Anda di halaman 1dari 40

CAHAYA & MATA DAN SUARA & TELINGA

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biofisika
Yang dibina oleh Ibu Vita Ria Mustikasari, S.Pd., M.Pd. dan Ibu Novida Pratiwi,
S.Si., M.Sc.

Disusun Oleh :
Offering B 2015
Kelompok 8
1. Aisa Safana (150351605779)
2. Eltrida Hardiyanti (150351606702)
3. M. Agung laksono Gempur Angkoro (150351607322)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOVEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia – Nyalah, revisimakalah ini dapat terselesaikan dengan
baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi Tugas Mata kuliah Biofisika. Dengan membuat tugas ini
kamidiharapkan mampu untuk lebih memahami tentang materi aspek saraf
pendengaran dan aspek saraf penglihatan.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan revisi makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang.
Harapan kami, semoga revisi makalah yang sederhana ini, dapat memberi
manfaat dan pemahaman yang lebih jelas lagi dari makalah sebelumnya bagi kita
semua.

Malang, 6 November 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
Suara dan Telinga ........................................................................................... 3-8
1. Suara . ......................................................................................................... 3-6
1.1 Pengertian suara.....................................................................................3
1.2 sifat-sifat gelombang suara.....................................................................3
1.3 karateristik gelombang suara .................................................................4-6
2. Mekanisme pembentukan suara ..................................................................6
3. Anatomi dan Fisiologi Telinga..................................................................7-11
3.1 Telinga luar.............................................................................................8
3.2 Telinga tengah........................................................................................8
3.3 Telinga dalam.........................................................................................10
3.4 Saraf pendengaaran...............................................................................11
4. Mekanisme mendengar.............................................................................12-14
5. Telinga sebagai alat keseimbangan...........................................................14
6. Keterkaitan suara dengan indera pendengaran..............................................15
7. Alat pendengaran dari hewan lain ..............................................................16
Cahaya dan Mata ......................................................................................... 20-25
1. Mata
1.1 Pengertian mata. ..................................................................................... 20
1.2 Anatomi Fisiologi mata.......................................................................... 20
1.3 Proses kerja mata ................................................................................... 23
1.4 Kelainan pada mata ............................................................................... .25
2. Cahaya........................................................................................................27-
31
2.1 Pengertian cahaya.....................................................................................27
2.2 Sifat cahaya..............................................................................................28
2.3 Sumber pencahayaan...............................................................................30
2.4 keterkaitan cahaya dengan indera penglihatan.........................................31
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 32
3.2 Saran.... .................................................................................................... 32
Daftar Pustaka.......................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saraf indera penglihatan dan saraf indera pendengaran sangatlah penting
untuk diketahui. Mengenai anatomi dan fisiologi serta prinsip kerja dalam sehari
hari beserta kajian fisika yang mengkaitkannya, berupa kaitannya cahaya dengan
penglihatan dan suara dengan pendengaran. Terdapat banyak sekali rincian ulasan
dari anatomi sistem pendengaran dan sistem penglihatan yang belum diketahui
secara umum kaitan ilmu biologi dan fisika nya. Dalam matakuliah ini, kami
kelompok delapan berusaha untuk menyelaraskan jalan antara kaitan ilmu biologi
dan fisika serta prinsip – prinsip cahaya & suara kaitannya dengan indera
penglihatan dan pendengaran.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan suara?
2. Apa saja sifat-sifat gelombang suara?
3. Apa saja karakteristik dari gelombang suara?
4. Bagaimana mekanisme pembentukan suara?
5. Apa saja bagian-bagian dari anatomi telinga?
6. Bagaimana mekanisme mendengar?
7. Mengapa Telinga disebut sebagai alat keseimbangan?
8. Bagaimana keterkaitan suara dengan indera pendengaran?
9. Apa saja alat pendengaran pada hewan lain ?
10. Apa pengertian dari mata?
11. Bagaimana anatomi dan fisiologi mata manusia?
12. Bagaimana proses kerja mata?
13. Apa saja kelainan pada mata?
14. Apa pengertian dari cahaya?
15. Apa saja sifat-sifat dari cahaya?
16. Apa saja sumber-sumber dari pencahayaan?
17. Bagaimana keterkaitan cahaya dengan indera penglihatan?
Tujuan :
1. Menjelaskan apa pengertian suara
2. Menjelaskan saja sifat-sifat gelombang suara
3. Apa saja karakteristik dari gelombang suara
4. Menjelaskan bagaimana mekanisme pembentukan suara
5. Menjelaskan apa saja bagian-bagian dari anatomi telinga
6. Menjelaskan bagaimana mekanisme mendengar
7. Menjelaskan mengapa telinga disebut sebagai alat keseimbangan
8. Menjelaskan bagaimana keterkaitan suara dengan indera pendengaran
9. Menjelaskan apa saja alat pendengaran pada hewan lain
10. Menjelaskan apa pengertian dari mata
11. Menjelaskan bagaimana anatomi dan fisiologi mata manusia
12. Menjelaskan bagaimana proses kerja mata
13. Menjelaskan apa saja kelainan pada mata
14. Menjelaskan apa pengertian dari cahaya
15. Menjeaskan apa saja sifat-sifat dari cahaya
16. Menjelaskan apa saja sumber-sumber dari pencahayaan
17. Menjelaskan bagaimana keterkaitan cahaya dengan indera penglihatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. SUARA DAN TELINGA


1. SUARA
1.1 Pengertian
Suara pada hakikatnya sama dengan bunyi. Hanya saja kata suara diapaai
untuk mahluk hidup atau benda yag dimahlukkan, sedangkan kata bunyi dipakai
untuk benda mati. Bunyi atau suara adalah pemampatan mekanis atau gelombang
longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat
berupa zat cair,padat, gas.Kebanyakan suara adalah gabungan berbagai sinyal
getar terdiri dari gelombang harmonis, tetapi suara murni secara teoritis dapat
dijelaskan dengan kecepatan getar osilasi atau frekuensi yang diukur dalam satuan
getaran Hertz (Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran
dalam satuan tekanan suara desibel (dB).
1.2 Sifat-sifat gelombang suara
Sifat-sifat bunyi pada dasarnya sama dengan sifat-sifat gelombang
longitudinal, yaitu dapat dipantulkan (refleksi), dibiaskan (refraksi), dipadukan
(interferensi), dilenturkan (difraksi) dan dapat diresonansikan. Gelombang bunyi
mengalami pemantulan (refleksi).
a. Salah satu sifat gelombang adalah dapat dipantulkan sehingga gelombang
bunyi juga dapat mengalami hal ini. Hukum pemantulan gelombang: sudut
datang = sudut pantul juga berlaku pada gelombang bunyi. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa pemantulan bunyi dalam ruang tertutup dapat
menimbulkan gaung.
b. Gelombang bunyi mengalami pembiasan (refraksi).
Salah satu sifat gelombang adalah mengalami pembiasan. Peristiwa
pembiasan dalam kehidupan sehari-hari misalnya pada malam hari bunyi petir
terdengar lebih keras dari pada siang hari. Hal ini disebabkan karena pada
pada siang hari udara lapisan atas lebih dingin daripada dilapisan bawah.
Karena cepat rambat bunyi pada suhu dingin lebih kecil daripada suhu panas
maka kecepatan bunyi dilapisan udara atas lebih kecil daripada dilapisan
bawah, yang berakibat medium lapisan atas lebih rapat dari medium lapisan
bawah. Hal yang sebaliknya terjadi pada malam hari. Jadi pada siang hari
bunyi petir merambat dari lapisan udara atas kelapisan udara bawah. Untuk
lebih jelasnya hal ini dapat kalian lihat pada gambar dibawah.
c. Gelombang bunyi mengalami pelenturan (difraksi)

Gelombang bunyi sangat mudah mengalami difraksi karena gelombang


bunyi diudara memiliki panjang gelombang dalam rentang sentimeter sampai
beberapa meter. Seperti yang kita ketahui, bahwa gelombang yang lebih
panjang akan lebih mudah didifraksikan. Peristiwa difraksi terjadi misalnya
saat kita dapat mendengar suara mesin mobil ditikungan jalan walaupun kita
belum melihat mobil tersebut karena terhalang oleh bangunan tinggi dipinggir
tikungan.
d. Gelombang bunyi mengalami perpaduan (interferensi).
Gelombang bunyi mengalami gejala perpaduan gelombang atau
interferensi, yang dibedakan menjadi dua yaitu interferensi konstruktif
(penguatan bunyi) dan interferensi destruktif (pelemahan bunyi). Misalnya
waktu kita berada diantara dua buah loud-speaker dengan frekuensi dan
amplitudo yang sama atau hampir sama maka kita akan mendengar bunyi
yang keras dan lemah secara bergantian merambat membutuhkan medium.
(Giancoli . 2001)

1.3 Karakteristik gelombang suara

Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat


rambat yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan
partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi
merambat paling cepat pada zat padat.
2. Suhu medium, semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin
cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam persamaan
matematis (v = v0 + 0,6.t) dimana v0 adalah cepat rambat pada suhu nol
derajat dan t adalah suhu medium.
Bunyi berdasarkan frekuensinya dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
 Infrasonik adalah bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz. Makhluk
yang bisa mendengan bunyii infrasonik adalah jangkrik.
 Audiosonik adalah bunyi yang frekuensinya antara 20 Hz sampai dengan 20
kHz. atau bunyi yang dapat didengar manusia.
 Ultrasonik adalah bunyi yang frekuensinya lebihdari 20 kHz. makhluk yang
dapat mendengar ultrasonik adalah lumba-lumba.

Manusia tidak mendengar semua suara. Sebagai contoh, kita tidak bisa
mendengar suara peluit anjing , tapi anjing bisa mendengar suara itu. Hewan
laut dapat mendengar suara yang tidak bisa di dengar manusia. Hewan laut
mendengar suara yang mereka gunakan setiap hari. Suara yang terdengar itu
seperti percakapan manusia. Manusia atau hewan laut, dapat mendengar suara
tergantung pada frekuensi suara dan intensitas suara. Manusia dapat mendengar
suara pada frekuensi dari sekitar 20Hz sampai 20.000 Hz. Frekuensi dasar dari
hasil vibrasi yang kompleks tergantung dari massa dan tegangan dari pita
suara. Laki-laki mempunyai frekuensi suara 125 Hz, sedangkan wanita
mempunyai frekuensi 150 Hz. Frekuensi rendah pada penyanyi sekitar 64 Hz
dan frekuensi tinggi sekitar 2048 Hz Gangguan pendengaran dapat mengurangi
rentang frekuensi seseorang bisa mendengar. Telinga manusia tidak
menganggap semua frekuensi yang sama. Manusia mendengar suara pada
frekuensi sekitar 3.000 hingga 4.000 Hz, di mana suara manusia berpusat. Para
ilmuwan mengukur Intensitas bunyi tidak sama dengan kenyaringan. Loudness
menggambarkan bagaimana orang merasakan suara. Orang dapat mendengar
suara terlembut pada frekuensi 1000 Hertz yang memiliki intensitas suara
diukur dari 0 desibel relatif terhadap intensitas gelombang suara dengan
tekanan 20 microPascals (dB re 20 μP) . Kenyaringan yaitu di mana manusia
hampir tidak mendengar suara yang dikenal sebagai Ambang Pendengaran.
Ambang Pendengaran bervariasi dengan frekuensi. Dan telinga kita
mempunyai ambang batas pendengaran di angka 120dB, diangka 120dB
telinga kita akan mulai merasakan sakit, angka 120dB ini juga disebut dengan
threshold of pain. (Gabriel, 1996)
2. Mekanisme pembentukan suara

Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses, yaitu:


pembangkitan sumber, artikulasi dan radiasi. Organ tubuh yang terlibat dalam
proses produksi suara meliputi paru-paru, tenggorokan (trachea), laring
(larinx), faring (pharynx), rongga hidung (nasal cavity), dan rongga mulut
(oral cavity). Terdapat suatu lintasan vokal (vocal tract) yang terdiri dari faring
(koneksi antara kerongkongan dan mulut) dan mulut. Bentuk lintasan vokal
dapat berubah sesuai dengan pergerakan rahang, lidah, bibir dan organ internal
lainnya.Paru-paru mengembang dan mengempis untuk menyedot dan
mengeluarkan udara. Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar melewati
suatu daerah yang dinamakan daerah glotal. Pita suara (vocal cord) pada
keadaan ini bervibrasi menghasilkan berbagai jenis gelombang suara. Udara
kemudian melewati lorong yang dinamakan faring. Dari faring, udara melewati
dua lintasan, yaitu melalui hidung dan melalui rongga mulut. Lidah, gigi, bibir
dan hidung bertindak sebagai sebagai modulator untuk menghasilkan berbagai
bunyi yang berbeda. Secara sederhana pemebntukan suara dapat digambarkan
sebagai berikut.
3. Anatomi Telinga

Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara


kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan
diteruskan ke korteks pendengaran melalui saraf pendengaran (Gabriel, 1988).
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ
keseimbangan.telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang
bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan dianalisa dan diinterpretasikan. Cara
paling mudah untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan
menggambar cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap
bagian-bagian telinga (canalis auditori externus). Kerja dari telinga manusia
adalah sedemikian rupa sehingga gelombang suara melakukan perjalanan dari
telinga luar ke telinga tengah, yang kemudian diteruskan ke telinga bagian
dalam bentuk gelombang kompresi. Di telinga bagian dalam, gelombang

kompresional diubah menjadi impuls listrik yang dirasakan oleh otak. Dengan
cara ini, kita dapat mendengar dan membedakan berbagai jenis suara. Tiga
bagian utama dari telinga manusia adalah telinga luar, telinga tengah, dan
telinga bagian dalam Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang
terbentang dari daun telinga melintasi tulang timpani hingga permukaan luar
membran timpani. Bagian permukaannya mengandung tulang rawan elastin
dan ditutupi oleh kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan
modifikasi kelenjar keringat yang dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret
kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar serumen merupakan komponen
penyusun serumen. Serumen merupakan materi bewarna coklat seperti lilin
dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai pelindung.

a. Membran timpani menutup ujung dalam meatus akustiskus


eksterna. Permukaan luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis
yang berasal dari ectoderm, sedangkan lapisan sebelah dalam
disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid rendah turunan dari
endoderm. Di antara keduanya terdapat serat-serat kolagen, elastis
dan fibroblas.
3.2 Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan rongga berisi udara yang memiliki fungsi


utama untuk meneruskan suara yang diterima dari bagian telinga luar ke
bagian telinga dalam. Pada bagian telinga tengah terdapat :

a. Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu


tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang
kompak tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada
membran timpani. Tulang maleus dan inkus tergantung pada ligamen
tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes melekat pada tingkap
celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot kecil yang
berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani
terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula
ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil
untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk
berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari
tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan
anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi
protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skal vestibuli koklea.
Oleh karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh
rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk
menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu
katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di
bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis
yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum).Membran ini
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
b. Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan
nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral
bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen.
Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia
dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan dinding tuba saling
terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke rongga
telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani menjadi seimbang.
3.3 Telinga Dalam

Bagian ini terdiri dari membrane. Disebut juga labirain, sebab bentunya
memang sama. Labirin tulang adalah rongga yang ada di tulang pelipis.
Isinya cairan perilimefe. Labirin membrane ada di bagian kanan dari
labirin tulang. Tetapi tempatnya dalam. Memiliki lapisan sep epitel dan
cairan endolimfe.
Labirin telinga ada 3 bagian:
c. Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan
dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai
tingkap oval (fenestra ovale). Ke dalam vestibulum bermuara 3 buah
kanalis semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior
dan lateral yang masing-masing saling tegak lurus. Setiap saluran
semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun ada 3
saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam, karena ujung
posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak bermapula dan bermuara ke
dalam bagian medial vestibulum oleh krus kommune. Ke arah anterior
rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang dan tingkap
bulat (fenestra rotundum).
d. Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk
keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran.
Sumbu koklea tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur
dari modiolus membentuk rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang
yang disebut lamina spiralis. Lamina spiralis ini terdapat pembuluh
darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian koklear nervus
akustikus.
e. Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang
oval. Pada permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar
dilalui oleh trabekula.ada setiap kanalis semisirkularis ditemukan
sebuah krista ampularis, yaitu badan akhir saraf sensorik yang
terdapat di dalam ampula (bagian yang melebar) kanalis (Gb-8). Tiap
krista ampularis di bentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel
rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula. Mikrovili,
stereosilia dan kinosilianya terbenam dalam suatu massa gelatinosa
yang disebut kupula serupa dengan membran otolitik tetapi tanpa
otokonia.Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh
gerakan endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf
ini mengakibatkan tergeraknya stereosilia dan kinosilia. Dalam makula
sel-sel rambut juga terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam
ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau penurunan tekanan pada
sel-sel rambut oleh membran otolitik.

3.4 Saraf Pendengaran


Syaraf pendengaran terdiri dari dua bagian. Salah satunya pengumpulan
sensibilitas dari bagian verstibulerrongga telinga dalam yang memiliki
hubungan dengan keseimbangan. Serabut- serabut saraf ini bergerak menuju
nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan medula
oblongata, kemudian bergerak menuju serebelum. Bagian koklea pada saraf
pendengaran adalah saraf sebenarnya. Serabut saraf mula-mula dipancarkan
pada sebuah nukleus khusus yang berada tepat dibelakang talamus, kemudian
dilanjutkan ke pusat penerima dalam korteks yang terletak pada baagian
bawah lobus temporalis. (Pearce,2009)

4. Mekanisme mendengar
Mendengar adalah sebuah proses biophysical, dimana dunia fisik dari suara
berinteraksi dengan dunia biologis dari sel-sel, saraf-saraf, serta komunikasi
kimiawi.
Syarat terdengarnya bunyi ada 3 macam:
 Ada sumber bunyi
 Ada medium (udara)
 Ada pendengar

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke
telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan
luas membran timpani dan foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini
akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan
perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran akibat getaran perilimfe
diteruskan melalui membran Reissner yang akan mendorong endolimfe,
sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran basilaris dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan
terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39 - 40) di lobus temporalis. Mekanisme Pendengaran
Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang timbul
akibat getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang muda antara
20 dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat tergantung
pada intensitas. Bila intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1 dyne/cm2
tingkat tekanan bunyi, rentang bunyi menjadi 500 sampai 5000 siklus per detik.
Pada orang yang lebih tua rentang frekuensi yang bisa didengarnya akan
menurun dari pada saat seseorang berusia muda, frekuensi pada orang yang
lebih tua menjadi 50 sampai 8000 siklus perdetik atau kurang. Kekerasan bunyi
ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara. Cara yang pertama
di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran 16 membran basiler dan
sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf
dengan lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan
menyebabkan sel-sel rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar
yang beresonansi menjadi terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan
spasial implus menjadi transmisi yang melalui banyak serabut saraf. Ketiga,
sel-sel rambut luar tidak akan terangsang secara bermakna sampai dengan
getaran membran basiler mencapai intensitas yang tinggi dan perangsangan
sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan pada sistem saraf bahwa tersebut
sangat keras.Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekanik suara
(getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang
menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebri). Karena berkontak
dengan membran tektorium yang kaku dan stasioner, maka stereosilia sel-sel
reseptor ini tertekuk maju-mundur ketika membran basilaris mengubah posisi
relatif terhadap membran tektorium. Deformasi mekanis majumundur rambut-
rambut ini secara bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu
mekanis di sel rambut sehingga terjadi perubahan potensial depolarisasi dan
hiperpolarisasi yang bergantian. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu
sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk nervus
auditorius (kokhlearis). Lintasan impuls auditori selanjutnya menuju ganglion
spiralis korti, saraf VIII, nukleus koklearis di medula oblongata, kolikulus
superior, korpus genukulatum medial, korteks auditori di lobus temporalis
serebri.Sementera sel-sel rambut dalam mengirim sinyal auditorik ke otak
melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi sinyal ke otak tentang suara
yang datang. Sel-sel rambut luar secara aktif dan cepat berubah panjang
sebagai respons terhadap perubahan potensial membran, suatu perilaku yang
dikenal sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depolarisasi
dan memanjang pada hiperpolarisasi.
Secara singkat proses mendengar adalah sebagai berikut.

5. Telinga sebagai alat keseimbangan


Proses keseimbangan dilakukan oleh saluran setengah lingkaran. Saluran
ini mampu mendeteksi gerakan memutar kepala atau disebut keseimbangan
rotasi. Selain itu, saluran setengah lingkaran juga mampu mendeteksi gerakan
kepala tegak atau datar sehingga disebut keseimbangan gravitasi.
Keseimbangan rotasi melibatkan tiga saluran setengah lingkaran yang saling
membentuk sudut satu sama lainnya. Setiap bagian dasar dari ketiga saluran
ini memiliki saluran agak membesar yang disebut ampula. Di dalam ampula
terdapat sel-sel rambut yang tertanam di dalam gelatin yang disebut kupula.
Setiap ampula mampu mendeteksi gerak rotasi kepala. Pada saat cairan di
dalam tubuh di dalam saluran setengah lingkaran mengalir, kupula bergerak
sesuai dengan arah aliran cairan sehingga menimbulkan impuls-impuls saraf.
Selanjutnya, impuls-impuls saraf mengalir melalui saraf vestibular menuju ke
otak. Gerakan cairan di dalam saluran setengah lingkaran secara terus menerus
dapat menimbulkan rasa sakit.
Keseimbangan gravitasi tergantung utrikulus dan sakulus, dan dua selaput
kantong pada vestibulum. Kedua selaput kantong tersebut mengandung sel-sel
rambut yang tertanam pada suatu gelatin yang disebut membran otolitik. Pada
membran ini terdapat butiran-butiran kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut
otolit. Utrikulus sangat sensitif terhadap gerakan naik turun.
Pada saat tubuh diam, otolit di dalam utrikulus dan sakulus berada di atas sel-
sel rambut. Namun, pada saat kepala menunduk atau tubuh bergerak tegak dan
datar, posisi otolit berubah dan membran otolit membengkok. Akibatnya sel-
sel rambut ikut membengkok sehingga menimbulkan impuls-impuls saraf
yang dikirim ke otak melalui saraf vestibular. Selanjutnya, otak
menginterpretasikan impuls-impuls saraf tersebut untuk menentukan posisi
kepala.

6. Keterkaitan suara dengan indera pendengaran

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang


suara (akustik) adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah
bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-molekul udara yang
berselang seling dengan daerah bertekanan rendah akibat penjarangan
(rarefaction) molekul tersebut. Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor.
Hal ini karena telinga memberikan respon terhadap getaran mekanik
gelombang suara yang terdapat di udara.
Gelombang suara (akustik) termasuk gelombang mekanik yang dapat
merambat melalui media selain udara, misalnya air. Namun, perambatan ini
kurang efisien; diperlukan tekanan lebih besar untuk menimbulkan pergerakan
cairan dibandingkan dengan pergerakan udara karena inersia (kelembaman,
resistensi terhadap perubahan) cairan yang lebih besar.
Kecepatan suara adalah sekitar 344 m/s pada suhu 20o C dipermukaan air laut.
Semakin tinggi suara dan altitudenya, kecepatan rambat suara makin tinggi.
Seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah
frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah
variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke
medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik.Telinga manusia
mampu mendengar suara dengan frekuensi dari 20 Hz sampai 20.000 Hz.
Namun yang paling sensitif adalah antara 1000 – 4.000 Hz. Suara pria dalam
percakapan normalnya sekitar 120 Hz sedangkan wanita mencapai 250 Hz.
Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik
yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan saraf pendengaran
ke otak.
Dan seperti yang telah kita bahas pada bab sebelumnya mengenai anatomi
telinga. Telinga tengah terdiri dari 3 buah tulang (ossicle) yaitu malleus, incus
dan stapes. Malleus menempel pada membran timpani sedangkan stapes
menempel pada oval window yang merupakan gerbang menuju koklea yang
berisi cairan. Suara yang masuk 99,9% mengalami refleksi dan hanya 0,1%
saja yang di transmisi/diteruskan. Pada frekuensi kurang dari 400 Hz membran
timpani bersifat “per” sedangkan pada frekuensi 4.000 Hz membran timpani
akan menegang.(4) Saat membran timpani bergetar, tulang-tulang tersebut
bergerak dengan frekuensi yang sama, mentransmisikan frekuensi tersebut
menuju oval window. Tiap-tiap getaran menghasilkan pergerakan seperti
gelombang pada cairan di telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan
gelombang suara aslinya. Sistem ossicle mengamplifi-kasikan tekanan dari
gelombang suara pada udara dengan dua mekanisme untuk menghasilkan
getaran cairan pada koklea. Pertama adalah karena permukaan area dari
membran timpani lebih besar dari oval window, tekanan di tingkatkan ketika
gaya yang mempengaruhi membran timpani disampaikan oleh ossicle ke oval
window (tekanan = gaya/area). Kedua adalah kerja dari ossicle memberikan
keuntungan mekanis lainnya. Kedua hal tersebut meningkatkan gaya pada oval
window sampai 20 kali. Tambahan tekanan tersebut penting untuk
menghasilkan pergerakan cairan pada koklea. Sehingga memicu atau
mengaktifkan sel rambut yang terdapat pada organ korti, dimana organ korti
merupakan organ perasa pendengaran. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf
jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanik
akibat gerakan cairan di telinga dalam. Resonansi frekuensi tinggi dari
membran basilaris terjadi dekat basis, tempat gelombang suara memasuki
koklea melalui jendela oval dan resonansi frekuensi rendah terjadi dekat apeks.
Sel rambut dalam yang mengubah gaya mekanik suara (getaran cairan koklea)
menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan
pendengaran ke korteks serebri).

7. Alat indera pendengaran bagi hewan-hewan lain


Mekanoreseptor merupakan salah satu dari tipe reseptor sensoris.
Mekanoreseptor dapat mengindra deformasi fisik yang diakibatkan oleh
bentuk-bentuk energi mekanis seperti tekanan, sentuhan, regangan, gerakan,
dan suara. Mekanoresepsi dapat terjadi pada vertebrata maupun invertebrata.
Invertebrata memiliki reseptor untuk menerima rangsang tekanan, suara, dan
gerakan. Variasi mekanoreseptor akan lebih bervariasi pada vertebrata. Pada
vertebrata mekanoreseptor bukan hanya dapat menerima rangsang sentuhan
atau tekanan, melainkan ada yang mempu memantau panjang otot, bahkan
berfungsi sebagai alat pendengaran, sel reseptor sensoris merupakan sel
bersilia.
A. Alat indra pendengaran pada hewan invertebrata akuatik
Pada crustacea terdapat alat keseimbangan dan alat pengecap, misalnya
pada udang. Alat keseimbangan pada udang terdapat pada kulit bagian
kepala, tepatnya pada pangkal antena ke-2. Berbentuk seperti kantung dan
dibatasi oleh silia. Pada silia terdapat partikel-partikel kapur yang
fungsinya sama dengan fungsi otolit pada alat keseimbangan manusia.
B. Alat indra pendengaran pada hewan invertebrata terestrial
Mekanoreseptor pada invertebrata, khususnya Artopoda sangat
berkembang dan biasanya berfungsi sebagai alat pendengar. Letak
pendengaran pada Arthropoda beraneka, yaitu pada kaki depan
(Tettigoniidae) dan pada ruas pertama abdomen (Archiidae). Pada
beberapa jenis ngengat, terdapat pada mesothoraks. Fungsi alat pendengar
tersebut adalah untuk alat komunikasi dengan sesama jenis atau mengenal
jenis lain, terutama predatornya atau pesaingnya. Struktur alat
pendengaran yang paling sederhana adalah berbentuk rambut yang halus.
Kebanyakan serangga memiliki rambut-rambut tubuh yang bergetar
sebagai respons terhadap gelombang suara. Contohnya adalah pada
beberapa jenis ulat bulu dengan rambut tubuh yang bergetar, yang dapat
mendeteksi tawon predator yang berdengung, sehingga dapat
memperingatkan ulat bulu terhadap bahaya tersebut.

C. Alat indra pendengaran pada hewan vertebrata akuatik


Pada vertebrata akuatik, seperti ikan amfibia dan sebagian reptil
mempunyai organ indra yang khusus, seperti pit organ pada ular, gurat
sisi pada ikan, dan amfibi tertentu, serta aparatus weber yang merupakan
alat pendengaran pada ikan.
1. Gurat sisi
Sebagian besar ikan dan amfibia akuatik memiliki sistem gurat sisi
(lateral line system) terdapat disepanjang kedua sisi tubuh. Gurat sisi
merupakan saluran di bawah kulit yang mempunyai saluran keluar
tubuhnya. Sistem tersebut mengandung mekanoreseptor yang
mendeteksi gelombang berfrekuensi rendah. Air dari sekeliling hewan
memasuki gurat sisi melalui banyak pori dan dan mengalir sepanjang
saluran melewati mekanoreseptor. Reseptor terbentuk dari segugus
sel-sel rambut yang rambut-rambutnya tertanam dalam tudung yang
bergelatin, kupula. Gerakan air menekukan kupula, mendepolarisasi
sel-sel rambut dan menyebabkan potensial aksi yang di pancarkan
sepanjang akson neuron sensoris ke otak. Dengan cara ini ikan
mempersepsi gerakannya melalui air atau arah dan kecepatan arus air
yang mengalir diseluruh tubuhnya.
2. Aparatus Weber
Ikan juga memiliki reseptor pendengaran yang letaknya pada jaringan
tulang kepalanya atau “telinga dalam”. Jaringan sel tulang kepala
densitasnya hampir sama dengan air sehingga setiap getaran suara
yang mengenai permukaan kepalanya langsung menjalar melalui
jaringan ke teliga dalam. Oleh karena itu ikan tidak memiliki telinga
luar atau telinga tengah (Wilson). Pada ikan dalam seri Autophysi
terdapat organ pendengaran yang berhubungan dengan gelembung
renang, organ tersebut deisebut Aparatus Weber. Mekanismenya
adalah jika gurat sisi menerima getaran suara maka getaran tersebut
akan diteruskan ke gelembung renang dan oleh gelembung renang,
gelombang tersebut diteruskan ke telinga dalam. Telinga tidak
membuka ke luar tubuh dan tidak memiliki gendang telinga atau
koklea. Getaran air yang disebabkan oleh gelombang suara
dihantarkan melalui tulang tengkorak ke sepasang telinga bagian
dalam, menggerakan otolit-otolit dan merangsang sel-sel rambut.
Gelembung renang ikan yang terisi oleh udara juga bergetar sebagai
respons terhadap suara.

D. Alat indra pendengaran pada hewan vertebrata terestrial


Vertebrata darat memiliki telinga bagian dalam yang telah dievolusikan
sebagai organ utama dalam pendengaran dan kesetimbangan. Secara
khusus dibahas pendengaran pada masing-masing kelompok vertebrata,
yaitu:
a. Alat pendengaran pada amfibia
Beberapa jenis amfibia memiliki gurat sisi pada saat masih berbentuk
kecebong, namun tidak setelah menjadi dewasa dan hidup di darat.
Amfibia dari golongan anura sudah memiliki alat pendengaran berupa
telinga tengah, kelompok urodella belum. Telinga tengah katak memiliki
membran timpani dan selalu terisi udara. Organ tersebut memiliki cincin
timpani disebut columella yang menghubungkan membran timpani ke
telinga dalam.
b. Alat pendengaran pada reptil
Kebanyakan reptil selain ular, mempunyai telinga tengah yang
berkolumella yang terikat pada tulag kuadrat. Oleh karena itu ular kurang
begitu sensitif terhadap getaran suara di udara, lebih sensitif pada getaran
yang ada di darat.
c. Alat pendengaran pada burung (Aves)
Alat pendengaran pada burung sudah berkembang lebih baik daripada
reptil. oleh karena itu menjadi lebih sensitif. Merpati misalnya dapat
menerima getaran suara 40-14000 CPS.
d. Alat pendengaran pada mamalia
Mamalia umumnya sudah menggunakan telinga. Telinga terdiri atas tiga
bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar
dan telinga dalam dipisahkan oleh membran timpani. Telinga tengah
dihubungkan dengan telinga dalam oleh tingkap oval dan tingkap jorong.
Dua bagian tersebut di batasi oleh membran.

B. CAHAYA DAN MATA


1. MATA
1.1 Pengertian
Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.
Mata dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang
seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greaterwing of sphenoid,
lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

1.2 Anatomi dan fisiologi mata manusia


Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter 2,5 cm. Bola mata
terletak dalam bantalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak
mata dan ditempat lain dengan tulang orbita. Bola mata terdiri atas:
a. Dinding mata, terdiridari:
 Kornea dansclera
 Selaput khoroid, korpus siliaris, iris danpupil.
b. Medium tempat cahaya lewat, terdiri dari:
 Kornea
 Acqueoushumour
 Lensa
 Vitreoushumour
c. Jaringannervosa,terdiridari:
 Sel-sel saraf padaretina
 Seratsarafyangmenjalarmelaluisel-selini(Gibson,1995).

Sklera merupakan lapisan pembungkus bagian luar mata yang


mempunyai ketebalan ± 1 mm. Seperenam luas sclera di bagian depan
merupakan lapisan bening yang disebut kornea. Kornea merupakan
selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran
pupil dan iris. Di sebelah dalam kornea ada iris dan pupil. Iris berfungsi
mengatur bukaan pupil secara otomatis
menurutjumlahcahayayangmasukkemata.Irisberwarnakarenamengandung
pigmen,wamadariirisbervariasisesuaidenganjumlahpigmenyangterdapatdi
dalamnya, makin banyak kandungan pigmen makin gelap warna
iris.Pupilberfungsi untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata. Dalam
keadaan terang bukaan pupil akan kecil, sedangkan dalam keadaan gelap
bukaan pupil akan membesar. Diameter bukaan pupil berkisar antara 2
sampai 8 mm.
Selaputkhoroidadalahlapisanberpigmendiantaraskleradaniris,fungsi
nya memberikan nutrisi. Korpus siliaris merupakan lapisan yang tebal,
berbentuk seperti cincin yang terbentang dari ora serata sampai ke iris.
Fungsinya adalah untuk terjadinya akomodasi, proses muskulus siliaris
harusberkontraksi.
Lensa mata menerima cahaya dari pupil danmeneruskannya pada
retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya
jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh
(cahaya datang dari jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk
melihat objek yang dekat
(cahayadatangdaridekat),lensamataakanmenebal.Lensaterletakdiantarairis
dankornea,terpisaholehaquerushumour.Aquerushumouradalahsuatucairan
yang komposisinya serupa dengan cairan serebrospinal. Demikian pula
antara lensa mata dan bagian belakang mata terisi semacam cairan kental
(vitreous
humour).Vitreoushumouradalahsuatucairankentalyangmengandungairdan
inukopolisakarida. Cairan ini bekerja bersama-sama lensa mata untuk
membiaskancahayasehinggatepatjatuhpadafofeaataudekatfofea.
Bagianpentingmatalainnyaadalahretina.Retinaadalahbagiansarafma
ta, tersusun atas sel-sel saraf dan serat-seratnya.Sel-sel saraf terdiri atas sel
saraf bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka
cahaya tetapi
tidakdapatmembedakanwarna,sedangkanselsarafkerucutkurangpekacahaya
tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar
sepanjang retina sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fofea dan
mempunyai hubungan tersendiri dengan serat sarafoptik.
Padaretinaterdapatduabuahbintikyaitubintikkuning(fofea)danbintik
buta (blind spot). Pada bintik kuning (fofea) terdapat sejumlah sel saraf
kerucut sedangkan pada bintik buta tidak terdapat sel saraf batang maupun
kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek
tersebut tepat jatuh pada fofea. Dalam hal ini lensa mata akan bekerja
otomatis untuk memfokuskan bayangan objek tersebut sehingga tepat
jatuh pada bagian fofea.
Bagian mata yang tanggap cahaya adalah retina. Ada dua tipe
fotoreseptor pada retina yaitu Rod (batang) dan Cone (kerucut). Rod dan
kone tidak terletak pada permukaan retina melainkan beberapa lapis di
belakang jaringan saraf. Distribusi Rod dan Kone pada retina
1. Kone (kerucut)
Tiap mata mempunyai kurang lebih 6,5 juta cone yang berfungsi untuk
melihat siang hari disebut fotopik. Melalui kone kita dapat mengenal
berbagai warna, tetapi kone tidak sensitif terhadap semua warna, ia hanya
sensitif terhadap warna kuning, hijau (panjang gelombang 550 nm) kone
terdapat terutama pada fovea sentralis.
2. Rod (batang)
Dipergunakan pada waktu malam atau disebutkan penglihatan Skotopik
dan merupakan ketajaman penglihatan dan dipergunakan untuk melihat ke
samping. Setiap mata ada 120 juta batang. Distribusi pada retina tidak
merata pada sudut 20˚ terdapat kepadatan yang maksimal. Batang ini
sangat peka terhadap cahaya biru, hijau (510 nm).
Tetapi rod dan kone sama-sama peka terhadap cahaya merah (650-700
nm), tetapi penglihatan kone lebih baik terhadap cahaya merah jika
dibandingkan dengan rod (J.F. Gabriel, 2012)

1.3 Proses kerja mata


Mata manusia memiliki cara kerja otomatis yang sempurna, mata
dibentuk dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian
ini memiliki fungsi penting dalam proses melihat. kerusakan salah
satu fungsi bagiannya saja akan menjadikan mata mustahil dapat
melihat. Lapisan tembus cahaya di bagian depan mata adalah kornea, tepat
dibelakangnya terdapat iris, selain member warna pada mata iris juga
dapat merubah ukurannya secara otomatis sesuai kekuatan cahaya yang
masuk, dengan bantuan otot yang melekat padanya. Misalnya ketika
berada di tempat gelap iris akan membesar untuk memasukkan
cahaya sebanyak mungkin. Ketika kekuatan cahaya bertambah, iris
akan mengecil untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata.
Ketika cahaya mengenai mata sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan
ke otak, untuk memberikan pesan tentang keberadaan cahaya, dan
kekuatan cahaya. Lalu otak mengirim balik sinyal dan memerintahkan
sejauh mana otot disekitar iris harus mengerut. Bagian mata lainnya
yang bekerja bersamaan dengan struktur ini adalah lensa. Lensa
bertugas memfokuskan cahaya yang memasuki mata pada lapisan
retina di bagian belakang mata. Karena otot-otot disekeliling lensa
cahaya yang datang ke mata dari berbagai sudut dan jarak berbeda dapat
selalu difokuskan ke retina.
Jika kita amati bagian-bagian lebih kecil dari sel sebuah mata
maka kehebatan penciptaan ini semakin terungkap. Anggaplah kita
sedang melihat mangkuk kristal yang penuh dengan buah-buahan,
cahaya yang datang dari mangkuk ini ke mata kita menembus kornea
dan iris kemudian difokuskan pada retina oleh lensa jadi apa yang
terjadi pada retina, sehingga sel-sel retina dapat merasakan adanya
cahaya ketika partikel cahaya yang disebut foton mengenai sel-sel retina.
Ketika itu mereka menghasilkan efek rantai layaknya sederetan kartu
domino yang tersusun dalam barisan rapi. Kartu domino pertama dalam
sel retina adalah sebuah molekul bernama 11-cis retinal. Ketika sebuah
foton mengenainya molekul ini berubah bentuk dan kemudian
mendorong perubahan protein lain yang berikatan kuat dengannya yakni
rhodopsin.Kini rhodopsin berubah menjadi suatu bentuk yang
memungkinkannya berikatan dengan protein lain yakni transdusin.
Transdusin ini sebelumnya sudah ada dalam sel namun belum dapat
bergabung dengan rhodopsin karena ketidak sesuaian bentuk.
Penyatuan ini kemudian diikuti gabungan satu molekul lain yang bernama
GTP kini dua protein yakni rhodopsin dan transdusin serta 1
molekul kimia bernama GTP telah menyatu tetapi proses sesungguhnya
baru saja dimulai senyawa bernama GDP kini telah memiliki bentuk
sesuai untuk mengikat satu protein lain bernama phosphodiesterase
yang senantiasa ada dalam sel. Setelah berikatan bentuk molekul yang
dihasilkan akan menggerakkan suatu mekanisme yang akan memulai
serangkaian reaksi kimia dalam sel.
Mekanisme ini menghasilkan reaksi ion dalam sel dan
menghasilkan energy listrik energy ini merangsang saraf-saraf yang
terdapat tepat di belakang sel retina. Dengan demikian bayangan yang
ketika mengenai mata berwujud seperti foton cahaya ini meneruskan
perjalanannya dalam bentuk sinyal listrik. Sinyal ini berisi informasi
visual objek di luar mata.Agar mata dapat melihat sinyal listrik yang
dihasilkan dalam retina harus diteruskan dalam pusat penglihatan di
otak. Namun sel-sel saraf tidak berhubungan langsung satu sama lain ada
celah kecil yang memisah titik-titik sambungan mereka lalu bagaimana
sinyal listrik ini melanjutkan perjalanannya disini serangkaian
mekanisme rumit terjadi energy listrik diubah menjadi energy kimia
tanpa kehilangan informasi yang sedang dibawa dan dengan cara ini
informasi diteruskan dari satu sel saraf ke sel saraf berikutnya. Molekul
kimia pengangkut ini yang terletak pada titik sambungan sel-sel saraf
berhasil membawa informasi yang datang dari mata dari satu saraf ke
saraf yang lain. Ketika dipindahkan ke saraf berikutnya sinyal ini
diubah lagi menjadi sinyal listrik dan melanjutkan perjalanannya ke
tempat titik sambungan lainnya dengan cara ini sinyal berhasil mencapai
pusat penglihatan pada otak disini sinyal tersebut dibandingkan informasi
yang ada di pusat memori dan bayangan tersebut ditafsirkan akhirnya
kita dapat melihat mangkuk yang penuh buah-buahan sebagaimana
kita saksikan sebelumnya karena adanya system sempurna yang
terdiri atas ratusan kompenen kecil ini dan semua rentetan peristiwa
yang
menakjubkan ini terjadi pada waktu kurang dari 1 detik. Secara
singkat Mekanisme melihat adalah :
1) Cahaya masuk ke dalam mata melalui pupil.
2) Lensa mata kemudian memfokuskan cahaya sehingga
bayangan benda
yang dimaksud jatuh tepat di retina mata.
3) Kemudian ujung saraf penglihatan di retina menyampaikan
bayangan
benda tersebut ke otak.
4) Otak kemudian memproses bayangan benda tersebut sehingga
kita dapat
melihat benda tersebut. (Mendrofa, 2003).
1.4 Kelainan pada mata
 Miopi

Miopi atau penglihatan dekat adalah cacat mata yang disebabkan oleh
diameter anterosposterior bola mata terlalu panjang sehingga bayang-
bayang dari benda yang jaraknya jauh akan jatuh di depan retina. Pada
miopia orang tidak dapat melihat benda yang jauh,
merekahanyadapatmelihatbendayangjaraknyadekat.Untukcacat
sepertiiniorangdapatditolongdenganlensacekung(negatif).
 Hipermetropi

Hipermetropi atau penglihatan jauh adalah cacat mata yang disebabkan


oleh diameter anterosposterior bola mata terlalu pendek sehingga bayang-
bayang dari benda yang jaraknya dekat akan jatuh di belakang retina. Pada
hipermetropi orang tidak dapat melihat
bendayangdekat,merekahanyadapatmelihatbendayangjaraknya jauh.
Untuk cacat seperti ini orang dapat ditolong dengan lensa cembung(plus).

 Astigsmatismus

Astigmatismus merupakan kelainan yang disebabkan kecembungan


kornea tidak rata atau kelengkungan yang tidak sama, sehingga berkas
sinar dibiaskan ke fokus yang berbeda, akibatnya bayang-bayang jatuh
tidak pada tempat yang sama. Untuk menolong orang yang cacat seperti
ini dibuat lensa silindris, yaitu yang mempunyai beberapa
fokus(Ganong,1990).
 Presbiopia

Matadikatakanpresbiopia,bilapadausia40tahunseseorangdengan
penglihatannormalmengalamikesulitanuntukmemfokuskanobjek- objek
dekat. Pada mata presbiopia terjadi penurunan daya akomodasi. Dengan
bantuan lensa cembung (lensa plus) maka keluhan tersebut dapat diatasi
(Pamekar,1992).
 Hemeralopi(rabun senja)
Hemeralopi adalah gangguan mata yang disebabkan kekurangan vitamin A.
Penderita rabun senja tidak dapat melihat dengan jelas pada waktu senja
hari.Keadaan seperti itu apabila dibiarkan berlanjut terus mengakibatkan kornea
mata bisa rusak dan dapat menyebabkan kebutaan.Oleh karena itu, pemberian
vitamin A yang cukup sangat perlu dilakukan.
 Katarak
Katarak adalah cacat mata yang disebabkan pengapuran pada lensa mata sehingga
penglihatan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Umumnya katarak
terjadi pada orang yang telah lanjut usia.
 Buta Warna
Buta warna merupakan gangguan penglihatan mata yang bersifat menurun.
Penderita buta warna tidak mampu membedakan warna-warna tertentu,
misalnya warna merah, hijau, atau biru.Buta warna tidak dapat diperbaiki
atau disembuhkan.
 Konjungtivitas (menular)
Merupakan penyakit mata akibat iritasi atau peradangan akibat infeksi di
bagian selaput yang melapisi mata.
 Trakoma (menular)
Infeksi pada mata yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis yang
berkembang biak di lingkungan kotor atau bersanitasi buruk serta bisa menular.
 Keratokonjungtivitas Vernalis (KV)
Penyakit iritasi/peradangan pada bagian kornea (selaput bening) akibat alergi
sehingga menimbulkan rasa sakit.
 Selulitis Orbitalis (SO)
Penyakit mata akibat peradangan pada jaringan di sekitar bola mata.

2. CAHAYA
2.1 Pengertian cahaya
Berdasarkan teori, cahaya dapat bersifat gelombang dan partikel.
Cahaya sendiri pada hakekatnya tidak dapat dilihat, kesan adanya cahaya
apabila cahaya tersebut mengenai benda. Dalam teori Sir Isaac Newton
(1642 - 1727) mcnggambarkan peristiwa cahaya sebagai sebuah aliran dan
butir - butir kecil (teorikorpuskuler).MenurutPlank(1858-
1947)peloporteorikwantummenyatakancahayaitu terdiri atas kwanta atau
forton - forton, tampaknya agak mirip dengan teori Newton yang lama itu.
Dengan menggunakan teori Max Plank dapat menjelaskan mengapa benda
itu panas apabila terkena sinar. Thomas Young (1773 - 1829) dan August
Fresnel (1788 - 1827) dapat menjelaskan bahwa cahaya dapat melentur
dan berinterferensi. James Clark Maxwell (1831 - 1879) berkebangsaan
Skotlandia dari hasil percobaanya dapat menjelaskan bahwa cahaya adalah
gelombang elektromagnetik.
Sedangkan menurut Huygens (1690) menganggap cahaya itu sebagai
gejala gelombang. Dari sebuah sumber cahaya menjalarlah getaran -
getaran ke semua jurusan. Setiap titik dari ruangan yang tergetar olehnya
dapat dianggap sebagai sebuah pusat gelombang baru. Inilah prinsip
Huygens yang belu bisa menjelaskan penjalaran cahaya dari satu medium
ke medium lain. Dari hasil percobaan Einstein (1879 - 1955) dimana
logam disinari dengan cahaya akan memancarkan elektron (gejala
fotolistrik). Hal ini dapat disimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat
partikel dan gelombang magnetik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa cahaya mempunyai sifat materi (partikel) dan sifat gelombang (J.F.
Gabriel,1996).

2.2 Sifat-sifat cahaya


Menurut John T.Talty, P.E. (1998) cahaya yang sampai atau
melewati suatu media akan dapat mengalami reflection (pantulan),
transmission (menembus material), absorbtion (diserap), dan refraction
(dibelokkan).
a. Reflection(Pemantulan).

Jika cahaya yang merambat mengenai suatu permukaan, maka sebagian ca


haya akan dipantulkan. Pada permukaan dari logam, hampir100%cahaya
dipantulkan, sedangkan pada kaca yang bening hanya sebagian kecil yang
dipantulkan. Rasio cahaya yang dipantulkan oleh suatu permukaan disebut
reflektan.Refleksiataupantulancahayaterdiridaribeberapatipeyaitu:
 Specular

 Diffuse

 Spread

 Mixed

Gambar 2.2 Gambar Pemantulan Cahaya

b. Refraction(Dibelokkan)

Cahaya akan berbelok jika melewati atau menembus medium yang


mempunyai kerapatan berbeda.
Gambar 2.3 Gambar Pembelokan Cahaya

c. Transmission (MenembusMaterial)

Cahaya mampu menembus beberapa jenis benda, seperti kaca dan plastic.

Gambar 2.4 Gambar Cahaya Menembus Material

d. Absorbtion(Penyerapan)

Beberapa material dapat menyerap cahaya, sehingga cahaya menjadi tidak


terlihat.

2.3 Sumber pencahayaan

Berdasarkan sumbemyapenerangandibedakanmenjadiduayaitu, penerangan


alamiah dan peneranganbuatan.
1. PencahayaanAlami

Pencahayaanalamiadalahpencahayaanyangdihasilkanolehsumbercahaya
alamiyaitumataharidengancahayanyayangkuattetapibervariasimenurut
jam, musim dan tempat. Pencahayaan yang bersumber dari matahari
dirasa kurang efektif dibanding dengan pencahayaan buatan, hal ini
disebabkan
karenamataharitidakdapatmemberikanintensitascahayayangtetap.Pada
penggunaan pencahayaan alami diperlukan jendela – jendela yang besar,
dindng kaca dan dinding yang banyak dilubangi, sehingga
pembiayaanbangunanmenjadimahal.Keuntungandaripenggunaansumber
cahaya matahari adalah pengurangan terhadap energilistrik.Pencahayaan
sebaiknya lebih mengutamakan pencahayaan alamiahdengan
merencanakan cukup jendela pada bangunanyang ada.Kalau karenaalasan
teknis penggunaan pencahayaan alamiah tidak dimungkinkan, barulah
pencahayaan buatan dimanfaatkan dan ini pun harus dilakukan dengan
tepat. Untuk memenuhi intensitas cahaya yang diinginkan sumber cahaya
alami dan buatan dapat digunakan secara bersamaan sehingga menjadi
lebih efektif.
2. PencahayaanBuatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayan alami tidak memadai
atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat
dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan sebaiknya
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Mempunyaiintensitasyangcukupsesuaidenganjenispekerjaan.

 Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada


tempatkerja.
 Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkanbayang-bayangyangdapatmengganggupekerjaan.
Tujuan pencahayaan di industri adalah tersedianya lingkungan kerja yang
aman dan nyaman dalam melaksanakan pekerjaan. Untuk upaya tersebut
maka pencahayaan buatan perlu dikelola dengan baik dan dipadukan
dengan faktor-faktor penunjang pencahayaan diantaranya atap, kaca,
jendela dan dinding agar tingkat pencahayaan yang dibutuhkan tercapai

2.4 Keterkaitan cahaya dengan indera penglihatan


Dalam pembahasan hubungan persepsi penglihatan dan pencahayaan kita
tidak dapat mengesampingkan faktor sistem penglihatan pada manusia itu sendiri.
Faktor sistem penglihatan ini merupakan gerbang masuknya informasi visual yang
kemudian akan dipersepsikan manusia. Secara garis
besar sistem penglihatan manusia adalah sebagai berikut :
- Mata manusia berfungsi sebagai photo receptor dalam menerima rangsangan
berupa objek visual / cahaya melalui retina mata.
- Oleh retina rangsangan dirubah menjadi sinyal-sinyal elektrik yang diteruskan
pada bagian otak (Lateral Geniculate Nucleus).
- Pada Lateral Geniculate Nucleus sinyal elektrik tersebut digabungkan dengan
referensi (pengalaman dan latar belakang) yang sudah ada pada ingatan
sebelumnya.
- Kemudian sinyal elektrik tadi diteruskan pada bagian otak lain yaitu visual
cortex, di dalam visual cortex sinyal elektrik tadi diubah menjadi sebuah persepsi
dari manusia.
- Dan karena persepsi tersebut maka rangsangan akan diteruskan pada organ tubuh
lain yang akhirnya menghasilkan sebuah output berupa perilaku, gerak refleks,
detak jantung, dan lain-lain.
Pada saat mata menangkap rangsangan berupa objek visual, maka pada
saat itu diperlukan sebuah pencahayaan. Apabila faktor pencahayaan tidak
terdapat di sekitar objek visual tersebut, maka proses penglihatan tersebut
mustahil akan terjadi. Secara umum, keadaan penglihatan yang dipengaruhi oleh
faktor pencahayaan dapat digolongkan dalam
tiga golongan besar, yaitu :
- Penglihatan photopic. Pada keadaan ini, kuat cahaya pada objek visual berada
diatas 3cd/m2 sehingga objek terlihat dengan sangat jelas. Penglihatan dan
persepsi yang dihasilkan dapat dikatakan nyata atau 100% mengacu pada objek
visual tersebut.
- Penglihatan mesopic. Pada keadaan ini, kuat cahaya pada objek visual berada
antara 0,001cd/m2 sampai dengan 3cd/m2. Dalam hal ini karena keterbatasan
cahaya yang tersedia maka objek terlihat mulai samar. Penglihatan dan persepsi
yang dihasilkan 20% - 90% nyata pada objek visual tersebut dan sisanya 10% -
80% merupakan imaginasi dari pengamat, sehingga sebagian persepsi yang terjadi
merupakan interpretasi dari manusia itu sendiri.
- Penglihatan scotopic. Pada keadaan ini, kuat cahaya pada objek visual berada
dibawah 0,001cd/m2. Dalam hal ini karena cahaya yang sangat minim maka objek
visual hampir
tidak terlihat atau tidak terlihat sama sekali. Persepsi manusia 0% - 20% nyata
pada objek visual tersebut dan sisanya 80%-100% merupakan imaginasi dari
pengamat, sehingga hampir semua persepsi yang terjadi merupakan interpretasi
dari manusia itu sendiri.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Telah kita pelajari bersama, indera pendengaran dan penglihatan, anatomi,
fisiologi, mekanisme kerja dan prinsip dalam kajian fisika hubungannya dengan
cahaya dan suara.

3.2 Saran
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah pada Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, dan tentunya masih jauh dari harapan.
Oleh karena itu, masih perlu kritik dan saran yang membangun serta bimbingan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Daftar Pustaka
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2012. Biologi. Edisi 8 Jilid 3. Jakarta :
Erlangga
Ganong. 1990. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Gibson, Ivansevich, and Donelly, 1995, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk
Perawat. Jakarta:Buku Kedokteran EGC
J.F. Gabriel. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Ilyas S. 1997. Kesehatan Mata. Jakarta : FKUI
Isnaeni, W., 2006. Fisiologi Hewan, Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2012. Biologi. Edisi 8 Jilid 3. Jakarta :
Erlangga

Mendofora. F.2003. Teknik pencahayaan I. Jakarta : Dep. Pendidikan Nasional


Pamekaran. 1992. Pemeriksaan Refaksi Sederhana. Maj.Kedok.Indonesia:Vol 42:
No 11: Jakarta
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Rizzo, D.C., 2001. Delmar’s Fundamentals of Anatomy & Physiology. USA:
Delmar Thomson Learning
DC, Giancoli . 2001. FisikaJilid I .Jakarta : Erlangga
Gabriel J.F.1988. Fisika Kedokteran (cetakan I). Jakarta : EGC
Gabriel J.F.1996. Fisika Kedokteran (cetakan VII). Jakarta : EGC
Guyton AC. 2003. Physiology of The Human Body. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.
Sherwood L. 2007. Human Physiology .USA : The Thomson Corporation.
Wonodirekso, S dan Tambajong J (editor) (1990), Organ-Organ Indera Khusus
dalam Buku Ajar Histologi Leeson and Leeson (terjemahan), Edisi V,
EGC, Jakarta,Indonesia Hal.574-583.
Fawcett, D.W (1994), The Ear in: A Textbook of Histology (Bloom and Fawcett),
12th edition, Chapman and Hall, New York, USA, pp. 919-941
Young, B and Heath, J.W. (2000), Special Sense Organs in Wheater’s Functional
Histology, 4th edition, Churchill Livingstone, London, UK, pp 380-405
Gartner, LP and Hiatt, J.L. (1997), Special Senses in: Color Textbook of Histology,
W.B. Saunder Company, USA, pp. 422-442
John R, Skofronick James G, “Medical Physics”, pp 17, John Willy & Sons
Inc, New York.

Anda mungkin juga menyukai