Anda di halaman 1dari 64

PROYEK AKHIR

PEMBUATAN DAN PERAKITAN AIRFRAME (FUSLAGE,


SAYAP, DAN EKOR) WAHANA TERBANG TIPE VERTICAL
TAKE-OFF AND LANDING (VTOL) FIXED WING

Oleh:

ABDURRAHMAN
NIM.1907035211

RIDHO DWI ATMOJO


NIM.1907035987

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
PROYEK AKHIR

PEMBUATAN DAN PERAKITAN AIRFRAME (FUSLAGE,


SAYAP, DAN EKOR) WAHANA TERBANG SSU01 TIPE
VERTICAL TAKE-OFF AND LANDING (VTOL) FIXED WING

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Meraih Gelah Ahli Madya Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Riau

Oleh:

ABDURRAHMAN
NIM.1907035211

RIDHO DWI ATMOJO


NIM.1907035987

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Proyek akhir dengan judul”Pembuatan dan Perakitan Airframe (Fuslage, Sayap,


dan Ekor) Wahana Terbang SSU01 Tipe Vertical Take-Off and Landing (VTOL)
Fixed Wing”
Yang dipersiapkan dan disusun oleh
Abdurrahman
NIM : 1907035211
Ridho Dwi Atmojo
NIM : 1907035987
Program Studi Teknik Mesin D3, Fakultas Teknik Universitas Riau,

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada tanggal 20
Agustus 2022

Menyetujui,

Pembimbing Utama Dosen Pendamping

Dedi Rosa Putra Cupu, S.T.,


Kaspul Anuar, S.Pd., M.T
M.Eng
NIP. 19880606 201504 1 002
NIP. 19800728 200501

Mengetahui,
Koordinator Program Studi Teknik Mesin D3
Fakultas Teknik Universitas Riau

Muftil Badri, S.T., M.T


NIP. 19800728 200501 1 003
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini menyatakan bawa Laporan Proyek Akhir dengan judul: Pembuatan dan
Perakitan Airframe (Fuslage, Sayap, dan Ekor) Wahana Terbang SSU01 Tipe
Vertical Take-Off and Landing (VTOL) Fixed Wing tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya disuatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pekanbaru, 20 Agustus 2022

(Abdurrahman)
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Proyek Akhir dengan
baik, sehingga selesai pada waktunya dengan judul ”Pembuatan dan Perakitan
Airframe (Fuslage, Sayap, dan Ekor) Wahana Terbang SSU01 Tipe Vertical Take-
Off and Landing (VTOL) Fixed Wing”. Laporan Proyek Akhir ini dibuat sebagai
syarat untuk menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md)
di prodi DIII Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau, yang bertujuan
untuk membuat wahan terbang tanpa awak yang dapat melakukan jasa misi
pemetaan, fotografi, videografi.
Dalam pembuatan dan penyusunan laporan Proyek Akhir ini, penulis
menyadari masih banyak terdapat kesalahan maupun kesulitan yang dihadapi, namun
berkat tekad yang kuat dari hati penulis, serta motivasi dan masukan-masukan
maupun bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun materil akhirnya
semuanya dapat dihadapi dan diatasi dengan baik, maka dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Orang tua tercinta dan keluarga yang senantiasa mendorong secara
moril maupun materil dan mendoakan agar penulis mendapatkan
rahmat, dan kesehatan.
2. Bapak Kaspul Anuar, S.Pd., M.T. selaku Dosen Pembimbing Utama
dan Bapak Dedi Rosa Putra Cupu, S.T., M.Eng. Selaku Pembimbing
Kedua yang mana telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
seluruh rangkaian proses pengerjaan Proyek Akhir ini dengan baik dan
tepat pada waktunya.
3. Bapak Feblil Huda, S.T., M.T., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Teknik
Mesin Universitas Riau.
4. Bapak Muftil Badri, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi DIII
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau.
5. Bapak Dedi Rosa Putra Cupu, S.T., M.Eng. selaku koordinator Proyek
Akhir Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Riau.
6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Riau.
7. Patzil Al Amin angkatan 2017 selaku pembuat desain Wahana
Terbang Tanpa Awak Dengan Kemampuan Vertical Take-Off Landing
(VTOL) Tipe Quadplane.
8. Rekan-rekan Serindit Aero yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya membantu penulis dalam pembuatan Proyek Akhir ini.
9. Rekan-rekan seperjuangan khususnya angkatan 2019 Teknik Mesin
Universitas Riau.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan laporan Proyek Akhir
ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis sendiri.

Pekanbaru, Agustus 2022

Penulis
PEMBUATAN DAN PERAKITAN AIRFRAME (FUSLAGE, SAYAP, DAN
EKOR) WAHANA TERBANG SSU01 TIPE VERTICAL TAKE-OFF AND
LANDING (VTOL) FIXED WING
Abdurrahman., Ridho Dwi Atmojo
Laborotorium Konstruksi Mesin, Jurusan Teknik Mesin
Program Studi Diploma Tiga Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau

Abstrak

Untuk meningkatkan performa wahana terbang fixed wing, pada tahun 2021 robot
terbang Teknik Mesin Universitas Riau kembali merancang ulang wahana terbang
SSU01 tipe VTOL Quadplane. Proses rancang bangun wahana VTOL Quadplane
telah selesai pada tahap desain. Tahap kedua dari rancang bangun wahana VTOL
Quadplane adalah pembuatan dan perakitan wahana terbang SSU01 VTOL
Quadplane berdasarkan desain yang ditentukan. Pada penelitian ini wahana VTOL
Quadplane dibuat menggunakan material komposit fiberglass pada bagian badan
(fuselage), sedangkan pada bagian ekor dan sayap dibuat menggunakan material
komposit foam core. Penelitian ini diawali dengan pencetakan kedua bagian fuselage
menggunakan lem epoxy. Selanjutnya dilakukan pembuatan sayap dan ekor
menggunakan material foam core composite. Setelah semua bagian airframe selesai
dibuat, dilanjutkan dengan proses penyambungan dari seluruh bagian airframe.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, bagian fuselage, sayap, ekor vertical,
dan ekor horizontal memiliki massa masing-masing sebesar 485 gr, 446 gr, 26 gr, 82
gr. Hal ini menunjukkan bahwa massa masing-masing airframe wahana terbang
VTOL Quadplane memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan
pengukuran dimensi fuselage, bagian lebar memiliki error yaitu 6,9% (titik 4)
sedangkan lebar memiliki error terbesar yaitu 6,5% (titik 19). Berdasarkan
pengukuran dimensi sayap, bagian lebar memiliki error terbesar yaitu 3,09% (titik
17 bagian kanan). Sedangkan ekor vertikal, bagian lebar memiliki error terbesar
yaitu 1,64% (titik 1). Pada ekor horizontal, bagian lebar memiliki error terbesar
yaitu 1,73% (titik 5 bagian kanan). Hal ini menunjukkan bahwa error masing-masing
bagian airframe wahana terbang SSU01 VTOL Quadplane memenuhi kriteria yang
telah ditentukan yaitu dibawah 10% sehingga tidak berpengaruh besar terhadap
performa wahana.
Kata kunci : SSU01 VTOL Quadplane, fixed wing, airframe, fuselage.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Untuk mendukung upaya pengembangan teknologi wahana terbang tanpa awak
di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Direktorat. Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ditlitabmas) telah menyelenggarakan Kontes
Robot Terbang Indonesia (KRTI) yang pertama di tahun 2013 dengan Institut
Teknologi Bandung (ITB) sebagai pelaksana. Kompetisi ini menjadi ajang bagi
mahasiswa dari seluruh kampus di Indonesia untuk mengembangkan wahana
terbang dengan berbagai misi penggunaan. Kegiatan Kontes Robot Terbang
Indonesia yang diselenggarakan oleh Pusat Prestasi Nasional akan meningkatkan
kemampuan komunikasi mahasiswa, Kerjasama tim dan pemikiran kritis dalam
mencari inovasi di dunia penerbangan.
SSU01 merupakan wahana terbang tipe VTOL Quadplane hasil rancang bangun
tim mahasiswa dan dosen Teknik Mesin Universitas Riau. Wahana ini berhasil
dirancang bangun dan digunakan untuk misi monitoring dan pemetaan wilayah
(Prayitno, 2018). Selain itu, SSU01 juga dirancang untuk mengikuti lomba tahunan
Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) pada kategori VTOL.
Pada Proyek Akhir ini, fuselage wahana VTOL tipe Quadplane dibuat
menggunakan material komposit fiberglass-fibercarbon dengan teknik vacum
bagging. Bagian sayap dan ekor, dibuat menggunakan material foam core composite.
Terakhir, bagian dudukan motor dibuat menggunakan material aluminium.

1.2 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai proyek akhir ini adalah:
1) Menghasilkan fuselage wahana terbang SSU01 VTOL tipe Quadplane
menggunakan material komposit fiberglass-fibercarbon dengan massa di
bawah 485 gr.
2) Menghasilkan sayap wahana terbang SSU01 VTOL tipe Quadplane berbahan
material komposit foam core composite dengan bentang sayap sepanjang
1500 mm dengan massa dibawah 600 gr.
3) Menghasilkan ekor wahana terbang SSU01 VTOL tipe Quadplane berbahan
berbahan foam core composite dengan massa di bawah 300 gr.
4) Menghasilkan satu buah airframe wahana SSU01 VTOL tipe Quadplane
yang telah dirakit dengan massa total ≤ 4.000 gr.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari hasil pembuatan dan perakitan wahana adalah sebagai
berikut:
1) Dapat dipakai sebagai pesawat terbang tanpa awak untuk misi pemantauan
dari udara.
2) Dapat diikutkan lomba KRTI tahun 2021.

1.4 Batasan Masalah


Adapun manfaat dari hasil pembuatan dan perakitan wahana adalah sebagai
berikut:
1) Pembuatan fuselage wahana VTOL tipe Quadplane dengan menggunakan
material komposit dan teknik vacum bagging.
2) Material komposit yang digunakan berpenguat fiberglass dan fibercarbon
dengan matriks resin epoxy.
3) Material foam yang digunakan dalam pembuatan sayap dan ekor memiliki
densitas sebesar 34 kg/m3.

1.5. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan dalam laporan Proyek Akhir ini adalah sebagai
berikut:

Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, tujuan Proyek Akhir, manfaat, batasan
masalah dan sistematika penulisan laporan ini.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan tentang teori dasar yang mendasari pembuatan dan perakitan
airframe (fuselage, sayap dan ekor) wahana terbang VTOL tipe Quadplane.
Bab III Metodologi
Bab ini berisikan tentang tahapan-tahapan yang dilakukan pada langkah-langkah
kerja pembuatan dan perakitan airframe (fuselage, sayap dan ekor) wahana
terbang VTOL tipe Quadplane.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisikan pembahasan tentang hasil dari pembuatan fuselage, sayap dan
ekor pada wahana terbang VTOL tipe Quadplane.
Bab V Penutup
Bab ini berisikan simpulan dan saran yang didapat setelah proses pembuatan dan
perakitan airframe (fuselage, sayap dan ekor) wahana terbang VTOL tipe
Quadplane.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesawat Terbang


Pada pesawat terbang terdapat empat buah gaya yang bekerja yaitu gaya
dorong (thrust), gaya hambat (drag), gaya angkat (lift) dan gaya berat pesawat
(weight). Gaya dorong muncul akibat dorongan angin dari baling-baling yang
digerakkan oleh motor atau mesin pesawat. Gaya hambat muncul karena luas
penampang pesawat yang dilalui oleh aliran udara. Gaya angkat muncul karena
tekanan udara pada bagian atas sayap lebih rendah dari bagian bawah pesawat
(Aprilian, 2017). Gambar 2.1 menampilkan gaya-gaya yang bekerja pada pesawat.

Gambar 2.1 Gaya Gaya Bekerja Pada Pesawat


Sumber : (Aprilian, 2017)

Sistem pengaturan gerak pada pesawat biasanya direpresentasikan melalui


pengaturan posisi anguler pesawat yang meliputi sudut roll (φ), sudut pitch (θ) dan
sudut yaw (ψ), sedangkan kecepatan anguler pesawat direpresentasikan dalam
kecepatan roll (p), kecepatan pitch (q) dan kecepatan yaw (r). Untuk gerak translasi,
pesawat memiliki kecepatan translasi meliputi: kecepatan arah maju (U), kecepatan
arah samping (V) dan kecepatan vertikal ke bawah (R). Saat bergerak rotasi, pesawat
memiliki momen yang meliputi : momen roll (L), momen pitch (M) dan momen yaw
(N) (Huda, 2015).
Selain empat buah gaya yang terjadi pada pesawat, ada tiga sumbu gerak
meliputi sumbu longitudinal, vertical dan lateral. Titik pertemuan sumbu-sumbu
tersebut merupakan titik Center of Gravity (CG) yang merupakan titik kestabilan
maneuver pesawat. Maneuver pesawat terdiri dari:
a) Roll, yairu gerak pesawat terhadap sumbu longitudinal dengan menggunakan
aileron.
b) Pitch, yaitu gerak pesawat terhadap sumbu lateral dengan menggunakan
elevato.
c) Yaw, yaitu gerak pesawat terhadap sumbu vertical dengan menggunakan
rudder.
Gambar 2.2 menampilkan sumbu gerak pada pesawat.

Gambar 2.2 Sumbu Gerak Pesawat


Sumber : (Aprilian, 2017)

2.2 Komposit
Komposit adalah suatu material yang terdiri dari kombinasi dua atau lebih
material baik secara mikro atau makro, dimana sifat material tersebut berbeda bentuk
dan komposisi kimia dari zat asalnya (Smith, 1996). Komposit merupakan perpaduan
dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material
penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik. Pendapat lain
mengatakan bahwa komposit adalah sebuah kombinasi material yang berfasa padat
yang terdiri dari dua atau lebih baik dari material pembentuknya (Firmansyah, 2018).
Dari sekian banyak jenis material pembentuk komposit, semuanya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu matriks, material penguat (reinforcement)
dan material pengisi (filter).

Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah mendapatkan


kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang ringan.
Dengan memilih kombinasi material serat dan matriks yang tepat, maka akan
didapat material komposit dengan sifat yang tepat untuk suatu struktur
tertentu dan tujuan tertentu pula.

2.2.1 Bahan utama penyusun komposit


1) Matriks
Matriks dalam komposit berfungsi sebagai bahan pengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang
geser antara serat dan matriks yang membuat keduanya bisa saling berhubungan dan
melindungi dari kerusakan eksternal (Mawardi & Lubis, 2019).
2) Bahan Pengisi
Bahan pengisi (reinforcement) merupakan salah satu unsur utama penyusun
material komposit yang biasanya berupa serat. Serat ini menentukan karakteristik
bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan, dan sifat-sifat mekanis lainya. Serat
dalam bahan komposit berperan sebagai bahan utama yang menahan beban, serta
besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dengan kekuatan bahan
pembentuknya. Orientasi dan kandungan serat akan menentukan kekuatan mekanis
dari komposit. Perbandingan antara matriks dan serat juga merupakan faktor yang
sangat menentukan karakteristik sifat mekanis produk yang dihasilkan. Serat secara
umum terdiri dari 2 jenis yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam adalah serat
yang dapat langsung diperoleh dari alam, biasanya berupa serat organik yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan dan binatang. Serat sintetik yang sering digunakan manusia
seperti fiberglass dan fibercarbon.

2.2.2 Perencanaan pembuatan produk dengan material komposit


1) Luas total fiberglass yang dibutuhkan
A s= A f x n………………………………………………………………………………….....(2.1)
Keterangan:
A s= Luas total fiberglass (mm2)
A f = Luas selimut (mm2)
n = Jumlah lapisan fiberglass

2) Massa total fiberglass yang dibutuhkan


mf = A f x ρ ……………………………………………………………….(2.2)

Keterangan:
ms = Massa total fiberglass yang dibutuhkan (gr)
ρ = Rasio massa fiberglass terhadap luas (gr/m2)

3) Massa hardener resin epoxy yang dibutuhkan


1
mh= ms…………………………………………………………………………(2.3)
3

Keterangan :
mh= massa hardener resin epoxy (gr)
ms = massa total fiberglass yang dibutuhkan (gr)

4) Massa resin epoxy yang dibutuhkan


2
mℜ= ms………………………………………………………………(2.4)
3
Keterangan :
m ℜ=¿ massa resin epoxy (gr)
ms =¿ massa total fiberglass yang dibutuhkan (gr)

2.3 Serat Kaca (Fiberglass)


Serat kaca atau sering diterjemahkan menjadi serat gelas adalah serat tipis
dengan garis tengah sekitar 0,005 mm – 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi
benang atau ditenun menjadi kain, yang kemudian diserapi dengan resin sehingga
menjadi bahan yang kuat dan tahan korosi untuk digunakan sebagai badan mobil dan
bangunan kapal.
Serat kaca sebagai penguat komposit biasa digunakan oleh industry otomotif
dan perlengkapan olahraga seperti juga model pesawat terbang. Keuntungan utama
dari serat kaca adalah biaya pembuatan yang relative rendah, kekuatan arik yang
tinggi dan ketahanan kimia yang tinggi. Kelemahannya adalah modulus Tarik relatif
rendah dan ketahanan lelah relative rendah. Serat kaca terdiri dari dua jenis yaitu E-
glass dan S-glass yang digunakan oleh industry. Hal yang membedakan yaitu sifat
mekanis dan biaya produksi serat itu sendiri. Serat S-glass lebih tinggi biaya
produksinya dibandingkan serat E-glass (Fajarudin, 2019).

2.4 Resin
Resin adalah material non metalik dan untuk membentuknya dapat dicetak, dicor
dan dapat digunakan sebagai isolasi. Resin merupakan bahan pelapis, perekat yang
dipadukan dengan serat karbon dan fiberglass. Resin berwujud cairan kental seperti
lem, berkelir hitam atau bening, menyerupai minyak goreng, tetapi agak kental. Ada
banyak jenis resin, diantaranya adalah: Natural Oil, Alkyd, Nitro Cellulose,
Polyester, Melamine, Acrylic, Epoxy, Polyurethane, Silicone, Fluorocarbon, Vinyl,
Cellulosic, dan lain-lain (Kartika, 2014).
Resin merupakan zat organik yang komposisinya terdiri dari kombinasi
hidrogen, karbon, oksigen, nitrogen dimana bahan mineralnya adalah coal
(batubara), petroleum dan bahan-bahan lainya.

2.5 Proses Mesin Bubut (Turning Machine)


Mesin bubut merupakan mesin perkakas untuk proses pemotongan logam
(metal-cutting process). Operasi dasar dari mesin bubut melibatkan benda kerja yang
berputar dan cutting tool-nya bergerak linier. Kekhususan operasi mesin bubut
adalah digunakan untuk memproses benda kerja dengan hasil atau bentuk
penampang lingkaran atau benda kerja berbentuk silinder (Kurniawan, 2008).

2.5.1 Bagian-bagian mesin bubut

Gambar 2.3 Kontruksi Mesin Bubut


Sumber : (Nurdjito & Arifin, 2015)

Keterangan:
1) Handel pemindah putaran
2) Tuas spindle utama
3) Poros potong bubut
4) Chuck
5) Handel kunci mur
6) Toolpost
7) Eretan atas
8) Senter kepala lepas
9) Eretan melintang
10) Alas mesin (landasan eretan)
11) Kepala lepas
12) Roda tangan kepala lepas
13) Tuas pengatur jumlah putaran poros utama
14) Tuas poros utama
15) Roda tangan pemindah support
16) Lemari kunci
17) Tuas catu awal
18) Poros utama

Bagian-bagian utama dari mesin bubut adalah sebagai berikut:


1) Kepala diam (heat stock)
Sumbu utama atau kepala tetap merupakan suatu sumbu utama mesin bubut yang
berfungsi sebagai dudukan chuck (cekam), yang nantinya sebagai tempat menaruh
benda kerja pada saat pembubutan. Di dalam kepala tetap ini terdapat serangkaian
susunan roda gigi dan roda pulley bertingkat ataupun roda tunggal dihubungkan
dengan sabuk V atau sabuk rata. Dengan demikian kita dapat memperoleh putaran
yang berbeda-beda apabila hubungan diantara roda tersebut diubah-ubah
menggunakan handel/tuas pengatur kecepatan. Putaran yang dihasilkan ada dua
macam yaitu putaran cepat dan putaran lambat. Putaran cepat biasanya dilakukan
pada kerja tunggal untuk membubut benda dengan sayatan tipis sedangkan putaran
lambat untuk kerja ganda yaitu untuk membubut dengan tenaga besar dan
pemakanannya tebal (pengasaran). Arah putaran mesin dapat dibalik menggunakan
tuas pembalik putaran, hal ini diperlukan dengan maksud misalnya untuk membubut
ulir atau untuk membubut dengan arah berlawanan sesuai dengan sudut mata potong
pahat.
2) Meja mesin (bed)
Meja mesin bubut berfungsi sebagai tempat dudukan kepala lepas, eretan,
penyangga diam (steady rest) dan merupakan tumpuan gaya pemakanan waktu
pembubutan. Bentuk alas ini bermacam-macam, ada yang datar dan ada yang salah
satu atau kedua sisinya mempunyai ketinggian tertentu. Permukaannya halus dan rata
sehingga gerakan kepala lepas dan lain-lain di atasnya lancar. Bila alas ini kotor atau
rusak akan mengakibatkan jalannya eretan tidak lancar sehingga akan diperoleh hasil
pembubutan yang tidak baik atau kurang presisi.
3) Eretan (carriage)
Eretan terdiri atas eretan memanjang (longitudinal carriage) yang bergerak
sepanjang alas mesin, eretan melintang (cross carriage) yang bergerak melintang alas
mesin dan eretan atas (top carriage), yang bergerak sesuai dengan posisi penyetelan
diatas eretan melintang. Kegunaan eretan ini adalah untuk memberikan pemakanan
yang besarnya dapat diatur menurut kehendak operator yang dapat terukur dengan
ketelitian tertentu yang terdapat pada roda pemutarnya.
Eretan atas berfungsi sebagai dudukan penjepit pahat yang sekaligus berfungsi
untuk mengatur besaran majunya pahat pada proses pembubutan ulir, alur, tirus,
champer (pingul) dan lain-lain yang ketelitiannya bisa mencapai 0,01 mm.
4) Kepala lepas (tail stock)
Kepala lepas digunakan untuk dudukan senter putar sebagai pendukung benda
kerja pada saat pembubutan, dudukan bor tangkai tirus dan cekam bor sebagai
menjepit bor. Kepala lepas dapat bergeser sepanjang alas mesin, porosnya berlubang
tirus sehingga memudahkan tangkai bor untuk dijepit. Tinggi kepala lepas sama
dengan tinggi senter tetap.
5) Tuas pengatur kecepatan
Tuas pengatur kecepatan digunakan untuk mengatur kecepatan poros. Ada dua
pilihan kecepatan yaitu kecepatan tinggi dan kecepatan rendah. Kecepatan tinggi
digunakan untuk pengerjaan benda-benda berdiameter kecil dan pengerjaan
penyelesaian, sedangkan kecepatan rendah digunakan untuk pengerjaan pengasaran,
ulir, alur, mengkartel dan pemotongan (cut off). Besarnya kecepatan setiap mesin
berbeda-beda dan dapat dilihat pada plat tabel yang tertera pada mesin tersebut.
6) Penjepit pahat (tool post)
Penjepit pahat digunakan untuk menjepit atau memegang pahat. Pada mesin bubut
konvensional biasanya menggunakan penjepit pahat 4 slot. Jenis ini sangat praktis
dan dapat menjepit pahat 4 (empat) buah sekaligus sehingga dalam suatu pengerjaan
bila memerlukan 4 (empat) macam pahat dapat dipasang dan disetel sekaligus.
7) Ceklam (chuck)
Cekam adalah peralatan mesin bubut yang digunakan untuk menjepit benda kerja.
Pemasangan cekam pada poros utama mesin pada kepala tetap, sehingga jika mesin
berputar maka cekam akan ikut berputar.

2.5.2 Jenis-jenis pembubutan


Ada beberapa proses pemesinan yang dapat dilakukan pada mesin bubut, antara
lain :
1) Pembubuta rata
Proses membubut lurus adalah menyayat benda kerja dengan gerak pahat sejajar
dengan sumbu benda kerja. Membubut silindris dapat dilakukan sekali atau dengan
pemakanan kasar yang kemudian dilanjutkan dengan pemakanan halus atau finishing.
Gambar 2.4 menampilkan pembubutan rata.
Gambar 2.4 Pembubutan Rata
Sumber : (Pramudito, 2013)

2.5.3 Elemen dasar


Elemen dasar mesin bubut dapat dipelajari dengan menggunakan rumus yang
diturunkan dengan kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut:
a. Benda kerja : d o =¿ diameter mula (mm)
d m =¿ diameter akhir (mm)
f t=¿ Panjang permesinan (mm)
b. Pahat : k r=¿ sudut potong utama (o)
c. Mesin bubut : a = kedalaman potong (mm)
f = gerakan makan (mm)
n = putaran poros (benda kerja) (rpm)

1) Kecepatan potong (Vc)


n.d.n
Vc = (m / min)……………………………………………………………
1.000
(2.5)
Dimana : V c =¿ kecepetan potong (mm/min)
π = konstanta (3,14)
d = diameter benda kerja (mm)
n = kecepatan putaran mesin (rpm)
2) Kecepatan pemakan (Vf )
Vf = f x n (m/min)…………………………………………………………...(2.6)
Dimana : V f = kecepatan gerak pemakanan (m/min)
f = gerak makan (mm/putaran)
n = putaran mesin (rpm)
3) Kedalaman pemakanan (a)
do−dm
a = (mm)…………………………………………...……………….….
2
(2.7)
Dimana : a = kedalaman pemakanan (mm)
d o =¿diameter awal (mm)
d m = diameter akhir (mm)
4) Waktu pemesinan bubut rata (tmr)
L
tmr = (min)…………………………………………………………………
F
(2.8)
L = la+ l(mm)………………………………………………………………(2.9)
mm
Vf = f x n( )…………………………………………………………...(2.10)
menit
Dimana : f = pemakanan dalam satu putaran (mm/putaran)
n=¿ putaran benda kerja (rpm)
la=¿jarak star pahat (mm)
L = Panjang total pembubutan (mm/menit)
Vf = kecepatan pemakanan (mm/menit)
5) Waktu pemesinan bubut muka (facing) (tmf)
l
tmr = (min)……..…………………………………………………………
F
(2.11)
d
L= +la (mm)……………………………………………………………...(2.12)
2
Vf =f x n (mm/min)……………………………………………………….(2.13)
Dimana : d=¿diameter benda kerja (mm)
f =¿ pemakanan dalam satu putaran (mm/putaran)
n=¿putaran benda kerja (rpm)
l=¿ panjang pembubutan muka (mm)
la=¿ jarak star pahat (mm)
L=¿ panjang total pembubutan muka (mm)
Vf =¿ kecepatan pemakanan (mm/min)
6) Kecepatan penghasilan geram (z)

z= A x v=f x a x Vc [ ]
mm3
min
……………………………………………….(2.14)

Dimana : z = kecepatan penghasilan geram (mm3/min)


a=¿ kedalama potong (mm)
Vc=¿ kecepatan potong (mm/min)

Tabel 2.1 menampilkan nilai feeding mesin bubut.

Tabel 2.1 feeding Mesin Bubut (Situngkir & Fallah, 2022)


Sumber : David, Fallah, 2022

Tabel 2.2 menampilkan kecepatan putaran motor spindle mesin bubut


Tabel 2.2 Kecepatan Putaran Spindle Mesin Bubut (Lab. Teknologi Produksi
TM FT UR, 2022)
I G(rpm) 45 70 110 175
F(rpm) 280 400 630 1000
II G(rpm) 90 140 220 350
F(rpm) 560 800 1260 2000
2.6 Proses Mesin Drilling (Drilling Machine)
Mesin Drilling adalah mesin perkakas yang digunakan untuk membuat lubang
silinder. Pemrosesan menggunakan mesin drilling biasa disebut penggurdian atau
pengeboran. Pengeboran dilakukan dengan alat pemotong atau mata potong yang
berbentuk silinder yang berputar pada poros spindle mesin drilling. Mata potong pada
mesin drilling biasa disebut mata bor dan memiliki dua mata pisau potong. Jenis mata
bor dengan dua mata potong sering disebut twist drill. Prinsip kerja mesin drilling
adalah pisau berputar pada sumbu z yang dapat bergerak naik turun, sedangkan benda
kerja dapat bergerak pada sumbu x dan y (Bagus Laroybafih, 2019).

2.6.1 Bagian-bagian Mesin Drilling

Gambar 2.6 Bagian-Bagian Mesin Drilling


Sumber :(Satrio Aji, 2019)

Bagian-baian utama Mesin Drilling adalah sebagai berikut:


1) Dudukan (base)
Base adalah pondasi dari mesin drilling. Base terbuat dari besi cor sehingga dapat
menahan getaran. Base mampu menahan komponen lain dari mesin drilling yang
berada di atasnya.
2) Tiang (column)
Column merupakan penyangga head mesin drilling dan penghubung head dengan
base. Column juga menjadi dudukan dari meja. Column berdiri vertikal dan tegak
lurus terhadap base dan meja.

3) Meja (table)
Table adalah dudukan untuk menempatkan benda kerja. Table terpasang pada
column sehingga ketinggian table dapat disesuaikan dengan head. Table memiliki
alur T (T-slot) untuk menempatkan baut pengunci posisi ragum.
4) Head
Head adalah kepala mesin drilling yang terletak di bagian atas mesin. Head berisi
komponen penggerak spindle lengkap dengan dudukan motor penggerak. Head
menjadi tempat pada motor untuk mendistribusikan tenaga ke pulley, kemudian
pulley meneruskan ke poros spindle, sehingga spindle dapat memutarkan mata
potong.

2.6.2 Elemen dasar


Elemen dasar proses gurdi adalah sebagai berikut:
a. Mesin Drilling : Vc = Kecepatan makan (m/min)
a = Kedalaman makan (mm)
tc = Waktu makan (min)
z = Kecepatan pembetukan beram (cm3/min)

1) Kecepatan makan (Vc)


ndn
Vc= (m/min)…………………………………………………………….(2.15)
1000
Dimana : Vc=¿ kecepatan makan (m/min)
π=¿ konstanta (3,14)
d=¿ diameter gurdi (mm)
n=¿ putaran poros utama (rpm)
2) Kedalaman makan (a)
d
a= ( mm) ………………………………………………………………….(2.16)
2
Dimana : a = kedalaman makan (mm)
d = diameter gurdi (mm)
3) Waktu pemakanan (tc)
t c = ¿ ( min )……………………………………………………………...(2.17)
2 fn
Dimana : t c =¿waktu pemakan (min)
l t =¿ kedalaman potong (mm)
f =¿ gerak makan (mm/min)
n=¿ putaran poros utama (rpm)
4) Kecepatan pembentukan beram (z)
πd 2 fn 3
z= (cm /min)…………………………………………………….(2.18)
4 1000
Dimana : z=¿ kecepatan pembentukan beram (cm3/min)
π=¿ konstanta (3,14)
d=¿ diameter gurdi (mm)
f =¿ gerak makan (mm/min)
n=¿ putaran poros utama (rpm)

Tabel 2.3 menampilkan karakteristik kerja Mesin Drilling yang ada di Labor
Teknologi Produksi Teknik Mesin UNRI.
Tabel 2.3 Tabel Data Material, Kecepatan Potong, Sudut Mata Bor HSS, Cairan
Pendingin Pada Mesin Drilling
Sumber : David, Fallah, 2022
2.7 Metode Pembuatan Komposit
Material komposit merupakan material nonlogam yang saat ini semakin banyak
digunakan. Hal ini cukup beralasan mengingat adanya kebutuhan material di samping
memprioritaskan sifat mekanik, juga dibutuhkan sifat lain yang lebih baik, misalnya
ringan, tahan korosi, dan ramah lingkungan. Selain itu, sifat teknologi merupakan
salah satu sifat yang harus dimiliki oleh material komposit tersebut. Dimana sifat
teknologi adalah kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Proses
pembuatan atau proses produksi dari komposit tersebut merupakan hal yang sangat
penting dalam menghasilkan material komposit. Terdapat beberapa metode yang bisa
digunakan digunakan untuk menghasilkan material komposit yang diinginkan.
1) Hand lay up
Hand lay up adalah metode pembuatan komposit paling sederhana. Aplikasi
metode ini dilakukan dengan cara menuangkan resin pada serat yang berbentuk
anyaman, rajuan, atau kain. Selanjutnya, resin ditekan dan diratakan dengan
menggunakan rol atau kuas. Proses tersebut dilakukan berulang-ulang hingga
ketebalan yang diinginkan tercapai. Pada proses ini resin langsung berkontakan
dengan udara dan biasanya proses pencetakan dilakukan pada temperatur kamar
(Mawardi & Lubis, 2019). Proses hand lay up dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Proses Hand Lay


Sumber : (Mawardi & Lubis, 2019)
2) Vacuum bagging
Proses vacuum bagging merupakan penyempurnaan dari hand lay up (Mawardi
& Lubis, 2019). Penggunaan proses vakum pada metode ini bertujuan untuk
menghilangkan udara yang terperangkap pada laminasi. Dengan divakumnya udara
dalam wadah, maka udara yang ada di luar penutup plastik akan menekan ke arah
dalam. Hal ini akan menyebabkan udara yang terperangkap dalam spesimen komposit
akan dapat diminimalkan. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.8 Proses Vakum Bagging


(Sumber : Rahadiyanto, 2018)

2.8 Menentukan persentase Error


Error adalah perbedaan antara hasil observasi atau pengukuran dengan nilai
sebenarnya. Persentase error digunakan untuk membandingkan nilai perkiraan
dengan nilai pasti. Untuk mengetahui cara menghitung persentase error digunakan
persamaan sebagai berikut (Prasetiyo, 2019):

%Error= | Eksak value−Aproximate


Eksak value
value
|x 100 %........................................
(2.19)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Diagram Aliran


Gambar 3.1 menampilkan diagram alir pembuatan dan perakitan airframe
(fuselage, sayap dan ekor) wahana terbang tipe VTOL QuadplaneI.

Gambar 3.1 Diagram Alir Proyek Akhir


Gambar 3.1 Diagram Alir Proyek Akhir

3.2 Pemilihan Komponen Utama


Adapun pemilihan komponen utama yang dibeli pada Proyek Akhir ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Komponen Utam
No Komponen Spesifikasi Jumlah Harga
1. Motor Listrik Motor Sunny 5 buah 3.000.000
Sky 1080 kv

2. ESC ESC 80 5 buah 3.750.000


Ampere

3. Baterai Lipo 10.000 mAh 2 buah 2.000.000


Dan 14,8 volt

4. Propeller Propeller 12 5 buah 350.000


Inchi

5. Motor Servo Torsi 20 kg 5 buah 210.000


cm

6. Alumunium - 3 meter 150.000


Spar

7. Transmitter 2,4 Ghz 1 buah 4.000.000


8. Receiver 2,4 Ghz 1 buah 600.000
9. Kabel 12 Awg 8 meter 320.000
10. Konektor Banana 12 pasang 120.000
Total 14.500.000

3.3 Perencanaan Proses Pembuatan


Proses perencanaan kebutuhan Styrofoam, resin dan fiberglass didasarkan pada
data volume dan luas selimut dari desain airframe (fuselage, sayap dan ekor) wahana
VTOL Quadplane. Data volume dan luas selimut airframe tersebut didapat dari tim
perancang wahana VTOL Quadplane. Tim perancang wahana VTOL Quadplane
mendapatkan data volume dan luas selimut airframe melalui perhitungan (tool) yang
tersedia pada inventor. Adapun perencanaan proses pembuatan airframe wahana
VTOL Quadplane dijelaskan pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Kebutuhan Komponen Pada VTOL Quadplane
No Komponen Proses Produksi
1 Fuslage Volume = 0,0111m3
Luas selimut = 0,40m2
a. Pembentukan airfoil berbahan triplek
b. Pembentukan bagian ekor vertical
menggunakan airfoil dan kawat panas
c. Finishing dan laminasi dengan material
Lampiran 3 komposit fiberglass
2 Sayap Kanan dan Kiri Volume = 0,0047m3
Luas selimut = 1,49m2
a. Pembuatan airfoil berbahan triplek
b. Pembentukan bagian sayap
menggunakan airfoil dan kawat panas
c. Finishing dan laminasi dengan material
Lampiran 4 & 5 komposit fiberglass
3 Ekor Vertikal Volume = 0,0013m3
Luas selimut = 0,34m2
a. Pembuatan airfoil berbahan triplek
b. Pembentukan bagian ekor vertikal
menggunakan airfoil dan kawat panas
c. Finishing dan laminasi dengan material
Lampiran 6 komposit fiberglass
4 Ekor Horizontal Volume = 0,0027m3
Luas selimut = 0,17m2
a. Pembuatan airfoil berbahan triplek
b. Pembentukan bagian ekor horizontal
menggunakan airfoil dan kawat panas.
c. Finishing dan laminasi dengan material
Lampiran 8 komposit fiberglass
5 Dudukan Ekor Volume = 115952,081mm3
Luas selimut = 24122,247mm2
a. Pencetakan dengan vacuum bagging
b. Proses finishing dengan pengamplasan,
Lampiran 10 pendempulan dan pengecatan
6 Dudukan Motor Volume = 181604,922mm3
Luas selimut = 32622,720mm2
a. Pencetakan dengan vacuum bagging
b. Proses finishing dengan pengamplasan,
Lampiran 11 pendempulan dan pengecatan
7 Dudukan Motor Diameter Volume = 285,885mm3
10 mm\ a. Penandaan
b. Proses Bubut
Lampiran 12 c. Proses Drill
8 Dudukan Motor Diameter Volume = 819,956mm3
19 mm a. Penandaan
b. Proses Bubut
Lampiran 13 c. Proses Drill

3.3.1 Perhitungan kebutuhan bahan untuk membuat bagian fuselage


Bahan yang digunakan:
a. Resin epoxy
b. Serat fiberglass dan density sebesar 130 gr/m2.
Dengan menggunakan Persamaan 2.1 sampai dengan Persamaan 2.4,
perhitungan kebutuhan berat serat fiberglass 130 gr/m2 (tiga lapis), resin epoxy dan
katalis (hardener) untuk proses mencetak fuselage ditampilkan sebagai berikut:
A s=¿ A f x 4=0,40 m2 x 4=1,6 m2
2 gr
ms =A s x ρ=1,6 m x 130 2
=280 gr
m
2 2
mℜ= x ws= x 208 gr=138,67 gr
3 3
1 1
mh= x ws= x 208 gr=69,33 gr
3 3

Berdasarkan perhitungan di atas, massa serat fiberlass 130 gr/m2, massa resin
epoxy dan massa hardener yang dibutuhkan dalam proses mencetak fuselage masing-
masing sebesar 208 gr, 138,67 gr dan 69,33.

3.3.2 Perhitungan kebutuhan bahan untuk membuat bagian sayap


Bahan yang dibutuhkan:
 Styrofoam
 Serat fiberglass dengan ukuran density 48 gr/m2
Dengan menggunakan data volume sayap yang terdapat pada Tabel 3.2,
diketahui volume bagian sayap sebesar 0,0047m3. Sehingga volume bahan styrofoam
yang dibutuhkan untuk memproduksi sayap minimal sebesar 0,0047 m 3 dengan
dimensi panjang styrofoam minimal sebesar 2,15 m. Data luas selimut bagian sayap
sebesar 1,49 m2 (1 Pasang), perhitungan kebutuhan berat serat fiberglass 48 gr/m2 (dua
lapis), resin epoxy dan katalis (hardener) dalam proses mencetak fuselage ditampilkan
sebagai berikut:
2 2
A s= A f x 2 x =1,49m x 2=2,9 m
gr
ms =A s x ρ=2,9 m2 x 48 2
=143,9 gr
m
2 2
mℜ= x ws= x 143,9 gr=95,9 gr
3 3
1 1
mh= x ws= x 143,9 gr =47,9 gr
3 3
Berdasarkan perhitungan diatas, massa serat fiberglass 130 gr/m2 (ws), massa
resin epoxy dan massa hardener yang dibutuhkan dalam proses mencetak ekor
vertikal masing-masing sebesar 32,16 gr, 21,44 gr dan 10,72 gr.

3.3.3 Perhitungan kebutuhan bahan ekor horizontal


Bahan yang dibutuhkan:
 Styrofoam
 Serat fiberglass dengan ukuran density 48 gr/m2
Dengan menggunakan data volume ekor vertikal yang terdapat pada tabel 3.2,
diketahui volume bagian ekor vertikal sebesar 0,0013 m3. Sehingga volume bahan
styrofoam yang dibutuhkan untuk memproduksi sayap minimal sebesar 0,0013 m 3.
Data luas selimut bagian ekor vertikal sebesar 0,34 m2, perhitungan kebutuhan berat
serat fiberglass 48 gr/m2 (dua lapis), resin epoxy dan katalis (hardener) dalam proses
mencetak fuselage ditampilkan sebagai berikut:
A s= A f x 2=0,34 m2 x 2=0,67 m2
gr
ms =A s x ρ=0,67 m2 x 48 2
=32,16 gr
m
2 2
mℜ= x ws= x 32,16 gr=21,44 gr
3 3
1 1
mh= x ws= x 32,16 gr=10,72 gr
3 3
Berdasarkan perhitungan diatas, massa serat fiberglass 130 gr/m2 (ws), massa
resin epoxy dan massa hardener yang dibutuhkan dalam proses mencetak ekor
vertikal masing-masing sebesar 32,16 gr, 21,44 gr dan 10,72 gr.
3.3.4 Perhitungan kebutuhan bahan ekor horizontal
Bahan yang dibutuhkan:
 Styrofoam
 Serat fiberglass dengan ukuran density 48 gr/m2
Dengan menggunakan data volume ekor horizontal yang terdapat pada tabel
3.2, diketahui volume bagian ekor horizontal sebesar 0,0027 m 3. Sehingga volume
bahan styrofoam yang dibutuhkan untuk memproduksi sayap minimal sebesar
0,0027m3. Data luas selimut bagian ekor horizontal sebesar 0,17 m2 perhitungan
kebutuhan berat serat fiberglass 48 gr/m2 (dua lapis), resin epoxy dan katalis
(hardener) dalam proses mencetak fuselage ditampilkan sebagai berikut:
2 2
A s= A f x 3=0,17 m x 2=0,36 m
2 gr
ms =A s x ρ=0,36 m x 48 =17,28 gr
m2
2 2
mℜ= x ws= x 17,28 gr=11,52 gr
3 3
1 1
mh= x ws= x 17,28 gr =11,52 gr
3 3
Berdasarkan perhitungan diatas, massa serat fiberglass 48 gr/m2, massa resin
epoxy dan massa hardener yang dibutuhkan dalam proses mencetak ekor horizontal
masing-masing sebesar 17,28 gr, 11,52 gr dan 5,76 gr.
3.3.5 Perhitungan proses pembubutan
Berdasarkan Tabel 2.3, untuk pembubutan material aluminium diameter 22mm
dengan menggunakan pahat bubut HSS maka didapat Vc sebesar 70mm/menit dan f
sebesar 0,3mm.
Adapun proses pembubutan yang dilakukan pada Proyek Akhir ini adalah
sebagai berikut:
1) Dudukan motor diameter 10 mm
a. Kecepatan putaran mesin
1.000 x Vc
n=
π xd
1.000 x 70
n=
3,14 x 22
70.000
n= =1013,3 rpm ≈ 1.000 rpm
69,08
Jadi putaran yang digunakan adalah 1.000 rpm
b. Kecepatan pemakanan

Vf =f x n ( menit
mm
)
Vf =0,3 x 1.000=300 ( menit
mm
)
c. Kedalaman pemakanan
do−dm
a= ( mm )
2
22−10
a= ( mm )
2
a=6 ( mm )
d. Waktu pemesinan bubut rata (roughing)
L=( Jarak start pahat ) la + ( Panjang pembubutan rata ) l
L=2 mm+50 mm
L=52 mm
Panjang pembubutan rata ( L ) ( mm )
tm=
Kecepatan pemakanan ( Vf ) (
mm
menit )
52 mm
tm=
300 mm /menit
tm=0,17 mm
e. Waktu pemesinan bubut muka (facing)
L=( Jarak start pahat ) la + ( Jari− jari benda kerja ) r
L = 2 mm+5 mm
L=7 mm
Panjang pembubutan rata ( L ) ( mm )
tm=
Kecepatan pemakanan ( Vf ) (
mm
menit )
7 mm
tm=
300 mm /menit
tm=0,023 menit
f. Kecepatan penghasilan geram
3
mm
z=f x a x Vc
menit
mm3
z=0,3 x 6 x 70
menit
3
mm
z=126
menit
2) Dudukan motor diameter 19mm
a. Kecepatan putaran mesin
1.000 x Vc
n=
πxd
1.000 x 70
n= =1.013,3rpm ≈ 1.000 rpm
3,14 x 22
Jadi putaran yang digunakan adalah 1.000 rpm
b. Kecepatan pemakanan (F)

Vf =f x n( menit
mm
)
Vf =0,3 x 1.000 (
menit )
mm

Vf =300 (
menit )
mm

c. Kedalaman pemakanan (a)


do−dm
a= ( mm )
2
22−19
a= ( mm )
2
a=1,5 ( mm )
d. Waktu pemesinan bubut rata (roughing)
L=( Jarak start pahat ) la+ ( Panjang pembubutan rata ) l
L=2 mm+10 mm
L=12 mm
panjang pembuatanrata ( L ) (mm)
tm=
kecepatan pemakanan(Vf ) (mm
menit )
12 mm
tm=
300( mm
menit )
tm=0,04 menit
e. Waktu pemesinan bubut muka (facing)
L=( Jarak start pahat ) la+ ( Jari− jari benda kerja ) r
L=2 mm+ 9,5 mm
L=11,5 mm
panjang pembubutan muka ( L ) (mm)
tm=
kecepatan pemakanan ( Vf ) (
mm
menit )
11,5 mm
tm=
mm
300( )
menit
tm=0,038 menit
f. Kecepatan penghasilan geram
mm 3
z=f x a x Vc
menit
3
mm
z=0,3 x 1,5 x 70
menit
mm3
z=31,5
menit
3.3.6 Perhitungan proses drilling
1) Dudukan motor diameter 10mm
a. Kecepatan putaran mesin (n)
Vc x 1.000
n= (rpm)
π xd

70 x 1.000
n= (rpm)
3,14 x 3
7.000
n= (rpm )
9,42
n=7.430 ( rpm )
b. Kedalaman makan (a)
d
a= ( mm )
2
3
a= ( mm )
2
a=1,5 ( mm )
c. Waktu pemakanan (tc)
tc = ¿ (min)
2 fn
5
tc= (min)
2 x 0,02 x 7.430
tc=0,016
d. Kecepatan pembentukan beram (Z)

( )
3
πd 2 fn cm
z=
4 1.000 min

( )
3
3,14 x 3 2 x 0,02 x 7.430 cm
z=
4 1.000 min

( )
3
cm
z=2,355 x 0,297
min
cm3
z=0,7 ( )
min ⁡
2) Dudukan motor diameter 19mm
a. Kecepatan putaran mesin (n)
Vc x 1.000
n= (rpm)
π xd
70 x 1.000
n= (rpm)
3,14 x 10
n=2.229(rpm)
b. Kedalaman makan (a)
d
a= (mm)
2
10
a= ( mm)
2
a=5(mm)
c. Waktu pemakanan (tc)
tc = ¿ (min)
2 fn
5
tc= ( min)
2 x 0,16 x 2.229
tc=0,007(min)
d. Kecepatan pembentukan beram (Z)

( )
3
πd 2 fn cm
z=
4 1.000 min

( )
3
3,14 x 10 2 x 0,16 x 2.229 cm
z=
4 1.000 min

( )
3
cm
z=7,85 x 0,71
min

z=5,57 (
min )
3
cm

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat
Adapun peralatan yang digunakan pada Proyek Akhir ini adalah sebagai
berikut:
1) Mesin Bubut
Mesin bubut digunakan untuk meratakan permukaan alumunium dan
membentuk dimensi alumunium sesuai dengan desain.

Gambar 3.2 Mesin Bubut

2) Mesin Drilling
Mesin Drillng digunakan untuk melubangi dudukan motor.

Gambar 3.3 Mesin Drilling

3) Gerinda tangan
Gerinda tangan digunakan untuk pemotongan alumunium dan memotong mal.

Gambar 3.4 Gerinda Tangan

4) Jangka sorong
Jangka sorong digunakan untuk proses pengukuran setiap Langkah pembuatan
dudukan motor.

Gambar 3.5 Jangka Sorong

5) Pompa vakum
Pompa vakum digunakan untuk mengosongkan udara dalam plalstik pada saat
vakum.

Gambar 3.6 Pompa Vakum

6) Kompresor
Kompresor digunakan pada proses pengecatan.

Gambar 3.7 Kompresor


7) Paint spray gun
Paint spray gun digunakan untuk menyemprotkan cat ke permukaan benda
kerja.

Gambar 3.8 Paint Spray Gun

8) Glue gun
Glue gun digunakan untuk menyatukan beberapa komponen sayap.

Gambar 3.9 Glue Gun

9) Kuas
Kuas digunakan untuk mengoleskan campuran resin dan hardener.

Gambar 3.10 Kuas


10) Mesin bor tangan
Mesin bor tangan digunakan untuk melubangi bagian fuselage wahana sebagai
tempat masukmya baut.

Gambar 3.11 Mesin Bor Tangan

11) Timbangan digital


Timbangan digital digunakan untuk mengukur perbandingan campuran resin
dan hardener.

Gambar 3.12 Timbangan Digital

12) Hotwire
Hotwire digunakan untuk membuat sayap dan ekor VTOL Quadplane.
Gambar 3.13 Hotwire

3.4.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan Proyek Akhir ini adalah
sebagai berikut:
1) Alumunium
Alumunium adalah bahan utama pembuatan dudukan motor.

Gambar 3.14 Alumunium

2) Pahat bubut HSS


Pahat bubut HSS adalah mata potong pada proses bubut.

Gambar 3.15 Pahat Bubut HSS

3) Mata bor 3 mm dan 10 mm


Mata bor digunakan untuk membuat lubang pada dudukan motor.

Gambar 3.16 Mata Bor

4) Polyester
Polyester digunakan untuk melapisi pola fuselage yang tidak rata.

Gambar 3.17 Polyester

5) Amplas
Amplas digunakan untuk meratakan hasil pendempulan.

Gambar 3.18 Amplas

6) Cat Epoxy
Cat Epoxy digunakan pada proses finishing pengecatan.
Gambar 3.19 Cat Epoxy

7) Resin Epoxy
Resin Epoxy digunakan pada pembuatan fuselage mounting motor dan dudukan
motor.

Gambar 3.20 Resin Epoxy

8) Cat Clear
Cat clear digunakan pada proses finishing pengecatan.

Gambar 3.21 Cat Clear

9) Hardener resin
Hardener resin adalah campuran resin.
Gambar 3.22 Hardener Resin

10) Plastik vakum


Plastic pembungkus digunakan sebagai wada fuslae, mounting motor dan
dudukan ekor saat proses vakum.

Gambar 3.23 Plastik Vakum

11) Wax Mirror Glace


Wax digunakan untuk melapisi cetakan agar cetakan tidak bersentuhan
langsung dengan resin dan mempermudah pelapisan.

Gambar 3.24 Wax Mirror Glace

12) Fiberglass 48 gr/m2 dan 130 gr/m2


Fiberglass digunakan untuk membuat fuselage, mounting motor, sayap, ekor
dan dudukan motor.

Gambar 3.25 Fiberglass

13) Fibercarbon
Fibercarbon digunakan sebagai tulang pada pembuatan fuselage, mounting
motor, sayap, ekor dan dudukan motor.

Gambar 3.26 Fibercarbon

14) Cairan PVA


Cairan PVA digunakan untuk pelapisan antara wax dan resin agar cetakan tidak
lengket.
Gambar 3.27 Cairan PVA

15) Styrofoam
Styrofoam digunakan untuk membuat sayap dan ekor.

Gambar 3.28 Styrofoam

16) Triplek
Triplek digunakan untuk membuat mal sayap dan ekor.

Gambar 3.29 Triplek

3.5 Proses Produksi


Adapun proses produksi dari pembuatan Proyek Akhir ini adalah sebagai
berikut:
3.5.1 Prosedur umum
Adapun prosedur umum proses pembuatan fuselage, sayap, dan ekor pada
wahana terbang tanpa awak SSU01 VTOL Quadplane adalah sebagai berikut:
 Alat dan bahan siapkan
 Perlengkapan safety disiapkan
 Penerangan dihidupkan
 Desain gambar disiapkan
Proses pembuatan airframe wahana SSU01 VTOL Quadplane di mulai dari
pembuatan fuselage, sayap, ekor dan terakhir assembly serta instalasi perangkat
elektronik
3.5.2 Proses pembuatan fuselage
1) Pertama, dilakukan pemotongan fiberglass dan fibercarbon sesuai dengan
pola molding. Gambar 3.30 berikut menampilkan proses pemotongan dari
fiberglass dan fibercarbon.

Gambar 3.30 Pemotongan Fiberglass dan Fibercarbon

2) Sebelum dilakukan pencetakan fuselage, seluruh permukaan molding


dioles terlebih dahulu dengan wax mirror glaze dan PVA. Pengolesan wax
dilakukan sebanyak 3 kali dengan pengolesan perlahan dan merata pada
seluruh permukaan molding dan PVA dioleskan 1 kali. Selang waktu
pendiaman antar pengolesan selama 10 menit. Gambar 3.31 berikut
menampilkan pengolesan wax dan PVA.

Gambar 3.31 Pengolesan Wax dan PVA

3) Selanjutnya dilakukan pencetakan fuselage. Proses komposit dilakukan


secara layer per layer dan pengolesan resin secara merata. Penggunaan
serat fiberglass sebanyak 4 lapis dan pada lapisan ke 2 diberi serat
fibercarbon sebanyak 3 lapis seperti yang di lihat pada Gambar 3.32
berikut.

Gambar 3.32 Pengolesan Resin Secara Merata

4) Setelah selesai pemberian resin pada seluruh lapisan serat, selanjutnya


dilakukan proses vakum. Untuk mengurangi kelebihan resin pada bagian
permukaan cetakan, diberi lapisan kain peel ply. Proses vakum dilakukan
selama 2 jam sehingga seluruh bagian komposit dapat membentuk alur
molding secara merata. Setelah selesai proses vakum, komposit didiamkan
selama 12 jam agar komposit fuselage dapat kering secara merata seperti
yang ditampilkan pada Gambar 3.33

Gambar 3.33 Proses Vakum

5) Setelah kering, bagian sisi fuselage yang berlebih di potong agar proses
penyatuan kedua bagian fuselage dapat dilakukan dengan mudah. Gambar
3.34 berikut menampilkan proses pemotongan kelebihan sisi fuselage.
Gambar 3.34 Proses Pemotongan Sisi Fuselage

6) Setelah didapatkan kedua sisi fuselage, maka dapat dilakukan proses


penyatuan menggunakan lem epoxy dengan cara mengoleskan pada bagian
permukaan sisi sambung. Gambar 3.35 berikut menunjukkan proses
penyatuan fuselage mengguanakan lem epoxy.

Gambar 3.35 Penyatuan Fuselage Menggunakan Lem Epoxy

7) Fuselage yang telah selesai disatukan kemudian dilakukan proses


pendempulan dan pengamplasan untuk menutupi pori-pori permukaan
fuselage hingga seluruh permukaan rata. Pada Gambar 3.36 ditampilkan
proses pendempulan.

Gambar 3.36 Proses pendempulan


8) Tahap akhir ialah proses pengecatan fuselage yang di tampilkan pada
Gambar 3.37 berikut.

Gambar 3.37 Pengecatan Fuselage

3.5.3 Proses pembuatan sayap


1) Proses pembuatan sayap diawali dengan pembuatan mal. Mal di tandai
diatas kayu multipleks sesuai dengan dimensi yang ditetapkan, kemudian
dilakukan proses pemotongan dengan menggunakan gerinda potong, dapat
dilihat pada gambar 3.38

Gambar 3.38 Pemotongan Mal Menggunakan Gerinda Potong

2) Kemudian mal disatukan dengan Styrofoam menggunakan glue gun,


kemudian dilakukan proses pemotongan menggunakan hotwire sesuai
dengan dimensi yang ditetapkan, dapat dilihat pada Gambar 3.39
Gambar 3.39 Pemotongan Styrofoam Menggunakan Hotwire

3) Setelah itu, dilakukan proses pengamplasan untuk meratakan permukaan


pada hasil pemotongan sesuai dimensi yang ditetapkan, dapat dilihat pada
Gambar 3.40

Gambar 3.40 Proses Pengamplasan Styrofoam

4) Seluruh bagian sayap disambung dan seluruh bagian tepi sayap ditempel
serta fiberglass 1 lapis seperti yang dilihat pada gambar 3.41 berikut.

Gambar 3.41 Tepi Sayap Dilapisi Fiberglass

5) Sebelum dilakukan proses pencetakan sayap, maka dilakukan pemberian


wax pada mylar. Pemberian wax dilakukam sebanyak 3 kali dalam selang
waktu 10 menit. Gambar 3.42 menunjukkan proses pengolesan wax pada
mylar.

Gambar 3.42 Pengolesan Wax Pada Mylar

6) Kemudian mylar dicat dengan warna dan motif sesuai dengan desain sayap
wahana. Pengecatan dilakukan sebanyak 3 lapis hingga mendapat hasil
pengecatan yang merata. Gambar 3.43 berikut menampilkan proses
pengecatan.

Gambar 3.43 Proses Pengecatan Mylar

7) Setelah itu dilakukan proses pencetakan sayap. Proses diawali dengan


mencampurkan resin epoxy dan resin hardener dengan perbandingan 2:1.
Gambar 3.44 menunjukkan proses mencampurkan resin epoxy dan
hardener.
Gambar 3.44 Mencampurkan Resin Epoxy dan Hardener

8) Fiberglass diolesi dengan resin epoxy hingga rata ke seluruh permukaan


dan ditempelkan pada permukaan plastic mylar yang telah dicat seperti
yang terlihat pada Gambar 3.45.

Gambar 3.45 Resin Epoxy Dioleskan Pada Fiberglass dan Mylar

9) Kedua sisi mylar yang telah diberi serat fiberglass dan resin epoxy,
ditempelkan pada sisi atas dan bawah permukaan sayap seperti yang
terlihat pada Gambar 3.46.

Gambar 3.46 Mylar Ditempelkan Pada Permukaan Styrofoam


10) Agar serat membentuk alur airfoil, maka dilakukan proses vakum. Proses
vakum dilakukan selama 2 jam. Gambar 3.47 menunjukkan proses vakum.

Gambar 3.47 Proses Vakum

11) Setelah proses vakum selesai, komposit sayap dikeringkan dengan


temperature lingkungan selama 1 hari. Selanjutnya mmylar dibuka secara
perlahan dan dilakukan finishing dengan membersihkan resin berlebih pada
sisi-sisi sayap. Hasil pembuatan sayap dapat dilihat pada Gambar 3.48.

Gambar 3.48 Hasil Pembuatan Sayap

3.5.4 Proses pembuatan ekor horizontal dan vertical


1) Proses pembuatan ekor horizontal dan vertical diawali dengan pembuatan
mal. Mal ditandai diatas kayu multipleks sesuai dimensi yang ditetapkan,
kemudian dilakukan proses pemotongan dengan menggunakan gerinda
potong, dapat dilihat pada Gambar 3.49.
Gambar 3.49 Proses Pemotongan Mal

2) Kemudian mal disatukan dengan Styrofoam menggunakan glue gun,


kemudian dilakukan proses pemotongan menggunakan hotwire sesuai
dimensi yang ditetapkan, dapat dilihat pada Gambar 3.50.

Gambar 3.50 Pemotongan Styrofoam Menggunakan Hotwire

3) Setelah itu, dilakukan proses pengamplasan umtuk meratakan permukaan


pada hasil pemotongan sesuai dimensi yang ditetapkan, dapat dilihat pada
Gambar 3.51

Gambar 3.51 Proses Pengamplasan


4) Pada seluruh bagian tepi ekor diberi fiberglass sebanyak 1 lapis dan pada
bagian depan dari ekor diberi fibercarbon sebanyak 1 lapis seperti yang
dilihat pada Gambar 3.52

Gambar 3.52 Pemberian Fiberglass dan Fibercarbon Pada Styrofoam

5) Sebelum dilakukan proses pencetakan ekor horizontal dan vertical, maka


dilakukan pemberian wax pada mylar. Pemberian wax dilakukan sebanyak
3 kali dalam selang waktu 10 menit. Gambar 3.53 menunjukan proses
pengolesan wax pada mylar.

Gambar 3.53 Mylar Dioleskan Wax

6) Kemudain mylar dicat dengan warna dan motif sesuai dengan desain ekor
horizontal dan vertical wahan. Pengecekan dilakukan sebanyak 3 lapis
hingga mendapatkan hasil pengecatan yang merata. Gambar 3.54 berikut
menampilkan proses pengecatan.
Gambar 3.54 Proses Pengecatan Mylar

7) Setelah itu dilakukan proses pencetakan ekor horizontal dan vertical,


diawali dengan mencampurkan resin epoxy dan resin dan hardener dengan
perbandingan 2:1 seperti yang terlihat pada Gambar 3.55.

Gambar 3.55 Proses Pencampuran Resin Epoxi dan Hardener

8) Fiberglass diolesi dengan resin epoxy hingga rata ke seluruh permukaan


dan ditempelkan pada permukaan mylar yang telah dicat seperti yang
terlihat pada Gambar 3.56.

Gambar 3.56 Fiberglass dan Mylar Dioleskan Resin Epoxy


9) Kedua sisi mylar yang telah diberi serat fiberglass dan resin epoxy,
ditempelkan pada sisi atas dan bawah permukaan ekor horizontal dan
vertical seperti yang terlihat pada Gambar 3.57

Gambar 3.57 Mylar Ditempelkan Pada Permukaan Styrofoam

10) Agar serat membentuk alur airfoil, maka dilakukan proses vakum. Proses
vakum dilakukan selama 2 jam seperti pada Gambar 3.58.

Gambar 3.58 Proses Vakum Ekor Horizontal dan Vertikal

11) Serat proses vakum selesai, komposit sayap dikeringkan dengan temperatur
lingkungan selema 1 hari. Selanjutnya plastik mylar dibuka secara perlahan
dan dilakukan finishing dengan membersihkan resin berlebih pada sisi-sis
ekor horizontal dan vertical. Gambar 3.59 menunjukkan hasil dari ekor
horizontal.
Gambar 3.59 Hasil Ekor Horizontal

Anda mungkin juga menyukai