Anda di halaman 1dari 146

ht

tp
://
w
w
w
.b
ps
.go
.id
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
id
o.
.g
ps
.b
w
w
//w
p:

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


t
ht

ISSN : 2086-2369
No. Publikasi : 07310.1702
Katalog : 4102002
Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm
Jumlah Halaman : xii + 132 halaman
Naskah : Subdirektorat Analisis Statistik
Gambar Kulit : Subdirektorat Analisis Statistik
Diterbitkan oleh : ªBadan Pusat Statistik
Dicetak oleh : CV Nario Sari

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau


menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial
tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik
id
o.
.g
ps
.b

Tim Laporan
w

Indeks Pembangunan Manusia 2016


w

Pengarah
//w

Sri Soelistyowati
Sentot Bangun Widoyono
p:

Editor
t
ht

Iswadi
Yoyo Karyono

Penulis
Adi Nugroho

Pengolah Data
Adi Nugroho
Dina Nur Rahmawati
Nur Putri Cahyo Utami

Desain Kulit
Adi Nugroho

Desain dan Tata Letak


Adi Nugroho
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Kata Pengantar
Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara
keseluruhan dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur
panjang dan sehat, pengetahuan, dan penghidupan yang layak. Semua
indikator yang merepresentasikan ketiga dimensi ini terangkum dalam satu
nilai tunggal, yaitu angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Angka IPM disajikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/


kota. Penyajian IPM menurut daerah memungkinkan setiap provinsi dan
kabupaten/kota mengetahui peta pembangunan manusia baik pencapaian,
posisi, maupun disparitas antardaerah. Dengan demikian, setiap daerah
diharapkan terpacu untuk meningkatkan kinerja pembangunan melalui

id
peningkatan kapasitas dasar penduduk.

o.
Capaian pembangunan manusia pada tahun 2015-2016 menunjukkan
.g
peningkatan yang cukup berarti. Namun demikian, pencapaian dan kemajuan
ps
tersebut masih menyisakan pekerjaan dan tugas yang tidak ringan karena
masih relatif tingginya ketimpangan pencapaian pembangunan antardaerah.
.b

Semoga publikasi capaian pembangunan manusia Indonesia yang berjudul


w

“Indeks Pembangunan Manusia 2016” ini bermanfaat bagi semua kalangan


w

yang berkepentingan, termasuk masyarakat pengguna data sebagai bahan


//w

rujukan. Ucapan terima kasih dan apresiasi kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan publikasi
ini.
t p:
ht

Jakarta, Agustus 2017


Kepala Badan Pusat Statistik

Dr. Suhariyanto

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 v


Daftar Isi
v Kata Pengantar
vi Daftar Isi
vii Daftar Tabel
viii Daftar Gambar
xi Daftar Lampiran
1 Ringkasan Eksekutif

Konsep dan Pengukuran Pembangunan Manusia

1
Bab 7 Konsep Dasar Pembangunan Manusia
9 Pengukuran Pembangunan Manusia
10 Pertumbuhan Ekonomi atau Pembangunan Manusia yang

id
Harus Didahulukan?
12 Pembangunan Manusia: Tak Pernah Sepi Isu

o.
Potret Pembangunan Manusia .g
ps

2
Bab 19 Indonesia di Jajaran ASEAN
21 Status Pembangunan Manusia Indonesia
.b

25 Pembangunan Manusia di Provinsi


33 Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota
w
w

Kapabilitas Dasar: Capaian dan Tantangan


//w

3
Bab 43 Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan
49 Capaian dan Tantangan Bidang Kesehatan
p:

55 Tantangan Bidang Ekonomi


t
ht

Ketimpangan Pembangunan Manusia

4
Bab 61 Ketimpangan Antarindividu
64 Ketimpangan Gender
67 Ketimpangan Antardimensi
68 Ketimpangan Antarwilayah

91 Daftar Pustaka
95 Lampiran
127 Catatan Teknis

vi INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Daftar Tabel
Tabel 2.1 Status Pembangunan Manusia di Provinsi, 2016.................... 29
Tabel 2.2 Provinsi yang Mengalami Perubahan Status dari 2015 ke
2016......................................................................................................... 29
Tabel 2.3 19 Kabupaten/Kota dengan Status Pembangunan
Manusia “Sangat Tinggi”, 2016....................................................... 35
Tabel 2.4 38 Kabupaten/Kota dengan Status Pembangunan
Manusia “Rendah”, 2016................................................................... 36
Tabel 2.5 Perubahan Status di Kabupaten/Kota dari tahun 2015 ke
2016......................................................................................................... 37
Tabel 2.6 10 Kabupaten/Kota dengan Pertumbuhan Tertinggi
(2015-2016)........................................................................................... 38
Tabel 2.7 10 Kabupaten/Kota dengan Pertumbuhan Tertinggi

id
(2015-2016)........................................................................................... 39

o.
.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 vii


Daftar Gambar
Gambar 1.1 Perjalanan Metodologi Penghitungan IPM di UNDP...... 10
Gambar 2.1 Indeks Pembangunan Manusia Negara-negara ASEAN,
2015.................................................................................................. 19
Gambar 2.2 Capaian Pembangunan Manusia Indonesia, Vietnam,
dan Filipina, 2015......................................................................... 20
Gambar 2.3 IPM Indonesia dan Komponen, 2016.................................... 21
Gambar 2.4 Tren dan Pertumbuhan Indeks Pembangunan
Manusia, 2010-2016.................................................................... 22
Gambar 2.5 Angka Harapan Hidup saat Lahir Indonesia, 2010-2016
(Tahun)............................................................................................. 23
Gambar 2.6 Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah
Indonesia, 2010-2016 (Tahun)................................................. 24

id
Gambar 2.7 Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan Indonesia,

o.
2010-2016 (Ribu Rupiah/Tahun)............................................. 25
Gambar 2.8 Provinsi dengan Pertumbuhan Tertinggi dan
.g
Terendah, 2015-2016.................................................................. 26
ps
Gambar 2.9 Peta IPM Provinsi di Indonesia, 2016.................................... 28
Gambar 2.10 Peta Angka Harapan Hidup saat Lahir Menurut
.b

Provinsi, 2016 (tahun)................................................................. 30


Gambar 2.11 Peta Harapan Lama Sekolah Menurut Provinsi, 2016
w

(tahun).............................................................................................. 31
w

Gambar 2.12 Peta Rata-rata Lama Sekolah Menurut Provinsi, 2016.... 31


Gambar 2.13 Peta Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan
//w

Menurut Provinsi, 2016 (Ribu Rupiah/Tahun).................... 32


Gambar 2.14 Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Status
p:

Pembangunan Manusia 2016.................................................. 33


Gambar 2.15 Peta IPM Kabupaten/Kota di Indonesia, 2016.................. 34
t
ht

Gambar 3.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Indonesia, 2011-2016


(Persen)............................................................................................ 45
Gambar 3.2 Angka Partisipasi Murni (APM) Indonesia, 2011-2016
(Persen)............................................................................................ 45
Gambar 3.3 Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia, 2014-2016.. 47
Gambar 3.4 Angka Melanjutkan di Indonesia, 2011-2016 (persen).. 47
Gambar 3.5 Perkembangan Jumlah Ruang Kelas Baik di Indonesia,
2014-2016 (persen)...................................................................... 48
Gambar 3.6 Analisis Derajat Kesehatan (Konsep Henrik L. Blum)....... 50
Gambar 3.7 Indikator Lingkungan, 2016..................................................... 52
Gambar 3.8 Persentase Desa Menurut Fasilitas Kesehatan, 2011
dan 2014.......................................................................................... 53
Gambar 3.9 Penduduk Menurut Kebiasaan Merokok dan Wilayah,
2016 (persen)................................................................................. 54
Gambar 3.10 Persentase Balita Usia 0-59 Bulan Menurut Status Gizi
dengan Indeks BB/U, 2016........................................................ 55

viii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 3.11 Persentase Balita Usia 0-23 Bulan Menurut Status Gizi
dengan Indeks TB/U, 2016........................................................ 55
Gambar 3.12 Tren Kemiskinan di Indonesia, 2011-2016 (Persen)......... 56
Gambar 3.13 Tren Gini Rasio Pengeluaran di Indonesia, 2011-2016... 56
Gambar 3.14 Tren Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia,
2011-2016 (Persen)...................................................................... 57
Gambar 3.15 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan di
Indonesia, Agustus 2016 (persen).......................................... 58
Gambar 4.1 Tren Gini Rasio Lama Sekolah Usia 25 Tahun ke Atas di
Indonesia, 2010-2016................................................................. 62
Gambar 4.2 Komponen Inequality adjusted Human Development
Index (IHDI) di Indonesia, 2015................................................ 63
Gambar 4.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Indonesia, 2010-2015................................................................. 65
Gambar 4.4 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Bersih (ribu rupiah)
Sebulan Pekerja , Agustus 2016.............................................. 66

id
Gambar 4.5 Gender Inequality Index (GII) di Indonesia, 2000-2016..... 66
Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Dimensi Pembangunan

o.
Manusia di Indonesia, 2010-2016.......................................... 67
.g
Gambar 4.7 Perkembangan Standar Deviasi Indeks Dimensi
Pembangunan Manusia di Indonesia, 2010-2016............ 68
ps
Gambar 4.8 Persentase Penolong Persalinan Terakhir oleh Dokter
dan Bidan di Indonesia, 2016................................................... 69
.b

Gambar 4.9 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Indonesia Menurut


w

Status Wilayah, 2016................................................................... 70


Gambar 4.10 Angka Partisipasi Murni (APM) di Indonesia Menurut
w

Status Wilayah, 2016................................................................... 70


//w

Gambar 4.11 Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia


Menurut Status Wilayah, 2016 (persen)............................... 71
p:

Gambar 4.12 Selisih IPM Provinsi Tertinggi dan Provinsi Terendah,


2010-2016....................................................................................... 72
t

Gambar 4.13 Selisih Angka Harapan Hidup Provinsi Tertinggi dan


ht

Provinsi Terendah, 2010-2016.................................................. 73


Gambar 4.14 Selisih Harapan Lama Sekolah Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016.................................................. 74
Gambar 4.15 Selisih Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016.................................................. 75
Gambar 4.16 Selisih Pengeluaran per Kapita Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016.................................................. 76
Gambar 4.17 Ketimpangan IPM antarkabupaten/kota di dalam
Provinsi, 2016................................................................................. 77
Gambar 4.18 Selisih IPM Kota Jayapura dengan Kabupaten Nduga,
2010-2016....................................................................................... 78
Gambar 4.19 Ketimpangan Harapan Hidup antarkabupaten/kota di
dalam Provinsi, 2016................................................................... 79
Gambar 4.20 Selisih AHH Kota Batam dengan Kabupaten Lingga,
2010-2016 (Tahun)....................................................................... 79

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 ix


Gambar 4.21 Ketimpangan Harapan Lama Sekolah
antarkabupaten/Kota di dalam Provinsi, 2016.................. 80
Gambar 4.22 Ketimpangan Rata-rata Lama Sekolah
antarkabupaten/Kota di dalam Provinsi, 2016................. 81
Gambar 4.23 Selisih HLS dan RLS antara Kota Jayapura dengan
Kabupaten Nduga, 2010-2016 (Tahun)................................ 82
Gambar 4.24 Ketimpangan Pengeluaran per Kapita yang
Disesuaikan antarkabupaten/kota di dalam Provinsi,
2016.................................................................................................. 83
Gambar 4.25 Selisih Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan
antara Kota Jakarta Selatan dengan Kabupaten
Kepulauan Seribu, 2010-2016 (Ribu Rupiah/Tahun)....... 83
Gambar 4.26 IPM Indonesia Menurut Kabupaten dan Kota, 2016....... 85
Gambar 4.27 Stasus IPM Indonesia Menurut Kabupaten dan Kota,
2016.................................................................................................. 86
Gambar 4.28 IPM Indonesia Menurut Kawasan Barat dan Timur,

id
2016.................................................................................................. 88
Gambar 4.29 Stasus IPM Indonesia Menurut Kawasan Barat dan

o.
Timur, 2016..................................................................................... 89
.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

x INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Daftar Lampiran
Lampiran 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi,
2016.................................................................................................. 95
Lampiran 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Kabupaten/Kota, 2016............................................................... 96
Lampiran 3 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Provinsi, 2010-2016..................................................................... 110
Lampiran 4 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Kabupaten/Kota, 2010-2016.................................................... 111
Lampiran 5 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di ASEAN,
1990-2015....................................................................................... 124

id
o.
.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 xi


ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Ringkasan Eksekutif
Konsep pembangunan manusia pada dasarnya memiliki makna yang sangat
luas. Konsep ini mencakup semua dimensi dasar yang dimiliki oleh manusia.
Namun, ide dasar dari konsep pembangunan manusia pada intinya cukup
sederhana, yaitu menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi,
sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta perubahan dalam kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu, manusia harus diposisikan sebagai kekayaan
bangsa yang sesungguhnya. Dengan berbekal konsep ini, tujuan utama
dari pembangunan manusia harus mampu menciptakan lingkungan yang
memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan
menjalankan kehidupan yang produktif (Human Development Report 1990).

id
Konsep pembangunan manusia diukur dengan menggunakan pendekatan

o.
tiga dimensi dasar manusia, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan,
.g
dan standar hidup yang layak. Dimensi umur panjang dan sehat diwakili
oleh indikator harapan hidup saat lahir. Dimensi pengetahuan diwakili oleh
ps
indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Sementara itu,
dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita. Ketiga
.b

dimensi ini terangkum dalam suatu indeks komposit yang disebut Indeks
w

Pembangunan Manusia (IPM).


w

United Nations Development Programme (UNDP) memperkenalkan IPM kali


//w

pertama pada tahun 1990. Sampai dengan tahun 2016, UNDP telah beberapa
kali melakukan revisi metode penghitungan IPM. Revisi yang cukup besar
dilakukan pada tahun 2010. UNDP menyebut revisi itu dengan era baru
p:

pembangunan manusia. UNDP memperkenalkan dua indikator baru yang


t

sekaligus menggantikan dua indikator metode lama. Indikator harapan


ht

lama sekolah menggantikan indikator melek huruf, sementara Pendapatan


Nasional Bruto (PNB) per kapita menggantikan Produk Domestik Bruto (PDB)
per kapita.

Di Indonesia, IPM mulai dihitung pada tahun 1996. Sejak saat itu, IPM dihitung
secara berkala setiap tiga tahun. Sejak tahun 2004, IPM dihitung setiap tahun
untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Keuangan dalam menghitung
Dana Alokasi Umum (DAU). Indikator yang digunakan dalam penghitungan
IPM di Indonesia sampai saat ini sudah mengacu pada metode baru yang
diterapkan oleh UNDP dengan beberapa penyesuaian. Indikator pengeluaran
per kapita tetap digunakan dalam penghitungan. Metode baru diaplikasikan
di Indonesia sejak tahun 2014 dengan angka backcasting dari tahun 2010.

Pembangunan manusia selalu menjadi isu penting dalam perancangan dan


strategi pembangunan berkelanjutan. Pada tingkat global, United Nations

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 1


(UN) memperkenalkan agenda pembangunan yang disebut Sustainable
Development Goals (SDGs) pada tahun 2015. Konsep SDGs ini berkaitan dengan
perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 tentang isu depletion sumber daya
alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin krusial, perlindungan
sosial, ketahanan pangan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak
pada kaum miskin. SDGs dibentuk oleh tiga pilar dengan 17 tujuan (goal)
yang harus dicapai. Diantara 17 tujuan SDGs, terdapat beberapa target yang
berhubungan dengan pembangunan manusia, yaitu tujuan ketiga, tujuan
keempat, dan tujuan kedelapan. Tujuan ketiga adalah menjamin kehidupan
yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia. Tujuan
keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta
meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua. Sedangkan
tujuan kedelapan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan
yang layak untuk semua.

id
Pada tingkat nasional, agenda pembangunan pemerintah tertuang dalam
Nawacita. Nawacita berisi sembilan agenda prioritas untuk menuju Indonesia

o.
yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan
.g
berkepribadian dalam kebudayaan. Isu tentang pembangunan manusia juga
menjadi butir penting dalam Nawacita. Butir kelima Nawacita menegaskan
ps
bahwa pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kualitas hidup
manusia Indonesia. Hal itu dilakukan dengan melakukan dua program, yaitu
.b

peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia


w

Pintar”; dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program


“Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform
w

dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah Kampung


//w

Deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk
rakyat di tahun 2019.
p:

Dalam Human Development Report (HDR) 2016, UNDP mencatat IPM 2015
t

di Indonesia mencapai 68,9 dan masih berstatus pembangunan manusia


ht

“sedang”. Capaian ini menempatkan Indonesia pada peringkat 113 diantara


188 negara di dunia. Sementara itu, di ASEAN Indonesia berada pada posisi
ke-5 setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Bersama
dengan Vietnam dan Filipina, level pembangunan manusia Indonesia dan
kedua negara itu tidak jauh berbeda.

Badan Pusat Statistik mencatat IPM Indonesia pada tahun 2016 telah mencapai
70,18, meningkat sebesar 0,63 dari tahun sebelumnya. Capaian pada tahun
2016 menempatkan Indonesia pada status pembangunan manusia “tinggi”.
Status ini merupakan babak baru dalam pembangunan kualitas manusia di
Indonesia. Harapan hidup saat lahir di Indonesia sudah mencapai 70,90 tahun.
Ini berarti bahwa hidup bayi yang baru lahir dapat bertahan hidup hingga
usia 70,90 tahun. Secara rata-rata, penduduk Indonesia usia 25 tahun ke atas
sudah menempuh 7,95 tahun masa sekolah atau hampir menyelesaikan
pendidikan setara kelas VIII. Selain itu, rata-rata penduduk usia 7 tahun yang

2 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


mulai bersekolah, diharapkan dapat mengenyam pendidikan hingga 12,72
tahun atau setara dengan Diploma I. Tidak kalah penting, standar hidup
layak Indonesia yang diwakili oleh indikator pengeluaran per kapita yang
disesuaikan sudah mencapai Rp10.420.000,00 per kapita per tahun.

Capaian pembangunan manusia pada tingkat regional cukup bervariasi. IPM


tertinggi di Indonesia dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan IPM sebesar
79,60, sedangkan capaian terendah adalah Provinsi Papua dengan IPM sebesar
58,05. Empat provinsi tercatat telah memasuki status pembangunan manusia
“tinggi” pada tahun 2016, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, dan Banten. Dengan demikian, terdapat dua belas provinsi yang telah
menyandang status pembangunan manusia “tinggi”. Sementara itu, sebagian
besar provinsi di Indonesia masih berstatus “sedang” dan hanya tersisa satu
provinsi yang masih berada pada level “rendah”, yaitu Provinsi Papua.

Pada tingkat kabupaten/kota, capaian tertinggi berada di Kota Yogyakarta

id
dengan IPM sebesar 85,32 sementara capaian terendah berada di

o.
Kabupaten Nduga dengan IPM hanya sebesar 26,56. Berbeda dengan status
pembangunan manusia di tingkat provinsi, terdapat kabupaten/kota yang
.g
sudah berada pada kategori pembangunan manusia “sangat tinggi” pada
tahun 2016. Tercatat sebanyak 19 kabupaten/kota telah mencapai status
ps
“sangat tinggi”. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumya yang hanya 12
kabupaten/kota saja. Sebagian besar dari kabupaten/kota yang berstatus
.b

“sangat tinggi” pada umumnya berada di Pulau Jawa. Selain kabupaten/kota


w

dengan status pembangunan manusia berkategori “sangat tinggi”, terdapat


28,21 persen kabupaten/kota yang sudah mencapai kategori “tinggi” dan
w

60,70 persen kabupaten/kota sudah berada pada status “sedang”. Namun,


//w

masih ditemukan 7,39 persen kabupaten/kota yang bertahan pada kategori


“rendah”.
p:

Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, pembangunan manusia di Indonesia


t
ht

menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Kapabilitas dasar juga


berhasil ditingkatkan tetapi dengan beberapa tantangan yang masih harus
dihadapi di masa mendatang. Di bidang pendidikan, partisipasi pendidikan
cukup tinggi dengan tren yang sejalan dengan Target RPJMN 2015-2019.
Minat siswa untuk melanjutkan ke SMP atau SMA masih cukup tinggi.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa putus sekolah masih terjadi meskipun
cenderung turun. Di bidang kesehatan, gizi ibu dan anak terpantau cukup
baik dan fasilitas kesehatan terus meningkat. Namun demikian, kondisi
lingkungan masyarakat belum sepenuhnya sehat dan kesadaran terhadap
perilaku sehat masih kurang. Di bidang ekonomi, kondisi perekonomian yang
masih kondusif ternyata belum mampu menekan angka kemiskinan secara
masif. Meskipun persentase kemiskinan cenderung turun, penurunannya
cenderung lambat dan stagnan. Selain itu, kondisi pengangguran juga
menunjukkan penurunan yang cenderung lambat.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 3


Pencapaian pembangunan manusia pada tahun 2016 juga masih menyisakan
persolan ketimpangan. Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan
pembangunan manusia. Ketimpangan pembangunan manusia muncul baik
antarindividu, antargender, antardimensi, maupun antarwilayah.

Ketimpangan antarindividu tercermin dari masih tingginya gini rasio. Tren


gini rasio pengeluaran cenderung meningkat selama 2011 hingga 2014.
BPS mencatat gini rasio pengeluaran Indonesia telah mencapai 0,394 pada
September 2016. Selain itu, gini rasio lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke
atas juga telah mencapai 0,326 pada 2016. Kedua Indikator ini menunjukkan
bahwa ketimpangan antarindividu masih menjadi persoalan.

Ketimpangan gender juga turut menyumbang ketimpangan pembangunan


manusia di Indonesia. Capaian pembangunan manusia untuk laki-laki masih
di atas perempuan. Pada 2015, BPS mencatat IPM laki-laki di Indonesia telah
mencapai 73,58 atau telah berstatus “tinggi”. Sementara itu, IPM perempuan

id
hanya mencapai 66,98 atau masih berstatus “sedang”. Ketimpangan ini

o.
tergambar dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia yang baru
mencapai 91,03 pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa capaian
perempuan masih di bawah laki-laki. .g
ps
Pada cakupan antardimensi, ketimpangan juga masih terjadi. Hal ini
.b

tergambar dari capaian antardimensi yang belum merata. Dimensi


kesehatan masih menjadi penyumbang tertinggi pembangunan manusia di
w

Indonesia. Di sisi lain, capaian dimensi pengetahuan masih belum optimal


w

sehingga membuka ruang ketimpangan antardimensi. Meskipun demikian,


ketimpangan antardimensi menunjukkan kecenderungan yang semakin
//w

mengecil setiap tahun. Hal ini tentu menjadi sinyal baik untuk mencapai
pembangunan yang merata. Dengan strategi pembangunan yang holistik,
p:

ketimpangan antardimensi diharapkan akan terus mengecil.


t
ht

Ketimpangan antarwilayah juga turut mewarnai dinamika pembangunan


manusia di Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia dan tidak meratanya
pembangunan menyebabkan ketimpangan terjadi, baik antara perkotaan
dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten, antara kota dengan
kabupaten, maupun antara wilayah barat dengan timur. Pembangunan
manusia di perkotaan cenderung lebih maju dibandingkan dengan di
perdesaan. Di wilayah barat, pembangunan manusia juga cenderung lebih
maju dibanding wilayah timur. Sampai dengan tahun 2016, Provinsi Papua
masih menyimpan ketimpangan pembangunan manusia antarkabupaten/
kota yang paling tinggi di Indonesia.

4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


id
o.
.g
Konsep dan Pengukuran
ps
.b

Pembangunan Manusia
w
w
//w
p:
t
ht

1
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Bab Konsep dan Pengukuran
1
Pembangunan Manusia

Konsep Dasar Pembangunan Manusia

P embangunan manusia sejatinya memiliki makna yang luas. Namun, ide


dasar pembangunan manusia merupakan pertumbuhan positif dalam
bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta perubahan
dalam kesejahteraan manusianya. Ide dasar ini berfokus kepada manusia dan
kesejahteraannya. United Nations Development Programme (UNDP) dalam

id
laporan pertamanya menegaskan ide ini,

o.
“Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
.g
tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan
ps
menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu
kenyataan yang sederhana. Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh berbagai
.b

kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang.” (Human


w

Development Report 1990)


w

Konsep pembangunan dan pembangunan manusia cukup berbeda. Dalam


//w

sudut pandang konvensional, pembangunan memiliki fokus utama pada


pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal manusia, pembangunan
p:

sumber daya manusia, kesejahteraan rakyat, dan pemenuhan kebutuhan


dasar. Model ‘pertumbuhan ekonomi’ lebih menekankan pada peningkatan
t
ht

pendapatan daripada memperbaiki kualitas hidup manusia. ‘Pembangunan


sumber daya manusia’ cenderung untuk memperlakukan manusia
sebagai input dari proses produksi sebagai alat, bukan sebagai tujuan
akhir. Pendekatan ‘kesejahteraan’ melihat manusia sebagai penerima dan
bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Adapun
pendekatan ‘kebutuhan dasar’ terfokus pada penyediaan barang-barang
dan jasa-jasa untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas
pilihan yang dimiliki manusia di segala bidang.

Pendekatan pembangunan manusia lebih memfokuskan kepada


perluasan pilihan masyarakat untuk hidup dengan bebas dan bermartabat.
Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam
masyarakat – pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan,
kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural – dari sudut pandang manusia.
Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu gender.
Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan

KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA 7


Kotak 1 Definisi Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia adalah proses perluasan pilihan masyarakat. Pada


prinsipnya, pilihan manusia sangat banyak jumlahnya dan berubah setiap
saat. Tetapi pada semua level pembangunan, ada tiga pilihan yang paling
mendasar yaitu untuk berumur panjang dan hidup sehat, untuk memperoleh
pendidikan dan untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber kubutuhan
agar hidup secara layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut tidak dimiliki,
maka pilihan lain tidak dapat diakses.

Pembangunan manusia tidak hanya sebatas hal tersebut. Pilihan tambahan,


mulai dari politik, kebebasan ekonomi dan sosial sehingga memiliki peluang
untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati harga diri pribadi dan
jaminan hak asasi manusia.

Pembangunan manusia memiliki dua sisi. Pertama, pembentukan

id
kapabilitas masnusia seperti peningkatan kesehatan, pendidikan, dan
kemampuan. Kedua, penggunaan kapabilitas yang mereka miliki, seperti

o.
untuk menikmati waktu luang, untuk tujuan produktif atau aktif dalam
.g
kegiatan budaya, sosial, dan urusan politik. Apabila skala pembangunan
manusia tidak seimbang, kemungkinan akan terjadi ketidakstabilan.
ps

Berdasarkan konsep pembangunan manusia, pendapatan merupakan salah


.b

satu pilihan yang harus dimiliki. Akan tetapi, pembangunan bukan sekadar
w

perluasan pendapatan dan kesejahteraan. Pembangunan manusia harus


memfokuskan pada manusia.
w
//w

Sumber: HDR 1990 halaman 10


t p:

sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua


ht

sektor.

Beberapa ahli juga mengemukakan konsep pembangunan manusia yang


menyiratkan bahwa pembangunan manusia memiliki aspek yang lebih
luas dibandingkan dengan pembangunan konvensional. Amartya Sen
(1989) misalnya, mendefinisikan pembangunan manusia sebagai perluasan
kebebasan nyata yang dinikmati oleh manusia. Kebebasan bergantung pada
faktor sosial ekonomi seperti akses pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan,
dan politik. Pembangunan manusia adalah cara dan tujuan akhir. Mahbub
ul Haq (1995) juga mengemukakan hal serupa. Ia berpendapat bahwa
pembangunan manusia merupakan proses perluasan pilihan yaitu
kebebasan berpolitik, partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, pilihan
untuk berpendidikan, bertahan hidup dan sehat, serta menikmati standar
hidup layak.

8 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Banyak sekali konsep yang dikemukakan mengenai pembangunan
manusia, sama halnya dengan makna pembangunan manusia itu sendiri.
Pembangunan manusia memiliki makna yang luas mencakup kehidupan
sosial manusia seperti kehidupan berpolitik. Kebebasan dan hak asasi
manusia juga tercakup di dalamnya. Lebih spesifik lagi, kebebasan berpolitik
adalah kemampuan untuk berkomunikasi tanpa rasa malu atau secara bebas.
Pembangunan manusia juga merupakan pembangunan dari manusia dan
oleh manusia (Neamtu Daniela & Ciobanu Oana, 2015).

Kotak 2 Kata Kunci Definisi Pembangunan Manusia

• Pembangunan manusia berarti perluasan pilihan masyarakat untuk hidup


penuh dengan kebebasan dan bermartabat, serta perluasan kapabilitas untuk
memenuhi aspirasi.

• Pembangunan manusia berarti perubahan positif pada manusia seutuhnya,

id
fokus pada masyarakat dan kesejahteraannya, serta pembangunan manusia
adalah tujuan akhir dari segala macam pembangunan.

o.
.g
Berdasarkan beberapa konsep pembangunan manusia yang ada, UNDP
mendefinisikan pembangunan manusia dalam Human Development Report
ps
1996 sebagai proses dimana masyarakat dapat memperluas berbagai pilihan-
pilihannya. Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu pilihan, tetapi
.b

faktor yang lebih penting lainnya adalah kesehatan, pendidikan, lingkungan


w

fisik yang baik serta kebebasan dalam bertindak. UNDP juga menyampaikan
dalam laporannya mengenai dimensi dalam pembangunan manusia, yaitu:
w
//w

• pemberdayaan yang dipengaruhi oleh kapabilitas, setiap orang bebas


untuk melakukan sesuatu tetapi jika tidak memiliki kapabilitas maka tidak
p:

akan menikmati kebebasan tersebut;


• dengan bekerja sama maka akan tercipta perluasan pilihan seseorang.
t

Dengan demikian pembangunan manusia tidak hanya fokus pada


ht

individual tetapi pada bagaimana kehidupan sosialnya;


• kesetaraan yang bermakna kesamaan peluang atau kesempatan.
Keberlanjutan yang bermakna kesamaan peluang atau kesempatan
antargenerasi;
• keamanan dari berbagai aspek tidak hanya aman dari bencana tetapi dari
ancaman lainnya.

Pengukuran Pembangunan Manusia


Pengkuran pembangunan manusia menggunakan inikator yang sudah
dikenalkan oleh UNDP pada tahun 1990, yaitu Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Pada Human Development Report 1990 diperkenalkan tiga indikator
pembentuk indeks pembangunan manusia yaitu umur panjang dan hidup
sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Dari ketiga dimensi tersebut,

KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA 9


Gambar 1.1 Perjalanan Metodologi Penghitungan IPM di UNDP

id
o.
.g
ps
Catatan:
AHH : Angka Harapan Hidup saat Lahir APK : Angka Partisipasi Kasar
.b

AMH : Angka Melek Huruf HLS : Harapan Lama Sekolah


RLS : Rata-rata Lama Sekolah PNB : Produk Nasional Bruto
w

PDB : Produk Domestik Bruto


w

Sumber : Badan Pusat Statistik


//w

diturunkan empat indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM, yaitu


angka harapan hidup saat lahir (AHH), angka melek huruf (AMH), gabungan
p:

angka partisipasi kasar (APK), dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
t
ht

Secara berkala UNDP melakukan penyempurnaan dalam penghitungan


IPM. Tahun 2010, UNDP melakukan penyempurnaan kembali dengan tetap
menggunakan tiga dimensi yang sama yaitu umur panjang dan hidup sehat,
pengetahuan, serta standar hidup layak namun menggunakan indikator
yang berbeda, yaitu angka harapan hidup saat lahir, rata-rata lama sekolah,
harapan lama sekolah, dan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. Metode
agregasi IPM pun mengalami penyempurnaan, dari rata-rata aritmatik
menjadi rata-rata geometrik. Sedangkan metode agregasi untuk indeks
pendidikan berubah dari rata-rata geometrik menjadi rata-rata aritmatik.

Pertumbuhan Ekonomi atau Pembangunan Manusia


yang Harus Didahulukan?
Lebih dari 25 tahun IPM digunakan UNDP sebagai pengukuran pembangunan
manusia. Di Indonesia, IPM digunakan sebagai dasar penentuan dana transfer

10 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


pemerintah pusat, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) untuk kabupaten/kota.
IPM yang digunakan untuk mengukur pembangunan manusia selama ini
sebetulnya tidak sempurna seutuhnya. Banyak pihak yang menganggap
pengukuran pembangunan manusia dengan menggunakan IPM ini kurang
tepat. Basis ideologi dalam IPM yang bersifat egalitarian (kecenderungan cara
berpikir bahwa seluruh penduduk diperlakukan oleh pemerintah ataupun
mendapatkan perlakuan yang sama dari pemerintah) dan miskin terhadap
pemikiran terkait teknologi merupakan salah satu kritik untuk IPM.

Jika dikaitkan kembali antara konsep pembangunan yang masih konvensional


dengan pembangunan manusia, kedua konsep tersebut ternyata saling
berkaitan satu sama lain. Konsep klasik pembangunan adalah peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia
merupakan hubungan dua arah (dual causation) (Ranis, Stewart, & Ramirez,
2000), dimana pertumbuhan ekonomi meningkatkan pembangunan manusia
namun disisi lain peningkatan pembangunan manusia memungkinkan untuk

id
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Constantini V. dan M. Salcatore (2008)
mengemukakan bahwa pertumbuhan pembangunan manusia yang tinggi

o.
secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
.g
Meskipun konsep-konsep menyatakan pertumbuhan ekonomi memiliki
ps
dual causation dengan pembangunan manusia, pada prakteknya banyak
faktor yang mempengaruhi agar dual causation tersebut terjadi. Boozer dkk
.b

(2003) menyatakan seberapa besar hubungan kedua bergantung kepada


w

berbagai faktor yaitu kondisi suatu negara, lingkungan, dan kebijakan.


Sedangkan Tulika dkk (2014) menyatakan hubungan pembangunan manusia
w

dengan pertumbuhan ekonomi bersifat kondisional bergantung kepada


//w

kondisi masyarakat secara makro maupun mikro yaitu distribusi pendapatan


masyarakat secara makro dan mikro.
p:

Selain faktor yang mempengaruhi agar dual causation terjadi, terdapat


t
ht

faktor penguat hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan


ekonomi. Ranis dkk (2000) menyampaikan bahwa faktor penguat hubungan
antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi adalah struktur
ekonomi, distribusi aset, kebijakan, social capital, investasi yang tinggi,
distribusi pendapatan yang merata, dan kebijakan ekonomi yang tepat. Selain
itu, faktor penguat lainnya adalah budaya, kelompok sosial dan jaringan di
dalam kelompok tersebut, sifat dari institusi dan pemerintahan, kebijakan,
pendidikan dalam keluarga , dan lain-lain (UNDP, 1996).

“Jika memang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia merupakan


dual causation, mana yang harus didahulukan?”

Pemikiran yang masih konvensional menyebutkan bahwa peningkatan


pembangunan manusia akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi sudah
meningkat (Neamtu Daniela dan Clobanu Oana, 2015). Boozer dkk (2003)
mengemukakan pendapat yang hampir serupa. Pembangunan manusia

KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA 11


bukan hanya produk dari pertumbuhan ekonomi namun merupakan input
penting untuk pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia berperan
penting dalam alur pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia perlu
dijadikan sebagai prioritas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pembangunan manusia untuk proses selanjutnya. Dengan
demikian, pembangunan manusia harus ditingkatkan terlebih dahulu
daripada pertumbuhan ekonomi. Namun hal tersebut dibantah oleh Ranis
dan Steward. Ranis dan Steward (2005) menyatakan pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan manusia harus berjalan beriringan secara simultan.

Pembangunan Manusia: Tak Pernah Sepi Isu


Agenda Pembangunan Dunia

Isu pembangunan sempat menghangat di tahun 2015. Pada saat itu, Millenium
Development Goals (MDGs) memasuki batas tahun pencapaian. MDGs

id
merupakan referensi penting pembangunan di Indonesia. Selama 25 tahun,

o.
berbagai capaian telah diraih dan beberapa hal belum dapat dituntaskan.

.g
Agenda MDGs memang tidak berhenti di tahun 2015, tetapi akan ada
ps
kelanjutannya. Babak baru agenda pembangunan telah mengembangkan
konsep agenda pasca 2015, yang disebut Sustainable Development Goals
.b

(SDGs). Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru


yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015-MDGs.
w

Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun
w

2000 mengenai isu berkurangnya (depletion) sumber daya alam, kerusakan


lingkungan, perubahan iklim semakin krusial, perlindungan sosial, ketahanan
//w

pangan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak pada kaum
miskin (Bappenas).
t p:

Terdapat tiga pilar utama yang menjadi indikator dalam pembentukan


ht

konsep pengembangan SDGs, yaitu:

1. indikator yang melekat pada pembangunan manusia (Human


Development) yaitu pendidikan dan kesehatan,
2. indikator yang melekat pada lingkungan kecilnya (Social Economic
Development) yaitu ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta
pertumbuhan ekonomi,
3. indikator yang melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental
Development) berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas
lingkungan yang baik.

Ketiga pilar tersebut kemudian dijabarkan menjadi 17 tujuan yang


harus dicapai. Dalam 17 tujuan tersebut, terdapat beberapa target yang
berhubungan dengan pembangunan manusia, yaitu tujuan ketiga, tujuan
keempat, dan tujuan kedelapan. Tujuan ketiga adalah menjamin kehidupan

12 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia. Tujuan
keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta
meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua. Sedangkan
tujuan kedelapan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan
yang layak untuk semua.

Kotak 3 Sustainable Development Goals (SDGs)

id
o.
.g
ps
.b
w
w

Tujuan ketiga adalah menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan


//w

kesejahteraan penduduk di segala usia. Target 3A bertujuan mengakhiri


kematian anak, kematian ibu, dan kematian akibat penyakit pada penduduk
p:

usia kurang dari 70 tahun. Jika dikaitkan dengan salah satu indikator
pembentuk IPM, angka harapan hidup saat lahir secara tidak langsung akan
t

menjadi salah satu indikator dari SDGs. Secara tidak langsung pula, angka
ht

harapan hidup saat lahir akan meningkat jika salah satu indikator SDGs yaitu
angka kematian neonatal ditekan guna mencapai target tersebut.

Tujuan keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif
serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua. Pada
target 4b, dinyatakan bahwa memastikan bahwa semua anak perempuan
dan anak laki-laki memiliki akses ke pengembangan anak usia dini yang
setara, perawatan, dan pendidikan anak usia dini sehingga mereka siap
untuk pendidikan dasar. Pada target ini, diharapkan angka kelulusan baik SD,
SMP, maupun SMA ditingkatkan. Secara langsung, ketika target ini dicapai
maka angka rata-rata lama sekolah yang merupakan salah satu indikator
penghitungan IPM akan ikut meningkat.

Sedangkan tujuan kedelapan yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi


yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta

KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA 13


pekerjaan yang layak untuk semua. Dalam tujuan kedelapan, terdapat target
8a yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan
kondisi nasional dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) minimal
7 persen per tahun di negara-negara berkembang. Salah satu indikator dari
target ini adalah meningkatkan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita.
Dengan meningkatnya PNB per kapita, secara tidak langsung akan menaikkan
pengeluaran per kapita.

Melalui SDGs, tujuan dan target pembangunan manusia terus diupayakan


peningkatannya. Pada akhirnya, dapat disimpulkan pembangunan manusia
dapat tercapai melalui pencapaian target SDGs.

Agenda Pembangunan dalam Nawacita

Isu pembangunan juga terus bergulir di dalam negeri. Agenda prioritas


pembangunan nasional di era kepemimpinan Joko Widodo mengusung

id
cita-cita dan semangat perjuangan Soekarno, yang disebut Nawacita. Istilah

o.
Nawacita diserap dari bahasa Sanskerta. Nawa berarti sembilan dan Cita
yang berarti harapan, agenda, keinginan. Nawacita berisi sembilan agenda
.g
prioritas untuk menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri
ps
dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
.b

Secara khusus, isu mengenai pembangunan manusia menjadi salah satu


poin penting dalam agenda pemerintahan Jokowi. Butir kelima Nawacita
w

menegaskan bahwa pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kualitas


w

hidup manusia Indonesia. Hal itu dilakukan melalui dua program, yaitu:
//w

1. peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program


“Indonesia Pintar”,
2. peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia
p:

Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan


t

program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah Kampung


ht

Deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk
rakyat di tahun 2019.

Program Indonesia Pintar adalah salah satu program nasional (tercantum


dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019) yang
bertujuan untuk:
1. meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah,
2. meningkatkan angka keberlanjutan pendidikan yang ditandai dengan
menurunnya angka putus sekolah dan angka melanjutkan,
3. menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antar kelompok
masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin,
antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah
perkotaan dan perdesaan, dan antar daerah,
4. meningkatkan kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki
pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi.

14 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Kotak 4 Nawa Cita: Joko Widodo-Jusuf Kalla 2014-2019

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa


dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui
politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya
dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang
dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan
memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik
pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi
demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga
perwakilan.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-

id
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

o.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan

.g
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan
ps
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia
Pintar”; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program
.b

“Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land


w

reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program


rumah Kampung Deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta
w

jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.


//w

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar


internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit
p:

bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.


t

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-


ht

sektor strategis ekonomi domestik.


8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan
kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara
proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan
dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA 15


ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
id
o.
.g
Potret
ps
.b

Pembangunan Manusia
w
w
//w
p:
t
ht

2
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Bab Potret
2
Pembangunan Manusia

Indonesia di Jajaran ASEAN

S ejak kali pertama IPM diperkenalkan, UNDP selalu berkesinambungan


dalam mencatat perkembangan pembangunan manusia di berbagai

id
negara. Pada tahun 2015, UNDP mencatat bahwa IPM di Indonesia telah
mencapai 68,9. IPM 2015 mengalami peningkatan capaian sebesar 0,2

o.
dari tahun sebelumnya. Dengan tingkat IPM tersebut, Indonesia masih
.g
menyandang predikat “sedang” dalam pembangunan manusia. Meskipun
demikian, Indonesia masih berada di peringkat 113 dari 188 negara di tahun
ps
2015. Sementara itu, di ASEAN Indonesia berada pada posisi ke-5 setelah
Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand.
.b
w

Gambar 2.1 Indeks Pembangunan Manusia Negara-Negara ASEAN,


w

2015
//w

Dari 92,5
empat negara yang menempati posisi di atas Indonesia, Singapura
dan Brunei 86,5
Darussalam
78,9
sudah melesat jauh pada kategori “Sangat Tinggi”.
p:

Sedangkan dua negara lainnya


74,0 yaitu Malaysia dan Thailand sudah berada
68,9 68,3 68,2
pada kategori “tinggi”. Indonesia masih berada pada kategori “sedang”
t

58,6 56,3
bersama dengan Vietnam dan Filipina. Selain itu, terdapat tiga negara
55,6yang
ht

masih bertahan di kategori “Rendah”, yaitu Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Pembangunan manusia di ASEAN juga tak luput dari kesenjangan. UNDP


mencatat pada tahun 2014, Indeks Pembangunan Manusia di Singapura sudah
mencapai 91,18. Jika dibandingkan dengan Indonesia, terdapat perbedaan
capaian sebesar 22,80 poin. Hal ini disebabkan oleh seluruh komponen
pembentuk
Singapura (5) IPM di
Brunei
Darussalam
Singapura
Malaysia yang
(59) Thailand (87) jauh Vietnam
Indonesia
(113)
lebih
(115)
baik jikaLaos
Filipina (116) dibandingkan
(138) Kamboja
(143)
dengan
Myanmar
(145)
Indonesia. (30)
Sumber : Human Development Report 2016

Capaian pembangunan manusia antara Indonesia, Vietnam, dengan Filipina


tidak begitu jauh. Ketiga negara ini berada pada level IPM yang hampir sama.
Namun, Indonesia dan Vietnam menunjukkan perkembangan pembangunan
manusia yang lebih cepat dibandingkan dengan Filipina.

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 19


Pada tahun 1990, capaian pembangunan manusia Filipina masih berada di
atas Indonesia dan Vietnam. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, Indonesia
dan Vietnam telah sejajar dengan Filipina. Bahkan, pada tahun 2015 kedua
negara ini telah berhasil mengungguli capaian pembangunan manusia
Filipina.

Gambar 2.2 Capaian Pembangunan Manusia Indonesia, Vietnam, dan


Filipina, 2015
80

70

60

50

40

30

id
20

o.
10

0
1990 2000 2010 2011 2012
.g 2013 2014 2015
ps
Indonesia Vietnam Filipina
.b

Sumber : Human Development Report 2016


w

Keberhasilan Indonesia tidak lepas dari perkembangan indikator yang


menyusun pembangunan manusia. Seluruh indikator menunjukkan
w

perkembangan yang positif selama 25 tahun terakhir. Bahkan, peningkatan


//w

Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina. Peningkatan ini


berdampak pada capaian pembangunan manusia Indonesia yang berhasil
p:

melampaui Filipina.
t

Harapan hidup saat lahir di Indonesia meningkat 5,8 tahun selama periode
ht

1990-2015. Peningkatkan ini lebih tinggi dibanding Filipina. Pada periode


yang sama, Filipina hanya berhasil meningkatkan harapan hidup sebesar 3,0
tahun. Dengan perkebangan ini, harapan hidup saat lahir di Indonesia telah
mencapai 69,1 tahun dan berada di atas capaian Filipina.

Pada bidang pendidikan, harapan lama sekolah di Indonesia meningkat 2,8


tahun selama 25 tahun. Sementara itu, rata-rata lama sekolah Indonesia telah
meningkat 4,6 tahun. Peningkatan ini lebih tinggi daripada peningkatan
yang terjadi di Filipina. Harapan lama sekolah di Filipina hanya meningkat
0,9 tahun. Sementara itu, rata-rata lama sekolah hanya meningkat 2,7 tahun.
Peningkatan pendidikan yang cukup tinggi di Indonesia memberikan
gambaran bahwa kemajuan pendidikan yang telah dicapai Indonesia harus
ditingkatkan agar mampu bersaing dengan negara lain di ASEAN.

PNB per kapita Indonesia sudah mencapai 10.053 (2011 PPP $) pada tahun

20 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


2015. Selama 25 tahun, PNB per kapita Indonesia telah meningkat sebesar
5.783. Sementara itu, PNB per kapita Filipina telah meningkat sebesar 4.433
sehingga pada tahun 2015 PNB per kapita FIlipina mencapai 8.395 (2011 PPP
$).

Selain Indonesia, Vietnam juga telah berhasil berhasil mengungguli capaian


pembangunan manusia Filipina. Sejak tahun 1990, harapan hidup di Vietnam
lebih tinggi dibanding Indonesia dan Filipina. Capaian ini merupakan modal
penting untuk Vietnam. Sejak 2009, harapan lama sekolah di Vietnam berada
di atas Filipina dan rata-rata lama sekolah telah melampaui Indonesia.
Dengan PNB per kapita yang masih jauh di bawah Indonesia, Vietnam sangat
berpeluang meningkatkan pembangunan manusia dengan cepat.

Status Pembangunan Manusia Indonesia

id
IPM yang dihitung oleh UNDP digunakan untuk melihat posisi Indonesia di

o.
tingkat global. Sementara dalam rangka memonitor capaian pembangunan

.g
manusia antarwilayah di Indonesia, BPS menghitung IPM pada tingkat
regional, yaitu provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, untuk memantau
ps
keterbandingannya dengan capaian nasional, dihitung pula angka IPM
Indonesia. Metode penghitungan IPM yang digunakan BPS mengacu pada
.b

metodologi yang digunakan UNDP dengan penyesuaian pada beberapa


indikator sesuai ketersediaan data sampai tingkat kabupaten/kota (lihat
w

catatan teknis). Oleh karena itu, angka IPM Indonesia hasil penghitungan BPS
w

tidak dapat dibandingkan dengan angka IPM Indonesia yang dihitung oleh
//w

UNDP.
IPM METODE BARU DI INDONESIA
Gambar 2.3 IPM Indonesia dan Komponen, 2016
t p:

Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat Dimensi Standar Hidup Layak
Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Pengeluaran per Kapita
ht

70,90 th Rp 10.420.000

Dimensi Pengetahuan
• Harapan Lama Sekolah (HLS): Indeks Pembangunan Manusia
12,72 th IPM
• Rata-Rata Lama Sekolah (RLS): 70,18
7,95 th
Sumber : Badan Pusat Statistik

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 21


Berdasarkan hasil penghitungan BPS, IPM Indonesia tahun 2016 sebesar
70,18. Capaian ini merupakan agregasi dari tiga dimensi, yaitu umur panjang
dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak. Setiap dimensi
diwakili oleh indikator. Guna menghitung dimensi umur panjang dan hidup
sehat, digunakan indikator angka harapan hidup saat lahir. Sementara itu,
rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah merupakan indikator
yang mewakili dimensi pengetahuan. Terakhir, dimensi standar hidup layak
Indonesia diwakili oleh indikator pengeluaran per kapita.

Saat ini, angka harapan hidup saat lahir di Indonesia sudah mencapai 70,90
tahun. Hal ini menunjukkan harapan hidup bayi yang baru lahir dapat
bertahan hidup hingga usia 70,90 tahun. Secara rata-rata, penduduk Indonesia
yang berusia 25 tahun ke atas sudah menempuh 7,95 tahun masa sekolah
atau hampir menyelesaikan kelas VIII. Selain itu, rata-rata penduduk usia 7
tahun yang mulai bersekolah, diharapkan dapat mengenyam pendidikan
hingga 12,72 tahun atau setara dengan Kelas XII atau tamat SMA. Terakhir,

id
pengeluaran per kapita sudah mencapai Rp 10.420.000 per kapita per tahun.

o.
IPM Indonesia Memasuki Status “Tinggi” .g
ps
Sejak metode baru diperkenalkan, BPS sudah melakukan penghitungan IPM
.b

Indonesia sampai tahun 2016. Tercatat pembangunan manusia di Indonesia


telah memperlihatkan perkembangan yang positif dari tahun ke tahun. Pada
w

tahun 2016, IPM di Indonesia sudah mencapai 70,18, meningkat 0,63 poin
w

dibanding tahun sebelumnya. Hal ini berarti IPM di Indonesia tumbuh 0,91
persen pada periode 2015-2016. Dalam kurun waktu lima tahun, telah terjadi
//w

kenaikan IPM hingga 3,65 poin. Perkembangan ini menunjukkan semakin


membaiknya pembangunan manusia secara umum di Indonesia.
t p:

Gambar 2.4 Tren dan Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia,


ht

2010-2016

Tahun Pertumbuhan 70,18


69,55
(1) (2) 68,90
68,31
2010-2011 0,84 67,70
2011-2012 0,91 67,09
66,53
2012-2013 0,90
2013-2014 0,86
2014-2015 0,94
2015-2016 0,91
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik

22 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Selain pertumbuhan, status pembangunan manusia merupakan cara
lain untuk melihat perkembangan pembangunan manusia. Berubahnya
status pembangunan manusia dapat dijadikan indikator dalam membaca
perkembangan pembangunan manusia. BPS mengelompokkan status
pembangunan manusia bedasarkan IPM menjadi 4 kelompok dengan kriteria
sebagai berikut.

• Sangat Tinggi : IPM ≥ 80.


• Tinggi : 70 ≤ IPM < 80.
• Sedang : 60 ≤ IPM < 70.
• Rendah : IPM < 60.

Status pembangunan manusia Indonesia telah memasuki babak baru.


Pada tahun 2016, status pembangunan manusia Indonesia telah berstatus
tinggi. Perubahan status ini merupakan akumulasi capaian tahun-tahun
sebelumnya. Butuh waktu dan upaya yang cukup keras untuk meningkatkan

id
status pembangunan manusia.

o.
Dimensi Kesehatan Indonesia Terus Meningkat
.g
ps
Seluruh dimensi yang membentuk IPM mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Dimensi pertama yaitu umur panjang dan hidup sehat diukur
.b

dengan angka harapan hidup (AHH) saat lahir. Angka harapan hidup saat
lahir merupakan indikator yang dapat mencerminkan derajat kesehatan
w

suatu wilayah, baik dari sarana prasarana, akses, hingga kualitas kesehatan.
w
//w

Gambar 2.5 Angka Harapan Hidup Saat Lahir Indonesia, 2010-2016


(Tahun)
t p:

70,90
ht

70,78
70,59
70,40
70,20
70,01
69,81

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 23


Angka harapan hidup saat lahir terus menunjukkan peningkatan dari tahun
2010 hingga 2016. Hal ini menunjukkan harapan bayi yang baru lahir untuk
hidup semakin besar karena membaiknya derajat kesehatan masyarakat.
Kemajuan teknologi di bidang kesehatan, peningkatan sarana dan prasarana
kesehatan, serta kepedulian masyarakat terhadap gaya hidup sehat yang
meningkat turut berperan dalam memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat.

Indikator Pendidikan Terus Tumbuh

Dimensi pengetahuan dalam penghitungan IPM terdiri dari dua indikator, yaitu
harapan lama sekolah dengan rata-rata lama sekolah. Harapan lama sekolah
menghitung pendidikan penduduk dari usia 7 tahun ke atas, sementara rata-
rata lama sekolah menghitung dari usia 25 tahun ke atas. Kedua indikator ini
diagregasikan menjadi indeks pendidikan dalam penghitungan.

Selama 2010 hingga 2016, kedua indikator ini menunjukan peningkatan

id
dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, rata-rata lama sekolah cenderung

o.
lebih lambat petumbuhannya dibandingkan harapan lama sekolah.
Hal ini wajar karena rata-rata lama sekolah menggambarkan indikator
.g
output pembangunan jangka panjang, sedangkan harapan lama sekolah
ps
menggambarkan partisipasi sekolah penduduk umur 7 tahun ke atas. Perlu
diketahui, indikator ini merupakan indikator proses pembangunan sebagai
.b

ukuran keberhasilan program-program pendidikan jangka pendek. Lebih


jauh, rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah dapat memberikan
w

gambaran tentang capaian (stock) dan penambahan (flow) sumber daya


w

manusia berkualitas di suatu wilayah.


//w

Gambar 2.6 Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah


p:

Indonesia, 2010-2016 (Tahun)


t

12,72
ht

12,39 12,55
12,10
11,44 11,68
11,29

7,59 7,61 7,73 7,84 7,95


7,46 7,52

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

HLS RLS

Sumber : Badan Pusat Statistik

24 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Tren harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah Indonesia meningkat
dari tahun 2010 hingga 2016. Secara rata-rata, harapan lama sekolah usia
7 tahun tumbuh sebesar 2,12 persen per tahun selama tahun 2010-2016.
Sementara itu, rata-rata lama sekolah hanya tumbuh sebesar 1,09 persen per
tahun dalam kurun waktu yang sama.

Standar Hidup Layak Makin Membaik


Dimensi standar hidup layak dicerminkan oleh indikator pengeluaran per
kapita yang disesuaikan. Pengeluaran per kapita yang disesuaikan di Indonesia
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Selama 2010 hingga
2016, pengeluaran per kapita Indonesia meningkat sebesar Rp982.788,00
atau tumbuh 1,74 persen per tahun. Jika pada tahun 2010 pengeluaran per
kapita penduduk hanya sekitar 9,4 juta rupiah per tahun, maka pada tahun
2016 sudah mencapai 10,42 juta rupiah per tahun.

id
Gambar 2.7 Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan Indonesia,

o.
2010-2016 (Ribu Rupiah/Tahun)

.g 10.420
ps
10.150
.b

9.858 9.903
9.815
w

9.647
w

9.437
//w
t p:

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


ht

Sumber : Badan Pusat Statistik

Pembangunan Manusia di Provinsi


Pada tahun 2016, indeks pembangunan manusia tertinggi pada level provinsi
masih dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan IPM sebesar 79,60. Sementara
itu, capaian terendah ditempati oleh Provinsi Papua dengan IPM sebesar
58,05.

Provinsi DKI Jakarta sudah menjadi provinsi dengan IPM tertinggi sejak indeks
pembangunan manusia dihitung oleh BPS pada tahun 1996. Sebagai ibukota
negara, Provinsi DKI Jakarta merupakan pusat dari seluruh kegiatan, baik
pendidikan, perekonomian, bisnis, wisata, dan lain-lain. Hal ini mendukung

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 25


Provinsi DKI Jakarta dalam pencapaian pembangunan manusia. Sarana dan
prasarana Provinsi DKI Jakarta cukup lengkap dan memadai. Akses untuk
mendapatkan pendidikan maupun kesehatan pun sangat mudah. Selain
itu, sebagai provinsi dengan banyak pusat kegiatan, secara tidak langsung
menjadikan Provinsi DKI Jakarta sebagai kantung sumber daya manusia
dengan pendidikan tinggi.

Bertolak belakang dengan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Papua justru


mengalami banyak kesulitan, seperti sarana prasana pendidikan dan
kesehatan yang kurang lengkap dan juga akses untuk mencapai pendidikan
dan kesehatan yang sulit. Kondisi geografis yang sangat sulit juga berdampak
langsung terhadap akses masyarakat terhadap kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi.

Level capaian IPM memang penting untuk melihat kemajuan pembangunan


suatu wilayah. Namun, level saja tidak cukup untuk mencatat kemajuan

id
pembangunan manusia. Kecepatan pembangunan manusia dapat

o.
melengkapi sudut pandang capaian pembangunan manusia. Kecepatan
lebih menunjukkan upaya yang telah dilakukan untuk mencapai suatu level
tertentu dalam pembangunan manusia. .g
ps
Gambar 2.8 Provinsi dengan Pertumbuhan Tertinggi dan Terendah,
KECEPATAN IPM 2015-2016
.b

2015-2016
w
w
//w

Papua Sumatera Selatan Jawa Timur


p:

1,40% 1,16% 1,15%


t
ht

Riau Kalimantan Barat Kep. Riau


0,51% 0,44% 0,33%

Sumber : Badan Pusat Statistik

Kecepatan pembangunan manusia yang diukur dengan pertumbuhan


IPM menunjukkan bahwa pada periode tahun 2015-2016 Provinsi Papua
menempati posisi pertama dengan pertumbuhan IPM sebesar 1,40 persen,
disusul oleh Provinsi Sumatera Selatan (1,16 persen), Provinsi Jawa Timur

26 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


(1,15 persen), Provinsi Maluku Utara (1,09 persen), dan Provinsi Bengkulu (1,08
persen). Dimensi pendidikan dan standar hidup layak menjadi penyumbang
terbesar kecepatan pembangunan manusia di Provinsi Papua. Pada dimensi
pendidikan, harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah tahun 2016
masing-masing meningkat sebesar 2,82 persen dan 2,70 persen dibanding
tahun sebelumnya. Sementara pada dimensi standar hidup layak, provinsi
ini mengalami peningkatan pengeluaran per kapita pada periode 2015-2016
sebesar 2,60 persen.

Pada 2015-2016, Provinsi Kepulauan Riau hanya mampu menggenjot indeks


pembangunan manusia sebesar 0,33 persen saja. Hal ini disebabkan oleh
seluruh komponen IPM tidak tumbuh secepat provinsi lain. Pertumbuhan
pada dimensi kesehatan yang diwakili oleh angka harapan hidup saat lahir
di provinsi ini hanya 0,06 persen. Pada dimensi pendidikan, pertumbuhan
harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah masing-masing hanya 0,48
persen dan 0,21 persen. Terakhir, kenaikan pada indikator pengeluaran per

id
kapita yang mewakili dimensi standar hidup layak hanya sebesar 1,38 persen.

o.
Status Pembangunan Manusia di Provinsi Kian Membaik
.g
ps
Pada tahun 2016, terdapat 12 provinsi yang telah mencapai level
pembangunan manusia dengan kategori “tinggi”. Jumlah ini meningkat
.b

dibanding tahun 2015. Tercatat pada 2015 hanya 8 provinsi yang masuk
dalam kategori “tinggi”. Sementara itu, pada tahun 2016 terdapat 21 provinsi
w

di Indonesia yang berada pada kategori “Sedang”. Akan tetapi, masih terdapat
w

satu provinsi yang masih di level “Rendah” yaitu Provinsi Papua.


//w

Secara garis besar, Indonesia terbagi menjadi lima gugusan pulau besar, yaitu
Pulau Sumatera, Gugusan Pulau Jawa Bali Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan,
p:

Pulau Sulawesi, dan Gugusan Kepulauan Maluku dan Papua. Hampir di


seluruh gugusan pulau besar di Indonesia telah terdapat provinsi yang telah
t
ht

mencapai level kategori “tinggi”. Namun, belum ada satu pun provinsi di
Kepulauan Maluku dan Papua yang masuk kedalam kategori “tinggi”.

Di Pulau Sumatera, kini terdapat lima provinsi yang sudah mencapai kategori
“tinggi” yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan
Kepulauan Riau. Sementara provinsi lainnya di Pulau Sumatera masih berada
pada kategori “sedang”. Di gugusan Pulau Jawa Bali dan Nusa Tenggara juga
telah memiliki lima provinsi dengan IPM kategori “tinggi”, yaitu DKI Jakarta,
Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan Bali. Sementara provinsi lainnya di
Jawa Bali dan Nusa Tenggara masih berada pada kategori “sedang”. Pulau
Kalimantan memiliki satu provinsi dengan kategori tinggi, yaitu Kalimantan
Timur. Begitu pula di Sulawesi hanya Provinsi Sulawesi Utara saja yang masuk
dalam kategori “tinggi”.

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 27


28
Gambar 2.9 Peta IPM Provinsi di Indonesia, 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


ht
t p:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
id
Sumber : Badan Pusat Statistik
Tabel 2.1 Status Pembangunan Manusia di Provinsi, 2016
Rendah Sedang Tinggi
(1) (2) (3)
Papua Jambi Aceh
Sumatera Selatan Sumatera Utara
Bengkulu Sumatera Barat
Lampung Riau
Kep. Bangka Belitung Kepulauan Riau
Jawa Tengah DKI Jakarta
Jawa Timur Jawa Barat
Nusa Tenggara Barat DI Yogyakarta
Nusa Tenggara Timur Banten
Kalimantan Barat Bali
Kalimantan Tengah Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan Sulawesi Utara
Kalimantan Utara

id
Sulawesi Tengah

o.
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
.gGorontalo
Sulawesi Barat
ps
Maluku
Maluku Utara
.b

Papua Barat
w

Sumber : Badan Pusat Statistik


w
//w

Pada tahun 2016, empat provinsi mencatat perkembangan yang


mengagumkan. Keempat provinsi itu adalah Provinsi Aceh, Sumatera Utara,
p:

Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Keempat provinsi ini berhasil meningkatkan
status pembangunan manusia dari “sedang” menjadi “tinggi”. Dengan
t

perubahan status ini, hingga tahun 2016 telah terdapat dua belas provinsi
ht

yang menyandang predikat “tinggi” dalam pencapaian pembangunan


manusia.

Tabel 2.2 Provinsi yang Mengalami Perubahan Status dari 2015 ke 2016
2015 2016
Provinsi
IPM Status IPM Status
(1) (2) (3) (4) (5)
Aceh 69,45 Sedang 70,00 Tinggi
Sumatera Utara 69,51 Sedang 70,00 Tinggi
Sumatera Barat 69,98 Sedang 70,73 Tinggi
Jawa Barat 69,50 Sedang 70,05 Tinggi
Sumber : Badan Pusat Statistik

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 29


Selain IPM, komponen pembentuk IPM juga menunjukkan perkembangan
yang positif di tingkat provinsi. Secara umum, peningkatan pada semua
komponen cukup beragam antarprovinsi. Beberapa provinsi juga
menunjukkan perkembangan komponen yang cukup cepat.

Tahun 2016, harapan hidup saat lahir paling tinggi berada di DI Yogyakarta
dengan capaian sebesar 74,71 tahun. Sementara itu, harapan hidup saat
lahir paling rendah berada di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 64,31 tahun.
Meskipun berada di posisi terendah, pertumbuhan harapan hidup saat lahir
di Provinsi Sulawesi Barat selama tahun 2015-2016 cukup tinggi yaitu sebesar
0,14 persen.

Gambar 2.10 Peta Angka Harapan Hidup saat Lahir Menurut Provinsi,
2016 (tahun)

id
o.
.g
ps
.b
w
w

64,31-66,04 66,05-68,73 68,74-71,41 71,42-74,71


//w

Sumber : Badan Pusat Statistik


p:

Rata-rata pertumbuhan angka harapan hidup saat lahir di Indonesia pada


tahun 2016 sebesar 0,17 persen. Provinsi Kalimantan Utara mengalami
t

peningkatan harapan hidup paling cepat di antara provinsi lain. Selama 2015-
ht

2016, harapan hidup di provinsi ini tumbuh 0,37 persen. Berbanding terbalik
dengan Provinsi Kalimantan Utara, harapan hidup di Provinsi Aceh relatif
stagnan. Pada periode 2015-2016, harapan hidup di Provinsi Aceh hanya
tumbuh 0,01 persen saja.

Pada tingkat provinsi, kondisi dimensi pendidikan tidak jauh berbeda


dengan kondisi pendidikan nasional. Seluruh provinsi mengalami kenaikan
capaian baik angka harapan lama sekolah maupun rata-rata lama sekolah.
Kedua indikator tersebut tumbuh dengan besaran yang cukup bervariasi
antarprovinsi.

Harapan lama sekolah tertinggi dicapai oleh Provinsi DI Yogyakarta dengan


capaian sebesar 15,23 tahun, sedangkan terendah berada di Provinsi
Papua dengan capaian harapan lama sekolah sebesar 10,23 tahun. Secara
nasional, harapan lama sekolah pada periode tersebut tumbuh 1,38 persen.

30 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 2.11 Peta Harapan Lama Sekolah Menurut Provinsi, 2016
(tahun)

10,23 10,24-12,73 12,74-13,45 13,46-15,23


Sumber : Badan Pusat Statistik

id
Pertumbuhan harapan lama sekolah pada tahun 2015-2016 di tingkat

o.
provinsi cukup beragam. Secara umum, sebagian harapan lama sekolah di
tingkat provinsi tumbuh di atas satu persen. Bahkan, tercatat empat provinsi
.g
tumbuh di atas 2 persen, yaitu Provinsi Jawa Timur, Banten, Maluku Utara,
ps
dan Papua. Provinsi Banten mencatat pertumbuhan 2,87 persen dan manjadi
provinsi dengan pertumbuhan paling tinggi selama periode 2015-2016.
.b

Sementara itu, terdapat sekitar 11 provinsi dengan pertumbuhan di bawah


satu persen. Pertumbuhan harapan lama sekolah paling rendah terjadi di
w

Provinsi Kalimantan Utara.


w

Gambar 2.12 Peta Rata-rata Lama Sekolah Menurut Provinsi, 2016


//w
t p:
ht

6,15-7,23 7,24-8,13 8,14-8,96 8,97-10,88


Sumber : Badan Pusat Statistik

Indikator yang mewakili dimensi pendidikan berikutnya adalah rata-


rata lama sekolah. Rata-rata lama sekolah tertinggi masih dicapai oleh
Provinsi DKI Jakarta dengan capaian sebesar 10,88 tahun. Rata-rata lama
sekolah merupakan indikator output pendidikan. Provinsi DKI Jakarta
merupakan pusat pemerintahan, pusat perekonomian, dan pusat kegiatan

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 31


lainnya sehingga Provinsi DKI Jakarta menjadi kantung penduduk dengan
pendidikan tinggi. Oleh karena itu, cukup wajar apabila rata-rata lama
sekolah di Provinsi DKI Jakarta menjadi yang tertinggi. Sementara itu,
provinsi dengan capaian terendah adalah Provinsi Papua sebesar 6,15 tahun.
Namun demikian, rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua tumbuh cukup
cepat dibandingkan provinsi lainnya. Hal ini cukup wajar karena mengingat
lebih mudah meningkatkan capaian pada daerah-daerah yang masih rendah
dibandingkan daerah-daerah dengan capaian tinggi. Rata-rata lama sekolah
di Provinsi Papua tumbuh sebesar 2,70 persen, relatif tinggi jika dibandingkan
dengan pertumbuhan nasional yang hanya sebesar 1,35 persen.

Rata-rata lama sekolah di tingkat provinsi umumnya tumbuh di atas satu


persen selama 2015-2016. Beberapa provinsi bahkan mencatat pertumbuhan
di atas dua persen, di antaranya Provinsi Sumatera Barat, Kep. Bangka Belitung,
Sulawesi Barat, dan Papua. Sulawesi Barat tercacat sebagai provinsi dengan
pertumbuhan rata-rata lama sekolah paling cepat. Selama 2015-2016, rata-

id
rata lama sekolah di Sulawesi Barat tumbuh sebesar 2,91 persen. Di sisi
lain, terdapat delapan provinsi dengan pertumbuhan di bawah satu persen

o.
selama periode itu. Bahkan, pertumbuhan di Provinsi Kep. Bangka Belitung
.g
hanya 0,17 persen saja dan tercatat paling rendah selama periode tersebut.
ps
Gambar 2.13 Peta Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan Menurut
.b

Provinsi, 2016 (Ribu Rupiah/Tahun)


w
w
//w
t p:
ht

6.637-7.545 7.546-9.575 9.576-11.960 11.961-17.468


Sumber : Badan Pusat Statistik

Pada dimensi standar hidup layak, indikator pengeluaran per kapita yang
disesuaikan pada tingkat provinsi cukup beragam. Tercatat pengeluaran
per kapita di Provinsi DKI Jakarta menempati posisi tertinggi yaitu sebesar
Rp 17.468.000 per tahun. Sementara itu, Provinsi Papua kembali menempati
urutan terakhir dengan capaian sebesar Rp 6.637.000 per tahun. Pengeluaran
per kapita disesuaikan pada level nasional tumbuh sebesar 2,66 persen
selama 2015-2016. Di tingkat provinsi, pertumbuhan pengeluaran per kapita
cukup bervariasi antarprovinsi. Secara umum perngeluaran per kapita di
tingkat provinsi tumbuh di atas 1 persen per tahun. Lima provinsi tercatat

32 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


telah berhasil meningkatkan pengeluaran per kapita di atas empat persen
selama 2015-2016. Provinsi Lampung tercatat sebagai provinsi dengan
pertumbuhan tercepat pada periode 2015-2016 yang tumbuh sebesar 4,89
persen. Sementara itu, terdapat tiga provinsi dengan pertumbuhan di bawah
satu persen selama periode itu. Provinsi Kalimantan Barat hanya berhasil
meningkatkan pengeluaran per kapita sebesar 0,83 persen. Bersamaan
dengan itu, Provinsi Kalimantan Barat juga menjadi wilayah dengan
pertumbuhan paling kecil selama periode 2015-2016.

Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota


Capaian IPM pada tahun 2016 di kabupaten/kota juga sangat bervariasi. Pada
tingkat kabupaten/kota, IPM tertinggi diraih Kota Yogyakarta (Provinsi DI
Yogyakarta) dengan capaian 85,32. Sementara capaian terendah berada di

id
Kabupaten Nduga (Provinsi Papua) dengan IPM sebesar 26,56. Secara umum,

o.
sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia sudah mencapai kategori
pembangunan manusia “sedang” pada tahun 2016. Terdapat 312 kabupaten/
.g
kota atau sekitar 60,70 persen yang telah mencapai kategori ini. Sekitar 28,21
ps
persen kabupaten/kota sudah berada pada level “tinggi” dan sisanya sebagian
kecil berada pada level “sangat tinggi” dan “rendah”.
.b
w

Gambar 2.14 Persentase Kabupaten/Kota Menurut Status


w

Pembangunan Manusia 2016


//w
p:

Rendah
7,39%
t
ht

Sangat tinggi
3,70%

Tinggi
28,21%
Sedang
60,70%

Sumber : Badan Pusat Statistik

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 33


34
Gambar 2.15 Peta IPM Kabupaten/Kota di Indonesia, 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


ht
t p:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
id
Sumber : Badan Pusat Statistik
Tabel 2.3 19 Kabupaten/Kota dengan Status Pembangunan Manusia
“Sangat Tinggi”, 2016
Kabupaten/Kota IPM 2016 Kabupaten/Kota IPM 2016
(1) (2) (3) (4)
1. Kota Yogyakarta 85,32 11. Kota Surakarta 80,76
2. Kota Jakarta Selatan 83,94 12. Kota Makasar 80,53
3. Kota Banda Aceh 83,73 13. Kota Malang 80,46
4. Kota Denpasar 82,58 14. Kota Surabaya 80,38
5. Sleman 82,15 15. Kota Jakarta Barat 80,34
6. Kota Kendari 81,66 16. Kota Jakarta Pusat 80,22
7. Kota Jakarta Timur 81,28 17. Kota Bandung 80,13
8. Kota Semarang 81,19 18. Kota Tangerang Selatan 80,11
9. Kota Salatiga 81,14 19. Kota Madiun 80,01
10. Kota Padang 81,06
Sumber : Badan Pusat Statistik

id
o.
Di antara 19 kabupaten/kota yang telah mencapai status pembangunan
.g
manusia “sangat tinggi”, terdapat fenomena yang cukup unik. Terdapat satu
kabupaten yang berstatus “sangat tinggi” yaitu Kabupaten Sleman. Meskipun
ps
berstatus kabupaten, Sleman nyatanya mampu bersaing dengan wilayah
kota. Terletak di ujung utara Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Sleman
.b

cukup maju dari segi pembangunan manusia. Kabupaten yang berbatasan


w

langsung dengan Jawa Tengah ini cukup komprehensif pada semua dimensi
pembangunan manusia. Harapan hidup saat lahir di kabupaten ini telah
w

mencapai 74,60 tahun. Dari segi pendidikan, harapan untuk bersekolah


//w

penduduk usia 7 tahun mencapai 16,08 tahun (setara DIV/S1). Penduduknya


juga cukup berpendidikan. Secara rata-rata, penduduk yang berusia 25 tahun
ke atas telah menempuh pendidikan selama 10,64 tahun (setara kelas X). Dari
p:

sisi ekonomi, Sleman juga cukup sejahtera dengan rata-rata pengeluaran per
t

kapita setahun mencapai Rp14.921.000,00.


ht

Selain kabupaten/kota dengan status pembangunan manusia berkategori


“sangat tinggi”, masih terdapat kabupaten/kota yang berstatus “rendah”.
Pada tahun 2016, masih terdapat 38 kabupaten/kota yang berstatus “rendah”.
Kabupaten/Kota yang berstatus “rendah” tersebar di Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara,
papua, dan Papua Barat. Sebagian besar kabupaten/kota ini berada di Papua
dan Papua Barat.

Secara spasial, Pulau Jawa masih mendominasi capaian pembangunan


manusia di Indonesia. Namun, masih terdapat satu kabupaten/kota
yang masih berstatus “rendah”, yaitu Kabupaten Sampang di Jawa Timur.
Kabupaten Sampang terletak di bagian tengah Pulau Madura. Kabupaten
yang berbatasan langsung dengan Kab. Bangkalan dan Kab. Pamekasan ini
masih cukup tertinggal di antara kabupaten lain di Pulau Jawa. Di antara

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 35


Tabel 2.4 38 Kabupaten/Kota dengan Status Pembangunan Manusia
“Rendah”, 2016
Kabupaten/Kota IPM 2016 Kabupaten/Kota IPM 2016
(1) (2) (3) (4)
1. Pulau Morotai 59,87 20. Jayawijaya 54,96
2. Nias 59,75 21. Paniai 54,34
3. Maluku Barat Daya 59,43 22. Sabu Raijua 54,16
4. Boven Digoel 59,35 23. Pegunungan Arfak 53,89
5. Rote Ndao 59,28 24. Dogiyai 53,32
6. Sorong Selatan 59,20 25. Tambrauw 50,35
7. Nias Selatan 59,14 26. Mamberamo Raya 49,00
8. Sampang 59,09 27. Deiyai 48,50
9. Nias Barat 59,03 28. Asmat 47,31
10. Alor 58,99 29. Yahukimo 47,13

id
11. Pulau Taliabu 58,66 30. Tolikara 47,11

o.
12. Sumba Tengah 58,52 31. Puncak Jaya 45,49
13. Malaka
14. Kepulauan Mentawai
58,29
58,27 .g
32. Lanny Jaya
33. Yalimo
45,16
44,95
ps
15. Manggarai Timur 57,50 34. Intan Jaya 44,82
.b

16. Teluk Wondama 57,16 35. Mamberamo Tengah 44,15


17. Manokwari Selatan 57,12 36. Pegunungan Bintang 41,90
w

18. Mappi 56,54 37. Puncak 39,96


w

19. Maybrat 56,35 38. Nduga 26,56


//w

Sumber : Badan Pusat Statistik


p:

dimensi yang membentuk pembangunan manusia, komponen pendidikan


cukup memerlukan perhatian khusus. Anak-anak yang berusia tujuh tahun
t

memiliki harapan untuk bersekolah di jenjang formal hanya mencapai 11,37


ht

tahun (setara kelas XII). Sementara penduduk dewasa yang berusia 25 tahun
ke atas secara rata-rata hanya berpendidikan formal selama 3,79 tahun (setara
dengan kelas IV). Dengan berpegang pada program wajib belajar 9 tahun,
perlu upaya yang sangat ekstra agar penduduk dewasa usia 25 tahun ke atas
berpendidikan layak.

Seperti di tingkat provinsi, perubahan status pembangunan manusia juga


terjadi di tingkat kabupaten/kota. Dari 514 kabupaten/kota yang ada di
Indonesia, 30 kabupaten/kota mengalami perubahan status pembangunan
manusia di tahun 2016. Terdapat tiga kabupaten yang berhasil meninggalkan
status “rendah” di tahun 2016 dan berubah status menjadi “sedang”. Sementara
itu, dua puluh kabupaten/kota juga telah berhasil menanggalkan status
“sedang” dan saat ini telah masuk kategori “tinggi”. Terakhir, tujuh wilayah
berstatus kota telah berhasil memasuki status “sangat tinggi” di tahun 2016.

36 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Tabel 2.5 Perubahan Status di Kabupaten/Kota dari tahun 2015 ke
2016

Rendah-Sedang Sedang-Tinggi Tinggi-Sangat Tinggi


(1) (2) (3) (4)
Nias Utara Bireuen Banyumas Kota Jakarta Pusat
Mesuji Labuhan Batu Selatan Demak Kota Jakarta Barat
Timor Tengah Selatan Labuhan Batu Utara Kendal Kota Bandung
Tanah Datar Jombang Kota Madiun
Agam Nganjuk Kota Surabaya
Dharmasraya Lamongan Kota Tangerang Selatan
Kota Sawah Lunto Jembrana Kota Makasar
Pelalawan Barito Timur
Kota Tasikmalaya Tabalong

id
Kota Banjar Manokwari
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
.g
Di antara tiga kabupaten yang berhasil merubah statusnya dari “rendah”
ps
menjadi “sedang”, terdapat satu kabupaten yang termasuk baru. Kabupaten
Nias Utara diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia pada 29 Oktober
.b

2008, sebagai salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Nias. Meski
terbilang kabupaten baru, kemajuan yang dicapai Kabupaten Nias Utara
w

cukup menggembirakan. Tahun 2011, IPM Kabupaten Nias Utara hanya


w

sebesar 57,53 dan terkategori pada level pembangunan manusia “rendah”.


Dalam kurun waktu lima tahun, IPM kabupaten yang terkenal dengan Danau
//w

Megoto ini meningkat menjadi 60,23. Dengan capaian ini, Kabupaten Nias
Utara berhasil masuk dalam kategori pembangunan manusia “sedang”.
t p:

Pada kelompok wilayah yang berhasil masuk level pembangunan manusia


ht

“tinggi”, terdapat satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yaitu Kabupaten


Manokwari. Kabupaten ini menjadi salah satu kabupaten di wilayah Papuayaitu
sejak 8 November 1898. Meski bukan rahasia jika pembangunan di wilayah
Papua relatif tertinggal, nampaknya tidak demikian dengan Kabupaten
Manokwari. Bersama dengan Kota Sorong, kedua wilayah di Papua Barat ini
menjadi kabupaten dengan level “tinggi”. Hal ini memberikan sinyal positif
bahwa pembangunan manusia di wilayah Papua juga mengalami kemajuan
yang pesat.

Perubahan status yang paling menggembirakan terjadi pada tujuh wilayah


yang berhasil meningkatkan dari status pembangunan manusia dari “tinggi”
menjadi “sangat tinggi”. Ketujuh wilayah itu berstatus kota dan enam
diantaranya berada di Pulau Jawa. Kota Makasar menjadi satu-satunya kota di
luar Pulau Jawa yang berhasil merubah statusnya dari “tinggi” menjadi “sangat
tinggi” di tahun 2016. Sebagai pintu gerbang Sulawesi, Kota Makasar sarat

POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 37


akan aktivitas ekonomi. Pendidikan di kota yang terkenal dengan sebutan
Ujung Pandang di era 90-an ini juga cukup tinggi. Penduduk usia 25 tahun
ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan formal selama 11,07
tahun. Harapan untuk bersekolah anak-anak usia 7 tahun pun cukup tinggi,
mencapai 14,80 tahun. Tak heran apabila saat ini Kota Makasar menjadi satu-
satunya kota dengan level pembangunan manusia “sangat tinggi” di Sulawesi
Selatan.

Dalam pembahasan IPM, hal yang menarik untuk diangkat selain level
dan status pembangunan manusia yaitu kecepatan pertumbuhannya.
Pada beberapa kasus, wilayah yang memiliki IPM rendah justru terkadang
menunjukkan prestasi yang baik. Seperti halnya yang terjadi pada beberapa
kabupaten yang tertera pada Tabel 2.6 yang memiliki predikat sebagai 10
(sepuluh) “top movers” di tahun 2016. Dari sepuluh besar kabupaten/kota
dengan pertumbuhan IPM tertinggi tidak semuanya berada di Pulau Jawa.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak menutup kemungkinan konvergensi

id
wilayah dapat terwujud dengan adanya perbaikan pembangunan manusia
di Wilayah Timur yang dapat mengejar ketertinggalannya.

o.
Tabel 2.6
.g
10 Kabupaten/Kota dengan Pertumbuhan Tertinggi (2015-
2016)
ps
Kabupaten/Kota Pertumbuhan (%)
.b

(1) (2)
Nduga 4,27
w

Pegunungan Bintang 2,41


w

Lanny Jaya 2,21


//w

Lingga 1,89
Hulu Sungai Selatan 1,82
p:

Lombok Utara 1,78


Sumenep 1,66
t
ht

Sabu Raijua 1,66


Rote Ndao 1,65
Halmahera Tengah 1,58
Sumber : Badan Pusat Statistik

Pertumbuhan tertinggi di level kabupaten/kota tahun 2015 terjadi di


Kabupaten Nduga di Provinsi Papua dengan pertumbuhan sebesar 4,27
persen, dan capaian IPM pada tahun 2016 sebesar 26,56. Capaian IPM di
Kabupaten Nduga masih tergolong kedalam kategori rendah. Sebaliknya,
Kota Palu tumbuh lambat dengan pertumbuhan IPM hanya 0,13 persen di
tahun 2016. Hal ini wajar karena capaian pembangunan manusia di wilayah
ini sudah masuk kedalam kategori tinggi (79,73). Fenomena ini menjelaskan
bahwa semakin tinggi capaian pembangunan manusia maka kecepatan
pembangunan manusianya cenderung semakin melambat, tetapi jika
semakin rendah capaian pembangunan manusia suatu wilayah, kecepatan
pembangunan manusianya cenderung semakin cepat.

38 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Meningkat di Semua Komponen

Harapan hidup saat lahir pada tahun 2016 di kabupaten/kota cukup beragam.
Kabupaten Sukoharjo di Jawa Tengah meraih harapan hidup saat lahir
paling tinggi yaitu sebesar 77,46 tahun. Sementara itu, Kabupaten Nduga di
Papua menempati posisi terbawah dengan angka harapan hidup saat lahir
hanya sebesar 54,50 tahun. Pertumbuhan angka harapan hidup di kedua
kabupaten tersebut relatif tidak mengalami perubahan. Kondisi ini umum
terjadi pada semua wilayah mengingat keterkaitan multi-faktor yang dapat
mempengaruhi harapan hidup saat lahir seseorang, sehingga perubahan
yang signifikan dapat terjadi hanya dalam jangka waktu yang cukup lama.

Tabel 2.7 10 Kabupaten/Kota dengan Pembangunan Manusia Tertinggi


dan Terendah, 2016

Tertinggi

id
AHH HLS RLS Pengeluaran

o.
Sukoharjo Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh Kota Jakarta Selatan
Kota Semarang Kota Yogyakarta Kota Kendari Kota Jakarta Barat
Karanganyar Sleman .g Kota Ambon Kota Denpasar
ps
Kota Surakarta Kota Kendari Kota Tangerang Selatan Kota Yogyakarta
Kota Salatiga Kota Ambon Kota Jakarta Timur Kota Jakarta Utara
.b

Terendah
w

AHH HLS RLS Pengeluaran


w

Jayawijaya Intan Jaya Intan Jaya Deiyai


Seram Bagian Timur Puncak Jaya Yalimo Yahukimo
//w

Mamberamo Raya Pegunungan Bintang Pegunungan Bintang Mamberamo Tengah


Asmat Puncak Puncak Lanny Jaya
p:

Nduga Nduga Nduga Nduga


t

Sumber : Badan Pusat Statistik


ht

Seperti dimensi kesehatan, capaian dimensi pendidikan juga menunjukkan


keberagaman pada level kabupaten/kota. Rentang capaian angka harapan
lama sekolah pada tahun 2016 antara 2,34 tahun hingga 17,03 tahun. Salah
satu kabupaten/kota dari provinsi paling ujung barat Indonesia yaitu Kota
Banda Aceh memiliki capaian tertinggi dalam angka harapan lama sekolah
dengan capaian sebesar 17,03 tahun. Sementara itu, capaian terendah berada
di Kabupaten Nduga dengan angka harapan lama sekolah hanya sebesar 2,34
tahun.

Pada indikator pendidikan rata-rata lama sekolah, Kota Banda Aceh kembali
menempati posisi tertinggi dengan capaian 12,57 tahun. Artinya, di kota
ini rata-rata penduduk yang berumur 25 tahun ke atas telah mampu
menyelesaikan pendidikan menengah atas dan tengah menjalani jenjang
perguruan tinggi. Sangat kontras dengan penduduk di kategori yang sama di
POTRET PEMBANGUNAN MANUSIA 39
Kabupaten Nduga yang belum mampu menyelesaikan pendidikan formalnya
karena hanya mampu mengenyam pendidikan dalam 0,70 tahun. Hal ini
berarti bahwa secara rata-rata penduduk 25 tahun ke atas di Kabupaten
Nduga hanya mengenyam bangku kelas I, itu pun tidak sampai tamat.

Sementara itu, dimensi pembangunan manusia dari sisi ekonomi yang


diwakili pengeluaran per kapita yang disesuaikan menempatkan Kota
Jakarta Selatan di posisi tertinggi untuk level kabupaten/kota dengan
capaian sebesar Rp22.932.000,00 per tahun. Sangat jauh sekali dengan
kondisi di Kabupaten Nduga yang rata-rata penduduknya hanya memiliki
pengeluaran Rp3.725.000,00 per tahun. Kondisi di Daratan Papua memang
sangat memprihatinkan karena dari berbagai dimensi pembangunan masih
tertinggal jauh. Namun, optimisme perubahan ke arah yang lebih baik selalu
ada.

id
o.
.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

40 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


id
o.
.g
ps

Kapabilitas Dasar:
.b

Capaian dan Tantangan


w
w
//w
p:
t
ht

3
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Bab Kapabilitas Dasar:
3
Capaian dan Tantangan

M anusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya sehingga


tujuan utama pembangunan manusia adalah untuk memastikan bahwa
manusia dapat memperluas pilihan-pilhan yang dimiliki. Hal ini tentunya
dapat terwujud apabila manusia berumur panjang dan sehat, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, serta dapat memanfaatkan kemampuan
yang dimilikinya dalam kegiatan yang produktif. Hal tersebut sekaligus

id
merupakan tujuan utama dari pembangunan yaitu untuk menciptakan

o.
sumber daya manusia yang berkualitas.

.g
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan aset kekayaan bangsa
ps
sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas, pendidikan dan kesehatan merupakan modal
.b

utama yang harus dimiliki manusia agar mampu meningkatkan potensinya


dan berkontribusi dalam pembangunan. Pada umumnya, semakin tinggi
w

kapabilitas dasar yang dimiliki suatu bangsa, semakin tinggi peluang untuk
w

meningkatkan potensi bangsa itu.


//w

Pembangunan manusia yang masih terus bergulir di Indonesia hingga saat


ini mencatat perkembangan yang menggembirakan. Hal-hal yang mendasar
p:

dalam peningkatan kualitas manusia semakin meningkat. Walaupun


t

demikian, masih terdapat persoalan dasar yang harus diselesaikan pada masa
ht

mendatang agar kualitas manusia Indonesia terus meningkat.

Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan


Peningkatan kapabilitas dasar penduduk di bidang pendidikan dapat
dilakukan dengan berbagai macam upaya. Pemerintah Republik Indonesia
tengah berkonsentrasi penuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan
di Indonesia. Presiden Jokowi juga memberikan perhatian secara khusus
terhadap pendidikan di Indonesia lewat komitmennya dalam Nawacita.
Untuk merealisasikan itu, pemerintah menyusun Program Indonesia Pintar
(PIP) yang secara hukum tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Melalui PIP, pemerintah sangat serius untuk meningkatkan partisipasi


pendidikan dasar dan menengah. Tidak hanya itu, pemerintah juga berupaya

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 43


menurunkan kesejangan antarkelompok masyarakat. Selain itu, kualitas
pelayanan pendidikan, pemerataan sarana dan prasarana pendidikan,
serta peningkatan kualitas tenaga pengajar juga menjadi sasaran program
pemerintah. Dengan PIP ini, pemerintah berharap masyarakat yang
berpendidikan dapat terwujud karena pemerintah bertanggung jawab untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanah UUD 1945.

Kotak 5 RPJMN 2015-2019: Pelaksanaan Program Indonesia Pintar


Sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Pintar melalui
pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun pada RPJMN 2015-2019 adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah;
2. Meningkatnya angka keberlanjutan pendidikan yang ditandai
dengan menurunnya angka putus sekolah dan meningkatnya angka
melanjutkan;
3. Menurunnya kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok

id
masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin,

o.
antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah
perkotaan dan perdesaan, dan antardaerah;
.g
4. Meningkatnya kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki
ps
pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi;
5. Meningkatnya jaminan kualitas pelayanan pendidikan, tersedianya
.b

kurikulum yang andal, dan tersedianya sistem penilaian pendidikan


yang komprehensif;
w

6. Meningkatnya proporsi siswa SMK yang dapat mengikuti program


w

pemagangan di industri;
7. Meningkatnya kualitas pengelolaan guru dengan memperbaiki
//w

distribusi dan memenuhi beban mengajar;


8. Meningkatnya jaminan hidup dan fasilitas pengembangan ilmu
p:

pengetahuan dan karir bagi guru yang ditugaskan di daerah khusus;


9. Meningkatnya dan meratanya ketersediaan dan kualitas sarana dan
t
ht

prasarana pendidikan sesuai dengan standar pelayanan minimal; dan


10. Tersusunnya peraturan perundangan terkait Wajib Belajar 12 Tahun.
Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Partisipasi Pendidikan Cukup Tinggi Menuju Target RPJM 2015-2019


Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara, sehingga pemerintah
perlu menjamin bahwa warga negaranya minimal menikmati pendidikan
dasar hingga 9 tahun. Sesuai dengan RPJMN 2015-2019, partisipasi pendidikan
menjadi target dalam Program Indonesia Pintar. Untuk memonitor kemajuan
partisipasi pendidikan dalam program ini, pemerintah menggunakan
indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partispasi Murni (APM).

Secara umum, APK Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2011-2016.


Hingga tahun 2016, APK pada jenjang SD/Sederajat mencatat hasil yang

44 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 3.1 Angka Partisipasi Kasar (APK) Indonesia, 2011-2016
(Persen)

107,71 108,87 110,50 109,31 114,10


102,57 104,33
106,90
89,83 89,49 88,63 91,17 90,12
85,96 91,60

78,02 80,89
74,26
68,80 66,61
64,90

36,70
23,06 25,76 23,44
18,06 18,85 20,89

Target RPJMN 2015-2019

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2019

id
APK SD/MI/Paket A APK SMP/MTs/Paket B APK SM/MA/Paket C APK PT

o.
Sumber : Badan Pusat Statistik

.g
cukup tinggi. APK pada jenjang SD/Sederajat telah mencapai 109,31 persen.
Sementara itu, APK pada jenjang lain masih di bawah 100 persen. Pada jenjang
ps
SMP/Sederajat, APK telah mencapai 90,12 persen. Pada level SMA/sederajat,
persentase lebih rendah yaitu 80,89 persen. Pada jenjang perguruan tinggi
.b

APK jauh lebih rendah sebesar 23,44 persen.


w

Selain APK, indikator pendidikan lain yang tercantum dalam RPJMN 2015-
w

2019 adalah Angka Partisipasi Murni (APM). Untuk mendapatkan gambaran


//w

yang utuh tentang partisipasi sesuai dengan jejang pendidikan, indikator


p:

Gambar 3.2 Angka Partisipasi Murni (APM) Indonesia, 2011-2016


t

(Persen)
ht

95,59 96,45 96,70 96,82


91,07 92,54 94,80

77,53 77,82 77,95


73,88 82,00
68,36 70,93
67,50

59,35 59,71 59,95


51,88 54,25
48,07
Target RPJMN 2015-2019

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2019

APM SD/MI/Paket A APM SMP/MTs/Paket B APM SM/MA/Paket C

Sumber : Badan Pusat Statistik

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 45


APM memang lebih relevan. Secara umum, APM Indonesia untuk semua
jenjang pendidikan mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga 2016.
Hingga tahun 2016, capaian APM SD/Sederajat telah mencapai 96,82 persen.
Sementara itu, APM SMP/Sederajat baru mencapai 77,95 persen yang
memberikan gambaran bahwa lebih dari seperlima anak usia 13-15 tahun
tidak bersekolah pada jenjang SMP. Demikian pula, APM SMA/Sederajat
tercatat masih belum optimal, sebesar 59,95 persen pada tahun 2016.

Perkembangan APM SD/Sederajat yang terus meningkat dari tahun 2011


hingga 2016 mencatat capaian yang cukup menggembirakan. Pada tahun
2016, capaian APM SD/Sederajat Indonesia telah melampaui target RPJMN
pada tahun 2019. Hal ini berarti pekerjaan pemerintah berikutnya adalah
terus mengupayakan agar target APK dan APM SMP maupun SMA dapat
tercapai pada tahun 2019.

Mencapai target RPJMN pada tahun 2019 untuk indikator partisipasi sekolah

id
bukanlah pekerjaan yang mudah. Dengan melihat capaian pada tahun 2016,

o.
pekerjaan berat yang menanti pemerintah adalah meningkatkan APK SMP/
Sederajat, APK perguruan tinggi, serta APM SMA/Sederajat. Dalam tiga tahun
.g
ke depan, APK SMP/Sederajat harus meningkat sekitar 17 persen. Padahal,
dalam enam tahun terakhir APK SMP/Sederajat relatif stagnan pada kisaran
ps
90 persen. Sementara itu, APK perguruan tinggi harus mencapai target 36,70
persen pada tahun 2019. Padahal, dalam tiga tahun terakhir APK perguruan
.b

tinggi hanya berkisar pada angka 23 persen. Terakhir, target APM SMA/
w

Sederajat pada 2019 juga butuh upaya yang keras. Selama dua tahun terakhir,
APM SMA/Sederajat hanya berkisar pada angka 59 persen. Padahal, target
w

pada tahun 2019 harus mencapai 67,50 persen.


//w

Putus Sekolah Masih Terjadi Tetapi Cenderung Turun


p:

Keberhasilan program pendidikan juga turut ditunjang oleh partisipasi siswa


t
ht

dalam mengikuti jenjang pendidikan formal. Di Indonesia, putus sekolah


masih menjadi persoalan mendasar dalam dunia pendidikan. Pemerintah
berkomitmen untuk menurunkan angka putus sekolah sehingga komitmen
ini menjadi sararan pokok dalam Program Indonesia Pintar.

Jumlah siswa yang putus sekolah selama periode 2014 hingga 2016 semakin
turun. Kondisi ini terjadi pada semua jenjang, dari SD hingga SMA/Sederajat.
Nampaknya upaya yang dilakukan pemerintah mencatat perkembangan yang
positif. Penurunan angka putus sekolah pada tahun 2014/2015 di tingkat SD
mencapai 176.909 siswa. Angka ini bekurang drastis pada 2016/2017 menjadi
39.213 siswa.

Meskipun jumlah siswa putus sekolah turun, masih terdapat persolan


lain yang perlu mendapat perhatian. Di tingkat SMP dan SMA/Sederajat,
penurunan jumlah siswa yang putus sekolah cenderung tidak secepat pada
tingkat SD. Hal ini memang umum terjadi di Indonesia dimana putus sekolah

46 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 3.3 Jumlah Siswa Putus Sekolah di Indonesia, 2014-2016

176.909

154.501 118.353
109.163

68.066
85.000
39.213
51.541
38.702

2014/2015 2015/2016 2016/2017

SD SMP SMA dan SMK

Sumber : Rangkuman Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah 206/2017, Kemendikbud

id
o.
semakin tinggi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini menjadi
pekerjaan rumah pemerintah yang tidak mudah.
.g
ps
Minat Siswa Melanjutkan Sekolah ke SMA Masih Tinggi
.b

Selain persolan putus sekolah, fokus pemerintah juga terhadap minat siswa
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Perkembangan
w

minat ini dapat dipantau dengan melihat indikator angka melanjutkan.


w

Indikator ini berguna untuk melihat persentase siswa yang melanjutkan dari
SD ke tingkat SMP dan dari SMP ke SMA/SMK. Kesadaran masyarakat untuk
//w

memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara tidak langsung


tercermin dalam indikator ini.
t p:
ht

Gambar 3.4 Angka Melanjutkan di Indonesia, 2011-2016 (persen)

102,18
98,62 96,44 96,79
93,17 94,90

81,66 78,54
75,32 78,08
74,21 74,21

2011/2012 2012/2013 2013/2014 2014/2015 2015/2016 2016/2017

SD ke SMP SMP ke SMA/SMK


Sumber : Rangkuman Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah 206/2017, Kemendikbud

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 47


Indikator angka melanjutkan juga menjadi salah satu target pemerintah
dalam Program Indonesia Pintar. Secara umum, tingkat melanjutkan
cenderung meningkat selama 2014-2016. Pada periode 2016/2017 tingkat
melanjutkan dari SMP ke SMA/SMK telah mencapai 102,18 persen. Sementara
tingkat melanjutkan dari SD ke SMP pada tahun yang sama baru mencapai
78,08 persen. Tentunya, tingkat melanjutkan dari SD ke SMP dan juga dari
SMP ke SMA/SMK harus terus ditingkatkan di masa mendatang sehingga cita-
cita untuk mencapai wajib belajar 9 tahun bisa terwujud.

Ruang Kelas yang Baik Masih Minim

Sarana pendidikan yang berkualitas menjadi modal penting dalam


menunjang berlangsungnya aktivitas belajar mengajar. Salah satu sarana
pendidikan yang penting adalah ruang kelas. Ketersedian ruang menjadi
salah satu kunci penting berhasilnya proses belajar mengajar. Tidak hanya
itu, ruang kelas yang baik juga akan mendukung berhasilnya kegiatan belajar

id
mengajar yang berkualitas.

o.
Gambar 3.5 Perkembangan Jumlah Ruang Kelas Baik di Indonesia,
2014-2016 (persen)
.g
ps
44,93 46,56 45,66
.b

28,73
w

26,97
24,25
w

25,74
23,85
21,93
//w
p:

2014/2015 2015/2016 2016/2017


t
ht

SD SMP SMA dan SMK

Sumber : Rangkuman Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah 206/2017, Kemendikbud

Secara umum, jumlah ruang kelas yang berstatus baik semakin meningkat
selama dua tahun terakhir. Peningkatan terjadi pada jenjang SD dan SMP.
Hal ini berdampak positif terhadap aktivitas belajar mengajar. Namun pada
jenjang SMA dan SMK terjadi sedikit penurunan pada tahun 2016/2017.

Tren ruang kelas yang berstatus baik selama dua tahun terakhir menunjukkan
perkembangan positif terhadap program pendidikan yang digulirkan
pemerintah. Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian secara terus
menerus adalah jumlah ruang kelas berstatus baik yang masih minim. Tahun
2016/2017, jumlah ruang kelas berstatus baik di tingkat SD hanya 25,74
persen saja. Artinya, hampir tiga per empat ruang kelas di SD masih kurang
baik. Hal yang sama juga terjadi pada jenjang SMP. Sementara pada jenjang

48 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


SMA dan SMK, jumlah ruang kelas yang berstatus baik pada tahun terakhir
hanya 45,66 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih dari separuh ruang
kelas di SMA dan SMK kurang baik untuk kegiatan belajar mengajar.

Capaian dan Tantangan Bidang Kesehatan


Salah satu komponen dalam penentuan kualitas hidup manusia selain
pendidikan adalah kesehatan. Kualitas hidup manusia sangat tergantung dari
derajat kesehatannya. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, pemerintah menyusun program kesehatan yang sejalan
dengan Nawacita. Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah mengusung tema
program yang sarat dengan cita-cita manusia Indonesia yang berkualitas,
yaitu Program Indonesia Sehat.

id
Kotak 6 RPJMN 2015-2019: Pelaksanaan Program Indonesia Sehat

o.
Sasaran yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada RPJMN
.g
2015-2019 adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
ps
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
.b

kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah:


1. meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;
w

2. meningkatnya pengendalian penyakit;


w

3. meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan


rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan;
//w

4. meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu


Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial
p:

Nasional (SJSN) Kesehatan,


5. terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta
t
ht

6. meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.


Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan


kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat setiap orang (Sumber:
Renstra Kemenkes 2015-2019). Hal ini dilakukan sebagai investasi bagi
pembangunan manusia yang produktif secara sosial ekonomis. Keberhasilan
dalam melakukan pembangunan di bidang kesehatan ditandai dengan
penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang tinggi.

Berdasarkan Teori Henrik L. Blum (Notoadmodjo, 2007), derajat kesehatan


penduduk dapat diukur dari angka kematian (mortalitas) dan angka kesakitan

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 49


(morbiditas). Angka mortalitas menunjukkan jumlah satuan kematian per
1000 individu per tahun. Angka Harapan Hidup (AHH) dapat menunjukkan
tingkat kematian yang dilihat dari sisi harapan hidupnya. Pada tahun 2016
capaian AHH Indonesia sebesar 70,90 tahun atau meningkat 0,12 tahun
dibandingkan tahun 2015. Sementara itu, selama enam tahun terakhir AHH
Indonesia telah meningkat sebesar 1,09 tahun.

Sementara itu morbiditas adalah penduduk yang mengalami keluhan


kesehatan dan menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. Semakin
tinggi morbiditas menunjukkan rendahnya tingkat kesehatan penduduk.
Artinya semakin banyak penduduk yang mengalami keluhan kesehatan. Hal
ini menunjukkan masyarakat rentan terhadap berbagai macam penyakit
yang timbul akibat lemahnya daya resistensinya. Kondisi kesehatan yang
buruk akan berdampak pada usia harapan hidup dan tingkat mortalitas.
Berdasarkan data Susenas tahun 2016, angka morbiditas penduduk di
Indonesia sebesar 15,18 persen. Angka tersebut menurun jika dibandingkan

id
tahun 2015 yaitu sebesar 16,15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kesehatan penduduk Indonesia semakin membaik dalam setahun terakhir.

o.
Adapun keluhan kesehatan yang sering dialami penduduk adalah panas,
.g
sakit kepala, batuk, pilek, diare, asma/sesak nafas, dan sakit gigi.
ps
Berdasarkan teori Henrik L. Blum, tingkat mortalitas dan morbiditas penduduk
yang merupakan ukuran dari derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh
.b

empat faktor penentu yaitu faktor lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan


w

kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh


yang paling besar yaitu 45 persen. Sementara itu, pengaruh perilaku
w

kesehatan sebesar 30 persen, pelayanan kesehatan sebesar 20 persen, dan


//w

kependudukan/keturunan sebesar 5 persen. Keempat faktor tersebut saling


terkait dan berinteraksi dengan faktor lingkungan dan perilaku kesehatan
p:

yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan manusia


(Kasnodihardjo dkk, 1997).
t
ht

Gambar 3.6 Analisis Derajat Kesehatan (Konsep Henrik L. Blum)

Sumber : Kementerian Kesehatan RI

50 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Kondisi Lingkungan Belum Sepenuhnya Sehat

Berdasarkan konsep derajat kesehatan yang dikemukakan oleh Blum, faktor


terbesar yang memengaruhi derajat kesehatan yaitu faktor lingkungan.
Lingkungan memberikan peran yang paling penting dan berpengaruh
positif terhadap terwujudnya kesehatan masyarakat yang baik. Lingkungan
juga merupakan faktor yang berpengaruh dalam penularan dan munculnya
suatu penyakit. Oleh sebab itu, harus diupayakan untuk meningkatkan
kondisi lingkungan yang sehat dari masa ke masa. Disamping itu, lingkungan
yang baik juga secara tidak langsung berhubungan dengan keturunan dan
pelayanan kesehatan.

Beberapa indikator yang menunjukkan kondisi lingkungan dalam mendukung


derajat kesehatan antara lain adalah kepemilikan tempat buang air besar,
kondisi sanitasi, dan akses terhadap air minum yang bersih, dan jenis lantai
terluas. Berdasarkan data Susenas tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat

id
89,16 persen rumah tangga Indonesia yang sudah memiliki tempat buang air

o.
besar. Dengan kata lain masih ada 10,84 persen rumah tangga di Indonesia
yang tidak memiliki tempat buang air besar.
.g
ps
Indikator lain adalah akses sanitasi layak yang merupakan fasilitas sanitasi
yang memenuhi syarat kesehatan (dilengkapi dengan kloset leher angsa dan
.b

dengan tempat pembuangan tangki septik). Faktor sanitasi sangat penting


karena masyarakat membutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika sanitasi
w

layak tidak terpenuhi, maka fasilitas tersebut akan rentan dalam menularkan
w

dan menumbuhkan penyakit. Pada tahun 2016 rumah tangga Indonesia yang
sudah menikmati sanitasi layak hanya sebesar 67,80 persen. Artinya, masih
//w

ada sekitar 33,2 persen rumah tangga yang belum menggunakan fasilitas
buang air dengan sanitasi layak.
t p:

Sementara itu, akses terhadap air bersih merupakan salah satu indikator
ht

yang juga berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat. Dengan adanya


pembangunan sarana air bersih di suatu wilayah/daerah, beberapa infeksi oleh
mikrobakteria, misalnya kolera, desentri, thypus dan lainnya dapat dikurangi
(Said, 1999). Namun demikian, suplai air bersih tersebut harus memenuhi
standar kesehatan agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat.
Di Indonesia, pada tahun 2016 masih terdapat 25,89 persen rumah tangga
yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum bersih. Artinya masih
ada sekitar seperempat rumah tangga di Indonesia yang rentan terhadap
infeksi penyakit akibat mirobakteria. Oleh sebab itu, menjadi tanggung jawab
bagi pemerintah untuk memberikan penyuluhan mengenai penggunaan air
bersih oleh masyarakat, sekaligus juga memberikan fasilitas air bersih yang
dapat digunakan oleh masyarakat.

Selain beberapa indikator lingkungan di atas, jenis lantai rumah juga


berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Lantai yang baik harus selalu
kering (Achmadi, 2008). Syarat yang paling penting adalah tidak berdebu
KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 51
Gambar 3.7 Indikator Lingkungan, 2016

Rumah tangga Rumah tangga


yang memiliki yang memiliki
fasilitas buang air sanitasi layak
besar

89,16 % 67,80 %
Rumah tangga Rumah tangga
yang memiliki dengan lantai
sumber air minum terluas bukan
layak tanah

74,14 % 93,58 %

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan, sehingga penularan
penyakit dapat dihindari. Kriteria lantai yang baik adalah yang berasal dari
.g
ubin atau semen, bukan dari tanah, karena tanah cenderung lembab dan
ps
tidak memenuhi kriteria tersebut. Namun demikian, pada tahun 2016 masih
terdapat 6,42 persen rumah tangga di Indonesia yang jenis lantai terluasnya
.b

adalah tanah, karena yang menggunakan lantai bukan tanah tercatat sebesar
93,58 persen. Hal ini juga terkait dengan tingkat kemiskinan penduduk. Oleh
w

sebab itu peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang harus


w

dilakukan karena juga berpengaruh langsung terhadap kualitas kesehatan


masyarakat.
//w

Dengan perkembangan berbagai indikator lingkungan di atas, maka secara


p:

umum kondisi lingkungan penduduk Indonesia belum sepenuhnya aman


terhadap penularan penyakit. Khususnya untuk indikator sanitasi yang layak
t
ht

dan akses terhadap air bersih, capaian angka indikatornya masih jauh dari
angka ideal. Oleh sebab itu, upaya memperbaiki lingkungan menjadi lebih
sehat menjadi suatu hal yang menjadi prioritas untuk memperbaiki kesehatan
masyarakat. Tanpa lingkungan yang sehat, berbagai penyakit akan cepat
muncul dan menular sehingga akan menambah angka morbiditas yang pada
akhirnya akan mengurangi angka harapan hidup.

Fasilitas Kesehatan Terus Meningkat

Salah satu faktor penentu untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status
kesehatan penduduk adalah pelayanan kesehatan. Indikator yang dapat
mengukur pelayanan kesehatan adalah ketersediaan fasilitas dan sarana
kesehatan. Pemerintah sendiri telah menjamin penyediaan fasilitas kesehatan
dalam Undang Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana
setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau. Oleh sebab itu faktor kemudahan akses

52 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 3.8 Persentase Desa Menurut Fasilitas Kesehatan, 2011 dan
2014

94,06
93,98
46,62
45,47

38,90
35,13
30,36
28,05

20,09
17,50
16,77
16,27
12,05
11,54

10,92
9,00

9,00
7,76
4,48
2,81
2,44
2,27

Rumah Sakit Rumah Sakit Poliklinik Puskesmas Pustu Praktek Praktek Poskesdes Polindes Posyandu Apotek
Bersalin Dokter Bidan

2011 2014

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
terhadap fasilitas kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

.g
harus terus diupayakan dalam rangka membangun kesehatan masyarakat.
Akses terhadap fasilitas kesehatan ditunjukkan dengan adanya peningkatan
ps
jumlah, jaringan dan kualitas fasilitas kesehatan (Ridwan dan Saftarina, 2015).
.b

Berdasarkan data Potensi Desa (Podes) rata-rata jumlah fasilitas kesehatan


w

meningkat selama periode 2011-2014, yang terlihat dari persentase desa yang
memiliki fasilitas kesehatan namun masih belum menjangkau di semua desa
w

di Indonesia (Gambar 3.8). Dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya,


//w

ketersediaan posyandu lebih merata. Walaupun demikian, persentase desa


yang mempunyai posyandu sedikit menurun dari 94,06 persen menjadi 93,98
persen. Selain posyandu, praktek bidan juga cukup tinggi dibanding lainnya
p:

meskipun persentasenya masih di bawah 50 persen. Nampaknya pelayanan


t

untuk balita dan ibu hamil lebih diupayakan merata hampir di semua desa.
ht

Kesadaran terhadap Perilaku Sehat Masih Kurang

Perilaku sehat sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat. Dalam


teori Blum (1974), perilaku sehat menyumbang 30 persen dalam mengukur
derajat kesehatan manusia. Salah satu contoh perilaku sehat adalah tidak
merokok. Di Indonesia, menghindari merokok oleh sebagian penduduknya
sepertinya sangat sulit dilakukan, khususnya penduduk laki-laki. Bahaya
rokok bagi kesehatan sangat besar karena mengandung nikotin. Menurut Sue
Armstrong (1991), nikotin merupakan bahan kimia yang tidak berwarna dan
merupakan salah satu racun paling keras. Dalam jumlah besar, nikotin sangat
berbahaya, yaitu antara 20 mg sampai 50 mg nikotin dapat menyebabkan
terhentinya pernapasan. Selain nikotin, rokok juga mengandung karbon
monoksida dan tar yang berbahaya bagi kesehatan (Mandagi, 1996).
Tidak hanya kandungan zatnya, asap rokok juga juga berbahaya karena

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 53


Gambar 3.9 Penduduk Menurut Kebiasaan Merokok dan Wilayah, 2016
(persen)
Nasional
Tidak Tahu
0,72%

Merokok Tidak Setiap


Merokok Setiap Hari Hari

20,78% 2,22%
Perkotaan Perdesaan
0,65 0,79

77,51 74,98

2,26 2,18

Tidak Merokok
76,28%
19,58 22,05

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
mengandung polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab
itu, seseorang yang merokok tidak hanya membahayakan dirinya namun
juga orang-orang sekitarnya yang umum disebut perokok pasif.
.g
ps
.b

Berdasarkan data Susenas 2016, penduduk Indonesia yang merokok sebesar


23 persen, dan sebagian besar merokok setiap hari. Angka merokok ini akan
w

lebih besar di desa dibandingkan di kota. Gambaran ini menunjukkan pola


w

hidup sehat di kota sedikit lebih baik dibandingkan di desa. Meskipun hanya
kurang dari seperempat penduduk di Indonesia yang merokok, namun
//w

dampaknya tidak hanya pada penduduk yang merokok tetapi juga kepada
penduduk di sekitarnya.
p:

Perilaku kebiasaan merokok dapat menular ke anak-anak. Menurut Jeanne


t
ht

(1996) biasanya orang mulai merokok karena orang lain merokok. Hal ini akan
berdampak sangat cepat menyerang anak-anak karena mencontoh orang di
sekelilingnya, yaitu orang tua, saudara, dan teman-temannya. Oleh sebab itu,
anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi dari kebiasaan
merokok agar mereka terhindar dari berbagai penyakit di kemudian hari.
Regulasi yang ketat terhadap penggunaan rokok harus diterapkan agar
penggunaan rokok dapat agar lebih terawasi.

Gizi Ibu dan Anak Cukup Baik

Gizi memegang peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Gizi yang
seimbang akan memastikan tumbuh kembang penduduk yang berkualitas.
Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah memprioritaskan gizi terhadap ibu dan
balita. Untuk memastikan balita mendapatkan gizi yang cukup, pemerintah
menargetkan dua indikator, yaitu prevalensi kekurangan gizi (underweight)
pada anak balita dan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada

54 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 3.10 Persentase Balita Usia Gambar 3.11 Persentase Balita Usia
0-59 Bulan Menurut Status Gizi 0-23 Bulan Menurut Status Gizi
dengan Indeks BB/U, 2016 dengan Indeks TB/U, 2016
Gizi Lebih Gizi Buruk
1,5 3,4

Sangat Pendek
7,1
Gizi Kurang
14,4 Pendek
14,6

Normal
Gizi Baik 78,3

id
80,7

o.
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 2016, Kementerian Kesehatan RI

.g
anak bawah dua tahun (baduta). Prevalensi kurang gizi ditargetkan 17 persen
ps
dan prevalensi stunting ditargetkan 28 persen pada tahun 2019.
.b

Saat ini, angka prevalensi kurang gizi di Indonesia tercatat 17,8 persen. Hal ini
w

berarti bahwa balita yang gizinya cukup telah mencapai 82,2 persen. Dengan
upaya yang konsisten, target prevalensi sebesar 17 persen pada tahun 2019
w

bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Sementara itu, prevalensi stunting
//w

pada baduta hingga saat ini tersisa 21,7 persen. Artinya, satu dari lima baduta
di Indonesia memiliki tinggi badan yang tidak normal sesuai umurnya.
p:

Meskipun demikian, angka ini telah melebihi target pada tahun 2019. Namun,
upaya untuk terus menekan prevalensi stunting harus terus dilakukan agar
t

manusia di kemudian hari semakin berkualitas.


ht

Tantangan di Bidang Ekonomi


Penurunan Angka Kemiskinan Stagnan

Kapabilitas seseorang dalam ekonomi seringkali terbentur oleh kemiskinan.


Faktor kemiskinan dapat menghambat berbagai aspek dalam kehidupan
diantaranya aksesibilitas terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang
memadai, padahal kedua aspek tersebut merupakan kapabilitas dasar dalam
pembangunan manusia. Sayangnya menanggulangi kemiskinan bukan
perkara yang mudah karena terkait dengan berbagai dimensi kehidupan
yang saling berpengaruh satu sama lain.

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 55


Gambar 3.12 Tren Kemiskinan di Indonesia, 2011-2016 (Persen)

12,49
12,36
11,96
11,66
11,37 11,47
11,25 11,22 11,13
10,96 10,86
10,70

2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016
Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept

Sumber : Badan Pusat Statistik

id
Selama periode 2011 hingga 2016, jumlah maupun persentase penduduk

o.
yang berada di bawah garis kemiskinan cenderung berkurang. Namun
demikian, pergerakan kedua indikator tersebut belum secepat yang
.g
diharapkan, terlebih lagi jika melihat perbandingan kemiskinan di perkotaan
ps
dan perdesaan yang masih terlihat sangat berbeda. Pada September 2016,
tercatat sebanyak 13,96 persen penduduk miskin di perdesaan dan hanya
.b

sekitar 7,73 persen yang berada di perkotaan.


w

Lambatnya penurunan kemiskinan juga didukung oleh kondisi stagnan


w

dalam ketimpangan pengeluaran penduduk yang dicerminkan oleh gini


//w

rasio. Perkembangan gini rasio Indonesia dari tahun 2011 hingga 2014rasio
cenderung tetap dengan ketimpangan yang lebih tinggi di wilayah perkotaan
dibanding wilayah perdesaan.
t p:
ht

Gambar 3.13 Tren Gini Rasio Pengeluaran di Indonesia, 2011-2016

0,413 0,413 0,414


0,410 0,410

0,408
0,406 0,406
0,402
0,397
0,394
0,388

2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016
Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept

Sumber : Badan Pusat Statistik

56 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Sementara itu, menurut paradigma yang dikemukakan oleh Amartya Sen
(1989) dalam UNDP (1996), pembangunan manusia adalah perluasan
kebebasan yang nyata yang dinikmati oleh manusia. Kebebasan salah
satunya bergantung pada faktor ekonomi yang di dalamnya terkandung
makna adanya kesetaraan atau pemerataan (UNDP, 1996).

Penurunan Pengangguran Belum Optimal

Penurunan kemiskinan yang kurang cepat pada tahun 2016 juga dibarengi
dengan punurunan pengangguran yang belum optimal. Pada Agustus 2016,
tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,61 persen atau sekitar 7 juta
penduduk yang menganggur. Jumlah ini hampir mendekati dua kali lipat
penduduk DI Yogyakarta pada tahun 2016. Tingkat pengangguran terbuka
sedikit lebih tinggi dari Februari 2016 yang mencapai 5,50. Kondisi ini cukup
memprihatinkan mengingat kemiskinan dan pengangguran saling berkaitan
satu sama lain. Pengangguran mengurangi pendapatan yang pada akhirnya

id
mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin

o.
turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan
meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak
.g
memiliki pendapatan. Sebaliknya, kemiskinan akan menjerat seseorang
dalam lingkaran setan sehingga membatasi kapabilitas seseorang untuk
ps
menciptakan output yang bernilai ekonomi akibat keterbatasan sumber daya
yang dimiliki.
.b
w

Gambar 3.14 Tren Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia, 2011-


w

2016 (Persen)
//w

7,48

6,18
p:

7,41 6,17 5,94


7,14 6,96 5,61
t

6,37 6,13
ht

5,88 5,70 5,81


5,50

2010 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari 7 juta orang penganggur pada Agustus 2016, mayoritas penganggur


berpendidikan SMA atau sederajat. Penganggur yang belum pernah sekolah
atau belum tamat SD lebih sedikit dibandingkan penganggur yang pernah

KAPABILITAS DASAR: CAPAIAN DAN TANTANGAN 57


Gambar 3.15 Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan di
Indonesia, Agustus 2016

Akademi/
Diploma Tidak/belum
Tidak/belum 3,12
pernah sekolah
tamat SD
0,84
5,46

Universitas
8,07

SD SMA/SMK
14,73 49,36

id
o.
.g
ps
SLTP
18,41
.b
w
w

Sumber : Badan Pusat Statistik


//w

mengenyam bangku kuliah. Dengan melihat fenomena ini maka terlihat


adanya mismatch atau ketidaksesuaian antara profil lulusan perguruan tinggi
p:

dengan kualifikasi tenaga kerja siap pakai yang dibutuhkan perusahaan.


Sistem pendidikan perguruan tinggi dan pilihan jurusan seharusnya
t
ht

menyesuaikan kebutuhan, terlebih lagi tantangan dalam perekonomian


global akan memperberat daya saing tenaga kerja dengan diberlakukannya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

58 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


id
o.
.g
ps

Ketimpangan
.b
w

Pembangunan Manusia
w
//w
p:
t
ht

4
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Bab Ketimpangan
4
Pembangunan Manusia

P ada hakikatnya, pembangunan nasional harus bersifat adil, demokratis,


terbuka, partisipatif, dan terintegrasi. Hal ini sesuai dengan tujuan
pembangunan manusia yaitu untuk memperluas pilihan bagi masyarakat.
Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil.
Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus
agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat

id
dari kesempatan-kesempatan ini. Artinya, semua penduduk dijamin oleh

o.
pemerintah untuk dapat memperluas pilihan-pilihannya tanpa membeda-
bedakan.
.g
ps
Namun, berbagai macam faktor menyebabkan kemajuan pembangunan
manusia menjadi berbeda-beda. Hal ini berdampak pada lahirnya kesenjangan
.b

pembangunan manusia. Kesenjangan muncul antarindividu, antargender,


antardimensi, dan antarwilayah.
w
w

Kesenjangan pembangunan manusia yang muncul harus ditekan. Idealnya,


setiap individu mempunyai kesempatan dan pilihan yang sama. Begitu pula
//w

dengan kesempatan dan pilihan yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan.
Tentu saja hal tersebut harus merata di semua wilayah, di manapun mereka
p:

berada dan pada dimensi apapun. Oleh karena itu, pemerintah memiliki
tanggung jawab dalam mengatasi kesenjangan pembangunan termasuk
t
ht

pembangunan manusia, dimana pemerintah lebih berperan untuk


menyediakan fasilitas dan melakukan koordinasi.

Ketimpangan Antarindividu
Manusia adalah fokus utama dalam pembangunan manusia. Individu harus
dapat dipastikan memiliki kesempatan yang sama dalam memperluas pilihan-
pilihannya. Konsep ini akan menjamin bahwa semua individu mempunyai
capaian pembangunan manusia yang sama.

Kenyataannya, hal tersebut tidaklah mudah dicapai. Kesenjangan


pembangunan manusia yang terjadi antarindividu tidak dapat dihindari.
Ini mengindikasikan bahwa kesempatan untuk memperluas pilihan tidak

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 61


terdistribusi merata. Sebagian penduduk dapat memperoleh pilihan-
pilihannya, sementara yang lain berada dalam keterbatasan pilihan untuk
mengakses sumber daya.

Gambar 4.1 Tren Gini Rasio Lama Sekolah Usia 25 Tahun ke Atas di
Indonesia, 2010-2016

0,396

0,326
0,345 0,336 0,329 0,327 0,325

id
o.
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik


.g
ps
Gini rasio dapat menunjukkan ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
Indikator lama sekolah yang digunakan dalam menghitung pembangunan
.b

manusia juga menyimpan fenomena ketimpangan. Selama kurun waktu


w

2010 hingga 2016, ketimpangan lama sekolah penduduk usia 25 tahun


ke atas masih terjadi. Meskipun secara umum gini rasio lama sekolah
w

menunjukkan tren yang turun, ada kecenderungan stagnan. Selama tiga


//w

tahun terakhir, gini rasio lama sekolah cenderung konstan pada level 0,326.
Hal ini mengindikasikan bahwa kesenjangan lama sekolah antarindividu
p:

tidak banyak berubah. Tentunya hal ini menjadi pekerjaan berat pemerintah
agar masyarakat dapat memperoleh pendidikan secara merata.
t
ht

Tidak hanya di bidang pendidikan, ketimpangan juga terjadi pada bidang


ekonomi. Gini rasio pengeluaran di Indonesia juga masih pada kisaran 0,39
pada September 2016. Hal ini juga memberikan sinyal bahwa kesenjangan
antarindividu dari sisi ekonomi masih terjadi dan relatif cukup tinggi.
Meskipun terjadi sedikit penurunan pada 2016, perkembangan gini rasio
pengeluaran secara umum relatif stagnan selama 2011 hingga 2016.

Ketimpangan Mengaburkan Potensi Pembangunan Manusia

Ketimpangan antarindividu yang terjadi telah mengaburkan fakta


meningkatnya capaian pembangunan manusia. Oleh karena itu, idealnya
capaian pembangunan manusia perlu mempertimbangkan ketimpangan
yang terjadi. UNDP telah memperkenalkan indikator pembangunan manusia
yang memperhitungkan ketimpangan.

62 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Tahun 2010, bersama dengan diperkenalkannya IPM dengan metode yang baru,
UNDP memperkenalkan indikator Inequality adjusted Human Development
Index (IHDI). IPM pada dasarnya merupakan potensi pembangunan manusia
pada suatu wilayah, sementara IHDI menggambarkan capaian pembangunan
manusia yang sebenarnya.

IPM menggambarkan keadaan pembangunan manusia ketika tidak terjadi


ketimpangan, dimana semua orang menikmati perluasan pilihan tanpa
perbedaan. Sayangnya, hal itu terkadang tidak sesuai dengan kenyataan.
Faktanya, ketimpangan selalu terjadi sehingga pilihan-pilihan individu tidak
sama. Ketika ketimpangan terjadi, capaian pembangunan manusia yang
diraih tidak sama dengan potensinya. Akibatnya, IHDI lebih kecil dibanding
IPM. Namun, apabila tidak terjadi ketimpangan maka IHDI akan sama dengan
IPM.

Ketimpangan capaian pembangunan manusia digambarkan dengan

id
indikator loss pembangunan manusia. Indikator ini dapat diartikan sebagai

o.
pembangunan manusia yang hilang akibat ketimpangan. Semakin besar nilai
loss, semakin besar pula ketimpangan pembangunan manusia yang terjadi.
.g
Ketika loss bernilai nol, ketimpangan pembangunan manusia tidak terjadi.
ps
Gambar 4.2 Komponen Inequality adjusted Human Development Index
(IHDI) di Indonesia, 2015
.b
w

Life
Expectancy
w

Index
//w
t p:
ht

Education
Income Index
Index

Potential Adjusted
Sumber : Human Development Report (HDR) 2016, UNDP

Dalam Human Development Report (HDR) 2016, UNDP melaporkan IPM


Indonesia pada tahun 2015 mencapai 0,689. Sayangnya, ketimpangan
masih hadir dalam pembangunan manusia di Indonesia. Akibatnya, IPM
Indonesia yang telah dikoreksi dengan ketimpangan (IHDI) hanya mencapai

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 63


0,563. Besarnya ketimpangan yang dinyatakan dengan loss mencapai 18,2
persen. Nilai ini tentu bukanlah capaian yang menggembirakan. Potensi
pembangunan manusia yang mestinya dapat tercapai justru tidak optimal
karena loss mencapai 18,2 persen.

Ketimpangan pembangunan manusia di Indonesia terjadi pada semua


dimensi. Pendidikan memberikan potret ketimpangan yang cukup
mengkhawatirkan. Loss yang terjadi pada dimensi pendidikan mencapai
20,8 persen. Pada dimensi standar hidup layak, ketimpangan mencapai 17,3
persen. Sementara pada dimensi kesehatan, ketimpangan tercatat paling
rendah di antara dimensi yang lain, yaitu 16,5 persen.

Dengan melihat dampak ketimpangan individu terhadap pembangunan


manusia, paradigma pembangunan yang merata harus dikuatkan. Hal ini
tentu untuk menjamin tujuan pembangunan manusia dapat tercapai. Dengan
demikian, semua orang dapat menikmati pilihan-pilihan tanpa perbedaan.

id
o.
Ketimpangan Gender .g
ps
Istilah gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan secara
.b

biologis. Konsep gender mengacu pada laki-laki dan perempuan dalam


peran, perilaku, kegiatan, serta atribut yang dikonstruksikan secara sosial.
w

Perbedaan ini tidak menjadi masalah bila disertai dengan keadilan. Akan
w

tetapi, ketidakadilan yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian bagi laki-


//w

laki maupun perempuan. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan


hak yang semestinya didapatkan agar laki-laki dan perempuan memperoleh
kesempatan yang sama untuk berperan dan ikut berpartisipasi dalam setiap
p:

aspek kehidupan.
t
ht

Isu gender memang sudah sejak lama menjadi perhatian dunia. Dalam
agenda pembangunan global yang bertajuk Sustainable Development Goals
(SDGs), isu gender menjadi salah satu target dalam SDGs. Pada goal kelima,
United Nations (UN) berkomitmen untuk mencapai kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan di seluruh dunia.

UNDP juga sangat menyoroti isu gender dan memasukkannya dalam beberapa
indikator yang lebih spesifik. Pada HDR 2010, UNDP telah memperkenalkan
dua indikator yang telah mempertimbangkan aspek gender. Kedua indikator
itu adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Gender Inequality Index
(GII). IPG dihitung untuk melihat capaian pembangunan manusia yang
diraih oleh laki-laki dan perempuan, sementara GII lebih menekankan pada
ketimpangan yang terjadi antargender.

64 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Pencapaian Laki-laki Masih Lebih Baik daripada Perempuan

Pembangunan manusia yang berhasil dicapai laki-laki masih lebih tinggi


dibanding perempuan. Hal ini tercermin dalam IPG Indonesia pada tahun
2015. BPS mencacat bahwa IPG Indonesia telah mencapai 91,03. Artinya,
capaian pembangunan manusia laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Secara konseptual, capaian ini merefleksikan masih adanya ketimpangan
gender.

Gambar 4.3 Perkembangan Indeks Pembangunan Gender (IPG)


Indonesia, 2010-2015
90,07 90,19 90,34 91,03
89,42 89,52

73,58

id
72,69 73,36
70,94 71,45 71,98

o.
63,43 63,96 .g64,83 65,56 66,27 66,98
ps
.b

2010 2011 2012 2013 2014 2015


w

IPM Laki-laki IPM Perempuan IPG


w

Sumber : Badan Pusat Statistik


//w

Perempuan cukup tertinggal dari sisi pendidikan dan ekonomi dibanding


p:

laki-laki. Tahun 2015, rata-rata lama sekolah perempuan yang berusia 25


tahun ke atas hanya 7,35 tahun. Sementara laki-laki telah menempuh
t

pendidikan selama 8,35 tahun. Dari sisi ekonomi, rata-rata pengeluaran per
ht

kapita perempuan di Indonesia sekitar Rp 8,5 juta selama setahun. Ini jauh
lebih kecil dibanding pengeluaran per kapita laki-laki yang mencapai Rp 14,2
juta selama setahun.

Ketimpangan gender dari sisi pendidikan memang masih terjadi. Namun,


kondisinya tidak seburuk sisi ekonomi. Beberapa indikator pendidikan
bahkan telah mencatat capaian perempuan telah melampaui laki-laki,
misalnya harapan lama sekolah dan angka partisipasi murni (APM). Harapan
lama sekolah perempuan pada tahun 2015 tercatat mencapai12,68 tahun,
sementara harapan lama sekolah laki-laki hanya 14,42 tahun. Angka partisipasi
murni pada tingkat SMA juga menunjukkan capaian perempuan yang lebih
tinggi. APM perempuan tercatat mencapai 61,13 persen sedangkan laki-laki
hanya 57,55 persen.

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 65


Gambar 4.4 Rata-Rata Upah/Gaji/Pendapatan Bersih (ribu rupiah)
Sebulan Pekerja , Agustus 2016
2.755,37

2.192,72
1.858,21
1.655,60

1.250,36
1.157,14

679,42 736,63

Berusaha Sendiri Buruh/ karyawan/ Pekerja bebas di Pekerja bebas di


pegawai pertanian nonpertanian

Laki-laki Perempuan

id
Sumber : Badan Pusat Statistik, Keadaan Pekerja di Indonesia Agustus 2016

o.
Dari sisi ekonomi, ketimpangan gender cenderung lebih lebar. Survei
Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2016 mencatat bahwa sekitar
.g
61,6 persen penduduk yang bekerja adalah laki-laki. Upah yang diterima laki-
ps
laki juga lebih tinggi dibanding perempuan, baik pada yang berusaha sendiri,
buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas di pertanian, maupun pekerja
.b

bebas di nonpertanian. Bahkan, upah yang diterima laki-laki yang bekerja


bebas di nonpertanian lebih dari dua kali lipat dibanding perempuan.
w
w

Meskipun ketimpangan gender masih terjadi, selama 2010 hingga 2015


IPG Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini memberikan sinyal
//w

positif bahwa ketimpangan gender semakin berkurang. Indikator GII juga


memberikan gambaran yang serupa. Perkembangan GII di Indonesia
p:

menunjukkan ketimpangan gender yang semakin kecil. Selama lima belas


t
ht

Gambar 4.5 Gender Inequality Index (GII) di Indonesia, 2000-2016

0,564
0,533
0,486 0,481 0,476 0,472 0,472 0,467

2000 2005 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Sumber : http://hdr.undp.org/en/data

66 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


tahu, GII Indonesia turun dari 0,564 pada tahun 2000 menjadi 0,467 pada
tahun 2015. GII berkisar antara 0 hingga 1, semakin kecil nilai GII menunjukkan
semakin kecil ketimpangan gender yang terjadi.

Ketimpangan Antardimensi
Konsep yang diusung dalam pembangunan manusia adalah pemerataan
pembangunan dan sangat anti terhadap ketimpangan pembangunan.
Konsep ini mengandung konsekuensi bahwa capaian semua dimensi harus
merata. Untuk mencapai hal itu, pembangunan pada semua dimensi harus
bersifat holistik.

Penghitungan IPM dengan metode baru pada dasarnya telah mencoba


mengeliminasi efek substitusi antardimensi. Efek itu dieliminasi dengan

id
adanya rata-rata geometrik dalam penghitungan. Penggunaan rumus rata-
rata geometrik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian

o.
yang rendah di suatu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari
dimensi lain. Capaian dimensi yang rendah akan menarik dimensi yang lain
.g
menjadi rendah. Hal ini karena rata-rata geometrik cukup sensitif terhadap
ps
nilai yang rendah.
.b

Gambar 4.6 Perkembangan Indeks Dimensi Pembangunan Manusia


di Indonesia, 2010-2016
w
w

1,0
0,9
//w

0,8
0,7
p:

0,6
0,5
t
ht

0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Kesehatan Indeks Pendidikan Indeks Standar Hidup

Sumber : Badan Pusat Statistik

Ketimpangan antardimensi pembangunan manusia terus terjadi.


Ketimpangan yang terjadi pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2016. Hal itu tergambar dari standar deviasi indeks dimensi
pembentuk IPM. Standar deviasi indeks dimensi pada tahun 2010 mencapai
0,103 sedangkan pada tahun 2016 hanya 0,083. Berkurangnya standar deviasi
selama enam tahun telah menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 67


manusia antardimensi mengalami perbaikan. Meskipun demikian, hal itu
bukan berarti bahwa permasalahan ketimpangan antardimensi berakhir.
Capaian dimensi yang rendah harus terus didorong agar meningkat.
Sementara itu, capaian dimensi yang sudah tinggi harus dipertahankan.

Gambar 4.7 Perkembangan Standar Deviasi Indeks Dimensi


Pembangunan Manusia di Indonesia, 2010-2016
0,120

0,100

0,080

0,060

0,040

id
o.
0,020

0,000
2010 2011 2012 2013 .g
2014 2015 2016
ps
Sumber : Badan Pusat Statistik
.b
w

Ketimpangan Antarwilayah
w
//w

Indonesia terhampar pada 60 04’ 30” Lintang Utara hingga 110 00’ 36” Lintang
Selatan dan 940 58’ 21” hingga 1410 01’ 10” Bujur Timur (Statistik Indonesia
p:

2016). Dengan hamparan yang cukup luas, Indonesia memiliki sekitar


17.504 pulau. Seluruh pulau tersebut membentuk 514 kabupaten/kota dan
t
ht

bergabung menjadi 34 provinsi dengan ciri khas yang berbeda.

Berpenduduk sekitar 258,7 juta jiwa pada tahun 2016 (Proyeksi Sensus
Penduduk 2010), Indonesia memiliki potensi penduduk dan wilayah yang
sangat kaya. Namun, potensi itu belum mampu dimanfaatkan secara optimal.
Pembangunan manusia yang terus bergulir hingga saat ini masih menyisakan
permasalahan ketimpangan antarwilayah. Luasnya wilayah Indonesia dan
tidak meratanya pembangunan menyebabkan ketimpangan terjadi, baik
antara perkotaan dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten, antara
kota dengan kabupaten, maupun antara wilayah barat dengan timur.

Ketimpangan antara Perkotaan dengan Perdesaan

Istilah perkotan dan perdesaan dalam pembagian wilayah yang dilakukan oleh
BPS mengacu pada wilayah administratif setingkat desa/kelurahan. Daerah

68 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


perkotaan adalah suatu wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang
memenuhi persyaratan tertentu dalam hal kepadatan penduduk, persentase
rumah tangga pertanian, dan sejumlah fasilitas perkotaan, seperti jalan
raya, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan umum, dan sebagainya.
Sebaliknya, wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang tidak
memenuhi persyaratan tersebut dikategorikan sebagai wilayah perdesaan.

Secara konsep, perbedaan fisilitas yang dimiliki oleh perkotaan dan perdesaan
akan menyebabkan ketimpangan. Hal ini tentu tidak sejalan dengan prinsip
pembangunan manusia yang mengedepankan pemerataan. Namun, fakta
bahwa ketimpangan antara perkotaaan dengan perdesaan telah terjadi tidak
dapat terelakkan. Ketimpangan antara perkotaan dan perdesaan terjadi pada
semua dimensi pembangunan manusia.
Gambar 4.8 Persentase Penolong Persalinan Terakhir oleh Dokter dan
Bidan di Indonesia, 2016

id
o.
.g
ps
.b
w
w
//w

Sumber : Badan Pusat Statistik


p:

Persalinan terakhir yang ditolong oleh dokter dan bidan telah mencapai
t

91,87 persen. Menurut Kementerian Kesehatan, dokter dan bidan merupakan


ht

tenaga medis yang kompeten dalam menangani proses persalinan. Tenaga


medis yang profesional dalam menangani persalinan akan membantu
menekan angka kematian bayi dan ibu. Hal ini tentu akan berdampak
terhadap harapan hidup di Indonesia.

Meskipun capaian penolong persalinan terakhir di tingkat nasional telah


berada di atas 90 persen, ketimpangan masih terjadi di perkotaan dan
perdesaan. Persalinan terakhir yang dibantu dokter dan bidan di perkotaan
cukup tinggi, jumlahnya mencapai 96,07 persen. Angka ini hampir mencapai
100 persen. Di perdesaan, jumlah persalinan terakhir yang dibantu dokter
dan bidan masih di bawah 90 persen. Pada tahun 2016, jumlahnya hanya
87,40 persen, lebih rendah dibandingkan perkotaan. Oleh kerena itu,
program untuk meningkatkan persentase persalinan oleh dokter dan bidan
di perdesaan perlu mendapatkan prioritas.

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 69


Gambar 4.9 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Indonesia Menurut
Status Wilayah, 2016

107,84 110,90

90,92 89,51
85,40
71,44

SD SMP SMA

Perkotaan Perdesaan

id
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

o.
Parisipasi pendidikan di perkotaan dan perdesaan juga menunjukkan adanya
ketimpangan. Kondisi ini tergambar dari indikator APK dan APM. Baik APK
.g
maupun APM, keduanya cenderung lebih tinggi di wilayah perkotaan kecuali
ps
pada jenjang SD. Perbedaan APK antara perkotaan dengan perdesaan pada
jenjang SMP tidak begitu signifikan. Sementara itu, perbedaan APK pada
.b

jenjang SMA cukup jauh, hampir mencapai 14 persen. Hal yang sama juga
terjadi pada APM SMA. Perbedaan APM antara perkotaan dengan perdesaan
w

pada jenjang SMA hampir mencapai 12 persen. Hal ini mengindikasikan


w

bahwa kesenjangan partisipasi pendidikan cukup tinggi pada jenjang


pendidikan menengah atas.
//w

Gambar 4.10 Angka Partisipasi Murni (APM) di Indonesia Menurut


p:

Status Wilayah, 2016


t
ht

96,85 96,58

79,33
75,49
64,89
53,38

SD SMP SMA

Perkotaan Perdesaan

Sumber : Badan Pusat Statistik

70 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Pada dimensi standar hidup layak, ketimpangan antara perkotaan dan
perdesaan juga terjadi. Pengeluaran per kapita penduduk perkotaan pada
tahun 2016 selama sebulan mencapai Rp1.168.132,00 (Susenas Modul 2016).
Di wilayah perdesaan, pengeluaran per kapita penduduk jauh lebih rendah,
hanya Rp711.267,00 selama sebulan.

Indikator kemiskinan juga memperlihatkan fenomena ketimpangan antara


perkotaan dan perdesaan. Pada September 2016, terdapat 10,49 juta jiwa
penduduk yang tergolong miskin di wilayah perkotaan atau sekitar 7,73
persen. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di perdesaan jauh lebih besar
dibanding perkotaan. Terdapat 17,28 juta jiwa penduduk yang tergolong
miskin di perdesaan atau sekitar 13,96 persen. Oleh karena itu, program
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di perdesaan
harus ditingkatkan.

Gambar 4.11 Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia Menurut

id
Status Wilayah, 2016 (persen)

o.
15,72 15,59 15,12 14,70 14,32 14,42 14,17 14,21 14,09 14,11 13,96
13,76
.g
ps
9,23 9,09 8,78 8,60 8,39 8,52 8,34 8,16 8,29 8,22 7,79 7,73
.b
w
w
//w

2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016
Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept Mar Sept
p:

Perkotaan Perdesaan
t

Sumber : Badan Pusat Statistik


ht

Ketimpangan antarprovinsi

Sampai dengan tahun 2016, ketimpangan pembangunan manusia


antarprovinsi masih terjadi. Ketimpangan antarprovinsi terlihat dari capaian
IPM Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi Papua. Selama 2010 hingga 2016,
perbedaan IPM kedua provinsi cenderung turun. Hal ini berarti kesenjangan
antara provinsi cenderung mengecil. Namun, jarak IPM antara kedua provinsi
masih berada pada kisaran 21 poin.

Pada tahun 2016, IPM Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 79,60. Provinsi
dengan penduduk terpadat di Indonesia ini merupakan provinsi dengan IPM
tertinggi di Indonesia. Sementara itu, IPM Provinsi Papua hanya 58,05 dan
merupakan yang terendah di Indonesia. Capaian IPM kedua provinsi berjarak
21,55.

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 71


Gambar 4.12 Selisih IPM Provinsi Tertinggi dan Provinsi Terendah,
2010-2016

21,97 21,98
21,87
21,74

21,84
21,64
21,55

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
Penurunan selisih IPM di tahun terakhir disebabkan oleh peningkatan
IPM Provinsi Papua lebih cepat dibandingkan peningkatan IPM Provinsi
.g
DKI Jakarta. Pada tahun 2016, IPM Provinsi Papua meningkat sebesar 0,80
ps
poin. Provinsi yang terletak di wilayah paling timur Indonesia ini berhasil
meningkatkan level IPM dari 57,25 menjadi 58,05. Sementara itu, IPM Provinsi
.b

DKI Jakarta meningkat hanya 0,61 poin, yaitu dari 78,99 menjadi 79,60.
w

Ketimpangan pembangunan manusia di tingkat provinsi yang terjadi pada


w

tahun 2016 setidaknya masih memberikan peluang untuk menuju arah


perbaikan. Hal ini disebabkan karena level pembangunan manusia di Provinsi
//w

Papua masih tergolong rendah. Pada umumnya, daerah dengan kualitas


pembangunan manusia yang rendah berpeluang untuk meningkat lebih
p:

cepat dibanding daerah dengan kualitas pembangunan manusia yang sudah


tinggi. Namun, hal tersebut dapat terjadi apabila strategi pembangunan
t
ht

benar-benar diarahkan untuk meningkatkan kualitas penduduk sehingga


pada akhirnya akan meningkatkan pembangunan manusia.

Ketimpangan yang terjadi pada IPM juga terjadi pada indikator yang
membentuknya. Beberapa indikator menunjukkan perkembangan yang
positif. Angka harapan hidup dan harapan lama sekolah menunjukkan
ketimpangan yang semakin kecil. Ketimpangan rata-rata lama sekolah
cenderung stagnan. Sementara itu, ketimpangan pengeluaran per kapita
cenderung kian melebar.

Kesehatan merupakan salah satu bagian vital dari kehidupan manusia.


Kesehatan masyarakat Indonesia saat ini semakin membaik. Selain
membaiknya tingkat kesehatan masyarakat, kesenjangan tingkat kesehatan
antarprovinsi juga membaik. Hal ini terlihat dari tren selisih AHH selama
2010-2016 antara Provinsi DI Yogyakarta dengan Provinsi Sulawesi Barat yang
cenderung menurun.

72 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.13 Selisih Angka Harapan Hidup Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016

11,67
11,48
11,32
11,13

10,46 10,45
10,40

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
Harapan hidup saat lahir di Provinsi DI Yogyakarta pada tahun 2016 telah
.g
mencapai 74,71 tahun. Provinsi dengan penduduk mencapai 3,72 juta
ps
jiwa pada tahun 2016 (proyeksi penduduk 2010-2035) merupakan provinsi
dengan harapan hidup tertinggi di Indonesia. Sementara itu, provinsi dengan
.b

harapan hidup saat lahir paling rendah yaitu Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi
yang hanya berpenduduk 1,31 juta jiwa pada tahun 2016 (proyeksi penduduk
w

2010-2035) ini memiliki angka harapan hidup saat lahir sebesar 64,31.
w

Perkembangan selisih angka harapan hidup yang selalu menurun dalam


//w

kurun waktu 2010-2015 menunjukkan bahwa ketimpangan sudah semakin


berkurang, dimana provinsi dengan capaian terendah sudah bisa mengejar
p:

ketertinggalannya. Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, angka harapan


hidup saat lahir di Provinsi Sulawesi Barat tumbuh 0,48 persen per
t
ht

tahun. Pertumbuhan ini cukup berbeda signifikan dibandingkan dengan


pertumbuhan di Provinsi DI Yogyakarta yang hanya berkisar 0,12 persen per
tahun dalam kurun waktu tersebut.

Ketertinggalan Provinsi Sulawesi Barat di bidang kesehatan sebagian besar


dikarenakan kurangnya fasilitas kesehatan yang tersedia, seperti rumah sakit,
puskesmas, poliklinik, maupun tempat praktek dokter (Podes 2014). Selain
itu, Susenas 2016 mencatat bahwa sanitasi dan ketersediaan air bersih juga
menjadi penyumbang. Sanitasi yang kurang baik dan ketersediaan air bersih
yang kurang menyebabkan Provinsi Sulawesi Barat berada di posisi terakhir
di bidang kesehatan.

Kesenjangan pembangunan manusia di bidang pendidikan dapat dilihat


melalui dua indikator, yaitu Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-
rata Lama Sekolah (RLS). Angka harapan lama sekolah ini merupakan salah

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 73


Gambar 4.14 Selisih Harapan Lama Sekolah Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016

5,69

5,57
5,52

5,08

5,09
5,00
4,90

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
satu indikator input dalam bidang pendidikan. Sementara itu, rata-rata lama
.g
sekolah merupakan indikator output dari sebuah proses pendidikan.
ps
Secara umum, selama kurun waktu 2010 hingga 2016, ketimpangan harapan
.b

lama sekolah cenderung turun. Namun, ketimpangan harapan lama sekolah


yang menurun pada periode 2010-2014 mengalami peningkatan kembali
w

pada tahun 2015. Ketimpangan harapan lama sekolah terjadi akibat


w

perbedaan capaian yang cukup signifikan antara Provinsi DI Yogyakarta


//w

dengan Provinsi Papua. Selama enam tahun, ketimpangan antara kedua


provinsi terus menjadi sorotan dalam melihat pemerataan pendidikan di
Indonesia.
t p:

Pada tahun 2016, harapan lama sekolah usia 7 tahun ke atas di Provinsi DI
ht

Yogyakarta telah mencapai 15,23 tahun. Sementara itu, harapan lama sekolah
di Provinsi Papua hanya sebesar 10,23 tahun. Jika dilihat dari pertumbuhan
harapan lama sekolah usia 7 tahun dari tahun 2015 ke 2016, terjadi perbedaan
antara keduanya. Harapan lama sekolah usia 7 tahun ke atas di Provinsi DI
Yogyakarta tumbuh sebesar 1,30 persen. Hal tersebut bisa mengindikasikan
bahwa terjadi banyak perbaikan di bidang pendidikan di Provinsi DI
Yogyakarta yang menyebabkan pertumbuhan harapan lama sekolah cukup
tinggi. Sementar itu, pertumbuhan harapan lama sekolah di Provinsi Papua
hanya 1,01 persen. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa perbaikan di
bidang pendidikan harus lebih ditingkatkan, baik sarana prasarana, akses,
hingga kualitas pendidikannya sendiri.

Indikator pendidikan kedua yang tercakup dalam pembangunan manusia


adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas. Kesenjangan
rata-rata lama sekolah dari tahun 2010-2016 cenderung berada pada

74 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.15 Selisih Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016

4,78 4,80 4,72 4,78 4,73

4,70 4,72

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
kisaran 4,7 tahun. Pada tahun 2016, Indonesia belum dapat memperkecil
.g
ketimpangan rata-rata lama sekolah pada level provinsi, dari 4,72 tahun
ps
menjadi 4,73 tahun.
.b

Pada tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta masih bertengger di posisi teratas dalam
capaian rata-rata lama sekolah sebesar 10,88 tahun sedangkan Provinsi Papua
w

menempati posisi terbawah dengan capaian 6,15 tahun. Meskipun capaian


w

provinsi Papua paling rendah, Provinsi Papua tumbuh paling cepat kedua
//w

setalah Provinsi Sulawesi Barat. Rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua


tumbuh sebesar 2,70 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara
itu, Provinsi DKI Jakarta hanya tumbuh sekitar 1,64 persen.
t p:

Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, Ketimpangan rata-rata lama sekolah
ht

antara Provinsi DKI Jakarta dengan Provinsi Papua berkisar 4,7 tahun hingga
4,8 tahun. Hal ini memberikan gambaran bahwa belum ada perubahan yang
signfikan dalam capaian pendidikan di Papua.

Dimensi standar hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita.


Ketimpangan pada dimensi ini semakin lama semakin meningkat selama
kurun waktu 2010 hingga 2016. Kesenjangan selama dua tahun terakhir
meningkat tajam jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta menempati posisi teratas dalam capaian
pengeluaran per kapita yang disesuaikan yaitu sebesar Rp 17.468.000.
Sementara itu, Provinsi Papua menempati posisi terbawah dengan capaian
sebesar Rp 6.637.000 atau hampir tiga kali lipat dibanding Provinsi DKI
Jakarta. Jika dilihat dari pertumbuhannya, Provinsi Papua tumbuh lebih cepat
dibandingkan Provinsi DKI Jakarta. Perngeluaran per kapita Provinsi Papua

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 75


Gambar 4.16 Selisih Pengeluaran per Kapita Provinsi Tertinggi dan
Provinsi Terendah, 2010-2016

10.481 10.607 10.831


10.264 10.433
9.640
8.860

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
tumbuh 2,60 persen pada tahun 2016 sementata DKI Jakarta tumbuh 2,30
persen. .g
ps
.b

Ketimpangan antarkabupaten/kota
w
w

Ketimpangan pembangunan manusia dalam perspektif provinsi memberikan


//w

gambaran tentang kinerja secara umum pembangunan nasional. Sementara


itu, dalam perspektif kabupaten/kota, ketimpangan menjadi petunjuk
penting tentang kinerja yang telah diupayakan pemerintah dalam
p:

distribusi pembangunan pada tingkat provinsi. Bagi pemerintah pusat,


t

analisis ketimpangan di kabupaten/kota yang terjadi di tingkat provinsi


ht

akan membantu dalam memberikan fokus perhatian terhadap kemajuan


pembangunan manusia. Pada tataran umum, penting untuk melihat
ketimpangan pembangunan manusia melalui indeks pembangunan
manusia. Sementara pada tingkat lanjut, ketimpangan pada setiap dimensi
pembentuk pembangunan manusia juga akan memberikan fokus yang lebih
detil.

Ketimpangan pembangunan manusia pada tahun 2016 yang terjadi pada


level nasional, juga terjadi pada level provinsi. Secara umum, ketimpangan
pembangunan manusia terjadi di seluruh provinsi. Ketimpangan paling
rendah terjadi di Provinsi Sulawesi Barat, sedangkan ketimpangaan paling
tinggi terjadi di Provinsi Papua.

Ketimpangan pembangunan manusia di Provinsi Papua terjadi antara Kota


Jayapura dengan Kabupaten Nduga. Capaian IPM Kota Jayapura pada tahun

76 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.17 Ketimpangan IPM antarkabupaten/kota di dalam
Provinsi, 2016
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kalimantan Utara

Jawa Tengah
Kalimantan Barat

Kepulauan Riau
Sulawesi Barat

Kalimantan Timur

Lampung

Maluku Utara
Maluku
Kalimantan Tengah

Kalimantan Selatan

Banten

Sumatera Utara
Jawa Timur
Aceh
Sumatera Barat

Papua Barat
Jambi

Sumatera Selatan

Sulawesi Tenggara

Nusa Tenggara Timur


Kep. Bangka Belitung

Jawa Barat

D I Yogyakarta
Sulawesi Tengah

Papua
Gorontalo

Nusa Tenggara Barat


Sulawesi Utara

Bengkulu

Riau

Bali
DKI Jakarta

Sulawesi Selatan id
Maksimum Median Minimum

o.
Sumber : Badan Pusat Statistik

.g
2016 telah mencapai 78,56 sedangkan capaian IPM Kabupaten Nduga hanya
ps
26,56. Selisih IPM antara Kota Jayapura dengan Kabupaten Nduga sebesar
52,00. Jika dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Barat, selisih IPM antara
.b

kabupaten/kota dengan capaian tertinggi dengan terendah hanya sebesar


4,14 poin. Hal ini menunjukkan ketimpangan pembangunan manusia di
w

Provinsi Sulawesi Barat tidak terlalu tinggi. Capaian IPM tertinggi di Provinsi
w

Sulawesi Barat sebesar 65,65 (Kabupaten Mamuju) sedangkan capaian IPM


terendah sebesar 61,51 (Kabupaten Polewali Mamasa).
//w

Kesenjangan pembangunan manusia antara Kota Jayapura dengan


p:

Kabupaten Nduga yang tinggi terjadi pada semua dimensi. Pada dimensi
t

kesehatan, angka harapan hidup saat lahir di Kota Jayapura pada tahun 2016
ht

telah mencapai 69,99 tahun sedangkan di Kabupaten Nduga hanya 54,50


tahun. Pada dimensi pendidikan, harapan lama sekolah di Kota Jayapura
mencapai 14,61 tahun atau menyamai capaian Kota Kediri (14,61 tahun).
Sementara itu, harapan lama sekolah di Kabupaten Nduga hanya 2,34 tahun.
Rata-rata lama sekolah di Kota Jayapura juga cukup tinggi, yaitu mencapai
11,14 tahun atau setara dengan capaian Kota Denpasar (11,14 tahun).
Sementara itu, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Nduga terpaut cukup
jauh, yaitu hanya 0,70 tahun. Pada dimensi standar hidup layak, pengeluaran
per kapita Kota Jayapura telah mencapai Rp 14,32 juta per tahun sedangkan
Kabupaten Nduga hanya Rp 3,73 juta per tahun atau sekitar seperempat kali
dari Kota Jayapura.
Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, ketimpangan pembangunan
manusia antara Kota Jayapura dengan Kabupaten Nduga semakin mengecil.
Jarak IPM antara Kota Jayapura dengan Kabupaten nduga telah menyempit
dari 57 pada tahun 2010 menjadi 52 pada tahun 2016. Oleh karena itu, perlu

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 77


Gambar 4.18 Selisih IPM Kota Jayapura dengan Kabupaten Nduga,
2010-2016

57,08

55,85

54,18 52,57
53,04
52,48
52,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
.g
upaya serius dan berkelanjutan agar kesenjangan antara kedua kabupaten/
kota semakin terus mengecil dari waktu ke waktu.
ps
Level pencapaian pembangunan manusia yang sudah cukup tinggi juga tidak
.b

menjamin bahwa pembangunan terjadi secara merata. Dua provinsi dengan


w

capaian IPM tertinggi, yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi DI Yogyakarta
juga mengalami hal serupa. Namun, ketimpangan pembangunan manusia
w

yang terjadi di Provinsi DI Yogyakarta ternyata lebih tinggi dibandingkan


//w

Provinsi DKI Jakarta. Capaian IPM kabupaten/kota di Provinsi DI Yogyakarta


berkisar antara 67,82 hingga 85,32. Sementara itu, capaian IPM kabupaten/
kota di Provinsi DKI Jakarta relatif lebih rapat, yaitu dari 69,52 hingga 83,94.
t p:

Provinsi dengan ketimpangan kesehatan tertinggi adalah Provinsi Papua


ht

sedangkan ketimpangan terendah terjadi di Provinsi DI Yogyakarta.


Ketimpangan angka harapan hidup di level kabupaten/kota cukup menarik.
Pasalnya, meskipun Provinsi Sulawesi Barat menempati urutan terbawah
dalam capaian angka harapan hidup, kesenjangan di dalam provinsi tersebut
tidak terlalu tinggi. Menariknya, meskipun capaian IPM Provinsi Kepulauan
Riau merupakan yang tertinggi setelah Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta,
dan Kalimantan Timur, ketimpangan harapan hidup di Provinsi Kepulauan
Riau relatif cukup tinggi. Bahkan, ketimpangan harapan hidup di Provinsi
Kepulauan Riau paling tinggi setelah Provinsi Papua.
Kepulauan Riau merupakan salah satu pusat ekonomi di Indonesia.
Beribukota di Kota Batam, pembangunan manusia di provinsi ini pada tahun
2016 berjalan cukup baik. Indeks pembangunan manusia di Kepualauan Riau
mencapai 73,99, dengan rata-rata harapan hidup saat lahir mencapai 69,45
tahun.

78 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.19 Ketimpangan Harapan Hidup antarkabupaten/kota di
dalam Provinsi, 2016
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kalimantan Utara

Kalimantan Barat

Jawa Tengah

Kepulauan Riau
Kalimantan Timur

Lampung
Maluku Utara

Sulawesi Barat

Maluku
Aceh
Kalimantan Tengah

Banten

Sumatera Barat

Papua Barat
D I Yogyakarta

Sumatera Selatan
Sulawesi Tenggara

Jambi
Sulawesi Tengah

Jawa Timur

Kalimantan Selatan

Nusa Tenggara Timur


Kep. Bangka Belitung

Jawa Barat

Sumatera Utara

Papua
Bali
Riau

Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Utara

Gorontalo
DKI Jakarta

Bengkulu
Sulawesi Selatan

id
Maksimum Median Minimum

o.
Sumber : Badan Pusat Statistik

.g
Ketimpangan harapan hidup saat lahir di Provinsi Kepulauan Riau terjadi
ps
antara Kota Batam dengan Kabupaten Lingga. Angka harapan hidup saat lahir
di Kota Batam mencapai 73,09 tahun sedangkan di Kabupaten Lingga hanya
.b

60,44 tahun. Upaya yang telah dilakukan pemerintah setempat nampaknya


w

berdampak positif terhadap kesenjangan yang terjadi. Selama kurun waktu


2010 hingga 2016, kesenjangan harapan hidup saat lahir antara Kota Batam
w

dengan Kabupaten Lingga semakin mengecil.


//w

Sementara itu, ketimpangan harapan hidup yang terjadi di Provinsi Papua


terjadi akibat perbedaan capaian yang cukup jauh antara Kabupaten Mimika
p:

Gambar 4.20 Selisih AHH Kota Batam dengan Kabupaten Lingga,


t

2010-2016 (Tahun)
ht

16,04
15,06
14,26
13,64 13,33 13,23
12,65

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 79


dengan Kabupaten Nduga. Pada tahun 2016, harapan hidup saat lahir di
Kabupaten Mimika mencapai 71,90 tahun sedangkan di Kabupaten Nduga
hanya 54,50 tahun. Data Podes tahun 2014 meenunjukkan bahwa kemudah
terhadap fasilitas kesehatan paling tinggi adalah poliklinik dengan persentase
desa sebesar 36 persen. Sementara itu, fasilitas kesehatan lain masih di bawah
10 persen.

Pada dimensi pendidikan, dua indikator digunakan sekaligus untuk


memotret pembangunan manusia, yaitu harapan lama sekolah dan rata-
rata lama sekolah. Pada tahun 2016, Provinsi Papua masih menjadi sorotan
utama karena kesenjangan pendidikan yang terjadi begitu lebar, baik dalam
capaian harapan lama sekolah maupun rata-rata lama sekolah. Seperti
fenomena kesehatan di Provinsi Kepulauan Riau, capaian provinsi yang tinggi
tidak menjamin bahwa pembangunan akan berhasil secara merata. Provinsi
Aceh misalnya, meskipun harapan lama sekolah di provinsi berjuluk “Serambi
Mekah” telah mencapai 13,89 tahun, ketimpangan antara kabupaten/kota

id
relatif cukup tinggi.

o.
Provinsi Papua mengalami kesenjangan harapan lama sekolah paling tinggi.
.g
Hal ini terjadi akibat perbedaan capaian Kota Jayapura dengan Kabupaten
Nduga yang cukup tinggi. Harapan lama sekolah Kota Jayapura telah mencapai
ps
14,61 tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan angka harapan lama
sekolah di level nasional yang hanya mencapai 12,72 tahun. Sementara itu,
.b

Kabupaten Nduga menjadi kabupaten dengan capaian terendah di Provinsi


w

Papua dengan harapan lama sekolah hanya sebesar 2,34 tahun, yang berarti
penduduk usia tujuh tahun hanya memiliki harapan sekolah selama 2 tahun
w

saja dan tidak bisa menyelesaikan pendidikan dasar.


//w

Gambar 4.21 Ketimpangan Harapan Lama Sekolah antarkabupaten/


p:

Kota di dalam Provinsi, 2016


t
ht

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Kalimantan Utara

Kepulauan Riau

Kalimantan Barat

Jawa Tengah
Kalimantan Timur

Lampung
Sulawesi Barat

Maluku
Banten

Kalimantan Tengah
Maluku Utara

Papua Barat
Kalimantan Selatan

Jawa Timur

Aceh
Sumatera Selatan

Jambi

D I Yogyakarta

Sumatera Barat

Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Timur
Kep. Bangka Belitung

Jawa Barat
Sumatera Utara

Sulawesi Tengah

Papua
Gorontalo
Bali

Nusa Tenggara Barat


Bengkulu

Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan

Riau
DKI Jakarta

Maksimum Median Minimum

Sumber : Badan Pusat Statistik

80 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.22 Ketimpangan Rata-rata Lama Sekolah antarkabupaten/
Kota di dalam Provinsi, 2016
14

12

10

0
Kalimantan Utara

Kalimantan Barat

Jawa Tengah

Kepulauan Riau
Kalimantan Timur
Sulawesi Barat

Maluku Utara

Maluku
Lampung
Sumatera Selatan
Kalimantan Tengah

Jambi

Banten

Sulawesi Tenggara

Aceh
Papua Barat

Jawa Timur
Kalimantan Selatan

D I Yogyakarta
Sumatera Barat

Jawa Barat

Nusa Tenggara Timur


Kep. Bangka Belitung

Sumatera Utara
Sulawesi Tengah

Papua
DKI Jakarta
Sulawesi Utara

Gorontalo

Riau

Bengkulu
Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Selatan

Bali
id
Maksimum Median Minimum

o.
Sumber : Badan Pusat Statistik

.g
Ketimpangan yang terjadi pada indikator rata-rata lama sekolah juga
ps
kembali menempatkan Provinsi Papua pada sebagai provinsi paling timpang.
Ketimpangan rata-rata lama sekolah yang terjadi di provinsi ini cukup tinggi.
.b

Rata-rata lama sekolah tertinggi di Provinsi Papua ditempati oleh Kota


w

Jayapura dengan capaian sebesar 11,14 tahun. Sementara itu, rata-rata lama
sekolah terendah berada di Kabupaten Nduga dengan capaian yang hanya
w

0,70 tahun. Capaian Kabupaten Nduga mengindikasikan bahwa penduduk


//w

usia 25 tahun ke atas secara rata-rata hanya mengenyam bangku pendidikan


yang tidak sampai setahun, atau tidak menyelesaikan kelas 1 SD. Kondisi ini
merupakan kasus yang cukup ekstrem dan cukup mengkhawatirkan karena
p:

rata-rata lama sekolah tidak mencapai satu tahun.


t
ht

Kondisi spasial di Provinsi Papua secara langsung menyiratkan bahwa


masalah akses menjadi persoalan utama yang menyebabkan kesenjangan
di Provinsi Papua cukup tinggi. Akses antarkabupaten/kota di Provinsi Papua
sendiri cukup sulit, tidak semudah akses antar kabupaten/kota di Pulau Jawa.
Beberapa kabupaten/kota hanya bisa diakses dengan menggunakan pesawat
perintis. Apabila menilik lebih jauh tentang Kabupaten Nduga, kondisi fasilitas
pendidikan di kabupaten ini cukup memprihatinkan. Data Podes tahun 2014
memberikan deskripsi perlunya upaya yang besar agar dapat mencapai
fasilitas pendidikan. Hampir seperempat dari jumlah desa yang ada di Provinsi
Papua harus mengakses lebih dari 10 km untuk mencapai sekolah dasar (SD).
Lebih dari separuh dari jumlah desa di provinsi ini harus mengakses lebih
dari 10 km untuk mencapai sekolah menengah pertama (SMP). Sementara
itu, hampir seluruh desa di Provinsi Papua harus mengakses lebih dari 10 km
untuk mencapai sekolah menengah atas (SMA).

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 81


Gambar 4.23 Selisih HLS dan RLS antara Kota Jayapura dengan
Kabupaten Nduga, 2010-2016 (Tahun)

12,27
11,99
12,42 12,40
12,19
12,02 11,90
10,46 10,47

10,36 10,33 10,30 10,29 10,44

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
Selama 2010 hingga 2014, ketimpangan harapan lama sekolah antara
.g
Kota Jayapura dengan Kabupaten Nduga cenderung menurun. Meskipun
ps
demikian, pada tahun 2015-2016 ketimpangan harapan lama sekolah antara
kedua wilayah cenderung meningkat. Selama kurun waktu 2010 hingga 2013,
.b

kesenjangan rata-rata lama sekolah cenderung menurun. Namun, tiga tahun


terakhir terjadi fenomena yang cenderung meningkat.
w
w

Kemajuan pencapaian pendidikan di suatu provinsi juga menyimpan


ketimpangan yang perlu mendapat perhatian lebih. Provinsi Aceh telah
//w

berhasil mencapai tingkat pendidikan yang cukup baik, dengan harapan


lama sekolah sebesar 13,89 tahun pada tahun 2016. Artinya, penduduk
p:

usia 7 tahun diharapkan mampu menempuh jenjang pendidikan hingga


diploma I. Sayangnya, rentang pencapaian harapan lama sekolah di provinsi
t
ht

ini relatif jauh, berkisar antara 12,55 tahun hingga 17,03 tahun. Ketimpangan
pendidikan ini merupakan kesenjangan harapan lama sekolah antara
Kabupaten Aceh Timur dengan Kota Banda Aceh.

Dimensi terakhir dari pembangunan manusia adalah standar hidup layak


yang dicerminkan oleh indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan.
Indikator ini sangat erat kaitannya dengan kondisi perekonomian suatu
wilayah. Pada tahun 2016, Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan
tingkat pengeluaran per kapita tertinggi di Indonesia. Ironisnya di saat
yang sama, kesenjangan pengeluaran per kapita antarkabupaten/kota di
ibukota negara ini merupakan yang paling tinggi di Indonesia. Provinsi
Papua menduduki urutan kedua dalam hal ketimpangan standar hidup layak.
Sementara itu, kesenjangan terendah terjadi di Provinsi Sulawesi Barat.

Permasalahan pembangunan manusia di Provinsi Papua memang cukup


kompleks, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi. Level

82 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.24 Ketimpangan Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan
antarkabupaten/kota di dalam Provinsi, 2016
25.000

20.000

15.000

10.000

5.000

Kalimantan Utara

Kepulauan Riau

Kalimantan Barat
Jawa Tengah

Kalimantan Timur
Sulawesi Barat

Lampung

Maluku
Kalimantan Tengah

Maluku Utara
Jambi

Banten
Sumatera Selatan

Papua Barat
Jawa Timur

Aceh
Kalimantan Selatan

Sulawesi Tenggara
Sumatera Barat
Nusa Tenggara Timur

Jawa Barat
Kep. Bangka Belitung

Sumatera Utara

D I Yogyakarta
Gorontalo

Nusa Tenggara Barat

Sulawesi Tengah

Papua
Riau
Bengkulu
Sulawesi Utara

Bali
Sulawesi Selatan

DKI Jakarta
Maksimum Median Minimum

id
Sumber : Badan Pusat Statistik

o.
pencapaian yang masih rendah dan belum optimalnya pemerataan
pembangunan menjadi pekerjaan penting bagi pemerintah. Pada tahun 2016,
.g
perbedaan pengeluaran per kapita antara Kota Jayapura dengan Kabupaten
ps
Nduga mencapai empat kali lipat. Kesenjangan yang terjadi di Provinsi
Papua mengharuskan adanya strategi pembangunan yang menyeluruh dan
.b

menyentuh semua lini.


w

Senada dengan kesenjangan pengeluaran per kapita yang terjadi di Provinsi


w

Papua, Provinsi DKI Jakarta juga perlu berbenah dalam hal redistribusi
//w

pembangunan. Dari sisi level pencapaian pengeluaran per kapita, Provinsi


DKI Jakarta memang paling tinggi di antara provinsi lain. Namun, terdapat
p:

Gambar 4.25 Selisih Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan antara


Kota Jakarta Selatan dengan Kabupaten Kepulauan
t
ht

Seribu, 2010-2016 (Ribu Rupiah/Tahun)


11.324
10.892 10.992
10.814
10.448
10.091

9.406

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


Sumber : Badan Pusat Statistik

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 83


kesenjangan yang cukup tinggi antara Kota Jakarta Selatan dengan
Kabupaten Kepulauan Seribu. Pada tahun 2016, pengeluaran per kapita di
Kota Jakarta Selatan telah mencapai 22,93 juta rupiah per tahun sedangkan
di Kabupaten Kepulauan Seribu hanya 11,61 juta rupiah per tahun.

Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, ketimpangan pengeluaran per


kapita antara Kota Jakarta Selatan dengan Kabupaten Kepulauan Seribu
semakin melebar. Apabila terus dibiarkan, jurang ketimpangan akan semakin
menganga. Pada September 2013, kemiskinan di Kabupaten Kepulauan
Seribu merupakan yang tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 11,06
persen. Selain itu, kontribusi kabupaten ini terhadap ekonomi Provinsi DKI
Jakarta masih di bawah satu persen. Oleh karena itu, upaya-upaya untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya di Kabupaten Kepulauan
Seribu harus terus ditingkatkan.

Ketimpangan antara Kota dengan Kabupaten

id
o.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kota memiliki daya tarik tersendiri dibanding
kabupaten. Kota menyediakan berbagai macam fasilitas yang memadai
.g
sehingga masyarakat dapat melakukan aktivitas dengan mudah. Kemudahan
ps
akses yang tersedia di kota cukup banyak, mulai dari pendidikan, kesehatan,
ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, secara fisik umumnya
.b

kota jauh lebih maju dibanding kabupaten.


w

Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang masing-masing terdiri dari kabupaten/


w

kota pada tingkat wilayah yang lebih kecil. Terdapat 98 wilayah kota dan
416 wilayah kabupaten pada tahun 2016. Secara geografis, kabupaten/kota
//w

paling banyak terdapat di Pulau Jawa. Di antara seluruh provinsi di Pulau


Jawa, Jawa Timur tercatat sebagai provinsi dengan jumlah kabupaten/kota
p:

paling banyak.
t
ht

Capaian pembangunan manusia di kota memang lebih tinggi bila


dibandingkan dengan kabupaten. Tahun 2016, capaian pembangunan
manusia paling tinggi untuk wilayah kota adalah Kota Yogyakarta yang berada
di Provinsi DI Yogyakarta. IPM Kota Yogyakarta pada tahun itu telah mencapai
85,32. Sementara itu, capaian pembangunan manusia paling tinggi untuk
wilayah kabupaten adalah Kabupaten Sleman yang juga berada di Provinsi DI
Yogyakarta. IPM di Kabupaten Sleman cukup tinggi yaitu 82,15 tetapi masih
di bawah Kota Yogyakarta.

Pada tahun 2016, perbedaan kemajuan antara kota dengan kabupaten


di Indonesia begitu terlihat. Kota yang telah berstatus pembangunan
manusia “sangat tinggi” telah mencapai 18,4 persen. Sementara di wilayah
kabupaten, hanya 0,2 persen kabupaten yang telah berhasil mencapai status
pembangunan manusia “sangat tinggi”. Ditambah lagi, masih terdapat sekitar
9,1 persen kabupaten yang berstatus pembangunan manusia “rendah”.

84 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Masih Tinggi

Gambar 4.26 IPM Indonesia Menurut Kabupaten dan Kota, 2016


upaten/Kota, 2014
Kota Kabupaten

≤ IPM < 70 Sedang


Kota Yogyakarta
Kab. Sleman
IPM 85,32
IPM 82,15
1% Kota
3,6% Kabupaten

M < 60

id
Rendah

o.
Kota Subulussalam
- IPM 62,18
9,1% Kabupaten
.g
ps
Kab. Nduga
IPM 26,56
.b
w
w
//w

Sumber : Badan Pusat Statistik


p:

Namun demikian, tidak dijumpai kota dengan status pembangunan manusia


t

“rendah” .
ht

Ketimpangan pembangunan manusia antara kota dengan kabupaten


cukup terlihat jelas dalam fenomena pembangunan di Indonesia.
Tahun 2016 misalnya, IPM Kota Yogyakarta (DI Yogyakarta) dengan Kota
Subulussalam (Aceh) hanya berjarak 23,14. Bandingkan dengan kondisi
di wilayah kabupaten. Jarak IPM antara Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta)
dengan Kabupaten Nduga (Papua) mencapai 55,59. Artinya, ketimpangan
pembangunan manusia yang terjadi di kabupaten dua kali lipat lebih parah
dibanding apa yang terjadi di wilayah kota.

Dalam enam tahun terakhir, perkembangan ketimpangan yang terjadi di kota


dan kabupaten mengalami dinamika. Ketimpangan pembangunan manusia
yang terjadi di kota selama 2010 hingga 2016 cenderung turun, tetapi dengan
perkembangan yang lambat. Jarak antara IPM tertinggi dan terendah di kota
turun dari 23,75 pada tahun 2010 menjadi 23,14 pada tahun 2016. Sementara

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 85


Gambar 4.27 Stasus IPM Indonesia Menurut Kabupaten dan Kota, 2016

Sangat Tinggi
18,4% IPM > 80
0,2%

75,5% Tinggi 17,1%

id
70 ≤ IPM < 80

o.
Sedang
.g
6,1% 73,6%
ps
60 ≤ IPM < 70
.b
w

Rendah
- 9,1%
w

IPM < 60
//w
p:

Sumber : Badan Pusat Statistik


t
ht

itu, ketimpangan pembangunan manusia yang terjadi di kabupaten juga


cenderung turun, namun dengan perkembangan yang cepat. Tahun 2010,
ketimpangan antara IPM tertinggi dan terendah di kabupaten masih berjarak
60,07. Pada tahun 2016 jaraknya telah mengecil menjadi hanya 55,59.

Fenomena ketimpangan di kota dan kabupaten juga terjadi pada semua


dimensi pembangunan manusia, baik kesehatan, pendidikan, maupun
standar hidup yang layak. Selama tahun 2010 hingga 2016, ketimpangan
yang terjadi di kota jauh lebih kecil bila dibanding dengan ketimpangan yang
terjadi di kabupaten. Hal ini terjadi pada semua dimensi, kecuali dimensi
standar hidup yang layak. Fenomena yang menarik justru terjadi pada dimensi
ini dimana ketimpangan yang terjadi di kota jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan ketimpangan yang terjadi di kabupaten.

86 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Ketimpangan harapan hidup yang terjadi di kabupaten hampir dua kali lipat
dibanding ketimpangan di kota. Tahun 2016, jarak antara harapan hidup
tertinggi dan terendah di kota hanya sebesar 15,12 tahun. Sementara itu,
perbedaan capaian angka harapan hidup tertinggi dan terendah di kabupaten
mencapai 22,96 tahun. Dalam enam tahun terakhir, ketimpangan harapan
hidup yang terjadi di kota maupun kabupaten semakin mengecil. Perbaikan
ketimpangan di kabupaten cenderung lebih cepat dibanding dengan kota.
Secara rata-rata, ketimpangan harapan hidup di kabupaten turun 1,28 persen
per tahun, sementara penurunan di kota hanya 1,20 persen per tahun.

Dimensi berikutnya yang cukup penting adalah dimensi pendidikan yang


terdiri dari dua indikator, yaitu harapan lama sekolah dan rata-rata lama
sekolah. ketimpangan harapan lama sekolah yang terjadi di kabupaten hampir
tiga kali lebih besar dibanding ketimpangan di kota. Tahun 2016, jarak antara
harapan lama sekolah tertinggi dan terendah di kota hanya 4,79 tahun. Akan
tetapi, jarak antara harapan lama sekolah tertinggi dan terendah di kabupaten

id
mencapai 13,74 tahun. Menariknya, perbaikan kesenjangan harapan lama
sekolah di kabupaten lebih lambat dibanding di kota. Artinya, program yang

o.
berkaitan dengan peningkatan partisipasi sekolah di kabupaten dengan
.g
capaian harapan lama sekolah yang rendah perlu dilakukan secara intensif.
ps
Ketimpangan rata-rata lama sekolah yang terjadi di kabupaten hampir dua
kali lebih parah dibanding ketimpangan di kota. Tahun 2016, perbedaan
.b

antara rata-rata lama sekolah tertinggi dan terendah di kota hanya 5,69 tahun.
w

Sementara perbedaan di kabupaten mencapai 9,94 tahun. Fenomena ini


diperparah dengan kondisi selama enam tahun terakhir yang menunjukkan
w

adanya peningkatan ketimpangan di kabupaten. Tercatat bahwa selama


//w

tahun 2010 hingga 2016, ketimpangan rata-rata lama sekolah di kabupaten


cenderung meningkat. Akan tetapi, ketimpangan rata-rata lama sekolah di
p:

kota justru realatif stagnan.


t
ht

Di antara ketiga dimensi pembangunan manusia, nampaknya dimensi standar


hidup yang layak memiliki fenomena yang cukup menarik. Ketimpangan
pengeluaran per kapita yang terjadi di kota lebih tinggi dibandingkan
dengan ketimpangan yang terjadi di kabupaten dengan angka yang hampir
mendekati. Namun perkembangan ketimpangan keduanya selama enam
tahun justru cenderung semakin memburuk. Dengan demikian, dimensi ini
juga perlu mendapat perhatian khusus agar ketimpangan pembangunan
manusianya tidak semakin melebar.

Ketimpangan antara Kawasan Barat dan Timur

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-


2019, wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan, yaitu:

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 87


Gambar 4.28 IPM Indonesia Menurut Kawasan Barat dan Timur, 2016

Barat Timur IPM Indonesia Menu

Kota Yogyakarta Kota Kendari


IPM 85,32 IPM 81,66 Sangat IPM > 80
Tinggi

1,8% Barat
0,6% Timur

id
Tinggi 70 ≤ IPM < 80
Kep. Mentawai

o.
IPM 58,27 29,9% Barat
.g
Kab. Nduga
12,5% Timur
ps
IPM 26,56
.b
w
w

Sumber : Badan Pusat Statistik


//w


(1) Kawasan Barat Indonesia, terdiri dari Jawa, Sumatera, dan Bali;
p:

(2) Kawasan Timur Indonesia, terdiri dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa


Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
t
ht

Berkaitan dengan pembangunan manusia, ketimpangan pembangunan


manusia juga terjadi antara kawasan barat dan kawasan timur. Secara umum
pembangunan manusia di kawasan barat memang lebih maju dibanding
kawasan timur.

Capaian pembangunan manusia di kawasan barat lebih maju dibandingkan


dengan capaian di kawasan timur. Pada tahun 2016, sebanyak 6,0 persen
kabupaten/kota di kawasan barat telah berada pada status pembangungan
manusia “sangat tinggi”. Sementara itu, hanya 0,9 persen kabupaten/kota
yang telah berhasil mencapai status pembangunan manusia “sangat tinggi”
di kawasan timur.

Tahun 2016, IPM kabupaten/kota tertinggi di kawasan barat telah mencapai


85,32 dan IPM terendah hanya 58,27. Sementara di kawasan timur, IPM
kabupaten/kota tertinggi hanya 81,66 dan IPM terendah mencapai 26,56.

88 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Gambar 4.29 Stasus IPM Indonesia Menurut Kawasan Barat dan Timur,
2016

Sangat Tinggi
6,0% IPM > 80
0,9%

36,5% Tinggi 18,1%

id
70 ≤ IPM < 80

o.
55,7% .gSedang
66,8%
ps
60 ≤ IPM < 70
.b

Rendah
w

1,8% IPM < 60


14,2%
w
//w

Sumber : Badan Pusat Statistik


p:

Perbedaan yang cukup signifikan ini menunjukkan bahwa ketimpangan


t

pembangunan manusia di kawasan timur lebih tinggi dibandingkan kawasan


ht

barat.

Ketimpangan yang cukup tinggi ini tidak bisa dibiarkan berlanjut ke generasi
yang akan datang. Upaya percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia adalah hal yang perlu dilakukan sebagai titik awal menuju
Indonesia yang lebih merata karena upaya pemerataan pembangunan tidak
akan terwujud dalam jangka waktu singkat.

Persoalan pembangunan manusia yang masih rendah dijumpai di kedua


kawasan. Di kawasan barat, hanya tersisa sekitar 1,8 persen kabupaten/kota
yang berstatus pembangunan manusia “rendah”. Sementara itu, kawasan
timur masih menyisakan perkerjaan rumah cukup berat. Sekitar 14,2 persen
kabupaten/kota masih berada pada status pembangunan manusia yang
“rendah”.

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN MANUSIA 89


Selama tahun 2010 hingga 2016, terjadi kemajuan pembangunan manusia di
kawasan barat dan timur. Meski dari sisi capaian kawasan barat lebih unggul,
penurunan ketimpangan pembangunan manusia di kawasan ini cenderung
lebih lambat. Ketimpangan IPM tertinggi dan terendah di kawasan barat
hanya sedikit berkurang dari 28,23 di tahun 2010 menjadi 27,05 pada
tahun 2016. Sebaliknya, penurunan kesenjangan pembangunan manusia di
kawasan timur cenderung lebih cepat. Pada tahun 2010, perbedaan capaian
IPM tertinggi dan terendah di kawasan timur mencapai 58,51. Tahun 2016,
perbedaan tersebut berkurang menjadi 55,10.

Dimensi pembangunan manusia yang mencakup kesehatan, pendidikan, dan


standar hidup layak juga mengalami perkembangan baik di kawasan barat
maupun kawasan timur. Diantara ketiga dimensi, ketimpangan pendidikan
dan pengeluaran tercatat semakin lebar dari tahun ke tahun, baik di kawasan
barat maupun kawasan timur. Bahkan, ketimpangan pengeluaran dari tahun
ke tahun semakin melebar dan mengkhawatirkan.

id
o.
Upaya pemerataan pencapaian pembangunan antar kawasan sebetulnya
sudah diupayakan pemerintah dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019.
.g
Pembangunan nasional adalah untuk menghilangkan/memperkecil
kesenjangan yang ada, baik kesenjangan antarkelompok pendapatan,
ps
maupun kesenjangan antarwilayah, dengan prioritas:
1. wilayah desa, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, karena
.b

penduduk miskin sebagian besar tinggal di desa;


w

2. wilayah pinggiran;
3. luar Jawa; dan
w

4. Kawasan Timur.
//w

Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan turun menjadi 7 persen hingga


p:

8 persen pada tahun 2019. Hal ini dimaksudkan agar kesenjangan antar
kelompok ekonomi turun. Pemerintah juga memprioritaskan pembangunan
t
ht

perdesaan, daerah tertinggal, serta pengembangan kawasan perbatasan.


Wilayah luar Jawa akan ditargetkan memiliki pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi sendiri, antara lain dengan pembangunan Kawasan Ekonomi
Khusus di luar Jawa, kawasan industri, dan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (KPBPB).

90 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Daftar Pustaka
Achmadi, U.F., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI Press, Jakarta.
Armstrong, Sue. 1991. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan. Arcan, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Indeks Pembangunan Manusia 2009-2010. Jakarta: CV.
Rioma.
_______. 2012. Indeks Pembangunan Manusia 2010-2011. Jakarta: CV. Rioma
_______. 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2012. Jakarta: CV. Rioma
_______. 2015. Indeks Pembangunan Manusia 2014. Jakarta: CV. Rioma
_______. Statistik Indonesia 2015. Jakarta: BPS.
_______. 2014. Kajian Indikator Sustainable Development Goals (SDGs). Jakarta: BPS

id
Istiqomah, Umi. 2003. Upaya Menuju Generasi Tanpa Merokok. Setiaji, Jakarta.

o.
Kasnodihardjo. 1997. Gambaran Perilaku Penduduk Mengenai Kesehatan
Lingkungan di Daerah Pedesaan Subang Jawa Barat. Pusat Penelitian
.g
Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
ps
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 119,
1997
.b

Mandagi, Jeanne. 1996. Masalah Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya serta
Penanggulangannya. Bina Darma Pemuda Printing, Jakarta.
w

Notoatmodjo, Sukidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
w

Jakarta.
//w

PDSPK Kemendikbud. 2016. Rangkuman Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah


2016/2017. Jakarta: Kemendikbud.
p:

Pusdatin Kemenkes. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Pusdatin


Kemenkes
t
ht

Ridwan, Ivani, Fitria Saftarina. 2015. Pelayanan Fasilitas Kesehatan: Faktor Kepuasan
dan Loyalitas Pasien. Abstrak Majority Volume 4 Nomor 9 Desember 2015.
Said, Nusa Idaman. 1999. Kesehatan Masyarakat Dan Teknologi Peningkatan
Kualitas Air. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Cetakan
Pertama, Jakarta.
UNDP, BPS, dan Bappenas. 2001. Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001:
Demokrasi dan Pembangunan Manusia.
_______. 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004: Ekonomi dari
Demokrasi.
United Nations Development Programme. 1990. Human Development Report. New
York: UNDP.
_______. 1996. Human Development Report. New York: UNDP.
_______. 2015. Human Development Report. New York: UNDP.
_______. 2016. Human Development Report. New York: UNDP.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 91


ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id

L
Lampiran
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Lampiran 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi,
2016

AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan


Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
ACEH 69,51 13,89 8,86 8.768 70,00 0,79
SUMATERA UTARA 68,33 13,00 9,12 9.744 70,00 0,71
SUMATERA BARAT 68,73 13,79 8,59 10.126 70,73 1,07
RIAU 70,97 12,86 8,59 10.465 71,20 0,50
JAMBI 70,71 12,72 8,07 9.795 69,62 1,06
SUMATERA SELATAN 69,16 12,23 7,83 9.935 68,24 1,15
BENGKULU 68,56 13,38 8,37 9.492 69,33 1,08
LAMPUNG 69,94 12,35 7,63 9.156 67,65 1,05
KEP. BANGKA BELITUNG 69,92 11,71 7,62 11.960 69,55 0,73
KEPULAUAN RIAU 69,45 12,66 9,67 13.359 73,99 0,33

id
DKI JAKARTA 72,49 12,73 10,88 17.468 79,60 0,77
JAWA BARAT 72,44 12,30 7,95 10.035 70,05 0,79

o.
JAWA TENGAH 74,02 12,45 7,15 10.153 69,98 0,70
D I YOGYAKARTA
JAWA TIMUR .g
74,71 15,23
70,74 12,98
9,12
7,23
13.229 78,38
10.715 69,74
1,01
1,14
ps
BANTEN 69,46 12,70 8,37 11.469 70,96 0,98
BALI 71,41 13,04 8,36 13.279 73,65 0,53
.b

NUSA TENGGARA BARAT 65,48 13,16 6,79 9.575 65,81 0,95


w

NUSA TENGGARA TIMUR 66,04 12,97 7,02 7.122 63,13 0,73


KALIMANTAN BARAT 69,90 12,37 6,98 8.348 65,88 0,45
w

KALIMANTAN TENGAH 69,57 12,33 8,13 10.155 69,13 0,88


//w

KALIMANTAN SELATAN 67,92 12,29 7,89 11.307 69,05 0,98


KALIMANTAN TIMUR 73,68 13,35 9,24 11.355 74,59 0,56
p:

KALIMANTAN UTARA 72,43 12,59 8,49 8.434 69,20 0,64


SULAWESI UTARA 71,02 12,55 8,96 10.148 71,05 0,94
t
ht

SULAWESI TENGAH 67,31 12,92 8,12 9.034 67,47 1,07


SULAWESI SELATAN 69,82 13,16 7,75 10.281 69,76 0,88
SULAWESI TENGGARA 70,46 13,24 8,32 8.871 69,31 0,82
GORONTALO 67,13 12,88 7,12 9.175 66,29 0,66
SULAWESI BARAT 64,31 12,34 7,14 8.450 63,60 1,01
MALUKU 65,35 13,73 9,27 8.215 67,60 0,81
MALUKU UTARA 67,51 13,45 8,52 7.545 66,63 1,10
PAPUA BARAT 65,30 12,26 7,06 7.175 62,21 0,77
PAPUA 65,12 10,23 6,15 6.637 58,05 1,40
INDONESIA 70,90 12,72 7,95 10.420 70,18 0,91

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 95


Lampiran 2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/
Kota, 2016

AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan


Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
ACEH 69,51 13,89 8,86 8.768 70,00 0,79
Simeulue 64,78 13,07 8,91 6.542 63,82 1,05
Aceh Singkil 67,02 14,27 7,69 8.068 66,96 1,37
Aceh Selatan 63,75 13,53 8,02 7.397 64,13 1,35
Aceh Tenggara 67,51 13,96 9,33 7.212 67,48 1,06
Aceh Timur 68,26 12,55 7,60 7.825 65,42 1,35
Aceh Tengah 68,48 14,23 9,66 9.920 72,04 0,74
Aceh Barat 67,56 14,56 8,70 8.559 69,26 1,24
Aceh Besar 69,49 14,48 9,92 8.788 71,75 0,07
Pidie 66,52 13,93 8,75 9.273 69,06 0,55

id
Bireuen 70,72 14,42 9,15 7.885 70,21 0,63
Aceh Utara 68,51 14,11 8,09 7.520 67,19 0,51

o.
Aceh Barat Daya 64,35 13,54 7,93 7.567 64,57 1,26
Gayo Lues
Aceh Tamiang
64,88 13,27
69,08 13,55 .g
7,10
8,21
8.048 64,26
7.766 67,41
0,93
0,56
ps
Nagan Raya 68,67 14,09 8,24 7.460 67,32 0,88
Aceh Jaya 66,70 13,94 7,95 8.796 67,70 0,25
.b

Bener Meriah 68,85 13,42 9,43 10.140 71,42 1,13


w

Pidie Jaya 69,59 14,51 8,46 9.590 71,13 0,90


Kota Banda Aceh 70,92 17,03 12,57 15.737 83,73 0,58
w

Kota Sabang 70,01 13,17 10,51 10.507 73,36 1,17


//w

Kota Langsa 69,00 15,17 10,71 11.015 75,41 0,89


Kota Lhokseumawe 71,05 15,16 10,53 10.549 75,78 0,89
p:

Kota Subulussalam 63,42 14,18 6,88 6.669 62,18 1,41


SUMATERA UTARA 68,33 13,00 9,12 9.744 70,00 0,71
t
ht

Nias 69,07 12,09 4,92 6.409 59,75 1,53


Mandailing Natal 61,77 12,78 7,89 9.237 64,55 0,88
Tapanuli Selatan 64,01 13,07 8,35 10.821 68,04 0,61
Tapanuli Tengah 66,62 12,45 8,03 9.694 67,27 0,31
Tapanuli Utara 67,71 13,61 9,32 11.242 71,96 0,90
Toba Samosir 69,25 13,19 10,09 11.687 73,61 0,29
Labuhan Batu 69,40 12,58 8,78 10.559 70,50 0,38
Asahan 67,47 12,52 8,33 10.288 68,71 0,46
Simalungun 70,43 12,70 8,86 10.855 71,48 0,34
Dairi 67,95 12,84 8,70 10.190 69,61 0,89
Karo 70,69 12,65 9,51 11.925 73,29 0,82
Deli Serdang 71,06 12,69 9,68 11.683 73,51 0,99
Langkat 67,79 12,71 8,18 10.567 69,13 0,87
Nias Selatan 67,83 11,97 4,65 6.647 59,14 0,69
Humbang Hasundutan 68,26 13,21 8,91 7.135 66,56 0,80

96 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Pakpak Bharat 64,95 13,81 8,46 7.641 65,81 0,43
Samosir 70,47 13,42 8,94 7.813 68,82 0,56
Serdang Bedagai 67,63 12,54 8,34 10.246 68,77 1,12
Batu Bara 65,95 12,34 7,75 9.886 66,69 1,02
Padang Lawas Utara 66,54 12,30 8,92 9.600 68,05 1,03
Padang Lawas 66,40 12,92 8,41 8.094 66,23 0,37
Labuhan Batu Selatan 68,11 12,94 8,69 10.712 70,28 0,87
Labuhan Batu Utara 68,80 12,54 8,33 11.278 70,26 0,82
Nias Utara 68,68 12,41 6,07 5.770 60,23 0,58
Nias Barat 68,10 12,60 5,77 5.391 59,03 1,33
Kota Sibolga 67,87 13,11 9,86 11.034 72,00 0,50
Kota Tanjung Balai 62,09 12,41 9,13 10.577 67,09 0,53
Kota Pematang Siantar 72,46 14,00 10,75 11.878 76,90 0,74

id
Kota Tebing Tinggi 70,21 12,65 10,07 11.747 73,58 1,05
Kota Medan 72,34 14,06 11,18 14.393 79,34 0,59

o.
Kota Binjai 71,67 13,57 10,28 10.342 74,11 0,41
Kota Padangsidimpuan .g
68,37 14,49 10,48 10.198 73,42 0,85
ps
Kota Gunungsitoli 70,36 13,66 8,20 6.963 66,85 0,66
SUMATERA BARAT 68,73 13,79 8,59 10.126 70,73 1,07
.b

Kepulauan Mentawai 64,36 11,74 6,52 5.771 58,27 1,50


Pesisir Selatan 70,11 13,05 8,12 8.605 68,39 0,47
w

Solok 67,50 13,00 7,58 9.664 67,67 0,82


w

Sijunjung 65,33 12,27 7,50 9.895 66,01 1,08


Tanah Datar 68,93 13,46 8,12 10.296 70,11 0,89
//w

Padang Pariaman 67,80 13,55 7,00 10.455 68,44 0,59


Agam 71,44 13,73 8,18 9.111 70,36 0,74
p:

Lima Puluh Kota 69,27 13,25 7,92 8.936 68,37 1,07


t

Pasaman 66,40 12,71 7,64 7.678 64,57 0,87


ht

Solok Selatan 66,78 12,51 7,99 9.802 67,47 0,57


Dharmasraya 70,30 12,39 8,23 10.781 70,25 0,59
Pasaman Barat 67,09 12,67 7,84 8.393 66,03 1,18
Kota Padang 73,19 15,87 11,24 13.721 81,06 0,87
Kota Solok 72,83 14,28 10,79 11.519 77,07 0,31
Kota Sawah Lunto 69,33 13,05 9,92 9.051 70,67 1,15
Kota Padang Panjang 72,45 15,02 11,42 9.804 76,50 0,69
Kota Bukittinggi 73,60 14,93 10,98 12.475 79,11 0,49
Kota Payakumbuh 73,03 14,22 10,30 12.705 77,56 0,17
Kota Pariaman 69,63 14,50 10,09 12.141 75,44 0,61
RIAU 70,97 12,86 8,59 10.465 71,20 0,50
Kuantan Singingi 67,92 12,81 8,19 9.892 68,66 0,50
Indragiri Hulu 69,79 12,24 7,83 10.068 68,67 0,99
Indragiri Hilir 66,95 11,58 6,94 9.911 65,35 0,84

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 97


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Pelalawan 70,39 11,68 8,18 11.641 70,21 0,56
Siak 70,59 12,56 9,21 11.826 72,70 0,73
Kampar 70,08 12,87 8,85 10.765 71,39 0,15
Rokan Hulu 69,17 12,59 7,97 9.065 67,86 0,84
Bengkalis 70,63 12,72 8,83 11.325 71,98 0,97
Rokan Hilir 69,57 12,06 7,88 9.181 67,52 1,06
Kepulauan Meranti 66,85 12,74 7,46 7.194 63,90 1,03
Kota Pekanbaru 71,70 14,87 11,20 14.225 79,69 0,46
Kota Dumai 70,31 12,75 9,58 11.531 72,96 1,06
JAMBI 70,71 12,72 8,07 9.795 69,62 1,06
Kerinci 69,41 13,83 8,06 9.374 69,68 1,14
Merangin 70,93 11,87 7,44 9.644 67,86 1,06
Sarolangun 68,80 12,23 7,34 11.349 68,73 0,92

id
Batang Hari 70,03 12,88 7,69 9.512 68,70 0,96
Muaro Jambi 70,86 12,79 8,02 7.990 67,55 1,34

o.
Tanjung Jabung Timur 65,56 11,48 6,32 8.136 61,88 1,24
Tanjung Jabung Barat 67,71 12,21 .g
7,43 8.872 65,91 1,36
ps
Tebo 69,66 12,36 7,54 9.745 68,05 1,13
Bungo 67,18 12,55 7,99 10.937 68,77 0,63
.b

Kota Jambi 72,32 13,81 10,65 11.436 76,14 0,73


Kota Sungai Penuh 71,66 14,75 9,33 9.604 73,35 0,44
w

SUMATERA SELATAN 69,16 12,23 7,83 9.935 68,24 1,15


w

Ogan Komering Ulu 67,65 12,55 8,33 8.993 67,47 0,44


Ogan Komering Ilir 68,02 11,35 6,74 10.039 65,44 1,10
//w

Muara Enim 68,07 11,93 7,41 9.766 66,71 1,35


Lahat 65,06 12,30 8,10 9.037 65,75 0,77
p:

Musi Rawas 67,26 11,73 6,85 9.140 64,75 1,00


t

Musi Banyuasin 68,11 11,80 7,55 9.452 66,45 1,05


ht

Banyu Asin 68,33 11,71 6,89 8.899 65,01 1,35


Ogan Komering Ulu Selatan 66,16 11,58 7,47 7.902 63,42 1,36
Ogan Komering Ulu Timur 68,31 11,79 7,06 11.024 67,38 0,32
Ogan Ilir 64,65 12,26 7,36 9.846 65,45 0,16
Empat Lawang 64,25 12,02 7,30 8.944 64,00 0,71
Penukal Abab Lematang Ilir 67,68 10,92 6,54 7.491 61,66 1,36
Musi Rawas Utara 64,94 11,53 6,43 9.272 63,05 1,16
Kota Palembang 70,05 13,71 10,35 13.981 76,59 0,39
Kota Prabumulih 69,63 12,87 9,67 12.162 73,38 0,26
Kota Pagar Alam 65,78 12,81 8,64 7.989 65,96 0,91
Kota Lubuklinggau 68,61 13,29 9,49 12.798 73,57 0,55
BENGKULU 68,56 13,38 8,37 9.492 69,33 1,08
Bengkulu Selatan 67,20 13,46 8,77 9.044 68,71 0,21
Rejang Lebong 67,58 13,23 8,03 9.520 68,34 1,22

98 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Bengkulu Utara 67,40 12,82 7,82 9.566 67,63 0,25
Kaur 65,84 12,94 7,80 7.842 64,95 0,74
Seluma 66,77 12,60 7,55 7.335 64,04 0,99
Mukomuko 65,88 12,49 7,85 9.482 66,52 1,14
Lebong 62,39 12,15 7,86 10.682 65,58 1,34
Kepahiang 67,03 12,66 7,83 8.701 66,35 1,38
Bengkulu Tengah 67,63 12,95 6,89 8.425 65,44 1,18
Kota Bengkulu 69,49 15,16 11,46 12.698 77,94 1,01
LAMPUNG 69,94 12,35 7,63 9.156 67,65 1,05
Lampung Barat 66,64 12,17 7,28 9.106 65,45 1,41
Tanggamus 67,61 11,93 6,87 8.483 64,41 1,18
Lampung Selatan 68,49 11,68 7,53 9.189 66,19 1,49
Lampung Timur 69,92 12,41 7,55 9.416 67,88 1,16

id
Lampung Tengah 69,15 12,21 7,37 10.674 68,33 1,07
Lampung Utara 68,30 12,42 7,71 8.212 65,95 1,15

o.
Way Kanan 68,58 12,31 7,33 8.411 65,74 0,86
Tulangbawang .g
69,28 11,55 7,12 10.034 66,74 1,00
ps
Pesawaran 68,05 12,25 7,24 7.055 63,47 1,23
Pringsewu 68,88 12,76 7,84 9.533 68,26 1,06
.b

Mesuji 67,32 11,20 6,13 7.099 60,72 1,56


Tulang Bawang Barat 69,21 11,97 6,83 7.450 63,77 1,20
w

Pesisir Barat 62,29 11,85 7,48 7.616 61,50 1,57


w

Kota Bandar Lampung 70,75 13,67 10,88 11.266 75,34 0,70


Kota Metro 71,05 14,27 10,56 11.007 75,45 0,47
//w

KEP. BANGKA BELITUNG 69,92 11,71 7,62 11.960 69,55 0,73


Bangka 70,52 12,37 7,96 11.279 70,43 0,57
p:

Belitung 70,38 11,47 8,10 12.865 70,81 0,73


t

Bangka Barat 69,52 11,49 6,89 11.303 67,60 0,55


ht

Bangka Tengah 70,38 11,73 6,71 12.248 68,76 0,14


Bangka Selatan 66,99 11,25 5,96 10.932 64,57 1,07
Belitung Timur 71,30 11,46 7,95 10.729 69,30 0,69
Kota Pangkal Pinang 72,57 12,77 9,76 14.807 76,73 0,16
KEPULAUAN RIAU 69,45 12,66 9,67 13.359 73,99 0,33
Karimun 70,02 12,14 7,75 11.468 69,84 0,92
Bintan 70,02 12,27 8,33 13.667 72,38 0,64
Natuna 63,99 13,86 8,46 13.834 71,23 0,51
Lingga 60,44 12,06 5,85 11.280 62,44 1,89
Kepulauan Anambas 66,54 11,87 6,63 11.320 66,30 0,67
Kota Batam 73,09 12,67 11,10 16.889 79,79 0,57
Kota Tanjung Pinang 71,74 14,06 9,96 14.645 77,77 0,25
DKI JAKARTA 72,49 12,73 10,88 17.468 79,60 0,77
Kep. Seribu 67,88 12,10 8,24 11.608 69,52 0,99

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 99


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Kota Jakarta Selatan 73,83 13,22 11,42 22.932 83,94 0,69
Kota Jakarta Timur 74,14 13,20 11,52 16.733 81,28 0,69
Kota Jakarta Pusat 73,76 13,09 11,01 16.493 80,22 0,66
Kota Jakarta Barat 73,34 12,69 10,36 19.501 80,34 0,77
Kota Jakarta Utara 72,95 12,53 10,23 17.418 78,78 0,61
JAWA BARAT 72,44 12,30 7,95 10.035 70,05 0,79
Bogor 70,65 12,05 7,83 9.537 68,32 0,82
Sukabumi 70,14 12,18 6,74 8.077 65,13 1,08
Cianjur 69,39 11,88 6,61 7.074 62,92 0,80
Bandung 73,10 12,42 8,50 9.580 70,69 0,92
Garut 70,76 11,69 6,88 7.079 63,64 0,68
Tasikmalaya 68,54 12,46 6,94 7.081 63,57 0,64
Ciamis 70,90 13,65 7,55 8.432 68,45 0,64

id
Kuningan 72,76 12,04 7,34 8.580 67,51 0,48
Cirebon 71,43 12,03 6,41 9.463 66,70 0,96

o.
Majalengka 69,22 11,89 6,89 8.594 65,25 0,78
Sumedang 71,96 12,91 .g
7,72 9.339 69,45 0,24
ps
Indramayu 70,72 12,20 5,56 8.866 64,78 0,66
Subang 71,61 11,66 6,58 10.012 67,14 0,93
.b

Purwakarta 70,34 11,82 7,42 10.732 68,56 1,06


Karawang 71,60 11,85 6,94 10.379 68,19 0,78
w

Bekasi 73,24 12,23 8,81 10.435 71,83 0,90


w

Bandung Barat 71,82 11,56 7,63 7.698 65,81 0,89


Pangandaran 70,40 12,02 7,07 8.312 65,79 0,26
//w

Kota Bogor 72,95 13,01 10,28 10.662 74,50 1,15


Kota Sukabumi 71,90 13,38 9,28 9.819 72,33 0,69
p:

Kota Bandung 73,84 13,89 10,58 15.805 80,13 0,57


t

Kota Cirebon 71,83 13,07 9,87 10.824 73,70 0,49


ht

Kota Bekasi 74,55 13,47 10,78 15.236 79,95 0,40


Kota Depok 74,01 13,86 10,76 14.560 79,60 0,62
Kota Cimahi 73,59 13,75 10,89 11.141 76,69 0,35
Kota Tasikmalaya 71,37 13,40 8,63 9.145 70,58 0,85
Kota Banjar 70,33 13,18 8,19 9.815 70,09 1,13
JAWA TENGAH 74,02 12,45 7,15 10.153 69,98 0,70
Cilacap 73,11 12,29 6,90 9.677 68,60 1,22
Banyumas 73,23 12,58 7,39 10.554 70,49 0,85
Purbalingga 72,86 11,93 6,86 9.159 67,48 0,67
Banjarnegara 73,69 11,40 6,26 8.400 65,52 1,22
Kebumen 72,87 12,61 7,05 8.276 67,41 0,80
Purworejo 74,14 13,05 7,66 9.497 70,66 0,41
Wonosobo 71,16 11,67 6,12 9.877 66,19 0,75
Magelang 73,33 12,15 7,40 8.501 67,85 1,07

100 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Boyolali 75,67 12,14 7,17 12.192 72,18 0,62
Klaten 76,59 12,85 8,22 11.227 73,97 0,22
Sukoharjo 77,46 13,79 8,58 10.452 75,06 0,72
Wonogiri 75,88 12,43 6,57 8.589 68,23 0,69
Karanganyar 77,11 13,64 8,49 10.722 74,90 0,86
Sragen 75,43 12,30 6,87 11.688 71,43 0,47
Grobogan 74,37 12,26 6,62 9.487 68,52 0,70
Blora 73,88 11,92 6,18 8.846 66,61 0,59
Rembang 74,27 12,03 6,93 9.453 68,60 0,61
Pati 75,69 11,92 6,83 9.548 69,03 0,76
Kudus 76,43 13,19 7,85 10.348 72,94 0,30
Jepara 75,67 12,28 7,32 9.695 70,25 0,34
Demak 75,27 12,44 7,46 9.377 70,10 0,50

id
Semarang 75,54 12,83 7,48 11.102 72,40 0,72
Temanggung 75,39 12,06 6,55 8.593 67,60 0,79

o.
Kendal 74,20 12,68 6,65 10.631 70,11 0,78
Batang .g
74,46 11,51 6,42 8.568 66,38 1,41
ps
Pekalongan 73,41 12,15 6,56 9.300 67,71 0,46
Pemalang 72,87 11,87 6,05 7.447 64,17 0,74
.b

Tegal 71,02 12,01 6,54 8.709 65,84 1,23


Brebes 68,41 11,37 6,17 9.148 63,98 1,26
w

Kota Magelang 76,62 13,55 10,29 11.090 77,16 1,01


w

Kota Surakarta 77,03 14,50 10,37 13.900 80,76 0,77


Kota Salatiga 76,87 14,98 9,82 14.811 81,14 0,22
//w

Kota Semarang 77,21 14,70 10,49 13.909 81,19 1,19


Kota Pekalongan 74,15 12,77 8,29 11.721 73,32 0,87
p:

Kota Tegal 74,18 12,88 8,28 11.849 73,55 0,80


t

D I YOGYAKARTA 74,71 15,23 9,12 13.229 78,38 1,01


ht

Kulon Progo 75,03 13,97 8,50 8.938 72,38 1,21


Bantul 73,50 14,73 9,09 14.880 78,42 0,55
Gunung Kidul 73,76 12,93 6,62 8.467 67,82 0,61
Sleman 74,60 16,08 10,64 14.921 82,15 1,17
Kota Yogyakarta 74,30 16,81 11,42 17.770 85,32 0,90
JAWA TIMUR 70,74 12,98 7,23 10.715 69,74 1,14
Pacitan 71,18 12,19 6,89 8.048 65,74 1,26
Ponorogo 72,18 13,69 6,97 8.908 68,93 1,13
Trenggalek 73,03 12,09 7,19 8.829 67,78 0,79
Tulungagung 73,40 13,03 7,73 9.881 70,82 1,07
Blitar 72,89 12,42 7,25 9.467 68,88 1,10
Kediri 72,20 12,57 7,58 10.140 69,87 1,39
Malang 72,05 12,28 6,98 9.018 67,51 1,33
Lumajang 69,38 11,77 6,05 8.311 63,74 1,15

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 101


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Jember 68,37 12,31 6,05 8.409 64,01 1,54
Banyuwangi 70,11 12,55 6,93 11.171 69,00 1,34
Bondowoso 65,89 12,87 5,54 10.007 64,52 0,90
Situbondo 68,41 12,99 5,68 9.106 65,08 0,85
Probolinggo 66,31 12,05 5,67 10.170 64,12 0,45
Pasuruan 69,86 11,81 6,58 9.198 65,71 1,03
Sidoarjo 73,67 14,13 10,22 13.320 78,17 0,96
Mojokerto 72,03 12,44 7,76 11.798 71,38 0,74
Jombang 71,77 12,69 7,68 10.237 70,03 0,64
Nganjuk 71,04 12,82 7,34 11.451 70,50 0,86
Madiun 70,55 13,11 7,00 10.904 69,67 0,41
Magetan 72,09 13,71 7,66 10.988 71,94 0,77
Ngawi 71,63 12,65 6,54 10.810 68,96 0,94

id
Bojonegoro 70,67 12,11 6,65 9.420 66,73 0,85
Tuban 70,67 12,17 6,25 9.353 66,19 1,03

o.
Lamongan 71,77 13,44 7,29 10.252 70,34 0,72
Gresik 72,33 13,69 .g
8,94 11.961 74,46 1,21
ps
Bangkalan 69,77 11,56 5,13 8.030 62,06 0,93
Sampang 67,62 11,37 3,79 8.096 59,09 1,56
.b

Pamekasan 66,95 13,35 6,08 7.975 63,98 1,39


Sumenep 70,56 12,73 5,08 7.846 63,42 1,66
w

Kota Kediri 73,65 14,61 9,89 11.070 76,33 0,88


w

Kota Blitar 73,09 14,00 9,88 12.499 76,71 0,94


Kota Malang 72,68 15,38 10,14 15.732 80,46 0,51
//w

Kota Probolinggo 69,79 13,54 8,47 10.792 71,50 0,70


Kota Pasuruan 70,93 13,57 9,08 12.295 74,11 0,45
p:

Kota Mojokerto 72,78 13,80 9,93 12.449 76,38 1,11


t

Kota Madiun 72,44 14,19 11,09 15.300 80,01 0,67


ht

Kota Surabaya 73,87 13,99 10,44 16.295 80,38 1,14


Kota Batu 72,20 13,62 8,45 11.772 73,57 1,31
BANTEN 69,46 12,70 8,37 11.469 70,96 0,98
Pandeglang 63,77 13,40 6,62 8.138 63,40 1,08
Lebak 66,43 11,91 6,19 8.308 62,78 1,21
Tangerang 69,37 12,11 8,23 11.863 70,44 0,56
Serang 63,81 12,37 6,98 10.317 65,12 0,78
Kota Tangerang 71,34 13,41 10,28 13.911 76,81 0,96
Kota Cilegon 66,24 13,11 9,68 12.326 72,04 0,31
Kota Serang 67,36 12,63 8,60 12.660 71,09 0,83
Kota Tangerang Selatan 72,14 14,08 11,58 14.972 80,11 0,92
BALI 71,41 13,04 8,36 13.279 73,65 0,53
Jembrana 71,57 12,27 7,59 11.343 70,38 1,03
Tabanan 72,89 12,87 8,10 13.800 74,19 0,88

102 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Badung 74,42 13,66 9,90 16.567 79,80 1,20
Gianyar 72,95 13,36 8,86 13.766 75,70 0,89
Klungkung 70,28 12,86 7,06 10.852 69,31 0,47
Bangli 69,69 11,82 6,44 10.819 67,03 1,19
Karangasem 69,66 12,33 5,48 9.690 65,23 0,84
Buleleng 70,97 12,61 6,85 12.814 70,65 0,89
Kota Denpasar 74,04 13,76 11,14 19.084 82,58 0,42
NUSA TENGGARA BARAT 65,48 13,16 6,79 9.575 65,81 0,95
Lombok Barat 65,44 12,80 5,93 10.924 65,55 1,43
Lombok Tengah 65,01 12,83 5,60 9.079 63,22 0,76
Lombok Timur 64,73 13,30 6,26 8.449 63,70 1,39
Sumbawa 66,30 12,68 7,53 8.070 64,89 1,54
Dompu 65,62 13,28 8,10 7.819 65,48 1,43

id
Bima 65,13 13,25 7,45 7.585 64,15 1,06
Sumbawa Barat 66,66 13,58 8,05 10.528 69,26 1,29

o.
Lombok Utara 65,88 12,68 5,47 8.155 62,24 1,78
Kota Mataram .g
70,70 15,50 9,25 13.733 77,20 1,08
ps
Kota Bima 69,35 14,96 10,13 9.930 73,67 0,93
NUSA TENGGARA TIMUR 66,04 12,97 7,02 7.122 63,13 0,73
.b

Sumba Barat 66,15 12,64 6,45 6.914 61,85 0,80


Sumba Timur 64,00 12,30 6,48 9.004 63,22 1,09
w

Kupang 63,33 13,48 6,93 7.217 62,39 0,56


w

Timor Tengah Selatan 65,60 12,53 6,27 6.360 60,37 0,78


Timor Tengah Utara 66,14 13,27 7,13 5.930 61,54 0,95
//w

Belu 63,21 12,02 7,06 7.199 61,04 0,82


Alor 60,35 11,64 7,76 6.468 58,99 0,83
p:

Lembata 66,02 12,23 7,52 7.010 62,81 1,04


t

Flores Timur 64,36 12,38 6,99 7.237 61,90 1,08


ht

Sikka 66,20 11,91 6,55 7.740 62,42 0,99


Ende 64,42 13,74 7,38 8.801 65,74 0,31
Ngada 67,34 12,66 7,61 8.195 65,61 0,78
Manggarai 65,66 11,92 6,97 7.008 61,67 1,32
Rote Ndao 63,13 12,51 6,67 6.110 59,28 1,65
Manggarai Barat 66,19 10,67 6,82 7.149 60,63 0,98
Sumba Tengah 67,73 11,93 5,21 5.907 58,52 1,06
Sumba Barat Daya 67,71 13,02 6,30 6.079 61,31 1,29
Nagekeo 66,31 11,98 7,34 8.054 63,93 0,95
Manggarai Timur 67,39 10,58 6,44 5.396 57,50 1,17
Sabu Raijua 58,69 13,00 5,68 4.923 54,16 1,66
Malaka 64,27 12,28 6,31 5.658 58,29 1,36
Kota Kupang 68,46 15,76 11,44 12.986 78,14 0,24

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 103


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
KALIMANTAN BARAT 69,90 12,37 6,98 8.348 65,88 0,45
Sambas 68,05 11,92 6,42 9.311 64,94 1,25
Bengkayang 73,01 11,60 6,08 8.588 65,45 1,24
Landak 72,10 12,35 7,07 6.737 64,58 0,72
Mempawah 70,30 12,29 6,46 7.270 63,84 0,75
Sanggau 70,67 11,05 6,92 7.729 63,90 1,34
Ketapang 70,52 11,34 6,68 8.430 64,74 1,11
Sintang 71,08 11,27 6,71 8.302 64,78 0,93
Kapuas Hulu 71,94 11,84 7,01 6.691 63,83 0,16
Sekadau 70,94 11,34 6,56 6.820 62,52 0,30
Melawi 72,39 11,05 6,52 7.858 64,25 0,74
Kayong Utara 67,39 11,75 5,84 7.030 60,87 1,29
Kubu Raya 69,77 12,84 6,57 8.145 65,54 0,80

id
Kota Pontianak 72,14 14,49 9,78 13.838 77,63 0,14
Kota Singkawang 71,08 12,85 7,29 11.006 70,10 0,10

o.
KALIMANTAN TENGAH 69,57 12,33 8,13 10.155 69,13 0,88
Kotawaringin Barat 70,21 12,42 .g
8,05 12.101 71,13 0,75
ps
Kotawaringin Timur 69,60 12,21 7,88 10.922 69,42 1,18
Kapuas 68,49 11,92 7,09 10.287 66,98 1,37
.b

Barito Selatan 66,63 12,30 8,60 10.938 69,00 1,06


Barito Utara 71,26 11,96 8,34 8.774 68,28 1,34
w

Sukamara 71,32 11,97 7,82 7.792 66,40 0,91


w

Lamandau 69,20 12,44 7,79 10.049 68,54 0,35


Seruyan 69,22 11,61 7,49 8.331 65,40 0,98
//w

Katingan 65,40 12,19 8,63 9.969 67,41 0,90


Pulang Pisau 67,75 12,32 7,66 9.017 66,49 1,11
p:

Gunung Mas 70,02 11,74 8,94 10.155 69,73 0,71


t

Barito Timur 67,84 12,79 9,03 10.631 70,33 0,89


ht

Murung Raya 69,30 11,71 7,37 9.742 66,96 0,76


Kota Palangka Raya 73,05 14,91 11,02 12.899 79,21 0,75
KALIMANTAN SELATAN 67,92 12,29 7,89 11.307 69,05 0,98
Tanah Laut 68,76 11,50 7,30 10.862 67,44 0,68
Kota Baru 68,61 11,66 7,02 10.777 67,10 0,74
Banjar 66,17 11,41 7,00 12.311 66,87 0,73
Barito Kuala 65,14 11,92 7,06 9.226 64,33 1,26
Tapin 69,62 11,24 7,44 11.237 68,05 0,57
Hulu Sungai Selatan 65,38 12,02 7,68 11.623 67,52 1,82
Hulu Sungai Tengah 65,06 12,00 7,53 11.527 67,07 0,76
Hulu Sungai Utara 62,71 12,81 7,00 8.668 63,38 1,43
Tabalong 69,84 12,46 8,32 10.620 70,07 1,04
Tanah Bumbu 69,19 11,53 7,66 11.006 68,28 1,03
Balangan 67,07 11,77 6,71 10.953 66,25 1,39

104 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Kota Banjarmasin 70,44 13,79 9,91 13.417 75,94 0,71
Kota Banjar Baru 71,43 14,77 10,76 12.879 77,96 0,52
KALIMANTAN TIMUR 73,68 13,35 9,24 11.355 74,59 0,56
Paser 72,02 12,96 8,19 10.171 71,00 1,00
Kutai Barat 72,28 12,75 8,03 9.492 69,99 0,94
Kutai Kartanegara 71,64 13,26 8,71 10.593 72,19 0,56
Kutai Timur 72,45 12,44 8,72 9.960 71,10 0,49
Berau 71,37 13,18 8,78 11.675 73,05 0,45
Penajam Paser Utara 70,80 12,46 7,60 11.019 69,96 1,02
Mahakam Ulu 71,19 12,42 7,37 7.281 65,51 0,96
Kota Balikpapan 73,96 13,59 10,54 13.883 78,57 0,50
Kota Samarinda 73,68 14,23 10,33 14.010 78,91 0,29
Kota Bontang 73,71 12,79 10,39 16.157 78,92 0,18

id
KALIMANTAN UTARA 72,43 12,59 8,49 8.434 69,20 0,64
Malinau 71,24 13,24 8,56 9.529 70,71 0,80

o.
Bulungan 72,36 12,75 8,43 8.933 69,88 0,73
Tana Tidung .g
71,31 12,17 8,11 6.919 65,64 1,11
ps
Nunukan 71,23 12,58 7,57 6.333 64,35 1,57
Kota Tarakan 73,69 13,42 9,92 10.715 74,88 0,24
.b

SULAWESI UTARA 71,02 12,55 8,96 10.148 71,05 0,94


Bolaang Mongondow 68,51 11,07 7,30 9.657 65,73 1,08
w

Minahasa 70,40 13,93 9,54 11.827 74,37 1,06


w

Kepulauan Sangihe 69,26 11,71 7,70 10.959 68,52 1,42


Kepulauan Talaud 69,41 12,13 8,92 8.184 67,58 0,98
//w

Minahasa Selatan 69,17 11,75 8,71 11.133 69,97 1,15


Minahasa Utara 70,82 12,13 9,24 10.789 71,49 0,56
p:

Bolaang Mongondow Utara 66,91 11,86 7,67 8.593 65,16 1,08


t

Siau Tagulandang Biaro 69,72 11,24 8,45 7.742 65,66 1,01


ht

Minahasa Tenggara 69,53 11,51 8,39 10.002 68,42 0,54


Bolaang Mongondow Selatan 64,00 12,21 7,71 8.371 63,92 0,31
Bolaang Mongondow Timur 67,27 11,46 7,52 8.361 64,44 0,99
Kota Manado 71,31 13,83 11,02 13.253 77,59 0,34
Kota Bitung 70,50 12,24 9,37 11.718 72,43 1,11
Kota Tomohon 71,07 14,16 10,23 10.936 74,91 0,73
Kota Kotamobagu 69,69 12,67 9,97 10.084 71,68 1,38
SULAWESI TENGAH 67,31 12,92 8,12 9.034 67,47 1,07
Banggai Kepulauan 64,44 12,72 7,94 7.286 63,45 0,76
Banggai 69,97 12,73 7,73 9.144 68,17 1,09
Morowali 68,06 12,75 8,49 10.575 69,69 0,83
Poso 70,13 13,16 8,67 8.345 68,83 1,03
Donggala 65,84 12,43 7,82 7.802 64,42 0,94
Toli-Toli 64,03 12,68 7,73 7.493 63,27 0,88

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 105


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Buol 66,93 13,05 8,62 7.740 66,37 1,16
Parigi Moutong 63,18 12,23 6,87 9.351 63,60 1,30
Tojo Una-Una 64,01 11,68 7,87 7.361 62,27 1,53
Sigi 68,69 12,31 8,21 7.714 65,95 0,92
Banggai Laut 63,55 12,85 7,94 7.529 63,49 0,94
Morowali Utara 68,32 12,02 8,16 8.594 66,57 0,86
Kota Palu 69,93 15,53 11,25 14.663 79,73 0,13
SULAWESI SELATAN 69,82 13,16 7,75 10.281 69,76 0,88
Kepulauan Selayar 67,76 12,44 7,17 8.123 64,95 0,97
Bulukumba 66,84 12,64 6,86 10.040 66,46 1,34
Bantaeng 69,84 11,88 6,17 10.596 66,59 0,59
Jeneponto 65,57 11,77 5,65 8.559 61,81 0,32
Takalar 66,29 12,00 6,64 9.759 64,96 1,39

id
Gowa 69,92 13,03 7,52 8.717 67,70 1,24
Sinjai 66,54 12,83 7,06 8.706 65,36 1,37

o.
Maros 68,58 12,96 7,20 9.758 67,76 0,94
Pangkajene dan Kepulauan 65,77 12,39 .g
7,33 10.670 66,86 0,31
ps
Barru 68,16 13,54 7,61 10.155 69,07 0,62
Bone 66,12 12,42 6,76 8.275 63,86 1,19
.b

Soppeng 68,62 12,20 7,06 8.965 65,95 0,94


Wajo 66,38 13,08 6,38 11.681 67,52 0,93
w

Sidenreng Rappang 68,69 12,89 7,33 11.368 69,39 0,56


w

Pinrang 68,55 13,18 7,48 10.899 69,42 0,25


Enrekang 70,34 13,65 8,06 10.188 70,79 1,09
//w

Luwu 69,52 13,27 7,75 9.301 68,71 0,87


Tana Toraja 72,48 13,24 7,92 6.509 66,25 0,75
p:

Luwu Utara 67,50 12,33 7,39 10.786 67,81 0,55


t

Luwu Timur 69,71 12,78 7,88 11.960 70,95 0,73


ht

Toraja Utara 72,87 13,33 7,72 7.228 67,49 1,10


Kota Makasar 71,49 14,80 11,07 16.013 80,53 0,74
Kota Parepare 70,64 14,45 10,02 12.966 76,48 0,23
Kota Palopo 70,25 15,03 10,26 12.156 76,45 0,24
SULAWESI TENGGARA 70,46 13,24 8,32 8.871 69,31 0,82
Buton 67,23 13,22 7,06 6.950 63,69 1,44
Muna 69,77 13,20 7,66 7.928 66,96 1,47
Konawe 69,48 12,96 8,60 9.696 69,84 0,40
Kolaka 69,97 12,37 8,19 12.072 71,12 0,92
Konawe Selatan 69,93 12,16 7,71 8.660 66,97 0,97
Bombana 67,72 11,80 7,52 7.607 64,02 0,59
Wakatobi 69,54 12,87 7,70 8.651 67,50 0,42
Kolaka Utara 69,62 11,92 7,49 9.846 67,60 1,05
Buton Utara 70,37 12,72 7,92 7.168 65,95 1,11

106 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Konawe Utara 68,64 11,93 8,41 8.822 67,20 1,14
Kolaka Timur 71,58 11,33 6,65 7.283 63,60 1,37
Konawe Kepulauan 67,87 10,94 8,80 6.227 62,56 1,35
Muna Barat 69,78 11,64 6,24 7.221 62,57 0,45
Buton Tengah 67,17 12,31 7,01 6.860 62,56 0,70
Buton Selatan 67,17 12,54 6,81 6.859 62,55 0,89
Kota Kendari 72,98 16,05 11,67 13.828 81,66 0,29
Kota Baubau 70,47 14,78 9,89 10.110 73,99 0,55
GORONTALO 67,13 12,88 7,12 9.175 66,29 0,66
Boalemo 67,67 12,34 6,30 7.895 63,42 0,90
Gorontalo 66,66 12,31 6,64 8.589 64,22 0,92
Pohuwato 62,65 12,28 6,67 9.381 63,17 1,06
Bone Bolango 67,65 13,05 7,81 9.115 67,48 0,98

id
Gorontalo Utara 65,06 12,26 6,62 8.270 63,02 0,75
Kota Gorontalo 71,74 14,19 10,30 11.360 75,75 0,17

o.
SULAWESI BARAT 64,31 12,34 7,14 8.450 63,60 1,01
Majene .g
60,64 13,54 7,81 9.441 64,80 0,62
ps
Polewali Mandar 61,65 12,96 6,89 7.559 61,51 1,05
Mamasa 70,43 11,36 6,98 7.231 63,51 0,55
.b

Mamuju 66,51 12,97 7,21 8.689 65,65 0,86


Mamuju Utara 65,13 11,27 7,47 10.264 65,17 0,74
w

Mamuju Tengah 67,36 11,49 7,10 7.521 62,89 1,08


w

MALUKU 65,35 13,73 9,27 8.215 67,60 0,81


Maluku Tenggara Barat 62,93 12,25 8,99 5.901 61,12 1,42
//w

Maluku Tenggara 64,45 12,40 9,17 7.063 64,20 1,34


Maluku Tengah 65,93 13,77 9,18 9.672 69,54 1,01
p:

Buru 65,82 12,52 7,67 9.806 66,63 1,33


t

Kepulauan Aru 62,16 11,41 8,39 7.080 61,32 1,35


ht

Seram Bagian Barat 60,72 13,24 8,43 8.121 63,76 1,18


Seram Bagian Timur 58,32 11,99 7,53 8.848 61,15 1,46
Maluku Barat Daya 61,37 11,78 7,85 6.298 59,43 1,35
Buru Selatan 65,60 12,22 6,96 7.175 62,19 1,15
Kota Ambon 69,74 15,90 11,64 13.497 79,55 0,32
Kota Tual 64,33 13,87 9,76 6.803 65,64 0,68
MALUKU UTARA 67,51 13,45 8,52 7.545 66,63 1,10
Halmahera Barat 65,45 13,05 7,86 7.076 63,83 1,36
Halmahera Tengah 62,60 12,70 8,14 7.481 63,05 1,58
Kepulauan Sula 62,50 12,23 7,96 6.741 61,25 1,24
Halmahera Selatan 65,11 12,31 7,42 6.894 62,17 1,48
Halmahera Utara 68,86 13,06 8,35 7.110 66,02 1,50
Halmahera Timur 67,67 12,48 7,77 7.560 64,92 1,45
Pulau Morotai 66,13 11,92 6,88 5.888 59,87 1,01

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 107


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Pulau Taliabu 61,20 11,73 7,42 6.208 58,66 0,68
Kota Ternate 70,17 15,06 11,13 12.643 77,80 0,21
Kota Tidore Kepulauan 68,54 13,74 9,11 7.772 68,37 1,37
PAPUA BARAT 65,30 12,26 7,06 7.175 62,21 0,77
Fakfak 67,84 13,51 8,22 6.935 65,55 0,97
Kaimana 63,79 11,46 7,83 7.538 62,15 1,34
Teluk Wondama 58,96 10,48 6,57 7.434 57,16 0,91
Teluk Bintuni 59,48 11,62 7,57 9.208 61,81 1,19
Manokwari 67,84 13,51 7,85 11.440 70,34 0,62
Sorong Selatan 65,49 11,93 6,95 5.644 59,20 1,02
Sorong 65,39 12,81 7,57 6.563 62,42 0,91
Raja Ampat 64,16 11,65 7,53 7.393 61,95 1,17
Tambrauw 59,16 10,89 4,70 4.561 50,35 1,16

id
Maybrat 64,73 12,31 6,33 4.692 56,35 1,02
Manokwari Selatan 66,82 12,20 6,32 4.702 57,12 0,94

o.
Pegunungan Arfak 66,61 11,07 4,90 4.594 53,89 0,30
Kota Sorong 69,36 14,00 10,91 .g 12.858 76,33 0,56
ps
PAPUA 65,12 10,23 6,15 6.637 58,05 1,40
Merauke 66,53 12,71 8,26 10.016 68,09 0,50
.b

Jayawijaya 58,48 11,01 4,74 7.282 54,96 1,44


Jayapura 66,40 14,15 9,53 9.653 70,50 0,65
w

Nabire 67,50 10,66 9,48 8.779 66,64 0,23


w

Kepulauan Yapen 68,69 11,62 8,81 7.414 65,55 0,41


Biak Numfor 67,86 13,68 9,84 9.647 71,13 0,39
//w

Paniai 65,58 10,32 3,77 6.191 54,34 0,25


Puncak Jaya 64,29 5,99 3,38 5.089 45,49 1,39
p:

Mimika 71,90 11,11 9,53 11.169 71,64 1,06


t

Boven Digoel 58,51 10,97 7,82 7.770 59,35 0,55


ht

Mappi 64,16 10,47 5,98 5.951 56,54 0,77


Asmat 55,90 7,79 4,48 5.601 47,31 1,49
Yahukimo 65,19 7,54 3,99 4.248 47,13 1,08
Pegunungan Bintang 63,84 5,12 2,19 5.289 41,90 2,41
Tolikara 64,98 7,69 3,21 4.711 47,11 1,57
Sarmi 65,76 11,09 8,08 6.417 61,27 0,46
Keerom 66,13 11,62 7,24 8.671 64,10 1,05
Waropen 65,77 12,60 8,66 6.270 63,10 1,20
Supiori 65,29 12,70 8,13 5.379 60,59 0,83
Mamberamo Raya 56,74 10,80 4,89 4.387 49,00 1,47
Nduga 54,50 2,34 0,70 3.725 26,56 4,27
Lanny Jaya 65,63 7,50 2,92 4.106 45,16 2,21
Mamberamo Tengah 62,82 7,66 2,57 4.219 44,15 1,38
Yalimo 64,90 7,82 2,19 4.435 44,95 1,41

108 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


AHH HLS RLS Pengeluaran Pertumbuhan
Provinsi IPM
(tahun) (tahun) (tahun) (ribu rupiah) (%)
Puncak 65,10 4,48 1,78 5.181 39,96 1,38
Dogiyai 64,99 9,87 4,89 5.190 53,32 1,03
Intan Jaya 65,04 6,52 2,49 5.038 44,82 1,05
Deiyai 64,55 9,77 2,97 4.383 48,50 0,46
Kota Jayapura 69,99 14,61 11,14 14.319 78,56 0,66
INDONESIA 70,90 12,72 7,95 10.420 70,18 0,91

id
o.
.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 109


Lampiran 3 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Provinsi, 2010-2016

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


ACEH 67,09 67,45 67,81 68,30 68,81 69,45 70,00
SUMATERA UTARA 67,09 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 70,00
SUMATERA BARAT 67,25 67,81 68,36 68,91 69,36 69,98 70,73
RIAU 68,65 68,90 69,15 69,91 70,33 70,84 71,20
JAMBI 65,39 66,14 66,94 67,76 68,24 68,89 69,62
SUMATERA SELATAN 64,44 65,12 65,79 66,16 66,75 67,46 68,24
BENGKULU 65,35 65,96 66,61 67,50 68,06 68,59 69,33
LAMPUNG 63,71 64,20 64,87 65,73 66,42 66,95 67,65
KEP. BANGKA BELITUNG 66,02 66,59 67,21 67,92 68,27 69,05 69,55
KEPULAUAN RIAU 71,13 71,61 72,36 73,02 73,40 73,75 73,99
DKI JAKARTA 76,31 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99 79,60

id
JAWA BARAT 66,15 66,67 67,32 68,25 68,80 69,50 70,05
JAWA TENGAH 66,08 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 69,98

o.
D I YOGYAKARTA 75,37 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59 78,38
JAWA TIMUR
BANTEN
65,36
67,54
66,06
68,22
.g
66,74
68,92
67,55
69,47
68,14
69,89
68,95
70,27
69,74
70,96
ps
BALI 70,10 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27 73,65
NUSA TENGGARA BARAT 61,16 62,14 62,98 63,76 64,31 65,19 65,81
.b

NUSA TENGGARA TIMUR 59,21 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67 63,13
w

KALIMANTAN BARAT 61,97 62,35 63,41 64,30 64,89 65,59 65,88


w

KALIMANTAN TENGAH 65,96 66,38 66,66 67,41 67,77 68,53 69,13


KALIMANTAN SELATAN 65,20 65,89 66,68 67,17 67,63 68,38 69,05
//w

KALIMANTAN TIMUR 71,31 72,02 72,62 73,21 73,82 74,17 74,59


KALIMANTAN UTARA 67,99 68,64 68,76 69,20
p:

SULAWESI UTARA 67,83 68,31 69,04 69,49 69,96 70,39 71,05


t

SULAWESI TENGAH 63,29 64,27 65,00 65,79 66,43 66,76 67,47


ht

SULAWESI SELATAN 66,00 66,65 67,26 67,92 68,49 69,15 69,76


SULAWESI TENGGARA 65,99 66,52 67,07 67,55 68,07 68,75 69,31
GORONTALO 62,65 63,48 64,16 64,70 65,17 65,86 66,29
SULAWESI BARAT 59,74 60,63 61,01 61,53 62,24 62,96 63,60
MALUKU 64,27 64,75 65,43 66,09 66,74 67,05 67,60
MALUKU UTARA 62,79 63,19 63,93 64,78 65,18 65,91 66,63
PAPUA BARAT 59,60 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21
PAPUA 54,45 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25 58,05
INDONESIA 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 69,55 70,18

110 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Lampiran 4 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Kabupaten/Kota, 2010-2016

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


ACEH 67,09 67,45 67,81 68,30 68,81 69,45 70,00
Simeulue 60,60 61,03 61,25 61,68 62,18 63,16 63,82
Aceh Singkil 62,36 63,13 64,23 64,87 65,27 66,05 66,96
Aceh Selatan 61,22 61,52 61,69 62,27 62,35 63,28 64,13
Aceh Tenggara 63,82 64,27 64,99 65,55 65,90 66,77 67,48
Aceh Timur 61,75 62,35 62,93 63,27 63,57 64,55 65,42
Aceh Tengah 69,17 70,00 70,18 70,51 70,96 71,51 72,04
Aceh Barat 66,05 66,47 66,66 66,86 67,31 68,41 69,26
Aceh Besar 69,76 69,94 70,10 70,61 71,06 71,70 71,75
Pidie 66,75 66,95 67,30 67,59 67,87 68,68 69,06
Bireuen 66,42 67,03 67,57 68,23 68,71 69,77 70,21

id
Aceh Utara 63,56 64,22 64,82 65,36 65,93 66,85 67,19
Aceh Barat Daya 60,91 61,75 62,15 62,62 63,08 63,77 64,57

o.
Gayo Lues 60,93 61,91 62,85 63,22 63,34 63,67 64,26
Aceh Tamiang
Nagan Raya
.g
64,67
63,57
64,89
64,24
65,21
64,91
65,56
65,23
66,09
65,58
67,03
66,73
67,41
67,32
ps
Aceh Jaya 64,75 65,17 66,42 66,92 67,30 67,53 67,70
Bener Meriah 67,29 68,24 69,14 69,74 70,00 70,62 71,42
.b

Pidie Jaya 68,38 68,69 68,90 69,26 69,89 70,49 71,13


w

Kota Banda Aceh 80,36 80,87 81,30 81,84 82,22 83,25 83,73
w

Kota Sabang 69,70 70,15 70,84 71,07 71,50 72,51 73,36


Kota Langsa 71,79 72,15 72,75 73,40 73,81 74,74 75,41
//w

Kota Lhokseumawe 71,55 72,35 73,55 74,13 74,44 75,11 75,78


Kota Subulussalam 58,97 59,34 59,76 60,11 60,39 61,32 62,18
p:

SUMATERA UTARA 67,09 67,34 67,74 68,36 68,87 69,51 70,00


t

Nias 54,72 55,55 56,50 57,43 57,98 58,85 59,75


ht

Mandailing Natal 60,76 61,60 62,26 62,91 63,42 63,99 64,55


Tapanuli Selatan 64,20 65,14 65,95 66,75 67,22 67,63 68,04
Tapanuli Tengah 64,39 65,16 65,43 65,64 66,16 67,06 67,27
Tapanuli Utara 68,43 69,24 69,83 70,50 70,70 71,32 71,96
Toba Samosir 70,90 71,39 71,89 72,36 72,79 73,40 73,61
Labuhan Batu 66,88 67,88 68,64 69,45 70,06 70,23 70,50
Asahan 65,06 65,87 66,23 66,58 67,51 68,40 68,71
Simalungun 68,80 69,03 69,79 70,28 70,89 71,24 71,48
Dairi 65,91 66,62 66,95 67,15 67,91 69,00 69,61
Karo 70,36 71,12 71,40 71,62 71,84 72,69 73,29
Deli Serdang 70,06 70,25 70,88 71,39 71,98 72,79 73,51
Langkat 64,57 65,77 66,18 67,17 68,00 68,53 69,13
Nias Selatan 54,54 55,50 55,97 56,78 57,78 58,74 59,14
Humbang Hasundutan 63,40 64,06 64,54 64,92 65,59 66,03 66,56
Pakpak Bharat 61,76 63,11 63,88 64,73 65,06 65,53 65,81

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 111


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Samosir 65,14 65,81 66,31 66,80 67,80 68,43 68,82
Serdang Bedagai 64,67 65,28 66,14 67,11 67,78 68,01 68,77
Batu Bara 63,45 63,95 64,45 65,06 65,50 66,02 66,69
Padang Lawas Utara 64,25 65,22 65,65 66,13 66,50 67,35 68,05
Padang Lawas 62,45 63,28 64,05 64,62 65,50 65,99 66,23
Labuhan Batu Selatan 65,32 65,77 67,06 67,78 68,59 69,67 70,28
Labuhan Batu Utara 66,72 67,37 67,84 68,28 69,15 69,69 70,26
Nias Utara 57,53 57,87 58,29 59,18 59,88 60,23
Nias Barat 55,43 56,20 56,58 57,54 58,25 59,03
Kota Sibolga 68,37 69,17 69,71 70,45 71,01 71,64 72,00
Kota Tanjung Balai 63,47 64,13 64,89 65,40 66,05 66,74 67,09
Kota Pematang Siantar 72,52 73,61 74,51 75,05 75,83 76,34 76,90
Kota Tebing Tinggi 69,96 70,84 71,34 71,85 72,13 72,81 73,58
Kota Medan 77,02 77,54 77,78 78,00 78,26 78,87 79,34

id
Kota Binjai 70,54 70,85 71,54 72,02 72,55 73,81 74,11

o.
Kota Padangsidimpuan 70,23 71,08 71,38 71,68 71,88 72,80 73,42
Kota Gunungsitoli 63,71 64,34 65,25 65,91 66,41 66,85
SUMATERA BARAT 67,25 67,81 68,36.g 68,91 69,36 69,98 70,73
ps
Kepulauan Mentawai 55,66 55,90 56,10 56,33 56,73 57,41 58,27
Pesisir Selatan 65,09 65,80 66,49 67,31 67,75 68,07 68,39
.b

Solok 64,53 65,28 65,62 66,15 66,44 67,12 67,67


Sijunjung 62,51 62,92 63,70 64,48 64,95 65,30 66,01
w

Tanah Datar 66,47 66,92 67,29 68,12 68,51 69,49 70,11


w

Padang Pariaman 65,16 65,89 66,20 67,15 67,56 68,04 68,44


Agam 66,12 66,94 67,95 68,73 69,32 69,84 70,36
//w

Lima Puluh Kota 64,64 65,20 65,87 66,30 66,78 67,65 68,37
Pasaman 60,88 61,57 62,26 62,91 63,33 64,01 64,57
p:

Solok Selatan 64,51 64,81 65,12 65,86 66,29 67,09 67,47


t

Dharmasraya 66,56 67,40 67,76 68,71 69,27 69,84 70,25


ht

Pasaman Barat 61,77 62,55 63,33 63,92 64,56 65,26 66,03


Kota Padang 78,44 78,68 79,00 79,23 79,83 80,36 81,06
Kota Solok 74,38 74,68 75,02 75,54 76,20 76,83 77,07
Kota Sawah Lunto 67,55 67,97 68,59 69,07 69,61 69,87 70,67
Kota Padang Panjang 73,27 73,76 74,22 74,54 75,05 75,98 76,50
Kota Bukittinggi 76,12 76,30 76,92 77,67 78,02 78,72 79,11
Kota Payakumbuh 74,89 75,39 75,89 76,34 76,49 77,42 77,56
Kota Pariaman 72,56 73,07 73,47 74,51 74,66 74,98 75,44
RIAU 68,65 68,90 69,15 69,91 70,33 70,84 71,20
Kuantan Singingi 65,07 65,72 66,31 66,65 67,47 68,32 68,66
Indragiri Hulu 65,10 65,93 66,50 66,68 67,11 68,00 68,67
Indragiri Hilir 61,98 62,82 63,04 63,44 63,80 64,80 65,35
Pelalawan 65,95 66,58 67,25 68,29 68,67 69,82 70,21
Siak 69,78 70,20 70,45 70,84 71,45 72,17 72,70

112 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kampar 68,62 69,64 70,08 70,46 70,72 71,28 71,39
Rokan Hulu 63,59 64,20 64,99 66,07 67,02 67,29 67,86
Bengkalis 69,29 69,72 70,26 70,60 70,84 71,29 71,98
Rokan Hilir 64,13 64,76 65,09 65,46 66,22 66,81 67,52
Kepulauan Meranti 59,71 60,38 61,49 62,53 62,91 63,25 63,90
Kota Pekanbaru 77,34 77,71 77,94 78,16 78,42 79,32 79,69
Kota Dumai 69,55 70,43 71,07 71,59 71,86 72,20 72,96
JAMBI 65,39 66,14 66,94 67,76 68,24 68,89 69,62
Kerinci 65,16 65,85 66,71 67,49 67,96 68,89 69,68
Merangin 63,85 64,40 65,31 65,82 66,21 67,15 67,86
Sarolangun 64,64 65,20 66,16 67,13 67,67 68,10 68,73
Batang Hari 65,67 66,32 66,97 67,24 67,68 68,05 68,70
Muaro Jambi 62,84 63,39 64,17 65,14 65,71 66,66 67,55
Tanjung Jabung Timur 57,21 57,77 58,63 59,41 59,88 61,12 61,88

id
Tanjung Jabung Barat 61,49 61,98 62,86 63,54 64,04 65,03 65,91

o.
Tebo 63,62 64,45 65,23 65,91 66,63 67,29 68,05
Bungo 66,28 66,70 67,20 67,54 67,93 68,34 68,77
Kota Jambi .g
72,23 72,96 73,78 74,21 74,86 75,58 76,14
ps
Kota Sungai Penuh 69,91 70,55 71,23 72,09 72,48 73,03 73,35
SUMATERA SELATAN 64,44 65,12 65,79 66,16 66,75 67,46 68,24
.b

Ogan Komering Ulu 64,13 64,62 65,09 65,51 66,21 67,18 67,47
Ogan Komering Ilir 61,04 61,68 62,29 63,52 63,87 64,73 65,44
w

Muara Enim 62,12 62,82 63,34 64,34 65,02 65,82 66,71


w

Lahat 62,31 62,93 63,66 64,15 64,52 65,25 65,75


Musi Rawas 59,69 60,63 61,37 62,23 63,19 64,11 64,75
//w

Musi Banyuasin 61,79 62,56 63,27 64,18 64,93 65,76 66,45


Banyu Asin 60,31 61,04 61,69 62,42 63,21 64,15 65,01
p:

Ogan Komering Ulu Selatan 58,88 59,74 60,63 61,58 61,94 62,57 63,42
t

Ogan Komering Ulu Timur 63,36 64,27 65,18 66,09 66,74 67,17 67,38
ht

Ogan Ilir 61,62 62,47 63,03 63,64 64,49 65,35 65,45


Empat Lawang 61,11 61,86 62,30 62,74 63,17 63,55 64,00
Penukal Abab Lematang Ilir 59,69 59,89 60,83 61,66
Musi Rawas Utara 60,56 61,34 62,32 63,05
Kota Palembang 73,33 74,08 74,74 75,49 76,02 76,29 76,59
Kota Prabumulih 69,39 70,32 70,95 71,87 72,20 73,19 73,38
Kota Pagar Alam 61,97 62,71 63,33 64,14 64,75 65,37 65,96
Kota Lubuklinggau 70,72 71,62 72,04 72,55 72,84 73,17 73,57
BENGKULU 65,35 65,96 66,61 67,50 68,06 68,59 69,33
Bengkulu Selatan 65,84 66,50 66,77 67,61 68,28 68,57 68,71
Rejang Lebong 64,19 64,92 65,51 66,11 66,55 67,51 68,34
Bengkulu Utara 63,50 64,61 65,47 66,67 67,27 67,46 67,63
Kaur 61,39 61,85 62,32 63,17 63,75 64,47 64,95
Seluma 60,27 61,01 61,55 62,10 62,94 63,41 64,04

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 113


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Mukomuko 62,95 63,71 64,16 64,79 65,31 65,77 66,52
Lebong 61,87 62,43 62,84 63,15 63,90 64,72 65,58
Kepahiang 62,60 63,44 63,86 64,44 65,22 65,45 66,35
Bengkulu Tengah 61,70 62,54 63,12 63,71 64,10 64,68 65,44
Kota Bengkulu 74,92 75,31 75,71 76,16 76,49 77,16 77,94
LAMPUNG 63,71 64,20 64,87 65,73 66,42 66,95 67,65
Lampung Barat 60,93 61,92 62,51 63,21 63,54 64,54 65,45
Tanggamus 60,09 60,63 61,14 61,89 62,67 63,66 64,41
Lampung Selatan 61,07 61,95 62,68 63,35 63,75 65,22 66,19
Lampung Timur 63,23 64,10 65,10 66,07 66,42 67,10 67,88
Lampung Tengah 64,14 64,71 65,60 66,57 67,07 67,61 68,33
Lampung Utara 61,82 62,67 62,93 64,00 64,89 65,20 65,95
Way Kanan 61,27 62,04 62,79 63,92 64,32 65,18 65,74
Tulangbawang 63,21 63,67 64,11 64,91 65,83 66,08 66,74

id
Pesawaran 58,64 59,44 59,98 60,94 61,70 62,70 63,47

o.
Pringsewu 64,86 65,37 66,14 66,58 67,55 68,26
Mesuji 57,32 57,67 58,16 58,71 59,79 60,72
Tulang Bawang Barat 60,13 .g
60,77 61,46 62,46 63,01 63,77
ps
Pesisir Barat 58,95 59,76 60,55 61,50
Kota Bandar Lampung 71,11 72,04 72,88 73,93 74,34 74,81 75,34
.b

Kota Metro 71,37 72,23 72,86 74,27 74,98 75,10 75,45


KEP. BANGKA BELITUNG 66,02 66,59 67,21 67,92 68,27 69,05 69,55
w

Bangka 66,41 67,37 67,99 69,34 69,79 70,03 70,43


w

Belitung 66,79 67,17 67,87 69,27 69,56 70,29 70,81


Bangka Barat 63,16 64,00 64,92 65,85 66,43 67,23 67,60
//w

Bangka Tengah 65,10 66,09 66,88 67,67 68,09 68,66 68,76


Bangka Selatan 59,98 60,53 61,17 62,96 63,54 63,89 64,57
p:

Belitung Timur 64,99 65,86 66,59 67,71 68,10 68,83 69,30


t

Kota Pangkal Pinang 74,68 75,02 75,69 76,14 76,28 76,61 76,73
ht

KEPULAUAN RIAU 71,13 71,61 72,36 73,02 73,40 73,75 73,99


Karimun 66,40 66,82 67,67 68,52 68,72 69,21 69,84
Bintan 69,87 70,47 71,01 71,31 71,65 71,92 72,38
Natuna 66,29 67,76 68,80 69,39 70,06 70,87 71,23
Lingga 57,36 58,51 59,38 60,13 60,75 61,28 62,44
Kepulauan Anambas 63,03 63,71 64,32 64,86 65,12 65,86 66,30
Kota Batam 76,98 77,82 78,39 78,65 79,13 79,34 79,79
Kota Tanjung Pinang 73,76 74,86 75,91 76,70 77,29 77,57 77,77
DKI JAKARTA 76,31 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99 79,60
Kep. Seribu 64,96 65,79 66,92 67,62 68,48 68,84 69,52
Kota Jakarta Selatan 80,26 81,22 81,72 82,72 82,94 83,37 83,94
Kota Jakarta Timur 78,06 78,82 79,52 79,88 80,40 80,73 81,28
Kota Jakarta Pusat 77,30 77,97 78,44 78,81 79,03 79,69 80,22
Kota Jakarta Barat 76,65 77,41 78,05 78,79 79,38 79,72 80,34

114 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota Jakarta Utara 75,15 76,12 76,89 77,16 77,29 78,30 78,78
JAWA BARAT 66,15 66,67 67,32 68,25 68,80 69,50 70,05
Bogor 64,35 64,78 65,66 66,74 67,36 67,77 68,32
Sukabumi 60,69 61,14 62,27 63,63 64,07 64,44 65,13
Cianjur 58,58 59,38 60,28 61,68 62,08 62,42 62,92
Bandung 67,28 67,78 68,13 68,58 69,06 70,05 70,69
Garut 60,23 60,55 61,04 61,67 62,23 63,21 63,64
Tasikmalaya 60,21 61,05 61,69 62,40 62,79 63,17 63,57
Ciamis 64,64 65,48 66,29 67,20 67,64 68,02 68,45
Kuningan 64,40 65,04 65,60 66,16 66,63 67,19 67,51
Cirebon 63,64 64,17 64,48 65,06 65,53 66,07 66,70
Majalengka 62,30 62,67 63,13 63,71 64,07 64,75 65,25
Sumedang 66,04 66,16 67,36 68,47 68,76 69,29 69,45
Indramayu 60,86 61,47 62,09 62,98 63,55 64,36 64,78

id
Subang 63,54 64,21 64,86 65,48 65,80 66,52 67,14

o.
Purwakarta 64,93 65,51 66,30 67,09 67,32 67,84 68,56
Karawang 64,58 65,21 65,97 66,61 67,08 67,66 68,19
Bekasi .g
67,58 68,66 69,38 70,09 70,51 71,19 71,83
ps
Bandung Barat 61,34 62,36 63,17 63,93 64,27 65,23 65,81
Pangandaran 64,73 65,29 65,62 65,79
.b

Kota Bogor 71,25 71,72 72,25 72,86 73,10 73,65 74,50


Kota Sukabumi 67,94 68,67 69,74 70,81 71,19 71,84 72,33
w

Kota Bandung 77,49 78,13 78,30 78,55 78,98 79,67 80,13


w

Kota Cirebon 70,74 71,49 71,97 72,27 72,93 73,34 73,70


Kota Bekasi 76,77 77,48 77,71 78,63 78,84 79,63 79,95
//w

Kota Depok 76,66 76,96 77,28 78,27 78,58 79,11 79,60


Kota Cimahi 73,76 74,41 74,99 75,85 76,06 76,42 76,69
p:

Kota Tasikmalaya 66,58 67,18 67,84 68,63 69,04 69,99 70,58


t

Kota Banjar 66,81 67,15 67,53 68,01 68,34 69,31 70,09


ht

JAWA TENGAH 66,08 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 69,98


Cilacap 64,18 64,73 65,72 66,80 67,25 67,77 68,60
Banyumas 66,87 67,45 68,06 68,55 69,25 69,89 70,49
Purbalingga 63,61 64,33 64,94 65,53 66,23 67,03 67,48
Banjarnegara 60,70 61,58 62,29 62,84 63,15 64,73 65,52
Kebumen 63,08 64,05 64,47 64,86 65,67 66,87 67,41
Purworejo 68,16 69,11 69,40 69,77 70,12 70,37 70,66
Wonosobo 62,50 63,07 64,18 64,57 65,20 65,70 66,19
Magelang 63,28 64,16 64,75 65,86 66,35 67,13 67,85
Boyolali 68,76 69,14 69,51 69,81 70,34 71,74 72,18
Klaten 70,76 71,16 71,71 72,42 73,19 73,81 73,97
Sukoharjo 71,53 72,34 72,81 73,22 73,76 74,53 75,06
Wonogiri 63,90 64,75 65,75 66,40 66,77 67,76 68,23
Karanganyar 70,31 71,00 72,26 73,33 73,89 74,26 74,90

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 115


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sragen 67,67 68,12 68,91 69,95 70,52 71,10 71,43
Grobogan 64,56 65,41 66,39 67,43 67,77 68,05 68,52
Blora 63,02 63,88 64,70 65,37 65,84 66,22 66,61
Rembang 64,53 65,36 66,03 66,84 67,40 68,18 68,60
Pati 65,13 65,71 66,13 66,47 66,99 68,51 69,03
Kudus 69,22 69,89 70,57 71,58 72,00 72,72 72,94
Jepara 66,76 67,63 68,45 69,11 69,61 70,02 70,25
Demak 66,02 66,84 67,55 68,38 68,95 69,75 70,10
Semarang 69,58 70,35 70,88 71,29 71,65 71,89 72,40
Temanggung 63,08 64,14 64,91 65,52 65,97 67,07 67,60
Kendal 66,23 66,96 67,55 67,98 68,46 69,57 70,11
Batang 61,64 62,59 63,09 63,60 64,07 65,46 66,38
Pekalongan 63,75 64,72 65,33 66,26 66,98 67,40 67,71
Pemalang 58,64 59,66 60,78 61,81 62,35 63,70 64,17

id
Tegal 61,14 61,97 62,67 63,50 64,10 65,04 65,84

o.
Brebes 59,49 60,51 60,92 61,87 62,55 63,18 63,98
Kota Magelang 73,99 74,47 75,00 75,29 75,79 76,39 77,16
Kota Surakarta 77,45 78,00 .g
78,44 78,89 79,34 80,14 80,76
ps
Kota Salatiga 78,35 78,76 79,10 79,37 79,98 80,96 81,14
Kota Semarang 76,96 77,58 78,04 78,68 79,24 80,23 81,19
.b

Kota Pekalongan 68,95 69,54 69,95 70,82 71,53 72,69 73,32


Kota Tegal 69,33 70,03 70,68 71,44 72,20 72,96 73,55
w

D I YOGYAKARTA 75,37 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59 78,38


w

Kulon Progo 68,83 69,53 69,74 70,14 70,68 71,52 72,38


Bantul 75,31 75,79 76,13 76,78 77,11 77,99 78,42
//w

Gunung Kidul 64,20 64,83 65,69 66,31 67,03 67,41 67,82


Sleman 79,69 80,04 80,10 80,26 80,73 81,20 82,15
p:

Kota Yogyakarta 82,72 82,98 83,29 83,61 83,78 84,56 85,32


t

JAWA TIMUR 65,36 66,06 66,74 67,55 68,14 68,95 69,74


ht

Pacitan 61,14 62,03 62,94 63,38 63,81 64,92 65,74


Ponorogo 64,13 65,28 66,16 67,03 67,40 68,16 68,93
Trenggalek 63,67 64,27 65,01 65,76 66,16 67,25 67,78
Tulungagung 67,28 67,76 68,29 69,30 69,49 70,07 70,82
Blitar 64,79 65,47 66,17 66,49 66,88 68,13 68,88
Kediri 66,24 66,84 67,29 68,01 68,44 68,91 69,87
Malang 63,47 63,97 64,71 65,20 65,59 66,63 67,51
Lumajang 59,62 60,72 61,31 61,87 62,33 63,02 63,74
Jember 59,94 60,64 61,31 62,43 62,64 63,04 64,01
Banyuwangi 64,54 65,48 66,12 66,74 67,31 68,08 69,00
Bondowoso 59,47 60,46 62,24 63,21 63,43 63,95 64,52
Situbondo 60,07 60,82 62,23 63,43 63,91 64,53 65,08
Probolinggo 59,83 60,30 61,33 62,61 63,04 63,83 64,12
Pasuruan 60,79 61,43 62,31 63,74 64,35 65,04 65,71

116 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sidoarjo 73,75 74,48 75,14 76,39 76,78 77,43 78,17
Mojokerto 68,14 68,71 69,17 69,84 70,22 70,85 71,38
Jombang 66,20 66,84 67,82 68,63 69,07 69,59 70,03
Nganjuk 65,60 66,58 68,07 68,98 69,59 69,90 70,50
Madiun 64,87 65,98 67,32 68,07 68,60 69,39 69,67
Magetan 67,58 68,52 69,56 69,86 70,29 71,39 71,94
Ngawi 64,52 65,84 66,72 67,25 67,78 68,32 68,96
Bojonegoro 62,19 63,22 64,20 64,85 65,27 66,17 66,73
Tuban 61,33 62,47 63,36 64,14 64,58 65,52 66,19
Lamongan 65,40 66,21 67,51 68,90 69,42 69,84 70,34
Gresik 69,90 71,11 72,12 72,47 72,84 73,57 74,46
Bangkalan 57,23 58,63 59,65 60,19 60,71 61,49 62,06
Sampang 54,49 55,17 55,78 56,45 56,98 58,18 59,09
Pamekasan 59,37 60,42 61,21 62,27 62,66 63,10 63,98

id
Sumenep 57,27 58,70 60,08 60,84 61,43 62,38 63,42

o.
Kota Kediri 72,20 72,93 73,66 74,18 74,62 75,67 76,33
Kota Blitar 72,56 73,08 73,53 74,53 75,26 76,00 76,71
Kota Malang .g
76,69 77,36 78,04 78,44 78,96 80,05 80,46
ps
Kota Probolinggo 67,30 68,14 68,93 70,05 70,49 71,01 71,50
Kota Pasuruan 69,69 70,41 72,01 72,89 73,23 73,78 74,11
.b

Kota Mojokerto 72,78 73,47 74,20 74,91 75,04 75,54 76,38


Kota Madiun 75,98 76,48 77,21 78,41 78,81 79,48 80,01
w

Kota Surabaya 77,20 77,62 78,05 78,51 78,87 79,47 80,38


w

Kota Batu 68,66 69,76 70,62 71,55 71,89 72,62 73,57


BANTEN 67,54 68,22 68,92 69,47 69,89 70,27 70,96
//w

Pandeglang 59,08 59,92 60,48 61,35 62,06 62,72 63,40


Lebak 58,83 59,82 60,22 61,13 61,64 62,03 62,78
p:

Tangerang 68,01 68,45 68,83 69,28 69,57 70,05 70,44


t

Serang 60,96 61,97 62,97 63,57 63,97 64,61 65,12


ht

Kota Tangerang 73,69 74,15 74,57 75,04 75,87 76,08 76,81


Kota Cilegon 68,80 69,26 70,07 70,99 71,57 71,81 72,04
Kota Serang 68,25 68,69 69,43 69,69 70,26 70,51 71,09
Kota Tangerang Selatan 76,99 77,68 78,65 79,17 79,38 80,11
BALI 70,10 70,87 71,62 72,09 72,48 73,27 73,65
Jembrana 66,70 67,53 67,94 68,39 68,67 69,66 70,38
Tabanan 70,68 71,35 71,69 72,31 72,68 73,54 74,19
Badung 75,84 76,66 77,26 77,63 77,98 78,86 79,80
Gianyar 71,45 72,50 73,36 74,00 74,29 75,03 75,70
Klungkung 66,01 67,01 67,64 68,08 68,30 68,98 69,31
Bangli 63,43 63,87 64,53 65,47 65,75 66,24 67,03
Karangasem 60,58 61,60 62,95 63,70 64,01 64,68 65,23
Buleleng 66,98 67,73 68,29 68,83 69,16 70,03 70,65
Kota Denpasar 79,19 79,77 80,45 81,32 81,65 82,24 82,58

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 117


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
NUSA TENGGARA BARAT 61,16 62,14 62,98 63,76 64,31 65,19 65,81
Lombok Barat 60,61 61,64 62,24 62,91 63,52 64,62 65,55
Lombok Tengah 58,97 59,77 60,57 61,25 61,88 62,74 63,22
Lombok Timur 58,86 59,84 60,73 61,43 62,07 62,83 63,70
Sumbawa 60,93 61,50 61,96 62,44 62,88 63,91 64,89
Dompu 61,44 61,84 62,60 63,16 63,53 64,56 65,48
Bima 60,19 60,62 61,05 62,08 62,61 63,48 64,15
Sumbawa Barat 65,42 65,94 66,45 66,86 67,19 68,38 69,26
Lombok Utara 56,13 57,13 58,19 59,20 60,17 61,15 62,24
Kota Mataram 72,47 73,50 74,22 75,22 75,93 76,37 77,20
Kota Bima 70,11 70,57 71,21 71,72 72,23 72,99 73,67
NUSA TENGGARA TIMUR 59,21 60,24 60,81 61,68 62,26 62,67 63,13
Sumba Barat 58,50 59,33 59,98 60,55 60,90 61,36 61,85
Sumba Timur 59,94 60,43 60,89 61,44 62,04 62,54 63,22

id
Kupang 58,57 59,74 60,34 61,07 61,68 62,04 62,39

o.
Timor Tengah Selatan 55,72 56,82 57,94 58,76 59,41 59,90 60,37
Timor Tengah Utara 56,93 57,87 59,04 59,56 60,41 60,96 61,54
Belu 55,78 56,63 .g
57,58 59,12 59,72 60,54 61,04
ps
Alor 55,46 56,01 56,47 57,52 58,00 58,50 58,99
Lembata 57,78 58,76 59,51 60,56 61,45 62,16 62,81
.b

Flores Timur 57,28 58,15 58,93 59,80 60,42 61,24 61,90


Sikka 59,04 59,62 60,12 60,84 61,36 61,81 62,42
w

Ende 61,92 62,78 63,93 64,64 65,25 65,54 65,74


w

Ngada 61,84 62,80 63,57 64,43 64,64 65,10 65,61


Manggarai 57,18 58,02 58,92 59,49 60,08 60,87 61,67
//w

Rote Ndao 54,79 55,78 56,56 57,28 57,82 58,32 59,28


Manggarai Barat 57,08 57,75 58,13 59,02 59,64 60,04 60,63
p:

Sumba Tengah 55,35 56,21 56,66 57,25 57,60 57,91 58,52


t

Sumba Barat Daya 56,37 57,35 58,22 59,26 59,90 60,53 61,31
ht

Nagekeo 60,19 61,05 61,60 62,24 62,71 63,33 63,93


Manggarai Timur 54,26 54,97 55,28 55,74 56,58 56,83 57,50
Sabu Raijua 49,16 50,30 51,55 52,51 53,28 54,16
Malaka 56,14 56,94 57,51 58,29
Kota Kupang 74,81 75,74 76,38 77,24 77,58 77,95 78,14
KALIMANTAN BARAT 61,97 62,35 63,41 64,30 64,89 65,59 65,88
Sambas 59,81 60,57 61,53 62,47 63,28 64,14 64,94
Bengkayang 62,50 62,94 63,42 63,99 64,40 64,65 65,45
Landak 60,36 61,67 62,38 62,72 63,59 64,12 64,58
Mempawah 59,48 59,95 60,75 62,09 62,78 63,37 63,84
Sanggau 60,57 60,96 61,39 61,72 62,06 63,05 63,90
Ketapang 60,63 61,47 62,04 62,85 63,27 64,03 64,74
Sintang 59,91 60,80 61,66 62,64 63,19 64,18 64,78
Kapuas Hulu 59,84 60,83 61,85 62,63 62,90 63,73 63,83

118 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sekadau 59,42 59,76 60,14 61,02 61,98 62,34 62,52
Melawi 60,91 61,18 61,58 62,27 62,89 63,78 64,25
Kayong Utara 55,83 56,58 57,53 57,92 58,52 60,09 60,87
Kubu Raya 61,87 62,56 63,42 63,94 64,52 65,02 65,54
Kota Pontianak 74,87 75,08 75,55 75,98 76,63 77,52 77,63
Kota Singkawang 67,27 67,50 68,54 69,13 69,84 70,03 70,10
KALIMANTAN TENGAH 65,96 66,38 66,66 67,41 67,77 68,53 69,13
Kotawaringin Barat 68,43 68,53 68,63 69,51 70,14 70,60 71,13
Kotawaringin Timur 65,24 65,60 66,61 67,95 68,45 68,61 69,42
Kapuas 63,32 64,01 64,38 64,82 65,29 66,07 66,98
Barito Selatan 64,51 65,10 65,76 66,20 66,61 68,27 69,00
Barito Utara 63,87 64,36 64,72 65,12 66,30 67,38 68,28
Sukamara 62,41 62,86 63,52 63,92 64,44 65,80 66,40
Lamandau 65,32 65,99 66,49 67,23 67,53 68,30 68,54

id
Seruyan 61,60 62,16 62,39 62,81 63,49 64,77 65,40

o.
Katingan 63,25 64,54 64,87 65,29 65,79 66,81 67,41
Pulang Pisau 63,76 64,06 64,28 64,76 65,00 65,76 66,49
Gunung Mas .g
66,33 66,85 67,30 67,75 68,13 69,24 69,73
ps
Barito Timur 66,76 67,31 67,97 68,82 69,12 69,71 70,33
Murung Raya 63,18 64,39 64,85 65,62 66,10 66,46 66,96
.b

Kota Palangka Raya 76,53 76,98 77,40 78,02 78,50 78,62 79,21
KALIMANTAN SELATAN 65,20 65,89 66,68 67,17 67,63 68,38 69,05
w

Tanah Laut 63,56 64,35 65,16 66,11 66,50 66,99 67,44


w

Kota Baru 63,64 64,27 64,87 65,41 65,76 66,61 67,10


Banjar 64,46 64,75 65,04 65,36 65,71 66,39 66,87
//w

Barito Kuala 60,24 60,93 61,62 62,12 62,56 63,53 64,33


Tapin 64,89 65,41 65,92 66,48 66,99 67,67 68,05
p:

Hulu Sungai Selatan 62,80 63,44 64,03 64,59 65,25 66,31 67,52
t

Hulu Sungai Tengah 63,49 63,90 64,34 64,63 65,37 66,56 67,07
ht

Hulu Sungai Utara 58,50 59,24 60,12 60,77 61,32 62,49 63,38
Tabalong 65,87 66,60 67,36 68,08 68,36 69,35 70,07
Tanah Bumbu 64,98 65,59 66,13 66,51 66,94 67,58 68,28
Balangan 62,88 63,28 63,69 64,03 64,44 65,34 66,25
Kota Banjarmasin 71,01 72,01 73,45 74,59 74,94 75,41 75,94
Kota Banjar Baru 75,49 76,23 76,67 77,10 77,30 77,56 77,96
KALIMANTAN TIMUR 71,31 72,02 72,62 73,21 73,82 74,17 74,59
Paser 66,54 67,11 68,18 69,61 69,87 70,30 71,00
Kutai Barat 65,90 66,92 67,14 68,13 68,91 69,34 69,99
Kutai Kartanegara 67,45 68,47 69,12 70,71 71,20 71,78 72,19
Kutai Timur 66,94 67,73 68,71 69,79 70,39 70,76 71,10
Berau 69,16 70,43 70,77 72,02 72,26 72,72 73,05
Penajam Paser Utara 66,37 66,92 67,17 68,07 68,60 69,26 69,96
Mahakam Ulu 63,81 64,32 64,89 65,51

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 119


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota Balikpapan 75,55 76,02 76,56 77,53 77,93 78,18 78,57
Kota Samarinda 75,85 77,05 77,34 77,84 78,39 78,69 78,91
Kota Bontang 76,97 77,25 77,55 78,34 78,58 78,78 78,92
KALIMANTAN UTARA 67,99 68,64 68,76 69,20
Malinau 66,90 68,15 68,88 69,84 70,00 70,15 70,71
Bulungan 66,79 67,63 68,16 68,66 69,25 69,37 69,88
Tana Tidung 61,16 61,92 62,91 63,79 64,70 64,92 65,64
Nunukan 60,33 60,64 61,18 62,18 63,13 63,35 64,35
Kota Tarakan 70,95 71,60 72,53 73,58 74,60 74,70 74,88
SULAWESI UTARA 67,83 68,31 69,04 69,49 69,96 70,39 71,05
Bolaang Mongondow 62,75 63,16 63,78 64,16 64,53 65,03 65,73
Minahasa 70,38 70,82 71,43 71,94 72,76 73,59 74,37
Kepulauan Sangihe 64,69 65,34 65,87 66,15 66,82 67,56 68,52
Kepulauan Talaud 64,37 64,86 65,51 66,14 66,56 66,92 67,58

id
Minahasa Selatan 66,11 66,61 67,26 67,68 68,36 69,18 69,97

o.
Minahasa Utara 68,74 69,62 70,00 70,19 70,54 71,09 71,49
Bolaang Mongondow Utara 61,34 62,11 62,88 63,67 64,24 64,46 65,16
Siau Tagulandang Biaro 61,83 62,45 63,35.g 63,91 64,35 65,00 65,66
ps
Minahasa Tenggara 65,66 66,07 67,10 67,34 67,86 68,05 68,42
Bolaang Mongondow Selatan 59,77 60,47 61,48 62,84 63,57 63,72 63,92
.b

Bolaang Mongondow Timur 60,04 60,93 61,93 62,64 63,12 63,81 64,44
Kota Manado 74,47 75,47 76,15 76,56 77,27 77,32 77,59
w

Kota Bitung 68,86 69,31 69,89 70,35 70,88 71,64 72,43


w

Kota Tomohon 71,27 71,85 72,50 72,99 73,56 74,36 74,91


Kota Kotamobagu 67,89 68,57 69,31 69,86 70,46 70,70 71,68
//w

SULAWESI TENGAH 63,29 64,27 65,00 65,79 66,43 66,76 67,47


Banggai Kepulauan 59,42 60,54 61,09 61,74 62,33 62,97 63,45
p:

Banggai 64,09 64,63 65,44 66,39 67,11 67,44 68,17


t

Morowali 65,25 66,03 66,48 66,86 67,91 69,12 69,69


ht

Poso 64,81 65,59 66,20 66,94 67,65 68,13 68,83


Donggala 59,73 60,15 61,33 63,38 63,55 63,82 64,42
Toli-Toli 58,18 59,12 60,05 61,44 61,91 62,72 63,27
Buol 62,21 63,03 63,98 64,50 65,41 65,61 66,37
Parigi Moutong 59,17 60,36 61,13 61,98 62,20 62,79 63,60
Tojo Una-Una 58,33 58,87 59,55 60,32 61,15 61,33 62,27
Sigi 60,81 61,76 62,88 64,10 64,64 65,35 65,95
Banggai Laut 61,86 62,12 62,90 63,49
Morowali Utara 65,01 65,81 66,00 66,57
Kota Palu 77,39 78,10 78,36 78,65 79,12 79,63 79,73
SULAWESI SELATAN 66,00 66,65 67,26 67,92 68,49 69,15 69,76
Kepulauan Selayar 62,15 62,53 62,87 63,16 63,66 64,32 64,95
Bulukumba 62,73 63,36 63,82 64,27 65,24 65,58 66,46
Bantaeng 62,46 63,07 63,99 64,88 65,77 66,20 66,59

120 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Jeneponto 58,31 58,95 59,62 60,55 61,45 61,61 61,81
Takalar 60,23 60,83 61,66 62,58 63,53 64,07 64,96
Gowa 63,83 64,42 64,65 65,45 66,12 66,87 67,70
Sinjai 61,31 62,13 62,74 63,47 63,83 64,48 65,36
Maros 64,07 64,95 65,50 66,06 66,65 67,13 67,76
Pangkajene dan Kepulauan 62,79 63,60 64,30 65,24 66,16 66,65 66,86
Barru 64,94 65,73 66,07 67,02 67,94 68,64 69,07
Bone 59,69 60,21 60,77 61,40 62,09 63,11 63,86
Soppeng 63,51 63,80 64,05 64,43 64,74 65,33 65,95
Wajo 63,07 64,00 64,88 65,79 66,49 66,90 67,52
Sidenreng Rappang 65,54 65,88 66,19 67,15 68,14 69,00 69,39
Pinrang 66,25 66,96 67,64 68,14 68,92 69,24 69,42
Enrekang 66,27 67,03 67,74 68,39 69,37 70,03 70,79
Luwu 63,95 64,71 65,43 66,39 67,34 68,11 68,71

id
Tana Toraja 62,83 63,22 63,96 64,55 65,08 65,75 66,25

o.
Luwu Utara 64,77 65,57 65,99 66,40 66,90 67,44 67,81
Luwu Timur 68,47 68,94 69,34 69,53 69,75 70,43 70,95
Toraja Utara .g
63,51 64,48 64,89 65,65 66,15 66,76 67,49
ps
Kota Makasar 77,63 77,82 78,47 78,98 79,35 79,94 80,53
Kota Parepare 73,55 74,20 74,67 75,10 75,66 76,31 76,48
.b

Kota Palopo 73,03 74,02 74,54 75,02 75,65 76,27 76,45


SULAWESI TENGGARA 65,99 66,52 67,07 67,55 68,07 68,75 69,31
w

Buton 59,44 60,12 61,38 61,83 62,31 62,78 63,69


w

Muna 62,57 63,08 63,76 64,67 65,09 65,99 66,96


Konawe 66,55 67,16 67,51 68,23 68,68 69,56 69,84
//w

Kolaka 67,76 68,27 68,86 69,55 70,20 70,47 71,12


Konawe Selatan 63,20 63,65 64,05 65,02 65,60 66,32 66,97
p:

Bombana 59,85 60,84 61,82 62,82 63,38 63,65 64,02


t

Wakatobi 63,26 64,67 65,24 66,50 66,95 67,22 67,50


ht

Kolaka Utara 63,17 63,98 64,49 65,35 65,76 66,90 67,60


Buton Utara 60,94 61,58 62,69 64,20 64,65 65,23 65,95
Konawe Utara 63,74 64,25 64,87 65,54 66,03 66,44 67,20
Kolaka Timur 61,78 62,13 62,74 63,60
Konawe Kepulauan 61,15 61,31 61,72 62,56
Muna Barat 61,92 62,29 62,57
Buton Tengah 61,69 62,13 62,56
Buton Selatan 61,51 62,00 62,55
Kota Kendari 78,13 79,43 79,97 80,91 81,30 81,43 81,66
Kota Baubau 70,60 71,11 71,65 72,55 73,13 73,59 73,99
GORONTALO 62,65 63,48 64,16 64,70 65,17 65,86 66,29
Boalemo 59,92 60,52 61,11 61,71 62,18 62,86 63,42
Gorontalo 60,00 61,04 61,87 62,22 62,90 63,63 64,22
Pohuwato 59,11 59,85 60,48 61,38 61,74 62,50 63,17

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 121


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bone Bolango 64,00 64,44 65,13 65,82 66,03 66,83 67,48
Gorontalo Utara 59,26 59,95 60,71 61,60 61,92 62,55 63,02
Kota Gorontalo 73,07 73,56 74,06 74,43 74,97 75,62 75,75
SULAWESI BARAT 59,74 60,63 61,01 61,53 62,24 62,96 63,60
Majene 61,67 62,56 63,06 63,32 63,74 64,40 64,80
Polewali Mandar 57,44 58,26 58,62 59,27 60,09 60,87 61,51
Mamasa 60,88 61,45 61,95 62,57 62,85 63,17 63,51
Mamuju 61,65 62,28 63,24 64,17 64,71 65,09 65,65
Mamuju Utara 61,29 62,23 63,00 63,76 64,04 64,69 65,17
Mamuju Tengah 61,05 61,48 62,22 62,89
MALUKU 64,27 64,75 65,43 66,09 66,74 67,05 67,60
Maluku Tenggara Barat 57,08 57,69 58,56 59,34 59,81 60,26 61,12
Maluku Tenggara 60,58 60,96 61,75 62,11 62,74 63,35 64,20
Maluku Tengah 66,12 66,64 67,30 67,89 68,69 68,85 69,54

id
Buru 61,60 62,50 63,50 64,31 65,15 65,75 66,63

o.
Kepulauan Aru 58,22 58,60 59,17 59,62 59,91 60,50 61,32
Seram Bagian Barat 59,90 60,59 61,47 61,79 62,39 63,02 63,76
Seram Bagian Timur 57,88 58,07 .g
58,47 58,88 59,50 60,27 61,15
ps
Maluku Barat Daya 55,75 56,10 56,74 57,34 58,09 58,64 59,43
Buru Selatan 57,30 57,98 58,91 59,89 60,74 61,48 62,19
.b

Kota Ambon 76,07 76,70 77,49 78,16 79,09 79,30 79,55


Kota Tual 61,70 62,69 63,56 64,16 64,95 65,20 65,64
w

MALUKU UTARA 62,79 63,19 63,93 64,78 65,18 65,91 66,63


w

Halmahera Barat 59,56 60,33 60,71 61,47 62,06 62,97 63,83


Halmahera Tengah 58,42 59,34 59,94 60,89 61,49 62,07 63,05
//w

Kepulauan Sula 57,06 57,98 58,83 59,77 60,18 60,50 61,25


Halmahera Selatan 58,22 58,86 59,50 59,92 60,34 61,26 62,17
p:

Halmahera Utara 61,46 62,31 62,94 63,81 64,18 65,04 66,02


t

Halmahera Timur 60,06 60,77 61,73 62,71 63,26 63,99 64,92


ht

Pulau Morotai 56,63 57,16 57,97 58,34 59,27 59,87


Pulau Taliabu 56,86 57,31 58,26 58,66
Kota Ternate 74,86 75,52 75,81 76,69 77,15 77,64 77,80
Kota Tidore Kepulauan 64,48 64,80 65,42 66,25 66,76 67,45 68,37
PAPUA BARAT 59,60 59,90 60,30 60,91 61,28 61,73 62,21
Fakfak 60,95 61,94 62,56 64,29 64,73 64,92 65,55
Kaimana 57,25 57,87 58,99 60,36 61,07 61,33 62,15
Teluk Wondama 52,97 53,74 54,69 55,65 56,27 56,64 57,16
Teluk Bintuni 56,99 57,87 58,84 59,73 60,40 61,09 61,81
Manokwari 66,29 67,28 67,86 68,81 69,35 69,91 70,34
Sorong Selatan 54,24 56,01 56,87 57,73 58,24 58,60 59,20
Sorong 57,56 58,56 59,18 60,86 61,23 61,86 62,42
Raja Ampat 57,36 58,37 59,06 60,36 60,86 61,23 61,95
Tambrauw 45,97 47,18 48,69 49,40 49,77 50,35

122 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Maybrat 53,29 54,13 54,93 55,36 55,78 56,35
Manokwari Selatan 54,95 55,32 56,59 57,12
Pegunungan Arfak 53,36 53,69 53,73 53,89
Kota Sorong 71,96 72,80 73,89 74,96 75,78 75,91 76,33
PAPUA 54,45 55,01 55,55 56,25 56,75 57,25 58,05
Merauke 65,58 66,03 66,28 66,88 67,33 67,75 68,09
Jayawijaya 50,79 51,66 52,27 52,94 53,37 54,18 54,96
Jayapura 67,15 68,04 68,85 69,21 69,55 70,04 70,50
Nabire 64,49 64,96 65,28 65,45 66,25 66,49 66,64
Kepulauan Yapen 63,50 63,82 64,11 64,34 64,89 65,28 65,55
Biak Numfor 68,22 68,80 69,05 69,35 70,32 70,85 71,13
Paniai 52,57 53,02 53,34 53,70 53,93 54,20 54,34
Puncak Jaya 38,83 40,36 41,85 43,36 44,32 44,87 45,49
Mimika 67,96 68,74 68,95 69,50 70,40 70,89 71,64

id
Boven Digoel 56,15 56,89 57,45 57,96 58,21 59,02 59,35

o.
Mappi 54,09 54,61 55,09 55,51 55,74 56,11 56,54
Asmat 43,69 44,58 45,08 45,54 45,91 46,62 47,31
Yahukimo .g
40,63 41,72 43,82 45,63 46,36 46,63 47,13
ps
Pegunungan Bintang 35,45 36,61 37,82 38,94 39,68 40,91 41,90
Tolikara 43,44 44,41 44,86 45,68 46,16 46,38 47,11
.b

Sarmi 56,98 57,96 59,03 59,51 60,48 60,99 61,27


Keerom 60,00 60,65 61,13 62,49 62,73 63,43 64,10
w

Waropen 59,98 60,94 61,32 61,68 61,97 62,35 63,10


w

Supiori 57,71 58,31 58,86 59,40 59,70 60,09 60,59


Mamberamo Raya 44,89 45,82 46,62 47,28 47,88 48,29 49,00
//w

Nduga 19,62 21,12 23,07 24,42 25,38 25,47 26,56


Lanny Jaya 41,49 41,90 42,53 43,05 43,28 44,18 45,16
p:

Mamberamo Tengah 39,37 40,17 41,39 42,43 43,19 43,55 44,15


t

Yalimo 38,47 40,45 41,84 43,33 44,21 44,32 44,95


ht

Puncak 33,44 35,08 36,85 37,73 38,05 39,41 39,96


Dogiyai 47,48 48,48 50,59 51,46 52,25 52,78 53,32
Intan Jaya 40,07 41,89 42,69 43,51 44,35 44,82
Deiyai 46,12 46,94 47,74 48,12 48,28 48,50
Kota Jayapura 76,69 76,97 77,25 77,46 77,86 78,05 78,56
INDONESIA 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 69,55 70,18

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 123


Lampiran 5 Tren Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di ASEAN, 1990-
2015

Negara 1990 2000 2010 2011 2012 2013 2014 2015


Singapura 0,718 0,820 0,911 0,917 0,920 0,922 0,924 0,925
Brunei Darussalam 0,782 0,819 0,846 0,852 0,860 0,863 0,864 0,865
Malaysia 0,643 0,725 0,774 0,776 0,779 0,783 0,787 0,789
Thailand 0,574 0,649 0,720 0,729 0,733 0,737 0,738 0,740
Indonesia 0,528 0,604 0,662 0,669 0,677 0,682 0,686 0,689
Viet Nam 0,477 0,576 0,655 0,662 0,668 0,675 0,678 0,683
Filipina 0,586 0,622 0,669 0,666 0,671 0,676 0,679 0,682
Laos 0,397 0,463 0,542 0,554 0,563 0,573 0,582 0,586
Kamboja 0,357 0,412 0,533 0,540 0,546 0,553 0,558 0,563

id
Myanmar 0,353 0,427 0,526 0,533 0,540 0,547 0,552 0,556

o.
Sumber: Human Development Report 2016

.g
ps
.b
w
w
//w
t p:
ht

124 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id

Ct
Teknis
Catatan
ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id
Catatan
Ct
Teknis

Konsep Pembangunan Manusia


“Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan
bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan
kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan
yang sederhana. Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh berbagai kesibukan

id
jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang.”

o.
Kalimat pembuka pada HDR pertama yang dipublikasikan oleh UNDP tahun
.g
1990 secara jelas menekankan arti pentingnya pembangunan yang berpusat
ps
pada manusia – yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir, dan bukan
sebagai alat pembangunan.
.b

Konsep ini terdengar berbeda dibanding kosep klasik pembangunan yang


w

memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan


w

manusia memperluas pembahasan tentang konsep pembangunan dari


diskusi tentang cara-cara (pertumbuhan PDB) ke diskusi tentang tujuan akhir
//w

dari pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan


jangka panjang, yang meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, dan
p:

bukan manusia di sekeliling pembangunan.


t
ht

Mengutip isi HDR pertama tahun 1990, pembangunan manusia adalah


suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh
manusia. Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah
untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk
mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup
secara layak.

Untuk menghidari kekeliruan dalam memaknai konsep ini, perbedaan antara


cara pandang pembangunan manusia terhadap pembangunan dengan
pendekatan konvensional yang menekankan pertumbuhan ekonomi,
pembentukan modal manusia, pembangunan sumber daya manusia,
kesejahteraan rakyat, dan pemenuhan kebutuhan dasar, perlu diperjelas.
Konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan yang lebih luas dari
teori konvensional pembangunan ekonomi.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 127


Model ‘pertumbuhan ekonomi’ lebih menekankan pada peningkatan PNB
daripada memperbaiki kualitas hidup manusia. ‘Pembangunan sumber
daya manusia’ cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input
dari proses produksi – sebagai alat, bukan sebagai tujuan akhir. Pendekatan
‘kesejahteraan’ melihat manusia sebagai penerima dan bukan sebagai
agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Adapun pendekatan
‘kebutuhan dasar’ terfokus pada penyediaan barang-barang dan jasa-jasa
untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas pilihan yang
dimiliki manusia di segala bidang.

Pendekatan pembangunan manusia menggabungkan aspek produksi dan


distribusi komoditas, serta peningkatan dan pemanfaatan kemampuan
manusia. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu
dalam masyarakat – pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan,
kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural – dari sudut pandang manusia.
Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu gender.

id
Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan
sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua

o.
sektor.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


.g
ps
.b

Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian


pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas
w

hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan


w

tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat;
pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki
//w

pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi
kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk
p:

mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator harapan


lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi
t
ht

hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli (Purchasing Power


Parity). Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan
pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai
pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup
layak.

Angka Harapan Hidup saat Lahir

Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Penghitungan
angka harapan hidup melalui pendekatan tak langsung (indirect estimation).
Jenis data yang digunakan adalah Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih
Hidup (AMH). Paket program Mortpack digunakan untuk menghitung angka
harapan hidup berdasarkan input data ALH dan AMH. Selanjutnya, dipilih
metode Trussel dengan model West, yang sesuai dengan histori kependudukan

128 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


dan kondisi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara umumnya (Preston,
2004).

Indeks harapan hidup dihitung dengan menghitung nilai maksimum dan nilai
minimum harapan hidup sesuai standar UNDP, yaitu angka tertinggi sebagai
batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah
20 tahun.

Tingkat Pendidikan

Salah satu komponen pembentuk IPM adalah dari dimensi pengetahuan yang
diukur melalui tingkat pendidikan. Dalam hal ini, indikator yang digunakan
adalah rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) dan harapan lama
sekolah (expected years of schooling). Pada proses pembentukan IPM, rata-rata
lama sekolah dan harapan lama sekolah diberi bobot yang sama, kemudian
penggabungan kedua indikator ini digunakan sebagai indeks pendidikan

id
sebagai salah satu komponen pembentuk IPM.

o.
Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan
.g
oleh penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
ps
Penghitungan rata-rata lama sekolah menggunakan dua batasan yang
dipakai sesuai kesepakatan UNDP. Rata-rata lama sekolah memiliki batas
.b

maksimumnya 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun.


w

Harapan lama sekolah didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun)


w

yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa
mendatang. Harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7
//w

tahun ke atas. Indikator ini dapat digunakan untuk mengetahui kondisi


pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan
p:

dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat


dicapai oleh setiap anak. Seperti halnya rata-rata lama sekolah, harapan lama
t
ht

sekolah juga menggunakan batasan yang dipakai sesuai kesepakatan UNDP.


Batas maksimum untuk harapan lama sekolah adalah 18 tahun, sedangkan
batas minimumnya 0 (nol).

Standar Hidup Layak

Dimensi lain dari ukuran kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak.
Dalam cakupan lebih luas, standar hidup layak menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin
membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan
Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita yang disesuaikan, sedangkan BPS
dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran
per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power
parity) berbasis formula Rao.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 129


1
m
 pij  m
PPPj = ∏   (1)
i =1  pik 

Keterangan:
PPPj : paritas daya beli di wilayah j
pij : harga komoditas i di kabupaten/kota j
pik : harga komoditas i di Jakarta Selatan
m : jumlah komoditas

Tabel L1 Komoditi Kebutuhan Pokok sebagai Dasar Penghitungan


Daya Beli (PPP)
Beras Pisang lainnya Rokok kretek tanpa filter
Tepung terigu Pepaya Rokok putih
Ketela pohon/singkong Minyak kelapa Rumah sendiri/bebas sewa

id
Kentang Minyak goreng lainnya Rumah kontrak
Tongkol/tuna/cakalang Kelapa Rumah sewa

o.
Kembung Gula pasir Rumah dinas
Bandeng
Mujair
Teh
Kopi
.g
Listrik
Air PAM
ps
Mas Garam LPG
Lele Kecap Minyak tanah
.b

Ikan segar lainnya Penyedap masakan/vetsin Lainnya(batu baterai,aki,korek,obat nyamuk dll)


w

Daging sapi Mie instan Perlengkapan mandi


Daging ayam ras Roti manis/roti lainnya Barang kecantikan
w

Daging ayam kampung Kue kering Perawatan kulit,muka,kuku,rambut


//w

Telur ayam ras Kue basah Sabun cuci


Susu kental manis Makanan gorengan Biaya RS Pemerintah
p:

Susu bubuk Gado-gado/ketoprak Biaya RS Swasta


Susu bubuk bayi Nasi campur/rames Puskesmas/pustu
t

Bayam Nasi goreng Praktek dokter/poliklinik


ht

Kangkung Nasi putih SPP


Kacang panjang Lontong/ketupat sayur Bensin
Bawang merah Soto/gule/sop/rawon/cincang Transportasi/pengangkutan umum
Bawang putih Sate/tongseng Pos dan Telekomunikasi
Cabe merah Mie bakso/mie rebus/mie goreng Pakaian jadi laki-laki dewasa
Cabe rawit Makanan ringan anak Pakaian jadi perempuan dewasa
Tahu Ikang (goreng/bakar dll) Pakaian jadi anak-anak
Tempe Ayam/daging (goreng dll) Alas kaki
Jeruk Makanan jadi lainnya Minyak Pelumas
Mangga Air kemasan galon Meubelair
Salak Minuman jadi lainnya Peralatan Rumah Tangga
Pisang ambon Es lainnya Perlengkapan perabot rumah tangga
Pisang raja Roko kretek filter Alat-alat Dapur/Makan

130 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


Penghitungan paritas daya beli dilakukan berdasarkan 96 komoditas
kebutuhan pokok seperti terlihat dalam Tabel L1. Batas maksimum dan
minimum penghitungan pengeluaran per kapita yang digunakan dalam
penghitungan IPM seperti terlihat dalam Tabel L2. Batas maksimum
pengeluaran per kapita adalah sebesar Rp 26.572.352 sementara batas
minimumnya adalah Rp 1.007.436.

Penyusunan Indeks

Sebelum menghitung IPM, setiap komponen IPM harus dihitung indeksnya.


Formula yang digunakan dalam penghitungan indeks komponen IPM adalah
sebagai berikut:
AHH − AHHmin
IAHH = (2)
AHHmaks − AHHmin

id
HLS − HLSmin
IHLS = (3)
HLSmaks − HLSmin

o.
IRLS =
RLS − RLSmin
RLSmaks − RLSmin
.g (4)
ps
.b

IHLS + IRLS (5)


Ipengetahuan =
2
w
w

ln ( pengeluaran) − ln ( pengeluaranmin )
Ipengeluaran = (6)
//w

ln ( pengeluaranmaks ) − ln ( pengeluaranmin )
p:

Untuk menghitung indeks masing-masing komponen IPM digunakan batas


maksimum dan minimum seperti terlihat dalam Tabel L2.
t
ht

Tabel L2 Nilai Maksimum dan Minimum dari Setiap Komponen IPM

Komponen IPM Satuan Minimum Maksimum


Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) Tahun 20 85
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 0 18
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 15
Pengeluaran per Kapita Rupiah 1.007.436 26.572.352

Keterangan:
* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data
empiris) yaitu di Tolikara-Papua
** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025
(akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016 131


Selanjutnya nilai IPM dapat dihitung sebagai:

IPM = 3 IAHH × Ipendidikan × Ipengeluaran × 100 (7)

Status Pembangunan Manusia

Capaian pembangunan manusia di suatu wilayah pada waktu tertentu dapat


dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pengelompokkan ini bertujuan
untuk mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok
yang sama dalam dalam hal pembangunan manusia.

1. Kelompok “sangat tinggi” : IPM ≥ 80


2. Kelompok “tinggi” : 70 ≤ IPM < 80

id
3. Kelompok “sedang” : 60 ≤ IPM < 70
4. Kelompok “rendah” : IPM < 60

o.
Pertumbuhan IPM
.g
ps
.b

Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu


digunakan ukuran pertumbuhan per tahun. Pertumbuhan IPM menunjukkan
w

perbandingan antara perubahan capaian terkini dengan capaian tahun


w

sebelumnya. Semakin tinggi nilai pertumbuhan IPM, maka semakin cepat


pula peningkatan IPM. Indikator pertumbuhan IPM ini dapat digunakan
//w

sebagai kinerja pembangunan manusia suatu wilayah pada kurun waktu


tertentu.
p:

IPMt − IPMt −1
t

Pertumbuhan IPM = × 100% (8)


ht

IPMt −1

Keterangan:
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPM(t-1) : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)

132 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016


ht
tp:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.
id

Anda mungkin juga menyukai