Stroke Non Hemoragik
Stroke Non Hemoragik
Strok adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa
detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara
cepat, tepat, dan cermat.1
1. Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan aliran darah
sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada jaringan otak.
Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke Nonhemoragik atau
Stroke Iskemik.
EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan menyebabkan
kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia
jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama
dari seluruh penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke
hemoragik.2,3
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai
meningkat pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan
pembuluh darah otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu
mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu
menurun, dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.3
ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat
dibagi dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang dalam
waktu kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang timbul akan
hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
1. Infark otak
Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit, udara,
tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.3
a. Emboli kardiogenik
Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit, fibrin, sel
eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
· Arteri vertebralis
b. Penyakit intracranial
· Arteri basilaris
· Penyakit moya-moya
· Migren
· Kondisi hiperkoagulasi3
PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK
Vaskularisasi Serebrum
Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi (circulus
arteriosus).5
A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus anterior
dengan menmbus duramater. Kemudian arteri ini membelok ke belakang menuju sulcus
cerebri lateralis. Di sini, arteri ini bercabang menjadi a.cerebri anterior dan a.cerebri media.5
Vasc-02
Vaskularisasi Serebrum
A.communicans posterior adalah pembuluh kecil yang berjalan ke belakang untuk bergabung
dengan a.cerbri posterior.
A.choroidea, sebuah cabang keci, berjalan ke belakang, masuk ke dalam cornu inferior
ventrikulus lateralis, dan berakhir di dalam plexus choroideus.
A.cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, masuk ke dalam fisura longitudinalis
cerebri. Arteri tersebut bergabung dengan arteri yang sama dari sisi yang lain melalui
a.communicans anterior. Pembuluh ini membelok ke belakang di atas corpus callosum, dan
cabang-cabang korikalnya menyuplai permukaan medial korteks serebri sampai ke sulcus
parietoociptalis. Pembuluh ini juga menyuplai sebagian cortex selebar 1 inci pada permukaan
lateral yang berdekatan. Dengan demikian a.cerebri anterior menyuplai “area tungkai’ gyrus
precentralis.
A.cerebri media, adalah cabang terbesar dari a.carotis interna, berjalan ke lateral dalam sulcus
lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisfer, kecuali
daerah sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan permukaan
inferolateral hemisfer yang disuplai oleh a.cerebri posterior. Dengan demikian, arteri ini
menyuplai seluruh area motoris kecuali “area tungkai”.5
Arteri Vertebralis
A.vertebralis, cabang dari bagian pertamaa a.subclavia, berjalan ke atas melalui foramen
processus transversa vertebra C1-6. Pembuluh ini masuk tengkorak melalui foramen magnum
dan berjalan ke atas, depan, dan medial medula oblongata. Pada bagian bawah pons, arteri ini
bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk a.basilaris.5
Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik di dalam alur pada
permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a.cerebri posterior.
A.cerebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan belakang di sekeliling
mesencephalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan inferolateral lobus temporalis
dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi menyuplai korteks visual.5
Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Circulus ini
dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis.
A.communicans anterior, a.cerebri anterior, a.carotis interna, a.communicans posterior,
a.cerebri posterior, dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus Willisi ini
memungkinkan darah yang masuk melalui a.carotis interna atau a.vertebralis didistribusikan
ke etiap bagian dari kedua hemisferium cerebri.5
Vasc-03
Circulus Willisi
Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis. Terdapat
vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna cerebri dibentuk dari gabungan kedua
v.interna cerebri dan bermuara ke dalam sinus rectus.5
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di
dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai
suatu embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia
lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga
terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis
komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering
terbentuknya aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon vaskuler
reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater meninges.9
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe stroke
iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau, yang lebih jarang, di
pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti
trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan
total, trombosis pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan
berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-
evolution”.7
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar
tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak ini
dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala, seperti
yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki
derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri
basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan
arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial adalah
defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau tekanan darah
sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah mungkin bergantung pada
tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat
memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.7
Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus.
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus
biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan
penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering
tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu
jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti
fibrilasi atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik
yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan
yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri
karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung
pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri sebelum tersangkut.7
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir dan
menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki resiko yang
lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi perdarahan petekie atau
bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari
setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding
arteri sebelah distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi.
Dengan demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut.7
Stroke-3
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark) tempat
aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya tidak dapat
pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari normal atau kurang.
CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit. Mekanisme cedera sel akibat
stroke adalah sebagai berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau lebih
(CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam
beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain
jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10
sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam bahaya
tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra
pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra, cedera
dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
· Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
· Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi,
sehingga neuron membengkak
· Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses
eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat yang
berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak
lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida sintase (NOS), yang
menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara
cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
· NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian neuron. Obat
yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan bermanfaat untuk
mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
· Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna protein
sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel), dan radikal
bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.7
MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi
secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik
secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke
iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada
waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan
gejala klinis tertentu.11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
· Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai
sesisi
· Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan tungkai
sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
· Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit mengerti
pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
· Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan pandang
(hemianopsia)
· Kesadaran menurun
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi gejala:
· Penurunan kesadaran
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat memberikan
gejala:
· Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada satu sisi
atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut cortical blindness.
· Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
· Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.11
B. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris
· Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
· Kehilangan keseimbangan
· Vertigo
· Nistagmus11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal,
muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi di
subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya,
distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak
pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar,
nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan sensoris,
disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
Berikut ini akan dijelaskan macam-macam faktor risiko strok nonhemoragik berulang.
Usia
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia hingga
makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat strok. Dalam statistik faktor ini
menjadi 2 x lipat setelah usia 55 tahun. Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa semakin
tua usia, semakin besar pula risiko terkena strok. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia,
pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).7
Kelainan Jantung
Infark miokardial
Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok embolik. Risiko
terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari
terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik. Infark miokardial akan menimbulkan
kerusakan pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya
memudahkan terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah
menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7
Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 3‐5 kali lipat untuk
mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi
atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan
darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan memudahkan terbentuknya
trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas dari dinding jantung dan berubah
menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.7
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin tinggi
tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik maupun
strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting,
meningkatkan risiko strok 2‐4 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya.
Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi.
Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok meningkat 2
kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko strok turun
sebanyak 28‐38%.7
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat dibandingkan dengan
orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok
melalui beberapa mekanisme yang saling berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque
aterosklerotik. Plaque pada diabetes mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri
serebral yang kecil. Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang
kemudian dapat menimbulkan strok.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran darah
otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun, disfungsi sel
endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan
meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal
dan endotelium yang penting untuk kolateral.7
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%.
Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda dengan
penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari
berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko
untuk terjadinya strok juga menurun.7
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara kolesterol
plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study mengatakan bahwa
kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari 8
mmol/l (310 mg persen).7
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara HDL
kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek protektif dan
HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.7
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk
timbulnya aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida:
Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida
postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin, globulin), profil
lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan elektrolit. Pada pungsi
lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari
500.8,9,12
Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun kelainan
jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya daerah hipodens
yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.10,12
AA02
· EKG
· Echocardiography
· Transcranial Doppler12
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan
daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau
berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko yang
tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko
yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke
sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12
Pemeriksaan fisis:
Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-
tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa stroke pada
sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang atau sama
dengan15.9
Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit – 1 jam = 10
>= 24 jam =1
Tidak ada =0
Waktu serangan
Tidak beraktifitas =1
Sakit kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan =1
Tidak ada =0
Muntah proyektil
Menit – 1 jam = 10
>24 jam =1
Tidak ada =0
< 220/110 =1
Pemeriksaan penunjang:
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada stroke
non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak. Sedangkan dengan
pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak yang
akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa lesi vascular yang
terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur dan bertahap.
RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral
berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11
3. Stroke in evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah yang makin
berat.11
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah
memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak
terganggu.9,11
DIAGNOSIS BANDING
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolik
3. Ensefalitis
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegik
9. Abses otak
PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya
aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter sewaktu
menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan nonkonvulsif adalah menentukan apakah
kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut
berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke
hemoragik. Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak
akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) membalikkan cedera saraf
sedapat mungkin, (3) mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari
daerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera jaringan
neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari apa yang
disebut sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar
proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:3
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.3
2. Brain
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan
penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3
3. Blood
§ Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan
perfusi otak.
§ Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih pada
penderita dengan diabetes mellitus lama.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah hasil
tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau
kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi:
· Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol yang ada, lalu
diturunkan perlahan.
· Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol bolus: 1 g/kg
BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg BB setiap 6 jam selama
maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara rutin.10
· Hipertensi
ü Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di bawah ini:
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
ü Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat, diturunkan sampai
batas hipertensi ringan.
ü Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan antagonis
kalsium.10
· Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati penyebabnya.10
· Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin subkutan selama
2-3 hari pertama.10
· Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan penyebabnya
diobati,10
· Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik:
· Neuroprotektor 10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka paling penting
pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, ‘terapi wicara’ dan psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan
darah, denyut nadi, dan pernafasan penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah:
· Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal menjadi
normal
· Sistematis
Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat dicapai
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko strok :
1. Pengobatan hipertensi
4. Berolahraga teratur.
PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
· Menghindari: rokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat
golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya
B. Pencegahan sekunder
Berhenti merokok
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar
80-320 mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor risiko penyakit
jantung.1
PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan komplikasi yang
timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status neurologik
setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10% pasien dengan
stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien
dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9
SIMPULAN
Strok adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (deficit
neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak karena berkurangnya suplai darah (strok nonhemoragik / strok iskemik) atau pembuluh
darah spontan (stok hemoragik). Penyebab strok iskemik dikarenakan trombus dan emboli.
Gejala klinik yang dapat diperlihatkan oleh penderita strok iskemik terdiri dari 2 bagian yakni
gangguan pada sistem karotis dan gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris. Kebanyakan
pada penderita strok iskemik pasien datang dengan defisit neurologis yang telah ada yang
didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat dan kesadaran biasanya tidak
menurun. Insidens penyakit strok iskemik hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur
≥75 tahun. Sisanya yaitu sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun.
Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni pengobatan pada fase akut dan fase
sub akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit) sedangkan fase paska akut
diberikan setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok. Adapun pencegahan dari strok itu
sendiri yakni pertama, dengan menjalankan perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua,
pengendalian faktor-faktor risiko secara optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical
check up secara rutin dan berkala dan si pasien harus mengenali tanda-tanda dini strok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26.
2. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G
3. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
6. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
2007.
7. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep
klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.
8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi.
Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
9. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited
2010 May 15]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-
stroke-non-hemoragik.
10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik.
Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006.
h.19-23.