Kelompok III:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen
keperawatan mengenai “pengantar manajemen keuangan dan anggaran (budgeting)”
Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesainya makalah
ini. Demikian pula dengan makalah ini tentu masih mempunyai banyak kekurangan
dan kesalahan, karena itu kepada para pembaca khususnya dosen mata kuliah
dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi bertambahnya wawasan
kami di bidang ini.
Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya yang tidak mencukupi dan biaya pelayanan kesehatan yang
tinggi telah mempengaruhi semua sistem layanan kesehatan. Pembatasan biaya
adalah pemberian layanan yang efektif dan efisien sekaligus menghasilkan
keuntungan yang dibutuhkan untuk mencapai produktivitas organisasi yang
berkesinambungan. Pembatasan biaya merupakan tanggung jawab setiap pemberi
layanan kesehatan, dan kelangsungan hidup banyak organisasi kesehatan saat ini
bergantung pada kemampuan menggunakan sumber keuangan (fiskal) secara
bijaksana.
Manajer unit perlu memiliki keahlian dalam mengelola pembiayaan. Dari
semua bentuk perencanaan, perencanaan keuangan sering kali menjadi hal paling
sulit bagi banyak manajer. Dahulu, manajemen keperawatan memiliki peran
terbatas dalam membentuk alokasi sumber daya di institusi pelayanan kesehatan.
Perawat manajer menyusun anggaran tanpa ada alasan dan membatasi masukan.
Selain itu, karena keperawatan diklasifikasikan sebagai pelayanan yang tidak
menghasilkan pendapatan, masukan keperawatan kurang dipertimbangkan.
PEMBAHASAN
C. Konsep Anggaran
E. Jenis Anggaran
1. Anggaran staf
Pengeluaran anggaran paling besar dialokasikan untuk ketenagaan atau
anggaran atau anggaran staf karena pelayanan kesehatan bersifat padat
karya.
NCH/PPD = Jam Perawatan dalam 24 jam
Sensus pasien
Meskipun idealnya manager menerapkan jam kerja pukul 24.00 sampai pukul
24.00 dalam menghitung NCH/PPD untuk tanggal 31 Januari, sebagian besar
penghitungan staf berdasarkan pada pembagian dinas jaga tradisional 8 jam yang
berawal dari pukul 23.00 dan berakhir pukul 23.00 pada malam berikutnya. Oleh
karena itu, pada kasus ini, NCH/PPD untuk tanggal 31 Januari dapat dihitung
menggunakan data numeric dari dinas jaga pukul 23.00 sampai pukul 07.00 pada
malam sebelumnya dan pukul 07.00 sampai pukul 15.00 dan pukul 15.00 sampai
23.00 dinas jaga hari ini.
Langkah pertama, hitung total jam asuhan keperawatan dalam 24 jam
(termasuk jam kerja pekarya) dengan mengalikan total jumlah staf yang bertugas
setiap dinas jaga dengan jam kerja setiap dinas jaga mereka. Setiap total dinas jaga
kemudian dikumulatifkan untuk mendapatkan jumlah total jam kerja perawat pada
ketiga jadwal dinas jaga atau selama 24 jam.
Kemarin malam : pukul 23.00 sampai 07.00 = 4 staf @ 8 jam = 32 jam
Pukul 07.00 sampai 15.00 = 7 staf @ 8 jam = 56 jam
Pukul 15.00 sampai 23.00 = 6 staf @ 8 jam = 48 jam
= 136 jam
Jam kerja perawatan dalam 24 jam adalah 136 jam.
Langkah kedua untuk mendapatkan NHC/PPD adalah membagi jam
perawatan dalam 24 jam dengan sensus pasien. Sensus pasien dalam kasus ini adalah
25. Oleh karena itu, 136 dibagi 25 -= 5,44
NCH/PPD untuk tanggal 31 Januari adalah 5,44, yang lebih kecil
dibandingkan dengan anggaran NCH/PPD yang anda buat, yaitu 6,0. Jam asuhan
keperawatan mungkin ditambah 14 jam dalam 24 jam berikutnya dan standar jam
asuhan keperawatan yang dianggarkan masih bias dipertahankan. Namun, manager
unit harus ingat bahwa standar tersebut fleksibel dan manajer perlu memerhatikan
keakutan pasien dan bauran staf untuk menentukan apakah diperlukan penambahan
staf pada tanggal 1 Februari dan menentukan siapa staf apa yang paling tepat, dan
kapan dinas jaganya.
Anggaran staf meliputi waktu kerja aktual (disebut juga waktu produktif atau
pengeluaran gaji) dan waktu organisasi membayar karyawan ketika tidak kerja
(waktu tidak produkif atau tunjangan). Waktu tidak produktif meliputi ongkos
tunjangan, orientasi karyawan baru, turn-over (keluar masuk) karyawan, waktu sakit
dan libur, dan waktu pendidikan. Contohnya, dinas jaga rata-rata 8,5 jam meliputi 30
menit untuk istirahat makan siang dan dua kali 15 menit untuk istirahat. Jadi,
karyawan ini akan bekerja produktif selama 7,5 jam dan memiliki 1 jam waktu tidak
produktif.
2. Anggaran operasional
Anggaran operasional adalah area pengeluaran kedua yang melibatkan semua
manajer. Anggaran operasional merefleksikan pengeluaran yang berubah sebagai
respons terhadap volume pelayanan. Anggaran ini meliputi pengeluaran harian,
misalnya biaya listrik, reparasi dan pemeliharaan, serta pengadaan alat medis.
Setelah biaya staf, suplai adalah komponen terpenting kedua dalam anggaran
rumah sakit. Manajer unit yang efektif harus memerhatikan jenis dan kuantitas
peralatan yang digunakan di unitnya. Manager unit juga harus memahami hubungan
antara suplai yang digunakan di unit dan bauran pasien, tingkat okupansi (occupancy
rate), teknologi yang diperlukan, dan jenis prosedur yang dijalankan diunit tersebut.
3. Anggaran kapital
Jenis anggaran ketiga yang digunakan oleh manager adalah pengeluaran
anggaran capital. Anggaran capital dialokasikan untuk membeli gedung atau
peralatan penting/berat, yang memiliki masa pakai panjang (biasanya lebih dari 5
sampai 7 tahun). Sarana dan prasarana tersebut tidak digunakan dalam operasional
sehari-hari dan lebih mahal dari alat operasi. Anggaran capital berisi perencanaan
jangka panjaang, atau komponen akuisisi mayor, dan komponen anggaran jangka
pendek. Contoh jenis pengeluaran capital ini termasuk pembelian alat pencitraan
topografi emisi positron atau renovasi ruang utama rumah sakit. Komponen jangka
pendek anggaran capital meliputi pembelian alat dalam siklus anggaran tahunan,
seperti system lampu panggil, tempat tidur rumah sakit, dan kereta obat.
Alokasi anggaaran untuk alat capital sering kali harus melebihi pengeluaran
nyata untuk membeli alat capital tersebut. Anggaran tersebut bervariasi dari institusi
ke institusi. Manager biasanya perlu melengkapi formulir permintaan alat capital
tertentu setiap tahunnya atau pada pertengahan tahun dan memvalidasi permintaan
mereka
.
F. EFEKTIVITAS BIAYA SEBAGAI TUJUAN MANAJER UNIT
Hasil yang direncanakan dari perencanaan fiskal secara seksama adalah
efektivitas biaya. Efektivita bukan berarti tidak mahal, namun dapat berarti
mendapatkan yang terbaik/manfaat dengan uang yang dikeluarkan atau bahwa nilai
produk tersebut setimpal dengan harganya. Efektivitas biaya memperhitungkan
faktort seperti waktu penggunaan, tuntutan pemeliharaan, dan ketersediaan alternative
lain.
G. METODE PENGANGGARAN
Penganggaran sering sekali di klasifikasi berdasarkan frekuensi dan dasar
penyusunannya. Tiga metode penganggaran yang paling umum adalah incremental
budgeting (disebut juga flat-percentage budgeting), zero-based budgeting, dan new
performance budgeting.
1. Incremental budgeting
Metode incremental budgeting adalah petode penganggaran yang
paling sederhana. Dengan mengalikan pengeluaran tahun ini dengan factor
tertentu, biasanya laju inflasi dapat diperoleh anggaran untuk tahun yang akan
datang. Meskipun termasuk sederhana, cepat dan memerlukan sedikit keahlian
penganggaran pada sebagian manajer, metode ini umumnya secara fiscal tidak
ada motivasi untuk membatasi biaya dan tidak membutuhkan prioritas
program.
2. Zero-based budgeting
Sebagai perbandingan, manajer yang menggunakan zero-based
budgeting harus memvalidasi kembali program atau kebutuhan mereka pada
setiap siklus penganggaran. Metode ini secara ototmatis mengamsumsikan
bahwa karena program telah didanai pada waktu lampau, pendanaan akan
dilanjutkan pada tahun berikutnya sehingga anggaran ini bersifat pada karya
bagi perawat manajer.
Penggunaan paket keputusan untuk menyusun prioritas pendanaan
adalah kunci zero-based budgeting. Paket keputusan dan zero-based budgeting
sangat bermanfaat karena keduanya mendorong para manajer untuk menyusun
prioritas dan menggunakan sumber secara lebih efisien.
3. New performance budgeting
Metode penganggaran ketiga, new performance budgeting
menekankan akuntabilitas efisiensi dan ekonomi yang mengarah pada hasil
dan akibat, bukan aktivitas dan keluaran. Oleh karena itu, manajer akan
membuat anggaran sesuai keperluan untuk mencapai hasil yang spesifik dan
mengevaluasi keberhasilan penganggarannya.
4. Jalur kritis (critical pathway)
Jalur klinis disebut juga jalur klitis dan jalur perawatan adalah metode
perencanaan, pengkajian, pengimplementasian, dan evaluasi keefektifan biaya
perawatan pasien. Jalur kritis adalah rute kemajuan/ proses yang harus dilalui
pasien setelah registrasi untuk diagnose khusus atau setelah pembedahan
tertentu.
Meskipun sebagai alat untuk memantau kualitas perawatan, jalur klinis juga dapat
digunakan sebagai alat perencanaan keungan. Dengan data klinis dan data varian
biaya, keputusan terhadap perubahan jalur dapat dibuat, baik dengan proyeksi hasil
klinis maupun proyeksi pengeluaran keungan.
Keuntungan jalur kritis adalah memfasilitasi petunjuk pelayanan medis
terstandardisasi untuk klien dengan diagnose sama. Namun kelemahannya adalah
sulit menentukan dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada.
Health maintenance organization act (1973) menetapkan anggaran sebesar 375 juta
dolar AS dalam 5 tahun untuk membentuk dan mengevaluasi HMO di komunitas AS
walaupun HMO awalnya didirikan sebagai alternative untuk rencana asuransi
kesehatan tradisional.
Dalam membahas HMO, perlu diingat bahwa terdapat perbedaan jenis HMO
dan jenis HMO yang diikuti oleh anggotanya. Beberapa jenis HMO meliputi;
Staf
Independent practice association (IPA)
Kelompok
Jaringan
Dalam HMO staf, dokter pemberi layanan di gaji oleh HMO dan dalam pengewasan
langsung HMO. Dalam HMO IPA, HMO mengkontrak sekelompok dokter melalui
pelantara untuk memberikan pelayanan kepada anggotaHMO. Dalam HMO
kelompok, HMO mengkontrak langsung sekelompok dokter independent. Dalam
HMO jaringan, HMO mengkontrak beberapa kelompok praktisi dokter independen.
Jenis rencana yang terdapat di HMO khususnya bermacam-macam, sesuai
dengan tingkat pilihan pemberi layanan yang tersedia bagi pesrta/penanggung
asuransi. Pilihan rencana tersebut meliputi pilihan point-of-service (POS) dan
exclusive provider organization (EPO). Bila memilih pada rencana POS, pasien
memiliki opsi untuk memilih pemberian pelayanan di luar jaringan pada saat
pelayanan, tetapi membayar premi dan co-payment ( jumlah uang yang dibayar
peserta secara lagsung pada saat layanan diberikan) lebih tinggi karena fleksibilitas
tersebut, bila memilih EPO, peserta harus mencari perawatan dari pemberi layanan
HMO yang ditunjuk atau membayar semua biaya yang ada.
Jenis MCO umum lainnya adalah preferred provider organization (PPO).
PPO memberikan layananberdasarkan pembayaran pascalayanan/free-for-serrvice,
tetapi memberikan insentif finansial kepada konsumen (pembayaran ringan) saat
menggunakan jasa pemberi layanan yang diinginkan. Pemberi layanan termotivasi
untuk menjadi bagian dari PPO karena PPO menjamin populasi klien yang adekuat.
Walaupun pasein medicare dan Medicaid secara historis tidak ikut serta dalam
managed care karena adanya aturan yang membatasi pilihan penggunaan pemberi
layanan (free choice of physician rule), pembatas tersebut akhirnya dicabut tahun
1970-an dan 1980-an, pada saat itu program publik tersebut mulai menggunakan
asuransi managed care dari perusahaan swasta. Hasilnya, 327 rencana/plan managed
care dimasukan kedalam program kontrak risiko dari health care financing
administration (HCFA) sejak tahun 1997, yang masing-masing menerima
pembayaran kapitas setara dengan 95% dari rata2 biaya per kapita yang disesuaikan
(Reichard, 1997).
Pemerintah lalu mengambil manfaat dari diskon 5% dan memberikan sisanya
pada MCO. Walaupun empat HMO mencakup mayoritas peserta HMO medicare,
rencana baru di area baru negara tersebut menembus jumlah yang fantastis dalam
bisnis asuransi (Zarabozo & LeMasurier,1997).