bahan menunjukkan bahwa aktivitas ruminasi 145,30
pakan yang dikonsumsi menyebabkan tekanan menit per 12 jam. Perbedaan ini dapat disebab-
pada dinding rumen meningkat, dan secara kan oleh bobot rusa Sambar yang lebih besar
fisiologis berpengaruh pada penurunan selera sehingga konsumsi pakan lebih besar diban-
makan. dingkan dengan rusa Totol. Noorgaard (1994)
menyatakan bahwa lama ruminasi ternak
Tingkah Laku Makan berkisar 5–10 jam per hari, tergantung pada
konsumsi pakan dan kualitas hijauan. Yang &
Hasil pengukuran tingkah laku makan Beauchemin (2006) menyatakan meningkatnya
terdapat pada Tabel 2. Rataan lama waktu degradasi pakan akan menyebabkan penurunan
makan rusa Sambar berkisar 297,25–332,78 lama waktu ruminasi.
menit per 12 jam. Firkin (2002) menyatakan Rataan hasil pengukuran jumlah periode
bahwa lama waktu makan dipengaruhi oleh ruminasi dan jumlah siklus ruminasi terdapat
bahan kering pakan yang diberikan, bentuk pada Tabel 2. Jumlah periode ruminasi dan
fisik dan komposisi kimia pakan. jumlah siklus ruminasi yang diperoleh dalam
Tabel 1. Konsumsi bahan segar (KBS), konsumsi bahan kering (KBK) dan proporsi bahan kering yang
dikonsumsi pada rusa Sambar (n=3)
Tabel 2. Rataan aktivitas tingkah laku makan rusa Sambar selama periode 12 jam
Rusa Sambar
Peubah yang diukur
1 2 3 Rataan
Lama makan (menit/12 jam) 332,78±40,53 297,25±24,95 328,28±29,00 319,45±29,35
Lama ruminasi (menit/12 jam) 281,28±17,77 261,81±9,20 254,92±3,66 266,85±13,67
Jumlah periode ruminasi (periode/12
7,83±0,28 8,64±1,05 8,00±0,44 8,16±0,43
jam)
Jumlah siklus ruminasi (kali/periode) 31,17±1,39 29,72±0,60 31,00±1,02 30,63±0,79
penelitian ini masing-masing antara 7,83–8,64 konsumsi BK hewan langka seperti napu
periode per 12 jam dan 29,72–31,17 kali per (Tragulus napu) sebesar 46,69±2,43 g/kgBB0.75
periode. Hasil ini sejalan dengan penelitian dan hewan kancil (Tragulus japanicus) yaitu
yang dilaporkan Afzalani et al. (2006), pada 35,9 g/kgBB0.75 (Darlis et al., 1999; Darlis et
ternak domba bahwa jumlah periode rumi- al., 2003). Sementara pada rusa Jawa kon-
nasi 9–18 kali, dengan jumlah siklus ruminasi sumsi BK mencapai 2,5% – 3,5% dari bobot
dalam satu periode ruminasi sebanyak 12–35 badan. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan
kali. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas oleh adanya perbedaan kebutuhan energi dan
ruminasi rusa dibandingkan domba relatif kemampuan mencerna makanan. Menurut
sama. Parakkasi (1999), hewan mengkonsumsi ma-
kanan terutama untuk memenuhi kebutuhan
Konsumsi dan Daya Cerna Nutrien energi, semakin tinggi kebutuhan energi maka
konsumsi bahan kering juga meningkat.
Hasil pengukuran konsumsi dan daya Konsumsi protein rusa Sambar sebesar
cerna nutrien pada rusa Sambar (Tabel 3) 0,66 kg per hari dengan konsumsi pro-
menunjukkan bahwa total konsumsi BK tein tercerna sebesar 0,58±0,08 kg per hari
rusa Sambar 2,43 kg per hari yang setara setara dengan 23,86% dari bahan kering pakan.
dengan 0,0174 kg/kg BB hari atau 0,059 Kebutuhan protein sangat ditentukan oleh kua-
kg/kg BB0.75 atau setara dengan 1,72% bobot litas protein dari bahan pakan yang diberikan.
badan. Konsumsi nutrien pada rusa Sambar Protein sangat diperlukan terutama pada masa
mendekati konsumsi BK yang diperoleh pada periode pertumbuhan. Berdasarkan pakan yang
ternak domba dan kambing yang berkisar an- diberikan terlihat bahwa jumlah protein pakan
tara 54,6–63,4 g/kgBB0.75 (Darlis et al., 2003). yang diberikan lebih tinggi dibandingkan
Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan kisaran kadar protein pakan yang di-
Tabel.3. Rataan konsumsi dan daya cerna nutrien pada rusa Sambar
perlukan rusa. Menurut Causey (2006), ternak rian protein (Gambar 2) menunjukkan semakin
rusa membutuhkan protein ransum pada masa tinggi jumlah pemberian protein maka peruba-
pertumbuhan sebesar 17%–20%. han bobot semakin besar. Kebutuhan protein
Rusa Sambar mengkonsumsi energi untuk hidup pokok rusa Sambar adalah sebesar
(Tabel 3) sebesar 9703 kkal GE/hari atau 6621 0,44 kg per hari.
kkal DE/hari. Revell & Tow (2001) me- Hubungan jumlah pemberian energi
nyatakan bahwa kebutuhan energi tergantung dengan pertumbuhan rusa Sambar (Gambar
pada musim. Nilai konsumsi tersebut diduga 3) memperlihatkan adanya korelasi yang erat
telah menggambarkan konsumsi energi yang (R2 = 0,943) antara tingkat pemberian energi
normal untuk lingkungan tropis. dengan perubahan bobot badan rusa Sambar.
Perhitungan kebutuhan energi (DE) untuk
Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok hidup pokok sebesar 5063 kkal/hari setara
dengan 29,65 kkal ME/kgBB mendekati kebu-
Taraf pemberian bahan pakan me- tuhan energi untuk ternak sapi, yakni sebesar
nentukan jumlah protein, serat kasar dan 28,88 kkal ME/kgBB. Kebutuhan energi ternak
energi yang dikonsumsi rusa Sambar (Tabel dipengaruhi faktor umur, jenis kelamin, kom-
4), sementara perubahan bobot badan juga posisi tubuh dan tingkat pemberian makanan
berhubungan dengan jumlah pemberian bahan (Parakkasi, 1999). Kebutuhan energi rusa lebih
pakan. Pertambahan bobot badan negatif pada rendah dibandingkan dengan kebutuhan ener-
tingkat pemberian bahan pakan sebesar 70% gi untuk hidup pokok napu (Tragulus napu)
menunjukkan bahwa jumlah bahan pakan yang yakni sebesar 92,35 kkal DE/kg BB (Darlis
diberikan tidak memenuhi kebutuhan untuk et al., 2003). Perbedaan ini kemungkinan
hidup pokok. Gambaran hubungan perubahan berkaitan dengan komposisi tubuh. Darlis et
bobot badan dengan perubahan jumlah pembe- al. (1999) menyatakan bahwa kebanyakan
140
120
100 Y = -421,079 + 948,054 X
80 R2 = 0,958
PBB (g/hari)
60
40
20
0
-20 60 70 80 90 100
-40
-60
140
120
Y = -426,799 + 0,0843 X
100
80 R2 = 0,943
PBB (g/hari) 60
40
20
0
-20 60 70 80 90 100
-40
-60
Jumlah pemberian (%)
ungulata membutuhkan lebih banyak protein pada ternak Domba. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu
dibandingkan dengan ruminansia. Proses Peternakan Edisi Khusus Seminar Nasional
sintesis dan degradasi protein di dalam tubuh 8: 37-40.
Asleson, M.A., E.C. Hellgren & L.W. Varner.
membutuhkan energi lebih banyak (Hocquette, 1996. Nitrogen requirements for antler
1998; Parakkasi, 1999). growth and maintenance in white-tailed deer.
J. Wild. Manage. 60:744-752.
KESIMPULAN Audige, L.J.M. 1988. Contribution A L’etude
Des Constantes Biologiques Du Sang Du
Preferensi jenis bahan pakan berturut- Cerf Rusa (Cervus timorensis russa) en
Nouvelle Calidonie. These pour le Doctorat
turut adalah daun Cabe-cabe, rumput Kumpai, Veterinaire. Ecole Nationale Veterinaire
rumput Kolonjono dan rumput Lapang. Selama D’Alfort.
12 jam rusa Sambar menggunakan waktu Causey, M.K. 2006. White-Tailed Deer Nutrition
untuk makan selama 319,45±19,35 menit; ru- off-season Food Management. The School
minasi 266,85±13,67 menit dengan jumlah kali of Forestry & Wildlife Sciences. Alabama
ruminasi 8,16±0,43 periode dan jumlah siklus University, USA.
Church, D.C. 1988. Digestive Physiology and
per periode sebanyak 30,63±0,79 kali. Nutrition of Ruminant. 2nd Ed. O & B Book.
Rusa Sambar mengkonsumsi 2,43 kg Oregon. USA.
bahan kering; 0,66 kg protein kasar; 2,15 Darlis, N. Abdullah, J.B. Liang, S. Jalaludin &
kg bahan organik; 0,37 kg serat kasar dan Y.W. Ho. 1999. Preference test on feed and
9703,08 kkal GE per hari dengan kemampuan nutrient intake in male and female lesser
mencerna nutrien berturut-turut 74,38±5,22%; mouse deer (Tragulus japanicus). Asian-Aus.
J. Anim. Sci. 12: 1292-1297.
77,35±4,61%; 87,87±2,47%; 51,36±9,91%; Darlis, A. Latief, Akmal & S. Fackhri. 2003.
67,89±6,54%. Rusa Sambar yang berbobot Evaluasi nutrisi dan siklus reproduksi napu
140 kg membutuhkan protein dan energi untuk (Tragulus napu) dalam rangka peningkatan
hidup pokok masing-masing sebesar 0,44 kg populasi untuk tujuan konservasi dan
per hari atau 3,17 g PK per kg BB dan energi domestikasi. Laporan Penelitian Hibah
Bersaing. Fakultas Peternakan, Universitas
sebesar 5063 kkal DE per hari atau 36,16 kkal Jambi.
DE per kg BB. Fajri, S. 2000. Perilaku harian rusa totol (axis axis)
yang dikembangbiakan di padang rumput
DAFTAR PUSTAKA halaman Istana Negara Bogor. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Afzalani, S. Syarif & Raguati. 2006. Pengaruh Bogor. Bogor.
suplementasi urea mineral lick block Firkin, J.L. 2002. Optimizing rumen fermentation.
(UMLB) dan daun sengon (Albazia In: Proc. Tri-State Dairy Nutrition
falcataria) terhadap biodegradabilitas Conference, USA. p.39-53
dan aktivitas kunyah (chewing activity) Hocquette, J.F., I. Ortigues-Marty., D.
Pethick., P.Herpin & X. Fernandez. 1998. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan
Nutritional and hormonal regulation of Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta.
energy metabolism in sceletal muscles of Revell, D. & P. Tow. 2001. Growing weaner
meat-producing animals. Livest. Prod. Sci. deer-overcoming nutritional constraints in
56 : 115-143. Southern Australia. A report for the Rural
Ismail, D. 2001. Kajian tingkah laku dan kinerja Industries Research and Development
reproduksi rusa Jawa (Cervus timorensis) Corporation. Adelaide University, Australia.
yang dipelihara di penangkaran. Disertasi. Tafaj, M., V. Kolaneci., B. Junck., A. Maul-
Program Pascasarjana. Universitas Padja- betsch, H. Steingass & W. Drochner W.
djaran, Bandung. 2005. Influence of fiber content and
Jacoeb, T.N. & S.D. Wiryosuhanto. 1994.
concentrate level on chewing activity,
Prospek Budidaya Ternak Rusa. Cetakan I.
Penerbit Kanisius, Jakarta. ruminal digestion, digesta passage rate and
Kryazakis, I. & J.D. Oldham. 1993. Diet nutrient digestibility in dairy cows in late
selection in sheep the ability of growing lactation. Asian-Australasian. J. Anim. Sci.
lambs to select a diet that meets their crude 18:1116-1124.
protein requirement. Br. J. Nutr. 69: 617-629. Yang, W.Z. & K.A. Beauchemin. 2006. Physically
Noorgaard, P. 1989. The influence of physical effective fiber: method of determination and
form of the diets on chewing activity and effects on chewing, ruminal acidosis, and
reticulo-rumen motility in cows. Acta Vet. digestion by dairy cows. J. Dairy. Sci. 89:
Scan. Suppl. 86:46-52. 2618-2633.