Anda di halaman 1dari 35

BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 1

PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat Modul

Modul ini membahas tentang Konsep Clinical Governance, Manajemen Resiko

dan Patient safety. Diawali dengan pembahasan tentang Clinical Governance.

Clinical Governance, merupakan konsep yang baru dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan muncul sebagai upaya dalam

mengelola jaminan mutu dan pengendalian mutu khususnya pelayanan klinis.

Dibahas juga tentang komponen utama, kegiatan pokok dan pilar Clinical

governance.

Pembahasan manajemen resiko membahas mengenai berbagai resiko baik

resiko secara umum maupun terkait kesehatan. Selain itu dalam manajemen

resiko membahas pula tentang prinsip manajemen resiko, proses manajemen

resiko dan pendekatan dalam identifikasi resiko . Dalam pembahasan modul juga

disinggung tentang perbedaan antara produk barang dan produk jasa sehingga

memudahkan untuk mengetahui mengapa sebuah pelayanan kesehatan lebih

sulit untuk memuaskan pelanggan karena sifatnya produk jasa.

Dimodul ini juga diuraikan tentang bagaimana pelayanan yang berorientasi

kepada pasien dengan beberapa pendekatan diantaranya keselamatan pasien

dan sistem manajemen mutu ISO. Pembahasan yang selanjutnya adalah

bagaimana langkah-langkah melakukan pelayanan yang borientasi pasien

dilaksanakan

B. Manfaat Modul
1. Manfaat Bagi Widyaiswara

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 1


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 2
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Memberikan panduan dalam melatih peserta diklat pelatihan keselamatan


pasien.
2. Manfaat Bagi Peserta
Sebagai pegangan dalam mengikuti pelatihan dan dalam melaksanakan
tugas-tugas terkait dengan pelatihan.
C. Indikator Hasil Belajar
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pelatihah peserta dapat menerapkan konsep clinical
governance.
2. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti sesi materi ini peserta :
a. dapat menjelaskan dengan tepat pengertian pelayanan dan pelayanan
kesehatlan
b. dapat menjelaskan pelayanan yang berorientasi pelanggan/pasien
D. Pokok Bahasan Dan Sub Pokok Bahasan
1. Konsep clinical governance
a. Pengertian
b. Kegiatan utama clinical governance
c. Empat pilar clinical governance
2. Manajemen resiko
3. Konsep Keselamatan Pasien
E. Metode Pembelajaran
1. CTJ
2. Diskusi
3. Penugasan
F. Media Pembelajaran
1.LCD
2. Lembar tugas
3.Kertas
G. Waktu
4 JPL @ 45 menit

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 2


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 3
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

BAB II

KONSEP CLINICAL GOVERNANCE

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mengikuti materi peserta dapat menjelaskan mengenai prinsip-prinsip clinical


governance dengan benar

A. Pengertian Clinical Governance

Clinical governance muncul karena “putus-asanya” pemerintah dan manajer sarana

pelayanan kesehatan di Inggris dalam mengimplementasi pendekatan Total Quality

Management (TQM) atau Continuous Quality Improvement (CQI) untuk pelayanan

kesehatan. Dampak dari kegagalan penerapan TQM menimbulkan biaya besar yang

membebani negara maupun lembaga penjamin pelayanan kesehatan (asuransi).

Clinical governance memberikan aturan yang jelas bagi para pengambil keputusan

dalam bidang klinis (terutama dokter dan perawat) untuk meningkatkan mutu

pelayanan klinis-nya (dengan intervensi yang minimal dari manajemen). Hal karena

Clinical governance menyediakan petunjuk pelaksanaan yang jauh lebih detail dan

terintegrasi dibanding pendekatan peningkatan mutu sebelumnya :

Proses pengembangan Clinical Governance :

Clinical Governance mulai diperkenalkan pertama kali oleh NHS yaitu Departemen

Kesehatan Inggris pada tahun 1997, dalam dokumen A First Class Service. Didalam

dokumen tersebut disebutkan bahwa Clinical Governance adalah : A frame work

which NHS organization are accountable for continuously improving the quality of

the services, and safeguarding high standars of care by creating an environment in

which excellence in clinical care can flourish “

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 3


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 4
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Clinical governance, dijelaskan sebagai sebuah pendekatan sistematis dalam

mengelola jaminan mutu dan pengendalian mutu pelayanan klinis (Diana Sale,

2006). disebut juga sebagai pendekatan sistematis dan terintegrasi untuk menjamin

dan menilai tanggung jawab dan tanggung gugat klinis melalui peningkatan mutu

dan keselamatan yang membawa hasil outcome klinis yang optimal (Information

series No.1.2, Western Australian Clinical Governance, 2003)

Clinical governance adalah menjamin sustainabilitas quality assurance dan quality

improvement dalam pelayanan klinis (Diana Sale dalam Dwiprahasto, 200)

Berdasarkan definisi tersebut secara konseptual terdapat 4 komponen utama yang

menyusun clinical governance yaitu :

1. Accountability

Maksud dari pertanggungjawaban disini adalah bahwa setiap upaya atau

tindakan medik yang dilakukan haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah, etik dan moral serta bersandarkan kepada bukti-bukti ilmiah terkini atau

evidence based medicine.

2. Continuous quality improvement

Artinya bahwa upaya-upaya untuk perbaikan mutu dilakukan secara sistimatis,

komprehensif dan berkesinambungan dan terus menerus.

3. High quality standar of care

Menunjukkan bahwa semua upaya atau tindakan medik yang dilakukan

mendasarkan pada hasil terbaik dengan upaya yang terbaik dengan mengacu

pada standar medik tertinggi yang diakui secara profesional

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 4


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 5
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

4. Memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang menjamin terlaksanakanya

pelayanan kesehatan yang bermutu.

Sebagai upaya untuk dapat mewujudkan keempat komponen accountability,

continous quality improvement, high quality standar dan fasilitasi dan

menciptakan lingkungan yang kondusif kedalam sarana kesehatan sebagai

budaya atau kebiasaan yang selalu dilakukan, maka pimpinan dan jajaran

manajemen mempunyai tugas untuk memfasilitasi, mendorong dan menciptakan

lingkungan kantor yang kondusif dalam pelaksanaan peningkatan mutu

pelayanan. Hal tampak dalam bentuk adanya kebijakan dan perencanaan

penganggaran serta pengembangan SDM yang berorientasi untuk peningkatan

mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

B. Kegiatan Pokok clinical governance

Dalam pelaksanaan clinical governance sarana kesehatan harus

memahami dan melaksanakan kegiatan:

1. Clinical audit

Pelayanan Kesehatan merupakan satu rangkaian kegiatan yang menandung

resiko. Oleh karena itu kegiatan audit klinik perlu dilakukan dalam

pelaksanaan clinical goverane karena dapat sebagai cara untuk menilai

kinerja klinik upaya peningkatan mutu klinik karena dalam clinical governance

tidak hanya dilaksanakan namun juga sudah dilaksanakan koreksi dan

perbaikan seuai hasil audit.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 5


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 6
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

2. Outcome measurement

Pengukuran hasil menjadi salah bagian penting dalam clinical governance

misalnya inidkator hasil angka infeksi noskomial atau readmisi. Oleh karena

itu clinical governance perlu dikembangkan metode-metode pengukuran

hasil.

3. Clinical risk management

Setiap tindakan dan upaya medik semestinya dilakukan secara professional

sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etik. Melalui

clinical governance setiap petugas yang terlibat dalam pelayanan klinik harus

memahami prosedur-prosedur yang dapat mencegah terjadniya resiko akibat

penatalaksanaan klinik.

4. Evidence practice

Setiap upaya medik haruslah didukung oleh bukti – bukti ilmiah yang

memadai yang tidak saja diambil dari hasil-hasil uji klinik tetapi juga kajian-

kajian dalam berbagai bentuk. Diharapkan dengan didukung oleh evidence

based maka akan dapat tersedia pilihan-pilihan terapi dan tindakan yang

terbaik, efektif dan efisian serta aman bagi pasien.

5. Managing poor performance

Untuk kinerja klinis yang kurang baik oleh pihak manajemen harus dilakukan

penilaian, pengukuran sehngga dapat dilakukan perbaikan dan koreksi.

Penetapan penilaian kinerja klinisi ini sering menjadi persoalan oleh karena

adanya hak kemandirian dari seorang klinisi yang sangat kuat sehingga sulit

untuk secara mandiri melakukan penilaian kinerjanya.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 6


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 7
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

C. Empat Pilar Clinical Governance

Secara mendasar clinical governance merupakan proffesional self regulation

yang disusun kedalam 4 pilar yaitu :

1. Kinerja Klinis dan evaluasi kinerja klinis (Clinical performance and

evaluation)

Evaluasi Kinerja Klinis bertujuan untuk menjamin pengenalan/pengelolaan

yang progresif, penggunaan, monitoring dan evaluasi standar yang berbasis

evidens. Salah satu upayanya adalah dengan membangun budaya untuk

melakukan audit klinis dan penilaian kinerja klinis pada tiap-tiap unit pelayanan

klinis. Untuk dapat melakukan audit klinis dan penilaian kinerja klinis perlu

disusun Standar pelayanan klinis , Instrumen audit klinis, Indikator klinis

2. Manajemen dan pengembangan profesionalisme (Professional

Development and Management)

Pilar ini bertujuan untuk mendukung dan mendokumentasi pengembangan

profesionalisme pelayanan klinis dan memelihara diterapkannya standar

profesi. Inovasi klinis dimonitor dan dikontrol dan menjamin bahwa prosedur

baru diperkenalkan melalui proses audit dan penelitian. Input yang diperlukan

untuk pengembangan profesional adalah dengan mengembangkan : Standar

kompetensi yang dilakukan melalui penilaian kinerja praktisi klinis, rekrutmen

berbasis standar kompetensi, proses credentialling, pengembangan profesi

berdasar analisis kompetensi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan

dan Pengembangan profesional berkelanjutan.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 7


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 8
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

3. Manajemen Risiko klinis (Clinical risk)

Pilar ini bertujuan untuk meminimalkan risiko dan meningkatkan keselamatan

pasien. Aspek manajemen risiko klinis meliputi: Monitoring dan analisis

kecenderungan terjadinya KTD dan insiden, Analisis profil risiko: analisis

terhadap potensi terjadinya risiko klinis dan Manajemen terhadap insidens dan

KTD

4. Nilai pelanggan (Consumer value)

Pilar ini bertujuan melibatkan pelanggan dan masyarakat dalam memelihara

dan meningkatkan kinerja dan juga dalam perencanaan ke depan untuk

perbaikan pelayanan rumahsakit. Upaya yang dilakukan meliputi: Manajemen

komplain, survei kebutuhan dan kepuasan pelanggan, ketersediaan informasi

yang mudah diakses masyarakat/pasien/keluarga, dan keterlibatan pelanggan

dalam pengambilan keputusan klinis serta Keterlibatan pelanggan dalam

merencanakan pengembangan pelayanan rumahsakit ke depan

D. Evaluasi Sesi

Fasilitator secara lisan menanyakan kepada peserta latihan mengenai :

1. Sebutkan dan jelaskan 4 komponen utama clinical governance ?


2. Sebutkan dan jelaskan kegiatan pokok clinical governance ?
3. Sebutkan dan jelaskan pilar utama clinical governance ?

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 8


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 9
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

BAB III
MANAJEMEN RESIKO

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah selesai mengikuti sesi ini peserta dapat memahami manajemen resiko

A. Pengertian dan istilah – istilah dalam Manajemen Resiko Pelayanan

Kesehatan

1. Risiko :

Adalah suatu peluang terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada tujuan

Jenis-jenis risiko pada sarana pelayanan kesehatan:

Adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh

negatif terhadap perusahaan. perusahaan.” (ERM)

Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian

yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari

kejadian tersebut.

Rumusan resiko :

Risk = Probability (of the event) X Consequence

Untuk melakukan penilaian terhadap resiko sarana kesehatan dipengaruhi oleh

besar kecilnya organisasi, jenis organisasi dan sebagainya. Berdasarkan

kategori tersebut maka resiko dapat dibedakan atas :

2. Corporate risk:

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 9


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 10
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Adalah suatu kejadian yang akan memberikan dampak negatif terhadap tujuan

organisasi

a. Financial risk:

Adalah risiko kerugian finansial yang secara negatif akan berdampak terhadap

kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi

b. Non-clinical (physical) risk dan clinical risk

1). Non clinica risk/ Risiko non klinis/corporate risk

adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas

pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.

Adalah bahaya potensial yang timbul akibat lingkungan diluar pelayanan

klinis

2). Clinical risks:

Adalah bahaya potensial terjadi akibat adanya pelayanan klinis.

Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap

pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.

c. Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :

1) Patient care care-related risks

Adalah resiko yang berkaitan dengan pasien termasuk keluarganya

2) Medical staff staff-related risks

Adalah resiko yang berkaitan dengan staf atau karyawan yangb berutgas

dalam pelayanan klinis

3) Employee - related risks

Adalah resiko yang berkaitan dengan staf umum atau staf admnistrasi

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 10


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 11
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

4) Property Property-related risks

Adalah resiko yang berkaitan dengan property atau bangunan, sarana dan

prasarana organisasi pemberi layanan kesehatan

5) Financial risks

Adalah resiko yang berkitan dengan financial atau keuangan organisasi

d. Pengaruh resiko terhadap organisasi

Secara luas sebuah resiko dapat menimpa atau berdampak terhadap

keseluruhan bidang organisasi tidak hanya berkaitan dengan proses

pelayanan dan tenaga pemberi layanan. Bagian-bagian dari organisasi

sarana kesehatan yang banyak terpengaruh oleh resiko adalah : :

1) Sumber Daya (human and capital)

2) Produk dan jasa pelayanan

3) Pelanggan atau pasien

4) Eksternal organisasi misalnya terhadap masyarakat, pasar atau

lingkungan.

B. Prinsip Pelaksanaan Manajemen Resiko

1. Pengertian Manajemen Resiko

Beberapa pengertian tentang manajemen resiko antara lain :

Pembahasan resiko dan bagaimana manajemennya sekarang telah menjadi

pembahasan luas dan menjadi issue penting, tidak hanya di kesehatan

hampir disemua sektor telah menelaahnya terutama di sektor perbankan.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 11


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 12
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Risk management merupakan salah satu komponen penting dari clinical

governance

Risk Management merupakan proses mengenal, mengevaluasi,

mengendalikan, dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara

menyeluruh (NHS) . Disebutkan pula bahwa manajemen resiko adalah

suatu metode yang sistimatis untuk mengidentifikasi, menganalisa,

mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan mengkomunikasikan resiko

yang ada pada suatu kegiatan..

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,

menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan

atau meminimalkan dampaknya. Untuk rumah sakit manajemen risiko

rumah sakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk

mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit,

pengunjung dan organisasinya sendiri (The Joint Commission on

Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO).

2. Proses manajemen risiko

Risk Management As A Way Of Workingsetting

Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat

menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi

akan membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap

risiko tersebut.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 12


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 13
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Proses manajemen risiko


Menetapkan lingkup
Manajemen risiko
Kajian risiko (risk assessment)

Identifikasi risiko
Monitoring,
Komunikasi audit
dan dan
Konsultasi Analisis risiko Tinjauan
pd (review)
stakeholders Dukungan
Evaluasi risiko internal
tdk
ya

Tindakan/treatment
terhadap
risiko

Sumber : Kuntjoro , C
(2009)

Penilaian risiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu

organisasi menilai tentang luasnya risiko yang dihadapi, kemampuan

organisasi dalam mengontrol frekuensi dan dampak dari risiko. Untuk itu

sarana kesehatan harus mempunyai Standard atau program yang berisi

Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk Register yang merupakan

kumpulan dari :

1. Risiko yg teridentifikasi dalam 1 tahun

2. Informasi Insiden keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain,

investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 13


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 14
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

3. Informasi potensial risiko maupun risiko actual (menggunakan RCA&FMEA)

Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat

termasuk Pasien dan masyarakat dapat untuk terlibat bila memungkinkan. Area

yang dinilai:

1. Operasional

2. Finansial

3. Sumber daya manusia

4. Strategik

5. Hukum/Regulasi

6. Teknologi

C. Prinsip dan manfaat manajemen resiko bagi organisasi:

Pelaksanaan clinical governance harus mengutamakan hal-hal yang mendasar

/prinsip dari kegiatan manajemen resiko, yaitu :

1. Manajemen risiko meliputi ancaman dan peluang (maksimalisasi peluang,

minimalisasi kehilangan, dan meningkatkan keputusan dan hasil)

2. Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang logis dan sistematis untuk

meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien

3. Manajemen risiko memerlukan pemikiran kedepan

4. Manajemen risiko mensaratkan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan

5. Manajemen risiko mensaratkan komunikasi

6. Manajemen risiko memerlukan pemikiran yang seimbang antara biaya untuk

mengatasi risiko (dan meningkatkan peluang perbaikan) dengan manfaat yang

diperoleh

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 14


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 15
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

M anfaat Manajemen resiko bagi sarana kesehatan :

Manajemen resiko merupakan kegiatan merubah budaya atau kebiasaan lama menjadi

kebiasaan baru yang manfaatnya baru terasa manakala telah dijalnakan lama.

Beberapa manfaat kegiatan manajemen resiko bagi sarana kesehatan antara lain :

1. Pengendalian terhadap timbulnya adverse event

2. Meningkatkan perilaku untuk mencari peluang perbaikan sebelum suatu masalah

terjadi

3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektivitas

4. Efisiensi baik secara financial maupun penggunaan sumber daya

5. Mempererat hubungan stakeholders

6. Meningkatkan tersedianya informasi yang akurat untuk pengambilan keputusan

7. Memperbaiki citra

8. Proteksi terhadap tuntutan

9. Akuntabilitas, jaminan, dan governance

10. Meningkatkan personal health and well being

D. Manajemen Risiko Terintegrasi


Perkembangan manajemen resiko saat ini telah tidak terbatas hanya menajemen

resiko namun telah menjadi manajemen resiko yang terintegrasi antar unit dan

antar fungsi.. Manajemen resiko terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian,

analisis dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan

pasien. Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenis pelayanan

dirumah sakit pada setiap level. Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka

proses ini akan membantu unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau

BKPM, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 15


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 16
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko,

keuntungan dan biaya.

Bentuk manajemen resiko terintegrasi

Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti:

1. Menjamin bahwa unit pelayanan kesehatan (rumah sakit) menerapkan system

yang sama untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya,

seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan

(litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan.

2. Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical

governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain

proyek tersebut.

3. Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan

keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan

litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data

proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang

konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis dan investigasi dari semua

risiko yang potensial dan kejadian aktual.

4. Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian

risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.

5. Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register

6. Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden

untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 16


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 17
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit dan institusi

kesehatan lainnya :

1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko

terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat.

2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko

yang lain.

3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk

semua risiko, yaitu menggunakan RCA.

4. Membantu RS dan sarana kesehatan lain dalam memenuhi standar-standar

terkait, serta kebutuhan clinical governance.

5. Membantu perencanaan RS dan sarana kesehatan alam menghadapi

ketidakpastian, penanganan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan,

dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat.

E. Evaluasi sesi

Setelah sesi selesai Fasilitator Menanyakan Tentang:

1. Apa yang dimaksuskan dengan pelaksanaan manajemen resiko ?


2. Apa manfaat manajemen resiko bagi sarana kesehatan ?
3. Apa yang dimaksud dengan manajemen resiko terintegrasi? Apa bedanya dengan
manajemen resiko ?

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 17


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 18
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

BAB IV

KESELAMATAN PASIEN

INDIKATOR KEBERHASILAN

Setelah mengikuti sesi ini peserta dapat menjelaskan prinsip-prinsip keselamatan


pasein

Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan

Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an,

sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is

human, building a safer health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru

dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan

pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD)

dalam pelayanan kesehatan.

Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika

berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan

meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan

kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien

sebagai suatu endemis.

Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan

dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and

a critical component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety,

Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di

berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% , merupakan data yang tidak kecil.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 18


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 19
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29

tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan

Rumah Sakit. Hal ini dapat ditangkal salah satunya apabila Rumah Sakit atau sarana

kesehatan menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Untuk menyiapkan sistuasi

tersebut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai perhimpunan

sarana kesehatan yang kuat dalam segi financial dan sering menjadi sasaran dari

persoalan hokum, membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS)

pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini

kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada

tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center Jakarta.

KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi

staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit yang

sekarang ini juga dipergunakan sebagai acuan oleh sarana Kesehatan. Di samping itu

pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standar

Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi

Rumah Sakit.

Di tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011

tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan

Keselamatan Pasien di rumah saki t. Didalam Permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan

bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib

melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional

Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Bagaimana dengan sarana kesehatan lain ? Oleh

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 19


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 20
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

karena belum adanya panduan khusus maka sarana kesehatan lain menggunakan

panduan Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dimodifikasi sesuai keadaan.

A. Pengertian Keselamatan Pasien dan Kategori insiden Keselamatan Pasien

1. Keselamatan pasien

Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai

freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang

meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam

mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan

(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

(omission).

Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD =

missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near

miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien

terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan

(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui

dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat

dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan

antidotenya).

2. Keselamatan pasien sarana kesehatan

Pengertian Keselamatan Pasien rumah sakit

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana suatu rumah sakit

membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 20


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 21
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah

terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI,

2011).

Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk

meminimalkan resiko. Meliputi:

1) Assessment risiko

2) Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien

3) Pelaporan dan analisis insiden

4) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

5) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

Keselamatan pasien disarana kesehatan

Mengacu pada pengertian keselamatan pasien rumah sakit keselamatan pasien

sarana kesehatan adalah suatu sistem dimana suatu sarana kesehatan

kesehatan membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,

identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,

pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 21


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 22
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

diambil.

B. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan dari Patient Safety dan kategori

insiden

1. Isu utama keselamatan pasien

Dalam Keselamatan Pasien diketahui terdapat 5 isu penting terkait

keselamatan (hospital risk) yaitu:

a) Patient risk (keselamatan pasien);

b) Employee Risk (keselamatan pekerja (nakes);

c) Facilities Risk (keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);

d) Environtment Risk (keselamatan lingkungan)

e) Finansial Risk (keselamatan bisnis).

2. Elemen Patient Safety:

a) Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan

obat/kesalahan pengobatan)

b) Restraint use (kendali penggunaan)

c) Nosocomial infections (infeksi nosokomial)

d) Surgical mishaps (kecelakaan operasi)

e) Pressure ulcers (tekanan ulkus)

f) Blood product safety/administration (keamanan produk

darah/administrasi)

g) Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)

h) Immunization program (program imunisasi)

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 22


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 23
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

i) Falls (terjatuh)

j) Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter

pembuluh darah)

k) Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident

reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan

pasien/pengunjung laporan kejadian)

3. Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum (:Most Common Root

Causes of Errors ) dalam Keselamatan pasien :

a) Communication problems (masalah komunikasi)

b) Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)

c) Human problems (masalah manusia)

d) Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)

e) Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)

f) Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)

g) Technical failures (kesalahan teknis)

h) Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak

memadai)

[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04-

RG005, December 2003]

4. Kategori insiden dalam Keselamatan Pasien

Didalam Keselamatan Pasien dikenal bebebrapa jenis insiden Keselamatan

Pasien. Insiden yang sering dijumpai antara lain adalah :

1) KTD

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 23


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 24
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

2) KTD yang tdk dapat dicegah

3) Kejadian nyaris cedera

4) Kesalahan medis

5) Insiden keselamatan pasien

6) Pelaporan keselamatan pasien

7) Analisis akar masalah

8) Manajemen resiko

9) Kejadian sentinel

C. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua

rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan

sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO

Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien

Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission

International (JCI). Namun sasaran ini relevan dan dapat dipergunakan untuk

berbagai sarana kesehatan lain sebelum sasarn keselamatan sarana lain

ditetapkan.

Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik

dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah

dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus

berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem

yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 24


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 25
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan

pada solusi-solusi yang menyeluruh.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai

berikut:

Sampai saat ini sasaran keselamatan pasien masih difokuskan untuk rumah

sakit, mengingat resiko dan kompleksitas pelayanan yang diberikan oleh rumah

sakit yang memungkinkan munculnya resiko-resiko yang lebih besar.

Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua

aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa

terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami

disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit,

adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah

untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien

sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua,

untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaborasi dikembangkan untuk

memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi

pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan

spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan

lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis,

tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 25


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 26
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan

dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda

pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit

gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma

tanpa identitas. Suatu proses kolaborasi digunakan untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi

dapat diidentifikasi.

Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami

oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan

keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat

perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah

terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,

seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit

pelayanan.

Rumah sakit/sarana kesehatan secara kolaboratoriumoratif mengembangkan

suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk mengatur mekanisme atau tatacara

perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/(memasukkan ke komputer)

perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;

kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau

hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan

dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 26


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 27
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read

back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat

darurat di IGD atau ICU.

Sasaran III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-

Alert)

Apa bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,

manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien.

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang

sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat

yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse

outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama

Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah

pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2

meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari

0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi

bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien,

atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum

ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk

mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan

proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien unit .

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 27


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 28
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Rumah sakit/sarana kesehatan secara kolaborasi mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu

diwaspadai berdasarkan data yang ada. Kebijakan dan/atau prosedur dalam

mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat,

seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian label secara benar pada

elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi

akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang

mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit atau sarana kesehatan.

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak

adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam

penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi

operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan

ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi

terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan

resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah

merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit/sarana kesehatan perlu untuk secara kolaborasi mengembangkan

suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang

digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 28


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 29
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery.

Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan dengan satu

tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di

rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan

tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan

harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai

dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari

tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang).

Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:

a. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang

relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;

c. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-

implant yang dibutuhkan.

Tahap “ sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau

kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat dimana tindakan akan

dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.

Rumah sakit atau sarana kesehatan lain menetapkan bagaimana proses itu

didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist dan dapat

ditelusur dengan mudah..

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 29


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 30
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam

tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi

yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar

bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya

dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran

kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering

kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand

hygiene) yang tepat.Rumah sakit dan sarana kesehatan lain melakukan proses

kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang

menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima

secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit maupun disarana

kesehatan lain.

Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Data menunjukkan bahwa jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai

penyebab cedera pasien rawat inap. Didalam konteks populasi/masyarakat yang

dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu

mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi

risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan

telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat

bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan

di rumah sakit atau disarana kesehatan lain.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 30


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 31
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

D. Sistim Pelaporan Insiden

Salah satu kunci utama keberhasilan dari program keselamatan pasien adalah

pencatatan pelaporan dan dokumentasinya. Namun justru pencatatan dan

pelaporan ini menjadi salah satu masalah utama dalam pelaksanaan

keselamatan pasien dibanyak sarana kesehatan di Indonesia.

Tujuan utama dari pencatatan dan pelaporan serta dokumentasinya adalah

untuk dapat menurunkan angka kejadian atau insiden dari pelayanan yang

dilakukan menyangkut KTD, KNC dan Kejadian Sentinel serta untuk

meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Selain itu pelaporan

juga berguna untuk memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan

sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi lebih lanjut.

Mengingat kejadian keselamatan pasien termasuk hal rahasia maka mekanisme

dan alur pelaporan perlu diatur dan menggunakan form khusus yang

membedakan jenis laporan internal dan eksternal. Pelaporan insiden dilakukan

dengan mengikuti alur baik untuk internal sarana kesehatan maupun alur untuk

laporan di eksternal sarana kesehatan.

Sistim pelaporan mengharuskan semua personil disarana kesehatan untuk

terlibat dan peduli dengan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi terkait

dengan keselamatan pasien.

E. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau dan menilai pelaksanaan

dan keberhasian upaya keselamatan pasien. Monitoring adalah kegiatan

pemantauan terhadap pelaksanaan pelayanan. Evaluasi proses penilaian untuk

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 31


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 32
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

penilaian pelayanan kefarmasian terkait program Keselamatan Pasien. Tujuan

dilakukannya adalah agar pelayanan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan

kaidah keselamatan pasien dan mencegah terjadinya kejadian yang tidak

diinginkan dan berulang dimasa yang akan datang.

Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap :

1) Sumber daya manusia

2) Pengelolaan peralatan dan obat

3) Pelayanan medic dasar

4) System dokumentasi dan pelaporan

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Keselamatan Pasien

Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Keselamatan Pasien

dalam sarana kesehatan yaiu mikrosistem, makrosystem dan megasistem

1. Faktor Mikrosistem :

Penerapannya, keselamatan pasien harus dikelola dengan pendekatan

sistem . Sistem ini dapat dilihat sebagai suatu system terbuka dimana system

yang terkecil akan dipengaruhi, bahkan tergantung pada sistem yang lebih

besar. Sistem terkecil disebut disebut mikrosistem , terdiri dari petugas

kesehatan dan pasien itu sendiri, serta proses-proses pemberian pelayanan.

Mikrosistem dipengaruhi oleh makrosistem yaitu unit yang lebih besar,

misalnya rumah sakit dan apotek. Mikrosistem dan makrosistem juga

dipengaruhi oleh system yang lebih besar yaitu megasistem. Mikrosistem,

makrosistem dan megasistem saling mempengaruhi demikian pula

sebaliknya.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 32


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 33
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

2. Faktor makrosistem

Makro system merupakan system yang berkedudukan diatas dari

mikrosistem yang berfungsi menyediakan sumber-sumber daya, proses

pendukung, struktur dan kebijakan-kebijakan yang berlaku disarana

kesehatan yang secara tidak langsung berpengaruh dalam pelaksanaan

program keselamatan pasien. Bentuk kebijakan atau keputusan tersebut

dapat berupa cara penulisan resep, standarisasi bahan medic habis pakai,

rekam medic dan sebagainya.

Selain kebijakan maka factor lain yang perlu diperhatikan adalah adanya

budaya atau kultur yang dibangun dan diterapkan dilingkungan sarana

kesehatan juga akan berpengaruh terhadap kinerja program keselamatan

pasien.

3. Faktor megasystem

Makrosistem menjadi bagian dari system yang lebih tinggi atau lebih besar

berupa kebijakan kesehatan nasional yang berlaku secara nasional.

Megasystem berpengaruh terhadap mikrosistem dan makrosistem misalnya

kebijakan-kebijakan yang menyangkut perbekalan kesehatan dan pengadaan

SDM termasuk juga system pendidikan berkelanjutan.

G. Evaluasi

FASILITATOR SECARA LISAN MENANYAKAN KEPADA SELURUH PESERTA


TENTANG :

1. Sebutkan dan jelaskan sasaran keselamatan pasien


2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien
dalam sarana kesehatan

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 33


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 34
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

BAB IV

PENUTUP

Keselamatan pasien merupakan isyu utama saat ini yang memerlukan dukungan penuh dari

para pengambila kebijakan disemua lini baik pusat maupun daerah.Sebagai sebuah program

keselamatan pasien tidak dapat berjalan sendiri karena proram ini memiliki kaitan dengan

makrosistem dan bagian program uatam diatasnya seperti Clinicalgovernance dan manejeman

resiko.

Pemahaman yang komprehensif mengenai clinical governance dan manajemen resiko menjadi

bekal utama dalam melaksanakan keselamatan pasien. Selain itu juga dukungan baik secara

finasial maupun sumber daya manusia dan lainnya menjadi sangat penting dalam

penerapannya.

Pengambilan kebijakan keselamatan pasien juga perlu memperhatikan faktor – faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan program kesematan pasien disarana kesehatannya yang bersifat

mikro, makro maupun megafaktor.

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 34


BALAI PELATIHAN TEKNIS PROFESI KESEHATAN 35
PELATIHAN KESELAMATAN PASIEN

DAFTAR PUSTAKA

Departemen kesehatan R.I (2005). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah


Sakit (patient Safety) –utamakan Keselamatan Pasien Jakarta

Cahyono , SB (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam praktik


Kedokteran. Pnerbit Kanisisus. Yogyakarta

Tjahjono, K,. (2008). Bahan ajar manajemen resiko. Balai Pelatihan Teknis profesi
Kesehatan. Gombong

Triguno (2004). Budaya kerja (falsafah, tantangan, Lingkungan yang Kondusif, Kualitas
dan pemeahan masalah). Golden Trayon Press . Jakarta

World Health Organization. Global Patient safety Challenge 2005-2006 : Clean care is
safer Care. World alliance for Patient safety

MODUL 1 . CLINICAL GOVERNANCE, MANAJEMEN RESIKO, KESELAMATA PASIEN 35

Anda mungkin juga menyukai