Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GLAUKOMA

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS

Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2014
GLAUKOMA

A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang diakibatkan karena kenaikan
tekanan bola mata dan menimbulkan kerusakan saraf penglihatan. Keruskan fungsi saraf
akan mengganggu fungsinya dalam meneruskan bayangan yang dilihat dari mata ke otak dan
digabungkan dipusat penglihatan dan membentuk benda (vision). Gangguan tersebut berupa
rasa sakit (pusing) pada kepala secara terus-menerus, pandangan kabur dan bergoyang,
terutama pada tempat yang luas.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak, biasanya
terjadi pada usia lanjut. Penduduk yang berusia diatas 40 tahun di beberapa negara, 2%
diantaranya menderita Glaukoma. Di Indonesia, glaukoma merupakan kebutaan yang tidak
dapat dipulihkan.
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala
akibatnya.Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi
pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus, mentebabkan atrofi saraf optik dan
hilangnya pandangan perifer. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan
hilangnya pandangan ireversibel tanpa timbulnya tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau
dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat
peningkatan TIO yang mampu menyebabkan kerusakan organik bervariasi. Beberapa orang
dapat menoleransi tekanan yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan.

B. Definisi
Beberapa pengertian menurut para ahli mengenai Glaukoma, yaitu :
1) Long Barbara (1996)
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intra okuler.
2) Chandler & Grant (1977)
Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola
mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang
pandangan.
3) Arif (1999)
Suatu keadaan tekanan intra oculer / tekanan dalam bola mata cukup besar untuk
menyebabkan kerusakan pupil, saraf optik dan kelainan lapang pandang.
4) Sidarta Ilyas (2000)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peningkatan tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.

C. Etiologi
Penyebab glaukoma antara lain :
1. Primer terdiri dari :
a. Akut : Dapat disebabkan karena trauma.
b. Kronik : Dapat disebabkan oleh keturunan keluarga.
2. Sekunder
Disebabkan penyakit mata lain seperti : Katarak, perubahan lensa, kelainan uvea,
pembedahan, pemakai steroid secara rutin misalnya : pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asma,
obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin
lainnya.
3. Faktor Resiko
a. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari
populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan
bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai
resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak-
beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg berisiko tinggi terkena glaukoma.Meskipun
untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak
saraf optik.Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata
dan/atau dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang mengandung
steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat
steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin
lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda pemakai obat-abatan steroid secara rutin,
sangat dianjurkan memeriksakan diri anda ke dokter spesialis mata untuk
pendeteksian glaukoma.

D. Patofisiologi
Patofisiologi glaukoma dapat dijelaskan berdasarkan klasifikasi di bawah ini :
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut
terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga
menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular
meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan
bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya
tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh
darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teori lainnya memperkirakan
terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom
1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al,
2009).
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular
meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang
kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di
malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009).
3. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tiba-
tiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan
kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan
suatu keadaan darurat (Salmon, 2009).
4. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa
gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada
hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada
gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009).
5. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini
disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran
keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen
anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen
anterior dapat berupa sindrom Rieger / disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/
trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld (Salmon, 2009).
6. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata
yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma
pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis,
melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan
episklera (Salmon, 2009).
7. Glaukoma Tekanan-Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan
intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan
yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di
kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini
sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanan-
normal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai
adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang
(Salmon, 2009).

E. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala dari glaukoma adalah sebagai berikut :
1. Tekanan intraokuler (TIO) meningkat
Normal TIO berkisar antara 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). TIO dapat
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung pada nilai TIO, tahapan glaukoma secara
umum (tahap awal atau lanjut). TIO dalam rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan
kerusakan dalam hitungan tahun. TIO 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang cepat dan mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
2. Defek lapang pandang yang khas
3. Pembesaran mata
Terlihat jelas pada anak-anak, yakni buftalmus.
4. Penggaungan patologis papil saraf optik.
a. Glaukoma primer
 Glaukoma sudut terbuka
- Kerusakan visus yang serius
- Lapang pandang mengecil
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik
menimbulkan kerusakan dari saraf retina yang biasanya menghasilkan
kehilangan lapang pandang (skotoma).
- Perjalanan penyakit progresif lambat
 Glaukoma sudut tertutup
- Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
- Timbulnya halo disekitar cahaya
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan
oleh sel-sel endotel. jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut
sudut tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar
cahaya.
- Pandangan kabur
- Sakit kepala
- Mual, muntah
- Kedinginan
 Glaukoma sekunder
- Pembesaran bola mata
- Gangguan lapang pandang
- Nyeri didalam mata
b. Glaukoma kongenital
Gangguan penglihatan

F. Klasifikasi
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka menahun
Glaukoma sudut terbuka Primer adalah tipe yang yang paling umum dijumpai.
Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi bila ada riwayat dalam
keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun.Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi
kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen.
Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini.
Glaukoma sudut terbuka primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup
untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
b. Glaukoma sudut tertutup akut
Pada glaukoma ini ditandai dengan serangan akut meningginya tekanan
intraokuler selama beberapa jam.Tekanan ini biasanya bisa berlipat tiga, 4 kali dari
tekanan normal. Bila bola mata ditekan akan terasa empuk, tetapi pada saat terjadi
serangan maka bola mata teraba keras seperti batu dan aliran cairan mata terhambat
sama sekali. Glaukoma Sudut-Tertutup Akut lebih sering ditemukan karena
keluhannya yang mengganggu.Gejalanya adalah sakit mata hebat, pandangan kabur
dan terlihat warna-warna di sekeliling cahaya.Beberapa pasien bahkan mual dan
muntah-muntah.Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang sangat serius dan
dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang singkat.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak, diabetes,trauma,
arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau tablet yang mengandung
steroid juga dapat meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus
diukur teratur bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut. Glaukoma yang terjadi
akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut / peningkatan volume
cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh : perubahan lensa , Kelainan, uvea ,
Trauma bedah. Naiknya tekanan intraokular pada glaukoma ini karena terhambatnya
aliran cairan air mata yang melewati pupil atau ditempat keluarnya melalui kanal schlem.
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma yang terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan
trabekular.Glaukoma ini dapat dilihat dalam masa pertumbuhan bola mata anak menjadi
semakin besar karena tingginya tekanan intraokular.Dan terjadi pada tahun pertama
setelah lahir.Diturunkan secara autosomal resesif.Penyakit ini timbul akbat dari salah
tumbuh struktur sudut dan saluran keluar air mata.Pemisahan iris perifer dari dinding
korneosklera tidak sempurna.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan glaukoma adalah:
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus
humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan
optik.
2. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada
hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
4. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus
macula dan pembuluh darah retina.
5. Pemeriksaan lampu-slit. : Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan
oblikkedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
a. pengukuran tekanan okuler dengan tonometer : Nilai mencurigakan apabila berkisar
antara 21-25 mmHg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmHg (normal 11-21
mmHg). Pada glaukoma sudut terbuka kronis, TIO biasanya sebesar 22-40
mmHg.pada glaukoma sudut tertutup TIO meningkat hingga di atas 60
mmHg (Sidharta Ilyas, 2004).
b. Pemeriksaan sudut iridkornea dengan lensa gonioskopi untuk mengkonfirmasi adanya
sudut terbuka.
c. Pemeriksaan lempeng optik dan menentukan apakah mengalami cupping patologis.
Lempeng dinilai dengan memperkirakan cup to ratio. pada mata normal. rasio ini
biasanya tidak lebih besar dari 0,4. pada glaukoma kronis, akson yang memasuki
papil saraf mati.
6. Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yangkhas
pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes
konfrontasi.
7. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK
9. Tes Toleransi Glukosa : menentukan adanya DM.
10. Pemeriksaan Ultrasonografi : Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat sistemik
(obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)
2. Terapi obat-obatan
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Terapi awal yang diberikan
adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol) atau
simpatomimetik (adrenalin dan depriverin).Untuk mencegah efek samping obat diberikan
dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya tidak boleh terlalu sering.Miotikum
(pilocarpine dan carbachol) meski merupakan antiglaukoma yang baik tidak boleh
digunakan karena efek sampingnya.
a. obat sistemik
- Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide
500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x
sehari.
- Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah
glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat
ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif
lagi.
- Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
b. obat tetes mata lokal
- Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol,
carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan
TIO.
- Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata.
Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.
- Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit
kemudian diberikan 4x sehari.Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan
pada mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi.
3. Terapi Bedah
a. Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang dan
depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran aqueus humor. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
b. Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50%
atau gagal dengan iridektomi.
c. Trabekulektomi (bedah filtrasi). merupakan prosedur pembedahan untuk mengobati
glaukoma dengan menurunkan tekanan mata (TIO). Dalam prosedur ini, sepotong
kecil dari dinding mata yang mungkin termasuk trabecular meshwork (drainase
alami) akan dihapus. pembedahan ini akan membuka saluran baru dan menciptakan
bypass ke trabecular meshwork untuk mengurangi TIO.

J. Pengkajian
1. Data demografi :
a. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur kurang lebih 40 tahun
b. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan paling sedikit 5 kali dibandingkan kulit putih
c. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
3. Makanan/cairan
Mual, muntah (glaukoma akut)
4. Nyeri/kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/berat, menetap
atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut)
5. Neurosensori
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut)
6. Riwayat keluarga
Apakah terdapat keluarga yang juga mengalami glaukoma atau diabetes mellitus
7. Riwayat pasien
Mengalami trauma atau pembedahan mata atau pernah mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang. Apakah ada riwayat pengguanaan obat, misalkan antidepresan trisiklik,
antihistamin, (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat mengakibatkan glaukoma
sudut tertutup primer), fenotiasin, inhibitor monoamine oksidase (MAO), antikolinergik,
antispasmotik dan antiparkinson.
8. Pemeriksaan fisik dan penunjang
a. Pemeriksaan dengan oftalmoskop : mengkaji kerusakan saraf optikus, untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. diskus optikus menjadi lebih
luas dan dalam pada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, aqueus humor
keruh dan pembuluh darah dan menjalar keluar dari iris.
b. Pemeriksaan lapang pandang perifer
Pada kedaan akut, lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan kedaan
kronik akan menurun secara bertahap.
c. Pemeriksaan melalui inspeksi
Untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi
pupil dan gagal bereaksi terhadap cahaya.
d. Pengukuran tonografi
Mengkaji TIO, normal11-21 mmHg
e. Pengukuran genioskopi
Membantu membedakan glaukoma sudut tertutup atau terbuka.
f. Tes provokatif
Digunakan alam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat
ringan.
g. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya diabetes mellitus (Suddarth, 2001).

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul selama pada penderita glaukoma antara lain :
1. Nyeri b.d agen injuri biologis (peningkatan tekanan intraokuler (TIO))
2. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d perubahan penerimaan sensori (gangguan
status organ : mata)
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan (nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan
penglihatan)

L. Fokus Intervensi
1. Nyeri hilang atau berkurang
2. Penggunaan penglihatan yang optimal
3. Cemas hilang atau berkurang
H. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management
injuri fisik keperawatan diharapkan nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara
(luka insisi yang dirasakan pasien komprehensif termasuk lokasi,
post operasi berkurang dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
appendiktomi) kualitas dan faktor presipitasi
Pain Level, - Observasi reaksi nonverbal dari
Pain control, ketidaknyamanan
Comfort level - Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
Kriteria Hasil : - Evaluasi pengalaman nyeri masa
Indikator lampau
- Kontrol lingkungan yang dapat
Mampu mengontrol
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mampu
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nonfarmakologi untuk
(farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi nyeri,
inter personal)
mencari bantuan)
- Ajarkan tentang teknik non
Melaporkan bahwa farmakologi
nyeri berkurang - Berikan analgetik untuk mengurangi
dengan menggunakan nyeri
manajemen nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mampu mengenali - Tingkatkan istirahat
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi Analgesic Administration
dan tanda nyeri) - Tentukan lokasi, karakteristik,
Menyatakan rasa kualitas, dan derajat nyeri sebelum
nyaman setelah nyeri pemberian obat
berkurang - Cek instruksi dokter tentang jenis
Tanda vital dalam obat, dosis, dan frekuensi
rentang normal - Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan :
- Monitor vital sign sebelum dan
1. Keluhan ekstrim
sesudah pemberian analgesik pertama
2. Keluhan berat
kali
3. Keluhan sedang
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
4. Keluhan ringan
dan gejala (efek samping)
5. Tidak ada keluhan

Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)


b.d tindakan keperawatan diharapkan infeksi - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
invasif (insisi tidak terjadi dengan kriteria pasien lain
post hasil: - Pertahankan teknik isolasi
pembedahan) - Batasi pengunjung bila perlu
Immune Status - Instruksikan pada pengunjung untuk
Knowledge : Infection mencuci tangan saat berkunjung dan
control setelah berkunjung meninggalkan
Risk control pasien
- Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan
Kriteria Hasil :
- Cuci tangan setiap sebelum dan
Indikator sesudah tindakan kperawtan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai
Klien bebas dari
alat pelindung
tanda dan gejala
- Pertahankan lingkungan aseptik
infeksi
selama pemasangan alat
Mendeskripsikan
- Ganti letak IV perifer dan line central
proses penularan
dan dressing sesuai dengan petunjuk
penyakit, fackor yang
umum
mempengaruhi
- Gunakan kateter intermiten untuk
penularan serta
menurunkan infeksi kandung kencing
penatalaksanaannya,
- Tingktkan intake nutrisi
Menunjukkan - Berikan terapi antibiotik bila perlu
kemampuan untuk
mencegah timbulnya Infection Protection (proteksi
infeksi terhadap infeksi)
Jumlah leukosit - Monitor tanda dan gejala infeksi
dalam batas normal sistemik dan lokal
Menunjukkan perilaku - Monitor hitung granulosit, WBC
hidup sehat - Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
- Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi
- Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

Defisit Setelah dilakukan asuhan Self Care assistane : ADLs


perawatan diri keperawatan diharapkan - Monitor kemampuan klien untuk
(self care) b.d perawatan diri pasien membaik perawatan diri yang mandiri.
nyeri dengan kriteria hasil: - Monitor kebutuhan klien untuk alat-
alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
Self care : Activity of Daily makan.
Living (ADLs) - Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan
Indikator self-care.
- Dorong klien untuk melakukan
Klien terbebas dari
aktivitas sehari-hari yang normal
bau badan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Menyatakan - Dorong untuk melakukan secara
kenyamanan terhadap mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
kemampuan untuk tidak mampu melakukannya.
melakukan ADLs - Ajarkan klien/ keluarga untuk
Dapat melakukan mendorong kemandirian, untuk
ADLS dengan memberikan bantuan hanya jika
bantuan pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Kanski, J. J. (2007). Glaucoma : Primary open-angle glaucoma (6 ed). Philadelphia : Saunders


Kwon, et al. (2009). Mechanisms of disesase, promary open-angle glaucoma. N Eng J Med 360 :
1113-1124
Long, B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014.
(M. Ester, Ed., M. Sumarwati, D. Widiarti, & E. Tiar, Trans.) Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 2 ed.). Yogyakarta: Med Action Publishing.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed.,
Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Salmon, J. R. (2009). Galukoma. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury (17 ed). Jakarta : EGC
Suddarth, B. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai