Anda di halaman 1dari 6

Pada pengamatan feses ini, yang mungkin ditemukan adalah telur Ascaris lumbricoides,

telur Trichiuris trichiura, telur cacing tambang, dan larva rhabditiform Strongyloides
stercoralis.
Ascaris lumbricoides mempunyai 2 jenis telur, yaitu: telur yang sudah dibuahi (telur
fertil) dan telur yang belum dibuahi (telur infertil). Telur yang sudah dibuahi memiliki ciri-ciri:
oval, berdinding tebal, berwarna kekuning-kuningan diliputi lapisan albuminoid yang tidak
rata, isinya embrio yang belum masak. Sedangkan telur yang belum dibuahi memiliki cirri-ciri:
lonjong, lebih panjang, dinding biasanya lebih tipis berisi granula(Soedarto,2011). Ciri-ciri
telur yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Rizqi, sehingga Rizqi
dinyatakan tidak terinfeksi parasit Ascaris lumbricoides.
Telur Trichuris trichiura berukuran 50x25 µ, berbentuk mirip tempayan kayu atau biji
melon, berwarna cokelat, dan memiliki 2 kutub jernih yang menonjol (Soedarto,2011). Ciri-
ciri telur yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan feses Rizqi, sehingga
Rizqi dinyatakan tidak terinfeksi parasit Trichuris trichiura.
Morfologi telur antar cacing tambang sulit dibedakan. Telur cacing tambang berbentuk
lonjong, dengan ukuran sekitar 64x40 µ. Telur tidak berwarna dan berdinding tipis yang
tembus sinar. (Soedarto 2011). Ciri-ciri telur yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada
pengamatan feses Rizqi, sehingga Rizqi dinyatakan tidak terinfeksi parasit cacing tambang.
Telur cacing Strongyloides stercoralis berukuran 55 x 30 µ, berbentuk lonjong mirip
cacing tambang, mempunyai dinding tipis dan transparan. Telur diletakkan di dalam mucosa
usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform, sehingga tidak ditemukan telur dalam tinja.
Larva rhabditiform mempunyai ukuran 200 – 250µ, memiliki esophagus dan bulbus esophagus
yang mengisi ¼ bagian anterior (Soedarto, 2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas
tidak terdapat pada pengamatan feses Rizqi, sehingga Rizqi dinyatakan tidak terinfeksi parasit
Strongyloides stercoralis

Dilihat dari tabel hasil 2 di atas, pemeriksaan feses Irfan menggunakan metode Harada
Mori ditemukan larva parasit dalam praktikum ini. Berarti, Irfan diduga terinfeksi parasit
cacing tambang.
Menurut Shahid, dkk (2010), Harada Mori merupakan metode yang paling efektif untuk
mendeteksi cacing tambang. Terbukti bahwa metode Harada Mori memiliki ketelitian lebih
dibandingkan dengan metode pemeriksaan tinja yang lain dalam mendeteksi cacing tambang.
Jika dilakukan dengan benar, metode ini sensitif, sederhana, ekonomis dan mudah dilakukan.
Manusia merupakan hospes satu-satunya bagi cacing tambang. Telur cacing tambang
spesies Necator americanus dan Ancylostoma duodenale sulit dibedakan satu dengan yang lain,
perbedaan hanya sedikit dalam hal ukurannya, yaitu Necator americanus berukuran 64 x 36 µ,
sedangkan Ancylostoma duodenale berukuran 56 x 36 µ. Telur ini keluar bersama feses
penderita, setelah 1-2 hari akan menetas menjadi larva rabditiform. Setelah mengalami
pergantian kulit 2 kali, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform (Shahid dkk, 2010).
Larva filariform cacaing tambang adalah larva infektif untuk manusia. Larva
ini berukuran 500 – 700 µ, tidak mempunyai rongga mulut dan bulbus esophagus (Soedarto,
2011). Ciri-ciri larva yang telah disebutkan di atas terdapat pada pengamatan feses Irfan dengan
metode harada mori sehingga Irfan diduga terinfeksi parasit cacing tambang.
Hasil positif pada metode Harada Mori yang dilaksanakan dapat disebabkan oleh:
1. Faktor pendidikan: tingkat pendidikan pasien yang masih rendah, sehingga pengertian terhadap
kebersian dan kesehatan pribadi serta lingkungan sangatlah rendah, misalnya kebiasaan buang
besar di sembarang tempat (di tanah), tidak menggunakan alas kaki dalam kegiatan sehari-hari
di luar rumah dan sering sekali tidak mencuci tangan sebelum makan.
2. Faktor sosio-ekonomi: keluarga pasien berpenghasilan rendah, sehingga menyebabkan
ketidakmampuan untuk menyediakan sanitasi perorangan maupun lingkungan.
(Hairani dan Annida, 2012)

Gejala infeksi cacing tambang dapat disebabkan oleh larva maupun cacing dewasa. Pada
saat larva menembus kulit terbentuk maculopapula dan erithema yang sering disertai rasa gatal
(ground itch). Migrasi larva ke paru dapat menimbulkan bronchitis atau pneumonitis. Cacing
dewasa yang melekat dan melukai mukosa usus akan menimbulkan perasaan tidak enak di
perut, mual dan diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0,2 – 0,3 ml/hari, sehinnga dapat
menimbulkan anemia progresif, hypokromik, mikrositer, type efisiensi besi. Biasanya gejala
klinik timbul setelah tampak adanya anemi, pada infeksi berat, haemoglobin dapat turun hingga
2 gr %, sesak nafas, lemah dan pusing kepala. Kelemahan jantung dapat terjadi karena
perubahan pada jantung yang berupa hypertropi, bising katub serta nadi cepat. Infeksi pada
anak dapat menimbulkan keterbelakangan fisik dan mental. Infeksi Ancylostoma duodenale
lebih berat dari pada infeksi oleh Necator americanus (Shahid dkk, 2010).
Oleh karena itu, untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya
pencegahan dan terapi merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus
penyebaran infeksinya. Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan dapat pula
dikerjakan. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta sumber bahan pangan adalah
merupakan sebagian dari usaha pencegahan untuk menghindari dari infeksi cacing.
Memasyarakatkan cara-cara hidup sehat, terutama pada anak-anak usia sekolah dasar, dimana
usia ini merupakan usia yang sangat peka untuk menanamkan dan memperkenalakan
kebiasaan-kebiasaan baru yaitu kebiasaan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara
berkala seperti:
1. Membudayakan kebiasaan dan perilaku pada diri sendiri, anak dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum makan.
2. Memakai alas kaki jika menginjak tanah.
3. Menggunting dan membersihkan kuku secara teratur.
4. Tidak buang air besar sembarangan dan cuci tangan saat membasuh.
5. Bercocok tanam atau berkebun dengan baik.
6. Peduli dengan lingkungan.
7. Mencucilah sayur dengan baik sebelum diolah.
8. Berhati-hati saat makan makanan mentah atau setengah matang, terutama di daerah yang
sanitasinya buruk.
9. Membuang kotoran hewan peliharaan kesayangan pada tempat pembuangan khusus.
10. Melakukan pencegahan dengan meminum obat anti cacing setiap 6 bulan, terutama bagi yang
risiko tinggi terkena infestasi cacing, seperti petani, anak-anak yang sering bermain pasir,
pekerja kebun, dan pekerja tambang (orang-orang yang terlalu sering berhubungan dengan
tanah.
11. Jika penyakit kecacingan ini sudah menjangkit sebaiknya dilakukan pengobatan dengan cara
penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan merupakan pilihan yang
dianjurkan. Obat anti cacing golongan pirantel pamoat (combantrin dan lain-lain) merupakan
anti cacing yang efektif untuk mengatasi sebagian besar infeksi yang disebabkan parasit cacing.
Intervensi berupa pemberian obat cacing (obat pirantel pamoat 10 mg/ kg BB dan albendazole
10 mg/kg BB) dosis tunggal diberikan tiap 6 bulan pada anak untuk mengurangi angka kejadian
infeksi ini pada suatu daerah. Paduan yang serasi antara upaya prevensi dan terapi akan
memberikan tingkat keberhasilan yang memuaskan, sehingga infeksi cacing secara perlahan
dapat diatasi secara maksimal, tuntas dan paripurna.
(Athiroh, 2005)
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasi oleh
Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750an. Dari hasil observasinya,
Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasit
tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasit tersebut.
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di
dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi
terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi
tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi manusia.
Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai Lumbricus teres dan mungkin telah
menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim
panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis adalah
penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah
penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran manusia
untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan dimana tanah tersebut digunakan
untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus
besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut
larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam tanah. Makanan
yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh feses yang berisi
telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia. Makanan yang
terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur
di dalam usus.
B.morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam perkembangannya, yaitu :
1. Telur : telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi
2. Bentuk dewasa
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar antara 45 – 75 mikron
x 35 – 50 mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat khas dengan susunan dinding telurnya
yang relatif tebal dengan bagian luar yang berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun
atas tiga lapisan, yaitu :
1. Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat impermiabel.
2. Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel ( lapisan ini yang memberi
bentuk telur )
3. Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel sebagai
pelapis sel telurnya.

Telur cacing ini sering ditemukan dalam 2 bentuk, yaitu telur fertile (dibuahi) dan telur yang
infertile (tidak dibuahi). Telur fertil yang belum berkembang biasanya tidak memiliki rongga
udara, tetapi yang telah mengalami perkembangan akan didapatkan rongga udara. Pada telur
fertile yang telah mengalami pematangan kadangkala mengalami pengelupasan dinding telur
yang paling luar sehingga penampakan telurny tidak lagi berbenjol-benjol kasar melainkan
tampak halus. Telur yang telah mengalami pengelupasan pada lapisan albuminoidnya
tersebut sering dikatakan telah mengalami proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin
menjadi lapisan yang paling luar.Telur infertil; bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar,
berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih transparan.
Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis kelaminnya. Biasanya jenis
betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan jantan. Pada bagian kepala
(anterior) terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae, satu pada mediodorsal dan 2
buah pada ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut terdapat bucal cavity yang berbentuk
trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis kelamin jantan memiliki ukuran panjang
berkisar antara 10 – 30 cm sedangkan diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior
ekornya melingkar ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin
betina panjang badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter tubuh antara 3 – 6 mm.
Bagian ekornya relatif lurus dan runcing.
Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna
putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina
mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan
dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4
mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang
melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian
depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup
atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan
hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar
dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe
polymyarin-coelomyarin.
Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan
mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva
terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan
dikenal sebagai cincin kopulasi. Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan
ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal.
Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang 2001 digitalized by USU digital libary tipis
untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya,
sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening
dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau
berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh
zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated).
Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang
tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai
ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan
albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.
C.klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Subkelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Subordo : Ascaridata
Family : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides
Ascaris suum goeze
Ascaris texana Smith And Goeth ( 1904)
D.sumber penularan atau infeksi
Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur menjadi
larva
1. Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan
paru
2. Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical
Pneumonia
3. Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi
cacing dewasa, cacing betina bertelur lagi
4. Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan

Cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang tercemar telur-
telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi
makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat
berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk lewat
makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah
tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air
mengering, mereka menempel pada butiran debu. Telur yang menumpang pada debu itu bisa
menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke
tempat-tempat yang sering dipegang manusia. Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke
tangan lain. Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak,
membentuk koloni dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk
protein untuk membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per
hari. Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing
tambang minum 0,2 milimeter darah per hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa
besar kehilangan zat gizi dan darah yang digeogotinya. Seekor cacing gelang betina
dewasa bisa menghasilkan 200.000 telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga
ekor saja, dalam sehari mereka sanggup memproduksi 600.000 telur.
Infeksi ringan cacing gelang biasanya tidak menimbulkan gejala sedangkan pada infeksi
yang parah akan menimbulkan gejala gangguan gastrointestinal, kurang gizi, perut buncit dan
lesu/ kurang semangat

Anda mungkin juga menyukai