Anda di halaman 1dari 3

Pengertian dan Gambaran Umum

Elektroensefalogram (EEG) adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas
kelistrikan dari otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. Tindakan ini menggunakan
sensor khusus yaitu elektroda yang dipasang di kepala dan dihubungkan melalui kabel menuju
komputer. EEG akan merekam aktivitas elektrik dari otak, yang direpresentasikan dalam bentuk
garis gelombang.

Siapa yang memerlukan tes ini dan apa hasil yang diharapkan?
Pemeriksaan EEG umum dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

 Epilepsi
 Demensia
 Norkolepsi
 Abnormalitas sistem saraf
 Abnormalitas pada otak atau tulang belakang
 Kelainan mental
Pasien yang menunjukkan adanya kelainan pada otak diindikasikan untuk melakukan tes EEG
untuk diagnosa lebih lanjut. Bagaimanapun, EEG juga dipakai untuk memeriksa hal -hal lain
selain keperluan diagnosis. EEG dapat menentukan seberapa besar kemungkinan pasien yang
sedang dalam status koma dapat kembali sadar, juga memonitor aktivitas dari jantung di bawah
pengaruh anastesi.

Hasil dari tes Electroencephalogram dapat diperoleh pada hari yang sama, atau selambat
lambatnya satu hari setelahnya. Penentuan diagnosis abnormal atau normal ditentukan oleh
pola dari gelombang elektrik otak. Terdapat beberapa tipe gelombang elektrik otak yang dapat
dihasilkan dari tes EEG, di antaranya adalah:


Gelombang alpha – gelombang alpha memiliki frekuensi sebesar 8 sampai 12 siklus per detik.
Gelombang ini hanya terjadi ketika dalam keadaan sadar sepenuhnya ataupun dengan saat
mata tertutup.

Gelombang beta – gelombang beta memiliki frekuensi sebesar 13 sampai 30 siklus, dan
terjadi ketika dalam keadaan sadar.

Gelombang delta – gelombang delta terjadi ketika tidur. Gelombang ini juta umum ditemukan
pada anak kecil.

Gelombang theta – Seperti gelombang delta, gelombang theta terjadi dalam fase tidur, dan
memiliki 4 sampai 7 siklus per detik
Aktivitas normal otak memiliki gelombang alpha atau beta ketika tidur dan memiliki pola
aktivitas otak yang sama antar kedua belah otak. Otak tidak seharusnya mengalami sebuah
ledakan aktivitas atau sesuatu yang dapat memperlambat aktivitas kelistrikan otak. Saat tes
dilakukan, pasien akan dirangsang dengan cahaya untuk mengetahui respon dari otak, ketika
otak merespon dalam level normal maka aktivitas kelistrikan otak dapat dikatakan dalam
kondisi baik.

Sebaliknya, aktivitas kelistrikan otak dikatakan tidak normal ketika kedua belah otak memiliki
pola gelombang yang berbeda atau menunjukan adanya aktivitas kelistrikan yang tajam. Ketika
gelombang delta dan theta ditemukan saat pasien dalam kondisi sadar, maka hal ini dianggap
sebagai sesuatu yang tidak biasa. Sebuah lonjakan tajam dari gelombang aktivitas otak harus
menjadi perhatian dokter karena dapat menunjukan adanya gejala tumor otak, epilepsi, infeksi
atau stroke. Sebaliknya, ketika tidak ada gelombang otak yang terdeteksi, maka pasien dapat
diindikasikan dalam keadaan koma.
Selain mendeteksi keberadaan suatu kelainan, EEG juga menentukan abnormalitas dalam
aktivitas otak. hal ini sangat penting untuk menetukan tipe dari epilepsi atau kejang yang
dialami pasien. Namun, ketika EEG dipasang pada pasien epileps, sela-sela waktu pasien
kejang dapat menunjukan hasil rekaman yang normal.

Bagaimana tindakan ini bekerja?


Ketika pasien disarankan untuk melaksanakan tes EEG, beberapa persiapan penting untuk
dilakukan sehari sebelum tes berlangsung. Pasien harus menghindari konsumsi dari zat
sedatif, obat penenang, obat-obatan yang berefeksamping mengantuk, kopi, teh, soda, dan
cokelat. Kepala juga harus dipastikan dalam kondisi bersih, karena dalam tindakan ini akan
ditempelkan piringan metal pada kulit kepala. Hindari penggunaan minyak, kondisioner, krim,
atau spray rambut sebelum pergi ke rumah sakit. Beberapa dokter juga menyarankan untuk
mengurangi lama tidur beberpa jam sebelum melakukan tes karena nantinya pasien akan
diminta untuk tidur selama proses tes berlangsung.

EEG biasa dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan dari petugas EEG. Pasien berbaring
dan tindakan dimulai dengan menempelken piringan metal atau elektroda pada beberapa titik di
kepala pasien. Piringan metal ini dilekatkan menggunakan pasta yang lengket, ataupun jarum.
Terkadang, beberapa elektroda yang ditempelkan pada kepala digantikan dengan sebuah
penutup kepala yang dimana terdapat elektroda elektroda yang telah terpasang. Elektroda ini
akan dihubungkan dengan komputer, di mana aktivitas elektrik dari otak dapat terekam.

Ketika tindakan sedang berlangsung pasien akan diminta untuk diam berbaring dan tidak tidak
diperbolehkan untuk berbicara. Petugas EEG akan mengamati dari jendela dan meminta
pasien unutk melakukan beberapa hal yang diperlukan untuk keperluan diagnosis, seperti:

 Bernapas dalam dan cepat selama 20 menit


 Melihat pancaran cahaya
 Tidur (jika pasien sulit untuk tidur, obat penenang dapat diberikan)
Tes biasa dilakukan selama 1 sampai 2 jam. Namun, ketika tes dilakukan diperlukan untuk
mengamati masalah yang berhubungan dengan tidur, maka tes dilakukan selama pasien
tertidur.

Tes EEG tidak menimbulkan sakit kepada pasien. Namun, ketika tes ini menggunakan jarum
sebagai pengganti pasta lengket, sensasi tusukan dapat dirasakan pasien selam a jarum
dipasang. Ketika menggunakan pasta, pasta mungkin tertinggal di rambut pasien yang
digunakan untuk menempelkan elektroda pada kulit kepala.
Komplikasi dan Risiko
Pemeriksaan EEG merupakan tes yang aman dengan risiko komplikasi yang sangat kecil
karena jumlah arus listrik yang dialirkan tidak akan mencapai keseluruhan tubuh. Satu -satunya
kemungkinan komplikasi yang mempengaruhi pasien dengan gangguan kejang, seperti
pancaran cahaya yang merupakan bagian dari tes dapat memicu serangan kejang. Dengan
demikian, petugas EEG melakukan beberapa tes sebagai tindakan pencegahan ketika
melakukan tes pada pasien dengan epilepsi atau gangguan kejang lainnya.

Rujukan:
 Salisbury D. “Clinical EEG and Neuroscience.” Journal of the EEG and Clinical
Neuroscience Study.
 Song Y. (2011). “A review of developments of EEG-based automatic medical support
systems for epilepsy diagnosis and seizure detection.” Scientific Research.
 Duffy F., Shankardass A. et al. (2013). “The relationship of Asperger’s syndrome to
autism: a preliminary EEG coherence study.” BMC Medicine.
 British Medical Journal: “The EEG Apparatus.”
 Noor Kamal Al-Qazzaz, Sawal Hamid Bin Ali, Siti Anom Ahmad, et al. (2014). “Role of
EEG as Biomarker in the Early Detection and Classification of Dementia.” The Scientific
World Journal.

Anda mungkin juga menyukai