BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Mata kuliah tugas propeler dan sistem perporosan merupakan mata kuliah wajib di jurusan
teknik sistem perkapalan yang menitik beratkan pada penentuan bentuk dan jenis dari alat
peggerak kapal berupa propeler dan bentuk sistem transmisi tenaga yang berupa poros propeler,
bantalan dan stern tube. Tugas perencanaan ini diawali dengan menentukan besarnya tahanan
kapal yaitu tahanan kapal akibat dari gerak kapal yang melaju di permukaan air berupa gaya
dorong kapal yang dihasilkan oleh putaran baling-baling.
Untuk dapat menghasilkan kecepatan kapal sesuai dengan yang diinginkan diperlukan
gaya dorong untuk melawan tahanan kapal atau pemilihan motor penggerak utama kapal sebagai
penghasil gaya dorong yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Type propeller serta diameter
poros yang sesuai dan memenuhi syarat perlu direncanakan agar daya motor penggerak utama
dapat menghasilkan daya dorong yang maksimal untuk menghasilkan kecepatan kapal sesuai
dengan yang diinginkan. Oleh karena itu perencanaan jenis propeler dan sistem perporosannya
adalah hal yang sangat vital.
Untuk mendesain propeller ini harus mengetahui ukuran utama kapal yang akan
dirancang propellernya. Kemudian dari data dapat dihitung tahanan total dari kapal. Dalam
laporan ini metode yang digunakan untuk menghitung tahanan total kapal adalah metode
Harvarld.
Pada tahap kedua adalah menghitung daya engine (BHP) yaitu daya mesin yang nantinya
ditransmisikan ke propeller untuk menghasilkan daya dorong. Langkah berikutnya adalah memilih
engine yang tepat untuk menghasilkan BHP seperti yang diinginkan dan menghasilkan kecepatan
kapal yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Selanjutnya kita memilih propeller dengan cara dengan menentukan ratio reduction gear
yang akan kita gunakan kemudian menentukan berapa kecepatan putaran propeller yang sesuai
dengan reduction gear tersebut. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan beberapa kecepatan
propeller dan diambil yang paling effisien, diameternya memenuhi aturan dari diro klasifikasi dan
memenuhi sarat kavitasi. Dalam menentukan atau mendapatkan perhitungan tersebut adalah
dengan menggunakan Bp - diagram.
Langkah selanjutnya adalah menghitung Engine Propeller Matching (EPM), yaitu
mencocokkan antara propeller dengan mesin yang di gunakan, setelah itu melakukan
perhitungan propeller serta melakukan perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros
data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut
dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini
menembus badan kapal maka diperlukan suatu alat yang berfungsi untuk mengurangi air yang
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 1
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk
langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal
bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara
poros propeller dan poros intermediate.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 2
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BAB II
PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA
Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah menentukan jenis serta type
dari motor penggerak utama kapal yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini
didasarkan dari besarnya tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya
dimensi utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan.
Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara lain :
1. Menghitung besarnya tahanan kapal.
2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama kapal.
3. Menentukan jenis dan type dari motor penggerak utama kapal.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 3
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
DATA KAPAL
1. Nama : MT. RHEIN
2. Tipe : OIL TANKER
3. Dimensi :
a. LWL : 109,2 meter
b. LPP : 104 meter
c. B : 17,5 meter
d. H : 9 meter
e. T : 6,8 meter
f. Cbwl : 0,73
g. Cp : 0,76
h. VS : 12 knot
4. Rute Pelayaran : Cilacap – Kalimantan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 4
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
6,17328
Sehingga : Fn =
9,8 x109,2
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 5
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
= 0,188708568
= 793729234,3
Menghitung Tahanan Gesek
0,075
Cf =
(log Rn 2) 2
0,075
=
(log 793729234,3 2) 2
= 0,001575449
(Harvald 5.5.31, Tahan dan Propulsi Kapal, hal 118)
Menghitung Tahanan Sisa
CR atau tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram Guldhammer-Harvald
yang hasilnya adalah sebagai berikut
1. Interpolasi Diagram
L / ( 1/3 ) = 109,2/ (9486,204) 1/3
= 5,16
60Dari hasil tersebut kita interpolasi pada Diagram Guldhammer dan Harvald diperoleh:
L/ V1/3 = 4 103 CR = 1,60
L/ V1/3 = 4,5 103 CR = 1,25
L/ V1/3 = 5 103 CR = 1,10
L/ V1/3 = 5,5 103 CR = 0,90
L/ V1/3 = 6 103 CR = 0,80
L/ V1/3 = 6,5 103 CR = 0,70
L/ V1/3 = 7 103 CR = 0,60
L/ V1/3 = 7,5 103 CR = 0,55
L/ V1/3 = 8 103 CR = 0,50
Sehingga, Harga 103 CR untuk L / ( 1/3) = 5,16 dapat dicari dengan metode interpolasi
linier dan didapat persamaan
Y =-0.2567x + 2.4289
CR1 = 0,00110471
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 6
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Karena LCB berada di depan LCB standard, maka dilakukan koreksi terhadap harga Cr
dengan menggunakan rumus:
103 CR
3 3
10 CR = 10 CR (Standart) + LCB
LCB
dengan melakukan pembacaan grafik 5.5.16 pada buku Tahanan dan Propulsi kapal
A.Harvarld didapatkan hasil :
CR3 = 2,63 x 10-8
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 7
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Jika melihat daftar pada “Sv. Aa. Harvald, Tahanan dan Propulsi Kapal”, hal 132 (5.5.23),
adalah sebagai berikut :
Displasemen = 1000 t, CA 0.6 x 10-3
Displasemen = 10000 t, CA = 0.4 x 10-3
Displasemen = 100000 t, CA 0
Displasemen = 1000000 t, CA = -0.6 x 10-3
Displasemen = 9723,3591 t, CA -0,3 x 10-3
Sehingga Ca = 0,0003049
(Harvald 5.5.24, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 132)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 8
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Sehingga:
RTair = CT x ( 0,5 x x v2 x S )
= 100,0946838 kN
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 9
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan estimasi
terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :
(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);
(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);
(iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD);
(iv) Daya Poros (Shaft Power-PS);
(v) Daya Rem (Brake Power-PB);
(vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).
EHP = RTdinas x Vs
= 710,60 kW
= 952,55 HP
(Harvald 5.5.27, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 135)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 10
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
= 0,3015
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Persamaan 47 Hal 159)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 11
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BHPmcr = BHPscr/0.85
= 2073,66 HP
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 12
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
= 1546,95 kW
(Surjo Widodo Adjie, Daya motor yang diinstal,Engine Propeller Matching)
Dari data mengenai karakteristik putaran kerja dan daya pada kondisi MCR dapat
ditentukan spesifikasi motor penggerak utama atau main engine dari kapal ini. Adapun data-data
utama motor induk ini antara lain :
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 13
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BAB III
PEMILIHAN PROPELLER DAN PEMERIKSAAN KAVITASI
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 14
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
3.1 TUJUAN
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang
sesuai dengan karakteristik badan kapal(badan kapal yang tercelup ke air) dan besarnya daya
yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik type
propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller.
Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller :
1. Perhitungan dan pemilihan type propeller (Engine Propeller Matching)
2. Perhitungan syarat kavitasi
3. Design dan gambar type propeller.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 15
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
dimaksudkan agar nilai diameter dan pitch yang optimal dari propeller yang dirancang tersebut
dapat didefinisikan. Adapun prosedur perancangan dengan menggunakan Bp-δ Diagram yang
dikembangkan oleh Taylor adalah sebagai berikut :
Proses penentuan dan pemilihan type propeller dilakukan dengan pembacaan diagram Bp -
setelah melalui langkah-langkah berikut :
- Menentukan nilai BP ( Power Absorbtion )
N prop xP0,5
Bp dimana : Va = ( 1 – w ) VS
Va2,5
Bp1 = N x P^ 0.5 / Va^2.5 = 57,759638
P
- Menentukan nilai dan 0 (1/J) dari pembacaan BP - diagram
D 0
Dengan nilai Bp sebesar 1.31 tersebut, pada diagram Bp-δ ditarik garis hingga memotong
maximum efficiency line. Dari titik potong itu kemudian ditarik garis ke kiri sehingga
didapatkan nilai (P/D)o sebesar 0,625 dan juga (1/J)o = 2.89 , sehingga:
δo = [(1/J)o]/0,009875
= 292.65823
Catatan : diagram Bp-δ yang digunakan pada Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35 :
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 16
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Sebenarnya (1/J) adalah sama dengan δ, yang membedakan adalah (1/J) menggunakan
satuan internasional (SI) sedangkan δ menggunakan satuan British. Pada perhitungan
selanjutnya notasi yang akan dipakai seterusnya adalah δ untuk mewakili (1/J).
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 17
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
- Menentukan nilai B
Nilai B diperoleh dari rumusan :
N prop xDB
B
Va
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
δb = 280,33418
P
- Menghitung nilai
D B
Setelah nilai δB didapatkan, maka nilai tersebut diplotkan ke diagram Bp-δ dan dipotongkan
dengan maximum efficiency line seperti pada pembacaan diagram Bp-δ untuk kondisi open
water, sehingga diperoleh nilai (P/D)B = 0,628 serta efisiensi behind the ship B = 0,524. Dari
harga-harga yang telah didapatkan tersebut, maka nilai pitch propeller behind the ship dapat
dihitung sebagai berikut :
(P/D)B = 0,635
PB = 0,635 x DB
= 0,635 x 2,73
= 1,73355 meter
Contoh perhitungan di atas jika dimasukkan dalam tabel sesuai dengan tipe propeller
masing-masing adalah sebagai berikut:
Jenis
P/D0 1/J0 δ0 D0 (ft) Db (ft) Db (m) Dmax (m) Db < Dmax
Prop.
B3-35 0,628 2,914 295,0886 9,42 8,95 2,73 4,38 Mantab
B3-50 0,621 2,9 293,6709 9,37 8,91 2,71 4,38 Mantab
B3-65 0,635 2,812 284,7595 9,09 8,64 2,63 4,38 Mantab
B3-80 0,722 2,691 272,5063 8,70 8,26 2,52 4,38 Mantab
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 18
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
- Perhitungan Kavitasi
Perhitungan kavitasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memastikan suatu propeller bebas
dari kavitasi yang menyebabkan kerusakan fatal terhadap propeller. Perhitungan kavitasi ini
dengan menggunakan Diagram Burril’s.
Prosedur yang digunakan untuk menghitung angka kavitasi adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai Ae
2
A0
D
=
2
Ae = A0 x (Ae/A0)
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
Ao = 62,856113
Ae = 21,999639
Berikut adalah tabel nilai dari Ae dari setiap jenis propeller:
Jenis
δb 1/Jb P/Db η Ae/Ao Ao Ae Ad = Ae Va (m/s)
Prop.
B3-35 280,3342 2,77 0,635 0,532 0,35 62,85611 21,99964 21,99964 4,10172
B3-50 278,9873 2,76 0,64 0,518 0,5 62,25359 21,78876 21,78876 4,10172
B3-65 270,5215 2,67 0,678 0,498 0,65 58,53277 20,48647 20,48647 4,10172
B3-80 258,881 2,56 0,738 0,477 0,8 53,60383 18,76134 18,76134 4,10172
B4-40 268,5975 2,65 0,668 0,517 0,4 57,70311 20,19609 20,19609 4,10172
B4-55 268,7899 2,65 0,671 0,515 0,55 57,78581 20,22503 20,22503 4,10172
B4-70 263,9797 2,61 0,695 0,504 0,7 55,73611 19,50764 19,50764 4,10172
B4-85 255,2253 2,52 0,742 0,49 0,85 52,10062 18,23522 18,23522 4,10172
B4-100 245,8937 2,43 0,800 0,466 1 48,36043 16,92615 16,92615 4,10172
B5-45 259,2658 2,56 0,710 0,505 0,45 53,76331 18,81716 18,81716 4,10172
B5-60 261,6709 2,58 0,700 0,507 0,60 54,7654 19,16789 19,16789 4,10172
B5-75 257,8228 2,55 0,717 0,504 0,75 53,16649 18,60827 18,60827 4,10172
B5-90 252,4354 2,49 0,750 0,493 0,90 50,96782 17,83874 17,83874 4,10172
B5-105 245,3165 2,42 0,792 0,479 1,05 48,13365 16,84678 16,84678 4,10172
2. Menghitung nilai Ap
P
Ap = Ad x (1,067 – (0,229 x ))
D
(Principles naval architecture, hal 181, pers 59)
dimana : Ad = Ae
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
Ap = 20,274538
3. Menghitung nilai (Vr)2
(Vr)2 = Va2 + (0,7 x x n x D)2
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 19
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
4. Menghitung nilai T
EHP
T =
(1 t ) xVs
dimana : EHP = Effective Horse Power
Vs = Kecepatan Dinas
T = Thrust Deduction Factor
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
T = 164,79494
5. Menghitung nilai TC
T
TC =
Apx0,5 xx(Vr ) 2
(Principles naval architecture, hal 181)
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
TC = 0,03
6. Menghitung nilai σ 0.7R
188,2 19,62 H
σ0,7R =
Va 2 4,836n 2 D 2
(Principles naval architecture, hal 181, pers 61)
dimana: H = tinggi sumbu poros dari base line ( m )
VA = speed of advance ( m/s )
n = putaran propeller ( RPS )
D = diameter propeller ( m )
Nilai σ 0.7R tersebut di plotkan pada Burrill Diagram untuk memperoleh τC diagram (pada
lampiran). Untuk syarat terjadinya kavitasi adalah τC diagram < τC hitungan.
Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35 :
H = 9.31 - 2,89
= 5.881 m
σ 0.7R = 0,42
Masukkan nilai 𝜎0,7𝑅 ke diagram burill sehingga akan diperoleh nilai τC diagram.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 20
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Propeller yang dipilih telah memenuhi syarat kavitasi karena nilai τc lebih kecil dari nilai τc
max, hal ini berarti bahwa propeller tersebut bebas dari kavitasi.
Berikut adalah tabel kavitasi masing-masing jenis propeller
Jenis Τc
Ap (m^2) N (rps) Vr^2 T (kN) σ 0.7R Kavitasi ?
Prop. hitungan Tc burril
B3-35 20,27454 4,166667 640,761 164,7949 0,03 0,42 0,177 Tidak Kavitasi
B3-50 20,05524 4,166667 634,7801 164,7949 0,03 0,42 0,178 Tidak Kavitasi
B3-65 18,67829 4,166667 597,8456 164,7949 0,03 0,45 0,184 Tidak Kavitasi
B3-80 16,84765 4,166667 548,9189 164,7949 0,04 0,49 0,194 Tidak Kavitasi
B4-40 18,45979 4,166667 589,6101 164,7949 0,03 0,46 0,186 Tidak Kavitasi
B4-55 18,47235 4,166667 590,431 164,7949 0,03 0,45 0,186 Tidak Kavitasi
B4-70 17,70991 4,166667 570,0848 164,7949 0,03 0,47 0,190 Tidak Kavitasi
B4-85 16,35849 4,166667 533,9974 164,7949 0,04 0,50 0,197 Tidak Kavitasi
B4-100 14,95933 4,166667 496,8706 164,7949 0,04 0,54 0,204 Tidak Kavitasi
B5-45 17,01842 4,166667 550,5019 164,7949 0,04 0,49 0,193 Tidak Kavitasi
B5-60 17,37952 4,166667 560,4491 164,7949 0,03 0,48 0,191 Tidak Kavitasi
B5-75 16,79968 4,166667 544,5777 164,7949 0,04 0,49 0,194 Tidak Kavitasi
B5-90 15,97013 4,166667 522,7527 164,7949 0,04 0,51 0,199 Tidak Kavitasi
B5-105 14,92004 4,166667 494,6195 164,7949 0,04 0,54 0,205 Tidak Kavitasi
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 21
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Catatan : D yang digunakan dalam perhitungan diatas adalah dipilih diameter behind the ship
yang paling besar dari kelima diameter hasil perhitungan untuk masing-masing tipe propeller.
Sehingga apabila perhitungan di atas memenuhi, maka untuk diameter yang lain pasti memenuhi.
Seluruh langkah-langkah diatas digunakan untuk mencari nilai dari tipe propeller yang digunakan.
Maka propeller yang dipilih harus didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :
- Diameter propeller yg dipilih harus kurang dari diameter max
- Tidak terjadi kavitasi pada propeller
- Memiliki tingkat effisiensi yang paling tinggi
Dari pertimbangan di atas maka spesifikasi propeller yang digunakan adalah sebagai berikut :
DATA PROPELLER
Type Propeller : B3-65
η propeller : 0,501
P/D : 0,678
Diameter (m) : 2,63
RPM prop : 250 rpm
Korelasi Besarnya Daya Main Engine dengan Effisiensi Propeller Behind The Ship
Dengan diketahuinya nilai efisiensi propeller yang baru maka dapat dikoreksi kembali besarnya
kebutuhan daya motor penggerak utama.
Perhitungan Efective Horse Power
EHP = 952,55 HP
t = 0,5 Cp – 0,12
= 0,26
Perhitungan Koefisien Propulsif
a. Efisiensi Relatif Rotatif (ηrr)
Nilai dari ηrr untuk single screw ship antara 1,02 – 1,05. Diambil : 1,05
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 22
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 23
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
DATA PROPELLER
Type Propeller : B3 - 65
η propeller : 0,501
P/D : 0,678
Diameter (m) : 2,63
RPM prop : 250 rpm
1. Menghitung Koefisien α
Rumus : Rt = 0,5 x ρ x Ctotal x s x Vs2
Rt = α x Vs2
𝑅𝑡
𝛼 = 𝑉𝑠2
3. Membuat kurva KT – J
Sebelum membuat kurva Kt - J,dicari nilai KT terlebih dahulu dengan rumusan:
𝐾𝑇 = 𝛽 𝑥 𝐽2
Dimana nilai J untuk B3-65 berkisar antara nilai 0 – 1,6. Setelah itu dibuat tabel berikut:
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 24
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Lalu dibuat kurva KT- J. Kurva ini merupakan interaksi lambung kapal dengan propeller.
Lalu kurva KT – J tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk mendapatkan
titik operasi propeller.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 25
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Setelah didapatkan data diatas, maka nilai tersebut diplotkan ke dalam grafik bersama
dengan kurva KT – J yang telah didapat di awal.
P/Db 0,678
J KT 10 KQ η
0,1 0,28044581 0,3100264 0,174164464
0,2 0,24674214 0,2779579 0,309799759
0,3 0,21011038 0,2428098 0,435241357
0,4 0,171044 0,205332 0,542480054
0,5 0,13003641 0,1662745 0,612776642
0,6 0,08758105 0,1263872 0,594095628
0,7 0,04417137 0,08642 0,281071405
0,8 0,00030079 0,047123 -2,63576292
0,9 -0,0435373 0,0092459 4,78522996
1 -0,0868493 -0,0264613 3,266252015
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 26
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Dimana:
J : Koefisien Advance
KT : Koefisien Gaya Dorong
10KQ : Koefisien Torsi
η : Efisiensi Propeller behind the ship
Dengan diketahuinya nilai efisiensi propeller yang baru maka dapat dikoreksi kembali
besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama.
a. Perhitungan Effective Horse Power
EHP = 952,55 HP
b. Perhitungan Koefisien Propulsif
1. Efisiensi relatif rotatif (ηrr)
Pada kapal yang menggunakan single screw, niliai efisiensi relatif rotatif berkisar
antara 1,02 – 1,05. Pada perencanaan ini diambil nilai ηrr = 1,05
2. efisiensi propeller (ηp)
Nilai efisiensi propeller sebesar 0,501
3. koefisien propulsif (PC)
efisiensi propulsif adalah nilai efisiensi yang didapat dengan mengalikan antara
Efisiensi relatif rotatif, Efisiensi propeller dan efisiensi lambung.
Pc = ηrr x ηp x ηhull
= 0.586
c. Perhitungan Delivered Horse Power
DHP = EHP / Pc
= 1727,3620 HP
d. Perhitungan Shaft Horse Power
Kerugian transmisi poros umumnya diambil 2% untuk kamar mesin di belakang dan
3% untuk kamar mesin di tengah.
SHP = DHP / ηsηb
= 1762,614 HP
e. Perhitungan Daya Penggerak Utama
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 27
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
c. Menghitung Torsi(Q)
Dalam menghitung torsi atau torque(Q) kita dapat menggunakan rumus:
𝑄 = 𝐾𝑄 𝑥 𝜌 𝑥 𝐷 5 𝑥 𝑛2
Q250rpm = 56,19 (pada clean hull condition)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 28
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Rumusnya adalah:
𝐷𝐻𝑃 = 2𝜋 𝑥 𝑄 𝑥 𝑛𝑝𝑟𝑜𝑝𝑒𝑙𝑙𝑒𝑟
(S.W.Adjie, Engine Propeller Matching)
DHP250RPM= 1470,24 kW...(pada Clean hull condition)
Rumusnya adalah:
𝐷𝐻𝑃
𝐵𝐻𝑃 =
0,98 𝑥 0,98 𝑥 0,85
(S.W.Adjie, Engine Propeller Matching)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 29
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 30
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 31
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Dari semua data-data diatas, maka kita dapat membuat Kurva Engine Propeller Matching :
Kurva EPM:perbandingan antara Power Vs RPM engine
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 32
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BAB V
PENGGAMBARAN PROPELLER
Dimana Yface dan Yback merupakan vertical ordinat dari titik-titik tersebut pada blade
section (bagian face dan bagian back) terhadap pitch line. Tmax merupakan maximum blade
thicknes, tte:tle merupakan ketebalan blade section pada bagian trailing edge serta leading edge.
V1;V2 merupakan angka-angka yang ditabulasikan sebagai fungsi dari r/R dan P, dimana P
sendiri merupakan koordinat non dimensional sepanjang pitch line dari posisi ketebalan
maksimum ke trailing edge (P=-1)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 33
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Setelah mengetahui nilai masing - masing (cr,ar,br dan Sr) diatas, maka langkah pengerjaan
dilanjutkan pada penentuan penampang ketebalan tiap bagian daun menggunakan rumusan dan
tabel dibawah ini :
Jarak dari
r/R sumbu propeller cr (mm) ar (mm) br (mm) Sr (m)
(mm)
0,2 263,000 930,538 573,211 325,688 0,0793
0,3 394,500 1043,935 637,844 365,377 0,0778
0,4 526,000 1139,667 682,660 398,883 0,0722
0,5 657,500 1208,047 704,291 422,816 0,0630
0,6 789,000 1245,656 695,076 484,560 0,0508
0,7 920,500 1235,399 649,820 547,282 0,0369
0,8 1052,000 1212,036 582,989 579,353 0,0236
0,9 1183,500 944,214 377,686 472,107 0,0091
1 1315,000 --- --- --- 0,0000
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 34
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 35
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
R: Radius propeller
r/R : Rasio jarak tebal blade (pitch)
Z: Jumlah blade
Cr : Panjang antara trailling edge ke leading edge pada r/R
D: Diameter propeller
AE/Ao : Perbandingan luasan daun propeller dengan seluruh lingkaran propeller
ar : Jarak antara generator line ke leading edge
br : Jarak maksimum tebal ke leading edge
t: Tebal maksimum
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 36
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 37
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 38
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Penggambaran Propeller
- Ordinat back trailling edge
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 39
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Dari gambar distribusi pitch diatas, selanjutnya dibuat garis-garis yang memotong masing-
masing elemen blade, dan dari garis tersebut dibuat garis tegak lurus dan diplotkan pada gambar
expanded.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 40
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 41
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BAB VI
PERENCANAAN POROS DAN PERLENGKAPAN PROPELLER
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 42
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
b
a
sf1 sf2
Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 42 MC, dengan
memiliki harga:
b = 58 kg/mm2 = 580 N/mm2
Sf1 = 6 (untuk material baja karbon)
Sf2 = 1,3 – 3 , dalam perhitungan ini diambil nilai 1,5
58
Sehingga ; a 6,44 kg
6 x1,5 mm 2
KT = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya antara 1,5 – 3, diambil 2
Cb = diperkirakan adanya beban lentur,nilainya antara 1,2 – 2,3,diambil 2
4. Menghitung Diameter Poros
Diameter Poros
1
5,1 3
𝐷𝑠 = [( 𝜏 ) 𝑥 𝐾𝑡 𝑥 𝐶𝑏 𝑥 𝑇]
𝑎
where:
D = required solid shaft diameter, except hollow shaft; mm (mm, in)
H = power at rated speed; kW (PS, hp) (1 PS = 735W; 1 hp = 746W)
K = shaft design factor, see 4-3-2/Table 1 or 4-3-2/Table 2
R = rated speed rpm
U = minimum specified ultimate tensile strength of shaft material (regardless of
the actual minimum specified tensile strength of the material, the value of U
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 43
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Keterangan Gambar :
Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )
Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )
Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2
Lb = Panjang boss propeller ( m )
LD = Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )
tR = Tebal daun baling – baling ( cm )
tB = Tebal poros boss propeller ( cm )
rF = Jari – jari dari blade face ( m )
rB = Jari – jari dari blade back ( m )
Boss Propeller
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 44
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
tr = 0.045 x Dprop
= 0.045 x 2630
= 118,35 mm
2. Diameter Boss Propeller terkecil (Dba)
Dba/Db = 0.85 s/d 0.9 diambil 0.85
Dba = 0.85 x Db
= 0.85 x 560
= 504 mm
3. Diameter Boss Propeller terbesar (Dbf)
Dbf/Db = 1.05 1.1 diambil 1.05
Dbf = 1.05 x Db
= 1.05 x 560
= 588 mm
4. Panjang Boss Propeller (Lb)
Lb/Ds = 1.8 2.4 diambil 2
Lb = 2,4 x Ds
=2,4 x 280 = 672 mm
5. Panjang Lubang Dalam Boss Propeller
Ln/ Lb = 0.3
Ln = 0.3 x Lb
= 0.3 x 560
= 168 mm
tb/tr = 0.75
tb = 0.75 x tr
= 0.75 x 118,35
= 88,76 mm dibulatkan menjadi 89 mm
rf/tr = 0.75
rf = 0.75 x tr
= 0.75 x 118,35
= 88,76 mm dibulatkan menjadi 89 mm
rb/tr =1
rb = 1 x tr
= 118,35 mm
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 45
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
2. Kemiringan Konis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis berkisar antara 1/10
sampai 1/15 Lb. Diambil sebesar 1/12 Lb.
1/12 = x / Lb
x = 1/12 x Lb
= 1/12 x 656
= 23.33 mm dibulatkan menjadi 24 mm
(BKI, Volume 3, 2006)
3. Diameter Terkecil Ujung Konis
Da = Ds - 2x
= 328 - ( 2 x 24)
= 232 mm
4. Diameter Luar Pengikat Boss
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss atau Du tidak
boleh kurang dari 60 % diameter poros.
dn = 60%. Ds
= 0,6 x 280
= 168 mm
(BKI, Volume 3, 2006)
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 46
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 47
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
= 1.2 x 280
= 336 mm
L diambil 336 mm
Lebar pasak (B) antara 25 % - 35 % dari diameter poros menurut buku DP dan PEM
hal 27 (diambil 27 %)
B = 27 % x Ds
= 27 % x 280
= 75,6 mm
= 76 mm
Tebal pasak (t)
t = 1/6 x Ds
= 1/6 x 280
= 46.67 mm dibulatkan menjadi 47 mm
Radius ujung pasak (R)
R = 0.125 x Ds
= 0.125 x 280
= 35 mm
Bila momen rencana T ditekankan pada suatu diameter poros (Ds), maka gaya sentrifugal
(F) yang terjadi pada permukaan poros adalah ;
T = 9.74 x 105 x (Pd/N)
T = 6149929,75 kg.mm
𝑇
𝐹= 0,5 𝑥 𝐷𝑠
F = 43928,06967 kg
Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (ka) untuk pemakaian umum pada poros
diperoleh dengan membagi kekuatan tarik b dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2), sedang harga
untuk Sf umumnya telah ditentukan ;
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)
Sf2 = 1,0 – 1,5 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba
= 1,5 – 3,0 , jika beban dikenakan tumbukan ringan
= 3,0 – 5,0 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba dan tumbukan berat
Karena beban pada propeller itu dikenakan secara tiba-tiba, maka diambil harga Sf2 = 1,5. Bahan
pasak digunakan S 50 C dengan harga b = 58 kg/mm2.
Sehingga ;
58
ka 6,44 kg
6.1,5 mm 2
Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah ;
F
k 1,720240823 kg/mm2
B.L
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 48
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
karena k ka maka pasak dengan diameter tersebut memenuhi persyaratan bahan.
Kedalaman alur pasak pada poros (t1)
t1 = 0, 5 x t
t1 = 23,5 mm
Jari-Jari Pasak
Diameter poros (Ds) = 280 mm
r5 = 5 mm
r4 > r3 > r2 > r1
r4 = 4 mm
r3 = 3 mm
r2 = 2 mm
r1 = 1 mm
r6 = 0,5 x B
= 37,8 mm
Kopling
Kopling yang direncanakan diesesuaikan dengan kopling gear box yang digunakan. Bahan
material yang digunakan adalah SF 55 dengan kekuatan tarik sebesar 60 kg/mm2. Berikut ini
perencanaannya.Jumlah Baut Kopling.
Jumlah Kopling
Direncanakan 8 buah baut.
Ukuran Kopling
panjang tirus (BKI) untuk kopling :
lk = (1.25 – 1.5) x Ds
diambil lk = 1.3 x Ds
= 1.3 x 280 = 364 mm
Kemiringan tirus :
Untuk konis kopling yang tidak terlalu panjang maka direncanakan nilai terendahnya untuk
menghitung kemiringan :
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 49
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
x = (1/2 x 1/15) x lk
x = 12,13 mm
= 14 mm
Diameter terkecil ujung tirus :
Da = Ds – 2 x
Da = 280 – (2 x 14) = 252 mm
Diameter Lingkaran Baut yang Direncanakan
Db = 2.5 x Ds
= 2.5 x 280
= 700 mm
Diameter luar kopling :
Dout = (3 – 5.8) x Ds
Diambil Dout = 3 x Ds
= 3 x 280
= 840 mm
Ketebalan flange kopling
Berdasarkan BKI Volume III section 4
Pw Cw
Sfl = 370
n D
= 29,81 mm
Harga minimum diambil 29 mm.
Panjang kopling :
L = (2,5 s/d 5,5) x Ds x 0,5 diambil 4.2
L = 4.2 x 280 x 0.5 = 588 mm
Baut Pengikat Flens Kopling
Berdasarkan BKI 2005 Volume III section 4D 4.2
Pw 10 6
Df = 16 x
n D z Rm
Dimana :
Pw = 1578,524 kW
N = 250 Rpm
Z = Jumlah baut
= 8 buah
Rm = 568,4 N/m2
Maka :
Df = 17,99 mm
direncanakan df sebesar 18 mm.
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 50
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 51
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 52
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
= 35 mm
BAB VII
PERENCANAAN STERN TUBE
Jenis Pelumasan
Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media pelumasan poros
propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai penyekat jika terjadi kebocoran. Pada
perencanaan ini, sebagai pelumas poros digunakan air laut. Perencanaan stern tube adalah
sebagai berikut :
Panjang Stern Tube
Panjang tabung poros propeller = Diambil 5 jarak gading
= 3,4464 m
t = 16,30 mm
e. Jarak maximum yang diijinkan antara bantalan
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 53
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Imax = k1 x Ds
Dimana , k1 = 300 (untuk pelumasan dengan air)
= 300 x √280
= 5019,960 mm
f. Rumah Bantalan (Bearing Bushing)
a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese bronze
b. Tebal Bushing Bearing ( tb )
tb = 0.18 x Ds
= 0.18 x 280
= 50,4 mm dibulatkan menjadi 51 mm
STERN POST
Berdasarkan BKI 2006 vol. II untuk kapal dengan panjang L 125 m, maka :
Lebar = (1,4 Lpp) + 90 Lpp = 104 m
= 235,6 mm
Tebal = (1.6 Lpp) + 15
= (1,6 x 104) + 15
= 181,4 mm
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 54
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
BAB VIII
KESIMPULAN
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 55
Desain II : Tugas Propeller & Sistem Perporosan
Daftar Pustaka
NURHADI SISWANTORO
4210 100 006 56