(NAVIGASI LANGIT)
File .PDF dengan kualitas gambar 15% dan resolusi 150 dpi
Oleh
Naf’an Akhun
File elektronik II
Publikasi Web I: 2006
Publikasi Web II: 2008
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur hanya bagi Allah, Pencipta alam semesta.
Tulisan mengenai Astronavigasi; Pengenalan dan Praktik Sederhana akhirnya bisa saya
selesaikan.
Suatu ketika, sebuah majalah komputer dari Jakarta menyertakan bonus CD yang berisi
freeware, salah satunya Stellarium. Disana ditulis."bila anda penat atau stress setelah bekerja,
jalankan program Stellarium. Semoga terhibur dengan simulasi bintang-bintang dilangit.dst".
Langsung terbersit pikiran, mengapa hanya memandangi? Bukankah bintang-bintang
merupakan alat petunjuk bagi orang-orang jaman dulu?
Setelah itu saya mulai mencari literaturnya. Awalnya merasa kesulitan karena tidak ada
gambaran awal sama sekali. Namun nikmat Allah tak pernah putus, saya mendapat
kesempatan bertugas di Galela, Halmahera Utara, dimana langit malam yang cerah bertabur
bintang terlihat jelas sekali, maasyaa Allah. Berbeda dengan Jakarta atau kota-kota besar
lainnya yang tertutup debu dan asap, kecuali menjelang fajar.
Setelah membuat peta langit dan bumi modifikasi dari beberapa piranti lunak (software).
Metode pembacaan dan perhitungan berdasarkan literatur tentunya, hasilnya kemudian saya
rangkum dan sederhanakan seperti yang anda baca sekarang ini.
Ternyata praktik navigasi langit dengan alat seadanya sangat menyenangkan. Penulis
mengharapkan, agar ilmu menarik yang tidak memandang usia ini dapat diajarkan dan
dipraktikkan sebagai pelajaran ekstrakurikuler di sekolah bagi siswa SMP maupun SMU. Dan
tentu saja, sangat dianjurkan bagi kelompok-kelompok pecinta alam.
Ada pengalaman berkesan ketika naik gunung api SuDokuno di Kab. Halmahera Utara pada
bulan Februari 2007. Setiba dipuncak, rombongan hendak shalat dan menanyakan arah kiblat.
Saya kemudian mencoba navigasi langit, saat itu rasi Orion tepat di atas kepala. Setelah
ketemu arah mata anginnya, hasilnya saya bandingkan dengan kompas, dan ternyata tepat.
Akhirnya saya ucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua dan keluarga, LSM MER-C
(Medical Emergency Rescue Committee), Klinik MER-C-BNI Galela Halmahera Utara, H. Arifin,
Pengawas Pendidikan sekecamatan Galela dari DEPAG Tobelo atas semua bantuan dan
waktunya, Mahmud APMS atas sumbangan CD dan Box, Tukang kaca Tobelo atas sumbangan
cerminnya. Star Computer Tobelo atas sumbangan floppy disk, Pak Sabri Albar-Kades Soasio-
atas pinjaman kamera digitalnya dll. dan juga kepada pihak pihak yang tidak bisa saya
sebutkan namanya satu persatu.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Galela, Maret 2007
Naf’an Akhun
"...dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah
mereka mendapat petunjuk".(Q.S. An Nahl: 16)
"Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya
petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-
tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui." (Q.S Al An'aam: 97)
* * *
Seperti yang telah kita ketahui bersama, demi kemudahan pemetaan suatu posisi di
permukaan planet bumi yang bulat, dibuatlah suatu sistem koordinat X,Y.
Garis X (horizontal) akan membagi Bumi menjadi dua bagian sama besar, bagian utara dan
selatan. Garis ini disebut Ekuator/ Khatulistiwa. Garis sejajar ekuator di sebelah utara/
selatannya dinamakan garis LINTANG (latitudinal).
Garis Y (vertikal) akan membagi bumi menjadi bagian barat dan timur. Garis ini disepakati
memotong/ melewati kota Greenwich, Inggris sebagai bujur 0 derajat. Garis-garis sejajar 0° di
sebelah barat/ timurnya dinamakan garis BUJUR (longitudinal).
Garis Lintang (horizontal) terukur dengan rentang 0° - 90° utara/ selatan, sedangkan garis
bujur (vertikal) antara 0° - 180° ke barat/ timur.
Tiap derajat masih dibagi lagi menjadi 60 menit busur dan tiap menit busur dibagi lagi 60
detik busur. Untuk perhitungan jaraknya, 1 menit busur setara dengan 1 mil nautika (1852 m).
Ukuran 1 mil ini menurut garis lintang (ke utara/ selatan), bukan garis bujur karena jarak antar
bujur makin ke kutub makin mengecil. Dari penjelasan ini tampak bahwa menit busur/ detik
busur bukan merupakan satuan waktu tetapi jarak.
http://www.sailingissues.com/navcourse1.html
1
2
Http://www.ludd.luth.se
Tulisan ini dibuat tahun 2007, selisih 53 tahun dari tahun 1954 = 1°46’ ke Barat, maka total
variasinya;
Tanda (-) bila variasi ke Barat (West), tanda (+) sebaliknya. Bila bingung perhatikan bagan
ini:
3
http://gsc.nrcan.gc.ca/geomag/field/magdec_e.php
http://www.sailingissues.com/navcourse3.html
5. Dari puncak Merbabu diukur sudut 40°41’ searah jarum jam (ke kanan) terhadap garis
utara tersebut. Buatlah garis sesuai sudut ini (warna merah). Demikian juga terhadap
puncak Merapi 143° (warna hijau).
6. Perpotongan garisnya merupakan posisi kita, 7°28.0' LS dan 110°24.0' BT. Ini adalah
contoh fungsi koordinat bumi dalam navigasi.
Bagaimana kalau berada di tengah lautan luas? Titik apa yang akan dibidik?
Para pelaut atau kafilah arab agar tidak tersesat di gurun pasir, mempunyai cara tersendiri
untuk menentukan posisi, yaitu dengan mengamati benda-benda langit; bintang, matahari,
bulan dan planet. Cara ini dikenal dengan nama Astronavigasi atau Navigasi Langit (Celestial
navigation).
Langit yang luas, yang berisi planet, bintang-bintang, bulan dan benda langit lainnya
dipetakan dan disederhanakan menjadi seperti halnya bola bumi, yaitu bola langit. Jadi
bayangkan saja ada dua buah bola, bola kecil di dalam bola besar. Bola kecil adalah bumi dan
diluarnya langit.
Seperti halnya bola bumi bila dibentangkan menjadi peta bumi, bola langit menjadi peta
langit. Di peta bumi kita jumpai laut dan pulau, di peta langit akan kita jumpai bintang dan
rasi!
Bagaimana memetakan komet atau bintang yang bergerak? Tentu tidak. Untuk tujuan
navigasi langit hanya memuat bintang-bintang utama yang direkomendasikan saja.
Peta langit, seperti halnya bumi, juga di petakan menjadi ekuator, garis lintang dan bujur!
(baru tahu khan?)
Seandainya anda pergi ke ruang angkasa untuk melihat corak benua di bumi, anda pasti
langsung bisa mengidentifikasi mana kutub utara/ selatan bumi karena kita sudah dikenalkan
dengan peta bumi sejak masih sekolah Dasar. Demikian pula bila sudah terbiasa mempelajari
peta langit, dengan melihat sebuah rasi di langit anda akan mampu menentukan arah mata
anginnya! Seperti misalnya rasi Orion dibawah ini.
Pembahasan lengkap peta langit dan rasinya akan anda jumpai di Bab berikutnya. Jadi
sejak matahari tenggelam di ufuk barat dan bintang-bintang mulai bermunculan; kita nanti
akan terbiasa mengamati rasi bintang Biduk/ Beruang Besar (Ursa mayor) yang menunjukkan
arah utara, bintang Pari/ Salib Selatan (Crux) penanda arah selatan, serta bintang-bintang lain
yang mempesona dan menakjubkan
* * *
Daftar Kosakata
Jaman dahulu, para pelaut, kafilah atau penghuni gurun pasir mempunyai tradisi tersendiri
untuk menentukan arah atau navigasi agar tidak mudah tersesat. Pelaut yang berada di daerah
Lintang utara bumi (misalnya Eropa) lebih mudah menentukan arah utara dengan mengamati
bintang Polaris, bintang terang yang terletak hampir persis di kutub utara.
Bila hendak berlayar ke Samudera luas, navigatornya mengukur ketinggian Polaris dari tempat
pemberangkatan. Ketika kembali, mereka hanya perlu berlayar ke utara/ selatan saja sampai
mencapai sudut ketinggian Polaris yang sama, kemudian belok ke kiri/ kanan dengan tetap
menjaga sudut Polaris.
Orang Arab mungkin lebih lihai lagi. Mereka menggunakan lebar dua jari, biasanya ibu jari dan
kelingking. Dengan lengan yang direntangkan, mata membidik horizon di bagian bawah dan
Polaris di atas. Perkembangan selanjutnya mereka memakai seutas tali bersimpul yang disebut
Kamal.
Gambar 5. Kamal
Kwadran
Pada sekitar abad ke-9 Kwadran mulai diperkenalkan. Merupakan lempengan seperempat
lingkaran yang di buat dari kayu atau kuningan dan Bandul penunjuk. Tepi lingkaran memuat skala
derajat. Bandul penunjuk dengan lubang terfiksasi di puncak/ ujung seperempat lingkaran.
Gambar 6. Kwadran
Cara menggunakannya, satu orang mengamati dan membidik benda langit melalui lubang
kecil, sedangkan yang lain mencatat skala yang ditunjuk Bandul penunjuk. Pelaut terkenal,
Columbus, dalam pelayarannya memakai alat ini.
Walaupun Kwadran mampu mengukur posisi dengan lebih terpercaya karena sudah memakai
skala derajat, namun ada kelemahan paling mencolok; saat terjadi badai sulit mempertahankan
posisi Kwadran dan bandul penunjuknya tetap vertikal.
Gambar 7. Astrolabe
Astrolabe adalah suatu alat yang dapat digunakan, baik astronomi maupun astrologi, untuk
memprediksi pergerakan matahari, bulan, planet dan bintang; menentukan waktu. Selain itu juga
untuk menyusun horoskop/perbintangan.
Alat ini terdiri dari cakram berlubang yang disebut mater, sebagai alas dari satu/ lebih cakram
tipis yang disebut tympan atau climates. tympan berisi gambar yang merepresentasikan langit di
atas horizon.
Disekeliling mater merepresentasikan waktu. Di atas mater dan tympan, ada lagi rete, memuat
proyeksi eklips dan posisi bintang. Perputaran rete 360 derajat merepresentasikan perputaran
bumi 24 jam. Sebuah penggaris putar disebut alidade tertempel dibelakang mater, berfungsi
untuk membidik bintang.
Dari Astrolabe muslim yang rumit ini kemudian sekitar abad ke-10 dimodifikasi menjadi lebih
sederhana untuk keperluan navigasi. Misalnya Astrolabe buatan Haji Ali dari Kerbala tahun 1790,
dipakai untuk mengetahui waktu terbit dan tenggelamnya matahari, ketinggian matahari dan
bintang. Lebih penting lagi, di pakai untuk menentukan arah kiblat.
Cross staff
Avicenna (Ibnu Sina) ahli matematika dari persia, telah menulis tentang Cross-staff sekitar
abad ke-11 M. Alat yang menyerupai Salib ini merupakan modifikasi dari Kamal.
Cara meggunakannya seperti merentangkan busur panah. Bagian vertikal/ lengan digeser-
geser sepanjang tongkat sedemikian hingga Polaris tampak di ujung atas lengan dan horizon di
bawah. Sejak saat itulah mulai dikenal istilah 'membidik' bintang.
Contoh Davis quadrant buatan Walter Henshaw, seorang pelaut Inggris pada tahun 1711.
Sextant
Bagian utama Sextant, seperti halnya Octan, adalah Kaca-cermin horizon, yaitu separo kaca
tembus untuk melihat horizon secara langsung dan separonya lagi cermin untuk melihat pantulan
obyek langit dari Cermin Index.
Cermin index, terletak diporos bandul penunjuk angka (dalam derajat), turut berputar
mengikuti bandul penunjuknya.
Cermin-cermin ini biasanya berukuran besar, lebih dari 5 cm untuk memudahkan pencarian
obyek langit. Dilengkapi pula dengan lapisan pelindung sinar matahari/ film demi keamanan mata
saat melakukan pengamatan matahari.
Cara menggunakan alat ini dengan memegang posisinya secara vertikal kemudian di arahkan
ke horizon/ ufuk. Bidikan ke arah horizon melalui bagian kaca dari Separo Kaca-cermin Horizon
(lihat skema). Pada saat yang sama cermin index diputar hingga tampak obyek langit 'bertumpuk'
dengan garis horizon (sejajar) seperti gambar di bawah ini:
* * *
Lebar Sextant kira-kira 1/6 lingkaran (Octan lebih sempit; 1/8 lingkaran) dan mempunyai skala
0–120 derajat. Tiap derajat dibagi lagi menjadi 3 fraksi mewakili 20 menit busur. Sextant
profesional dengan skala vernier bisa mengukur sampai 1 menit busur. Bahkan ada yang mampu
mengukur sampai 0,2 menit busur! Karena 1 menit busur= 1 mil nautika (nautical mile)= = 1852
meter, maka tingkat kesalahannya kira-kira 0.2 mil nautika (kira-kira 370 m).
* * *
Lunar Distance
Metode Lunar Distance, mengukur sudut antara bulan dengan benda langit lain, umumnya
matahari atau planet-planet disekitar ekliptika, kemudian di bandingkan dengan tabel.
Menggunakan alat yang di namakan Reflecting Circle yang dibuat oleh Mayer, Borda, dan
Troughton pada tahun 1756. Metode ini kurang disukai karena sangat rumit.
Chronometer
Pada tahun 1735, John Harrison mengenalkan Chronometer, yaitu jam yang diklaim akurat.
Dari dasar pemikiran bahwa ketersediaan jam akurat berdasarkan zona waktu tertentu, navigator
akan lebih mudah menentukan posisi bujurnya di permukaan bumi. Chronometer pertama kali
dibuat dan disetel di Greenwich, Inggris. Tepat tengah hari ditentukan jam 12.00.
Para pelaut yang hendak mengarungi samudera selalu mengkalibrasi Chronometernya di
Greenwich. Lama kelamaan menjadi tempat “bengkel” kalibrasi, hingga kemudian ditetapkan
sebagai pusat rujukan semua waktu di bumi, Greenwich Mean Time (GMT) yang kita kenal
sekarang.
Horizon Artifisial
Bagaimana kalau pandangan ke horizon terhalang? misalnya oleh bukit, gunung atau mungkin
gedung bertingkat? Sebagai gantinya navigator memakai horizon artifisial/ palsu/ buatan,
misalnya mangkok berisi cairan. Air kolam renang juga bisa digunakan asalkan tidak ada angin/
riak gelombang, tetapi yang direkomendasikan adalah Air Raksa.
Gambar keluarga John Charles Freemont, penjelajah terkenal pedalaman Amerika sedang
memakai Sextant dan horizon artifisial air raksa selama ekspedisinya tahun 1842.
Kelemahan horizon artifisial; tentu saja Sextant biasa tidak bisa mengukur obyek dengan sudut
lebih dari 60° di atas horizon (skala hanya sampai 120 derajat).
* * *
Sejak mulai diperkenalkan hingga pertengahan abad ke-20, Sextant telah menjadi
perlengkapan standar navigasi. Modifikasi dan penambahan dilakukan demi kemudahan dan
keakuratan pengukuran. Namun semuanya tetap memiliki kesamaan prinsip kerja; obyek langit
dilihat dari dua kali pantulan!
Sextant standar zaman modern dilengkapi lensa astigmatis dan teleskop monokular agar
“pertumpukan” antara obyek langit-horizon lebih akurat. Penggunaan horison artifisial mutlak
diperlukan oleh penerbang dan penyelam. Penerbang memandang horizon jauh di bawahnya
karena posisinya di udara, bahkan di atas awan. Sebaliknya, penyelam jauh di bawah permukaan
air.
Akhir abad ke-19 muncul inovasi horison artifisial dengan gelembung udara, dinamakan
Balloon Sextant, yang kemudian menjadi perlengkapan standar pesawat terbang, mulai dari
Perang Dunia 1 hingga perang Dunia 2. Hampir bersamaan waktunya, Nikola Tesla menemukan
radio. Selamat datang navigasi modern!
Navigasi Modern
Sekitar tahun 1960, LORAN mulai dikembangkan, yaitu pemancar radio yang dikirim dari kapal
ke stasiun penerima. Tak berapa lama, TRANSIT, satelit untuk navigasi juga dikembangkan.
Kemudian tahun 1974, satelit GPS (Global Positioning System) pertama diluncurkan dengan tingkat
kesalahan pengukuran hanya beberapa meter dengan waktu kurang dari satu mikrodetik.
Akhirnya dengan adanya sistem GPS satelit, semua instrument navigasi langit di atas menjadi
kuno.
Secara garis besar, sebelum era radio dan satelit, ada masa cukup lama navigasi langit dengan
menggunakan Sextant. Inilah yang akan menjadi pokok pembahasan tulisan ini. Bab-bab
selanjutnya hanya akan terfokus pada navigasi langit dengan Sextant. Di bab 5 akan kita
praktekkan pembuatan Sextant sederhana dari bahan yang biasa kita jumpai sehari-hari. Oleh
karena itu, sebaiknya cara kerja Sextant di bab ini sudah dipahami.
* * *
Misal penulisan koordinat untuk bintang Polaris; Dec 89°16.7' U dan RA 2:34:20.
Ekliptika
Ekliptika adalah jalur imajiner perjalanan matahari dalam setahun. Jalur ini ternyata tidak
sejajar dengan Ekuator Langit, tetapi miring membentuk sudut 23,5 derajat. Berpotongan dengan
Ekuator Langit di dua titik yang dikenal dengan nama Equinox:
• Vernal Equinox, koordinatnya; Dec 0°00' dan RA 00.00. Titik ini juga dikenal dengan nama Titik
Aries (Point of Aries)4.
• Autumnal Equinox, koordinatnya Dec 0°00', RA 12.00,.
Arah Barat dan Timur peta langit kebalikan dari peta Bumi.
Karena kemiringan Ekliptika 23.5 derajat, menyebabkan perubahan musim di Bumi. Setelah
'memotong' di Vernal Equinox (biasanya tanggal 21 Maret), matahari bergerak ke utara.
Menyebabkan musim semi di belahan utara Bumi, di Jawa (belahan selatan) terjadi musim hujan.
Setelah itu melintasi Autumnal Equinox menuju ke selatan (biasanya tanggal 21 September),
menandai dimulainya musim kemarau di Jawa dan musim dingin di belahan utara.
4
Dinamakan Titik Aries karena di titik inilah matahari melintasi Ekuator dari bagian selatan ke utara, bertepatan
dengan rasi Aries. Namun faktanya perlintasan ini makin bergeser. Saat ini perlintasan bertepatan dengan rasi Pisces.
Walaupun demikian penamaan ‘salah kaprah’ ini masih tetap digunakan. (http://jacq.istos.com.au/sundry/)
Horizon membagi bola langit menjadi 2 bagian; di atas horizon (yang terlihat) dan di bawah
horizon (tak terlihat). Kutub di atas horizon dinamakan Zenith, sedangkan kutub bawah
dinamakan Nadir. Jadi satu-satunya kutub yang bisa kita lihat seumur hidup hanyalah Zenith,
dengan cara mendongakkan kepala tegak lurus melihat ke atas.
Sudut yang dibentuk dari horizon ke arah benda langit dinamakan Altitude (Alt), nilainya 0-90
derajat. Bila di bawah horizon nilainya negatif. Sedangkan sudut benda langit terhadap arah utara
dinamakan Azimuth (Az), diukur searah jarum jam. Nilainya 0-360 derajat. Oleh karena itu sistem
koordinat ini kadangkala disebut juga dengan Sistem koordinat Alt/ Az. Misalnya suatu bintang
dengan koordinat Alt 0° dan Az 90° artinya bintang tersebut tepat berada di horizon timur, sedang
terbit.
Sistem koordinat horizon terfiksasi dengan bumi, bukan dengan langit. Oleh karena itu nilai
koordinat benda langit (Alt/ Az) senantiasa berubah sepanjang waktu. Berubah pula bila di ukur
dari lokasi lain di permukaan bumi.
Dibawah ini tabel perbandingan 3 sistem koordinat yang telah kita pelajari di atas:
Sistem Koordinat Pusat Sumbu Koordinat 1 Titik 0 derajat Koordinat 2 Titik 0 derajat
Bumi Bumi Kutub Garis Lintang Ekuator Garis Bujur Greenwich
Langit Langit Kutub Langit Deklinasi Ekuator Langit Right Titik Aries
Ascension
Horizon Pengamat Zenith-Nadir Altitude Horizon Azimuth Arah Utara
Meridian
Meridian adalah lingkaran imajiner di bola langit yang tegak lurus terhadap Horizon. Lingkaran
Meridian berpotongan dengan Horizon Utara, Zenith dan Horizon Selatan. Benda-benda langit
setiap waktu akan bergerak melintasi Meridian, dan ketika tepat melintas di meridian dinamakan
Waktu Transit.
Sebagai tambahan, sistem penulisan waktu ada dua macam, yaitu sistem 24 jam dan am/ pm.
a.m berasal dari bahasa latin “ante meridiem”, artinya sebelum meridian atau sisi timur
meridian, maksudnya matahari belum mencapai meridian.
p.m dari bahasa latin “post meridiem”, artinya sesudah meridian atau sisi barat meridian.
Setelah tergelincirnya matahari.
Hour Angle
Hour Angle (HA, Sudut Jam) adalah waktu yang dibutuhkan obyek langit untuk mencapai/
meninggalkan Meridian. Juga bisa diartikan sebagai sudut antara obyek langit dengan Meridian
dalam ukuran jam.
Contoh, HA bintang Y = 2,5 jam, Artinya bintang Y telah melewati Meridian Lokal 2,5 jam yang
lalu. Bila dikonversikan ke bentuk derajat:
2,5 jam x 15° = 37,5°
Nilai negatif untuk obyek yang belum mencapai Meridian Lokal, dan nilai 0, tentu saja untuk
obyek yang tepat berada di Meridian Lokal.
Dalam navigasi langit dikenal 3 macam Hour Angle:
1. Sidereal Hour Angle (SHA), sudut antara Titik Aries dengan obyek langit.
Karena Titik Aries sama dengan vernal equinox, maka RA Titik Aries = SHA Titik Aries. Yang
membedakan hanyalah bila ukuran RA dalam jam (0-24) ke arah timur, ukuran SHA dalam
derajat ke arah barat!
Rumus konversinya:
2. Greenwich Hour Angle (GHA), sudut antara meridian Greenwich dengan obyek langit.
Astronavigasi (Navigasi Langit) 18
3. Local Hour Angle (LHA), adalah sudut antara meridian Lokal (pengamat) dengan obyek langit.
Dari penjelasan ketiga HA di atas terlihat bahwa nilai SHA dalam satu hari relatif tetap, tetapi
GHA dan LHA selalu berubah mengikuti perputaran bumi. Hubungan antara ketiga HA di atas
dapat digambarkan sebagai berikut:
Skema menunjukkan Hour Angle bintang Betelgeuse (SHA, GHA dan LHA) dengan posisi
pengamat (P) di sebelah barat benua Eropa.
Ketiga Hour Angle ini sangat bermakna dalam navigasi, karena ternyata berhubungan erat
dengan posisi pengamat (P), sehingga pencarian posisi dapat dilakukan.
Rumus:
LHA = GHA - AP
(Nilai negatif untuk bujur timur).
Misalnya Posisi pengamat (P) di 90° BT (Bujur Timur). GHA Sirius 330°, berapa nilai LHA?
Jawab:
LHA Sirius = 330° - (-90°) = 420°
Hasil 420° tidak ada karena satu lingkaran penuh adalah 360°. Jadi seharusnya dikurangi
dengan 360°. (Ini analog dengan pertanyaan; jam 21.00 ditambah 10 jam berapa? Tidak mungkin
jawabannya jam 31.00, tetapi 31.00-24.00= jam 07.00). Jadi jawaban LHA di atas adalah 60°
Bila anda bingung dengan perhitungan di atas penulis sarankan agar membuat coretan sketsa
ala kadarnya seperti di bawah ini;
Dari contoh di atas terlihat bahwa penulisan SHA, GHA dan LHA --agar lebih mudah-- biasanya
bukan lagi dalam jam, melainkan dalam derajat. Nilainya 0-360 derajat ke barat/ berlawanan arah
jarum jam.
Waktu Sidereal secara harfiah berarti “waktu bintang”. Hari Sidereal rata-rata 4 menit lebih
panjang dibanding Hari Matahari, sebab ekstra 1 derajat tersebut. Mudahnya, sebuah bintang
sebut saja X, bila siang ini berada di Meridian lokal bersama matahari, maka besoknya --pada jam
yang sama-- posisi X sudah bergeser ke barat 1 derajat, atau 4 menit ke arah barat, sedangkan
matahari tetap di meridian lokal5. Demikian seterusnya hingga X kembali ke meridian lokal satu
tahun kemudian. Oleh karena itu Waktu Sidereal sangat berguna untuk menentukan posisi bintang
setiap waktu.
5
Penting untuk diperhatikan bahwa Matahari sebenarnya termasuk golongan bintang. Namun demi kemudahan
pembahasan akan kita bedakan antara Bintang dengan Matahari, karena dalam ‘memutari’ bumi jalur Matahari
berbeda dengan jalur Bintang lainnya
Jadi saat itu matahari mencapai Meridian pukul 12:08. Biasanya nilai (-) untuk menandai arah
Timur, (+) sebaliknya. Lebih jelasnya grafik di bawah ini:
* * *
Beberapa istilah di atas sering digunakan dalam navigasi langit, namun ada beberapa hal
penting sebagai tambahan untuk diketahui;
WIB = GMT +7
WITA = GMT +8
WIT = GMT +9
Presesi (Precession)
Presesi adalah perubahan bertahap dari arah poros bumi. Jalur poros bumi berbentuk seperti
kerucut, satu lintasan penuh membutuhkan waktu 26.000 tahun. Seperti halnya putaran gasing,
bagian atas yang ¨terhuyung-huyung¨ itulah presesi.
Almanak Nautika
Almanak Nautika adalah buku yang berisi informasi astronomi, mengenai prediksi koordinat
GHA dan deklinasi matahari, bulan, planet dan bintang pada waktu tertentu, dalam bentuk tabel
dengan tingkat ketepatan perhitungan hingga 0.1 menit dan waktu 1 detik. Selain itu juga memuat
daftar koreksi yang dibutuhkan pada saat melakukan perhitungan.
Sangat disarankan memiliki Almanak Nautika bila anda adalah seorang navigator professional.
Tetapi karena maksud penulisan buku ini adalah untuk mengenalkan prinsip-prinsip dasar navigasi
langit dan diharapkan bisa dipraktekkan semua kalangan, maka penulis hanya memakai patokan
koordinat benda langit pada satu waktu tertentu saja (daftar ada di Bab 4). Terlebih lagi
perubahan koordinat bintang dalam rentang waktu yang lama, maka pergeserannya untuk
sementara dapat kita kesampingkan.
* * *
* * *
Seperti yang telah disebutkan di bab sebelumnya, bahwa hampir tepat di Kutub Langit utara
terdapat bintang bernama Polaris (dari bahasa latin yang berarti Bintang Kutub). Di daerah lintang
utara bintang ini terlihat setiap saat, hal ini membuat Polaris sangat berguna untuk navigasi (dari
lintang/ belahan bumi selatan, Polaris tentunya tidak terlihat). Cara termudah untuk mengenali
bintang ini adalah dengan mengamati langit utara pada malam hari. Beberapa saat kemudian
tampaklah bahwa bintang-bintang bergerak memutar berlawanan arah jarum jam bersumbu di
sebuah bintang terang, 'sumbu'nya itulah Polaris.
Selain Polaris, sejumlah bintang juga direkomendasikan untuk navigasi langit. Bagaimana cara
mengenalinya?
Peta Langit
Seperti halnya peta bumi dengan benuanya yang terbagi menjadi garis lintang dan garis bujur,
bintang-bintang juga dipetakan laiknya sebuah lukisan dengan koordinat yang dinamakan Dec dan
RA ;
Deklinasi (Dec, sudut terhadap ekuator langit - seperti garis lintang peta bumi). Nilainya 0-90
derajat, Utara (U) atau Selatan (S).
Right Ascension (RA, sudut terhadap Titik Aries -seperti garis bujur terhadap Greenwich).
Nilainya 0-24 jam
Peta Langit
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di poster yang disertakan dalam buku
Vernal Equinox terletak di tepi kanan/ kiri peta, sedangkan tepat di tengah adalah Autumnal
Equinox. Perhatikan bahwa Vernal Equinox atau yang disebut juga dengan Titik Aries posisinya
sudah tidak lagi memotong rasi Aries tetapi bergeser ke Pisces. Rasi atau Konstelasi adalah
gabungan dari beberapa bintang menyusun sebuah bentuk/ tokoh. Tokoh-tokoh ini berbeda tiap
Pegasus Andromeda
Grus 3. Phoenix
Cetus Eridanus
Perseus Aries
Auriga Taurus
Orion Gemini
Melambangkan si Kembar.
Terlihat dari daerah kutub utara sampai dengan
Melambangkan Sang Pemburu, yang sedang 60° Lintang Selatan.
berkelahi melawan Taurus ditepi sungai Tampak jelas selama bulan Februari jam 21:00.
Eridanus ditemani ke dua anjingnya (Canis Bintang untuk navigasi:
Major dan Minor). Mangsa yang lain adalah Castor = Dec 31°52.6' U, RA 7:35:01
Lepus (Kelinci) di bawahnya. Pollux = Dec 28°00.8' U, RA 7:45:43
Terlihat dari daerah 85° Lintang Utara sampai
dengan 75° Lintang Selatan. Tampak jelas
selama bulan Januari jam 21:00.
Bintang untuk navigasi:
Bellatrix = Dec 6°21.4' U, RA 5:25:28
Betelgeuse = Dec 7°24.5' U, RA 5:55:31
Alnilam = Dec 1°11.9' S, RA 5:36:32
Rigel = Dec 8°11.7' S, RA 5:14:50
Vela Puppis
Carina Leo
Melambangkan Mahkota
Virgo Corvus
Libra Scorpius
Melambangkan Naga.
Melambangkan Segitiga Selatan. Terlihat dari daerah Kutub Utara sampai dengan 15°
Terlihat dari daerah 25° Lintang Utara Lintang Utara. Tampak jelas selama bulan Juli jam
sampai dengan Kutub Selatan. Tampak 21:00.
jelas selama bulan Juli jam 21:00. Bintang untuk navigasi:
Bintang untuk navigasi: Eltanin = Dec 51°28.8' U, RA 17:56:44
Atria = Dec 69°02.5' S, RA 16:49:20
Ophiuchus Aquila
Sagitarius Cygnus
Lyra Pavo
Hydra
* * *
Agar langit terlihat seperti peta langit di atas, caranya dengan posisi tidur telentang, kepala di
utara dan kaki di selatan selama 24 jam. Ya, 24 jam! Langit dan bintang-bintang senantiasa
bergerak/ berputar di atas kepala dari timur ke barat selama 24 jam namun kita tidak
menyadarinya, bahkan pada siang hari tidak pernah menyangka bahwa ada bintang, karena pada
siang hari sinar matahari ‘menutup’ pandangan kita. Untuk mengetahui dimana 'area' siang atau
malam pada peta, kita harus mengetahui posisi Matahari. Tetapi di peta tidak tercantum matahari,
dimanakah posisinya?
Posisi Matahari
Perjalanan matahari berbeda dengan bintang (Lihat garis ekliptika). Matahari selama 24 jam
‘berputar’ 360 derajat sedangkan bintang 361 derajat (baca lagi Waktu Sidereal). Bintang X, bila
siang ini berada di Meridian lokal bersama matahari, maka besoknya --pada jam yang sama--
sudah bergeser 1 derajat/ 4 menit busur ke arah barat, sedangkan matahari tetap di meridian
lokal. Jadi pergeseran bintang-bintang di peta langit di atas adalah dari timur ke barat- geser kiri ke
kanan.
Lho? berarti letak bintang di langit tiap hari juga berbeda dibanding hari kemarin? Benar,
berubah tiap detik dan tiap hari. Untuk mempermudah perkiraan posisinya, perhatikan garis
Ekliptika dan bantuan Tanggal yang berada di bagian bawah peta.
Mengapa ± 6 jam? karena dari meridian langit ke arah horizon timur/ barat adalah 90 derajat
atau 6 jam.
Contoh soal, bintang/ rasi apakah yang akan terlihat pada tanggal 21 Mei jam 21.00 ?
Jawab;
1. Menentukan RA Matahari; Tanggal 21 Mei; RA Matahari berada di 04.00! Tengah harinya
berdasarkan Equation of Time adalah jam 11:57.
2. Menentukan RA Meridian Lokal; Pengamatan dilakukan jam 21 malam= 9 jam 3 menit setelah
11:57,
RA 04.00 + 9:03 = RA 13.03.
Jadi bintang-bintang yang akan tampak adalah RA 13.03 ± 6 jam! Ada rasi Ursa major,
Centaurus, Leo, Vega, Hercules, Crux dan lain-lain. Segera keluar rumah dan pandanglah ke langit,
sama bukan?
Kenali rasinya terlebih dahulu, setelah itu baru mengenali bintangnya. Bagi penulis, tahap
mengenali bintang dan konstelasinya adalah hal yang paling menarik dibandingkan tahap navigasi
langit yang lain. Kegembiraan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, yang keluar dari bibir hanya
kalimat pujian bagi Sang Pencipta.
Ingat bagi negara yang memberlakukan Daylight Saving Time (DST), bahwa jam 21 ketika
melakukan pengamatan, sebenarnya adalah jam 20. Karena waktu menunjukkan 1 jam lebih cepat
dari biasanya. Jadi sebelum menentukan Waktu Transit dan Meridian Lokal, dilakukan koreksi DST
terlebih dahulu; waktu pengamatan dikurangi satu jam.
* * *
Dalam konteks koordinat bumi atau ukuran JARAK, 1 kotak terkecil peta di atas mewakili 1
derajat. Seharusnya masih dibagi lagi menjadi 60 menit busur. Bila perhitungan koordinat
sudah mencapai menit busur, penulis menganjurkan melihat Atlas atau peta topografi seperti
contoh gunung Merapi dan Merbabu di bab Pendahuluan.
1 menit busur (‘) = 1 mil nautika (nautical mile)
1 derajat = 60’ x 1 mil nautika = 60 mil nautika
Dalam konteks koordinat langit atau ukuran WAKTU, berbeda antara GP Matahari dengan GP
Bintang;
GP Matahari; karena berputar 360°, untuk melintasi 1 derajat bujur bumi membutuhkan waktu
(24jamx 60 menit)/ 360= 4 menit. Jadi 1 kotak-nya mewakili 4 menit.
GP Bintang berputar 361°, untuk melintasi 1° membutuhkan waktu (24jamx60 menit)/361=
3,98891967 menit.
Satu putaran hari = 361°, dengan demikian koordinat GP juga berubah 1° ke kiri/ barat per hari
atau 2 jam per bulan. Karena perubahan terus menerus inilah maka dibutuhkan koordinat patokan
di peta agar mudah membacanya. Akhirnya penulis memilih tanggal 21 Maret tengah hari di
Greenwich, agar lebih mudah melakukan koreksi dengan zona waktu lokal.
Untuk memudahkan perhitungan selanjutnya, akan dipakai angka bulat. Nilai tengah hari di
Greenwich juga akan kita asumsikan sebagai jam 12:00. Sedangkan Equation of Time untuk
sementara ditiadakan.
Nilai Dec/ Deklinasi sama dengan nilai Lintang. Sedangkan HA atau Hour Angle, adalah sudut
bintang terhadap Meridian . Terdiri dari GHA (Greenwich Hour Angle) dan LHA (Local Hour Angle).
Mengapa SHA tidak termasuk?
Ingat, SHA (Sidereal Hour angle) adalah sudut antara obyek langit dengan Titik Aries, terfiksasi
dengan langit, jadi tidak bisa digunakan sebagai koordinat proyeksi.
Rentang nilai HA 0-360 derajat berlawanan arah jarum jarum, ke arah barat (panduan GHA
ditunjukkan oleh angka berwarna kuning di bagian bawah peta, panduan LHA tidak ada karena kita
tidak tahu posisi lokal dan justru nilai inilah yang akan kita cari). Ingat lagi sketsa di bawah ini:
Peta Posisi Geografik berpatokan pada tanggal 21 Maret jam 12:00 GMT.
b. GHA Jam.
Pengamatan dilakukan jam 14.00 GMT, 2 jam setelah jam 12.00 GMT.
Geser lagi Posisi Geografik Antares mengikuti panah Jam 12+ sejauh 30°, menunjukkan
GHA 232°, Dec tetap.
Jadi kesimpulannya, koordinat GP Antares saat itu= Dec 26°27.0'S, GHA 232°. Atau dengan kata
lain, pada tanggal 21 Juni jam 14.00 GMT/ 21.00 WIB, di daerah dengan koordinat tersebut
Antares berada tepat di atas kepala/ zenith.
* * *
Lalu dimana posisi kita? Contoh kasus: beberapa jam yang lalu anda baru bertolak dari
pelabuhan Merauke menuju Jakarta dengan jam tangan WIB. Dapatkah anda memastikan dengan
yakin posisi saat itu di laut mana (serta koordinat berapa)?
Dengan GPS? Padahal GPS anda baterenya habis!
Bab selanjutnya akan membahas lebih rinci bagaimana cara menentukan posisi apabila saat itu
kita tidak tahu entah sedang berada dimana. Namun sebelum ber’pusing ria’ dengan perhitungan,
koordinat dan sudut-sudut, marilah mengatur nafas sejenak..
Salah satu hambatan dalam mempelajari Navigasi Langit adalah karena harga Sextant yang
mahal, atau sulit dijumpai di toko pada umumnya. Karena alasan itulah seorang navigator, Omar
F. Reis (http://www.tecepe.com.br) mempunyai ide membuat Sextant dari bahan CD, VCD atau
MP3. Ya, yang sering kita lihat dijual di tepi jalan. Panduannya secara garis besar sebagai berikut:
Skema Sextant CD
Box CD sebagai pengganti Rangka Sextant, sedangkan CD sebagai ganti bandul penunjuk dan
skalanya. Pengukuran sudut dengan cara memutar CD tersebut. Cermin Index menempel di CD,
Kaca-cermin horizon menempel di Box.
Walaupun CD, dengan jari-jarinya yang kecil, tidak bisa dibandingkan dengan Sextant
sebenarnya dalam hal keakuratan pengukuran, namun setidaknya cukup berguna untuk praktik
pengenalan navigasi langit.
Perlengkapan yang disiapkan;
1. CD/ VCD/ MP3/ DVD dengan box-nya 1 buah.
2. Kertas sticker A4 1 buah, untuk mencetak/ kopi skala Sextant.
3. Cermin kecil 2 buah, kira-kira berukuran 5 x 3 cm dengan tebal 3 mm.
4. Klise film hitam putih/ cakram floppy disk, sebagai pelindung mata dari sinar matahari.
5. Lem.
6. Pisau Cutter.
7. Alat tulis, termasuk penggaris dan jangka.
8. Gunting.
9. Dadu/ bahan lain yang bersudut 90°/ siku untuk menempelkan cermin ke CD dan Box. Penting
untuk memastikan bahan yang bersudut siku karena posisi 2 cermin harus paralel dan tegak
lurus. Penulis memakai potongan batang spidol kecil dan botol vial bekas obat (sudah dicuci
bersih tentunya).
A B
Pengamatan matahari dapat membahayakan mata, sebaiknya dihindari untuk praktek saat ini.
Tetapi bila anda tetap ingin melakukannya, pasanglah lapisan pelindung matahari dari bahan Klise
film fotografi yang dilapisi perak, yaitu klise hitam-putih. Klise film berwarna tidak dilapisi perak
jadi tidak bisa melindungi radiasi UV, walaupun bisa mengurangi intensitas cahaya. Bahan lain
adalah cakram Floppy disk/ disket.
Pasang klise dengan posisi mengikuti sketsa. Pemasangan sedemikian rupa sehingga bisa
digeser bila tidak diperlukan dan yang lebih penting tidak menghalangi pandangan horizon.
* * *
Contoh di atas, fraksi terkecil skala Utama adalah sepersepuluh. Ukuran skala vernier lebih
kecil dibandingkan skala utama. 10 garis skala vernier setara dengan panjang 9 garis skala utama.
x= d – d',
Ingat bahwa fraksi skala Utama 1mm dan skala Vernier 0,9 mm, maka;
Nilai 'lebih sedikit' tersebut ternyata 0,3 mm. Jadi pembacaan Skala keseluruhan adalah 1,23
cm. Dengan cara yang sama, jika garis yang paling dekat dengan skala utama adalah fraksi ke-7
skala vernier, maka hasilnya 1,27 cm.
Tingkat akurasi instrumen yang menggunakan skala vernier tergantung dari selisih antara divisi
terkecil skala utama dengan skala Vernier. Contoh di atas tingkat akurasinya;
Perhatikan bahwa tingkat akurasinya setara dengan Sextant standar, yaitu 1 menit (1 mil
nautika)! Misalnya skala yang ditunjukkan gambar di bawah ini menunjukkan 54° “lebih sedikit”;
Fraksi skala Vernier yang segaris dengan skala utama adalah 53 menit, jadi keseluruhan
bacaannya 54°53', atau penulisan lengkapnya 54°53.0', mudah khan?
* * *
Navigasi Langit, dikenal juga dengan Astronavigasi, adalah teknik menentukan posisi
berdasarkan pengukuran sudut antara horizon dengan benda langit, biasanya matahari. Tetapi
yang lebih ahli mengukur bulan atau sejumlah bintang, misalnya Polaris (bintang utara, dari
belahan bumi selatan tidak terlihat).
Penentuan posisi berdasarkan pengamatan Bulan lebih sulit karena perjalanannya dalam
setahun mempunyai jalur berbeda.
Waktu pengamatan
Waktu pengamatan terbaik adalah saat langit sedang temaram, yaitu fajar atau senja,
beberapa saat setelah tenggelamnya matahari atau menjelang terbit, tepatnya 6 derajat di bawah
horizon. Bintang dan planet sudah mulai/ masih tampak dan yang lebih penting batas horizon
masih tampak jelas. Jumlah pengamatan 3 atau lebih untuk menghindari kesalahan perhitungan.
Pengamatan pada siang hari biasa disebut Running Fix, yaitu pengukuran matahari yang
dilakukan beberapa kali, mulai dari sebelum transit hingga sesudahnya.
Perlengkapan
Siapkan perlengkapan sebagai berikut:
1. Sextant-CD untuk mengukur altitude/ sudut bintang dari horizon,
2. Kompas untuk mengukur azimuth.
3. Chronometer/ arloji/ jam untuk mengukur waktu,
4. Peta Langit dan peta koordinat Posisi Geografik (Lampiran).
5. Alat tulis termasuk penggaris dan jangka.
6. Lembar plot untuk menggambar posisi (di lampiran).
Bila tidak dapat melihat horizon, siapkan juga air dalam ember/ kolam sebagai horizon
artifisial. Keuntungannya; pengamatan bisa dilakukan sepanjang malam, tidak perlu menunggu
fajar maupun kecewa karena senja telah terlewati. Yang terpenting adalah media yang digunakan
sebagai horizon artifisial mudah untuk diperoleh dan diamati.
Jarak Zenith, Lingkaran Posisi dan Garis Posisi (Line of Position =LOP)
Altitude (H°=sudut obyek langit terhadap horizon)
berhubungan erat dengan jarak antara GP bintang
dan pengamat. Besar sudut Altitude digunakan
untuk mendefinisikan jari-jari lingkaran di
permukaan bola bumi yang bersumbu di GP obyek
langit tersebut.
Mudahnya, sebuah benda langit, sebut saja S (lihat
gambar), sesudah diukur dengan Sextant
didapatkan nilai Altitude H°. Bila GP obyek S ini
dijadikan pusat sebuah lingkaran, maka lingkaran
dengan jari jari 90°-H° pasti melewati posisi
pengamat. Lingkaran ini biasa disebut Lingkaran
Posisi. Terlihat bahwa jari-jari (r) lingkarannya
diperoleh dari 90° dikurangi Altitude (yang diukur
dengan Sextant). 90°-H° (Sudut yang diperoleh
dari 90° dikurangi nilai Altitude) dinamakan Jarak
Zenith (Zenith Distance), biasanya dilambangkan
dengan Z.
Makna Lingkaran Posisi dalam navigasi langit
sangat penting sebab obyek langit S tersebut bila
diamati dari beberapa tempat disekeliling
Lingkaran Posisi mempunyai sudut yang sama.
Pengamat berada di salah satu titik dari lingkaran
besar ini, tetapi dimana?
Dus, pengukuran dua benda langit akan menghasilkan dua lingkaran, atau pengukuran satu
benda langit dalam dua waktu yang berbeda juga menghasilkan dua lingkaran. Nah, dari titik
perpotongan kedua lingkaran itulah posisi si pengamat dapat diketahui. Semakin banyak benda
langit yang diukur, maka tingkat kesalahan makin kecil.
Lingkaran di Permukaan bola jika di gambarkan membentang datar menjadi tidak bulat lagi,
tetapi melebar sejajar sumbu X. Semakin menjauhi ekuator penyimpangannya semakin lebar.
Penyimpangan LOP
Di bagian bawah Peta GP yang disertakan dalam buku ini terdapat panduan untuk mengukur
jauhnya penyimpangan (liat ‘bola cakram-bola yang dilonjongkan-’ di bagian bawah peta).
Misalnya Alpheratz suatu ketika koordinat GP-nya Dec 29°08.0'U, GHA 300°. Pengukuran dengan
Sextant didapatkan Alt 30°, maka Jarak Zenith-nya 90°-30°= 60°. LOP-nya sebagai berikut;
6
Seorang Kapten kapal bernama Thomas H. Sumner dalam pelayarannya dari Charleston (Carolina Selatan) ke
Greenock (Skotlandia) kebingungan dan mulai khawatir karena cuaca sangat buruk. Bintang tak terlihat bahkan siang
hari pun matahari tertutup awan. Sebenarnya pantai sudah dekat tapi beliau tidak tahu posisinya berada di mana.
Tiba-tiba matahari terlihat dan segera saja diukur sudutnya dengan Sextant sebelum tertutup awan gelap lagi. Dari
pengamatan selintas ini hanya diperoleh GP Matahari. Setelah itu beliau mencoba mengira-ngira kemungkinan
posisinya; seandainya di A? di B? di C? dst. Beliau kaget karena ternyata semua posisi perkiraannya mirip sebuah
lingkaran. Sedangkan pantai ada beberapa mil di luar “lingkaran” tadi. Kemudian dia berlayar paralel dengan lingkaran
tapi lebih jauh dari Posisi Geografik Matahari yang telah diperoleh. Anak buah kapal menduga bahwa kaptennya mulai
gila. Tetapi tak berapa lama sampailah di pantai dalam keadaan selamat. Semua anak buahnya keheranan dan takjub.
Angka-angka warna merah di garis bujur, yaitu ± 10, ± 20 dan seterusnya untuk pertolongan
perhitungan nilai bujur. Mudah khan?
* * *
Lihat lagi metode pembacaan peta Posisi Geografik (GP) bintang dibab 4. Jangan lupa pula
datadata penting yang telah dikumpulkan sejak awal, yaitu;
360° = 24 jam Skala
15° = 1 jam 1 kotak= 1°
1° = 4 menit
Pergeseran bintang 1° ke barat/ hari = 2 jam/ bulan Cara Membaca Peta:
1 mil nautika = 1852 m 1. Koreksi Waktu Lokal ke GMT
Koordinat GP = Dec, GHA 2. Menentukan GP bintang:
Patokan GP = 21 Maret di Greenwich tengah hari + 21 Maret –
WIB = GMT+7 + Tengah hari Greenwich asumsi jam
WITA= GMT+8 12:00GMT-
WIT= GMT+9 3 LOP dan Penyimpangan
Jarak Zenith (Z) = 90°-Alt
No Bintang Alt (Ho) Jarak Zenith (Z) Waktu Lokal Waktu GMT
1 Alpheratz 36°50.0' 18.00 WIB
2 Betelgeuse 44°03.0' 18.00 WIB
3 Rigel 55°56.0' 18.00 WIB
4 Sirius 33°12.0' 18.00 WIB
Ket. Nilai Altitude pengamatan/ observasi biasanya dilambangkan dengan Ho.
3. Membuat LOP
Buat lingkaran di masing-masing GP bintang dengan jari-jari sesuai nilai Jarak Zenith (Z) yang
tertera di tabel. Jangan lupa mengoreksi penyimpangan LOP-nya sebagai berikut;
* * *
Skema menunjukkan bintang Bellatrix, Posisi Geografik (GP) dan LOP-nya. 40° adalah nilai
altitude bila diukur dari A, yang terletak di salah satu tempat di sekeliling LOP. (Ingat, obyek langit
bila diamati dari semua tempat disekeliling LOP nilai altitudenya sama!)
Ceritanya; Popeye si pelaut, yang tidak tahu dirinya saat itu berada dimana, sedang mengira-
ngira/ mengasumsikan posisinya berada di titik A. Seluruh informasi mengenai bintang Bellatrix
setelah dikalkulasi menghasilkan nilai altitude sebesar 40° (ini adalah Hc= Altitude Kalkulasi).
Namun Popeye kaget, pengamatan riil Sextant-nya menunjukkan sudut 33° (ini Alt observasi,
Ho)! Apa artinya?? Dimana posisi riil Popeye? Jaraknya terhadap Bellatrix lebih jauh dari asumsi
posisikah?
Ya, anda benar!! Karena Ho (33°) lebih kecil dari Hc (40°). Seandainya Ho-nya 53° artinya posisi
riil Popeye jaraknya lebih dekat dengan Bellatrix dibandingkan dengan asumsi. Lebih jelasnya
gambar berikut;
Rumus:
LHA = GHA - AP
Bila posisi dibujur timur maka nilai AP negatif; LHA Bet= GHA Bet - (-AP) Bujur Timur.
Keterangan:
N = Kutub Utara
Z = Asumsi Posisi Pengamat (koordinat φ, λ)
DecS = Deklinasi GP Bintang S (Koordinat Dec, GHA)
LHA = Selisih bujur antara GP Bintang S - pengamat, diperoleh dari GHA- pengamat.
a = 90°- φ
b = 90°- Deklinasi S
c = 90°- Hc° (Ingat Lingkaran Posisi di Bab 6)
Keterangan:
Hc = Altitude Kalkulasi
Φ = Nilai Lintang Pengamat
DecS = Deklinasi GP Bintang (Koordinat Dec, GHA)
LHA = Selisih bujur antara GP Bintang S – pengamat, diperoleh dari GHA- pengamat.
Az = Nilai Azimuth pengamat terhadap Bintang
Catatan.
Nilai negatif untuk Bujur Timur dan Lintang Selatan.
Setelah nilai Hc ketemu lalu dibandingkan dengan Ho. Selisihnya dipakai untuk membuat LOP.
Dari perpotongan 2 atau lebih LOP itulah posisi riil akhirnya diketahui. Pusing? mari kita praktikkan
saja……
Perhitungan
Misalnya tanggal 29 Januari 2007 pukul 18.00 WIB. kita membidik 3 buah bintang; Alpheratz,
Betelgeuse dan Rigel. Catat nilai Altitude dan waktu pengukurannya dalam tabel:
Kemudian cara mencari nilai GHA akhir seperti pada Bab 7, sebagai berikut:
18.00 WIB = 11.00 GMT
Alpheratz Betelgeuse Rigel
GHA Dec GHA Dec GHA Dec
21 Mar 12:00 GMT 356°00.0’ 29°00.0’U 269°30.0’ 7°30.0’U 279°30.0’ 8°10.0’S
29 Jan 12.00 GMT -50°00.0' tetap -50°00.0' tetap -50°00.0’ tetap
11.00 GMT -15°00.0' tetap -15°00.0' tetap -15°00.0' tetap
Koordinat GP 291°00.0’ tetap 204°30.0’ tetap 214°30.0’ tetap
Silahkan membuat sketsa untuk bintang yang lain. Fungsi sketsa ini untuk memperkirakan
arah GP, di sebelah barat atau timur pengamat.
c. Rumus Segitiga Bola untuk mencari Altitude Kalkulasi (Hc) dan Azimuth (Az)
Rumus Altitude Kalkulasi (Hc):
sin (Hc) = (sin φ * sin DecS) + (cos φ * cos DecS * cos LHA)
Atau bila hasil Azimuth kurang meyakinkan bisa dicek lagi dengan bantuan program kom-
puter, misalnya: Program Distance & Bearing yang dibuat oleh Judson McCranie (j.mc-
cranie@adelphia.net), kita cukup memasukkan nilai koordinat yang dikehendaki:
Perhatikan bahwa hasil Azimuth tabel di atas berbeda dengan Program, karena hasil pada
tabel di atas hanya menyatakan nilai sudut suatu trigonometri bola, sedangkan nilai pada
program adalah sudut yang diukur dari utara benar (True North) searah jarum jam. Sedangkan
untuk Rigel:
4. Memplotkan LOP
LOP yang akan kita gambarkan kali ini hanya mengambil sebagian kecil dari lingkaran, jadi
hanya merupakan sebuah garis. Yaitu bagian LOP yang terdekat dengan Asumsi Posisi (AP).
Keuntungannya, lembar plot tidak lagi memerlukan peta bumi penuh, karena peta negara/
Lembar Plot yang lebih jelas lihat di bagian belakang buku ini.
Sumber: http://www.efalk.org/Navigation/plotsheet.fig
Keterangan gambar:
1. Lingkaran ditengah gambar sebagai bantuan kompas dengan jari-jari 1 derajat= 60 mil nautika.
2. Garis horizontal menunjukkan garis Lintang. Masing-masing berjarak 1 derajat. Garis lintang
yang berada di tengah nantinya sebagai posisi lintang pekerjaan kita.
3. Garis bujur tidak digambar karena letaknya akan disesuaikan posisi lintangnya, jadi letaknya
nanti berubah-ubah. Cara termudah yaitu dengan panduan lingkaran kompas. Bila asumsi
posisi di daerah ekuator, tarik garis vertikal memotong kompas di 90° dan satunya lagi di
270°.tetapi mendekati kutub (utara/selatan) jaraknya makin menyempit. Misalnya di bujur 60°,
buat garis vertikal memotong kompas di sudut 90° and 330° and 210°, garis satunya lagi
memotong 30° and 150°.
4. Skala: dibagian kanan bawah merupakan panduan skala untuk menentukan menit pada garis
bujur.
Cara kerja:
1. Terlebih dahulu plotkan titik Asumsi Posisi yang desimalnya dibulatkan; yaitu 5° LS dan
111° BT ditengah lembar kerja.
2. Buat garis bujur dengan cara; garis pertama memotong kompas di sudut 275° dan 265°.
Garis kedua memotong 85° dan 95°. Ini karena mengikuti lintang asumsi posisinya, yaitu 5°
LS. Bila nilai Lintang semakin besar maka garis bujur yang dibuat akan makin sempit.
3. LOP Alpheratz (Gambar A): Buat vektor dari asumsi posisi (5° LS, 111° BT)/ pusat lingkaran
dengan sudut 312°40.6’. Perkirakan arah GP Alpheratz, lalu ukur 24.8’ NM (mil Nautika)
menjauhi GP. Buat garis tegak lurus di titik ini, ini adalah LOP Alpheratz.
4. LOP Betelgeuse (Gambar B): Buatlah lagi vektor untuk Betelgeuse dengan sudut 74°34.8',
perkirakan arah GP-nya, lalu ukur 10.5’ NM mendekati GP, akhirnya buatlah LOP-nya tegak
lurus vektor.
C
5. Kerjakan cara yang sama untuk LOP Rigel (Gambar C).
6. Tentukan titik perpotongan 3 LOP di atas atau yang mendekati.
Navigasi dengan cara asumsi posisi ini paling sering dilakukan, dinamakan metode Intercept7.
Dengan perhitungan yang lebih teliti, keempat LOP ini akan menghasilkan satu titik perpotongan!
Pada tataran ahli atau professional lebih rumit lagi karena setiap perhitungan masih harus
dilakukan koreksi-koreksi, antara lain;
3. Semidiameter – pada pengamatan Matahari dan Bulan karena diameternya yang besar. Yang
diukur pada pengamatan adalah tepi atas atau bawah obyek, tetapi data di Almanak
berdasarkan pusat/ tengah obyek. Jarak tepi matahari ke inti adalah 16’. Nilai (+) bila
pengukurannya tepi bawah.
7
http://www.efalk.org/Navigation/Leg57.txt
* * *
Posisi pengamat diketahui dengan cara menentukan Meridian Passage atau Waktu Transit,
yaitu ketika matahari melintasi meridian, Azimuthnya 0° atau 180° (menghadap Utara/ Selatan).
Artinya Tidak perlu LOP karena nilai lintang sudah diketahui dari nilai azimuth-nya. Ini terjadi saat
tengah hari (±20 menit).
Bersiaplah 30 menit/ 1 jam sebelum waktu transit. Ukur sudut matahari kira-kira tiap 5/ 10
menit, dan karena diameternya yang besar, maka ukurlah bagian tepi bawah/ atas saja. Catat
masing-masing altitude dan azimuthnya, kemudian tentukan nilai altitude tertinggi (altitude
kulminasi). Tetaplah mencatat hingga nilai altitude turun lagi dan sama dengan nilai pertama kali
memulai pencatatan sebelum transit.
Misalnya tanggal 18 Januari 2007;
Jam Alt Az
11.30 WIB 73°56.0’ 167°
11.35 WIB 74°11.0’ 171°
11.40 WIB 74°19.0’ 175°
11.45 WIB 74°22.0’ 180°
11.50 WIB 74°20.0’ 184°
Dst...
12.02 WIB 73°55.0’ 193°
Waktu Transit adalah rata-rata waktu mulai pencatatan dengan akhir pencatatan, jadi Waktu
Transit-nya nilai tengah antara 11.30-12.02, yaitu 11:46. Sebagai berikut:
Jadi kesimpulan posisi pengamat adalah di koordinat 05°00.0’ LU dan 111°15.0’ BT. Terlihat bahwa
hasil dari metode pengamatan matahari ini sebenarnya kurang akurat.
* * *
Variasi
Jarum kompas selalu mengikuti arah medan magnet bumi, padahal di setiap tempat arus
magnet bumi tidak selalu menunjukkan arah utara sebenarnya (True North) karena kompleksnya
pengaruh yang ada di permukaan bumi. Sudut antara utara magnet (Magnetic North) dengan
utara sebenarnya (True North) dinamakan Variasi (Variation atau disebut juga Deklinasi Magnetis–
Magnetic Declination –). Nilai variasi ini selalu BERBEDA disetiap waktu dan tempat. Parahnya,
tidak semua program/ edaran resmi menyertakan nilai untuk koreksi ini. Jadi dimana bisa kita
dapatkan?
Di setiap peta (yang kredibel) biasanya dicantumkan nilai variasi, misalnya peta topografi
daerah jawa barat yang dibuat oleh Army Map Service (NSVLB), Corps of Engineers, US army
menyatakan;
“1955 Magnetic Declination for this sheet varies from 0°15’ easterly for the center of the west
edge to 1°00’ easterly for the center of the east edge. Mean annual change is 0°02’ westerly”
Arti bebasnya, Tahun 1955, Variasi di Jakarta 0°15’ ke Timur, rata-rata 0°02’ ke barat tiap
tahun.
Deviasi
Deviasi adalah kesalahan baca jarum kompas yang disebabkan oleh pengaruh benda-benda
disekitar kompas, misalnya besi, mesin atau alat-alat elektronik (HP, MP3 player etc). Deviasi
dapat diabaikan bila kita yakin benda-benda berpengaruh tersebut tidak ada di sekeliling.
Berikut contoh Variasi kota lain dari peta sumber yang sama:
Sampit = 2°00’ ke Timur, rata-rata tiap tahun dapat diabaikan.
Sedangkan dari program Mooncalc buatan Dr. Monzur Ahmed diperoleh data sebagai berikut:
Galela, Halmahera Utara = 1°09’ ke Timur.
Banda aceh = 1°00’ ke Barat
Kobe, Japan = 7°07’ ke Timur
Kesimpulan
Arah kiblat dari Jakarta yang dinyatakan dengan nilai “295,1° from TRUE NORTH”, oleh jarum
kompas nilainya akan berubah menjadi 296,6° karena harus dikoreksi terlebih dahulu.
Tidak semua program/ edaran resmi menyertakan nilai untuk koreksi ini, karena nilainya
berbeda di tiap waktu dan tempat. Maka penulis mencoba menentukan arah kiblat dengan
bantuan benda langit, yaitu Matahari dan bintang lain. Tentu saja dengan alat seadanya dan
mudah diperoleh.
* * *
Koreksi Kesalahan nilai INDEX KOTA (CITY INDEX) pada Kompas Kiblat
Kompas Kiblat, rentang nilainya 0-400, ini dinamakan nilai INDEX KOTA (City Index). Dalam
buku panduan yang disertakan tertera cara pemakaian dan angka-angka index dari berbagai kota,
misalnya:
Jakarta, Semarang, Yogyakarta, surabaya, Malang= 75
Daerah Jepang = 100-105.
Bila Ujung Jarum kompas di luruskan dengan nilai Index Kota, maka panah akan menunjukkan
arah kiblat. Jadi nilai derajat 0-360 setara dengan nilai index 0-400.
Mari kita kupas perangkat Kompas Kiblat ini:
Nilai kompas biasa (KB, 0-360) akan kita setarakan dulu dengan nilai Index kompas Kiblat (KQ,
0-400) secara kasar (mata telanjang):
0° KB = 0 KQ
90° KB = 100 KQ
180°KB= 195 KQ
270°KB= 295 KQ
Arah kiblat dari Jakarta, setelah dikoreksi dengan Variasi (Variation= Magnetic Declination)
ditunjukkan oleh jarum kompas sebesar 294,36°, back azimuthnya 65,64°, ini akan setara
(coincide) dengan nilai Index 73 (tepatnya 72,93. BUKAN 75 seperti yang tercantum di buku
Panduan). Perhitungan lebih akurat sebagai berikut:
(65,64 x 400) / 360= 72,93
Arah Kiblat di Kobe Jepang, back azimuth 62,4°, nilai Index Kotanya:
(62,4 x 400) / 360= 69,32 (jauh di bawah angka 100 seperti yang tertera di panduan).
Apakah angka yang ada di data City Index telah mengalami pembulatan? penulis tidak tahu. Tetapi
penulis menyarankan lebih baik dicantumkan pula nilai aslinya agar tidak menyesatkan.
Kesimpulan
1. Nilai Panduan Kompas Kiblat kurang tepat, bila tidak mau dikatakan salah dan menyesatkan.
Terutama bila digunakan pada tahun ini (2008).
Cara Penentuan Arah Kiblat: dengan Bintang & Busur Derajat (Bukan Jarum Kompas)
Tulisan sebelumnya telah dibahas Kelemahan Penggunaan Kompas, karena sudut yang
umumnya dipublikasikan untuk daerah masing-masing adalah True North (padahal jarum kompas
menunjukkan arah Utara Magnetis/ Magnetic North). Kali ini kita akan menentukan arah kiblat
dengan ”kompas alami”, yaitu rasi bintang. Kemudian bantuan Busur Derajat atau skala derajat
yang tertera di Kompas (bukan dengan jarum kompas).
Ada dua rasi yang dapat kita gunakan, yaitu Ursa Mayor dan Crux / Salib Selatan. Misalnya
kita ketahui bahwa arah kiblat 300° from true north, maka back azimuth-nya adalah 60°.
URSA MAYOR
Ursa mayor/ beruang besar. ”sabuk”nya bila ditarik garis lurus akan menunjukkan arah utara.
Setelah arah utara ketemu, hitung dengan busur derajat 60° ke arah barat.
CRUX
Crux atau salib selatan, bila ditarik garis lurus akan menunjukkan arah selatan. Setelah ketemu,
ukur dengan busur derajat ke barat sejauh 120°.
Jadi saat matahari mencapai waktu transit/ tengah hari di Mekkah, semua bayangan akan
menjauhi arah kiblat. Patokan arah kiblatnya adalah melihat matahari. Jam berapakah saat itu di
Indonesia? Tentu saja sudah sore karena telah mengalami siang lebih dulu. Zona Mekkah adalah
GMT +3, sehingga zona di Indonesia tinggal menyesuaikan saja:
WIB = Waktu Mekkah + 4 jam
WITA = Waktu Mekkah + 5 jam
WIT = Waktu Mekkah + 6 jam
Masih adakah waktu yang lain untuk memperkirakan kiblat? Jawabnya masih, bedanya
patokannya adalah arah bayangan kita yang menunjukkan arah kiblat, yaitu ketika posisi matahari
di deklinasi yang sama tetapi di Lintang selatan dan di sisi bumi ketika mekkah mencapai tengah
malam. Tepatnya, matahari berada di koordinat bujur 140°10.5'BB (+180 derajat dari bujur
Mekkah; bujur yang sama dengan Northway- Alaska, USA, zona GMT-9,). Peristiwa ini juga terjadi
dua kali, kira-kira tanggal 28 nopember dan 16 januari.
Jam berapakah saat itu di Indonesia? Masih pagi, tetapi sudah maju satu hari karena telah
melewati garis batas internasional pergantian hari:
28 November 21:09 GMT = 29 November 04:09 WIB
16 Januari 21:29 GMT = 17 Januari 04:29 WIB
Di zona WIB sayangnya matahari belum terbit, tetapi di zona WIT matahari sudah tinggi, yaitu
06:09 WIT.
Ini adalah cara paling sederhana. Dengan perhitungan lebih teliti, tiap hari bayang-bayang
sebenarnya mendekati/ menjauhi arah kiblat pada jam dan menit tertentu.
* * *
Mari kita mulai, misalnya tanggal 2 April, posisi anda di Jakarta (koordinat 106°51’BT, 6°9’LS),
sebagai berikut:
1. Tarik garis lurus dari jakarta ke arah pusat lingkaran/ Ka’bah (namai garis Q). Buat lagi garis Q
untuk lingkaran sebelahnya, juga memotong pusat lingkaran.
2. Tentukan Deklinasi dan waktu Tengah hari Matahari (berdasarkan Equation of Time) tanggal 2
April. Berdasarkan panduan diketahui deklinasi 5°LU dan Tengah hari jam 12:24 Waktu
Mekkah. Buatlah lintasan sesuai deklinasi dan alur garis lintangnya (namai dengan garis S). Bila
antara garis Q dengan S nanti berpotongan, maka hari itu kita bisa menentukan arah kiblat.
2 jam 57 menit sebelum 12:24 adalah jam 09:27 (pagi hari di Mekkah).
Di Jakarta (WIB) = Waktu Mekkah + 4 jam
= 09:27 + 4 jam
= 13:27 WIB
Jadi bayangan akan persis ‘menjauhi’ arah Kiblat pada pukul 13:27 WIB.
Sebagai patokan arah kiblat adalah matahari.
- Dengan cara yang sama hitung pula untuk titik perpotongan yang kedua (Y);
Titik Y berada di bujur 76° BB. Selisihnya dengan bujur Mekkah;
= 76° + 39,83°
= 115,83° alias 463 menit, alias 07:40,
Ternyata caranya mudah sekali bukan? Bila lintasan Kiblat (Q) dan lintasan matahari (S) tidak
berpotongan berarti hari itu memang bayangan matahari tidak pernah menunjukkan arah kiblat,
misalnya bulan Desember di Brunei Darussalam. Namun di tempat tertentu pada tanggal tertentu,
dalam sehari bayangan matahari bisa menunjukkan arah Kiblat dua kali!
Akurasi perhitungan ini sudah dicek memakai program komputer Accurate Times 5.1.1.2,
dengan selisih hanya beberapa menit. Karena letak Jakarta (atau Indonesia) di sebelah timur
Mekkah, selisih sedikit masih bisa dimaafkan. Berbeda dengan letak di utara/ selatan Mekkah,
selisih 4 menit menyebabkan penyimpangan sejauh 1 derajat = 60 mil nautika = 111,12 Km!
Perhitungan lebih cermat tentu hasilnya lebih akurat.
Program Accurate Times 5.1.1.2 yang dibuat oleh Mohammad Odeh dari Jordanian
Astronomical Society (JAS) merupakan salah satu program komputer yang direkomendasikan
pemakaiannya oleh Pusat Studi Falak Muhammadiyah. (http://www.ilmufalak.org/).
Nah sekarang kita punya sistem koordinat GP, ”perpaduan bumi-langit”, yaitu Dec, GHA (bukan
lagi Dec & RA atau Lintang & Bujur). Dan untung pula ada rumusnya;
Silahkan mencoba hari lain, atau hari sama tetapi bintangnya lain. Atau perpaduan antara
pengamatan matahari dan bintang. Contoh 2 April 08 dari Semarang:
Matahari menunjukkan arah kiblat jam13:21 WIB, lalu
Betelgeuse = 18.44 WIB.
Aldebaran = 19.05 WIB.
Regulus =23.48 WIB.
Denebola =01.53 WIB.
Alhamdulillah, ternyata kita bisa selalu mengoreksi arah kiblat dari menit ke menit.
* * *
Ket. Gambar:
Garis biru dan coklat adalah arah terdekat menuju Ka’bah
Panah merah adalah arah perpanjangan sabuk Orion
(Gambar dibuat dengan program animasi 3ds max)
Kesimpulan: Tidak terbukti.
Keterangan:
φ = Nilai Lintang Pengamat
φM = Nilai Lintang Ka’bah (Koordinat φm, λm)
B = Selisih bujur antara Mekkah – pengamat.
Az = Nilai Azimuth pengamat terhadap Ka’bah
Catatan.
Nilai negatif untuk Bujur Timur dan Lintang Selatan.
Koordinat ka’bah adalah 21°25.5' LU dan 39°49.5'BT
Suatu malam cerah tanpa mendung, dua orang pemuda sedang dalam perjalanan dari
Singaraja menuju Denpasar, Bali. Setiba di tepi telaga Bedugul yang berhawa dingin menusuk
tulang, mereka menghentikan laju motornya untuk melepas penat.
"Eh..Jam berapa sekarang?"
Segera teman yang diboncengnya menengok arloji pergelangan tangan, ternyata mati. Melihat
jam di handphone ternyata baterenya juga habis. Adakah penunjuk waktu lain yang dapat
dipercaya?
Sebenarnya kita mempunyai “jam bintang”, jam yang tidak perlu batere. Namun sayang, jam
bintang ini hanya bagi yang bertempat tinggal di belahan bumi utara, karena bintang utama yang
diamati adalah Polaris, bintang kutub utara, sebagai pusat “jarum penunjuk jam bintang”.
Yang perlu diingat, tanggal 21 Maret tengah malam adalah posisi jam 00.00, ditunjukkan oleh
garis khayal dari Caph-> Polaris–> Megrez (KAPOLRES untuk menghapal). Caph termasuk rasi
Cassiopeia yang kadang-kadang juga dinamakan konstelasi W atau M, sedangkan Megrez
merupakan pangkal ekor bintang Biduk/ Jung/ Beruang besar (Ursa Mayor). Jangan khawatir,
kedua rasi ini paling mudah untuk dikenali.
Posisi seperti gambar dibawah ini sama bila dilihat dari seluruh belahan utara bumi pada 21
Maret jam 00.00 zona lokal;
Posisi jarum “Jam bintang” dikurangi dengan sejumlah J jam, maka waktu lokal dapat
diketahui. J jam dihitung dari patokan tanggal, yaitu 21 Maret.
Langkah-langkah membaca Jam Bintang;
1. Temukan “KAPOLRES” nya, (Caph-Polaris–Megrez) di langit utara. Bayangkan garis lurus
dari Caph-Polaris-Megrez. Perkirakan arah jarum. Misalnya pada suatu malam tanggal 21
Oktober anda sedang berada di ujung utara pulau Halmahera dan jam tangan anda rusak.
Ternyata Megrez tidak kelihatan karena di bawah horizon, namun tidak mengapa.
Bayangkan saja garis lurus dari Caph-Polaris-kemungkinan arah Megrez. Perkiraan jam
17.00.
Contoh yang lain, malam hari di Banda Aceh pada tanggal 7 Mei:
1. Temukan “KAPOLRES”-nya. Ternyata Caph tidak kelihatan, bayangkan garis lurus dari
kemungkinan arah Caph-Polaris-Megrez. Perkiraan jam bintang menunjukkan 02.00.
Bila ada Daylight Saving Time, hasil perhitungannya tentu saja harus ditambah 1 jam.
* * *
Dengan kemajuan Teknologi, praktik navigasi langit seperti ini tentu sudah ketinggalan jaman.
Anda pergi kemana-kemana dengan mengantongi GPS (Global Positioning System) kecil
kemungkinan akan tersesat. Tapi bagaimanapun juga, mengamati bintang-bintang serta
konstelasinya di langit merupakan hiburan yang menyenangkan dan punya daya tarik tersendiri.
Satu keunggulan lagi di banding GPS, langit tidak akan kehabisan batere!
* * *
Pendahuluan
1. http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/indonesia/index.html#a
2. Natural Resources Canada (http://gsc.nrcan.gc.ca/geomag/field/magdec_e.php)
3. Joshua F. Madison, Software Convert, http://www.joshmadison.com/
4. Software Quad-Lock Unit Converter, http://www.quadlock.com/about/unit_converter.htm
Sejarah
1. http://www.celestialnavigation.net/
2. http://www.kyes-world.com/quadrant.htm
3. Peter Ifland (peterp@fuse.com), The History of the Sextant,
http://www.mat.uc.pt/~helios/Mestre/Novemb00/H61if_1.htm
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Astrolabe
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Sextant
6. Rod Cardoza, EVOLUTION OF THE SEXTANT, http://www.westsea.com
7. http://www.pbs.org/wgbh/nova/shackleton/navigate/escapeworks.html
8. National Maritime Museum - John Harrison and the Longitude problem
(http://www.nmm.ac.uk//server.php?show=conWebDoc.355)
9. http://education.qld.gov.au/curriculum/area/maths/compass/html/coastalnav/
Istilah
1. Jason Harris and the KStars Team <kstars@30doradus.org>, Desktop Planetarium KStars Linux
Knoppix 3.7.
2. Nick Strobel, Astronomy Notes, http://www.astronomynotes.com/nakedeye/
3. Pusat Studi Falak Muhammadiyah, http://Ilmufalak.org
Sextant CD
1. Omar F. Reis , Software Navigator Light, http://www.tecepe.com.br/nav/
2. http://celestaire.com/
3. http://www.antiquesextant.com/antique_sextants.htm
4. http://www.answers.com/topic/vernier-scale
5. http://www.saburchill.com/physics/chapters/0095.html
Asumsi posisi
1. http://www.celnav.de
2. http://www.efalk.org/Navigation/
3. http://www.ludd.luth.se/users/kavli/peck_celestial/
4. http://www.math.ubc.ca/~cass/courses/m308-02b/projects/jackson/
5. Bill Myers, Celestial Navigation-What are the Options?(www.nav.org)
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Haversine_formula#The_law_of_haversines
Pengukuran Matahari
1. James I. Sammons, Jamestown School Rhode Island, Navigating Around the World by
Observing the Sun (http://www.pbs.org/wgbh/nova/teachers/ideas/sammons/index.html)
2. http://www.pbs.org/wgbh/nova/shackleton/navigate/escapenav.html
Perkiraan Kiblat
1. http://www.as.itb.ac.id/~ferry/Articles/Kiblat/Kiblat.html
2. Jason Harris and the KStars Team <kstars@30doradus.org>, Desktop Planetarium KStars Linux
Knoppix 3.7.
3. http://jacq.istos.com.au/sundry/navcel.html
4. Software Navigator Light, http://www.tecepe.com.br/nav/
5. http://en.wikipedia.org/wiki/Messier_object
6. Program Accurate Times, http://www.starlight.demon.co.uk/mooncalc
7. Program Mooncalc & Qiblacalc v1 by dr. Monzur Ahmed.
8. Program Distance & Bearing by Judson McCranie (j.mccranie@adelphia.net)
9. Calculator Deklinasi Magnetis online, http://geomag.nrcan.gc.ca/apps/mdcal_e.php
10. Abdali S.K (1997), (k.abdali@acm.org). The Correct Qibla. Versi pdf diperolehi melalui internet
di http://www.patriot.net/users/abdali/ftp/qibla.pdf
11. Azhari Mohamed (2006), Perisian Interaktif Percuma untuk Menentukan arah Kiblat bagi
Bandar Acheh Melalui Kaedah Lintasan Matahari. Naskah Persidangan antarabangsa
Pembangunan acheh 26-2007 Desember 2006, UKM Bangi. Versi pdf diperolehi melalui
internet.
Jam Bintang
1. Graham Thomson, "Telling Time by Stars",
http://www.inquiry.net/outdoor/night/telling_time.htm
2. John P. Pratt, "Telling Time by Sun and Stars",
http://www.johnpratt.com/items/astronomy/index.html
SUMATRA
Banda Aceh 292.17 -0.95 293.12 66.88 74.31111111
Medan 292.8 -0.58 293.38 66.62 74.02222222
Pekanbaru 293.8 -0.12 293.92 66.08 73.42222222
Padang 294.7 -0.32 295.02 64.98 72.2
Bengkulu 295.4 0 295.4 64.6 71.77777778
Palembang 294.6 0.45 294.15 65.85 73.16666667
KALIMANTAN
Banjarmasin 292.9 1.05 291.85 68.15 75.72222222
Sampit 292.9 1.17 291.73 68.27 75.85555556
Samarinda 292 1.08 290.92 69.08 76.75555556
Ujung Pan-
dang 292.5 1.62 290.88 69.12 76.8
Manado 291.4 1.05 290.35 69.65 77.38888889
JEPANG
Kobe 290.63 -6.98 297.61 62.39 69.32222222
Tokyo 292.83 -7.05 299.88 60.12 66.8
Naf’an Akhun Khuliyan, lahir di Malang (Jawa Timur), 19 Maret 1978. Lulusan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 2004.
Disela-sela profesinya sebagai dokter, menulis adalah kegiatan baru yang mulai digemari
disamping menggambar, melukis, naik gunung, band, aransemen musik, komputer, animasi 3D,
audio-video editing. Artikel-artikel lepas bisa dibaca di blognya
http://nafanakhun.wordpress.com/
Aktivitas dan Pengalaman kerja:
1. Sebagai relawan medis untuk daerah konflik dan bencana alam:
Tanah longsor di Purworejo, 2000.
Banjir di Majenang dan Sidareja Cilacap, Januari 2003.
Kerusuhan di Ambon, April 2004
Gempa bumi di Nabire, Nopember 2004.
Tsunami di Aceh, Desember 2004.
Gempa bumi di DIY, Mei 2006.
Tsunami di Pangandaran, Juli 2006.
2. Dokter PTT pasca tsunami di Puskesmas Lhoong kec. Lhoong kab. Aceh Besar April –Oktober
2005.
3. Klinik MER-C BNI berbagi Galela, Halmahera Utara Oktober 2006-Maret 2007.
4. Sebagai dokter umum di RB Medis Raya Duren Sawit Jakarta Timur, Klinik Amanah MER-C di
Depok dan Klinik 24 jam Citra Bhakti di Pos Pengumben Jakarta Barat sampai sekarang.