Anda di halaman 1dari 178

PERANCANGAN FRAME PESAWAT MODEL PARATRIKE

Tugas Akhir

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Strata-1


Fakultas Teknik Program Studi Teknik Mesin
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:
Elis Fiono
20120130030
PROGRAM STUDI S.1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

ii
TUGAS AKHIR

PERANCANGAN FRAME PESAWAT MODEL PARATR1KE

Dipersiapkan dan Disusun Oleh :

Elis Ftono
20120130030

Telab Dipertahankan Di Depan Tim Penguji


Pada Tanggal 03 Desember 2016

Susunan Tim Penguji:

Dosen Pembimbing T Dosen Pembimbing II

i^risman, M.S.Mechs., Ph.D. Berli Paripurna Kamiei. S.T., M.M.,


MP. 195905021987021001 M-Eng.Sc, Ph.D.
NIK. 19740302200104123049

Dosen

Totok Su
NIK. 19690304199603123024

Tugas Akhir Ini Telah Diterima


Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Tanggal .I.V.....4. .....
fa
Mengesabkan
Ketua Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Unwfccsitas Muhammadiyah Yogyakarta

ISSgL
12005011001

xvii
INTISARI

Perancangan frame pesawat paratrike bertujuan untuk memenuhi kebutuhan


penerbang (pilot) yang kurang mampu menggunakan paramotor (footlunch). Hal ini,
disebabkan oleh cacat fisik dari seorang penerbang sehingga, dibutuhkan desain khusus yaitu
frame pesawat paratrike. Pada bulan Januari 1990, paralayang mulai muncul di Indonesia
ditandai dengan berdirinya kelompok terjun gunung merapi di Yogyakarta, namun
perkembangan olahraga paralayang di Indonesia belum berkembang secara luas karena belum
banyak riset tentang perancangan paratrike dikalangan anak bangsa Indonesia. Maka dari itu,
desainer mencoba melakukan re-design dari frame paratrike yang sudah ada. Bahan yang
digunakan pada perancangan frame pesawat paratrike adalah aluminium 6061 dan stainless
stell, perhitungan secara manual dan simulasi pembebanan menggunakan Software Autodesk
Inventor 2016 adalah acuan utama yang dipilih oleh desainer. Sedangkan harga-harga yang
diperoleh dari perhitungan dan simulasi pembebanan pada frame pesawat paratrike adalah
sebagai berikut: untuk diameter gandar yang mampu menumpu beban sebesar 1030 N adalah
15.25 mm, dengan diketahuinya harga diameter gandar maka dapat digunakan untuk memilih
bantalan yang sesuai yaitu no bearing 6302, faktor kendala umur bantalan dengan
pembebanan secara terns menerus adalah 3,9 tahun, sedangkan untuk ketebalan kampuh lasan
yang mampu menumpu beban 1030 N dengan las fillet melingkar adalah 7,07 mm dibuat 10
mm, pada frame pesawat paratrike terdapat sambungan ulir, bahan mur dan baut yang
digunakan adalah setailess stell A2-70 dengan ulir metrik M8 dan M10, pegas yang digunakan
adalah pegas ulir tekan dengan d 7,5 mm dan D 37.5 mm panjang 230 mm, dengan defleksi
total 8mm berdasarkan surve dilapang didapatkan ukuran pegas yang mendekati hasil
perhitungan yaitu merk DBS variasi milik YAMAHA JUPITER Z.

Kata kunci: Perancangan frame pesawat paratrike, Bantalan gelinding, Gandar, Sambungan
las, Sambungan ulir, Pegas ulir tekan, simulasi pembebanan.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Paralayang adalah salah satu cabang olahraga dirgantara yang memiliki
beberapa kelas penerbangan di antaranya penerbangan standar, performance, dan
kelas competition. Persatuan Layang Gantung Indonesia (PLGI) merupakan induk
organisasi olahraga tersebut, sedangkan PLGI dinaungi Federasi Aero Sport
Indonesia (FASI). Paralayang ini memadukan antara petualangan dan wisata karena
dapat menjelajah dan berpetualang menggunakan pesawat paratrike. Akan tetapi,
dalam menerbangkan pesawat paratrike, dibutuhkan keberanian dan skill khusus
untuk mengendalikan parasut dan mesin yang berfungsi sebagai alat bantu
menjelajah. Paratrike tidak jauh berbeda dengan paralayang, paratrike menggunakan
mesin dan baling-baling serta frame sebagai alat bantu untuk menerbangkannya.
Bahan bakar yang digunakan adalah pertamax, pertamax plus, dan bensol.
Awal mula munculnya olahraga paralayang tidak lepas dari timbulnya rasa
keinginan untuk dapat terbang menikmati pemandangan alam bebas dan sebagai
ajang perlombaan. Olahraga paralayang muncul di Indonesia pada tahun 1990 yang
ditandai dengan berdirinya kelompok terjun Gunung Merapi di Yogyakarta pada
Januari 1990. Pada saat itu, olahraga paralayang lebih dikenal dengan nama terjun
gunung. Pendiri klub ini adalah Dudy Arief Wahyudi dan Gendon Subandono
(Setiawan, 2013).
Kini, industri paralayang dan paratrike di Indonesia belum berkembang dengan
baik. Hal ini disebabkan oleh belum banyaknya riset tentang pembuatan paralayang
atau paratrike, karena komponen yang digunakan haras didatangkan dari luar negeri
(import). Akibatnya, alat dan bahan cukup terbilang mahal, tetapi paralayang
memiliki potensi yang besar untuk berkembang di Indonesia. Namun, hal ini
diperlukan sarana yang tepat agar paralayang dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat Indonesia secara luas. Industri pembuatan paralayang yang belum

1
2

berkembang dengan baik dapat mempengaruhi perkembangan olahraga paralayang di


Indonesia. Hal ini disebabkan oleh mahalnya harga satu unit paralayang (Pusat
Paramotor - Pordirga MICROLIGHT, 2012).
Saat ini kontruksi rangka utama pada paratrike sangatlah sederhana. Pada
umumnya, bahan yang digunakan adalah stainless steel seri EMT karena bahan
tersebut memiliki tingkat elastisitas yang tinggi. Akan tetapi, stainless stell memiliki
berat jenis lebih tinggi dibandingkan dengan aluminium. Paratrike umumnya,
memiliki roda tiga sebagai alat bantu lepas landas. Proses take-off pada paratrike
tidak memerlukan landasan yang panjang dan luas, tetapi lapangan sepakbola pun
dapat dijadikan landasan atau area untuk take-off. Seperti terlihat pada gambar 1.1.

(a) (b)
Gambar 1.1. (a) Komponen Frame Pesawat paratrike, (b) Paramotor.

Biaya merupakan kendala utama dalam perkembangan paralayang di indonesia,


karena komponen-komponen pendukungnya haras didatangkan dari luar negeri (import), hal
ini disebabkan oleh terbatasnya komponen buatan dalam negeri. Untuk menanggulangi hal ini,
diperlukannya riset berkelanjutan tentang paratrike supaya menghasilkan suatu produk dalam
negeri dan dapat diterima oleh masyarakat secara luas. Upaya ini diharapkan mampu
mengurangi tingginya biaya yang ada
3

dipasaran pada saat ini. Selain itu, permasalahan yang sering terjadi pada kontruksi rangka
paratrike yaitu patahnya gandar poros roda pada saat landing. Penyebab utama terjadinya
patah pada bagian gandar poros roda paratrike ialah tidak dilengkapinya sistim peredam kejut
(suspensi), sehingga beban kejut yang diterima oleh gandar sangat besar hingga mencapai titik
kritis dari materialnya. Kelebihan paralayang adalah mampu menjangkau daerah-daerah yang
sulit dijangkau dengan transportasi darat. Selain itu paralayang dapat digunakan untuk alat
penjelajahan melalui udara. Walaupun kontruksi frame sederhana, tetapi paratrike tersebut
dapat digunakan sebagai transportasi udara seperti aerowista, memantau keadaan hutan, alat
bantu olahraga serta alat militer dan alat evakuasi.

Adapun beberapa permasalahan umum yang sering terjadi pada frame paratrike adalah
harga komponen-komponen pendukungnya cukup mahal karena harus didatangkan dari luar
negeri dan belum banyak tersedia komponen buatan dalam negeri sehingga, mengakibatkan
harga komponen paratrike menjadi mahal. Gandar sering mengalami kerusakan karena tidak
dilengkapi dengan sistem peredam kejut yang baik. Pembengkokkan pada frame utama terjadi
karena tidak mampu menahan keseluruhan beban, permasalahan ini muncul pada saat
paratrike terbang dengan membawa dua penumpang dan tidak seimbang pada saat terbang
karena posisi center of gravity tidak tepat. Hal ini, terjadi bila beban pilot tidak sesuai dengan
asusmi yang dimasukan pada saat perancangan dan penyetelan titik center of gravity. Solusi
dari permasalahan tersebut yaitu dengan merancang, memilih, dan memodifikasi ulang
kontruksi frame yang sudah ada di pasaran.
4

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, olahraga paralayang di Indonesia
belum berkembang secara luas karena komponen-komponen haras didatangkan dari
luar negeri (import), dan belum banyak tersedianya komponen-komponen buatan
dalam negeri, sehingga harga satu unit paralayang tersebut cukup mahal, selain itu
belum banyak orang yang melakukan riset tentang pesawat paratrike dan paramotor,
khususnya yang bersangkutan dengan kelemahan desain pesawat paratrike.

1.3. Rumusan Masalah


Dari permasalahan tersebut, didapatkan beberapa rumusan masalah dalam
perancangan frame pesawat paratrike ini yaitu :

1. Bagaimana desain frame pesawat paratrike yang dapat mengatasi permasalahan


patah gandar pada saat mendarat ?
2. Bagaimana menguji desain frame pesawat paratrike dengan menggunakan
Software Autodesk Inventor ?

1.4. Batasan Masalah

Dari permasalahan tersebut, peneliti membatasi pada rincian dan pembuatan


prototype paratrike untuk mendapatkan harga jual yang terjangkau. Batasan masalah
dalam perancangan frame pesawat paratrike antara lain:

1. Tidak dilakukannya perhitungan gaya-gaya dinamis pada frame pesawat


paratrike.
2. Tidak dilakukannya pengujian dari hasil perancangan frame pesawat paratrike.
3. Frame pesawat paratrike terbuat aluminium 6061.
4. Bahan gandar adalah Fe 490.
5. Displacement pada frame pesawat paratrike merupakan acuan utama dalam
5

menentukan faktor keamanan.


1.5. Tujuan Perancangan
Adapun tujuan dari perancangan frame pesawat paratrike ini adalah sebagai
berikut:

1. Mendapatkan desain frame pesawat paratrike yang dapat mengatasi


permasalahan patah gandar pada saat mendarat yaitu dengan menambahkan
sistim suspensi.
2. Mendapatkan data simulasi pengujian desain frame pesawat paratrike
menggunakan Software Autodesk Inventor.

1.6. Manfaat Perancangan


1. Bagi mahasiswa:
a. Sebagai syarat untuk menempuh S.1. Teknik Mesin dalam pembuatan tugas
akhir.
b. Sebagai sarana menambah pengetahuan, wawasan, serta pengalaman mengenai
proses perancangan paratrike.
2. Bagi orang lain:
a. Memberikan kontribusi kepada masyarakat mengenai teknik perancangan dan
kreatifitas serta ketrampilan dalam merancang komponen mesin dan rangka.
b. Sebagai referensi untuk riset perancangan frame pesawat paratrike.
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Paramotor dan Paratrike


2.1.1. Paramotor
Paramotor merupakan salah satu alat bantu olahraga dirgantara yang
memadukan antara petualangan dan wisata dengan melayang layang diudara. Akan
tetapi, dalam menerbangkan paramotor dibutuhkan keberanian dan skill khusus
untuk mengendalikan parasut dan mesin yang berfungsi sebagai alat bantu
menjelajah. Paramotor terdiri dari bingkai, mesin penggerak baling-baling, harness
(tempat duduk terpadu), dan parasut. Paramotor dapat digunakan sediri maupun
tandem (berdua). Seperti terlihat pada gambar 2.1. di bawah ini.

140 cm 45 cm
Gambar 2.1. Paramotor, (standar dimensi P.A.P).

2.1.2. Paratrike
Paratrike adalah gabungan paramotor dan paratrike yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan penerbang yang mengalami cidera fisik serta sudah

6
7

tidak mampu lagi menggunakan paramotor (foot launch). Paratrike tidak jauh
berbeda dengan paramotor perbedaannya hanya pada rangka. Paratrike dirancang
untuk penerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor (foot launch) hal
ini, disebabkan oleh fisik dari seorang penerbang yang kurang mampu
menggendong paramotor. Paratrike dirancangnya untuk memenuhi kebutuhan
pernerbang yang kurang mampu menggunakan paramotor. Seperti terlihat pada
gambar 2.2. di bawah ini.

Gambar 2.2. Paratrike, (Fly products, 2006).

2.2. Bagian-Bagian Paratrike

2.2.1. Perancangan Frame Pesawat Paratrike

Frame pesawat paratrike berfungsi sebagai tempat dudukan mesin bensin,


alat bantu take-off, tempat duduk pilot, konektor parasut, dan roda, serta
kelengkapan lainnya yang mendukung kinerja dari pesawat paratrike. Desain
frame pesawat paratrike dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut ini.
8

Gambar 2.3. Frame pesawat paratrike.

2.2.2. Perancangan Pelindung Propeller Pesawat Paratrike

Pelindung Propeller pesawat paratrike berfungsi sebagai pembatas


berputamya propeller yang dieratkan menggunakan U-bolt pada kerangka utama
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena jika terjadi kecelakaan
akan menimbulkan cidera yang fatal. Kontruksi pelindung propeller sangat
sederhana, tetapi memiliki fungsi terpenting bagi pilot maupun orang lain untuk
melindungi dari kecelakaan yang diakibatkan oleh propeller. Seperti terlihat
pada gambar 2.4. dibawah ini.

Gambar 2.4. Pelindung propeller.


9

2.2.3. Perancangan Lengan Ayun

Pada umumnya, lengan ayun berfungsi sebagai batang pengungkit dari


roda yang di sambungkan ke suspensi dan rangka utama serta berperan untuk
mengurangi gaya yang terjadi. Seperti terlihat pada gambar 2.5. dibawah ini.

Gambar 2.5. Lengan ayun (swing


arm).

2.2.4. Perancangan dan Pemilihan Sistem Peredam Kejut

Peredam kejut biasa disebut sebagai suspensi, karena memiliki dua


fungsi utama yaitu berperan dalam handling, pengereman dan berfungsi
menambah keamanan dan kenyamanan pengendara dari kondisi jalan yang tidak
rata, dan getaran mesin. Seperti terlihat pada gambar 2.6. dibawah ini.

Gambar 2.6. Peredam kejut.


2.2.5. Perancanga
10

Perancangan frame peawat paratrike memakai Sambungan ulir untuk


mengikat dua atau lebih komponen frame paratrike. Sambungan Ulir merupakan
jenis dari sambungan semi permanent (dapat dibongkar pasang). Sambungan ulir
terdiri dari dua bagian, yaitu baut yang memiliki ulir di bagian luar dan Mur
memiliki ulir di bagian dalam. Seperti terlihat pada gambar 2.7. di bawah ini.

Gambar 2.7. Sambungan ulir.

2.2.6. Perancangan Gandar

Gandar berfungsi sebagai tumpan dari roda, karena gandar merupakan


salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin. Gandar memiliki peranan
utama dalam menahan beban pada setiap roda, sedangkan gandar tidak menerima
beban puntir dan hanya mendapat beban lentur sehingga pemilihan jenis poros
ini sesuai dengan kebutuhan dari mekanisme penerus daya yang dibutuhan oleh
frame paratrike. Seperti terlihat pada gambar 2.8. dibawah ini.

Gambar 2.8. Gandar.


Proses pemilihan bantalan yaitu berdasarkan jenis pembebanan dan
mengukur diameter gandar yang dipakai, dan pemilihan bantalan haras sesuai
dengan diameter gandar yang digunakan. Bantalan berfungsi sebagai elemen
mesin yang menumpu poros berbeban. Bantalan harus cukup kokoh untuk
memungkinkan poros suatu mesin bekerja dengan baik. Bantalan yang
2.2.7. Perhitungan
11

direncanakan adalah bantalan gelinding. Seperti terlihat pada gambar 2.9 di


bawah ini.

Gambar 2.9. Bantalan

2.2.8. Perancangan dan Pemilihan Roda (kaki-kaki)

Roda berfungsi sebagai alat bantu gelinding frame pesawat paratrike


yang membawa beban serta melaju dengan kecepatan tinggi. Roda yang
direncanakan adalah memakai roda grobak angkung dengan dimensi velg 10
inchi, roda grobak ini sudah didesain mampu menumpu beban hingga 200 kg
lebih, sehingga roda grobak angkung ini masih dapat diaplikasikan pada
perancangan roda paratrike. Seperti terlihat pada gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10. Roda.


12

2.2.9. Perancangan Jok

Jok berfungsi sebagai tempat duduk pilot yang terbuat dari serangkaian
pipa aluminium yang dieratkan menggunakan paku keling dan dianyam
menggunakan belt (sabuk) untuk menahan beban pilot. Tempat duduk
disambungkan pada kerangka utama dengan bantuan baut dan tali, serta
dilengkapi dengan sabuk pengaman (safety belt). Seperti terlihat pada gambar
2.11 di bawah ini.

Gambar 2.11. Tempat


duduk
2.2.10. Pemilihan
13

Pemilihan tali weebing berdasarkan beban maksimum dari paratrike,


akan tetapi, perancang mengambil angka faktor keamanan puluhan kali lipat
supaya mendapatkan safety yang lebih memadai karena tali weebing ini penting
perannya dan berfungsi untuk memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh
Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) yang memerintahkan untuk memasang
tali dan carabiner (pengait) disetiap frame minimal dua buah carabiner, selain
untuk memenuhi persyaratan, tali dan carabiner berfungsi sebagai kekuatan
utama pada saat terbang melayang diudara. Pemilihan tali weebing pada
perancangan ini adalah tali weebing panjat tebing yang sudah teruji kekuatannya.
Seperti terlihat pada gambar 2.12 di bawah ini.

Gambar 2.12. Tali weebing.

2.2.11. Pemilihan Carabiner

Carabiner berfungsi sebagai pengait tali parasut dan tali weebing, serta
berguna untuk memenuhi peraturan yang dikeluarkan oleh Federasi Aero Sport
Indonesia (FASI) yang memerintahkan menggantung sebuah pengait minimal 2
buah pada rangka. Pengait yang dipilih harus standart material dan mampu
menahan beban dari paratrike (Kn). Seperti terlihat pada gambar 2.13 di bawah
ini.
14

Gambar 2.13. Carabiner.

2.3. Kriteria Perancangan


Meskipun kriteria yang digunakan oleh seorang perancang adalah banyak, namun
semuanya tertuju pada kriteria berikut ini:
1. Function (fungsi/pemakaian)
2. Safety (keamanan)
3. Reliability (dapat dihandalkan)
4. Cost (biaya)
5. Manufacturability (dapat diproduksi)
6. Marketability (dapat dipasarkan)

2.4. Prosedur Umum dalam Perancangan Mesin dan Struktur


Dalam perancangan komponen mesin disini tidak ada aturan yang baku.
Masalah perancangan mungkin bisa diselesaikan dengan banyak cara. Jadi, prosedur
umum untuk menyelesaikan masalah perancangan adalah sebagai berikut (Zainuri,
2010).

1. Mengenali kebutuhan/tuj uan


Pertama adalah membuat pernyataan yang lengkap dari masalah perancangan,
menunjukkan kebutuhan/tujuan, maksud/usulan dari mesin yang dirancang.
2. Mekanisme
Pilih mekanisme atau kelompok mekanisme yang mungkin.
3. Analisis gaya
Tentukan gaya aksi pada setiap bagian mesin dan energi yang ditransmisikan
15

pada setiap bagian mesin.


4. Pemilihan material
Pilih material yang paling sesuai untuk setiap bagian dari mesin.
5. Tentukan bentuk dan ukuran bagian mesin dengan mempertimbangkan gaya aksi
pada elemen mesin dan tegangan yang diijinkan untuk material yang digunakan.
6. Modifikasi
Merubah/memodifikasi ukuran berdasarkan pengalaman produksi yang lalu.
Pertimbangan ini biasanya untuk menghemat biaya produksi.

7. Detail
Menggambar secara detail setiap komponen dan perakitan mesin dengan
spesifikasi lengkap untuk proses produksi.
8. Produksi
Komponen bagian mesin seperti tercantum dalam gambar detail diproduksi di
workshop.

Diagram alir untuk prosedur umum perancangan mesin dapat dilihat pada Gambar
2.14 di bawah ini.
16

Gambar 2.14. Diagram alir prosedur umum perancangan, (Zainuri, 2010).

2.5. Standar, Kode, Dan Peraturan Pemerintah Dalam Desain.


Pembatas desain disediakan oleh organisasi pemasaran dan manajemen insinyur-
insinyur termasuk standar, kode, dan peraturan-peraturan pemerintah, baik dalam dan
luar negeri.
Standar adalah didefinisikan sebagai kriteria, aturan, prinsip, atau gambaran
yang dipertimbangkan oleh seorang ahli, sebagai dasar perbandingan atau keputusan
atau sebagai model yang diakui.
Kode adalah koleksi sistematis dari hukum yang ada pada suatu negara atau
aturan-aturan yang berhubungan dengan subyek yang diberikan.
Peraturan pemerintah adalah peraturan-peraturan yang berkembang sebagai
hasil perundang-undangan untuk mengontrol beberapa area kegiatan. Contoh
perarturan pemerintah Amerika adalah:
17

1. ANSI : American National Standards Institute


2. SAE : Society of Automotive Engineers
3. ASTM : American Society for Testing and Materials
4. AISI : American Iron and Steel Institute

2.6. Pengertian Dan Kegunaan Software Autodesk Inventor


Autodesk Inventor merupakan program yang dirancang khusus untuk keperluan
bidang teknik seperti desain produk, desain mesin, desain mold, desain konstruksi,
atau keperluan teknik lainnya. Autodesk Inventor adalah program pemodelan solid
berbasis fitur parametrik, artinya semua objek dan hubungan antar geometri dapat
dimodifikasi kembali meski geometrinya sudah jadi, tanpa perlu mengulang lagi dari
awal. Hal ini sangat membantu ketika sedang dalam proses desain suatu produk atau
rancangan. Untuk membuat suatu model 3D yang solid ataupun surface, langkah awal
haras membuat gambar sketch terlebih dahulu atau mengimpor gambar 2D dari
Autodesk Autocad. Setelah gambar atau model 3D tersebut jadi, langkah selanjutnya
dapat membuat gambar kerjanya menggunakan fasilitas drawing.
Autodesk Inventor juga mampu memberikan simulasi pergerakan dari produk
yang akan didesain, serta software ini dapat digunakan untuk analisis kekuatan. Alat
ini cukup mudah digunakan, dan dapat membantu mengurangi kesalahan dalam
membuat desain. Dengan demikian, biaya uji coba produk dapat berkurang, (time to
market). benda yang desain pun dapat diproses secara langsung oleh bagian workshop,
karena produk yang akan diproses sudah disimulasi terlebih dahulu melalui software.
sehingga kerusakan produk dapat diatasi seminimal mungkin.
Dalam Autodesk Inventor terdapat pilihan beberapa template, Masing-masing template
mempunyai kegunaan dan fungsi sesuai pekerjaan yang dibutuhkan.
Berikut adalah penjelasan pada masing-masing template, yaitu:

1. Sheet Metal.ipt
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen berjenis
metal seperti benda-benda yang terbuat dari plat besi yang ditekuk-tekuk.

2. Standard.dwg
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja.
18

3. Standard.iam
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar assembly yang terdiri
atas beberapa part atau komponen.

4. Standard.idw
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk gambar kerja atau 2D.

5. Standard.ipn
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk animasi urutan perakitan dari
gambar assembly yang telah dirakit. Kita dapat memanfaatkannya untuk membuat
gambar Explode View.

6. Standard.ipt
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk part atau komponen secara
umum tanpa spesifikasi khusus seperti dalam pembuatan part pada Sheet Metal.

7. Weldment.iam
Digunakan untuk membuat bidang kerja baru untuk assembly yang memiliki tool
untuk teknik pengelasan.
2.7. Dasar Pembebanan Tegangan dan Regangan
Dasar pembebanan pada elemen mesin adalah beban (gaya) aksial, gaya geser
murni, torsi dan bending. Setiap gaya menghasilkan tegangan pada elemen mesin, dan
juga deformasi, artinya perubahan bentuk. Disini hanya ada 2 jenis tegangan normal
dan geser. Gaya aksial menghasilkan tegangan normal. Torsi dan geser murni,
menghasilkan tegangan geser, dan lentur menghasilkan tegangan normal dan geser.

2.7.1. Gaya aksial


Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja normal (tegak lurus)
terhadap irisan yang mengalami tegangan, dan dilambangkan dengan Z (sigma).
Bila gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu batang sejajar terhadap sumbu
utamanya dan potongan penampang batang tersebut konstan, tegangan internal
yang dihasilkan adalah sejajar terhadap sumbu tersebut. Gaya-gaya seperti itu
disebut gaya aksial, dan tegangan yang timbul dikenal sebagai tegangan aksial.
19

Konsep dasar dari tegangan dan regangan dapat diilustrasikan dengan meninjau
sebuah batang prismatik yang dibebani gaya-gaya aksial (axial forces) P pada
ujung-ujungnya. Sebuah batang prismatik adalah sebuah batang lurus yang
memiliki penampang yang sama pada keseluruhan pajangnya. Untuk menyelidiki
tegangan-tegangan internal yang ditimbulkan gaya-gaya aksial dalam batang,
dibuat suatu pemotongan garis khayal pada irisan mn, seperti pada Gambar 2.15
irisan ini diambil tegak lurus sumbu longitudinal batang. Karena itu irisan dikenal
sebagai suatu penampang (cross section).
20

(a)
m

Pn
(b)

Gambar 2.15. Batang prismatik yang dibebani gaya aksial, (www.aripsusanto.com)

Tegangan normal dapat berbentuk:

1. Tegangan Tarik (Tensile Stress)


Tegangan tarik terjadi apabila sepasang gaya tarik aksial menarik suatu batang, dan
akibatnya batang ini cenderung menjadi meregang atau bertambah panjang. Maka gaya
tarik aksial tersebut menghasilkan tegangan tarik pada batang di suatu bidang yang
terletak tegak lurus atau normal terhadap sumbunya. Seperti terlihat pada gambar 2.15
di bawah ini.
Gambar 2.16. Gaya aksial pada balok, (Zainuri, 2010).

P P
21

Tegangan Dua gaya P menghasilkan beban tarik sepanjang axis balok, menghasilkan
tegangan normal tarik o sebesar :
Keterangan :

P (2.1)
o A

a = Luas penampang
P = Gaya
o = Tegangan normal

2.7.2. Regangan
Regangan merupakan perubahan bentuk per satuan panjang pada suatu
batang. Semua bagian bahan yang mengalami gaya-gaya luar, dan selanjutnya
tegangan internal akan mengalami perubahan bentuk (regangan). Misalnya di
sepanjang batang yang mengalami suatu beban tarik aksial maka akan meregang atau
bertambah panjang, sementara suatu kolom yang menopang suatu beban aksial akan
tertekan atau menjadi pendek. Perubahan bentuk total (total deformation) yang
dihasilkan suatu batang dinyatakan dengan huruf Yunani 5 (delta). Jika panjang
batang adalah L, regangan (perubahan bentuk per satuan panjang) dinyatakan dengan
huruf Yunani s (epsilon), maka:

Gaya aksial pada Gambar 2.5. juga menghasilkan regangan aksial s :

s=5/L (2.2)

Keterangan :

5 = Pertambahan panjang (deformasi)


L = Panjang awal. s = Regangan
normal
22

Sesuai dengan hukum Hooke, tegangan adalah sebanding dengan regangan.


Dalam hukum ini hanya berlaku pada kondisi tidak melewati batas elastis suatu bahan,
ketika gaya dilepas. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai
perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan, atau perubahan bentuk. Pada
bahan kaku tapi elastis, seperti baja, dapat diperoleh bahwa tegangan satuan yang
diberikan menghasilkan perubahan bentuk satuan yang relatif kecil. Pada bahan yang
lebih lunak tapi masih elastis, seperti perunggu, perubahan bentuk yang disebabkan
oleh intensitas tegangan yang sama dihasilkan perubahan bentuk sekitar dua kali dari
baja dan pada aluminium tiga kali dari baja. Regangan s disebut regangan normal
(shear strain) karena berhubungan dengan tegangan normal. Adapun persamaan
regangan normal berdasarkan hukum Hooke :

a = E /e — s = a / E (2.3)
Keterangan :
a = Tegangan normal.
s = Regangan normal.
E = Modulus elastis.

2.7.3. Tegangan Geser Akibat Torsi


Tegangan geser akibat tosi terjadi ketika bagian mesin menerima aksi dua
kopel yang sama dan berlawanan dalam bidang satu maka bagian mesin ini dikatakan
menerima torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser torsi.
Tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar.
Pada sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya dan menerima torsi
pada ujung yang lain seperti pada Gambar 2.17. Akibat torsi, setiap bagian yang
terpotong menerima tegangan geser. Tegangan geser maksimum pada permukaan luar
poros dengan persamaan sebagai berikut :
T_ T_C0 (2.4)
r" T"T
23

Gambar 2.17. Tegangan geser torsi, (Zainuri, 2010).


Keterangan :
T= Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser
maksimum. r = Radius poros,
T = Momen puntir atau torsi,
J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,
l = Panjang poros,
0 = Sudut puntir dalam radian sepanjang l.

1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:

xx x
-_- (2.5)
xr

2. Dari persamaan (2.4-2.5) diperoleh:

TT J ^
= atau T= T ■ (2.6)
Jr r
24

Untuk poros pejal berdiameter d, maka momen inersia polar J adalah:


Untuk poros berlubang dengan diameter luar d dan diameter dalam d, maka momen
TC A TC A (2.7)
J Ixx+ Ixx= — d + — d

n n (2.8)
T T —d-= — T d 3 2
d16
o i

inersia polar J adalah: _d


= — X T (do)3( 1 -K4) dimana k
i

J 32 [(dQ )4- (di) 4] dan r = y d


o (2.9)

T
=TX 32[ (do) 4 - (di) 4] xc2= 16x T (do)4-(di)4
(2.10)
16 do
16

3. Kekuatan poros berarti torsi maksimum yang ditransmisikan oleh poros. Jadi desain
sebuah poros digunakan untuk kekuatan. persamaan diatas Daya yang
ditransmisikan oleh poros (dalam watt) adalah:

2xnxNxT
P= (Watt) (2.11)
60
Keterangan:
T = Torsi yang ditransmisikan dalam N-m, dan
m = Kecepatan sudut dalam rad/s.
25

2.8. Gandar

Menurut Sularso dan Suga, (1997), poros merupakan salah satu bagian
terpenting dari setiap elemen mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-
sama dengan putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

Gandar merupakan poros roda yang tidak memindahkan gaya, bahkan gandar
terkadang tidak boleh ikut berputar. Gandar hanya mendapat beban lentur, kecuali jika
digerakkan oleh penggerak mula. terkadang juga mengalami beban puntir. Seperti
terlihat pada gambar 2.18 di bawah ini.

Gambar 2.18. Gandar roda.

Dalam merancang sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Kekakuan poros.
Meskipun sebuah poros mempunyai kekakuan yang cukup tetapi jika lenturan
atau defleksi puntirannya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak-telitian (pada
mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan kotak roda
gigi). Karena itu, disamping kekuatan poros, kekakuannya juga haras diperhatikan
dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros tersebut.
2. Puntiran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikan, maka pada suatu harga putaran tertentu
terdapat getaran yang luar biasa besarnya, putaran ini disebut putaran kritis. Hal
ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik, dll., dan dapat
26

mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin,


poros harus direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih rendah
dari putaran kritisnya.
3. Korosi
Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastik) harus dipilih untuk poros propeller
dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif. demikian pula untuk
poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros mesin yang sering berhenti
lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap
korosi.
4. Bahan poros
Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat
umumnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit (permukaan) yang
sangat tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja chrom nikel, baja
chrom nikel molibden, baja chrom, dan lain-lain.
Nama-nama dan lambang-lambang dari bahan menurut standart beberapa negara serta
serta persamaannya dengan JIS (Standart Jepang) untuk poros diberikan dalam
lampiran tabel standart baja.

2.8.1. Poros dengan Tegangan Lentur (Bending stress)


Tegangan lentur merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya
momen lentur pada benda. Sehingga lenturan benda disepanjang sumbunya
menyebabkan sisi bagian atas tertarik, karena bertambah panjang dan sisi bagian
bawah tertekan. Dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan
mengalami tegangan tarik, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan menderita
tegangan tekan. Sedangkan daerah diantara permukaan atas dan bawah, yaitu
27

yang sejajar dengan sumbu benda tetap, tidak mengalami perubahan, ini disebut
sebagai bidang netral seperti terlihat pada gambar 2.19. di bawah ini.

Tension outside of bend

E. Bending (the combination stress)


Gambar 2.19. Tegangan bending.

Pergeseran (shear) adalah keadaan dimana dua buah benda yang saling
bertumpukan bergeser akibat arah gaya yang berlawanan. Salah satu contoh pada frame
paratrike yang akan dirancang dan menerima gaya pergeseran (shear) adalah pada titik
center of gravity dan letak tumpuan lainnya. Bending atau kombinasi semua tegangan
dan regangan adalah keadaan dimana sebuah benda mengalami tegangan dan regangan
secara bersamaan. pada struktur pesawat paralayang model paratrike banyak struktur
yang mengalami bending. sehingga akan berlakunya persamaan di bawah ini:
Persamaan umum tegangan lentur, adalah :

M L _ OL _ E IyR (2.12)
Keterangan :
I = Inersia pada sumbu
benda (Ixx atau Iyy). y =
Jarak dari bidang netral ke
permukaan luar benda. E =
Modulus elastisitas / Young.
R = Radius kelengkungan benda.
28

2.8.2. Poros dengan Beban Lentur


Poros yang terpasang pada rangka paratrike ini terdapat satu poros artinya
sebuah poros menahan keseluruhan beban yang dibantu dengan peredam kejut
(suspensi) sehingga beban yang diterima oleh poros diredam oleh suspensi. Poros yang
digunakan dalam perancangan ini adalah poros yang tidak menghantarkan putaran dari
komponen lain, melainkan hanya sebagai alat bantu glinding roda saja yang ditahan
oleh lengan ayun. Akibat adanya pembebanan pada poros, maka akan terjadi lenturan
sehingga timbul momen sebagi reaksi dari pembebanan yang bekerja pada tumpuan,
perlu dihitung terlebih dahulu gaya reaksi tumpuan akibat adanya reaksi pembebanan.
(Sularso dan Suga, 1997).
Tegangan yang diijinkan dari bahan poros menggunakan bahan jenis S-F harga
safety faktor (SF1) diambil 5,6 dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan
baja paduan (Sularso dan Suga, 1997).

Besar harga tegangan pada gandar dapat dicari menggunakan persamaan seperti
tertulis di bawah ini :
F (2.13.a)
(TT x ds2)
°b
SFi x SFn (2.13.b)

Keterangan :
2

Ta = Tegangan geser yang dijinkan (N/mm )

A = Luas penampang (mm)

F = Gaya (N)

SFL = Safety faktor


ab = Kekuatan tarik (N/mm )
29

Dalam merancang suatu mesin, haras memperhatikan aspek kekuatan material


bahan gaya yang bekerja. Gaya-gaya yang bekerja harus lebih kecil dari tegangan yang
diijinkan. Mengingat macam-macam beban serta sifat beban, disarankan dalam
menghitung diameter poros (ds) untuk memasukkan pengaruh kelelahan karena beban
berulang. Harga faktor koreksi (Kt) untuk momen puntir atau torsi diberikan pada tabel
2.1. (Sularso dan Suga, 1997).

Tabel 2.1. Faktor koreksi untuk momen puntir, (Sularso dan Suga, 1997)
Pembebanan Faktor koreksi
Beban dikenakan secara halus
1,0
Kejutan atau tumbukan besar 1,0-1,5

Sedangkan untuk momen lentur, faktor koreksi (Km) sesuai dengan tabel 2.2.

Tabel 2.2. Faktor koresi untuk momen lentur, (Sularso dan Suga, 1997)
PembebananFaktor koreksi

Pembebanan tetap 1,5

Pembebanan dengan tumbukan ringan 1,5-2,0

Pembebanan dengan tumbukan berat 2-3

Diameter poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan, (Sularso dan Suga,
1997)
' 5 1/3
ds = (2.14)
,za x Ktx Cb x T.
keterangan :
ds = Diameter Poros (mm)
30

Ta = Tegangan geser yang diijinkan (N/mm )


Km = Faktor koreksi momen lentur M =
Momen lentur maksimal (N.mm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
T = Torsi (N.mm)

Sedangkan untuk menghitung Besar tegangan yang terjadi pada bahan yang
digunakan untuk poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum (xmax) harus
lebih kecil dari tegangan geser yang dijinkan (xa) (Sularso dan Suga, 1997).
1

w. = [(£) ≤ ra (2.15)

Keterangan :
ds = Diameter poros (mm)
Km = Faktor koreksi momen lentur M2
= Momen lentur maksimal (N.mm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir
T = Torsi (N.mm)

Persamaan berikut digunakan untuk menghitung momen lentur pada gandar:

Mb = / (2.16)

Keterangan :

M b = Momen lentur

F = Beban
/total = Panjang gandar
31

Persamaan 2.17 dapat digunakan untuk menghitung momen tahanan yang


diperlukan pada penampang lingkaran adalah sebagai berikut:

(2.17)

Keterangan :

= Momen tahanan

= Momen lentur (7b =

Tegangan lentur
Persamaan untuk menghitung diameter minimum gandar adalah sebagai
berikut:

(2.18)

keterangan:

d = Diameter minimum

Wb = Momen tahanan

Persamaan untuk mencari harga tegangan lentur dapat adalah sebagai berikut:

a (
-_W

Keterangan :

ab = Tegangan lentur

Mb = Momen lentur
32

Wb = momen tahan

Menurut Sularso dan Suga, (1997), persamaan-persamaan standart JIS E4501


diberikan seperti tertulis dibawah ini beserta arti dari lambang-lambang yang
digunakannya adalah

Proses menghitung momen pada tumpuan roda karena beban statis dapat
digunakan persamaan sebagai berikut:

M1 = (j-g) x w/4 (2.20)


Keterangan :
M1 = Momen tumpuan roda karena beban statis.
j = Jarak bantalan radial. g = Jarak telapak roda.
W = Bebam statis pada satu gandar.

Harga momen tumpuan roda gaya vertikal dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 2.21 seperti tertulis di bawah ini.

M2 = av x M1 (2.21)
Keterangan :
M2 = Momen tumpuan roda gaya vertikal Harga
av dapat dilihat pada tabel di lampiran 2 M1 =
Momen tumpuan roda karena beban statis.

Untuk mengetahui besar beban horizontal, dapat digunakan persamaan di


bawah ini.
P=W (2.22)
33

Keterangan :
P = Beban horizontal
Harga a1 dapat dilihat pada tabel lampiran 2
W = Beban statis satu gandar.

Q0 adalah beban pada bantalan karena beban horizontal, adapun persamaan


untuk mencari besar beban pada bantalan yaitu :

Q0 = P x (h/j) (2.23)

Keterangan :
Q0 = Beban pada bantalan h = Tinggi titik
berat j = Jarak roda P = Beban horizontal.

Persamaan untuk mengetahui besar beban horizontal dapat dituliskan seperti


dibawah ini:

Ro = P (h + r) / g (2.24)
Keterangan :
Ro = Beban horizontal P = Beban horizontal
h = Tinggi titik berat r = Jarak roda g = Jarak
telapak roda

Persamaan 2.25 dapat digunakan untuk mencari harga momen lentur pada naf
tumpuan roda sebelah dalam, seperti di bawah ini:
34

(2.25)
M3 = Pr + Qo x ( a + l) - Ro x [ (j-g) / 2]

Keterangan:
M3 = Momen lentur pada naf tumpuan roda sebelah dalam
Qo = Beban pada bantalan Ro = Beban horizontal J = Jari-
jari roda g = Jarak telapak roda

2.9. Bantalan
Menurut Sularso dan Suga, (1997), bantalan adalah elemen mesin yang
menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman, dan panjang umurnya. Bantalan haras cukup kokoh
untuk memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika
bantalan tidak berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun
atau tidak berfungsi secara mestinya. Jadi, bantalan dalam permesinan dapat
disamakan perannya dengan pondasi pada gedung. Bantalan dapat diklarifikasikan
sebagai berikut :
1. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros.
a. Bantalan luncur
Pada bantalan luncur ini terjadi gesekan luncur antara poros roda dan bantalan
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara
lapisan pelumas. Seperti terlihat pada gambar 2.9.(a).

b. Bantalan gelinding
Gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui
elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat. Seperti
terlihat pada gambar 2.20.(b).
35

Gambar 2.20. (a) Bantalan luncur, (b) Bantalan gelinding, (Sularso dan Suga, 1997).

2. Atas dasar arah beban terhadap poros


a. Bantalan radial. Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus
sumbu poros bantalan ini sering digunakan untuk komstir pada sepeda
motor, sepada, mobil dll.
b. Bantalan aksial. Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
c. Bantalan gelinding khusus. Bantalan ini dapat menumpu beban yang
arahnya sejajar dan tegak lurus dengan sumbu poros.

2.9.1. Klasifikasi dan Kriteria Pemilihan Bantalan


Secara umum bantalan dapat diklasifikasikan berdasarkan arah beban dan
berdasarkan konstruksi atau mekanismenya mengatasi gesekan. Berdasarkan arah
beban yang bekerja pada bantalan, seperti ditunjukkan pada gambar 2.9., bantalan
dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Bantalan radial/radial bearing : menahan beban dalam arah radial.
b. Bantalan aksial/thrust bearing : menahan beban dalam arak aksial.
c. Bantalan yang mampu menahan kombinasi beban dalam arah radial dan arah
aksial.
Pemasangan bantalan poros diantara poros dan dudukan bertujuan untuk
memperlancar putaran poros, mengurangi gesekan dan mengurangi panas serta
menambah ketahanan poros. Syarat bantalan poros harus tinggi nilai kepresisiannya
menggunakan toleransi sekecil mungkin sehingga tidak ada terlalu bergerak-gerak pada
saat beroperasi. adapun nilai tolerensi yang dipakai, akan tetapi tiap merk
36

bantalan berbeda-beda toleransi yang dipakainya. Perhitungan yang digunakan dalam


perancangan ini adalah sebagai berikut :

a. Beban Ekivalen

p = (X x V x Fr) + ( Y x Fa) (2.26)

Keterangan:
P = Beban radial ekivalen
X = Faktor Radial Y =
Faktor aksial Fr = Beban
radial Fa = Beban aksial

Faktor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cicin yang berputar, dan 1,2 untuk
pembebanan pada cincin luar yang berputar. Harga-harga X dan Y terdapat dalam
lampiran 1.

b. Factor Kecepatan
Factor kecepatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

(2.27)

Keterangan :
- Faktor Kecepatan
n = Putaran poros (rpm)

c. Faktor Umur
Persamaan yang dipakai untuk menghitung faktor umur adalah
c (2.28)
f
= fn p
37

Keterangan:

fh = Faktor umur

fn = Faktor Kecepatan

C = Beban nominal dinamis spesifik (kg)

P = Beban ekivalen dinamis (kg)

d. Umur Nominal
Umur nominal bantalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :

Lh = 500fh3 (2.29)
Keterangan :
Lh = Umur nominal (jam) fh = Faktor umur

e. Keandalan Umur
Keandalan umur dapat diketahui menggunakan persamaan dibawah ini :

Ln = a,i x o x 03 x Lh
2 (2.30)

Keterangan :
Ln = Kendala Umur (jam)

ai = Faktor kendala (dapat dilihat pada tabel 2.3.)

02 = Faktor bahan, 02 =1 untuk bahan baja yang dicairkan secara terbuka,


3 untuk baja de-gas hampa.
a,3 = Faktor kerja o =1 untuk kondisi kerja normal, kurang dari 1 untuk
3

kondisi kerja tidak normal.


Lh = Umur nominal (jam)
38

Tabel 2.3. dapat digunakan untuk menentukan faktor kendala pada bantalan,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3. Harga faktor kendala, (Sularso dan Suga, 1997)


Faktor kendala (%) Ln a n

90 L10
1,00

95 L5 0,62

96 L4 0,53

97 L3 0,44

98 L2 0,33

99 L1 0,21

2.10. SAMBUNGAN LAS


Sambungan las adalah sebuah sambungan permanen yang diperoleh dengan
peleburan sisi dua bagian yang disambung bersamaan, dengan atau tanpa tekanan dan
bahan pengisi. Panas yang dibutuhkan untuk peleburan bahan diperoleh dengan
pembakaran gas (untuk pengelasan gas) atau bunga api listrik (untuk las listrik).
Pengelasan secara intensif digunakan dalam fabrikasi sebagai metode alternatif untuk
pengecoran atau forging (tempa) dan sebagai pengganti sambungan baut dan keling.
Sambungan las juga digunakan sebagai media perbaikan misalnya untuk menyatukan
logam akibat crack (retak), untuk menambah luka kecil yang patah seperti gigi gear.
2.10.1. Kekuatan sambungan las fillet melintang
Lap joint (sambungan las fillet melintang) dirancang untuk kekuatan tarik,
seperti pada Gambar 2.21 (a) dan (b).
39

Gambar 2.21. Lap joint, ( Zainuri, 2010).

Proses menentukan kekuatan sambungan las, diasumsikan bahwa bagian


fillet adalah segitiga ABC dengan sisi miring AC seperti terlihat pada gambar 2.22
Panjang setiap sisi diketahui sebagai ukuran las, dan jarak tegak lurus kemiringan
BD adalah tebal leher. Luas minimum las diperoleh pada leher BD, yang diberikan
dengan hasil dari tebal leher dan panjang las. seperti pada gambar 2.22.

Gambar 2.22. Skema dan dimensi bagian sambungan las, (Zainuri, 2010).

Keterangan :
t = Tebal leher (BD). s =
Ukuran las = Tebal plat, l =
Panjang las,
Dari gambar 2.22 ketebalan leher dapat dicari dengan :
o

t = s x sin45 = 0,707 x s (2.31)

Luas minimum las atau luas leher adalah sebagai berikut:


40

A = t x l = 0,707 x s x l (2.32)

Proses menentukan ukuran las minimum dapat melihat harga pada tabel 2.4
ukuran las bisa saja lebih besar dari pada ketebalan plat tetapi, dapat juga lebih
kecil.

Tabel 2.4. Ukuran las minimum yang direkomendasikan, (Zainuri 2010).


Thickness of plat (mm) Minimum size of
weld (mm)

3-5 3

6-8 5

10-16 6

18-24 10

14
26-55
20
Over 58

Apabila c adalah tegangan tank yang diijinkan untuk las logam, dan kekuatan tarik

sambungan untuk las fillet tunggal (single fillet weld) maka:

P = 0,707x s x l x o (2.33.a)
Persamaan untuk menghitung kekuatan tarik sambungan las fillet ganda (double
fillet weld) adalah sebagai berikut:

P = 2 x 0,707 x ^ x l x o = 1,414 sx lx G (2.33.b)

1. Las Fillet Melingkar Dikenai Torsi.


Batang silinder yang dihubungkan ke plat kaku dengan las fillet seperti pada
41

Gambar 2.23. di bawah ini :

Gambar 2.23. Las fillet melingkar yang dikenai torsi, (Zainuri, 2010).

Keterangan :
d = Diameter batang, r = Radius batang,
T = Torsi yang bekerja pada batang, s =
Uuran las, t = Tebal leher,
J = Momen inersia polar dari bagian las
3
= 71 x t x d / 4

Menurut Zainuri, (2010), persamaan tegangan geser untuk material adalah:


42

Tma Ty_ T X d/2 _ 2.T


J 2 2
x Ti X t X d Ti X t X d

dimana :[ •••T_ T]

Tegangan geser terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, untuk
o
tegangan geser maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang
horizontal untuk persamaan tegangan geser meksimum dapat dilihat pada persamaan
2.34 di bawah ini.

o
Panjang leher, t = s.sin 45 = 0,707.s

Adapun persamaan untuk menghitung tegangan geser maksimum adalah sebagai


berikut:
2XT
T
max (
71X sin 4 5 X s X d2 2.34)

2.10.2. Las Fillet Melingkar yang dikenai Momen Bending.


Sebuah batang silinder dieratkan pada plat tebal dengan menggunakan las fillet
melingkar, yang dirancang untuk menahan momen bending seperti pada gambar 2.24 di
bawah ini.
Gambar 2.24. Las fillet melingkar, (Zainuri, 2010).
43

Keterangan :
d = Diameter batang,
M = Momen banding pada batang,
s = Ukuran las, t = Tebal leher,
2

Z = Section modulus dari bagian las = % x t x d / 4 Tegangan lentur

terjadi pada bidang horisontal sepanjang las fillet, dan


o

tegangan lentur maksimum terjadi pada leher las dengan sudut 45 dari bidang
horizontal, maka panjang leher adalah:
o
t = s x sin 45 = 0,707.s (2.35)

Persamaan untuk menghitung tegangan lentur maksimum adalah sebagai berikut:

_ 4 M _ 5.66 M (2.36)
b(max)
% x s i n 4 5 x s x d 2 % x s x d2

2.10.3. Beban Eksentris Sambungan Las


Ketika tegangan geser dan tegangan bending terjadi secara simultan pada
sambungan las tetap (T) seperti terlihat pada gambar 2.25, maka tegangan
maksimum adalah tegangan normal maksimum :

°t(max)= Y+ ( °b)2 + 4 X T2 (2 37)


.

Persamaan untuk menghitung tegangan geser maksimum adalah sebagai berikut:


T
max= 2^( °b)2 + 4 X t 2 (2 38)
.
Keterangan :
44

o = Tegangan lentur,

T= Tegangan geser

P
Gambar 2.25. Sambungan tetap T mendapat Beban eksentris, (Zainuri, 2010).

Keterangan:
l = Panjang las s
= Ukuran las t =
Tebal leher P =
Gaya e = Jarak

Ada dua kasus beban eksentris sambungan las, yaitu:

a. Pembebanan eksentris pada sambungan tetap T


Pada sambungan tetap T pada salah satu ujungnya dikenai beban eksentris
(P) pada jarak (e) seperti pada Gambar 2.25.

Sambungan mendapat dua jenis tegangan:


1. Tegangan geser langsung akibat gaya geser P pada las, dan
2. Tegangan lentur akibat momen lentur P x e.
Untuk mengetahui luas leher las adalah:
A = Tebal leher x panjang las
45

= t x l x 2 = 2 tx l (untuk double fillet weld)


o
= 2 x 0,707 x s x l = 1,414 x s x l (t = s x cos45 = 0,707 x s)

Persamaan untuk menghitung tegangan geser pada las adalah sebagai berikut:

P P (2.39)
-
A 1.414s x 1

Section modulus dari logam las melalui leher las adalah: t x l2


Z = ------ x 2
6
sin 4 5 x s x l2 s x l2 (2 40)
.
=------------------ x 2 = -------

6 4.242 (untuk kedua sisi las)

Persamaan untuk menghitung momen lentur,adalah sebagai berikut:

M = P.e (2.41)

Persamaan untuk menghitung tegangan lentur, adalah sebagai berikut:t

M P x e x 4.242 4.242 P x e (2.42)


Z s x l2 s x l2

b. Pembebanan secara eksentris pada sambungan las fillet sejajar


Ketika sambungan las fillet sejajar dibebani secara eksentris seperti pada Gambar
2.26, maka terjadi dua jenis tegangan berikut ini:
1. Tegangan geser utama, dan
2. Tegangan geser akibat momen puntir.
46

Gambar 2.26. Sambungan las dibebani secara eksentris, (Zainuri, 2010)

Keterangan :
P = Beban eksentris,
e = Eksentrisitas yaitu yaitu jarak tegak lurus antara garis aksi beban dan
pusat gravitasi (G) dari fillet. l = Panjang las, s = Ukuran las, t = Tebal
leher.

Dua gaya P dan P adalah didahului pada pusat gravitasi G dari sistem las.

Pengaruh beban P = P adalah untuk menghasilkan tegangan geser utama yang

diasumsikan seragam sepanjang las. Pengaruh P = P menghasilkan momen puntir


sebesar P x e yang memutar sambungan terhadap pusat gravitasi dari sistem las. Akibat
momen puntir menimbulkan tegangan geser sekunder. Untuk mengetahui tegangan
geser utama adalah sama dengan persamaan 2.39.

A 1.414 s x l
(Luas leher untuk single fillet weld =
P
2 x sm45 x s x l P t.l = 0,707s.l)
1.414 x s x l
47

Ketika tegangan geser akibat momen puntir (T = P.e) pada beberapa bagian
adalah seimbang untuk jarak radial dari G, maka tegangan akibat P.e pada titik A
adalah seimbang dengan AG (r ) dan arahnya memutar ke kanan terhadap AG. Dapat

ditulis:

TT
— = -= konstan (2.43.a)
r2 v

T =r (2.43.b)
r2

T adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r) dan T adalah tegangan geser pada

jarak r.

Sebuah bagian kecil dari las yang mempunyai luas dA pada jarak r dari G. Gaya geser
pada bagian kecil ini adalah T. dA dan momen puntir dari gaya geser terhadap G adalah:

dT = T x dA x r = —
r x dA x r
2
2

persamaan untuk menghitung momen puntir total seluruh luas las adalah sebagai
berikut:

T=Pxe /71 xdAxr2= 72 j


dA x r2 _

( ••• J = jdAxr2 )
Keterangan:
J = Momen inersia polar dari luas leher terhadap G.
48

Tegangan geser akibat momen puntir yaitu tegangan geser sekunder adalah:

T x r2 P x e x r2 J
(2.44)
= j

Menentukan resultan tegangan, tegangan geser utama dan sekunder adalah kombinasi

(2.45)

secara vektor. Resultan tegangan geser pada A,

XA = V (Tl) 2 + (t2 ) 2 + 2 Tj x x2 x c o S0
Keterangan :
9 = sudut antara T dan T , dan
1 2

cos 9 = r /r 1 2

Momen inersia polar pada luas leher (A) terhadap pusat gravitasi yang diperoleh dengan
teorema sumbu sejajar yaitu:

J = [I*x + A x x 2 ]
A x l2 (^+x2) (double fillet weld) (2.46)
+ A x x2 =2A
12
Keterangan :
A = Luas leher = tx l = 0,707 x s x l, l =
Panjang las,
x = Jarak tegak lurus antara dua sumbu sejajar.
49

Pada sambungan las fillet sejajar dan sambungan las fillet (T) yang dibebani
secara eksentris satu arah atau lebih akan menimbulkan momen inersia. Hal ini
dipengaruhi oleh gaya yang bekerja pada suatu bidang. Maka dari itu akan berlakunya
50

persamaan-persamaan untuk menghitung momen inersia pada setiap jenis profil


material seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Momen inersia polar dan section modulus dari las, ( Zainuri, 2010).

S-Na Type of weld Polar moment of inertia (J) Section modulus (Z)

tb.i

t.b(b 1 + 3/2)
S.No 2 (/Type
+ 6) of weld
2 (/ + b ) Polar moment
12 aof inertia U)
+ b) Section
b41.b + (Bottom)
(Top)
lbmodulus
++ b)
6(4(21 2
(Z)
2 ' b
bb)Lb + —
b +
Is
51

2l+
b

ntd tlt
d

2.11. SAMBUNGAN ULIR

2.11.1 Pengertian Sambungan Ulir


Sebuah ulir (screwed) dibuat dengan melakukan pemotongan secara
kontinyu alur melingkar pada permukaan silinder. Sambungan ulir sebagian besar
terdiri dari dua elemen yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak
digunakan dimana bagian mesin dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas
kembali tanpa merusak mesin. Hal ini, dilakukan dengan maksud untuk
menyesuaikan/menyetel pada saat perakitan (assembly) atau perbaikan, atau
perawatan.
52

2.11.2. Istilah Penting Pada Ulir


Istilah berikut digunakan pada ulir seperti pada Gambar 2.27 di

Gambar 2.27. Istilah pada ulir, (Zainuri,2010)


bawah adalah penting untuk diperhatikan.
Keterangan Gambar 2.27:
1. Major diameter adalah diameter terbesar pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan
juga outside atau nominal diameter.
2. Minor diameter adalah diameter terkecil pada ulir eksternal atau internal. Dinamakan
juga core atau root diameter.
3. Pitch diameter adalah diameter rata-rata silinder. Dinamakan juga effective diameter.
4. Pitch adalah jarak antara puncak ulir. Secara matematika dapat dihitung:

1
pitch
jumlah puncak ulir per unit panjang ulir

5. Crest adalah permukaan atas pada ulir.


6. Root adalah permukaan bawah yang dibentuk oleh dua sisi berdekatan dari ulir.
7. Depth of thread adalah jarak tegak lurus antara crest dan root.
8. Flank adalah permukaan antara crest dan root.
9. Angle of thread adalah sudut antara flank ulir.
10. Slope adalah setengah pitch ulir.
53

2.11.3. Jenis Sambungan Mur dan Baut.


Jenis ulir adalah sebagai berikut:
1. Ulir Metrik
Ulir jenis ini banyak digunakan pada kendaraan bermotor, karena mempunyai
kekuatan dan kepastia pengetatan yang tinggi dan dilambangkan dengan huruf M,
misalnya M8 x 1.25, atau M8 x 1.5, seperti pada gambar 2.28.

2.11.4. Jenis Sambungan ulir


1. Through bolts.
Pada Through bolts baut dan mur mengikat dua bagian/plat secara bersamaan.
Jenis baut ini banyak digunakan pada baut mesin, baut pembawa, baut auto mobil
dan lain-lain. Seperti terlihat pada gambar 2.29 a.
i

54

(a) (b) (c)

Gambar 2.29. (a), Through bolts, (b), Tap bolt, (c), Stud, (Zainuri, 2010).
2. Tap bolts.
Pada tap bolt ulir dimasukkan ke lubang tap pada salah satu bagiannya
dikencangkan tanpa mur. Seperti terlihat pada gambar 2.18 b. diatas.
3. Stud.
Stud pada ujungnya cenderung berulir semua. Salah satu ujung ulir
dimasukkan ke lubang tap kemudian dikencangkan sementara ujung yang
lain ditutup dengan mur. Seperti pada gambar 2.18.c. diatas.

2.11.5. Sambungan baut akibat beban eksentris


Beberapa aplikasi sambungan baut yang mendapat beban eksentris
seperti bracket, tiang crane, dll. Beban eksentris dapat berupa:

1. Sejajar dengan sumbu baut.


2. Tegak lurus dengan sumbu baut.
3. Dalam bidang baut.

2.11.6. Beban eksentris yang sejajar terhadap dengan sumbu baut


Pada Gambar 2.30, ada empat baut yang mana setiap baut mendapat
beban tarik utama W =W/n, dimana n adalah jumlah baut.
55

Gambar 2.30. Beban eksentris yang sejajar dengan sumbu baut, (Zainuri 2010).

Keterangan :
w = Beban baut per unit jarak terhadap pengaruh balik bracket W
dan W = Beban setiap baut pada jarak L dan L dari sisi tepi.

Besar beban setiap baut pada jarak L adalah:

W = w x L 11
(2.47)

Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:

= 2 x w x L x L = w x (L )2 . 1 1 1 (2.48.a)

Besar beban setiap baut pada jarak L adalah:

W=wxL (2.49.b)
22
2
Dan besar momen gaya terhadap sisi tepi = w L L = w (L ) Total

momen gaya pada baut terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:

22
2 w x (L ) + 2 w x (L ) ( 2.50)
56

Besar momen akibat beban W terhadap sisi tepi adalah sebagai berikut:

WxL (2.51)

Dari persamaan (2.50) dan (2.37), diperoleh:

WxL = 2 x w x (L 1 ) 2 + 2 x w x(L2) 2
= WxL
W
= 2 x [ (Lt) 2 + (L)2]

Beban tarik dalam setiap baut pada jarak L adalah:

W x L x L2
Wt2 = W2 W x U = ------------------------ ---- (2.52)
2 2 x [ (L 2 ) 2 + (L 2 )
^]
Beban tarik total pada baut yang terbebani paling besar adalah:

W=W+W (2.53)
t t1 t2

Jika d adalah diameter core (minor) dari baut dan o adalah tegangan tarik untuk
c t

material baut, maka total beban tarik W adalah sebagai berikut:

2
W = 4 x % x (d ) x O (2.54)
t c t

Dari persamaan (2.53) dan (2.54), nilai d dapat diperoleh.


c

2.11.7. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut


Sebuah dinding breacket membawa beban eksentris yang tegak lurus terhadap
sumbu baut seperti pada gambar 2.31 di bawah ini.
57

Gambar 2.31. Beban eksentris yang tegak lurus terhadap sumbu baut, (Zainuri, 2010)

Dalam kasus ini, baut menerima beban geser utama yang sama pada seluruh baut.
Sehingga beban geser utama pada setiap baut adalah:

W = W/n, (2.55)
s

Keterangan :
n = Jumlah baut.

Beban tarik maksimum pada baut 3 dan 4 adalah seperti pada persamaan (2.52)

Ketika baut dikenai geser yang sama dengan beban tarik, kemudian beban
ekuivalen dapat ditentukan dengan hubungan berikut:
Beban tarik ekuivalen adalah:

Wte = \x [Wt + V ( W ) 2 + 4 ( Ws)2 ] (2.55)

Dan beban geser ekuivalen adalah sebagai berikut:

Wse = i x [ V (Wt) 2 + 4( Ws) 2] (2.56)


58

Ukuran-ukuran nominal dalam kurung ( ) adalah pilihan kedua sebaiknya


dihindarkan. Diameter mata bor =
(2.57)
diameter nominal - gang.
Luas tegangan tarik As

Keterangan :
d2 = Diameter tengah d3 =
Diameter terkecil

2.11.8. Jenis Ulir


Menurut Sularso dan Suga, (1997), ulir digolongkan menurut bentuk profit
penampangnya sebagai berikut: ulir segi tiga, persegi, trapesium, gigi gergaji, dan bulat.
Bentuk persegi, trapesium, dan gigi gergaji, pada umumnya dipakai untuk penggerak
atau penerus gaya, sedangkan ulir bulat dipakai untuk menghindari kemacetan karena
kotoran. Tetapi bentuk yang paling banyak dipakai adalah ulir segi tiga.
Ulir segi tiga diklasifikasikan lagi menurut jarak baginya dalam ukuran metris
dan inchi, dan menurut ulir kasar dan ulir lembut sebagai berikut:
1. Seri ulir kasar metris (Tabel 2.7)
2. Seri ulir kasar UNG
3. Seri ulir lembut metris
4. Seri ulir lembut UNF

Harga-harga ulir standar metris dapat dilihat pada tabel 2.7. di bawah ini.

2.11.9. Dimensi Ulir Standar


Dimensi desain JIS B 0205, untuk ulir, baut dan mur dapat dilihat pada tabel
2.6.a dan tabel 2.6.a berikut:
59

Tabel 2.6.a. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga 1997).
Diameter Baut Mur
Diameter Diameter Luas tegangan
Gang Diameter
nominal tengah (d1 Diameter
(P) terkecil tarik terkecil
(d = D) = D2) mata bor
(d3) (As1 (mmA2)) (d1)

M1 0.20 0.838 0.69 0.46 0.73 0.75


M 1,2 0.25 1.038 0.89 0.73 0.93 0.95
M 1,6 0.35 1.373 1.71 1.27 1.22 1.25
M2 0.4 1.740 1.51 2.07 1.57 1.5

M 2,5 0.45 2.208 1.95 3.39 2.01 2


M3 0.5 2.675 2.39 5.03 2.46 2.5
M4 0.7 3.545 3.14 8.78 3.24 3.3
M5 0.8 4.480 4.02 14.2 4.13 4.2

M6 1 5.350 4.77 20.1 4.91 5


M8 1.25 7.188 6.47 36.6 6.65 6.8
M 10 1.5 9.026 8.16 58.0 8.37 8.5

M 12 1.75 10.863 9.85 84.3 10.10 10.2


M (14) 2 12.700 11.55 115 11.83 12
M 16 2 14.701 13.55 157 13.83 14
M (18) 2.5 16.376 14.93 192 15.29 15.5
Tabel 2.6.b. Ukuran standar ulir metris kasar (JIS B 0205), (Sularso dan Suga, 1997).
60

Ulir dalam
Ulir (1)
Jarak Tinggi Diameter Diameter Diameter
bagi Kaitan luar efektif dalam
P H1 D D2 Di
Ulir luar
1 2 3
Diameter luar Diameter Diameter inti
d efektif d2 d1
M 0,25 0,075 0,041 0,250 0,201 0,169
M 0,3 0,08 0,043 0,300 0,248 0,213
0,09 0,049 0,350 0,292 0,253
M 0,35
M 0,4 0,1 0,054 0,400 0,335 0,292
M 0,45 0,1 0,054 0,450 0,385 0,342
M 0,5 0,125 0,068 0,500 0,419 0,365
M 0,55 0,125 0,068 0,550 0,469 0,415
M 0,6 0,15 0,081 0,600 0,503 0,438
M 0,7 0,175 0,095 0,700 0,586 0,511
M 0,8 0,2 0,108 0,800 0,670 0,583
M 0,9 0,225 0,122 0,900 0,754 0,656
M1 0,25 0,135 1,000 0,838 0,729
M 1,2 0,25 0,135 1,200 1,038 0,929
M 1,4 0,3 0,162 1,400 1,205 1,075
M 1,7 0,35 0,189 1,700 1,473 1,321
M2 0,4 0,217 2,000 1,740 1,567
M 2,3 0,4 0,217 2,300 2,040 1,867
M 2,6 0,45 0,244 2,600 2,308 2,113
M 3 x 0,5 0,5 0,271 3,000 2,675 2,459
0,6 0,325 3,000 2,610 2,350
M 3,5 0,6 0,325 3,500 3,110 2,850
M 4 x 0,7 0,7 0,379 4,000 3,515 3,242
0,75 0,406 4,000 3,513 3,188
M 4,5 0,75 0,406 4,500 4,013 3,688
M 5 x 0,8 0,8 0,433 5,000 4,480 4,134
0,9 0,487 5,000 4,415 4,026
0,9 0,487 5,500 4,915 4,526
61

2.11.10. Bahan Ulir

Menurut Sularso dan Suga, (1997), penggolongan ulir menurut kekuatannya distandarkan dalam JIS dapat dilihat pada Tabel

2.7 Arti dari bilangan kekuatan untuk baut dalam tabel tersebut adalah sebagai berikut : Angka di sebelah kiri tanda titik adalah 1 / j 0 harga

minimum kekuatan yang bersangkutan menyatakan Vl o tegangan beban jaminan.


Tabel 2.7. Bilangan kekuatan baut, sekrup mesin dan mur, (Sularso dan Suga 1997).
Bilangan kekuatan 3,6 4,6 4,8 5,6 5,8 6,6 6,8 6,9 8,8 10,9 12,9 14,9
Baut / Kekuatan Minimun 34 40 50 60 80 100 120 140

sekrup tarik
mesin °B Maksimu 49 55 70 80 100 120 140 160
(JIS B (kg/mm ) 2
m

1051) Batas Minimum 20 24 32 30 40 36 48 54 64 90 108 126


mulur

(kg/mm2)

Mur Bilangan kekuatan 4 5 8 10 12 14


6
(JIS B
Tegangan beban yang 40 50 60 80 100 120 140
1052) dijamin (kg/mm2)

2.11.11. Jenis Ulir menurut Bentuk Bagian dan Fungsinya

Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut digolongkan menurut bentuk kepalanya, yaitu segi enam, soket segi enam, dan

kepala persegi. Baut dan mur dapat dibagi antara lain: baut penjepit, baut untuk pemakaian khusus, sekrup mesin, sekrup penetap, sekrup

pengetap, dan mur, pada gambar 2.32 baut penjepit dapat berbentuk :

(a) Baut tembus, untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Seperti telihat Pada

gambar 2.32.(a).

(b) Baut tap, untuk menjepit dua bagian, dimana jepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan
pada salah satu bagian. Seperti telihat Pada gambar 2.32.(b).
(c) Baut tanam, merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada kedua ujungnya. Untuk
dapat menjepit dua bagian, baut ditanam pada salah satu bagian yang mempunyai lubang
berulir, dan jepitan diketatkan dengan sebuah mur. Seperti telihat pada gambar 2.32.(c).
62

Gambar 2.32. Baut penjepit, (Sularso dan Suga, 1997).

2.11.12. Pemilihan Baut dan Mur


Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut dan mur merupakan alat pengikat yang
sangat penting. Untuk mencegah kecelakaan, atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan
mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan saksama untuk mendapatkan ukuran yang
sesuai. Berikut ini adalah macam-macam kerusakan yang dapat terjadi pada baut. Seperti
terlihat dalam gambar 2.33 di bawah ini.
63

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.33. Kerusakan pada baut, (Sularso dan Suga 1997).

Keterangan gambar:
(c) Tergeser
(a) Putus karena tarikan
(d) Ulir lumur (dol)
(b) Putus karena puntiran

Dalam menentukan ukuran mur dan baut, berbagai faktor harus diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat

kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dll.

Adapun gaya-gaya yang bekerja pada baut dapat berupa :

1. Beban statis aksial murni

2. Beban aksial, bersama dengan puntir.

3. Beban geser

4. Beban tumbukan aksial.

Pertama-tama akan ditinjau kasus dengan pembebanan aksial murni. Dalam hal ini, persamaan yang berlaku adalah sebagai

berikut:

w w (2.58)
at = — (?) dz xi
64

Dimana w (kg) adalah beban tarik aksial pada baut, a adalah tegangan tarik yang terjadi di bagian yang berulir pada diameter inti
t

di (mm). Pada sekrup atau baut yang mempunyai diameter luar d ≥ 3 (mm), umumnya besar diameter inti d 1 ~ 0,8 d, sehingga (d1/d) ~ 0,64.

a
Jika a (kg/mm ) adalah tegangan yang diizinkan, maka
Dari persamaan (2.45) dan (2.46) diperoleh

d
4xWw < ,^ 2 xW
2atau d ≤≥ I ---------------- (2.59)
(2.60)
(7KTx/4)(0.8
oa x 0.64Xd)
yl °a
Harga a a tergantung pada macam bahan, yaitu SS, SC, atau SF. Jika difinis tinggi, faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8,

dan jika difinis biasa, besarnya antara 8-10. Untuk baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-0,3 (%), tegangan

yang diizinkan a a umumnya adalah sebesar 6 (kg/mm ) Jika difinis tinggi, dan 4,8
2
(kg/mm ) jika difinis biasa.

Dalam hal mur, jika tinggi profil yang bekerja menahan gaya adalah h (mm), seperti dalam gambar 2.34, jumlah lilitan ulir

adalah z, diameter efektif ulir luar d2, dan gaya tarik pada baut w (kg), maka besarnya tekanan kontak pada permukaan ulir q (kg/mm )

adalah

w
q= (2.61)
K x d2 x h x z
65

Gambar 2.34. Tekanan pada baut,


(Sularso dan Suga, 1997).
qa adalah tekanan kontak yang diizinkan, dan besarnya tergantung pada kelas
ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam Tabel 2.9, jika persyaratan
dalam persamaan 2.62 tersebut dipenuhi, maka ulir tidak akan menjadi lumur atau dol. Ulir
yang baik mempunyai harga h paling sedikit 75 (%) dari kedalaman ulir penuh, ulir biasa
mempunyai h sekitar 50 (%) dari kedalaman penuhnya.

Jumlah ulir z dan tinggi mur H (mm) dapat dihitung dari persamaan berikut ini:

z= w (2.62)
(K x d2 x h x qa )

H=z p, p x = jarak bagi (2.63)

Menurut standar : H = (0.8 x 1,0) x d (2.64)


Dalam gambar 2.34 diperlihatkan bahwa gaya W juga akan menimbulkan
tegangan geser pada luas bidang silinder (K x d1 x k x p x Z) dimana k x p adalah
2
tebal akar ulir luar. Besar tegangan geser ini, Tb (kg/mm ) adalah
66

W (2.65)
nxdixkxpxz

Jika tebal akar ulir pada mur dinayatakn dengan j x p, maka tegangan gesemya adalah sebagai
berikut:

w
Tn1 —
1 ' (2.66)
nxDxjxpxz

Harga k ~ 0,84 dan j ~ 0,7 5 dapat diambil untuk ulir metris. sedangkan pembebanan
pada seluruh ulir yang dianggap merata, Tb dan Tn harus lebih kecil dari pada harga yang
diizinkan Ta.

Besar harga-harga tekanan permukaan yang dijinkan pada ulir dapat dilihat pada tabel
2.8 dibawah ini.

Tabel 2.8. Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir, (Sularso dan Suga, 1997).
Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan
qa (kg/mm )

Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak

perunggu
Baja keras Baja liat atau 4 1,3
perungg
Baja keras u Besi 1,5 0,5
cor

Baja liat Baja liat atau 3 1


67

Bahan Kecepatan luncur Tekanan permukaan yang diizinkan


2
qa (kg/mm )

Perunggu Kecepatan rendah 1,8 - 2,5

Perunggu 3,0 m/min atau 1,1 - 1,8


kurang

Besi cor 3,4 m/min atau 1,3 - 1,8


Baja kurang

Perunggu 6,0 - 12,0 m/min 0,6 - 1,0

besi cor 0,4 - 0,7


Prunggu 15,0 m/min atau 0,1 - 0,2

lebih

Berikut ini adalah skema geseran yang terjadi pada ulir mur dan baut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.35 di

bawah ini.

Gamabar 2.35. Geseran pada ulir, (Sularso dan Suga, 1997).


Keterangan gambar :
(1) Ulir luar
(2) Ulir dalam
68

Menurut Sularso dan Suga, (1997), bila beban yang bekerja pada baut merupakan
gabungan antara gaya tarik aksial dan momen puntir, maka sangat perlu untuk menentukan
cara memperhitungkan pengaruh puntiran tersebut. Jika gaya aksial dinyatakan dengan W
(kg), maka harus ditambahkan W\3 pada gaya aksial tersebut sebagai pengaruh tambahan dari
momen puntir. Cara ini merupakan perhitungan kasar, dan dipakai bila perhitungan yang lebih
teliti dianggap tidak diperlukan.

Bila terdapat gaya geser murni W (kg), tegangan geser yang terjadi masih dapat
diterima selama tidak melebihi harga yang diizinkan. Jadi (W / (TT/4 ) d2) ≥ Ta1 untuk satu
penampang yang mendapat beban geser. Seperti telah diuraikan dimuka, tegangan geser yang
diizinkan diambil sebesar Ta = (0,5 - 0,7 5 ) o a1 di mana oa adalah tegangan tarik yang
diizinkan. Perlu diperhatikan bahwa beban geser harus ditahan oleh bagian badan baut yang
tidak berulir, sehingga gaya geser yang ada dibagi oleh luas penampang yang berdiameter d.

Baut yang mendapat beban tumbukan dapat putus karena adanya konsentrasi tegangan
pada bagian akar profil ulir. Dengan demikian diameter inti baut harus diambil cukup besar
untuk mempertinggi faktor keamanannya. Baut khusus untuk menahan tumbukan biasanya
dibuat panjang, dan bagian yang tidak berulir dibuat dengan diameter lebih kecil dari pada
diameter intinya, atau diberi lubang pada sumbunya sepanjang bagian yang tak berulir, seperti
dalam Gambar 2.36. dibawah ini.
69

Gambar 2.36. Baut untuk beban tumbukan, (Sularso, dan


Suga, 1997).
Panjang l dari baut tap atau baut tanam yang disekrupkan kedalam lubang ulir,
tergantung pada bahan lubang ulir tersebut sebagai berikut : untuk baja atau perunggu l = d,
untuk besi cor l = 1,3 d, untuk logam lunak l = (1,8-2,0) d. Kedalaman lubang haras sama
dengan l ditambah 2-10 (mm).

Menurut Sularso dan Suga, (1997), permukaan dimana kepala baut atau mur akan
duduk, haras dapat menahan tekanan permukaan sebagai akibat dari gaya aksial baut. Untuk
menghitung besarnya tekanan ini, dianggap bahwa luas bagian kepala baut atau mur yang
akan menahan gaya adalah lingkaran yang diameter luarnya sama dengan jarak dua sisi sejajar
dari segi enam B (mm), dan diameter dalamnya sama dengan diameter-diameter luar baut d
(mm). Jika beban aksial baut adalah W (kg), maka besarnya tekanan permukaan dudukan
adalah
w — 9sa
g)(B2-d2) (2.67)
harga qa adalah tekanan permukaan yang diizinkan seperti dalam tabel 2.9.

Menurut Sularso dan Suga, (1997), baut atau mur dapat menjadi kendor atau lepas
karena getaran, Untuk mengatasi hal ini perlu dipakai penjamin. Di bawah ini diberikan
beberapa contoh yang umum dipakai.
70

1) Cincin penjamin dapat dilihat pada gambar 2.37 yang berbentuk cincin pegas, cincin bergigi luar, cincin cekam,

dan cincin berlidah.

2) Mur penjamin seperti terlihat pada gambar 2.38 menggunakan dua buah mur, yang bentuknya dapat bermacam-

macam. Dalam hal Gambar 2.38.

(a) , mur A akan mencegah mur B menjadi kendor.

3) Pena penjamin, sekrup mesin, atau sekrup penetap seperti terlihat pada gambar 2.39.

4) Macam-macam penjamin lain dapat dilihat pada gambar 2.40 seperti dengan cincin nilon yang disisipkan pada

ujung mur untuk memperbesar gesekan dengan baut, menipiskan dan membelah ujung mur yang berfungsi

sebagai penjepit baut, dll.

Keterangan gambar :

(a) Cincin pegas (d) Cincin berlidah


(b) Cincin bergigi (gigi luar) (e) Cincin berlidah ganda
(c) Cincin cekam

Berikut ini adalah gambar mur penjamin yang terdiri dari baut dan dua buah mur untuk pengunci mur supaya tidak
kendor bila terjadi getaran ataupun hentakan secara tiba-tiba maupun berulang-ulang. Seperti terlihat pada gambar 2.38 dibawah
ini.
71

Gambar 2.38. Mur penjamin, (Sularso dan Suga, 1997).


Adapun bentuk mur pengunci lainnya yaitu seperti yang terlihat pada gambar 2.39

Gambar 2.39. Cara menjamin dengan pena atau sekrup, (Sularso dan Suga,

1997). Keterangan gambar:


dibawah ini. bentuk penguci mur sangat banyak variasinya antara lain yaitu dengan
menggunakan klip snapring, ring pegas, pena atau kawat serta dilakukannya pengeleman pada
daerah ulir mur.
(a) Pena belah (4) Mur
(b) Sekrup mesin (5) Sekrup penetap
72

Penjamin mur dengan menggunakan cicin nilon dapat dilihat pada gambar 2.40
dibawah ini. Cicin nilon berfungsi sebagi pengerat ulir pada baut dan berfungsi sebagi
Peredam getaran pada mur yang melekat dengan baut.

2.11.12. Ulir dengan Beban Berulang


Menurut Sularso dan Suga, (1997), dalam praktek, pengetahuan tentang tata cara
perhitungan ulir yang dikenai beban dinamis atau beban berulang adalah sangat penting.
Sebagai contoh pada kasus ini adalah baut yang dipakai untuk menjepit kepala silinder motor
bakar torak di mana tekanan di dalam silinder selalu berubah-ubah antara harga nol dan
maksimumnya.
Di bawah ini akan diuraikan tata cara perencanaan yang paling baru.
Dua buah plat seperti dalam Gambar 2.41 dijepit oleh sebuah baut dengan gaya awal
Po (kg). Karena gaya tersebut, baut akan mengalami perpanjangan sebesar X b (mm) dan plat
akan mengalami pengurangan pada tabelnya sebesar Op (mm) karena elastisitas. Perpanjangan
dan penipisan tersebut berbanding lurus dengan gaya jepit yang bekerja. Jika konstanta pegas
dari baut pelat berturut-turut D Dinyatakan dengan Cb (kg/mm) dan Cp (kg/mm), maka gaya
jepit awal dapat dinyatakan sebagai berikut:

( 2.68)
73

Dari persamaan 2.68 diatas, gambar skets dua buah plat yang dijepit oleh mur dan baut
dengan arah gaya yang berlawanan pada dilihat pada gambar 2.40 dibawah ini.
Menurut Sularso dan Suga, (1997), persamaan tersebut dapat digambarkan seperti

Gambar 2.41. Dua buah plat dijepit


dengan munggunakan mur dan baut,
(Sularso dan Suga, 1997).
dalam Gambar 2.43 Jika AOPP' digeser ke kanan dan AOSS' digeser ke kiri hingga PP' dan
SS' berimpit, akan diperoleh Gambar 2.42 Besarnya konstanta pegas dari baut dan pelat juga
dapat dinyatakan sebagai tangent sudut a dan fi sebagai berikut :

Tan a = — ; ta n / = ^
1
(2.69)
Aft Op

1
Jika Eb (kg/mm ) menyatakan modulus elastisitas baut, l (mm) panjang ekivalen baut,
2

Ak (mm ) diameter inti baut, lp (mm) tebal plat, dan H (mm) tinggi mur, maka:
74

PQX l Ak x Eb
Eb Ak x Xb
(2.70)
l

(2.71)
l = lp+ H + tambahan

Persamaan untuk baut dengan bagian yang tak berulir sepanjang li dan yang berulir l2
seperti dalam gambar 2.42, adalah sebagai berikut:
(2.73)
I
— (—+— (2.72)
c
p )
Eb '.aj; A J
k

Ad = (f) d 2 , l 2 = l „ + (j)- l2

Konstanta pegas dari plat, sangat sulit dihitung karena luasnya, kecuali untuk bentuk-
bentuk tertentu. Dalam hal ini, beberapa ramus telah diajukan untuk menaksir gaya jepit
seperti terlihat pada gambar 2.42 dan 2.43 di bawah ini.

Gambar 2.42. Silinder dan ulir dari sebuah baut, (Sularso dan Suga, 1997).
75

Dari gambar diatas maka dapat digambarkan gaya jepit serta perpanjangan pada
baut dan penipisan pada plat atau bagian yang diasir dan mempengaruhi mur dan baut
adalah sebagai berikut.

Gambar 2.43. Gaya jepit serta perpanjangan pada baut dan penipisan pada plat atau bagian
yang diasir, (Sularso dan Suga, 1997).

Luas bagian plat yang terpengaruh oleh jepitan baut. Di sini hanya akan dipakai rumus
Fritsche sebagai berikut :

Av (2.74)

Keterangan:
B = Jarak antara dua sisi segi enam yang sejajar (dari mur atau kepala baut, (mm)
D = Diameter lubang baut, (mm)
76

K = Konstanta bahan yang besarnya antara 1/3 - 1/5 Dengan demikian maka

konstanta pegas dari plat dapat ditulis sebagai berikut:

Menurut Sularso dan Suga, (1997), jika kemudian ada gaya luar yang mencoba saling
memisahkan kedua plat tersebut dalam arah sumbu baut, maka gaya aksial pada baut akan
bertambah sehingga lebih besar dari Po. Misalkan gaya pemisah tersebut besarnya P (kg) dan
bekerja pada bagian penampang plat seperti dalam gambar 2.44 Maka, bagian yang diarsir
dengan garis mendatar adalah luas (1 - n) lp, akan mengalami penambahan kompresi, seperti
terlihat pada gambar 2.44 berikut ini:

Gambar 2.44. Pengaruh titik kerja gaya luar, (Sularso dan Suga, 1997).
77

Bagian penampang yang diarsir dengan garis tegak, yaitu luas n lp, akan mengalami
pengurangan kompresi, akibatnya plat akan cenderung untuk kembali ke tebal semula. Harga
n pada umumnya diambil sebesar 1, 3/4, atau1/2. Suatu gaya dari luar (P), bagian Pb
mengakibatkan perpanjangan baut sebesar X bi dan penipisan plat sebesar X p1, sedangkan
bahwa modulus elastisitas baut Eb sama dengan modulus elastisitas plat Ep Maka persamaan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

P P
C= b f_ b ___ Ak Ep ____ Cp
(2.76)
C
^b 1 ’ Cpc ^p 1 lb ( 1 -n) 1 -n
Penipisan bagian plat yang tebalnya n x lp akan berkurang ekivalen dengan X

Pb( 1 -n) _
X_ X] Cp
Pb (2.77)
b

A xE
Pb k p ___ £p
pe X nx lp n (2.78)

pengurangan kompresi pada bidang kontak antara kedua plat adalah sebagai berikut:
Hubungan ini digambarkan dalam gambar 2.45
adalah
sebagai
tan A = ^ < Cb tan a y < berikut:
A

(2.79)

tan S = — = — > Cv = tan B 8 > B (2.80)


A n *

Gaya luar P = Pp + Pb digambarkan dengan garis tegak yang kedua ujungnya berada di
garis titik-titik. Sekarang, jika digunakan notasi
78

(2.81)

(2.82)
P

P
b _ ^b 1 x Cb
Pb+ Pp
(^b 1 x Cb) + (^b 1 x C b) x P/n (Cb + "Cp)
Gambar 2.45. Hubungan antara gaya yang bekerja pada ulir dan resultan
teperpanjangan dan penipisan (perpendekan), (Sularso dan Suga,
1997).

Dari persamaan 2.81-2.82 diperoleh persamaan sebagai berikut:

Cb
(2.83)
Cp + Cb

Perbandingan antara gaya jepit awal Po dan Pp disebut faktor pelepasan L, yang dapat
ditulis sebagai berikut:
79

Po _ Po (2.84)
pp ( 1 - 4>) P

Dalam tabel 2.10 diberikan harga-harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan 8G
dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistim pembagian kekuatan ulir atau kekuatan bahan
menurut standar DIN. Sifat-sifat mekanisnya diberikan dalam tabel
2.9.
Setiap distribusi gaya jepit haras dikoreksi dengan menggunakan faktor pengetatan a
dari tabel 2.11 sebagai berikut :

Po = aL (1 - 0) P (2.85)

Dengan mempergunakan harga batas mulur or (kg/mm ) dalam tabel 7.8, perlu
diperiksa apakah P max memenuhi persamaan berikut :

P
max — A
k atau Pmax Po ^ ^r (2 86)
.

2
Selanjutnya, amplitude tegangan baut oam (kg/mm ) adalah

IPb _ (p P 2 A
^am (2.87)
k 2 A k

Besarnya harga amplitude tidak boleh melebihi batas kelelahan ulir luar menurut tabel 2.9.

Tekanan dudukan kepala baut atau mur dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini:

P max (2.88)
(7T/4) (B2 - D 2 )
Tabel 2.9. Sifat mekanis baja skrup, (Sularso dan Suga 1997). 80
Bilangan
kekuatan 4A 4D 4P 4S 5D 5S 6D 6S 6G 8G 10K 12
K
DIN

34- 40- 80- 100- 120


34-55 50-70 60-80 -
42 55 100 120 140
M
*£H
ctf -<—>
C
c3 20 21 21 32 28 40 36 48 54 64 90 108
o
o
S-H

o
OH
30 25 - 14 22 10 18 8 12 12 8 8
Dalam
hal ini perlu
diperiksa apakah
98 115 235 293 350
harga tersebut 98-160
120 160 145-205 175-235 293 350 405
tidak melebihi
harga yang ada dalam tabel 2.12.
Jika diberikan beban dinamis dan statis aksial, beban statis dan dinamis radial atau
lintang, atau gaya jepit awal, maka untuk menaksir diameter nimonal baut yang sesuai
(sebagai taksiran pertama), dapat dipergunakan tabel 2.14.

ctf C/D
O 5—i

8ui 8
M
<D «
OH M

Dalam lampiran 3 diberikan harga-harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan 8G
dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistim pembagian kekuatan ulir atau kekuatan bahan
menurut standar DIN.
81
82

6G Permukaan kontak kasar (2 p.)


≤ 3 plat ≤ 6 plat
8G Geseran, atau gabungan anatara tarikan, lenturan,
puntiran, dan geseran.
Permukaan kontak kasar (2 p.)
≤ 3 plat ≤ 6 plat
Permukaan kontak kasar (2 p.)
≤ 3 plat

Menurut Sularso dan Suga, (1997), adapun standar harga-harga pengetatan mur
dan baut seperti terlihat pada tabel 2.11 dibawah ini.

Tabel 2.11. Faktor pengetatan, (Sularso dan Suga, 1997).


Faktor pengetatan a Alat untuk mengetatan jepitan

1,25 kunci

1,4 Kunci, kunci dengan pembatas momen.

Kunci dengan pukulan (perpanjangan


1,6
baut diukur).

1,8 Kunci, kunci dengan pembatas momen.

Kunci dengan pukulan (diputar pada


2
murnya).

Kunci yang pemegangnya disambung


3
dengan pipa

Menurut Sularso dan suga, (1997), harga batasan-batasan tekanan dudukan dari bahan

diberikan pada tabel 2.12 dibawah ini.


83

Tabel 2.12. Batasan tekanan dudukan dari bahan, (Sularso dan Suga, 1997).
Bahan Batas tekanan dudukan Psa (kg/mm2)

Baja St 37, S20C 30

Baja St 50, S30C 50

Baja C45 (ditemper), S45C 90

Besi Cor GG22, FC20 100

Paduan magnesium aluminium GDMg A19 20

Paduan magnesium aluminium GKMg A19 20

Paduan-silica - aluminium - tembaga 30

GKAISi6Cu4 30

Menurut Sularso dan Suga, (1997), untuk pemilihan diameter nominal

sementara dapat dilihat pada tabel 2.14 dibawah ini.


84

Tabel 2.13. Pemilihan diameter nominal sementara, (Sularso dan Suga, 1997). Gaya luar dai 1 baut Gaya jepil
Diameter nominal ulir

Beban statis

searah sumbu P0 (kg) 6G 8G 10G 12G

ulir P

Beban Beban

dinamis statis atau searah dinamis

sumbu ulir P lintang Q


32 250 4 4 - -
160 100

250 160 50 400 5 6 4 4

400 250 80 630 6 6 5 5

630 400 125 1000 7 7 6 5

100 630 200 1600 9 8 7 7

1600 1000 315 2500 12 10 9 8

2500 1600 500 400 14 14 12 10

4000 2500 800 6300 18 16 14 12

6300 4000 1250 10000 22 20 16 16

10000 6300 2000 16000 27 24 20 20

16000 10000 3150 25000 - 30 27 24

- -
25000 16000 5000 40000 30 30

Besar harga-harga baut stanless stell A2-70 dapat dilihat pada tabel 2.14 mechanical properties for a1, a2

dan a4 austenitic stainlss stell bolt, screw, studs and nuts (BE EN ISO 3506 Part 1&2), di bawah ini.
85

Tabel 2.14. Mechanical Properties For A1, A2 Dan A4 Austenitic Stainlss Stell Bolt, Screw, Studs
And Nuts (BE EN ISO 3506 Part 1&2).
Bold, screws and studs (part 1) Nuts
(part 2)
Tensile 0.2 % proof
Property Diameter Elongation
strenght stress
class range A (mm)
Rm(N.mm2) R p 0 2 ( N . m m 2 )
50 <M 500 210 0.6d 500

70 M 700 450 0.4d 700

80 M 800 600 0.3d 800

Sedangkan untuk tabel komposisi baut dan mur stainless stell A2-70 dapat dilihat pada tabel 2.15 di bawah ini.

Tabel 2.15. Chemical Compositions For Austenitic Stainless Stell Fasteners


Chemical Composition ( % Maxima Uniess Stated) Type
grade
c Si Mn S P Cr Mo Ni Cu Included
1.75-
A1 0.1 1 6.5 0.15 0.20 16-19 0.7 5-10 2.25 303, 1,4305
2
304,349S17
A2 0.1 1 2 0.03 0.05 15-20 - 8-19 4 (BS 3111)
1.4567
0.04 10- 316.396S17
A3 0.0 1 2 0.03 16-18.5 2-3 1
5 15 (BS 3111)
8
86

2.12. TEORI PEGAS

2.12.1 Definisi Pegas


Pegas adalah elemen mesin flexible yang digunakan untuk memberikan gaya, torsi, dan menyimpan

atau melepaskan energi. Energi disimpan pada benda padat dalam bentuk twist, stretch, atau kompresi. Energi di-

recover dari sifat elastis material yang telah terdistorsi. Suatu pegas haras memiliki kemampuan untuk mengalami defleksi

elastis yang besar. Beban yang bekerja pada pegas dapat berbentuk gaya tarik, gaya tekan, atau torsi ( twistforce). Pegas

umumnya beroperasi dengan ‘ high working stresses' dan beban yang bervariasi secara terus menerus. Beberapa

contoh spesifik aplikasi pegas adalah :

1. Pegas digunakan untuk menyimpan dan mengembalikan energi potensial, seperti misalnya pada ‘

gunrecoilmechanism’.
2. Pegas digunakan untuk memberikan gaya dengan nilai tertentu, seperti misalnya pada reliefvalve.

3. Pegas digunakan untuk meredam getaran dan beban kejut, seperti pada auto mobil.

4. Pegas digunakan untuk indikator/Kontrol beban, contohnya pada timbangan.

5. Pegas digunakan untuk mengembalikan komponen pada posisi semula, contohya pada ‘ brakepedal’.

2.12.2. Klasifikasi Pegas


Pegas dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis fungsi dan beban yang

bekerja yaitu pegas tarik, pegas tekan, pegas torsi, dan pegas penyimpan energi.

Tetapi klasifikasi yang lebih umum adalah berdasarkan bentuk fisiknya.

Klasifikasi berdasarkan bentuk fisik adalah:

1. Wire form spring (helical compression, helical tension, helical torsion,


custom form).
2. Spring was hers (curved,wave,finger,belleville).
3. Flatspring (cantilever,simplysupportedbeam).
4. Flat wound spring (motor spring, volute, constant force spring).
Pegas 'helical compression’ dapat memiliki bentuk yang sangat
bervariasi. Gambar 2.46 menunjukkan beberapa bentuk pegas helix tekan. Bentuk yang standar memiliki diameter coil,
pitch, dan spring rate yang konstan. Picth dapat dibuat bervariasi sehingga spring rate-nya juga bervariasi.
87

Penampang kawat umumnya bulat, tetapi juga ada yang berpenampang segi empat. Pegas konis biasanya memiliki

spring rate yang non-linear, meningkat jika defleksi bertambah besar. Hal ini disebabkan bagian diameter

coil yang kecil memiliki tahanan yang lebih besar terhadap defleksi, dan coil yang lebih besar akan terdefleksi

lebih dulu. Kelebihan pegas konis adalah dalam hal tinggi pegas, dimana tingginya dapat dibuat hanya sebesar diameter

kawat. Seperti terlihat pada gambar 2.46. di bawah ini.

Gambar 2.46. helical compression (Zainuri, 2010)

Bentuk barrel dan hour glass terutama digunakan untuk mengubah frekuensi pribadi pegas standar.
Pegas helix tarik perlu memiliki pengait (hook) pada setiap ujungnya sebagai tempat untuk pemasangan

beban. Bagian hook akan mengalami tegangan yang relative lebih besar dibandingkan bagian coil, sehingga

kegagalan umumnya terjadi pada bagian ini. Kegagalan pada bagian hook ini sangat berbahaya karena segala sesuatu

yang ditahan pegas akan terlepas. Salah satu metode untuk mengatasi kegagalan hook adalah dengan menggunakan

pegas tekan untuk menahan beban tarik seperti ditunjukkan pada gambar 2.46

Pegas wire form juga dapat untuk memberikan/menahan beban torsi seperti pada gambar 2.46 Pegas

tipe ini banyak digunakan pada mekanisme ‘garage door counter balancealat penangkap tikus, dan lain-
lain.

2.12.3. Material Pegas


Material pegas yang ideal adalah material yang memiliki kekuatan ultimate yang tinggi, kekuatan

yield yang tinggi, dan modulus elastisitas atau modulus geser yang rendah untuk menyediakan

kemampuan penyimpanan energi yang maksimum.

Parameter loss coefficient, Av yang menyatakan fraksi energi yang didisipasikan pada siklus

stress-strain, merupakan faktor penting dalam pemilihan material. Material pegas yang baik haras memiliki sifat
88

loss coefficient yang rendah, kekuatan fatigue tinggi, ductility tinggi, ketahanan tinggi serta haras tahan

creep.
Pegas dapat dibuat dari berbagai jenis bahan sesuai pemakaiannya. Bahan baja dengan penampang

lingkaran adalah yang paling banyak dipakai. Bahan-bahan pegas terlihat pada tabel 2.16. :
Tabel 2.16. Jenis Material Penyusun Pegas, (Zainuri, 2010)
Allowable shear stress ( T) MPa
Modulus of Modulus of
Material Severe Average Light
rigitdity (G) elasticity (E)
service service service
2
kN/mm kN/mm2

1. Carbon steel

(a) Up to 2.125 mm dia. 420 525 651 80 210


(b) 2.125 to 4.625 mm 385 483 595 80 210
(c) 4.625 to 8.00 mm 336 420 525 80 210
(d) 8.00 to 12.25 mm 294 364 455 80 210
(e) 13.25 to 24.35 mm 252 315 392 80 210
(f) 24.25 to 38.00 mm 224 280 350 80 210
2. Music wire 392 490 612 80 210
3. Oli tempered wire 336 420 525 80 210
4. Hard drawn spring 280 340 437.5 80 210
wire

5. Stainless stell wire 280 350 437.5 70 196


6. Monel metal 196 245 360 44 105
7. Phasphor bronze 196 245 360 44 105
8. Brass 160 175 219 35 100

2.12.4. Perhitungan Pegas helik (tekan/ tarik)


Pegas helix tekan yang paling umum adalah pegas kawat dengan penampang bulat, diameter coil konstan,

dan picth yang konstan. Geometri utama pegas helix adalah diameter kawat d, diameter rata-rata coil D, panjang pegas

bebas Lf, jumlah lilitan Nt, dan pitch P. Pitch adalah jarak yang diukur dalam arah sumbu coil dari posisi center

sebuah lilitan ke posisi center lilitan berikutnya. Indeks pegas C, yang menyatakan ukuran kerampingan pegas
89

didefinisikan sebagai perbandingan antara diameter lilitan dengan diameter kawat. Seperti terlihat pada gambar 2.47. di

bawah ini.
90

Gambar 2.47. Pegas ulir Tekan, (Zainuri, 2010).

1. Panjang Rapat (Solid length of the spring):

LS = n’d (2.89)

Keterangan :

n’ = Jumlah koil lilitan d = Diameter

kawat

2. Panjang Bebas (Free length of the spring)

LF = n’ d + Smak + (n’ - 1) x 1 mm (2.90)

Dalam permasalahan ini, jarak antara dua kumparan yang berdekatan diambil 1 mm.

3. Indek pegas (C)

Didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara diameter pegas dengan diameter kawat, maka persamaan

matematikanya adalah :

Indek pegas (C) = D ( 2.91)


91

Keterangan :

D = diameter lilitan / pegas

4. Spring rate (k)

Didefinisikan sebagai sebagai beban yang diperlukan per unit defleksi pegas, persamaan matematikanya adalah :

w
k=- (2.92)
a

Keterangan :

W = Beban

5 = Defleksi dari pegas

5. Pitch (p)

Didefinisikan sebagai jarak aksial antara kumparan yang berdekatan pada daerah yang tidak terkompresi, persamaan

matematikanya adalah :

p anjang bebas
Pitch (p) = J ,5 ---------------------------- ( 2.93)
n - 1

Atau dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut ini :

T F - TS
Pitch of the coil ( p ) = —^ — + d (2.99)

6. Tegangan pada pegas helik

Bila tarikan atau kompresi bekerja pada pegas ulir, besarnya momen puntir T (kg.mm) adalah tetap untuk seluruh

penampang kawat yang bekerja. Untuk diameter lilitan rata-rata (diukur pada sumbu kawat) D (mm), berdasarkan

kesetimbangan momen besar momen puntir seperti terlihat pada gambar 2.48. dibawah ini adalah:

( 2.101.b)
W

92

Gambar 2.48. Pegas Helik (Zainuri, 2010).

T=Wx D (2.100.a)

Jika diameter kawat adalah d (mm), maka besarnya momen puntir kawat yang
2
berkorelasi dengan tegangan geser akibat torsi T1 (kg/mm ) adalah:

Torsi = Ti x x d 3 ( 2.100.b)

Sehingga:

16 D x W
Ti = ----------- — X ------- - --
n x d3 2

8 x WxD %1

n x d3

Sedangkan tegangan geser langsung akibat beban W adalah :

load
(2.101.a)
c ross-s e c ti o nal are a of th e w i re

4xW
71x d 2
93

Keterangan:

D = Mean diameter of spring coil d = Diameter of the spring wire n =

Number of active coil G = Modulus of rigidity for the spring material W

= Axial load on the spring T = Maxim um shear stress induced in the w

ire C = Spring index = D/d P = Pitch of the coils

5 = Deflection of the spring, as a result of an axial load W

Sehingga, tegangan geser maksimum yang terjadi di permukaan dalam lilitan pegas ulir adalah :

T = T . ± X2

= 8 WXD 4XW u X D 3 ~ U
Xd2

T= Torsional shear stre ss + dire c t shear stress

8XWXD 4XW 8XWXD n X D3 n X d 2 ( > + 2D)

n X d3

8 D n X (.—!-)=Ks 8DnX
d3 V 2 X C/ d3

Ks = shear stress factor = 1 - —

(Tegangan hanya mempertimbangkan pembebanan langsung)

KX8XWX KX8XWXD
T=
D n X d3 n X d2

(tegangan dengan mempertimbangkan efek lengkungan dan pembebanan)

( 2.102)
94

Keterangan :

D = Diameter pegas rata-rata d = Diameter of the

spring wire n = Jumlah lilitan aktif G = Modulus

kekakuan W = Beban aksial C = Spring index = D/d

T= Tegangan geser K = Faktor W ah’l


Persamaan untuk mencari Defleksi pegas adalah:

c 8 XW 3 Xn 8 X W X C3 X n ( 2.104)
6
~~ d4 X G ~~ dXG

4C + 1 i 0.615 4C
K (2.103)
— 4+ C
Harga diameter minimum kawat pegas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti yang tertulis dibawah ini.

18 X Kw X F X C sj (2.105
XTa
)

Keterangan :

d = Diameter minimum kawat pegas (mm) Kw = F aktor teganga wahl’

F = Beban (N)
95

x a = Tegangan geser (N/mm)

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk mencari harga diameter pegas:

D=Cxd (2.106)

Keterangan:

D = Diameter pegas (mm)

C = Konstanta pegas. d = Diameter kawat pegas

(mm).

Persamaan untuk mencari harga lendutan awal adalah sebagai berikut:

50= Hf - Hs (2.107)

Keterangan:

S0 = Lendutan awal (mm).

Hf Panjang pegas awal (mm).

Hs = Panjang mampat pegas (mm).

Persamaan untuk menghitung lendutan efektif adalah sebagai berikut:

Hs= Ht - 8 (2.108)

Keterangan:

8 = Lendutan awal (mm).

Ht = Panjang pegas awal (mm).

Hs = Lendutan efektif (mm).


96

Persamaan untuk menghitung tinggi mampat pegas adlah sebagai berikut:

Hc = (n + 1.5) d (2.109)

Keterangan:

Hc = Tinggi mampat pegas (mm). n = Indeks pegas. d

= Diameter kawat pegas (mm).

2.13. Perhitungan Reaksi Tumpuan

Untuk menghitung kekuatan rangka dan gandar dapat digunakan persamaan- persamaan pada pembebanan statis yang
diterima oleh komponen. Analisa yang digunakan untuk menghitung reaksi tumpuan dengan persamaan kesetimbangan atau
persamaan satis adalah sebagai berikut.

IM = 0, X V (2.110)
BAB III

METODE PERANCANGAN

3.1. Pertimbangan Desain

Pada umumnya pesawat paratrike merupakan sebuah alat bantu olahraga, paratrike ini merupakan hasil

modifikasi dari paramotor yang diracang untuk memenuhi kebutuhan pilot yang sedang mengalami cidera dan tidak mampu

menggunakan paramotor. Paratrike memiliki frame dan roda sebagai alat bantu lepas landas serta mendarat. Frame

paratrike pada umumnya terbuat dari stainless stell dan mempunyai tiga buah roda. Pada saat ini, frame paratrike

sangat sederhana hanya memakai satu batang frame dan dihubungkan dengan gandar poros serta lengan ayun untuk

memasangkan ketiga rodanya. Seperti terlihat pada gambar 3.1. di bawah ini.

Gambar 3.1. Frame paratrike, (fly produk, 2006).

Dengan menggunakan kontruksi yang sederhana seperti terlihat pada gambar 3.1. maka angka kerusakan

komponen mesin kerap terjadi seperti pada bagian gandar roda, karena tidak dilengkapi dengan sistem peredam kejut.

Sehingga bila terjadi beban berlebihan akan terjadi kerusakan pada komponen tersebut.

Perencanaan sebuah mesin merupakan merencanakan kebutuhan untuk memecahkan suatu permasalahan yang

ada, dengan mempertimbangkan kegunaan, kehandalan, keamanan, keselamatan dan dapat diproduksi serta dipasarkan.

Rekayasa dalam teknik berkaitan dengan bagian-bagian mesin termasuk persamaan-persamaan beserta perhitungan yang

menyertai dalam pembuatan mesin. Pada proses perancangan desainer haras memilih material yang ada dipasaran serta

melampirkan data spesifikasi standart materialya. Kurangnya fasilitas yang memadai merupakan batasan dari kebebasan

seorang desainer mesin untuk mencapai hasil maksimal. Bahan yang digunakan untuk membuat frame pesawat

paratrike adalah aluminium 6061, karena bobot yang lebih ringan maka dapat membatu mengoptimalkan kinerja dari

paratrike pada saat take-off maupun landing (mendarat). Akan tetapi aluminium memiliki tingkat elastisitas yang

rendah, sehingga apabila terjadi kerusakan kecil pada suatu komponen haras segera diganti, namun kerusakan pada

97
98

aluminium tidak langsung patah tetapi mengalami perubahan bentuk (pembengkokan), sedangkan stainless stell bila

mengalami sedikit retak dan tetap menahan beban maka akan langsung mengalami patah, karena stainless stell

mempunyai karakter material yang keras tapi getas.

Pada perancangan ini desainer menerapkan re-desain serta memodifikasi ulang dari bentuk paratrike yang

sudah ada baik struktur maupun pemilihan materialnya, dengan upaya ini diharapkan frame paratrike menjadi lebih

efisien, sehingga bahan yang dipakai dalam perancangan frame pesawat model paratrike menjadi pertimbangan utama.

Maka dari itu, desainer menetapkan aluminium sebagai bahan frame paratrike, disamping ringan aluminium juga

memiliki karakter material yang kuat dan ulet. Seperti terlihat pada gambar 3.2. di bawah ini.

Gambar 3.2. Perancangan frame paratrike.

Adapun kendala yang mungkin terjadi yaitu bahan yang ada dipasaran belum tentu memiliki kekuatan material

yang sama dengan material yang ada didalam Software Autodesk Inventor 2016. Hal ini dipengaruhi oleh faktor alam

dan proses manufaktur, tetapi permasalahan ini masih dapat ditanggulangi dengan cara pendekatan secara teori maupun

simulasi Software Autodesk inventor 2016, diharapkan dengan menggunakan dua pendekatan cara tersebut dapat

mengurangi kendala-kendala yang timbul, serta merupakan pilihan yang tepat untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Adapun beberapa Komponen-komponen paratrike yang dirancang ulang yaitu :

1. Rangka (Frame)

Frame pada perancangan ini menggunakan bahan aluminium, karena bahan ini memiliki bobot yang ringan

dan kuat serta tahan korosi, selain itu paratrike ini sering digunakan di daerah pesisir (pantai), sehingga

pemilihan bahan aluminium ini sangat tepat untuk diaplikasikan pada frame paratrike. Pada umumnya

frame berfungsi sebagai alat tumpuan semua beban dan diperindah dengan lengkungan-lengkungan pipa
99

aluminium yang membentuk frame paratrike. Disisi lain lengkungan- lengkungan frame bertujuan untuk

memperkuat material frame jika mendapat beban, hal ini menggunakan pendekatan mekanika kekuatan bahan

dengan cara pengerolan. Seperti terlihat pada gambar 3.3 di bawah ini.

Gambar 3.3. Frame pesawat paratrike.

2. Lengan Ayun

Pada gambar 3.4. Lengan ayun dirancang ulang dengan empat buah tumpuan, dan menggunakan dua buah

batang ayun yang disambung menggunakan las dengan sudut pemasangan kedua batang yaitu 45 0 dan 1300 pada

bagian depan, serta dirangkai dengan suspensi yang berfungsi sebagai peredam kejutan bila di kenai beban

beraturan maupun tak beraturan. Harapannya dengan melakukan perancangan ini dapat mengurangi kendala

patahnya gandar poros pada saat mendarat.

Gambar 3.4. Lengan ayun (swing arm).


3. Sambungan Mur dan Baut

Sambungan mur dan baut digunakan untuk menyambung komponen- komponen frame paratrike antara lain:

lengan ayun, cross bar, dudukan mesin, serta gandar roda. Pemilihan Sambungan mur dan baut ini bertujuan

untuk mempermudah pada saat bongkar pasang komponen- komponen frame paratrike. Sambungan mur dan

baut harus memenuhi standart keamanan yang memadai serta dirancang melalui perhitungan manual maupun
100

simulasi Software Autodeks Inventor 2016 untuk mendapatkan hasil yang optimal. Seperti telihat pada

gambar 3.5. di bawah ini.

Gambar 3.5. Sambungan ulir.

4. Sambungan Las

Sambungan las digunakan untuk menyambung pipa-pipa aluminium yang akan dijadikan bahan frame

paratrike serta hasil sambungan las harus memenuhi standart yang dirancang melalui perhitungan secara

manual maupun simulasi Software Autodeks Inventor 2016 untuk mendapatkan hasil yang optimal. Seperti

terlihat pada gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5. Skema dan dimensi bagian sambungan las, (Zainuri, 2010).

5. Suspensi (peredam kejut)

Suspensi yang digunakan pada frame paratrike, mendapatkan perlakuan modifikasi pada lengan suspensi

bagian bawah yang diperpanjang menggunakan pipa stainless steel ukuran 1 inchi dan disambung

menggunakan mesin las guna untuk menyesuaikan panjang dan tinggi dari jarak antara frame dengan lengan

ayun, sehingga suspensi dapat bekerja dengan baik.


101

^1 rvamfViWVf
o
<s IVMMI S
--lJ
Gambar 3.6.
WVP PP
Peredam kejut.

l
3.2. Proses Perancangan

Pada proses perancangan pesawat paratrike ini melalui beberapa proses yang harus dilakukan sebelumnya antara

lain:

1. Mempelajari Sistem Kerja Pesawat Paratrike

Proses perencanaan frame pesawat model paratrike ini terlebih dahulu mempelajari dan mengamati sistem

kerja dari paratrike yang sudah ada. Sistem kerja paratrike adalah dengan menghandalkan gaya dorong dari

mesin yang memutar propeller dan mendorong pesawat paratrike tanpa menggunakan mekanisme penerus

daya atau penghantar putaran pada roda untuk melakukan starting take-off atau lepas landas. Sehingga peran

mesin

dan propeller besar pengaruhnya terhadap kinerja paratrike. Frame paratrike berfungsi sebagai alat

bantu take-off atau lepas landas, dan tidak menahan beban secara keseluruhan pada saat terbang, karena

seluruh beban digantungkan pada tali weebing dan carabiner (pengait) yang dieratkan pada frame

paratrike, sehingga dapat meminimalisir tegangan dan regangan yang terjadi pada frame paratrike pada

saat terbang.

2. Identifikasi Masalah

Selain mempelajari sistem kerja pesawat paratrike, desainer juga harus mampu mengidentifikasikan suatu

masalah yang ada baik dari kontruksi maupun sistim kerja, serta kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada

paratrike. Selain itu desainer harus mampu menarik kesimpulan penyebab kerusakan komponen paratrike

yang terjadi untuk dicari solusi perbaikan pada komponen tersebut. Sehingga dapat dijadikan acuan untuk

proses perancangan dan perhitungan ulang pada komponen tersebut secara manual dan melalui simulasi

Software Autodesk Inventor 2016 untuk mencapai hasil maksimal.

3. Merancang dan Menghitung Ulang

Pada proses perancangan kontruksi frame pesawat paratrike, ada beberapa komponen yang akan dirancang

dan dihitung ulang antara lain: frame utama, lengan ayun, sambungan las, sambungan mur baut, gandar, dan

suspesi (pegas). Komponen-kompenen tersebut dirancang ulang bertujuan untuk meningkatkan performa dari

kinerja frame pesawat paratrike, sehingga kendala yang diakibatkan oleh rendahnya performa dari kinerja
102

tiap komponen dapat berkurang.

3.2.1. Diagram Alir Proses Perancangan.

Diagram alir proses perancangan frame pesawat model paratrike dapat

dilihat pada gambar 3.7 di bawah ini:


103

Gambar 3.7. Diagram alir perancangan.


A. Perhitungan Gandar

Diagram alir proses perhitungan gandar pada pesawat paratrike dapat dilihat pada gambar 3.8 di bawah ini.
104
105

Gambar 3.8. Diagram alir perhitungan gandar.


Tahap-tahap dalam perancangan gandar poros antara lain:

1. Menentukan Dimensi Penempatan Gandar dengan Bantalan Penentuan penempatan bantalan pada gandar bertujuan

untuk mengetahui reaksi gaya terbesar yang terjadi disetiap titik tumpuan beban untuk menghidari pembengkokan

yang diakibatkan oleh beban berlebihan yang ditumpunya.

2. Menghitung Beban
106

Proses menghitung beban pada perancangan ini adalah menghitung beban secara keseluruhan dari frame paratrike,

mesin dan beban pilot. Berdasarkan perkiraan beban yang bekerja pada pesawat paratrike, maka hasil perhitungan

diameter gandar sesuai dengan kebutuhannya.

3. Menentukan Bahan Gandar

Pemilihan bahan gandar yang baik adalah dengan milih bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi serta eleastis,

sehingga bila terjadi benturan baraturan maupun tiba-tiba masih dapat diterima oleh gandar. Akan tetapi tidak boleh

melebihi batas kritis dari material gandar.

4. Menggambar Diagram Benda Bebas

Menggambar diagram benda bebas ini bertujuan untuk mempermudah pada saat menyelesaikan perhitungan reaksi

tumpuan dengan menggunakan gambar sederhana yang lengkapi dengan ukuran-ukuran dan besar gayanya.

5. Menghitung Reaksi Tumpuan

Pada perhitungan reaksi tumpuan akan didapat harga-harga gaya yang bekerja disetiap titik tumpuan, sehingga

diketahui gaya-gaya terbesar yang bekerja pada gandar. Setelah diketahuinya titik yang menerima gaya terbesar maka

harus memperbesar diameter gandar pada titik tersebut untuk menghindari kerusakan yang mungkin terjadi diluar

perkiraan perancangan.

6. Menghitung Momen Lentur

Memen lentur (bending) merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya momen lentur pada suatu benda.

Sehingga lenturan benda disepajang sumbunya menyebabkan sisi atas tertarik dan sisi bawah tertekan dan mengalami

perubahan panjang. Berdasarkan uraian diatas perhitungan momen lentur ini bertujuan untuk menghindari patahnya

suatu benda yang diakibatkan oleh kelebihan beban. sehingga tidak mampu lagi ditahan oleh banda tersebut dan

mengalami kerusakan.

7. Menghitung Diameter Gandar

Menghitung diameter gandar bertujuan untuk mengetahui ukuran minimum sesuai dengan beban yang bekerja,

sehingga gandar dapat beroprasi dengan baik. atau diameter gandar yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga

gandar berfungsi dan bekerja secara optimal.

8. Menentukan Diameter Gandar yang digunakan

Setelah diketahuinya diameter gandar melalui perhitungan, maka diameter gandar yang digunakan haras ditentukan

terlebih dahulu dengan melihat lampiran 1 untuk menyesuaikan dengan diameter kecil bantalan yang akan digunakan.
107

9. Menghitung Tegangan Geser

Tegangan geser terjadi bila suatu bidang yang dikenai dua buah gaya yang sama dan berlawanan arah, sehingga benda

tersebut menghasilkan torsi. Adapun tujuan perhitungan tegangan geser yaitu untuk mengetahui batas- batas

pergeseran bahan atau perubahan panjang benda yang diakibatkan oleh dua buah gaya yang saling tarik menarik atau

berlawan dan dilambangkan dengan ( .

10. Menghitung Tegangan Lentur

Proses perhitungang tegangan lentur bertujuan untuk mengetahui besar harga lentur dari material gandar bila

mendapat beban disepanjang sumbunya, sehingga gandar mengalami perubahan bentuk, baik disebabkan oleh

tegangan tarik atau tekan.

11. Menghitung Tegangan Geser Ijin

Gaya geser atau tegangan geser ijin terjadi bila suatu bidang yang dikenai dua buah gaya yang sama dan berlawanan

arah, sehingga benda tersebut menghasilkan torsi. Adapun tujuan perhitungan tegangan geser ijin yaitu untuk

mengetahui batas-batas pergeseran bahan yang dijinkan atau perubahan panjang benda yang diakibatkan oleh dua

buah gaya yang saling tarik menarik atau berlawan dan dilambangkan dengan (r x) .

12. Menghitung Tegangan Geser Maksimum

Tegangan geser maksimum terjadi bila suatu benda menerima aksi dua buah gaya yang saling berlawanan arah dan

mengakibatkan puntiran (torsi). Tujuan dari perhitungan tegangan geser maksimum adalah untuk mengetahui harga-

harga tegangan geser maksimum dari bahan poros, sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh kelebihan beban atau

gaya yang bekerja pada frame paratrike dapat berkurang.

13. Tegangan Geser Maksimum kurang dari Tegangan Geser Ijin

Nilai tegangan geser maksimum harus kurang dari tegangan geser ijin karena suatu material mempunyai kekuatan

bahan yang berbeda-beda, sehingga untuk mendapatkan keamanan yang lebih memadai nilai tegangan geser

maksimum harus dibawah nilai tegangan geser ijin. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerusakan pada gandar. Jika

nilai tegangan geser maksimum dibawah tegangan geser ijin maka dapat melanjutkan ke tahapan proses selanjutnya.

Jika tidak maka harus kembali ke proses perhitungan.

14. Diameter dan Bahan Gandar Baik

Bila semua proses diatas sudah dilakukan desainer dapat menarik kesimpulan bahwa diameter gandar aman dan bahan

gandar baik menurut perhitungan manual maupun simulasi pembebanan menggunakan Software Autodesk

Inventor.
108

15. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir pada suatu proses.


B. Perhitungan dan Pemilihan Bantalan {Bearing)

Diagram alir proses perhitungan dan pemilihan bantalan pada pesawat paratrike dapat dilihat pada gambar
3.9 di bawah ini.

Gambar 3.9. Diagram alir perhitungan bantalan.


Pada proses perancangan frame pesawat paratrike terdapat bantalan, adapun langkah-langkah merancang dan memilih
109

bantalan antara lain:

1. Mulai

Mulai adalah langkah utama untuk melakukan suatu proses.

2. Desain Bantalan dengan Poros dan Penempatan

Desain bantalan dengan poros adalah tahap menyesuaikan dimensi bantalan dengan gandar yang digunakan,

sehingga bantalan yang dipilih sesuai dengan kebutuhannya. Untuk penempatan bantalan yaitu menyesuaikan

dengan dimensi velg roda (Tromol).

3. Menentukan Tipe Bantalan

Cara menentukan tipe bantalan yaitu dengan melihat arah pembebanan dan sistem kerjanya, dengan upaya tersebut

maka akan didapat tipe bantalan yang sesuai dengan kebutuhan.

4. Menghitung Beban Radial Ekivalen

Untuk menghitung beban radial ekivalen terlebih dahulu memasukkan harga-harga yang tertera didalam lampiran 1

yaitu kapasitas nomimal dinamik spesifik (c), kapasitas nominal statis spesifik, V, Fa, F0 dan Y. Bila data-data diatas

sudah lengkap, maka perhitungan beban radial ekivalen dapat diselesaikan.

5. Menghitung Faktor Kecepatan

Menghitung faktor kecepatan hanya memasukkan nilai-nilai putaran (rpm), karena selain nilai rpm sudah ditentukan

oleh persamaan (konstanta). Tujuan perhitungan ini adalah untuk mengetahui kecepatan putar maksimal bantalan,

sehingga dapat dijadikan acuan untuk perhitungan faktor umur.

6. Menghitung Faktor Umur

Langkah utama untuk menghitung faktor umur adalah sudah diketahuinya harga (c) dan (P) serta harga faktor

kecepatan. Tujuan dari perhitungan ini adalah memperkirakan kerusakan bantalan dengan pembebanan beraturan

atau tidak beraturan.

7. Menghitung Umur Nominal

Menghitung umur nominal bertujuan untuk mengetahui kualitas suatu bantalan persatuan jam. Melalui perhitungan

ini, maka desainer dapat memperkirakan kerusakan bearing yang dipakai.

8. Menghitung Keandalan Umur

Tujuan menghitung keandalan umur adalah untuk dapat mengetahui umur bantalan per satuan jam
110

9. Bantalan Aman

Bila bantalan sudah memenuhi kriteria aman maka proses selanjutnya dapat dimulai. jika tidak, maka haras kembali

ke proses menentukan tipe bantalan.

10. Data Spesifikasi Bantalan

Data spesifikasi bantalan adalah data standart kekuatan dan ketahanan suatu bantalan serta sistem kerja bantalan.

Seperti terlihat pada lampiran

1.

11. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir pada suatu proses.


C. Perhitungan dan Pemilihan Sambungan Ulir Baut

Diagram alir proses perhitungan dan pemilihan sambungan ulir baut pada pesawat paratrike dapat dilihat pada
gambar 3.10 di bawah ini.
111
112

Gambar 3.10. Diagram alir perhitungan sambungan ulir.


113

Pada proses perancangan frame pesawat paratrike terdapat sambungan ulir baut, adapun langkah-langkah

merancang dan memilih sambungan ulir antara lain:

1. MULAI

Mulai adalah langkah awal berjalannya suatu proses.

2. Besar dan Letak Beban

Proses menentukan besar dan letak beban bertujuan untuk mengetahui besar gaya disetiap titik kerja beban.

3. Menentukan Tipe Mur dan Baut

Mur dan baut mempunyai kegunaan yang berbeda-beda sesuai dengan tipe atau jenis ulirnya. Maka dari itu

harus ditentukan terlebih dahulu jenis mur dan baut yang sesuai dengan kegunaannya. Hal ini bertujuan untuk

mengurangi resiko pengendoron yang diakibatkan oleh getaran atau gaya yang bekerja.

4. Menghitung Beban

Beban yang bekerja pada mur baut harus dihitung terlebih dahulu untuk dapat menentukan ukuran mur dan

baut yang sesuai kebutuhan.

5. Menghitung Tegangan Tarik

Tegangan tarik terjadi karena adanya dua buah gaya yang diberikan dan berlawanan arah dan mengakibatkan

benda mengalami perubahan panjang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui batas kelelahan mur dan baut,

sehingga dapat mengurangi kerusakan-kerusakan kecil yang diakibatkan oleh tegangan tarik, misalnya : patah

(fatiq,) retak, dan kerusakan pada ulir mur atau baut.

6. Penaksiran Titik Kerja Beban

Penaksiran titik kerja beban bertujuan untuk mengetahui letak pembebanan pada suatu mur dan baut untuk

dapat mengetahui titik yang menerima beban terbesar atau gaya terbesar yang hams diterima oleh mur dan

baut.

7. Menghitung Diameter Nominal Ulir

Diameter nominal ulir dapat dihitung bila seluruh beban yang bekerja sudah diketahui, sehingga diameter ulir

dapat dihitung sesuai yang dibutuhkan.

8. Menentukan Panjang Mur dan Baut


114

Proses penentuan panjang mur dan baut harus mengetahui panjang, lebar, dan tinggi dari benda yang akan

dijepit oleh mur dan baut serta besar gaya yang bekerja. Sehingga penggunaan panjang pendeknya mur dan

baut sesuai dengan kebutuhan.

9. Menentukan Ulir

Proses menentukan ulir mur dan baut terlebih dahulu mengetahui besar gaya yang bekerja dan getaran yang

terjadi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh dua hal tersebut.

10. Menghitung Konstanta Baut

Pada proses menghitung konstanta baut bertujuan untuk mengetahui nilai kekakuan material baut tersebut.

11. Menghitung Gaya Aksial Maksimum

Tujuan menghitung gaya aksial maksimum adalah untuk dapat mengetahui harga-harga tegangan aksial

maksimum yang mampu ditahan oleh baut tersebut. Sehingga kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh

kelebihan gaya yang ditarima oleh mur dan baut dapat diatasi.
12. Tegangan Mulur dikalikan dengan Luas Penampang Inti

Perubahan panjang baut dikalikan dengan luas penampang tegangan. Sebagai acuan perhitungan gaya jepit

maksimal.

13. Gaya Jepit Maksimal harus Sebanding dengan Tegangan Mulur Bahan dikalikan dengan Luas Penampang Inti

Harga gaya jepit maksimal harus sebanding dengan harga batas tegangan mulur dikalikan luas penampang

tegangan. Maka mur dan baut dikatakan aman, jika tidak harus kembali lagi pada proses perhitungan.

14. Menghitung Kelelahan Ulir

Menghitung kelelahan ulir bertujuan untuk mengetahui gaya terbesar yang mampu diterima oleh mur dan

baut, sehingga komponen tersebut tidak mengalami fatiq bila diberi beban yang sesuai dengan tinggat

kelelahan bahannya. Adapun tujuan lain dari perhitungan kelelahan ulir (patah) yaitu untuk dapat mengurangi

resiko-resiko yang fatal yang diakibatkan oleh tegangan dan regangan.

15. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir pada suatu proses.

D. Perhitungan Dan Pemilihan Mur


Diagram alir proses perhitungan dan pemilihan sambungan ulir mur pada pesawat paratrike dapat dilihat pada
gambar 3.11 di bawah ini.

START
115
116

Gambar 3.11. Perhitungan dan pemilihan mur.


Pada proses perancangan frame pesawat paratrike terdapat sambungan ulir, yaitu mur, adapun langkah-langkah

merancang dan memilih sambungan ulir antara lain:

1. Mulai
117

Mulai adalah langkah awal berjalannya suatu proses.

2. Menentukan Besar dan Letak Beban

Pada desain frame paratrike, letak mur dan baut terdapat pada bagian crossbar dan frame pelindung propeller,

sedangkan untuk menghitung keseluruhan beban yang diperkirakan bekerja dan ditahan oleh mur dan baut.

3. Kekuatan Tarik Bahan B aut

Tegangan tarik terjadi karena adanya dua buah gaya yang diberikan dan berlawanan arah dan mengakibatkan benda

mengalami perubahan panjang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui batas kelelahan mur dan baut, sehingga dapat

mengurangi kerusakan-kerusakan kecil yang diakibatkan oleh tegangan tarik, misalnya : patah (fatiq,) retak, dan

kerusakan pada ulir mur atau baut.

4. Faktor Keamanan Sf Bahan Baut

Faktor keamanan Sf tergantung pada bahan mur dan baut yang akan digunakan jika difinis tinggi maka harga faktor

keamanan yang diambil adalah 6-8 untuk bahan SS, SC, SF, biasanya sudah diketahui pada pesoalan.

5. Tegangan Geser Ijin Bahan Baut

Gaya geser atau tegangan geser ijin terjadi bila suatu bidang yang dikenai dua buah gaya yang sama dan berlawanan

arah, sehingga benda tersebut menghasilkan torsi. Adapun tujuan perhitungan tegangan geser ijin yaitu untuk

mengetahui batas-batas pergeseran bahan yang dijinkan atau perubahan panjang benda yang diakibatkan oleh dua

buah gaya yang saling tarik menarik atau berlawan dan dilambangkan dengan (r a) .

6. Menghitung Diameter Inti Yang Diperlukan

Menghitung diameter inti yang digunakan bertujuan untuk mengetahui dimensi mur yang akan digunakan pada frame

pesawat paratrike nantinya, sehingga penggunaan mur sesuai dengan yang dibutuhkan dan memenuhi standar

keamanan yang lebih memadai.

7. Pemilihan Ulir

Pemilihan ulir bertujuan untuk menghindari pengendoran mur bila mendapat getaran maupun hentakan yang terjadi

pada sambungan ulir, sehingga hal tersebut dapat diatasi dengan baik. Setiap alur ulir mur mempunyai kegunaan

masing-masing baik ulir kasar maupun halus, biasanya penggunaan ulir halur cenderung untuk menahan beban yang

ringan saja demikian juga sebalikya penggunaan alur ulir mur kasar biasanya digunakan untuk beban yang berat dan

menerima getaran yang besar, karena alur ulir mur kasar mempu meredam getaran dengan baik.
118

8. Kekuatan Tarik B ahan Mur

Harga setiap kekuatan tari dari bahan mur sudah diketahui didalam Tabel 2.8 Bilangan kekuatan baut, atau sekrup

mesin dan mur.

9. Tegangan Geser Ijin Bahan Mur

Gaya geser atau tegangan geser ijin terjadi bila suatu bidang yang dikenai dua buah gaya yang sama dan berlawanan

arah, sehingga benda tersebut menghasilkan torsi. Adapun tujuan perhitungan tegangan geser ijin yaitu untuk

mengetahui batas-batas pergeseran bahan yang dijinkan atau perubahan panjang benda yang diakibatkan oleh dua

buah gaya yang saling tarik menarik atau berlawan dan dilambangkan dengan ( T a ) .

10. Tekanan Permukaan yang Diijinkan Bahan Mur

Harga tekanan permukaan yang dijinkan dapat dilihat pada Tabel 2.9 Tekanan permukaan yang diizinkan pada ulir.

11. Menentukan Diameter Dalam D1

Diameter nominal ulir dapat dihitung bila seluruh beban yang bekerja sudah diketahui, sehingga diameter ulir dapat

dihitung sesuai yang dibutuhkan.

12. Menentukan Diameter Efektif Dalam D2

Dalam menentukan diameter efektif dapat melihat pada Tabel 2.7 Ukuran standar ulir metris kasar sebagai acuan

dalam penentuannya.

13. Tinggi Kaitan Gigi dan H1

Harga tinggi kaitan gigi dan H1 dapat dilihat pada tabel 2.7 Ukuran standar ulir metris kasar sebagai acuan dalam

penentuannya.

14. Jumlah Ulir yang Diperlukan z

Jumlah ulir yang terdapat pada mur mempunyai peranan yang cukup besar dalam menahan beban yang terjadi pada

sambungan, semakin banyak jumlah ulir maka semakin besar pula beban yang mampu ditahannya.

15. Tinggi Mur H (mm)

Tinggi rendahnya mur sangat berpengaruh terhadap kekuatannya, karena setiap alur ulir mur dapat menahan beban

yang berbeda-beda, maka dari itu penting sekali peran dalam menentukan tinggi mur yang digunakan untuk

menyambung komponen frame paratrike.

16. Jumlah Ulir Mur yang Diperlukan z’


119

Jumlah ulir mur dapat menggunakan pembagian antara nilai tinggi mur dibagi dengan jarak P, sedangkan harga jarak P

dapat dilihat pada tabel 2.7 standar ulir metris kasar.

17. Tekanan Permukaan yang Dijinkan Sebanding Dengan Tegangan Geser ijin Harga tekan permukaan bahan yang

dijinkan haras sebanding dengan tegangan geser ijin dari bahan mur dan baut, karena jika harga tersebut tidak

sebanding, maka akan menimbulkan kecelakaan dalam penggunaan sambungan, sehingga lebih baik nilai tekanan

permukaan sebanding dengan tegangan geser ijin.

18. Tegangan Geser Akar Ulir Sebanding Dengan Tegangan Geser Ijin

Harga tegangan geser akar ulir haras sebanding dengan tegangan geser ijin untuk menghidari hal-hal yang tidak

diinginkan diluar perancangan dan untuk mendapatkan kemanan yang baik.

19. Penentuan Bahan Baut

Penentuan bahan baut bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dari bahan yang akan dijepitnya, sehingga bila

penggunaan bahan baut baik akan mempengaruhi kekuatan dari komponen yang dijepitnya.

20. Bahan Mur

Dalam penentuan bahan mur sebaiknya memilih bahan yang mempunyai kekuatan tinggi karena mur berfungsi

sebagai tahan dari beban yang bekerja, jadi mur adalah kekuatan utama dalam menahan beban yang terjadi pada

sambungan ulir.

21. Diameter Nominal Ulir

Setelah semua proses pehitungan diatas selesai, maka akan diketahuinya harga diameter nominal ulir yang sesuai

dengan rencana pembebanan pada sambungan ulir, sehingga dapat menghasilkan keamanan yang terjamin dan teruji.

22. Tinggi Mur

Penggunaan tinggi rendahnya mur dapat diketahui melalui proses perhitungan diatas, sehingga penggunaan mur sesuai

dengan kebutuhannya. Selain itu, penggunaan tinggi rendah mur atau tebal tipisnya mur dapat digolongkan

berdasarkan beban yang direncanakan akan bekerja pada sambungan tersebut.

23. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir disetiap proses.

E. Perhitungan Sambungan Las

Diagram alir proses perhitungan sambungan las pada pesawat paratrike dapat dilihat pada gambar 3.12 di bawah
ini.
120
121
122

Pada proses perancangan frame pesawat paratrike terdapat sambungan las, adapun langkah-langkah merancang
sambungan las antara lain:

1. Mulai

Mulai adalah tahap awal berjalannya suatu proses perhitungan sambungan las.

2. Menetukan Tipe Kampuh Las

Untuk menentukan kampuh las terlebih dahulu mengetahui bidang yang akan disambung, jika berbentuk pipa

maka kampuh las yang digunakan adalah las fillet melingkar atau titik sesuai dengan kebutuhan.

3. Menghitung Beban

Proses menghitung beban adalah proses menjumlahkan seluruh beban yang bekerja pada suatu titik. Sehingga

dapat digunakan untuk menghitung luas leher las atau tegangan dan regangan serta perhitungan lainnya.

4. Menghitung Tegangan Tarik

Tegangan tarik terjadi karena adanya dua buah gaya yang bekerja dan berlawanan arah, sehingga

mengakibatkan perubahan bentuk. Jadi menghitung tegangan tarik penting perannya yaitu untuk dapat

mengetahui batas gaya tarik maksimum yang mampu diterima oleh benda tersebut, sehingga tidak terjadinya

patah (fatiq).

5. Menghitung Tegangan Geser

Tegangan geser terjadi karena adanya dua buah gaya yang bekerja dan berlawanan arah, sehingga

mengakibatkan torsi. Jadi menghitung tegangan geser penting perannya yaitu untuk dapat mengetahui batas

tegangan maksimum dari suatu material yang diakibatkan oleh puntiran, sehingga tidak terjadinya patah

(fatiq).

6. Menghitung Las Fillet Dikenai Bending

Menghitung las fillet dikenai bending (lenturan) bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai terbesar yang

mampu diterima oleh sambungan las fillet melingkar, bila dikenai momen bending.

7. Menghitung Momen Puntir

Momen puntir mempunyai luas DA pada jarak r dari center of gravity terjadi diakibatkan oleh dua buah

gaya yang bekerja dan berlawanan arah, sehingga mengakibatkan torsi. Tujuan dari perhitungan momen

puntir adalah untuk mengetahui besar gaya momen puntir total seluruh luas las, menentukan tegangan geser
123

akibat momen puntir, dan momen inersia pada suatu bidang.

8. Sambungan Las Aman

Jika sambungan las yang dirancang dapat dikatakan aman maka lanjut ke tahap berikutnya, jika tidak maka

kembali lagi pada proses menghitung beban.

9. Pemilihan Mesin Las

Mesin las yang digunakan adalah mesin las tangsten inert gas (TIG). Mengingat bahwa aluminium sulit untuk

disambung dengan menggunakan mesin las busur listrik maka pilihan las TIG lah yang tepat untuk proses

pengelasan frame pesawat paratrike berbahan aluminium.

10. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir pada suatu proses.


F. Perhitungan dan pemilihan Pegas

Diagram alir proses perhitungan dan pemilihan pegas pada pesawat paratrike dapat dilihat pada
gambar 3.13 di bawah ini.
124
125

1
SELESAI

Gambar 3.13. Diagram alir perhitungan pegas.


126

Pada proses perancangan frame pesawat paratrike terdapat suatu pegas, adapun langkah-langkah merancang dan
memilih pegas antara lain:

1. Mulai

Mulai adalah tahap awal melakukan proses perhitunga pegas.

2. Menentukan Letak dan Besar Beban

3. Tahap awal dalam perancangan pegas adalah menentukan Letak dan Besar Beban. Hal ini bertujuan untuk

memepermudah pemilihan dan penyelesaian perhitungan pegas.

4. Menghitung Indeks Pegas (c)

Indeks pegas didapat melalui pembagian antara D dan d dimana D adalah diameter lilitan pegas, sedangkan d

adalah diameter kawat pegas. Tujuan perhitungan ini adalah untuk mempermudah menghitung faktor

tegangan wahl, karena pada perhitungan tersebut memerlukan harga dari indeks pegas.

5. Menghitung Diameter Kawat

Tujuan dari menghitung diameter kawat adalah untuk dapat menentukan diameter kawat pegas yang akan

digunakan dan sesuai dengan kebutuhannya.

6. Menghitung Faktor Tegangan wahl (K)

K disebut faktor tegangan dari wahl, yang merupakan fungsi dari indeks pegas (c).

7. Menentukan Rencana Pembebanan

Penentuan perencanaan pembebanan adalah dengan menjumlahkan seluruh beban yang terdapat pada

paratrike meliputi beban pilot beban frame, mesin, dan propeller. Sehingga didapatnya beban maksimal

yang akan diterima oleh pegas.

8. Tegangan Geser Sebanding Tegangan Geser Ijin

Jika tegangan geser sebanding dengan tegangan geser ijin, maka dapat melanjutkan proses berikutnya, jika

tidak maka kembali lagi ke proses menghitung indeks pegas.

9. Menghitung Jumlah Lilitan (n)

Menghitung jumlah lilitan adalah faktor yang mempengaruhi besar kecilnya diameter kawat, semakin banyak

jumlah lilitan maka semakin kecil diameter kawat pegas demikian juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah
127

lilitan maka semakin besar diameter kawat pegas. Jadi menghitung jumlah lilitan yang akan digunakan harus

sesuai dengan kebutuhan.

10. Menghitung Lendutan Awal

Lendutan awal merupakan lendutan yang diakibatkan oleh pembebanan awal, sehingga pegas mengalami

perubahan panjang pada lilitan pegas yang terpasang. Namun pada lendutan awal biasanya hanya mengalami

perubahan pajang relative kecil.

11. Menghitung Lendutan Efektif

Lendutan efektif adalah lendutan yang mampu diterima oleh pegas dengan baik.

12. Menghitung Lendutan Total

Lendutan total adalah lendutan maksimal yang mampu ditahan oleh pegas, biasanya lendutan total ini terjadi

bila diberikan beban maksimal dan tidak beraturan pembebanannya.

13. Menghitng Tinggi Mampat

Tinggi mampat adalah jarak antara ulir pegas atas dan bawah yang dimampatkan hingga padat, maka panjang

padat pegas adalah Hc , untuk jumlah lilitan mati pada ujung-ujungnya.

14. Lendutan Total Sebanding Dengan Tinggi Mampat Pegas

Jika lendutan total sebanding dengan tinggi mampat pegas maka perancangan pegas tersebut memenuhi

kriteria aman, jika tidak maka kembali ke proses menghitung lendutan total.

15. Diameter dan Lendutan Pegas Baik

Jika semua proses diatas sudah terpenuhi maka diameter dan lendutan pegas dapat dikategorikan baik.

16. Pemilihan pegas dilapangan

Cara pemilihan pegas dilapangan adalah dengan menyesuaikan hasil perhitungan pegas atau yang mendekati

hasil perhitungan pegas, sehingga pada saat pemilihan pegas yang ada dilapangan tidak mengalami kesulitan

memilih pegas yang sesuai dengan perancangan..

17. Selesai

Selesai adalah tahapan paling akhir pada suatu proses.


BAB IV

HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Evaluasi Desain Frame Pesawat Paratrike

Berdasarkan hasil evaluasi desain di lapangan ditemukan beberapa permasalahan yaitu gandar roda mengalami patah

pada saat mendarat karena beban kejut yang berlebihan, Kontruksi frame paratrike sederhana, frame paratrike tidak

dilengkapi dengan sistim peredam kejut yang baik, bahan yang digunakan untuk membuat frame paratrike stainless steel,

harga satu unit paratrike cukup mahal dan belum banyak tersedia komponen-komponen buatan dalam negeri sehingga,

paratrike belum berkembang secara luar di Indonesia. Hal ini, disebabkan oleh belum banyak orang yang mencoba untuk

melakukan riset tentang hal tersebut. Maka dari itu, perlu dilakukan merancangan dan memodifikasi ulang frame pesawat

paratrike untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

4.2. Paratrike

Paratrike adalah suatu alat bantu olahraga dirgantara yang ringkas dan terdiri dari beberapa komponen pendukung

antara lain: frame, mesin, propeller, dan parasut sebagai alat bantu take off. Paratrike dirancang untuk memenuhi kebutuhan

penerbang yang mengalami cidera fisik, serta sudah tidak mampu lagi menggunakan paramotor (foot launch). Sedangkan

paratrike tidak jauh berbeda dengan paramotor perbedaannya hanya pada rangka. Desain perancangan frame pesawat

paratrike dapat lihat pada gambar 4.1. dibawah ini.

128
129

Gambar 4.1. Paratrike.

Adapun perhitungan perhitungan yang menyertai dalam perancangan frame pesawat paratrike ini antara lain yaitu

perhitungan gandar, perhitungan dan pemilihan bantalan, perhitungan dan pemilihan sambungan ulir, perhitungan dan pemilihan

sambungan las, perhitungan dan pemilihan pegas. Berdasarkan uraian diatas, tiap bagian akan dijelaskan secara detail dalam

perhitungan dan pemilihan bahan dibawah ini.

4.3. Perancangan Gandar


Perancangan gandar dilakukan guna untuk mengetahui ukuran-ukuran minimum diameter gandar yang dapat digunakan

pada frame pesawat paratrike. Selain itu, perancangan gandar dapat digunakan untuk mengetahui aksi dan reaksi gaya pada

mekanisme tersebut. Gandar diasumsikan untuk meneruskan gaya statis, dengan melihat sistem kerjanya diketahui bahwa gandar

hanya digunakan untuk mekanisme penerus gaya yang cenderung diam tidak menghantarkan putaran, sehingga gandar tidak

menerima momen puntir. Adapun perhitungan gandar yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

A. Perhitungan Gandar Roda


Pada perancangan gandar roda paratrike, diasumsikan beban statis sebesar 120 (kg), kecepatan maksimum

dianggap sebesar 100 km/jam, panjang velg roda adalah l = 126 mm, tebal bibir velg = 8 dan tebal jalur adalah 16,

sedangkan bahan gandar terbuat dari Fe-490 dan mempunyai tegangan sebesar 120 MPa. Gambar 4.2 berikut ini,

menunjukkan skema dari beberapa ukuran serta gaya yang bekerja pada gandar roda depan paratrike, berdasarkan data

diatas maka, harga diameter gandar dapat dihitung sebagai berikut :


130

Gambar 4.2.a. Skema gandar poros roda.

Berdasarkan gambar 4.2.a didapatkan ukuran-ukuran serta gaya pada gandar roda sebagai berikut:

g = Jarak telapak roda 126 (mm) j = Panjang gandar 150

(mm)

h = Jarak sumbu gandar 90 (mm)

V = Kecepatan maksimum 100 (km/jam) r = Radius roda 180 (mm)

F = Beban 1200 (N) t = Tebal jalur 16 (mm) l = Panjang velg 110

(mm) t = Tebal bibir velg 8 (mm) G = Tegangan 120 (MPa)

1. Dimensi Diameter Penempatan Poros Dengan Bantalan


Proses penentuan dimensi diameter gandar dengan batalan, dimulai dengan mengukur panjang jarak sumbu

tromol roda, data yang didapat dari pengukuran adalah 100 mm, sehingga dengan adanya bantalan pada gandar, maka

besar gaya yang terdistribusi menjadi lebih kecil. Proses penempatan bantalan dapat dilihat pada gambar 4.2.b di bawah

ini.
131

Gambar 4.2.b. Dimensi gandar dengan penempatan bantalan.

2. Menghitung Beban
Adapun cara untuk menghitung beban yang terdapat pada frame paratrike yaitu dengan menjumlahkan seluruh

beban frame paratrike antara lain: beban frame paratrike adalah 450 N, beban mesin adalah 150 N, dan berat

badan pilot yang diasumsikan rata-rata sebesar 60 kg, sehingga beban total frame paratrike adalah 1030 N.

Berdasarkan

perkiraan beban yang bekerja pada paratrike, maka hasil perhitungan diameter gandar sesuai dengan

kebutuhannya.

3. Menentukan Bahan Gandar


Proses pemilihan bahan gandar yang baik adalah dengan memilih bahan yang mempunyai kekuatan yang

tinggi serta eleastis, sehingga bila terjadi benturan baraturan maupun tiba-tiba masih dapat diterima oleh gandar.

Akan tetapi, tidak boleh melebihi batas kritis dari material gandar. Pemilihan bahan gandar yang dipilih pada

perancangan frame paratrike adalah Fe - 490.

4. Menggambar Diagram Benda Bebas


Langkah utama mengambar diagram benda bebas adalah dengan melihat kontruksi frame paratrike yang

sudah didesain sebelumnya, seperti terlihat pada gambar 4.3 berikut ini :
132

Berdasarkan gambar 4.3, maka diagram benda bebas gandar roda belakang dapat digambarkan sebagai berikut :
190

5. Menghitung Reaksi Tumpuan


Direncanakan beban statis pada gandar dengan beban rangka ( FJ = 45 kg « 441,4 N + berat pilot rata-rata 60 kg =

588,6 N maka, ( FJ = 1200 N beban yang diterima pegas (F 2) = 1200 N.

T+I Fy = 0

R + RB = F1— F2 S i n 4 5 ° = 0 RA + R
A B = 12 00

N — ( 1200 N S i n4 5 ° )
RA + RB = 351.48 N
F2 10

A ------------S
40
O
100

F1h
133
R
FI RB
A

Gambar 4.5. Diagram benda bebas gandar roda belakang dengan arah gaya vertikal.

EFh=0 E M = 0

RA + RB = 1200 N RA + RB + F2 sin 45°

E M0= 0

Flv x 40 + RA x 10 + (1200 - Ra) 100 = 0 (10 xlOO)+120000 xlOO

Flv= 375 N.mm

Berikut ini adalah perhitungan momen pada gandar roda belakang paratrike E M0 = 0

F2 sin 45° x 40 + RA x 50 (1200-RA) x 100 = 0

_ (50 x 600) + 600 -40 sin 45°


134

= 1081.88 N

= (- 48000) + 50 RA + 180000 - 150 x RA =10 x R +120000 -100 x R 13200 - 12000 = (-90 x RA) + 100 x RA
A A

Berdasarkan persamaan diatas maka RA dapat dihitung sebagai berikut:

12000 N = 10 RA RAV = 1200 N

Besar gaya F1v dapat dicari dengan menggunakan perhitungan seperti dibawah ini:

50 RA + 180000-150 RA
F1
*- 1200 -(JW)+ — --------------------------------------------------------------- s i n 4 5
_ 10 RA + 120000- 100 RA ^40

= 300 N

1500 N
F2 = = 1060.5 N
sin
45'
135

Arah beban di bidang horizontal X terhadap sumbu YZ

F1h = RAh + RBh = 1200 N

EM = 0

= 200 N x 50 mm = 10000

N.mm

IFV = 0

RAh = F1h + RAh + RBh = 300 -

100 - 100 = 100 N

RAh + RBh = 200 N

Ah = ^RA p2 + R B h2
R

= VWTT200 2 = 1204 N
136

I MB = 0

Menghitung momen terhadap titik A I MA = RB x 100

= 100 x100 mm = 10000 N.mm

Menghitung momen terhadap titik D I MD = RB x 100

+ RA x10

= (100 x 110 mm) + (100 N x 10mm)

= 12000 N I Mc = 0

6. Menghitung Momen Lentur

Berdasarkan persamaan 2.20, besar momen lentur pada gandar adalah sebagai berikut :

130 mm-100 mm
= ------------------ - ------------ X 1200 N = 9000 (N.mm)

Harga momen lentur yang didapatkan dari perhitungan diatas adalah sebesar 9000 N . mm.

Sedangkan harga dan adalah : av = 0.4, a.i = 0.3

Besar harga momen tumpuan pada gandar roda karena gaya vertikal tambahan, dapat dicari dengan

menggunakan persamaan 2.21 seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.

M2 = 0.4 X 9000 = 3600 JV

Dengan :

a = 20 mm / = 1 0 0 mm
137

Sehingga, untuk mengetahui harga beban horizontal dapat diselesaikan dengan persamaan 2.22 seperti di bawah

ini.

P = 0,3 x 1200 = 360 N

Beban horizontal pada bantalan dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.23 seperti terlihat pada

perhitungan di bawah ini.

Qo = 360 x 1 5 0 = 1 8 0 = 3 0 0 N

Beban horizontal pada gandar roda depan dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.24 seperti di bawah

ini.

R0 = 360 mm x (150 mm + 180 mm) = 100= 1188 N

Besar momen lentur pada naf tumpuan roda dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.25 seperti terlihat

pada perhitungan di bawah ini.

M3 = 360 N + 180 mm x(20+ 100 mm) - 1 1 8 8 N x (130 mm - 100mm X810/2)

N.m
7. Menghitung Diameter Gandar

Setelah semua perhitungan diatas selesai dihitung, maka proses perhitungan diameter gandar dapat diselesaikan

menggunakan persamaan 2.14 sebagai berikut:

1 0,2 x 1 x 1( 9 l 7.44 kg.mm + 3 66.98 kg)2+( 1.1 4 kg,mm x 1 0° )


11 kg/mm
138

= 11 mm

8. Penentuan Diameter Gandar

Berdasarkan harga pada tabel spesifikasi bantalan pada lampiran 1, didapatkan harga diameter minimum gandar

adalah 15.25 mm.

9. Menghitung Tegangan Geser


Besar harga tegangan geser dapat dicari dengan menggunakan persamaan

2.13. a seperti terlihat pada perhitungan di bawah ini.

_ 1030 N T i x

(dsf

_ 1030N

% x (15.25 mm)2

= 21.5 N/mm2

Berdasarkan perhitungan besar tegangan geser yang didapat adalah sebesar 21.5 N/mm2.
139

10. Menghitung Tegangan Lentur pada Gandar Roda

Pada saat proses menghitung tegangan lentur dapat digunakannya persamaan 2.19 seperti terlihat pada perhitungan

dibawah ini.

Mb
— X15.25 3
32

1030 N X (150+ ( 8 x 2 ) + 16)


— x 15.25 3

= 538.40 N/mm2

Berdasarkan hasil perhitungan harga tegangan lentur yang terjadi pada


2

gandar adalah sebesar 538.40 N/mm

Sedangkan untuk harga tegangan geser ijin haras lebih kecil dari pada tegangan geser maksimal. Maka, untuk

mencari tegangan geser ijin dapat digunakan persamaan di bawah ini.

11. Menghitung Tegangan Geser Ijin

Besar tegangan geser ijin yang terdapat pada gandar roda paratrike dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.13

seperti pada perhitungan dibawah ini.

a
_ b
T“_ (SA x sf2)

_ 538.40
%a
~ (5.6 x 1.3)

=73.96 N/mm2

Harga tegangan geser ijin pada gandar Fe-490 yang didapat dari perhitungan adalah sebesar .
140

12. Menghitung Tegangan Geser Maksimal Ijin

Pada saat proses perhitungan tegangan geser maksimal ijin dapat digunakan persamaan 2.15, serta dibutuhkan

beberapa harga-harga berikut ini : harga faktor koreksi momen lentur (Km) = 2.3, momen (M) = 54 000 000 N.mm, faktor

koreksi momen puntir (Kt) = 3, serta torsi (T) = 6.8. Data tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan perhitungan

tegangan geser ijin seperti terlihat pada perhitungan dibawah ini.

= 56.32 N/mm2

2
Harga tegangan geser maksimal ijin yang didapat dari perhitungan adalah sebesar 56.3 2 N /mm

13. Tegangan Geser Maksimum kurang dari Tegangan Geser Ijin

Harga tegangan geser maksimum harus kurang dari tegangan geser ijin, sehingga untuk membandingkan kedua harga

tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.

56.32N/mm2 < 73.96N/mm2

Berdasarkan hasil perhitungan harga tegangan geser maksimal lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan

tegangan geser ijin, maka harga diameter gandar telah memenuhi persyaratan dalam penentuan diameter gandar yang baik.
14. Diameter Dan Bahan Gandar Baik

Berdasarkan perhitungan diameter gandar diatas, dimensi gandar yang diperoleh adalah 15.25 mm, untuk beban

maksimum 1030 N dengan bahan baja Fe - 490. Simulasi pembebanan pada Software Autodesk Inventor dapat

digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas produk. Pada saat proses manufaktur perlu dilakukannya beberapa

proses antara lain: bubut, bor, snei, dan polish menggunakan KIT metal polish dan Autosol, untuk melindungi

permukaan gandar supaya tidak berkarat. Berikut ini adalah hasil simulasi pembebanan pada gandar roda menggunakan

Software Autodesk Inventor 2016, seperti terlihat pada gambar 4.7 di bawah ini.
141

Gambar 4.7. Displacement gandar roda depan.

Berdasarkan hasil simulasi pembebanan pada gandar mengunakan Software Autodesk Inventor

2016, menyatakan bahwa gandar roda pesawat paratrike baik dan dapat digunakan dengan beban 1030 N,

seperti terlihat pada gambar 4.8 di bawah ini.

Gambar 4.8. Displacement gandar roda belakang.

Adapun hasil simulasi pembebanan menggunakan Software Autodesk Inventor 2016 berupa gambar

safety faktor bahan gandar dapat dilihat pada gambar 4.9 Di bawah ini.
142

Gambar 4.9. Safety faktor gandar roda depan.


4.4. Perhitungan Bantalan

Pada perancangan frame pesawat paratrike ini, bantalan berfungsi sebagai tumpuan dari setiap roda yang

dipasang pada gandar dengan jarak tertentu, biasanya pemasangan bantalan menyesuaikan dengan dimensi velg yang

digunakan. Jenis bantalan yang digunakan pada perancangan ini adalah bantalan gelinding.

1. Desain Bantalan Dengan Gandar dan Penempatan


Proses penentuan penempatan bantalan, dilakukan dengan mengukur panjang jarak sumbu tromol roda. Data

yang didapat dari pengukuran adalah 100 mm, sehingga dengan adanya bantalan pada gandar besar gaya yang

terdistribusi menjadi lebih kecil. Proses penempatan bantalan dapat dilihat pada gambar 4.10.a, sedangkan dimensi

bantalan yang digunakan dapat dilihat pada gambar 4.10.b di bawah ini.

Gambar 4.10.a. Dimensi penempatan bantalan pada gandar.

Dimensi bantalan yang digunakan pada gandar dapat dilihat pada gambar 4.10.b berikut ini :
143

Gambar 4.10.b. Dimensi bantalan 6302 RS-1.

2. Penentuan Tipe Bantalan


Pada perhitungan gandar didapat diameter gandar yaitu 15.25 mm, dengan menggunakan dua buah

bantalan yang terletak pada sisi kanan dan kiri tromol. Berdasarkan data dari lampiran 1, maka dipilih bantalan dengan

nomer seri 6302, dengan kapasitas beban seperti pada lampiran 1.

3. Beban Radial Ekivalen


Berdasarkan data dari lampiran 1 maka, dapat diketahui harga-harga berikut ini: (d) 15.25 mm (D) 42 mm

(B) 12 mm, kapasitas nominal dinamik spesifik (C) 11400 N / 9,81 m/s2 = 1162,08 kg, kapasitas nominal statis

spesifik (C0) 5450 N / 9.81 m/s2 = 555.56 kg, (V) 1, (X) 0.56, (Fa = 0) dan (Y= 0). Maka beban radial ekivalen dapat

dihitung dengan persamaan 2.26 sebagai berikut :

P = (X x V x Fr ) + (Y x Fa)

Dimana nilai RA dan RB didapat dari perhitungan reaksi tumpuan pada gandar adalah besar gaya R A = 282 N,

dan besar gaya RB 306.20 N, maka perhitungan beban radial ekivalen dapat dituliskan sebagai berikut :

Fr = RA + RB

Fr = 301.6 N + 587.84 N

F = 889.44 N
144

Diketahui percepatan grafitasi bumi adalah 9.81 m/s maka, beban radial ekivalen dapat dihitung menggunakan

persamaan di bawah ini.

_ 889.44 N
Fr
= 9,8 1 m/ s2

F = 90.67 kg

Jadi, beban radial ekivalen yang didapat adalah :

P = 0.56 x 90.67 kg P = 50.78 kg

4. Faktor Kecepatan
Jika c (kg) beban nominal dinamis spesifik dan Fr (kg) beban ekivalen dinamis, maka harga faktor

kecepatan (Fn) pada bantalan radial dapat dicari menggunakan persamaan 2.27 berikut ini :

fn = 0, 382 * 0,4
145

5. Faktor Umur
Berdasarkan tabel spesifikasi bantalan pada lampiran 1, harga kapasitas nominal dinamik spesifik (C)

adalah 1162.08 (kg), sedang dari perhitungan diatas harga beban radial ekivalen adalah 114.97 kg. Maka, untuk

menghitung faktor umur dapat digunakan persamaan 2.28, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini.

fh = fn C~

1162,08 Kg
fh 0.4 x
50.78 Kg
fh = 9-16

6. Umur Nominal
Perhitungan umur nominal digunakan untuk mengetahui berapa lama ketahan bantalan mempertahankan kualitas

kinerjanya, dan dapat dihitung dengan memasukkan harga dari konstanta persamaan yaitu 500 dan dikalikan dengan faktor

umur seperti terlihat pada persamaan 2.29 di bawah ini.

l h = 500fh2 l h = 500 x 9.163 l h = 384287.65 jam

7. Keandalam Umur
Diketahui bahwa faktor keandalan ( a x) didapat 1, faktor bahan ( a 2) 1, baja yang cair secara terbuka ( a2 ) 1,

dan faktor kerja ( a 3) 1, maka keandalan umur dapat dihitung dengan persamaan 2.30 di bawah ini :

ln = a1 x a2 x a 3 x Ih
ln=1 x 1 x 1 x 384287.65 jam

ln = 384287.65 Jam « 4.4 tahun

2 Penentuan Jenis Ulir


Jenis alur ulir yang dipilih Pada perancangan frame pesawat paratrike adalah standard metris thread, karena

alur ulir jenis ini banyak digunakan pada kontruksi kendaraan bermotor, selain itu ulir jenis ini mempunyai kepastian

pengkatan yang tinggi. Seperti terlihat pada gambar 4.12 berikut ini.
146

4.5. Perhitungan dan Pemilihan Baut


1. Sambungan Ulir
Sebuah ulir (screwed) dirancang dengan melakukan pemotongan secara kontinyu alur melingkar pada permukaan

silinder. Sambungan ulir sebagian besar terdiri dari dua elemen yaitu baut (bolt) dan mur (nut). Sambungan ulir banyak

digunakan dimana bagian mesin dibutuhkan dengan mudah disambung dan dilepas kembali tanpa merusak mesin. Hal ini

dilakukan dengan maksud untuk mempermudah pada saat menyetel, merakit (assembly) dan perbaikan, serta perawatan

pada suatu kontruksi frame pesawat paratrike.

2. Besar dan Letak Beban


Pada kontruksi frame pesawat paratrike terdapat beberapa sambungan ulir yang teletak pada bagian crossbar

dan besar gaya yang terdistribusi adalah sebesar 1030 N, baut tersebut menerima gaya aksial karena arah gaya tegak lurus

3
terhadap sumbu baut dan pipa yang dijepinya. Ilustrasi peletakan beban dapat dilihat pada gambar 4.11 berikut ini:

Gambar 4.11. Letak dan besar beban.


147

Gambar 4.12. Standard metrik thread.

4. Menghitung Beban

Proses menghitung beban adalah proses menjumlahkan seluruh beban yang diperkirakan akan bekerja pada suatu

kontruksi frame pesawat paratrike, dengan upaya ini dapat mengetahui seberapa besar dimensi mur dan baut yang akan

digunakan pada kontruksi frame pesawat paratrike. Adapun beban utama yang diketahui dari kontruksi frame pesawat

paratrike yaitu beban pilot yang diasumsikan rata-rata adalah 65 kg, berat mesin adalah 15 kg, berat frame pesawat

paratrike adalah 45 kg, jadi berat keseluruhan pesawat paratrike adalah 120 kg.

Proses perhitungan dan pemilihan mur dan baut yang terdapat pada frame pesawat paratrike mendapat variasi

pembebanan mulai dari (0-150Kg) tebal pipa aluminium yang dijepit adalah 32 mm. Pengetatan mur akan dilakukan dengan

tangan (manual). Maka perhitungan baut dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan berikut ini.
50
mm

148

Gambar 4.13. Skema penjepitan pipa dengan mur dan baut.

Berdasarkan perkiraan pada beban yang bekerja pada kontruksi frame paratrike adalah sebesar 0- 150 kg, maka

perhitungan sambungan lasan dapat dihitung sebagai berikut :

5. Memilih Kekuatan Tarik Baut


Bahan baut terbuat dari golongan 8G (scr2), penggolongan baut dapat dilihat pada tabel 2.9 dengan harga-harga

tegangan dan regangan yang dijinkan sebagai berikut :

ot = Tegangan 80 N/mm2 Gy = Tegangan tarik

64 N/mm2

6. Penaksiran Titik Kerja Beban

Proses pengambilan titik kerja adalah 3/4, dari daftar diameter nominal, diambil beban aksial dinamis yaitu 100-150

kg, dengan menggunakan persamaan 2.71, maka untuk golongan 8G pada tabel 2.11 yang diperoleh adalah M 10 - M 12.

7. Menghitung Diameter Nominal Ulir


Berdasarkan persamaan 2.60, harga diameter nominal ulir dapat dihitung sebagai berikut :

|2 x W
d=I
149

J
2 x 1200JV
2
80 N /mm

= 5.478 mm

8. Menghitung Panjang Baut


Perhitungan kebutuhan panjang baut dapat diselesaikan dengan melihat tebal benda yang akan dijepitnya, maka untuk

perhitungan panjang baut adalah sebagai berikut :

1=32 mm + 10 mm + 3 mm (tambahan) = 45 mm b = 30 mm

sedangkan, panjang baut yang tak berulir adalah sebagai berikut : li = 45-30 = 15 mm

Sedangkan, untuk menghitung panjang baut yang berulir dapat digunakan pengurangan antara panjang baut dengan

panjang plat yang dijepit seperti terlihat pada perhitungan berikut ini :

Z2 = 3 2 - 1 5 = 12 mm

Proses menghitung luas diameter baut M8 dan M10 dapat digunakan persamaan 2.73, untuk baut M12 adalah sebagai

berikut.

X 122 = 113.1 mm2


©
Sedangkan, untuk luas inti baut M12 adalah sebagai berikut : Ak = x 10.1062 = 80.2 mm2
mm
150

9. Menghitung Konstanta Baut

Berdasarkan persamaan 2.72, harga konstanta pegas pada baut cb adalah

1 1 /1 5 i 1 5 mm 1 2 m m ) = 0 .3 1 5 X 1
-- = X ( ----2 + 0'
c b 2 .1 x1 0 4’ VJ t t.t m m 80.2 mm' cb = 1.3 5 x 1
c b 2.1 xio Vl 1 3 . 1

04 N/mm

Menghitung Konstanta pegas benda yang dijepit cp dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 2.75

sebagai berikut.

2.1 1(T [j X ^ S-
2
1 3 :

C„ = ----------- x N/mm
V 32

Untuk mengetahui gaya luar P = Ps - Pb, dapat digambarkan dengan garis tegak lurus dan kedua ujungnya di

garis titik-titik. Jika notasi yang digunakan seperti pada gambar 4.14 di bawah ini adalah
Gambar 4.14. Hubungan antara gaya yang bekerja pada ulir dan resultan
teperpanjangan

dan penipisan

3 (perpendekan),
-=0 .1 9 -0 .2
0=-x (Sularso dan

Suga 1997).

Berdasarkan persamaan 2.82, faktor pertambahan beban aksial baut adalah sebagai berikut :
1.35
4 1.35 + 5.52
Maka, kekasaran pe
151

8G untuk permukaan / = 1 . 6 Faktor pengetatan adalah

a = 1.4 l = 1.6

Setiap distribusi gaya jepit haru s di koreksi dengan faktor p engetatan a dari tabel 2.12, sehingga gaya jepit dapat

dihitung menggunakan persamaan 2.85 seperti terlihat pada perhitungan bawah ini.

P0 = 1.4 x l . 6 (1x0.2) x 160 = 286.72 kg

10. Menghitung Gaya Aksial Maksimal

Dengan menggunakan harga batas mulur ay kg/mm , perlu diperiksa apakah Pmax memenuhi persamaan 2.86 sebagai

berikut.

Pmax = 286.72 kg+ 0.2 x 160 = 318.2 kg

11. Tegangan Lentur dikalikan dengan Luas Penampang Inti


Persamaan 2.86 dapat digunakan untuk menghitung hitung kekuatan tarik pada baut yang terdapat pada frame

pesawat paratrike, seperti terlihat pada perhitungan berikut ini :

Pmax = Oy X Ak = 64 x 50 = 3200 kg

Sehingga, untuk harga ay harus lebih besar dari harga P0 seperti terlihat pada perbandingan harga ay dengan P0

dibawah ini.
152

3200 kg >286.72 kg

Dari hasil perhitungan harga ay lebih besar dari harga P0, sehingga gaya yang terdistribusi oleh baut dapat dikatakan

aman dan baik.

Sedangkan, untuk perhitungan amplitude tegangan dapat digunakan

persamaan 2.87 sebagai berikut.

0 P2X
®am
0. 19 120
----------- = 0 . 1 4 3 kg.mm2
--------- x
5
2 80.2

12. Batas Kelelahan Ulir

Ulir yang dirol 8G pada baut ukuran M10 - M16, mempunyai batas kelelahan ulir adalah <ry = 5 kg/mm

Maka 0.19 < 5 kg/mm , Diambil M 10 dengan b = 32 mm, maka untuk harga ps dapat dicari dengan menggunakan

persamaan 2.88 sebagai berikut :

318.72 N
0.44 (kg/mm2 ) ~ 0.5 kg/mm2

Dengan mengambil bahan yang terbuat dari SS 50 atau SS 70, didapatkan tekanan pada dudukan adalah 50 kg/mm 2 .

13. Diameter Nominal Ulir Baik

Berdasarkan hasil perhitungan diatas diameter nominal ulir dari golongan 8G dapat memenuhi persyaratan aman

untuk digunakan, maka 0.5 kg/mm adalah sangat aman. Hasil = 8G M 12 b = 32 dudukan kasar, ulir rol.

Berdasarkan hasil simulasi Software Autodesk Inventor 2016 untuk komponen sambungan ulir (baut),

menunjukkan kesamaan dengan hasil


153

perhitungan manual yang menyatakan sambungan ulir tersebut aman untuk digunakan dengan beban 1200 N seperti

ditunjukkan pada gambar 4.15 di bawah ini.

Nodes: 1252
Elements :700
Type: X Displacement
Unit: mm 9/28/2016, 10:21:38 PM =3 0,00133 Max
0.001107

Max: 0.001384 mm

Gambar 4.13. Hasil simulasi pembebanan berupa Displacemnet pada baut.


154

4.6. Perhitungan dan Pemilihan Mur


Pada perhitungan dan Pemilihan ulir dan mur yang digunakan pada frame pesawat paratrike dengan beban

maksimal yang diasumsikan adalah 160 Kg seperti terlihat pada gambar 4.16 dibawah ini. baut dan mur terbuat dari bahan

stainless stell A2-70.

Gambar 4.16. Mur.

Berdasarkan perkiraan beban yang akan bekerja pada sambungan ulir (MUR) adalah sebagai berikut ;

w0= Beban awal mur 160 kg

F c = F aktor korek si 1 . 2

W = Beban tarik mur 160 kg x l . 2 = 1 9 2 k g

1. Besar dan Letak Beban


Proses menghitung beban adalah proses menjumlahkan seluruh beban yang diperkirakan akan bekerja pada suatu

kontruksi frame pesawat paratrike, dengan upaya ini dapat mengetahui seberapa besar dimensi mur dan baut yang akan

digunakan pada kontruksi frame pesawat paratrike. Adapun beban utama yang diketahui dari kontruksi frame pesawat

paratrike yaitu beban pilot yang diasumsikan rata-rata adalah 65 kg, berat mesin adalah 15 kg, berat frame pesawat

paratrike adalah 45 kg, jadi berat keseluruhan pesawat paratrike adalah 120 kg.
155

2. Memilih Bahan Baut

Berdasarkan harga dari tabel 2.14 bahan baut terbuat dari SS A2-70 dengan kadar C = 1.0 % . seperti terlihat pada

gambar 4.17 di bawah ini.

Gambar 4.17. Mur dan baut dengan bahan stainless stell A2-70.

Maka, untuk batas-batas harga tegangan dan regangan bahan mur baut dari stainless stell A2-70 adalah sebagai

berikut.

ob = Tegangan tarik 42 kg/ mm2

Sf = S afety faktor 7

(Ja = Tegangan lentur 6 kg/mm2

za = Tegangan geser izin 0.4 x 6 = 2.4 kg/mm2

3. Menghitung Diameter Inti yang diperlukan


Persamaan 2.60, dapat digunakan untuk menghitung diameter inti yang diperlukan, seperti terlihat pada

perhitungan di bawah ini.

_ I 4 x 1 9 2 kg
1
^ Jnx6
156

dt = 6.39 mm

4. Pemilihan Ulir
Berdasarkan perhitungan diatas, maka dipilih ulir metris kasar untuk M10 dan M12

5. Memilih Bahan Mur


Berdasarkan harga dari tabel 2.5 untuk spesifikasi mur M10 adalah sebagai berikut:

= Diameter dalam 8.376 mm d


= Diameter luar 10 mm p =
Jarakbagi 1.5

Sedangkan untuk spesifikasi mur M12 berdasarkan harga dari tabel 2.5 adalah sebagai berikut:

dx =Diameter dalam 10.106 mm d =Diameter luar 12 mm p =Jarakbagi


1.75

Diketahui harga-harga tegangan dan regangan dari bahan baut terbuat dari St A2-70 dengan kadar C = 1.0 %

berdasarkan harga dari tabel 2.14 adalah sebagai berikut :


ab= Tegangan lentur 42 kg/mm2

qa= Tekanan permukaan yang diizinkan 3 kg/mm2

T a = Tegangan geser izin 0.5 x 6 = 3 kg/mm2

6. Menentukan Dimensi Ulir Mur

Berdasarka data dari tabel standar ulir metrik didapatkan harga-harga sebagai berikut :

D = Diameter luar 10 mm

d2 = Diameter dalam 9.026 mm

Hj = Tinggi kaitan gigi 0.8123 mm


157

5. Menghitung Jumlah Mur yang diperlukan


Persamaan 2.62 dapat digunakan untuk menghitung harga jumlah ulir mur yang diperlukan seperti terlihata pada

perhitungan dibawah ini.

192 kg.mm
Z—
TT X9.026 mm xO.812 mm x3 z = 2.77 * 3

6. Menghitung Tinggi Mur

Berdasarkan persamaan 2.63, maka tinggi mur M10 adalah sebagai berikut : H ≥ 3 x 1.5 = 4.5 mm Sedangkan tinggi

mur M12 adalah


H ≥ 3 x 1.75 = 5.25 mm
7. Menghitung Jumlah Ulir

untuk menghitung banyaknya jumlah ulir pada mur M 10 adalah sebagai berikut :
' 8.376 mm
Z — --------- — -------- = 5.58 mm

Sedangkan, jumlah ulir mur M12 adalah sebagai berikut.

, 10.106 mm Z= 1.75 =5 77mm

8. Menghitung Tegangan Lentur

Pada kontruksi frame pesawat paratrike terdapat sambungan baut, dimana pada sambungan baut tersebut

menimbulkan tegangan geser pada luas bidang silinder ( dimana k . p adalah tebal akar ulir luar. Untuk

mengetahui

besar pergeseran pada baut M10 dapat dilihat pada perhitungan di bawah ini menggunakan persamaan 2.65.

_ 192 kg
Tb
7 1 x 8.376 mm x 0.84 x 1 . 5 x 5 58 mm

T b = 1.03 kg/mm2

Sedangkan, untuk mengetahui besar pergeseran baut M12 dapat dilihat pada perhitungan berikut ini.
158

_ 192 kg
Tb
71 xio.106 mm x 0.84 xi.75x5.77mm

Tb= 0.72 kg/mm2

9. Menghitung Tegangan Geser Mur Dan Baut

Persamaan 2.66, dapat digunakan untuk mencari harga tegangan geser pada ulir luar M10 yang dinyatakan dengan

k x p adalah sebagai berikut :

_ 192 kg
T
” 71 x 8.376 mm x 0.75 x 1.5 x 5.58 mm

rn= 0.97 kg/mm2

Sedangkan, untuk mengetahui tegangan geser pada ulir luar M12 yang dinyatakan dengan j x p adalah

sebagai berikut :

_ 192 kg
71
71 x 10.106 mm x 0.75 x 1.75 x 5.77 mm

Tn = 0.67 kg/mm2

Harga diatas dapat diterima karena masing-masing harga lebih rendah dari 3.0 kg/mm2

10. Ukuran Mur dan Baut

Bahan baut dan mur terbuat dari SS A2-70 dengan kadar C = 1,0 %, maka ukuran mur dan baut yang didapatkan

dari perhitungan adalah M10 dan M12 sebagai pertimbangan keamanaan. Dari perhitungan Tinggi mur M10 yang didapat

adalah 8.376 mm, sedangkan untuk untuk M12 tinggi mur yang didapat adalah 10.106 mm.

4.7.Sambungan Las

Pada perancangan frame pesawat paratrike terdapat beberapa titik sambungan las fillet melingkar seperti

ditunjukkan pada gambar 4.16 dibawah ini. Untuk mengetahui ukuran kampuh las dan besar gaya yang bekerja pada frame

pesawat paratrike dapat dilihat pada pehitungan-perhitungan diberikut ini, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kekuatan

frame pesawat paratrike yang maksimal.


159

Gambar 4.18. Penunjukkan titik-titik proses pengerjaan.

4.7.1. Perhitungan Sambungan Las

Perhitungan sambungan las dirancang guna untuk mengetahui harga- harga gaya dan ukuran minimum

lasan, karena jika tidak dilakukan perhitungan secara manual terlebih dahulu, maka pada proses simulasi

menggunakan Software Autodesk Inventor 2016 tidak didapatkan hasil yang maksimal, karena belum

diketahuinya ukuran-ukuran kampuh las maupun harga gaya yang bekerja pada kontruksi frame pesawat paratrike.

Maka dari itu perlu dilakukannya perhitungan secara manual terlebih dahulu. Harga- harga gaya, tegangan dan

regangan serta ukuran-ukuran lasan dapat dilihat pada hasil perhitungan di bawah ini.

1. Menentukan Jenis Kampuh Las

Proses menentukan kampuh lasan yaitu dengan melihat media yang akan dilas. Jika berbentuk pipa atau

silinder, maka jenis kampuh las yang cocok untuk digunakan adalah kampuh las fillet melingkar untuk mendapatkan

hasil kekuatan lasan yang maksimal. Sehingga, pada perancangan frame paratrike jenis kampuh las yang dipilih

adalah las fillet melingkar, karena bahan frame terbuat dari pipa.

2. Menghitung Beban

Proses menghitung beban yang diasumsikan dalam perancangan frame pesawat paratrike adalah dengan

menjumlahkan seluruh beban yang direncanakan akan bekerja pada sambungan las atau kontruksi frame pesawat

paratrike. Adapun beban total yang direncanakan adalah berat frame pesawat paratrike adalah 35 kg, beban pilot
160

diasumsikan rata-rata 65 kg, serta berat mesin beserta komponen pendukungnya adalah 15 kg, dan beban pelindung,

jadi berat total dari frame pesawat paratrike adalah 120 kg.

3. Ketebalan Leher Las

Menghitung ketebalan lasan bertujuan untuk mengetahui tebal dari lasan yang dilambangkan dengan (t). hasil

dari perhitungan dapat dijadikan acuan input data pada proses desain sambungan las frame pesawat paratrike, dan

proses pengerjaan pengelasan oleh juru las dilapangan. Skema ketebalan leher las dapat dilihat pada gambar 4.19

berikut ini.

Gambar 4.19. Skema ketebalan las fillet.

Berdasarkan gambar 4.17, maka ketebalan kampuh lasan dapat dihitung menggunakan persamaan 2.31 sebagai

berikut :

t=s

= 0.707 x 8 =

5.656 mm

4. Luas Leher Las

Berdasarkan gambar 4.18 dan persamaan 2.32, maka untuk perhitungan luas leher las pada seitap ukuran

pipa yang digunakan pada kontruksi frame pesawat paratrike dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini ini.

Luas leher las pada pipa ukuran 38 mm adalah sebagai berikut :


161

Gambar 4.20. Skema kampuh lasa fillet melingkar.

Dengan menggunakan persamaan 2.32, maka luas kampuh lasan adalah A = t x l

= 0.707 x 5.656 x n x r2 = 0.707 x 5.656 x

n x 1 9 2 = 4535.08 mm
Luas pipa ukuran 32 mm adalah sebagai berikut :

A=tl

= 0.707 x 5.656 x n x r2 = 0.707 x 5.656 x

n x 1 6 2 = 3216.02 mm

Sedangkan, luas kampuh las pada pipa ukuran 25 mm adalah sebagai berikut : A = t l

= 0.707 x t x n x r2 = 0.707 x 5.656 x n x 1 2.5 2

= 1962.9 mm

Dari hasil perhitungan, luas sambungan las pada setiap ukuran pipa yang digunakan pada frame paratrike

adalah sebagai berikut: pipa diameter 38 mm = 4535.08 mm, serta pipa diameter 32 mm = 3216.02 mm, dan pipa diameter

25.4 mm = 1962.9 mm.

5. Kekuatan Tarik Las Double Fillet

Berdasarkan persamaan 2.33.a, harga kekuatan tarik las double fillet dapat dituliskan sebagai berikut :

P = 2 x s in 450 x s x l x <rt = 2 x 0.707 x 8 mm x n x 3 8 mm x at = 2 x 0.707

mm x 8 mm x n x 3 8 mm x 65 N/mm2 = 87778.1 N * 8.9 ton


162

Hasil perhitungan kekuatan tarik pada dudukan mesin adalah sebesar

87778.1 N, sedangkan harga tegangan lentur dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan 2.41 seperti terlihat

pada perhitungan di bawah ini.

M=pe

M = 600 N x 250 mm

= 1500000 N.mm

6. Menghitung Tegangan Lentur

Berdasarkan persamaan 2.42, perhitungan tegangan lentur pada lasan dapat dituliskan sebagai berikut.

4 xM_ 5.66 xM

nx sin 45° x s x j 7t x s i n 4 5 ° s x T i X d

5.66 x 150000 N / mm °h n x 0.707 x 8

mm x TT X 38

= 400.24 N/mm2

Hasil perhitungan tegangan lentur yang terjadi pada kontruksi frame


2

pesawat paratrike adalah 400.24 N/mm


7. Menghitung Kekuatan Tarik

Harga kekuatan tarik pada sambungan las dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.38, seperti terlihat

pada perhitungan dibawah ini.

O = Cb + - V ( Ob) 2+4 x T2

= 400.24 N / mm 2 + \ V(400.24 N /mm2 ) 2 + 4 x 1.5 N /mm2) 2 )

= 600.38 N/mm2
163

Besar tegangan tarik pada sambungan las yang didapat dari perhitungan adalah 600.38 N/mm2

8. Menghitung Tegangan Pada Sambungan Las

Pada sambungan las frame pesawat paratrike, besar tegangan yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut. Sedangkan harga F = 1030 N, d = 38 mm, dan tebal kampuh las 8 mm, serta sudut kampuh

las 45o, sehingga perhitungan tegangan dapat dituliskan berdasarkan persamaan 2.39 sebagai berikut.

1030 N
=

= 1.5 N/mm2

Dari perhitungan diatas besar tegangan yang terdapat pada las adalah sebesar 1.5 N/mm2
9. Sambungan Las Aman

Berdasarkan perhitungan secara manual, desainer ingin membuktikan bahwa hasil dari perhitungan diatas dapat

dikategorikan aman atau tidak, dengan melakukan simulasi pembebanan menggunakan Software Autodesk Inventor

2016 sebagai acuan dari perancangannya, hasil simulasi pembebanan pada sambungan las frame paratrike

menggunakan Software Autodesk Inventor 2016 dapat dilihat pada gambar 4.21 dibawah ini.
164

Gambar 4.21. Hasil simulasi pembebanan pada frame utama paratrike (displacement).

Sedangkan, untuk hasil Simulasi pembebanan pada assembly frame Pesawat paratrike dapat dilihat pada

gambar 4.20 dibawah ini.

Gambar 4.22. Hasil simulasi pembebanan pada assembly frame paratrike (displacement).

Berdasarkan gambar Gambar 4.21 dan gambar 4.22, desainer dapat menarik kesimpulan bahwa kontruksi frame

pesawat paratrike tersebut aman digunakan dan semua komponen pendukung frame dapat berfungsi dengan baik.
165

10. Pemilihan Mesin Las

Mengingat bahwa aluminium sulit untuk dilas dengan mesin las busur listrik dan las gas acetylene, maka desainer

memutuskan pada proses pengelasan dilapangan menggunakan las tangsten inert gas (TIG) dan (MIG) untuk mencapai

hasil yang maksimal. Jenis mesin las tersebut juga direkomendasikan oleh inspektur-inspektur las dilapangan, serta

direkomendasikan oleh PPSDM migas. Sehingga desainer memutuskan wajib untuk menggunakan mesin las TIG atau MIG

untuk proses penyambungan frame pesawat paratrike dilapangan

untuk meningkatkan angka keselamatan yang jauh lebih baik. Elektroda las :
2

ER1060, Diameter kawat 1.5 mm, atau 2.0 mm Kekuatan tarik 65 N/mm dengan arus 200 A - 250 A. Data spesifikasi

elektroda las yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 3.


4.8. Perhitungan dan Pemilihan Pegas (shockbreaker)

Sebuah pegas ulir tekan haras dapat menerima beban sebesar 1200 N bila pegas tersebut memiliki jumlah lilitan 8

dengan indeks pegas 6 serta bahan baja pegas memiliki modulus geser sebesar 83 (GPa) dengan tegangan geser ijin 300

MPa, Maka harga diameter kawat dan diameter lilitan yang diperlukan, serta konstanta pegas dapat diselesaikan sebagai

berikut.

Gambar 4.23. Perancangan pegas.

1. Penentuan Tipe Pegas


Tipe pegas yang digunakan pada frame pesawat paratrike adalah dengan menggunakan pegas ulir tekan seperti

pada pegas automotif.

2. Menentukan Rencana Pembebanan


Proses perencanaan pembebanan pada pegas ulir tekan yang yang terdapat pada frame peratrike, didesain untuk

mampu menahan beban sebesar 1200 N.


166

3. Diameter Kawat dan Lilitan


Pada perancangan pegas pesawat paratrike, terlebih dahulu menghitung diameter kawat pegas untuk

mendapatkan keamanan dan keakuratan dalam proses perancangan dan pemilihan pegas nantinya. Sehingga perlu dilakukan

penyelesaian permasalahan menghitung diameter kawat pegas seperti pada perhitungan berikut ini.
167

X Kw x F x X
J8 —
C
nxz

8 x 0.912 x 1200 N x 6
7i x 300 MPa

= 7,499 mm » 7,5 mm

Pada proses menghitung diameter minimum kawat diperlukkan harga dari faktor te gangan w ahl’, b eri kut i ni ad

alah penyelesaian perhitungan faktor te g ang an wahl’.

3. Faktor Tegangan Wahl’

Faktor te gang an wahl’ m erup akan fung s i i n d ek s d ari p ega s ( c) , s ep erti terlihat pada persamaan 2.103

berikut ini.

_ 4 (6) - 1 0.6 1 5
4 C - 1 0.615
Kw = ■
4 C + 4+ C

=4 (6 ) + 4 6

= 0,92

4. Indeks Pegas

Indeks pegas merupakan rasio dari diameter pegas dan diameter kawat pegas yang memiliki persamaan seperti

dibawah ini. Persamaan tersebut digunakan untuk menggetahui diameter lilitan pegas dan kawat pegas. Maka indeks pegas

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.91 sebagai berikut.

= 45/ 7.5 = 6
168

5. Diameter Pegas

Diameter pegas adalah diameter liliatan spiral pegas dan dapat dicari menggunakan persamaan 2.106 di bawah ini.

D = C xd

=6

= 45 mm

6. Konstanta Pegas

Konstanta pegas merupakan nilai kekakuan suatu bahan pegas. Dalam perancangan pegas penting perannya untuk

mengetahui nilai dari konstanta pegas karena hasil perhitungannya selalu dipakai untuk mencari solusi dari permasalahan-

permasalahan yang terkait. Maka dari itu konstanta pegas dapat dicari menggunakan persamaan 2.92 sebagai berikut.

K= dxG

8 x C3 x n

7,5 x 83 000 GPa

8 x (6)3 x8

= 29,05 N/mm

7. Menghitung Lendutan Awal

Lendutan awal merupakan defleksi ulir pegas pada saat diberikan awal pembebanan pada saat pemasangan ulir

pegas ke dalam dudukan penahannya. Adapun cara untuk mengetahui lendutan awal pegas yaitu dengan menggunakan

persamaan 2.107 berikut ini.

So = Hf - Hs

S0 = 23 mm - 19 mm = 4 mm
169

Karena harga lendutan awal lebih kecil dari harga lendutan yang diperbolehkan pada pegas ulir tekan ( shockbreaker),

maka lendutan awal pembebanan pada pegas dapat dikatakan aman.

8. Menghitung Lendutan Efektif

Lendutan efektif merupakan defleksi ulir pegas yang efektif bila diberikan pembebanan dan diterima dengan baik.

Adapun cara untuk mengetahui lendutan awal pegas yaitu dengan menggunakan persamaan 2.108 berikut ini.

Hs = Ht + 8 = 23 + 4 = 27 mm

9. Menghitung Tinggi Mampat

Tinggi mampat adalah pemampatan pegas hingga padat bila diberikan beban overload. Maka besar tinggi mampat

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.109 sebagai berikut :

Hc = (n+ 1,5) d

= (8 mm + 1,5) x 7.5 mm

= 9,5 mm x 7,5 mm

= 71,25 mm

10. Diameter dan Lendutan Pegas Baik

Berdasarkan perhitungan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa diameter pegas dan lendutan pegas dapat dikatakan

baik.

11. Pemilihan Pegas Dilapangan

Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan data spesifikasi yang hampir mendekati dengan perhitungan pegas

yaitu shockbreaker merk DBS variasi ukuran 28 cm milik YAMAHA JUPITER Z. Seperti terlihata pada gambar 4.24

berikut ini.
170

Gambar 4.24. Suspensi merk DBS vanasi.

Pegas tersebut harus dimodifikasi terlebih dahulu sebelum diaplikasikan pada pesawat paratrike yaitu dengan cara

penambahan pipa stainless stell ukuran 1 ” , Tebal 1,2 mm dan panjang 375 mm.
BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan materi dan perhitungan perancangan frame pesawat paratrike, diperoleh beberapa

kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil perhitungan manual, didapatkan beberapa ukuran- ukuran dari desain frame pesawat

paratrike antara lain:

a. Diameter minimum gandar roda 11 mm. Penentuan diameter gandar yang dipakai pada frame pesawat

paratrike haras sesuai dengan bantalan sehingga didapatkan ukuran bantalan sebagai berikut:

Diameter kecil bantalan Di = 15.25 mm,

Diameter besar banatalan D2 = 42 mm Lebar l = 12 mm Seri

bantalan 6302.

Adapun harga-harga yang didapat dari perhitungan bantalan antara lain beban radial ekivalen 50.78 kg,

dengan umur nominal penggunan adalah 384287.65 Jam « 4.4 tahun untuk pembebanan secara terus menerus.

b. Sambungan-sambungan yang digunakan pada frame pesawat paratrike antara lain :

i. Sambungan ulir

Dari hasil perhitungan secara manual ukuran mur dan baut yang mampu menahan beban sebesar

1030 N adalah M8 dan M10, ukuran- ukurannya dapat dilihat pada tabel 2.6. Jumlah ulir yang

direkomendasikan untuk pembebanan 1200 N adalah minimal 3 ulir dengan tinggi mur minimal 6 mm.

Berdasarkan hasil simulasi pembebanan pada baut dan mur menggunakan Software Autodesk Inventor

2016 dengan beban 10000 N mur dan baut mengalami displacement sebesar 0,00133 mm, bahan mur

dan baut bahan yang digunakan adalah stailess stell A2-70.

ii. Sambungan Las

Berikut adalah ukuran-ukuran sambungan las:

171
172

a) Jenis kampuh lasan yang digunakan adalah las fillet melingkar (full)

b) Ketebalan leher lasan minimum adalah 5.656 mm dibuat 8 mm untuk mendapatkan hasil

maksimal.

c) Tinggi lasan minimum 5.656 mm dibuat 6 mm untuk mendapatkan hasil maksimal.

d) Elektroda yang digunakan adalah elektroda las TIG/MIG seri ER1060 diameter kawat las 1.5

mm atau 2 mm dengan arus minimal 200 A-250 A.

Sedangkan besar tegangan dan regangan serta gaya yang didapatkan dari perhitungan manual adalah

kekuatan tarik las double fillet pada rangka utama adalah 603.30 N/mm2, Tegangan lentur 400.24

N/mm2, kekuatan tarik kawat las 65 N/mm2, Momen 15 x 106 N.mm.

c. Berdasarkan hasil dari perhitungan secara manual, diameter kawat pegas adalah 7,5 mm, lendutan total 8

mm, sedangkan lendutan efektif adalah 4 mm, dengan diameter lilitan pegas 30 mm. Dari data tersebut,

didapatkan ukuran pegas yang mendekati hasil perhitungan adalah pegas sepeda motor milik YAMAHA

JUPITER dengan merk DBS variasi.

2. Dari hasil simulasi pembebanan menggunakan Software Autodesk Inventor 2016, frame pesawat paratrike

tidak mengalami displacement. Dengan menggunakan acuan tersebut, maka hasil perancangan frame pesawat

paratrike dapat digunakan.

5.2. Saran

Berdasarkan dari pembahasan materi dan perancangan frame pesawat

paratrike, maka dapat diambil saran sebagai berikut:

1. Pada perancangan berikutnya diharapkan memakai bahan frame yang lebih ringan seperti carbon steel pipe

atau titanium untuk mengurangi berat dari frame pesawat paratrike.

2. Diharapkan pada perancangan berikutnya merancang atau memodifikasi frame pesawat paratrike lipat supaya

mudah dibawa kemana-mana dan dimasukkan kedalam kendaraan niaga.

3. Diharapkan pada perancangan berikutnya dapat merancang penjamin mur dan baut.

4. Sebaiknya pada crossbar dibuatkan pengait tali weebing dan dapat digeser-geser sesuai dengan bobot pilot

untuk mendapatkan center of grafity yang tepat.


173

5. Sebaiknya setiap mur dan baut dibuatkan ring join pipa yang terbuat dari nilon atau bahan lainya untuk menjamin

kepastian pengetatan mur dan baut.

6. Desain kursi paratrike alangkah baiknya bila dibuat berbentuk kapsul dan terbuat dari serangkaian pipa

aluminium.

7. Diharapkan pada perancangan berikutnya mampu merancang suspensi yang lebih ringan.
Daftar Pustaka

Achmad Zainuri. 2010. Diklat Bahan Ajar Elemen Mesin II. Universitas mataram. Mataram.

Budiman, dan Priambodo. 1994. Elemen Mesin. Jakarta. Erlangga.

Pusat Paramotor - Pordirga MICROLIGHT. 2012. Standart Keamanan dan Kualifikasi Penerbang Paramotor - Pordirga

MICROLIGHT. Jakarta. Federasi Aero Sport Indonesia.

Sularso dan Suga, 1997. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Bahan Elemen Mesin. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Via Peru n. 2006. Fly Product. Grottammare (AP). Italy.

Anda mungkin juga menyukai