Anda di halaman 1dari 43

TEKNOLOGI BAHAN ALAM

SAMPEL RUMPUT LAUT JARUM SUNTIK (SYRINGODIUM


ISOETIFOLIUM)

Kelompok 5

Ni Putu Heny Yudiani Lestari (P07134016006)

Ni Komang Setyaningsih (P07134016013)

Ni Luh Putu Indria Suryati (P07134016022)

Ni Putu Ayu Indah Paramita (P07134016029)

Ni Kadek Putri Dwi Cahyanti (P07134016038)

I Nyoman Ocef Priambada (P07134016045)

I Nyoman Wahyu Ganesha (P07134016054)

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AJARAN 2017/2018


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama jamur, yang
dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan dari mikroba lain. Antimikroba
adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada manusia.
Sedangkan antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain.

Oleh karena itu dilakukannya percobaan uji daya hambat mikroba untuk
membantu mengidentifikasi daerah hambat suatu zat anti mikroba terhadap
mikroorganisme. Dengan adanya zat antimikroba, pertumbuhan mikroorganisme
yang bersifat pathogen dapat dihambat dan dimatikan sehingga membantu
manusia mengatasi penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Rumput laut Jarum Suntik termasuk jenis rumput laut perairan dangkal yang
cukup umum ditemukan. Rumput laut ini seringkali tumbuh bersama jenis rumput
laut lainnya di daerah pasang surut dengan substrat berpasir atau campuran pasir-
lumpur. Daun berbentuk silindris dengan bagian tengah berlubang seperti jarum
suntik.

Indonesia sebagai daerah tropis memiliki berbagai macam tumbuhan yang


dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional, salah satunya yaitu rumput laut dan
sampai saat ini belum optimal pemanfataannya (Jannata dkk, 2014). Selain produk
metabolit primer, produk metabolit sekundernya mulai banyak diteliti. Salah satu
metabolit sekunder yang sedang diteliti adalah senyawa bioaktif yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai antimikroba seperti antibakteri, antifungi,
antivirus dan sebagainya (Suptijah, 2002).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah yaitu :
1.2.1 Apa yag dimakasud dengan Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium
isoetifolium)?
1.2.2 Bagaimana cara pembuatan simplisia Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium)?
1.2.3 Bagaimana cara ekstraksi terhadap simplisia Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium)?
1.2.4 Bagaimana cara evaporasi ekstrak Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium)?
1.2.5 Bagaimana cara melakukan uji fitokimia secara kualitatif terhadap ekstrak
pekat Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium)
1.2.6 Bagaimana hasil uji fitokimia secara kualitatif terhadap ekstrak pekat
Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium)?
1.2.7 Bagaimana cara melakukan uji kandungn total fenol ekstrak pekat Rumput
Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium)?
1.2.8 Bagaimana kandungan total fenol ekstrak pekat Rumput Laut Jarum
Suntik (Syringodium isoetifolium)
1.2.9 Bagaimana cara melakukan uji antibakteri ekstrak pekat Rumput Laut
Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium)?
1.2.10 Bagaimana daya antibakteri ekstrak pekat Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium)?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan laporan ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui definisi Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium
isoetifolium).
1.3.2 Untuk mengetahui cara pembuatan simplisia Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium).
1.3.3 Untuk mengetahui cara ekstraksi terhadap simplisia Rumput Laut Jarum
Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.4 Untuk mengetahui cara evaporasi ekstrak Rumput Laut Jarum Suntik
(Syringodium isoetifolium) agar memperoleh ekstrak pekat.
1.3.5 Untuk mengetahui cara melakukan uji fitokimia secara kualitatif terhadap
ekstrak pekat Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.6 Untuk mengetahui hasil uji fitokimia secara kualitatif terhadap ekstrak
pekat Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.7 Untuk mengetahui cara melakukan uji kandungn total fenol ekstrak pekat
Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.8 Untuk mengetahui kandungan total fenol ekstrak pekat Rumput Laut
Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.9 Untuk mengetahui cara melakukan uji antibakteri ekstrak pekat Rumput
Laut Jarum Suntik (Syringodium isoetifolium).
1.3.10 Untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak pekat Rumput Laut Jarum
Suntik (Syringodium isoetifolium).

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan laporan ini yaitu :
a. Manfaat Praktis
Dari penulisan laporan ini diharapkan agar dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis. Serta dapat menambah wawasan pengetahuan bagi
penulis maupun pembaca terutama semua yang berkaitan tentang
pembuatan simplisia Rumput Laut Jarum Suntik (Syringodium
isoetifolium) beserta uji andungan metabolit sekundernya.
b. Manfaat Teoritis
Dari penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah kepustakaan
mengenai semua yang berkaitan dengan pembuatan simplisia Enhalus
acoroides beserta uji andungan metabolit sekundernya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Uji sentifitas bakteri atau Uji antimikroba merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode uji
sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada
konsentrasi yang rendah. Seorang ilmuan dari Perancis menyatakan bahwa
metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer, sering digunakan untuk
mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan
terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambatan akan terlihat sebagai
daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter
zona hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap
zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona
hambatan yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif. Sensitivitas adalah
suatu keadaan dimana mikroba sangat peka terhadap antibiotik atau sensitivitas
adalah kepekaan suatu antibiotik yang masih baik untuk memberikan daya hambat
terhadap mikroba. Uji sensitivitas terhadap suatu antimikroba untuk dapat
menunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap
mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba akan dapat menunjukkan
perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga
pengujian secara mikrobiologis dan biologi dilakukan. Biasanya metode
merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya
aktivitas antimikroba (Virgiandhy & Liana, 2015).
Intermediet adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran dari keadaan
sensitif ke keadaan yang resisten tetapi tidak resisten sepenuhnya. Sedangkan
resisten adalah suatu keadaan dimana mikroba sudah peka atau sudah kebal
terhadap antibiotik. Resisten adalah ketahan suatu mikroorganisme terhadap suatu
antimikroba atau antibiotik tertentu. Resisten dapat berupa resisten alamiah,
resisten karena adaya mutasi spontan (resisten kromonal) dan resisten karena
terjadinya pemindahan gen yang resisten (resistensi ekstrakrosomal) atau dapat
dikatakan bahwa suatu mikroorganisme dapat resisten terhadap obat-obat
antimikroba,karena mekanisme genetik atau non-genetik. Penyebab terjadinya
resisten terhadap mikroorganisme adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat,
misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian yang tidak
teratur, demikian juga waktu pengobatan yangtidak cukup lama, sehingga untuk
mencegah atau memperlambat terjadinya resisten tersebut, maka cara pemakaian
antibiotik perlu diperhatikan. Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri
terhambat pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat
adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar
oleh antibiotik. Contohnya Tetracycline, Erytromycin, dan Streptomycin.
Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Soleha, 2015).
Mueller Hinton Agar (MHA) merupakan medium tempat hidup dan
berkembangbiaknya suatu bakteri. Adapun kandungan dari MHA adalah pepton
(6 gram), kasein (17,5 gram), pati (1,5 gram) dan agar(10 gram). Semua
kandungan tersebut dilarutkan dalam 1 liter air. Pengujian dilakukan di bawah
kondisi satandar, dimana kondisi standar berpedoman kepada Clinical and
Laboratory Standards Institute (CLSI). Standar harus dipenuhi yaitu konsentrasi
inoculum bakteri, media pembenihan (Muller Hinton) dengan memperhatikan pH,
konsentrasi kation, tambahan darah dan serum, kandungan timidin, suhu inkubasi,
lamanya inkubasi, dan konsentrasi antimikroba (Soleha, 2015).
Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan mikroorganisme yang
dalam jumlah amat kecil atau rendah bersifat merusak atau menghambat
mikroorganisme lain. Antibiotik mempunyai nilai ekonomi yang tinggi terutama
di bidang kesehatan, karena kegunaanya dalam mengobati berbagai penyakit
infeksi. Adanya penemuan antibiotik-antibiotik baru sangat dibutuhkan dalam
bidang kedokteran karena banyak kuman yang telah resisten terhadap antibiotik-
antibiotik yang sudah ada. Untuk itu perlu dilakukan penelitian eksplorasi untuk
mendapatkan isolasi bakteri yang dapat menghasilkan antibiotik. Antibiotik
banyak dihasilkan oleh alga, lichen, tumbuhan tingkat tinggi, hewan
tingkatrendah, vertebrata dan mikroorganisme. Antibiotik sering digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit infeksi bakterial. Dalam melakukan terapi dengan
menggunakan antibiotik guna penanggulangan penyakit infeksi bakterial, kadang
diperlukan pemeriksaan kepekaan (tes sensitivitas) kuman terhadap antibiotik
yang tersedia, karena pada masa kini telah banyak ditemukan kuman yang resisten
terhadap antibiotic (MM. Firdiana Krisnaningsih, 2007).
Ada bermacam-macam antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan
dari bakteri salah satunya yaitu Chloramphenicol. Kloramfenikol bertindak
menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa mengganggu sintesis DNA dan
RNA. Kloramfenikol dihasilkan melalui fermentasi, tetapi sekarang telah
dihasilkan melalui sintesis kimia. Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang
mempunyai efek terhadap rikets. Penggunaannya perlu diawasi dengan
memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek hipersensitivitas.
Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif
terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun
negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10
µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi
0,2 - 5 µL/mL. Spektrum kerja tumpang tindih dengan spektrum tetrasiklin secara
luas. Yang perlu digaris bawahi adalah aktivitas yang mencolok terhadap
Salmonella (tergolong penyebab tifus dan paratifus) dan difusi jaringan yang baik
(Sidabutar & Satari, 2010).
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung
satu atau dua gugus OH. Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui
strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil propanoid,
polifenol (lignin, melanin, tannin, dan kuinon fenolik. Senyawa fenolik memiliki
aktivitas biologis yang beraneka ragam, dan banyak digunakan dalam reaksi
enzimatik oksidasi sebagai substrat donor H ke radikal bebas, sehingga senyawa
ini bersifat lebih stabil. Oleh karena itu dilakukan uji kuantitatif kandungan total
fenol dalam bahan alam rumput laut jarum ini untuk mengidentifikasi ada atau
tidaknya kandungan total fenol di dalam baham alam ini.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan September – Desember yang meliputi
rumput laut jarum dari pantai sanur, Denpasar Selatan. Ekstraksi dan uji
potensi rumput laut jarum dilakukan di Laboratorium Kimia Terapan, Jurusan
Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Denpasar.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

No. Alat dan Bahan Kegunaan

1. Pisau Memotong sampel

2. Talenan Alas memotong

3. Blender Menghaluskan sampel

4. Timbangan digital Menimbang berat sampel

Wadah untuk merendam sampel


5. Gelas beker
dan bahan lain

Hot plate with magnetic Mengaduk dan mempercepat


6. stirrer proses maserasi

Mengukur volume ukuran


7. Gelas ukur
larutan

Mengaduk sampel dan bahan


8. Batang Pengaduk
lain

Mengambil cairan dalam skala


9. Pipet tetes
tetesan kecil
Mengambil larutan dalam skala
10. Pipet Volum
tertentu

Mengambil larutan dengan


11. Pipet ukur
ketelitian tertentu

12. Ball pipet Menghisap larutan

Menyaring sampel yang telah


13. Corong
dimaserasi

14. Erlenmeyer Wadah sampel dan pengenceran

Rotary Vacuum
15. Evaporasi sampel
Evaporator

Menimbang bermacam-macam
16. Neraca analitik
bahan

17. Tabung reaksi Wadah uji sampel

18. Rak tabung Wadah tabung reaksi

19. Spektrofotometer Mengukur absorbansi larutan

20. Pentri disk Wadah media

21. Pinset Mengambil kertas cakram

22. Inkubator Inkubasi media

Menghitung kepadatan sel


23. Densitometer
bakteri

Menutup dan membungkus


24. Aluminium foil
bahan

25. Kertas saring Menyaring bahan/sampel


26. Rumput laut jarum Bahan uji (sampel uji)

27. Metanol Pelarut

28. Asam sulfat 2 N Reagen uji

29. Asam klorida 2 N Reagen uji

30. FeCl3 5% Reagen uji

31. Mayer dan Wagner Reagen uji

32. Dragendorf Reagen uji

33. Air panas Pereaksi

34. Folid Reagen uji

35. Natrium karbonat Reagen uji

36. Serbuk Mg Reagen uji

37. Amil alcohol Reagen uji

38. Etanol Reagen uji

39. NaOH 1 N Reagen uji

40. Asam galat Kurva standar

41. Etanol 96% Reagen uji

42. Akuadest Pengencer

43. Na2CO3 5% Reagen uji

44. Kertas cakram Mendifusi sampel uji

45. Kloramfenikol Kontrol positif

46. Bakteri E.coli Bakteri uji


47. Bakteri S.aureus Bakteri uji

48. Kapas streril Strike bakteri pada media

49. Media NA Media penyubur

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Determinasi Tanaman
Determinan tanaman rumput laut jarum dilakukan di
Laboratorium Kimia Terapan Jurusan Analis Kesehatan di bawah
pengawasan penanggung jawab laboratorium.
3.3.2 Pengumpulan Simplisia
Tanaman rumput laut jarum diperoleh dari pantai Sanur,
Denpasar Selatan pada bulan September tahun 2017.
3.3.3 Pembuatan Simplisia Kering
1) Disortasi bahan rumput laut jarum yang akan digunakan pastikan
jenis, ukuran dan warnanya seragam.
2) Dicuci bersih rumput laut jarum
3) Ditiriskan bahan rumput laut jarum yang telah dicuci.
4) Dipotong tipis-tipis rumput laut jarum agar proses pengeringan
dapat dilakukan dengan cepat.
5) Ditimbang rumput laut jarum yang akan dikeringkan.
6) Dikeringkan rumput laut jarum dengan cara diangin-anginkan
(tidak terpapar sinar matahari langsung).
7) Ditimbang rumput laut jarum yang telah kering.
8) Diperhatikan tingkat kekeringan lamun, apabila masih basah
(belum benar-benar kering), pengeringan dapat dilanjutkan.
9) Diblender sampel rumput laut jarum.
10) Diayak dan dipisahkan bagian lamun yang lebih halus.
11) Disimpan simplisia kering yang dihasilkan ditempat yang bersih,
kering dan kedap udara.
3.3.4 Pembuatan Ekstrak Metanol Rumput laut jarum
1) Ditimbang 50 g serbuk simplisia lamun rumput laut jarum.
2) Dimasukkan simplisia kering halus ke dalam gelas beker ukuran 1
liter.
3) Ditambahkan 300 mL etanol hingga serbuk kering terendam
pelarut.
4) Ditutup rapat gelas beker yang digunakan dengan aluminium foil.
5) Diaduk campuran etanol degan serbuk simplisia kering dengan
menggunakan magnetic stirrer.
6) Dilakukan proses perendaman selama 6 hari, dengan pengadukan
selama 4 jam setiap harinya.
7) Dipisahkan ekstrak dengan residu dengan cara menyaring sampel
dengan kertas saring.
8) Disimpan filtrat yang dihasilkan dalam wadah bersih.
9) Dipekatkan filtrat dengan evaporator.
3.3.5 Evaporasi Ekstrak Rumput laut jarum
1) Disiapkan satu set alat Rotary Vacuum Evaporator.
2) Dimasukkan sampel yang akan dievaporasi ke dalam labu alas
bulat.
3) Dipastikan volume sampel tidak lebih dari 2/3 volume labu.
4) Dipastikan labu terpasang dengan erat.
5) Dinyalakan keran yang terhubung dengan kondensor agar air
pendingin bias masuk ke kondensor.
6) Ditekan tombol di bawah waterbath hingga posisi ON.
7) Diatur suhu yang digunakan untuk proses evaporasi (40 – 60oC)
dengan tombol pada bagian bawah waterbath.
8) Dinyalakan vacuum (~tekanan 0,6 – 0,7 barr).
9) Diputar tombol putar untuk memutar lagu alas bulat yang berisi
sampel.
10) Dilakukan proses evaporasi hingga sampel benar-benar pekat yang
ditandai dengan munculnya gelembung udara pada permukaan
sampel.
11) Dilepaskan labu alas bulat dari rangkai alat Rotary Evaporator
dengan hati-hati.
12) Dipindahkan sampel yang telah pekat ke dalam botol vial.
13) Diberi label pada botol vial.

3.3.6 Uji Kualitatif Senyawa Bioaktif Bahan Alam


a. Uji Alkaloid
1) Dipipet 3 mL sampel ektrak rumput laut jarum.
2) Ditambahkan 2 tetes asam sulfat 2N atau asam klorida 2N.
3) Dibagi larutan sampel menjadi 2 bagian.
4) Ditambahkan satu bagian dengan 1-2 tetes reagen Mayer dan
Wagner.
5) Ditambahkan 1-2 tets reagen Dragendorf ke dalam bagian yang
lain.
6) Diamati perubahan yang terjadi.
7) Hasil positif bila terbentuk endapan merah – jingga dengan
reagen Dragendorf dan terbentuk endapan putih kekuningan
dengan reagen Mayer dan Wagner.
b. Uji Saponin
1) Dipipet 1 mL sampel ekstrak rumput laut jarum
2) Ditambahkan 10 mL air panas
3) Dikocok kuat-kuat campuran selama 10 detik
4) Diamati busa yang muncul selama 5 menit
5) Ditambahkan 1 tetes HCl 2 N
6) Diamati perubahan yang terjadi
7) Hasik positif jika busa yang terbentuk tidak hilang
c. Uji Fenol (FeCl3 dan Folid)
1) Dipipet 1 mL ekstrak rumput laut jarum
2) Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5% untuk uji fenol FeCl3
3) Ditambahkan 2 tetes larutan folid, diamkan 5 menit kemudian
ditambahkan 5 tetes Natrium karbonat untuk uji fenol folid
4) Diamati perubahan yang terjadi
5) Hasil positif jika terbentuk warna hijau atau hijau biru

d. Uji Flavonoid
1) Dipipet 1 mL sampel ekstrak rumput laut jarum
2) Ditambahkan 0,1 mg serbuk Mg
3) Ditambahkan 0,4 ml amil alcohol
4) Ditambahkan 4 mL etanol, kocok campuran
5) Diamati perubahan yang terjadi
6) Hasil positif jika terbentuk warna merah, kuning atau jingga
e. Uji Kuinon
1) Dipipet 1 mL sampel ekstrak rumput laut jarum
2) Ditambahkan beberapa tetes NaOH 1 N
3) Diamati perubahan yang terjadi
Hasil positif dika terbentuk warna kuning
3.3.7 Uji Kuantitatif Kandungan Total Fenol
a. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat
1) Dibuat deret konsentrasi asam galat dengan konsentrasi 0, 0,2 ,
0,4 , 0,6 , 0,8 dan 1 ppm dengan cara pengenceran dari larutan
induk 100 ppm
2) Diukur absorbansi masing-masing konsentrasi asam galat pada
panjang gelombang 725 nm
b. Pengukuran Absorbansi Sampel
1) Ditimbang 0,01 g sampel ekstraksi rumput laut jarum
2) Ditambahkan 2 mL etanol 96%
3) Ditambahkan 5 mL akuadest
4) Ditambahkan 0,5 mL reagen Folin-Ciocalteau
5) Diinkubasi selama 5 menit
6) Ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 5%
7) Dihomogenkan campuran
8) Diinkubasi larutan selama 1 jam di tempat gelap
9) Diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 725 nm
10) Diulangi pengukuran absorbansi hingga 3 kali
11) Digunakan kurva standar asam galat untuk menentukan
konsentrasi senyawa fenolat dalam sampel.
3.3.8 Uji Antibakteri Senyawa Bioaktif Bahan Alam

1) Disiapkan biakan bakteri yang berusia 24 jam dengan cara


membiakkan koloni tua ke media NA kemudian diinkubasi 24 jam
pada suhu 37oC.
2) Dibuat suspensi bakteri dengan cara mengambil koloni dari biakan
menggunakan ose kemudian dicampurkan dalam tabung reaksi
yang berisi garam fisiologis (NaCl 0,85%).
3) Dibuat sampai kepadatan sel bakteri pada suspensi mencapai 0,5
McFarland, diukur dengan Densitometer.
4) Usap kapas steril dicelupkan ke suspensi bakteri tersebut dengan
cara menekan dan memutar usap kapas pada dinding tabung
sebanyak dua kali.
5) Usap kapas steril lalu diusapkan secara merata pada media Muller-
Hilton.
6) Biakan bakteri dibiarkan mongering selama 4-5 menit.
7) Bagi media menjadi 4 bagian untuk meletakkan 4 cakram
antibiotik
8) Cakram antibiotic di letakkan pada plate steril , kemudian
diteteskan masing-masing sampel pada cakram
9) Cakram antibiotik diletakkan pada lempeng agar dengan
menggunakan pinset.
10) Diinkubasi 37o C, selama 24 jam.
Diperhatikan ada tidaknya zona hambat yang terbentuk di sekitar
cakram antibiotik. Bila ada zona hambat diukur zona hambatnya
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Uji Kualitatif Senyawa Bioaktif Ekstrak Rumput laut jarum

Tabel I. Uji Kualitatif Ekstrak rumput laut jarum

UJI ALKALOID

Nama
Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Sampel

Ekstrak HCl + Positif (+)


rumput Mayer dan terbentuk
laut Wagner endapan putih
jarum kekuningan

HCl + Positif (+)


Dragendorf
Terbentuk
endapan
merah -
jingga

UJI SAPONIN

Nama
Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Sampel
Ekstrak Air panas + Negatif (-)
rumput HCl 2 N
Tidak
laut
terbentuk
jarum
busa pada
sampel

UJI FENOL

Nama
Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Sampel

Ekstrak FeCl3 Negatif (-)


rumput
Tidak
laut
terbentuk
jarum
warna hijau
atau hijau-
biru pada
sampel

Folin + Positif (+)


Natrium
Terbentuk
karbonat
warna hijau -
biru pada
sampel

UJI FLAVONOID

Nama
Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Sampel
Ekstrak Negatif (-)
rumput
Tidak
laut
terbentuk
jarum
warna merah,
kuning atau
jingga

UJI KUINON

Nama
Pereaksi Sebelum Sesudah Keterangan
Sampel

Ekstrak Negatif (-)


rumput
Terbentuk
laut
warna kuning
jarum
pada sampel
4.2 Hasil Uji Kuantitatif Kandungan Total Fenol
Tabel Hasil Absorbansi Larutan Standar Asam Galat
Konsentrasi Nilai absorbansi

0,1 0,019

0,2 0,153

0,4 0,317

0,6 0,490

0,8 0,667

1 0,844

Kurva Larutan Standar Asam Galat

KURVA STANDAR
X
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1 y = 0.8343x - 0.0021
0 R² = 0.9979
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
-0.1
Y
4.3 Hasil Uji Antibakteri Senyawa Bioaktif Ekstrak Rumput laut jarum

Media Uji
No Zat Uji Keterangan
S.aureus E. coli

Tidak terdapat
zona hambat pada
media uji E.coli
ataupun pada
Rumput
1. media uji S.aureus
laut jarum
BAB V
PEMBAHASAN

1) Penyiapan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan simplisia tumbuhan
Rumput laut jarum adalah bagian batangnya adalah daun yang ada pada
tumbuhn Rumput laut jarum yang masih segar, tidak busuk dan tidak
cacat. Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik dan digunting.
Pengambilan sampel bahan baku bertempat di Pantai Sanur Bali.
2) Penyiapan Peralatan dan Bahan Kemasan
Peralatan yang dibutuhkan untuk pembuatan simplisia tumbuhan
Rumput laut jarum sebagai berikut :
a. Wadah/bak/ember untuk menampung dan mencuci Rumput laut jarum
segar.
b. Keranjang plsatik untuk meniriskan daun segar yang telah dicuci.
c. Pisau stainless steel untuk memperkecil ukuran daun.
d. Talenan kayu atau plastik untuk merajang daun.
e. Alat pengering alami (tampah, para-para) untuk mengeringkan daun
segar.
f. Timbangan untuk mengukur berat daun.
3) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Tumbuhan Rumput laut
jarum dipisahkan dari bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus
dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah
yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut
dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
4) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran
lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan
air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang
mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis
dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan
untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan
tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum
terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang
atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk
mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah
dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara
pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
Tumbuhan Rumput laut jarum dibersihkan dengan air mengalir,
pencucian dilakukan berulang untuk memastikan sampel yang didapat
benar – benar dalam keadaan bersih dan tidak ada pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia, kemudian daun yang sudah bersih
ditiriskan dalam keranjang plastik/rak pengering.
5) Penimbangan bahan baku
Penimbangan dilakukan terhadap daun segar yang telah dicuci
bersih dan sudah ditiriskan untuk mengetahui berat segar bahan baku.
Pada tumbuhan Rumput laut jarum didapatkan berat bersih 1,5 kg
6) Pengubahan bentuk (Perajangan)
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah
proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru
diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh
selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat
mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
Tumbuhan Rumput laut jarum dirajang berbentuk kotak kecil –
kecil untuk memudahkan proses selanjutnya yaitu pengeringan. Semakin
tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang
mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu
giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama
perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran
sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi
antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar
matahari selama satu hari.
7) Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menjaga kualitas bahan agar tidak
mudah rusak dan tahan disimpan dalam jangka waktu lama
serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Pengeringan dapat
menggunakan cahaya matahari yang ditutupi kain hitam (proses
pelayuan) agar menghasilkan warna yang lebih tajam. Setelah
mengalami pelayuan, daun diangkat kemudian dikering anginkan
dalam ruangan. Suhu pengeringan yang ideal adalah maksimal 50°C
dengan ketebalan tumpukan 3-4 cm. Pengeringan dapat juga
dilakukan dengan alat pengering bertenaga sinar matahari (solar
dryer) atau menggunakan mesin pengeringan rak (tray dryer). Hasil
yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia daun yang
mengandung kadar air maksimal 5% dan ketika diremas akan
hancur, ini menandakan daun telah kering optimal.
8) Penyortiran Akhir
Tujuan penyortiran akhir adalah untuk memisahkan benda-
benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran
lainnya yang masih tertinggal pada simplisia daun (pasir, batu kerikil,
dan bahan asing lainnya). Simplisia daun yang baik memiliki
kandungan benda asing tidak lebih dari 2%. Warna dan aroma tidak
berbeda jauh dari aslinya, tidak mengandung bahan yang beracun dan
berbahaya serta tidak tercemar oleh jamur.
9) Pengemasan dan Pelabelan
Daun yang sudah kering dan sudah diseleksi kualitasnya
harus segera dikemas agar tidak terjadi penyerapan kembali uap
air. Pengemasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak hancur
dan menggunakan bahan kemasan yang baik, bersih, kering,
mampu melindungi produk dari kerusakan mekanis, tidak mengandung
zat kimia yang menyebabkan perubahan kandungan kimia, warna, rasa,
bau, tidak bersifat racun (toksin) dan kadar air produk, ukuran dan
bentuknya menarik. Kemasan harus tertutup rapat supaya aman selama
penyimpanan maupun pengangkutan untuk proses pengolahan
selanjutnya.
10) Penghalusan bahan (di Blender)
Penghalusan bahan ini menggunnakan blender kering yang
bertujuan untuk mengubah bentuk bahan dan memudahkan untuk proses
selanjutnya yaitu maserasi yang menggunakan pelarut etanol. Agar
kandungan senyawa aktif dalam sampel dapat mudah larut dalam pelarut
yang digunakan. Didapatkan sampel lamun setelah di blender beratnya 130
g.

Cara ekstraksi terhadap simplisia Rumput laut jarum

Ekstraksi Rumput laut jarum dengan pelarut Metanol :

1. Pelarut (etanol) dan simplisia Rumput laut jarum


Dalam pembuatan ektraksi bahan hayati pada praktikum ini hal
yang pertama dilakukan adalah menimbang sampel. Sampel dari
kelompok kami adalah Rumput laut jarum. Ekstraksi dilakukan dengan
metode maserasi yaitu perendeman maserasi simplisia dengan pelarut
etanol pada temperatur ruangan (Wikipedia 2011).
2. Erlenmeyer, botol vial, kertas saring, dan corong saring
Pertama, sampel kering ditimbang sebanyak 50 gram lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Lalu pelarut ethanol diukur dengan
menggunakan gelas ukur sampai volume 300 ml. Larutan direndam selama
3 hari atau ± 72 jam. Jumlah simplisia dan pelarut adalah 1:6.
3. Rendeman Rumput laut jarum oleh pelarut metanol
Setelah 3 hari, rendeman diambil fitratnya. Persiapan yang
dilakukan adalah melipat kertas saring, lalu meletakkannya di atas corong
saring. Pipa corong saring ditempatkan di atas gelas ukur. Setelah itu
rendeman dimasukkan ke kertas saring, lalu dibiarkan hingga filtratnya
merembes ke bawah kertas saring menggunakan prinsip gravitasi. Hasil
sampel enhalus acoroides setelah disaring beratnya 200 ml.
4. Proses Filtrasi
Jika seluruh air yang ada di rendeman sudah habis, didapat volume
filtrat akhir.
5. Memasukkan filtrat ke dalam tabung
Selanjutnya dilakukan proses evaporasi menggunakan rotary
evaporator. Prinsip dari rotary evaporator adalah menguapkan pelarut
sesuai titik didihnya, pelarut yang sudah menguap lalu disublim hingga
menjadi cairan lagi dan mengalir di tabung sebelah. Filtrat diuapkan
sampai pelarutnya menguap dan hanya tersisa sediaan pekat/ekstraknya.

Cara Evaporasi Ekstrak Rumput laut jarum


Evaporasi adalah suatu metode pemekatan yang bertujuan untuk
memisahkan pelarut dari suatu campuran sehingga diperoleh campuran
atau ekstrak yang lebih kental. Evaporasi biasanya merupakan proses
lanjutan dari ekstraksi Rumput laut jarum. Tujuan utama dari proses
evaporasi ini adalah untuk memekatkan ekstrak Rumput laut jarum dan
memisahkan antara pelarut methanol yang digunakan dengan senyawa
bioaktif yang terkandung dalam Rumput laut jarum. Proses pemekatan ini
biasanya dilakukan pada suhu 40 – 60 oC, sehingga komponen senyawa
metabolit sekunder tidak mengalami kerusakan.
Proses pemekatan ekstrak (evaporasi) ekstrak Rumput laut jarum
dilakukan dengan menggunakan Rotary Vacuum Evaporator. Dengan alat
ini, tekanan uap pelarut akan turun, sehingga pelarut akan menguap
dibawah titik didih normalnya. Hal ini dilakukan agar proses pemekatan
tidak memerlukan panas yang tinggi sehingga komponen senyawa
metabolit sekuder yangada di dalam ekstrak tidak mengalami kerusakan.
Adanya tekanan yang diberikan oleh pompa vacum mengakibatkan pelarut
menguap dari campuran kemudian terkondensasi dan masuk ke dalam labu
penampung.
Hasil pemekatan (evaporasi) ekstrak Rumput laut jarum
ditempatkan pada tabung vial, kemudian ditimbang dengan neraca analitik
dan didapatkan hasil 13,58 gram dengan berat vial kosong sebesar 12,20
gram.

Cara Uji Fitokimia Secara Kualitatif Terhadap Ekstrak Pekat


Rumput laut jarum
Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam suatu tanaman
dapat diketahui dengan suatu metode pendekatan yang akan memberikan
informasi adanya senyawa metabolit sekunder. Salah satu metode yang
dapat digunakan adalah metode skrinning fitokimia. Fitokimia merupakan
ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian
fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam senyawa organik
yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur kimia,
biosintesis, perubahan serta metabolisme, penyebaran secara alamiah dan
fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia
dari bermacam-macam jenis tanaman (Harborne, 1987).
Skrinning atau analisa fitokimia merupakan analisis kualitatif yang
dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa bioaktif yang terkandung
dalam setiap ekstrak bahan alam. Metode analisis yang digunakan
didasarkan pada metode Harborne. Uji alkaloid dengan pereaksi
Dragendrof, Mayer dan Wagner, uji tannin dan fenol dilakukan dengan
penambahan FeCl3, uji saponin dilakukan dengan uji stabilitas busa, uji
flavonoid dilakukan dengan penambahan serbuk Mg dan amil alkohol dan
uji kuinon dilakukan dengan penambahan NaOH.
Uji alkaloid dilakukan dengan menambahkan asam sulfat 2 N atau
asam klorida 2 N pada sampel uji, yang kemudian ditambahkan reagen
Mayer dan Wagner pada satu bagian dan bagian lainnya ditambahkan
dengan Dragendrof. Terbentuknya endapan pada uji Mayer dan Wagner
dan Dragendorff menandakan hasil positif pada uji alkaloid. Tujuan
penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya
diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Hasil positif alkaloid
pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan
endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan
pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida
akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika
kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium
tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang
mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid
dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Hasil positif alkaloid pada uji
Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai
kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada
pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium
iodide menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion
logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada
alkaloid membentuk kompleks kaliumalkaloid yang mengendap. Hasil
positif alkaloid pada uji Dragendorff ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-
alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan
dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut
mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+). Agar ion Bi3+ tetap
berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga
kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut
nitrat bereaksi dengan kalium iodide membentuk endapan hitam Bismut
(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih
membentuk kalium tetraiodobismutat. Pada uji alkaloid dengan pereaksi
Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. (Setyowati, Ariani,
Ashadi, Putri, & Mulyani, 2014)
Uji kandungan saponin dilakukan dengan menambahkan air panas,
dan HCl 2 N kedalam sampel uji. Identifikasi adanya saponin
menggunakan uji Forth menunjukkan pada ekstrak methanol positif
saponin dibuktikan dengan terbentuknya busa dan dapat bertahan tidak
kurang dari 10 menit serta tidak hilang setelah penambahan HCl 2M.
Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang
mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis
menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Setyowati, Ariani, Ashadi, Putri, &
Mulyani, 2014).
Uji kandungan fenol dilakukan dengan dua cara, yaitu penambahan
FeCl3 dan penambahan Folid. Untuk Fenol FeCl3, sampel uji ditambahkan
reagen FeCl3. Sedangkan untuk Fenol folid dilakukan dengan
menambahkan folid dan Natrium karbonat pada sampel uji. Hasil positif
ditandai dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga.
Uji kandungan flavonoid dilakukan dengan menambahkan serbuk
Mg, amil alcohol dan etanol pada sampel uji. Pada identifikasi flavonoid
menggunakan uji Wilstater menunjukkan warna jingga yang berarti positif
adanya flavonoid. Magnesium dan asam klorida pada uji Wilstater
bereaksi membentuk gelembung - gelembung yang merupakan gas H2,
sedangkan logam Mg dan HCl pekat pada uji ini berfungsi untuk
mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga
terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga. Jika dalam suatu
ekstrak tumbuhan terdapat senyawa flavonoid akan terbentuk garam
flavilium saat penambahan Mg dan HCl yang berwarna merah atau jingga.
(Setyowati, Ariani, Ashadi, Putri, & Mulyani, 2014).
Uji kandungan kuinon dilakukan dengan menambahkan NaOH 1 N
pada sampel uji. Hasil positif akan ditandai dengan terbentuknya warna
kuning pada sampel uji.

Hasil Uji Fitokimia Secara Kualitatif Terhadap Ekstrak Pekat


Rumput laut jarum

Alkaloid Saponin Fenol Flavonoid Kuinon

Wagner Dragendorf FeCl3 Folin


- - -
+ + - -

Pada hasil uji fitokimia sampel Rumput laut jarum menunjukkan


hasil positif pada uji Alkaloid Dragendorf, terdapat endapan berwarna
jingga. Dalam percobaan kami dalam uji Dragendorf didapatkan sedikit
endapan di dasar tabung reaksi. Akan tetapi, warna endapan tidak begitu
jelas karena jumlahnya yang terlalu sedikit. Hal ini menunjukkan adanya
bukti bahwa terdapat senyawa alkaloid di dalam Rumput laut jarum
tersebut.

Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan untuk bereaksi dalam


uji Mayer dan Dragendorf, hal itu dikarenakan dalam senyawa alkaloid
terdapat gugus nitrogen yang masih memiliki satu pasang elektron bebas
yang menyebabkan senyawa – senyawa alakaloid bersifat nukleofilik dan
cenderung bersifat basa. Akibat dari hal itu, senyawa – senyawa alakaloid
mampu mengikat ion – ion logam berat yang bermuatan positif dan
membetuk senyawa - senyawa kompleks tertentu yang berwarna. Reagen
meyer dan dragendorf dibuat dari senyawa yang mengandung ion - ion
logam berat. Reaksi antara reagen mayer atau dragndorf terhadap suatu
senyawa alkaloid mrupakan reaksi asam-basa. Logam – logam berat dalam
reaksi ini berfungsi sebagai asam lewis, sedangkan senyawa alkaloid
bertindak sebagai basa lewis. Logam – logam berat dikatakan asam lewiss
karena mempuyai sifat untuk menerima elektron dari suatu basa lewis.
Alkaloid bertindak sebagai basa karena mempunyai 2 buah elektron yang
belum berikatan sehingga mempunnyai kemampuan untuk mendonorkan
pasangan elektronnya. (Fitokimia et al., 2012).

Alkaloid bereaksi dengan asam membentuk kristal garam tanpa


menghasilkan air. Mayoritas alkaloid ada dalam bentuk padat seperti
atropin, beberapa dalam bentuk cairan yang mengandung karbon,
hidrogen, dan nitrogen (Firn dalam Doughari, 2012). Melalui penarikan
alkaloid dengan larutan asam, alkaloid dapat diidentifikasi langsung
dengan satu atau lebih pereaksi pengendap. Namun, senyawa alkaloid
dengan struktur nitrogen heterosiklik, amin oksida dan alkaloid kuarterner
tidak dapat terdeteksi dengan pereaksi pengendap. Hal ini akan
menghasilkan negatif palsu pada pengujian alkaloid dengan pereaksi
pengendap (Farnsworth dalam Andriani, 2011).

Hasil Uji Alkaloid Alkaloid menurut Saxena et al (2013) memiliki


banyak aktivitas farmakologi termasuk efek anti-hipertensi (banyak pada
indole alkaloid), efek anti-aritmia (quinidine, spareien), aktivitas anti-
malaria (kina), dan aktivitas anti-kanker (banyak pada indole dimer,
vincristine, vinblastin).

Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti


sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa
dan menghemolisis darah (Harborne, 1987). Metode identifikasi
dengan pengocokan dan melihat terbentukanya busa stabil digunakan
karena metode ini mudah dilakukan, cepat serta tidak
memerlukan peralatan dan bahan yang rumit. Berdasarkan hasil
identifikasi saponin, menunjukkan hasil positif terhadap sampel lamun.
Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan Doughari (2012) bahwa saponin
larut dalam alkohol dan air, namun tidak larut dalam pelarut organik non-
polar seperti benzena dan n-heksana Penelitian yang ekstensif telah
dilakukan ke arah membran permeabilising, imunostimulan,
hypocholesterolaemic dan sifat anti-kanker dari saponin. Saponin juga
telah ditemukan untuk mempengaruhi secara signifikan pertumbuhan,
konsumsi pakan dan reproduksi pada hewan. Senyawa yang memilik
struktur beragam ini memiliki juga telah diamati mampu membunuh
protozoa dan moluska, untuk menjadi antioksidan, untuk
mengurangi pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral
dalam usus, menyebabkan hipoglikemia, dan bertindak sebagai anti-jamur
dan anti-virus.

Pada identifikasi flavonoid dengan menggunakan serbuk


magnesium dan amil alkohol tidak memperlihatkan hasil positif. Hal ini
bisa dilihat dengan tidak terbentuknya perubahan warna merah, kuning
atau Jingga. Sampel Rumput laut jarum bereaksi dengan pereaksi
cenderung terjadi dalam suasana basa dibandingkan dengan suasana asam.
Hal ini memungkinkan sampel lamun menunjukkan respons yang serupa
sehingga menunjukkan respons maye terhadap pereaksi yang digunakan.
Flavonoid telah dinyatakan memiliki banyak khasiat bermanfaat,
mengandung aktivitas anti-inflamasi, penghambatan enzim, aktivitas
antimikroba, aktivitas estrogenik, aktivitas anti-alergi, aktivitas
antioksidan, aktivitas vaskular dan aktivitas sitotoksik antitumor
(Saxena et al, 2013).

Menurut rahmawan (2008:3), flavonoid merupakan senyawa aktif


yang dapat berefek sebagai anti radaikal, antioksidan, antibakteri, dan anti
inflamasi. Secara kuantitatif jumlah flavonoid dari tumbuhan relatif kecil.
Analisis kualitatif flavonoid dapat dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Spektrum serapan ultraviolet dan serapan
tampak merupakan cara tunggal yang paling bermanfaat untuk
mengidentifikasi struktur flavonoid (Markham, 1988:4). Flavonoid
mengandung sistem aromatis yang terkonjugasi dan dapat menunjukan
pita serapan kuat pada daerah UV-Vis (Rohyami, 2008:2).

Sedangkan pada uji Fenol dengan menggunakanlarutan FeCl3 5%


Rumput laut jarum menunjukkan hasil yang positif. Fenol adalah senyawa
yang berasal dari tumbuhan yang mengandunng cicncin aromatik dengan
satu atau dua gugus hidroksil. Beberapa senyawa fenolik telah diketahui
fungsinya seperti lignin yang berfungsi sebagai pembentuk dinding sel dan
antosianin yang berfungsi sebagai pigmen. Senyawa fenol dilaporkan
memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antibiotik. Semua senyawa fenol
merupakan senyawa aromatik sehingga memiliki intensitas serapan yang
kuat pada daerah UV atau visibel.

Uji Total Fenol

Pada uji kuantitatif kandungan total fenol bahan yang digunakan


sebagai sampel pengujian adalah sampel rumput laut jarum yang berasal
dari Pantai Sanur yang berada di wilayah Desa Sanur, Denpasar Selatan,
Bali. Pada hasil ekstraksi sampel biota laut rumput laut jarum diperoleh
sebesar 16,5072 gram dari bobot serbuk kering sebanyak 50,9622 gram.
Sedangkan persen rendamen dari ekstrak etanol dapat berfungsi untuk
mengetahui kadar metabolit sekunder yang terbawa oleh pelarut tersebut,
namun tidak dapat menentukan jenis senyawa yang terbawa (Ukieyanna,
2012).

Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui komponen kimia pada


tumbuhan, untuk senyawa fenolik digunakan FeCl3 dan reagen Folin
Ciocalteau. Hasil pengujian memberikan reaksi negatif yang membuktikan
tidak terdapatnya kandungan senyawa fenolik dalam ekstrak etanol rumput
laut jarum. Untuk uji kuantitatif dilakukan penentuan kadar fenolik total
pada ekstrak etanol rumput laut jarum yang menggunakan metode Folin
Ciocalteau. Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan
untuk menentukan kandungan fenolik total dalam tanaman dengan
pertimbangan bahwa dengan teknik ini pengerjaannya lebih sederhana dan
reagen Folin Ciocalteau digunakan karena senyawa fenolik dapat bereaksi
dengan Folin membentuk larutan yang dapat diukur absorbansinya. (Chun
dkk,2003).

Sebagai larutan standar atau pembanding digunakan asam galat


yang merupakan salah satu fenolik alami dan stabil. Asam galat termasuk
dalam senyawa fenolik turunan asam hidroksibenzoat yang tergolong asam
fenolik sederhana. Asam galat direaksikan dengan reagen Folin Ciocalteau
menghasilkan warna kuning yang menandakan bahwa mengandung
fenolik, setelah itu ditambahkan dengan larutan Na2CO3 sebagai pemberi
suasana basa. Selama reaksi berlangsung, gugus hidroksil pada senyawa
fenolik bereaksi dengan pereaksi Folin Ciocalteau, membentuk kompleks
molibdenum-tungsten berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui
dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbetuk
akan semakin pekat, setara dengan konsentrasi ion fenolak yang terbentuk,
artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak
ion fenolak yang akan mereduksi asam heteropoli (fosfomolibdat-
fosfotungstat) menjadi kompleks molibdenum-tungsten sehingga warna
yang dihasilkan semakin pekat.

Untuk menentukan kadar fenolik totalnya, terlebih dahulu


dilakukan running panjang gelombang larutan standar asam galat
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Panjang gelombang maksimal
yang diperoleh yaitu nm. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi
larutan standar asam galat dari beberapa konsentrasi yang diukur pada
panjang gelombang 725 nm. Hasil pengukuran absorbansi larutan standar
asam galat dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi (C) dengan
absorbansi (A) dan diperoleh persamaan garis linear. Adapun syarat
kelayakan untuk metode analisis yang diterima untuk koefisien korelasi (r)
dari range 0,997 yang nantinya digunakan untuk penentuan kadar fenolik
total ekstrak etanol daun nilam (Pogostemon cablin Benth.). Berdasarkan
hal tersebut diperoleh persamaan regresi linear yaitu y = 0,834x - 0,002
dengan koefisien korelasi (r) 0,997 yang memenuhi syarat kelayanan
metode analisis.

Pada pengukuran senyawa fenolik total dibuat sebanyak tiga


replikasi untuk keperluan akurasi data. Berdasarkan hasil penelitian ini
diperoleh kadar fenolik total ekstrak etanol rumput laut jarum sebesar
0,151 mgGAE/ gram ekstrak, artinya dalam setiap gram ekstrak etanol
rumput laut jarum terdapat fenolik yang setara dengan 0,151 mg asam
galat. Senyawa fenolik yang terkandung dalam ekstrak etanol rumput laut
jarum merupakan hasil metabolit sekunder yang potensial sebagai sumber
bahan baku obat yang berperan sebagai antioksidan.

Uji Bakteri

Pada praktikum ini menggunakan control positif yaitu


Kloramfenikol sebagai pembandingnya. Praktikum uji daya hambat
antimikroba ini dilakukan dengan metode difusi cakram, dimana cakram
yang digunakan merupakan cakram yang mampu menyerap zat uji dengan
baik dan mendilusikan zat uji dengan baik. Media yang digunakan yaitu
media MHA dimana media ini dipilih karena media ini lebih sesuai untuk
perhitungan zona hambat, dan merupakan media yang tidak merusak zat
uji atau cakram. Ketebalan media yang digunakan harus seragam karena
dapat memengaruhi zona hambat zat uji. Semakin tebal media maka
jangkauan zona hambat akan semakin mengecil.

Menurut Bell pada tahun 1984, dalam Suciawati A, bahwa suatu


bahan dikatakan memiliki aktivitas antibakteri apabila diameter zona
hambat lebih besar atau sama dengan 6 mm. Pada penelitian David dan
Stout pada Tahun 1971, aktivitas antibakteri dikatakan sangat kuat jika
mempunyai zona hambat mencapai 20 mm atau lebih, zona hambat antara
11-20 mm termasuk kategori kuat, zona hambat antara 5-10 mm masuk
kategori sedang dan zona hambat 5 mm atau kurang masuk kategori
lemah. Lebarnya zona hambat dapat dijadikan ukuran untuk melihat
kekuatan senyawa bioaktif yang terkandung dalam zat uji. Semakin lebar
zona hambat yang terbentuk maka semakin kuat senyawa bioaktif yang
menghambat pertumbuhan bakteri. Zat uji yang menunjukkan zona
hambat yang kecil bukan berarti sampel tersebut kurang efektif, tetapi
dapat disebabkan tidak diukurnya konsentrasi sampel uji yang digunakan
atau kadar hambat minimumnya belum diketahui (Eq, Homenta, &
Wowor, 2017).

Pada uji daya hambat antimikroba pada sampel rumput laut jarum,
tidak terlihat adanya zona hambat disekitar cakram pada media NA yang
ditumbuhi bakteri S. aureus maupun E. coli. Tidak terbentuknya zona
hambat disekitar cakram menunjukkan zat uji tersebut tidak memiliki
aktivitas antimiroba terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Berdasarkan
hasil pengamatan yang dilakukan pada zat uji Rumput laut jarum tidak
memperlihatkan adanya zona hambat disekitar cakram yang menunjukkan
hasil yang negative.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Defusi Cakram, yaitu


kelebihan metode defusi cakram adalah mudah dilakukan, tidak perlu
memerlukan peralatan khusus dan relative murah.. Sedangkan kekurangan
metode defusi cakram adalah ukuran zona bening yangterbentuk
tergantung oleh kondisi inkubasi, inoculum, predifusi, dan preinkubasi
serta ketebalan medium Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri
menunjukan sensitifitas bakteri terhadap zat anti bakteri. Selanjutnya
dikatakan bahwa semakin tebar diameter zona tambatan yang terbentuk
bakteri tersebut semakin sansitif (Hastowo, 1992).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran diameter zona hambatan


ialah: kelarutan supensi bakteri. Waktu pengeringan atau peresapan
sespensi bakteri, tenperatur inkubasi, waktu inkubasi, tebal agar-agar,
jarak antara seobat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba : Faktor


yang mempengaruhi aktivitas antimikroba in-vitro yang harus
dipertimbangkan, karena sangat mempengaruhi hasil tes : (Jawet et al.,
2007).

1. pH lingkungan
Beberapa obat lebih aktif pada pH asam (misal
nitrofurantoin), obat lainnya lebih aktif pada pH basa
(misal, aminoglikosida, sulfonamid).
2. Komponen Medium
Natrium polinetosulfat (dalam medium biakan darah) dan
deterjen anion lain menghambat aminoglikosida. PABA dalam
ekstrak jaringan bersifat antagonis terhadap sulfonamid. Protein
serum mengikat penisilin dalam berbagai derajat, berkisar dari
40% untuk metisilin sampai 98% untuk dikloksasilin.
Penambahan NaCl ke medium meningkatkan deteksi
resistansi metisilin pada Staphylococcus aureus.
3. Stabilitas Obat
Pada suhu inkubator, beberapa agen antimikroba
kehilangan aktivitasnya. Penisilin diinaktivasi secara
lambat, sedangkan aminoglikosida dan siprofloksasin sangat
stabil untuk jangka waktu lama.
4. Ukuran inoculum
Pada umumnya, semakin besar inokulum bakteri, semakin
rendah keretanan bakteri tersebut. Inhibisi pada populasi bakteri
yang besar lebih lambat dan kurang sempurna dibandingkan pada
populasi yang kecil. Selain itu, mutan yang resisten lebih
mungkin timbuk dalam populasi besar.
5. Lama inkubasi
Pada banyak keadaan, mikroorganisme tidak dimatikan
tetapi hanya dihambat dengan pajanan singkat ke agen
antimikroba. Semakin lama inkubasi berlangsung, semakin
besar kemungkinan mutan resisten timbul atau anggota
populasi antimikroba yang kurang rentan mulai
memperbanyak diri seiring dengan berkurangnya obat.
6. Aktivitas metabolik miroorganisme
Pada umumnya, organisme yang tumbuh secara aktif
dan cepat lebih rentan terhadap kerja daripada organisme
dalam fase istirahat. Organisme tidak aktif secara metabolik
yang bertahan terhadap pajanan obat dalam jangka lama dapat
mempunyai keturunan yang benar-benar rentan terhadap obat
yang sama.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Uji Daya Hambat Zat Antimikroba yang telah
dilakukan, digunakan ektrak bahan alam Rumput laut jarum sebagai bahan
uji antimikroba. Didapatkan hasil pada biakan bakteri S.aureus bahan uji
tersebut tidak membentuk zona hambat disekitar cakram yaitu tidak
terbentuknya zona bening. Sedangkan pada biakan bakteri E-coli juga
tidak terbentuknya zona hambat disekitar cakram. Dari sampel bahan alam
biota laut rumput laut jarum dapat disimpulkan bahwa bahan uji
antimikroba tersebut

6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengisolasi
senyawa murni ekstrak selanjutnya untuk mengetahui potensi antioksidan
dan senyawa murni tersebut diuji aktivitas antibakterinya untuk berbagai
jenis rumput laut.
LEMBAR PENGESAHAN

Denpasar, 3 Desember 2018

Mengetahui

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

(I Gusti Ayu Sri Dhyanaputri, S.KM., M.PH.) (I Wayan Karta, S.Pd., M.Si.)

Dosen Pembimbing 3 Dosen Pembimbing 4

(Nur Habibah, S.Si., M.Sc.) (Jannah Sofi Yanty, S.Si.,M.Si)


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.R., Juwita., Ratulangi, S.A.D., dan Malik, A., 2015, Pharm Sci Res,
Penetapan Kadar Fenolik dan Flavanoid Total Ekstrak Metanol Buah dan
daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.SM), 2 (1) : 1-10.

(Barki, Kristiningrum, Puspitasari, & Fajrin, 2017)Barki, T., Kristiningrum, N.,


Puspitasari, E., & Fajrin, F. A. (2017). Penetapan Kadar Fenol Total dan
Pengujian Aktivitas Antioksidan Minyak Jahe Gajah ( Zingiber officinale
var . officinale ) ( Determination of Total Phenolic Content and
Antioxidant Activity of Jahe Gajah ( Zingiber officinale var . officinale )
Oil ), 5(3), 432–436.

Chun, O.K., Kim, D.O., dan Lee, C, Y., 2003,J Agric Food Chem,Superoxide
Radical Scavenging Activity of The Major Polyohenols in Fresh Plums.

Pogostemon, N., Metode, D., Tahir, M., Muflihunna, A., Farmasi, F., &
Indonesia, U. M. (n.d.). PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTAL
EKSTRAK ETANOL DAUN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS, 4(1),
215–218.

Suleria, H.A.R., Osborne, S., Masci, P. and Gobe, G., 2015. Marine-based
nutraceuticals: An innovative trend in the food and supplement industries.
Marine drugs, 13(10), pp.6336-6351.

Adila, R., & Agustien, A. (2013). Uji Antimikroba Curcuma spp . Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans , Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli Antimicrobial test of Curcuma spp . on the growth of Candida
albicans , Staphylococcus aureus and Escherichia coli, 2(1), 1–7.

Eq, R., Homenta, H., & Wowor, V. N. S. (2017). UJI DAYA HAMBAT
PERASAN BUAH JERUK PURUT CITRUS Hytrix TERHADAP
BAKTERI Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO, 6(1), 62–67.

Jawetz, G., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A. 1991, Mikrobiologi untuk Profesi
Kesehatan, Jakarta, EGC.
MM. Firdiana Krisnaningsih, W. A. (2007). Uji Sensitivitas Isolat Escherichia
coli Patogen Pada Ayam Terhadap Beberapa Jenis Antibiotik. Bagian
Mikrobiologi FKH UGM.
Soleha, T. U. (2015). Uji Kepekaan terhadap Antibiotik Susceptibility Test of
Antimicroba, 3–7.
Putranti, R. I. K. A. (2013). SKRINING FITOKIMIA DAN AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN EKSTRAK RUMPUT LAUT Sargassum duplicatum dan
Turbinaria ornata DARI.

Widowati, I., Diponegoro, U., View, B. P., & Berat, B. L. (2015). Skrining
aktifitas antibakteri pada ekstrak Sargassum polysistum terhadap bakteri
Vibrio harveyi dan Micrococcus ..., (January 2013).
LAMPIRAN GAMBAR

Pengambilan sampel bahan alam biota Proses evaporasi


laut rumput jarum

Proses penuangan ekstrak ke dalam Dilakukan pengenceran sebanyak 20 x


tabung vial
Dipipet dan dipindahkan ke dalam
tabung reaksi 2 ml
Dihomogenkan hasil pengenceran

Ditambahkan 0,5 ml reage Folin-


Ciocalteau

Ditambahkan etanol 96% sebanyak 2


ml dan dilanjutkan ditambahkan 5 ml
akuades

Anda mungkin juga menyukai