Anda di halaman 1dari 239

PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI PERILAKU BULLYING

PADA SISWA KELAS IA DI SDIT LUQMAN AL HAKIM


INTERNASIONAL

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Fajarina Harjiyanti
NIM 13108241053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI PERILAKU BULLYING
PADA SISWA KELAS IA DI SDIT LUQMAN AL HAKIM
INTERNASIONAL

Oleh

Fajarina Harjiyanti
NIM 13108241053

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru kelas dalam


menangani perilaku bullying pada siswa kelas IA di SDIT Luqman Al Hakim
Internasional.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Subjek
dalam penelitian ini meliputi dua guru kelas IA yakni US dan UL, guru bimbingan
konseling (YN), kepala sekolah (YNS), siswa pelaku bullying (HA) dan korban
bullying (AR). Di dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode
observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Pengujian keabsahan
data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Berdasarkan hasil penelitian, penanganan guru kelas tersebut dapat
dijabarkan dalam 5 aspek yakni; (1) peran guru kelas sebagai pembimbing yang
dilakukan secara langsung saat terjadi kasus atau lewat diskusi classmeeting, (2)
peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator dengan memediasi antara pelaku
dan korban didukung dengan program sekolah dan difasilitasi dengan media
belajar mengenai bullying, (3) peran guru kelas sebagai penasehat yang dilakukan
dengan memberikan saran pada pelaku serta korban bullying dan apabila guru
sudah tidak mampu menangani maka kasus akan diserahkan pada guru BK, (4)
hambatan dalam penanganan bullying diantaranya adalah kendala komunikasi, (5)
hasil penanganan terhadap pelaku dan korban bullying yakni korban menjadi lebih
paham cara agar tidak terbully dan pelaku menjadi lebih berhati-hati agar tidak
melakukan bullying. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran guru kelas dalam
menangani perilaku bullying di SDIT Luqman Al Hakim telah terlaksana dengan
baik.

Kata kunci: Peran Guru, Penanganan Bullying.

ii
THE TEACHER ROLE IN CONTROLLING BULLYING ATTITUDE OF 1A
CLASS STUDENTS IN LUQMAN AL HAKIM INTERNATIONAL
ELEMENTARY SCHOOL

By:

Fajarina Harjiyanti
NIM 13108241053

ABSTRACT

This research aim to know homeroom teachers role for controlling


bullying behaviour of IA class student in SDIT Luqman Al Hakim International.
This research was qualitative descriptive research. Subject was two homeroom
teachers (US and UL), conseling teacher (YN), headmaster (YS),bullies (HA) and
bullied (AR). Data collection techniques included observation method, interviews,
field note and documentation. As for the validity of the test data was using
triangulation sources and triangulation techniques.
Handling of bullying can be describe as 5 aspect; (1) homeroom teachers
directly guide on the spot or via classmeeting, (2) homeroom teacher as mediator
and facilitator who mediates both of the victims and the culprits supported by
school’s program and learning media about bullying, (3) homeroom teacher as an
advisor who gives advices and hands the case over counseling teacher if he/she
cannot handle it, (4) obstacle in handled of bullying are communication, (5) result
in handled the bullies is they can understand to be careful not doing bullying
again and the result for bullied is they can understand how to defend. The result
shows that teachers had succed to handle bullying behavior at SDIT LHI.

Kata kunci: Teachers Role, Handled Bullying.

iii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fajarina Harjiyanti

NIM : 13108241053

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Judul TAS : Peran Guru Kelas dalam Menangani Perilaku Bullying


pada Siswa Kelas IA di SDIT Luqman Al Hakim
Internasional.

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang


pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan
orang lain kecuali sebagai kutipan dengan mengikuti penulisan karya ilmiah yang
telah lazim.

Yogyakarta, 26 Mei 2017


Yang menyatakan,

Fajarina Harjiyanti
NIM. 13108241053

iv
LEMBAR PERSETUJUAN

Tugas Akhir Skripsi dengan Judul

PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI PERILAKU BULLYING


PADA SISWA KELAS IA DI SDIT LUQMAN AL HAKIM
INTERNASIONAL

Disusun oleh:

Fajarina Harjiyanti
NIM 13108241053

telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan
Ujian Akhir Skripsi bagi yang

bersangkutan,

Yogyakarta, 26 Mei 2017


Mengetahui, Disetujui,
Ketua Program Studi Dosen Pembimbing

Drs. Suparlan, M.Pd.I Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd.


NIP. 19632704 199203 1 001 NIP. 19820425 200501 2 001

v
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir Skripsi

PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI PERILAKU BULLYING


PADA SISWA KELAS IA DI SDIT LUQMAN AL HAKIM
INTERNASIONAL

Disusun oleh:
Fajarina Hariyanti
NIM. 13108241053

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Pada tanggal 12 Juni 2017

DEWAN PENGUJI

Nama/Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd.


Ketua Penguji/Pembimbing .................................... ...............

Unik Ambarwati, M.Pd. .................................... ...............


Sekretaris

Lusila Andriani P., M.Hum. .................................... ...............


Penguji Utama

Yogyakarta, ....................
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd.


NIP 19600902 198702 1 001

vi
MOTTO

“Barang siapa yang beriman kepada hari akhir hendaknya ia berkata yang baik

atau diam.”

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“He wanted to teach the children that all bodies are beautiful.”

(Tetsuko Kuroyanagi)

vii
PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT dan dengan mengucap syukur Alhamdulillah

atas anugerah Allah SWT serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad

SAW, karya ini penulis persembahkan untuk:

1. Alm Ayah, Ibu, dan adik serta keluarga besar tercinta yang telah memberikan

do’a dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Agama, Nusa dan Bangsa.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Peran Guru Kelas dalam
Menangani Perilaku Bullying pada Siswa Kelas IA di SDIT Luqman Al Hakim
Internasional” dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan
pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
Skripsi yang telah banyak memberikan saran/masukan, bimbingan dan
motivasi dengan sabar selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Ibu Aprilia Tina Lidyasari, M.Pd selaku ketua penguji, Ibu Lusila Andriani,
M.Hum selaku penguji utama dan Ibu Unik Ambarwati, M.Pd selaku
sekretaris penguji yang memberikan koreksi perbaikan terhadap Tugas Akhir
Skripsi ini.
3. Bapak Drs. Suparlan, M.Pd.I selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar
beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama
proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya Tugas Akhir
Skripsi ini.
4. Dr. Haryanto, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang
memberikan persetujuan pelaksanaan Tugas Ahir Skripsi.
5. Kepala Sekolah SDIT Luqman Al Hakim Internasional, Ustadzah Fourzia
Yunisa Dewi, S.Pd.I yang telah memberikan ijin dan bantuan dalam
pelaksanaan penelitian untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.
6. Guru Kelas I A SDIT Luqman Al Hakim Internasional, Ustadzah Lailis dan
Ustadzah Lina, yang telah direpotkan, membantu dan memberikan ilmunya
selama penelitian.
7. Guru BK, Ustadzah Yuni yang selalu membantu dan menyemangati selama
penelitian berlangsung.

ix
8. Alm. Ayah, yang telah mendewasakan dengan kepergiannya, Ibu untuk selalu
bertanya, menyemangati serta mendo’akan, dan adik yang tidak pernah
merepotkan, terimakasih.
9. Tim kesekretariatan, Forum Anak Kota Yogyakarta, yang telah memberikan
tempat untuk tumbuh, berkembang, dan selalu menyediakan tempat untuk
pulang.
10. Teman-teman PGSD Kelas D 2013 yang membantu dalam banyak hal,
terimakasih sudah menjadi bagian dari rezeki Allah tentang orang-orang yang
baik. Termasuk dalam membantu, memberi semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.
11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat
disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas
Akhir Skripsi ini.
Semoga amal kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh Allah SWT
dengan balasan yang setimpal. Demikianlah skripsi ini semoga menjadikan
manfaat bagi orang lain.

Yogyakarta, 11 Juli 2017


Peneliti,

Fajarina Harjiyanti
NIM. 13108241053

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vi
MOTTO .............................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 7
C. Batasan Masalah ............................................................................ 8
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
1. Secara Teoritis .......................................................................... 9
2. Secara Praktis ........................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Peran Guru Kelas
1. Pengertian Guru Kelas .............................................................. 10
2. Peran Guru Kelas ...................................................................... 10
B. Perilaku Bullying
1. Pengertian Bullying ................................................................... 19
2. Jenis Bullying ............................................................................ 23
C. Siswa Sekolah Dasar
1. Perkembangan Siswa Sekolah Dasar ........................................ 25
2. Perkembangan Sosio Emosional Siswa Sekolah Dasar ............ 29
D. Kajian Penelitian yang Relevan ..................................................... 33
E. Kerangka Pikir .............................................................................. 35
F. Pertanyaan Penelitian .................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ............................................................................. 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 40
C. Penentuan Subjek Penelitian ......................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 40
1. Wawancara ................................................................................ 41
xi
2. Observasi ................................................................................... 42
3. Dokumentasi ............................................................................ 43
E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 43
1. Instrumen Wawancara ............................................................... 45
2. Instrumen Observasi.................................................................. 46
3. Instrumen Dokumentasi ........................................................... 46
F. Teknik Analisis Data .................................................................... 46
1. Data Reduction (Reduksi Data) ............................................... 47
2. Data Display (Penyajian Data) ................................................ 47
3. Data Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan) .............. 48
G. Keabsahan Data ............................................................................ 48
1. Triangulasi Sumber .................................................................. 48
2. Triangulasi Teknik ................................................................... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 50
1. Lokasi Sekolah .......................................................................... 50
2. Visi Misi Sekolah ...................................................................... 51
3. Potensi Siswa, Guru dan Karyawan .......................................... 52
B. Deskripsi Subjek dan Objek Penelitian ......................................... 54
1. Deskripsi Subjek Penelitian ...................................................... 54
2. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................ 56
C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ..................................................... 56
1. Peran Guru Kelas sebagai Pembimbing .................................... 56
2. Peran Guru Kelas sebagai Mediator dan Fasilitator .................. 71
3. Peran Guru Kelas sebagai Penasehat ........................................ 80
4. Hambatan yang Dialami oleh Guru Kelas Saat
Penanganan Bullying ................................................................. 85
5. Hasil Penanganan yang Dilakukan oleh Guru Kelas
terhadap Pelaku dan Korban Bullying ....................................... 88
D. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 92
E. Temuan Penelitian ......................................................................... 96
F. Keterbatasan Penelitian.................................................................. 96

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan ........................................................................................ 97
B. Saran .............................................................................................. 99

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 101

LAMPIRAN ....................................................................................................... 104

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ........................................... 44
Tabel 2. Data Guru LHI .................................................................. 53

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.Alur Kerangka Pikir ........................................................................... 37
Gambar 2. Siswa yang bermain saling tindih...................................................... 58
Gambar 3. Emergency Classmeeting antara Ak dan At ...................................... 60
Gambar 4. Ustadzah Us sedang menerangkan keamanan diri sendiri ................ 65
Gambar 5. Ha menerima konsekuensi harus diam di kelas ................................ 68
Gambar 6. Ustadzah Us mengingatkan pelaku bullying ..................................... 70
Gambar 7. Piket supervisor oleh guru kelas........................................................ 76
Gambar 8. Buku cerita yang digunakan guru untuk menjelaskan bullying ........ 79
Gambar 9. Contoh perilaku yang dirujuk ke guru BK ........................................ 84
Gambar 10. Anak yang kembali melakukan bullying ......................................... 87
Gambar 11. Fr dan Ha bekerjasama dalam kelompok maket ............................. 90

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Pedoman Observasi ........................................................................ 105
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 107
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ................................................................... 113
Lampiran 4. Hasil Observasi ............................................................................... 114
Lampiran 5. Hasil Catatan Lapangan .................................................................. 136
Lampiran 6. Reduksi, Display dan Kesimpulan Hasil Observasi Kelas ............. 150
Lampiran 7. Reduksi, Display dan Kesimpulan Hasil Wawancara Kelas .......... 162
Lampiran 8. Contoh Triangulasi Sumber ............................................................ 185
Lampiran 9. Contoh Triangulasi Teknik ............................................................. 207
Lampiran 10. Dokumentasi ................................................................................. 213
Lampiran 11. Surat .............................................................................................. 223

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak-anak adalah aset sebuah bangsa yang tengah berkembang oleh karena

itu maju-tidaknya sebuah negara pada masa depan sangat tergantung pada apa yang

kita lakukan saat ini terhadap perkembangan anak tersebut sedari awal. Utamanya

karena pada saat perkembangan, anak dikenal memiliki masa emas atau lebih dikenal

dengan golden age. Pada masa ini anak akan menyerap informasi dari lingkungan

keluarga atau lingkungan teman bermainnya, berupa informasi yang baik atau yang

buruk, yang nantinya akan menjadi dasar bagi karakter, kepribadian atau kemampuan

kognitif anak. Itulah mengapa sejak dini, anak perlu distimulus secara optimal oleh

lingkungan. Kartadinata (2002: 6) mengatakan perkembangan secara optimal

memiliki arti perkembangan yang sesuai dengan potensi anak serta sesuai dengan

sistem nilai yang baik, kemampuan intelektual dan kondisi dinamik individu yang

terus berubah seiring perkembangan zaman serta lingkungan. Perubahan lingkungan

akibat perkembangan zaman tentu menuntut segala objek yang terkait di dalamnya

juga turut berubah mengikuti serta menyesuaikan akibat perkembangan tersebut dan

anak adalah salah satunya.

Perubahan lingkungan ini turut menuntut anak sebagai calon penerus bangsa

untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki lewat

berbagai macam cara. Orangtua biasanya akan menyekolahkan, mengajak anak untuk

les atau mengikuti ektrakurikuler tertentu agar anak dapat memiliki kualitas diri yang

1
dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Amirin et al. (2013: 2) bahwa

pengembangan kualitas diri pada anak dapat dilakukan lewat pendidikan karena

pendidikan merupakan usaha penyampaian pengetahuan (knowledge) dan kecakapan

hidup (skills) serta nilai (value) yang berlaku di masyarakat. Pendidikan pada saat ini

dituntut untuk semakin berkualitas karena tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi

dan kompleks. Dampaknya sekolah sebagai institusi pendidikan mendapat tantangan

yang besar. Salah satu tantangan bagi sekolah adalah menjadikan sekolah sebagai

tempat tumbuh kembang anak secara aman dan optimal yang sesuai dengan

perkembangan anak.

Perkembangan anak sendiri terjadi seiring dengan kehidupan anak dari mulai

anak dilahirkan sampai nantinya akan mengalami masa remaja, dewasa, dan menua

seiring berjalannya waktu. Perkembangan itu sendiri menurut Hurlock (2013: 2)

adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses

kematangan dan pengalaman. Perkembangan setiap manusia pada tiap tahap

kehidupannya dikenal dengan nama yang berbeda-beda sesuai usia dan keadaan

individu itu sendiri. Perkembangan anak pada usia sekolah dasar dikenal dengan

nama late childhood (kanak-kanak akhir) dan berlangsung dari umur 6 tahun sampai

tiba saaatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada masa ini terjadi berbagai

perubahan seiring dengan meluasnya tempat anak bermain dan belajar serta

lingkungan sosial tempat anak belajar mengenai perilaku sosial untuk mendukung

perkembangan sosialnya. Khusus untuk perkembangan sosial, perkembangan ini

tidak bisa dilepaskan dari perkembangan emosi yang sering disebut perkembangan

2
tingkah laku sosial atau perilaku sosial (Izzaty et al, 2013:112). Sejak lahir anak tidak

lepas dari lingkungan sosialnya dan selalu dipengarui oleh lingkungannya. Dimulai

dari lingkungan keluarga dan semakin meluas ke lingkungan teman sebaya, semua

membutuhkan interaksi dan kemampuan sosial-emosial untuk dapat terlibat dengan

orang lain.

Keterlibatan anak dengan orang lain mengharuskan anak untuk memahami

interaksi sosial yang berlaku di lingkungan yang akan ia masuki. Anak akan berubah

dan mengalami perubahan perilaku sosial. Perubahan perilaku sosial yang khas

ditemui pada usia kanak-kanak akhir ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas

kelompok dan keinginan untuk diterima dalam sebuah anggota kelompok

dibandingkan dengan usia kanak-kanak awal yang memiliki kebergantungan pada

orangtua yang besar. Di dalam sebuah kelompok anak akan menyesuaikan diri dan

belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya karena itulah, teman sebaya pada masa

ini memainkan peran penting bagi anak usia sekolah dasar. Teman sebaya umumnya

adalah teman sekolah atau teman bermain di luar sekolah. Pengaruh teman sebaya

sangat besar bagi perkembangan sosial anak pada tahap late childhood, baik yang

sifatnya negatif atau positif (Izzaty et al, 2013:113). Keinginan anak untuk diterima

dalam sebuah kelompok yang terdiri dari teman sebaya sangat besar sehingga

membuat anak ingin menjadi anak populer agar dapat memiliki banyak teman sebaya.

Beberapa anak populer mendapatkan kepopulerannya dengan menjadi anak yang

rajin, baik hati, pintar dan dapat berkomunikasi dengan baik. Beberapa yang lain

mendapat kepopuleran dengan cara melakukan kekerasan verbal atau fisik (bullying)

3
pada anak lain yang terlihat lebih lemah, mengganggu atau bersikap agresif agar

terlihat berkuasa dan mendapatkan banyak teman dan masuk ke dalam sebuah

kelompok.

Perilaku bullying punya kecenderungan untuk meningkat secara nasional di

sekolah-sekolah. Data yang diperoleh dari KPAI, saat ini perilaku bullying

menempati peringkat teratas pengaduan masyarakat atau sekitar 25% dari total

pengaduan dalam bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus (www.kpai.go.id). Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, secara nasional kasus kekerasan dan

bullying di sekolah, terutama anak menjadi pelaku justru meningkat. Secara umum,

tindak kekerasan terhadap anak 2015 menurun sebesar 25 persen (3.820 kasus)

dibanding 2014 (5.066 kasus). Tetapi kasus pelanggaran anak di bidang pendidikan

justru naik 4 persen dari 461 kasus di 2014 menjadi 478 di 2015. Bahkan, anak yang

jadi pelaku bullying di sekolah meningkat drastis menjadi 39 persen di 2015. Asrorun

Ni’am selaku ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam wawancara dengan

koran Republika (www.nasional.republika.co.id) mengatakan data naiknya jumlah

anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah menunjukkan faktor lingkungan yang tidak

kondusif bagi perlindungan anak. Selain itu dalam riset dari LSM Plan International

dan International Center for Research on Women (ICRW) yang rilis Maret 2015

menunjukkan terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah

(m.liputan6.com).

Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Al Hakim Internasional (SDIT LHI)

juga memiliki masalah dengan siswa yang melakukan kekerasan walaupun sekolah

4
ini menerapkan sekolah anti bullying. Hal ini dibuktikan dengan data bahwa siswa

dengan masalah sosial merupakan kasus yang paling sering muncul pada angket

incident report pada bulan Juli hingga November 2016 di SDIT Luqman Al-Hakim

Internasional walaupun penerapan program anti bullying sudah berjalan (berdasarkan

hasil wawancara dengan psikolog sekolah pada 24/10/2016). Kasus yang terangkum

berjumlah 30 total kasus dengan jumlah kasus bullying sebanyak 24 yang terdiri atas

14 kasus berupa bullying fisik dan 10 kasus bullying verbal. Masalah sosial yang

dimaksud adalah perilaku siswa yang merujuk pada tindakan kekerasan atau bullying

antar siswa baik sengaja ataupun tidak disengaja. Contohnya dalam bermain, siswa

laki-laki biasanya memainkan permainan fisik dorong-dorongan yang kemudian akan

berubah menjadi serius menjadi perkelahian karena tidak sengaja mendorong terlalu

keras.Hal ini kerap terjadi utamanya pada siswa kelas bawah yang kerap bermain

bersama teman-teman.

SDIT Luqman Al Hakim Internasional (SDIT LHI) sebagai sekolah yang

menerapkan sekolah anti bullying memiliki visi misi untuk dapat mengurangi

terjadinya kasus bullying yang terjadi antar sesama siswa. Visi SDIT Luqman Al

Hakim Internasional adalah terwujudnya generasi Islami yang berwawasan

Internasional melalui pendidikan integral holistik. Visi tersebut dijabarkan dalam 8

point misi. Program yang diterapkan oleh sekolah dalam mencapai visi dan misi

tersebut beragam, salah satunya adalah program anti bullying. Program ini melibatkan

guru kelas dalam pelaksanaannya. Di dalam hal ini guru kelas memiliki peran yang

krusial.

5
Peran guru kelas di sekolah dasar adalah membantu siswa untuk mencapai

kesiapan dalam segi akademik, pribadi dan sosial untuk membantu siswa menjalani

masa-masa sekolah, berinteraksi dengan teman sebaya maupun belajar dengan baik

dan benar serta apabila siswa mulai memasuki kelas 6 mereka juga disiapkan oleh

guru kelas untuk memasuki jenjang selanjutnya yakni jenjang sekolah menengah

pertama.

Mudri (2010: 116) dalam jurnal kompetensi dan peranan guru dalam

pembelajaran juga mengatakan bahwa guru memiliki peranan sebagai pembimbing

siswa. Termasuk didalamnya adalah membimbing siswa yang memiliki perilaku

bullying. Selain sebagai pembimbing siswa, guru kelas juga berperan dalam

pemberian nasihat dan memediasi pelaku dan korban. Peran tersebut penting

dilakukan karena pada kenyataannya, di SDIT Luqman Al Hakim Internasional yang

telah menerapkan sekolah anti bullying juga membutuhkan peran guru kelas dalam

menangani kasus sosial berupa bullying yang terjadi di sekolah tersebut. Padahal guru

kelas memiliki berbagai macam peran. Tidak hanya sebagai pembimbing, penasehat,

mediator maupun fasilitator saja. Guru juga bertanggung jawab untuk memahami

karakteristik siswa-siswi di kelas yang jumlahnya mencapai puluhan. Banyaknya

peran dan tanggung jawab yang diemban guru menyebabkan diperlukannya sebuah

cara yang dapat digunakan untuk menangani masalah pribadi maupun masalah sosial

siswa berupa bullying tersebut agar memudahkan guru untuk bertindak saat terdapat

kasus agar proses pembelajaran di kelas akan tidak terganggu.

6
SDIT Luqman Al Hakim memiliki cara penanganan bullying yang telah

diketahui oleh guru kelas dan diharapkan dituliskan dalam sebuah buku bernama

incident report. Sayangnya, tidak semua guru kelas memiliki waktu untuk menangani

ataupun menuliskan kasus yang telah terjadi ke dalam buku incident report tersebut.

Padahal pencatatan penanganan tindakan yang guru kelas lakukan terkait peran guru

kelas sebagai pembimbing, penasehat maupun memediasi serta memfasilitatori pada

pelaku dan korban bullying penting dilakukan untuk bekal observasi perilaku siswa

ke depan. Tidak adanya waktu untuk mengobservasi perilaku setiap siswa dengan

seksama ataupun mencatat kasus apa saja yang terjadi dan pelaporan oleh guru

kepada orangtua dikarena disibukkan dengan persiapan mengajar dan partisipasi

dalam kegiatan sekolah. Padahal apabila terdapat masalah, yang pertama akan

menangani adalah guru kelas anak yang menjadi korban atau pelaku sehingga peran

guru kelas dalam penanganan masalah perilaku bullying setelah terjadinya kasus

adalah hal yang penting untuk diketahui. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai peran guru kelas dalam menangani perilaku

bullying pada siswa kelas 1A di SDIT Luqman Al Hakim Internasional.

B. Identifikasi Masalah

1. Pada setiap komunitas termasuk komunitas sekolah di SDIT LHI terdapat anak-

anak yang memiliki masalah sosial.

2. Walaupun sudah termasuk sekolah anti bullying masih terdapat kasus sosial

berupa bullyingdi SDIT LHI.

7
3. Kasus sosial berupa bullying adalah kasus terbanyak pada bulan Juli hingga

November 2016 di SDIT LHI.

4. Guru kelas di SDIT LHI memiliki peran penting dalam menangani anak yang

bermasalah tetapi guru juga memiliki kesibukan lain dalam mempersiapkan

pembelajaran untuk dapat mengajar siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan luasnya permasalahan yang muncul dari identifikasi masalah,

maka penelitian ini dibatasi pada:

Peran guru kelas dalam menangani perilaku bullying pada siswa kelas IA di

SDIT Luqman Al Hakim Internasional.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan di atas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimana peran guru kelas dalam menangani perilaku bullying pada siswa

kelas IA di SDIT Luqman Al Hakim Internasional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mendeskripsikan

peranan guru kelas dalam menangani siswa di SDIT Luqman Al Hakim Internasional,

namun secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk:

Mengetahui peran guru kelas dalam menangani perilaku bullying pada siswa

kelas IA di SDIT Luqman Al Hakim Internasional.

8
F. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dalam

mengembangkan penelitian tentang bimbingan konseling di sekolah dasar ataupun

memberikan informasi perilaku bullying yang terjadi pada masa sekolah dasar atau

masa kanak-kanak akhir.

2. Secara Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Mempertahankan dan memperbaharui program yang sesuai dengan kebutuhan

siswa untuk mendapatkan perlindungan dalam belajar di sekolah.

b. Bagi Guru

Memberikan informasi mengenai pentingnya kemampuan dalam penanganan

siswa bermasalah, utamanya bullying.

c. Bagi Orangtua

Memberikan informasi dan masukan kepada orangtua agar dapat bersinergi

dengan guru untuk menangani siswa yang bermasalah.

9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Peran Guru Kelas

1. Pengertian guru kelas

Guru adalah sebuah panggilan, beberapa akan menyebutnya sebagai sebuah

profesi. Namun lebih sering, guru dianggap sebagai orangtua di sekolah yang akan

menemani siswa dalam pembelajaran di sekolah. Pengertian guru sendiri menurut

Usman (2006: 5) adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian

khusus.Artinya pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang tanpa

mendapatkan pelatihan khusus dari pihak-pihak yang berkompeten agar mendapatkan

keahlian seperti yang dibutuhkan. Pelatihan tersebut memakan masa waktu studi

tertentu dan diperlukan kemampuan dalam bidang pengajaran, pengetahuan mengenai

pendidikan, cara mengajar, dan ilmu lain yang mendukung.

Guru atau pengajar dalam jenjang dan bidang apapun juga seringkali disebut

dengan kata pendidik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6,

pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain

yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan

pendidikan. Atau dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik yang

diharuskan untuk memenuhi kualifikasi tertentu. Kualifikasi guru didapatkan dari

menempuh pendidikan kepengajaran dan mengikuti uji kompetensi guru. Pengertian

10
dari Undang-Undang Sisdiknas ini memiliki definisi yang hampir sama dengan

Usman dimana guru memerlukan kualitas khusus untuk mampu mengajar di sebuah

sekolah yang mana kemampuan tersebut harus didapatkan lewat pendidikan

keguruan. Pendidikan yang dilakukan oleh guru termasuk dalam salah satu tri pusat

pendidikan penting yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara (dalam Dwi Siswoyo

dkk, 2013: 163) yakni alam keluarga, alam keguruan, dan alam pergerakan pemuda

atau masyarakat.

Suparlan mengungkapkan hal yang berbeda tentang pengertian guru. Suparlan

(2008: 12) berpendapat bahwa guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya

terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik

spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Ditambahkan pula

oleh Suparlan (2008: 13) bahwasanya secara legal formal, guru adalah seseorang

yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun pihak swasta

untuk mengajar. Pengertian dari Suparlan sendiri membuat pengertian tentang

seorang guru menjadi lebih beragam dimana seseorang yang memiliki usaha untuk

mencerdaskan bangsa dapat disebut pula dengan nama guru. Tetapi pengertian

tersebut juga diberi keterangan lebih lanjut bahwa secara resmi dan yang diakui oleh

negara, seorang guru adalah seseorang yang tidak hanya mencerdaskan sebuah

bangsa tetapi juga memiliki surat keputusan untuk mengajar yang dikeluarkan oleh

pihak tertentu yang secara resmi diakui kompetensinya oleh negara.

Secara spesifik, guru di sekolah dasar sering disebut juga dengan guru kelas.

Guru kelas dapat mengajar beberapa mata pelajaran sekaligus menjadi wali kelas.

11
Satu kelas pada sebuah sekolah dasar biasanya berisi 25-40 anak dengan berbagai

watak dan guru sebagai wali kelas diharapkan untuk mengetahui kesulitan siswa pada

mata pelajaran tertentu. Di Indonesia, guru kelas atau guru SD, biasanya mengajar

semua mata pelajaran termasuk kesenian, agama dan olahraga apabila tidak tersedia

guru pengganti di sekolah tersebut. Berinteraksi dengan teman sebaya, belajar di

alam, melakukan praktek langsung adalah beberapa cara guru untuk membantu siswa

untuk memahami materi yang diajarkan agar siswa dapat meraih prestasi tertinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Parkay & Stanford (2010: 40) yang mengatakan

bahwa guru SD biasanya mengajar beberapa mata pelajaran di satu kelas,

memperkenalkan anak pada permainan, buku, karya seni untuk mengajar serta

menulis rencana pelaksanaan pembelajaran secara harian juga mengatur jadwal untuk

bertemu dengan orangtua siswa dalam rangka membahas kemajuan siswa di kelas dan

hal-hal lainnya. Definisi lain mengatakan bahwa guru kelas merupakan jabatan guru

selain mengajar dimana tugas tersebut untuk membantu kepala sekolah dalam

mencapai tujuan sekolah (Habel, 2015:16). Tujuan yang ingin dicapai tentu salah

satunya berkaitan dengan keberhasilan siswa dalam belajar dan bertingkahlaku sesuai

tata aturan masyarakat.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian dari Usman,

Undang-Undang Sisdiknas, Suparlan, Parkay & Stanford mengenai pengertian guru

adalah seseorang yang mengajar dan membelajarkan siswa untuk tujuan tertentu

dengan kemampuan khusus yang didapatkan lewat kualifikasi lembaga yang

terpercaya. Definisi yang dapat disimpulkan untuk seorang guru kelas atau guru SD

12
adalah seseorang yang mengajarkan berbagai macam mata pelajaran sekaligus di

dalam satu kelas, menjadwalkan berbagai macam kegiatan selama pembelajaran agar

dapat mencapai tujuan afektif, kognitif, dan psikomotor yang telah dicanangkan

sebelumnya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

2. Peran guru kelas

Waktu yang siswa habiskan di sekolah cukup banyak sekitar 5-8 jam setiap

hari selama 5-6 hari dalam seminggu.Tentu guru sebagai orangtua siswa selama di

sekolah menyumbang peran penting terkait siswa-siswi yang diberikan pengajaran

oleh guru. Santrock (2007: 239) menyebutkan di dalam bukunya bahwa guru

berperan memberikan dukungan bagi siswa untuk menjelajahi dunia mereka dan

mengembangkan pemahaman. Caranya yakni dengan menaikkan kemampuan

mengajar dan memperluas pengetahuan lewat seminar, workshop ataupun lewat

sertifikasi guru. Di dalam sertifikasi guru, akan terlihat seberapa kompeten guru

tersebut.

Guru yang kompeten akan mampu untuk menciptakan kelas yang memiliki

lingkungan belajar untuk mendukung siswa agar mendapatkan hasil belajar yang

optimal. Adams & Decey (dalam Usman, 2006: 9) mengatakan bahwa peranan dan

kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal. Hal-hal tersebut

dituliskankan dalam buku Basic Principles of Student Teaching yakni guru sebagai

pengajar, pemimpin kelas, pembimbing pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor,

perencana, supervisor, motivator, dan konselor. Namun dari sekian banyak peran

yang telah disebutkan oleh Adams & Decey di atas, Usman sendiri memilah peran

13
guru tersebut menjadi 4 peran yang paling dominan yakni guru sebagai seorang

demonstrator, guru sebagai seorang pengelola kelas, guru sebagai mediator dan

fasilitator, dan guru sebagai evaluator. Berikut adalah rincian 4 peran guru menurut

Usman.

a. Guru sebagai demonstrator

Sebagai seorang demonstrator, seorang guru hendaknya menguasai materi

pelajaran yang diajarkan serta senantiasa mengembangkan materi tersebut dalam arti

meningkatkan kemampuannya dalam ilmu yang dimiliki karena hal tersebut akan

sangat berpengaruh bagi hasil belajar siswa yang dibimbing oleh guru.

Pengembangan materi dan penguasaan materi ini kadang dilupakan oleh guru

sehingga guru harus senantiasa ingat bahwa guru juga adalah pelajar yang berarti

harus terus menerus belajar.Cara tersebut memungkinkan guru untuk dapat

memperkaya ilmu pengetahuan yang didapatkannya sebagai bekal untuk menghadapi

siswa-siswanya di kelas.

Selain itu, peran guru sebagai seorang demonstator juga menuntut guru untuk

menjadikan dirinya sendiri sebagai sebuah contoh langsung. Guru dapat

mendemonstrasikan karakter baik yang diharapkan dilakukan oleh siswa. Hal ini

sesuai dengan pendapat Bacon (dalam Amri, Jauhari & Elisah, 2011: 99) yang

mengatakan bahwa guru adalah model bagi siswanya, disadari atau tidak, siswa akan

berperilaku mirip dengan gurunya. Apabila kita ingin para siswa untuk berperilaku

tertentu seperti tidak melakukan bullying maka guru harus melakukan perilaku

14
tersebut terlebih dahulu agar siswa dapat melihat dan mengikuti perilaku yang

didemonstrasikan oleh guru.

b. Guru sebagai pengelola kelas

Di dalam perannya sebagai seorang pengelola kelas, guru hendaknya mampu

mengelola kelas sebagai lingkungan belajar. Tujuan umum pengelolaan kelas adalah

menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk berbagai kegiatan belajar

mengajar agar tercapai hasil yang diharapkan. Tujuan khusus yang ingin dicapai oleh

pengelolaan kelas oleh guru adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam

menggunakan fasilitas kelas yang bermacam-macam.Penggunaan fasilitas kelas tentu

untuk mendukung siswa dalam bekerja dan belajar serta membantu siswa untuk

memperoleh hasil yang diharapkan.

Lingkungan kelas sebagai tempat belajar perlu dikelola dan diawasi agar

kegiatan belajar dapat terarah dan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin

dicapai. Pengawasan yang dilakukan dalam lingkungan ini akan menentukan sejauh

mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Definisi lingkungan

yang baik adalah lingkungan yang menantang siswa untuk belajar, dapat memberikan

rasa aman dan kepuasan untuk mencapai tujuan.Kualitas dan kuantintas belajar siswa

di dalam kelas bergantung pada banyak faktor diantaranya guru, hubungan pribadi

antar siswa di dalam kelas serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas. Perilaku

yang mengarah pada intimidasi antar siswa yang terjadi di dalam kelas akan merusak

rasa aman siswa dalam belajar di kelas dan hubungan pribadi antar siswa. Disinilah

15
peran guru sebagai pengelola kelas akan dituntut demi tercapainya lingkungan belajar

yang baik.

c. Guru sebagai mediator dan fasilitator

Terkait tugas guru sebagai mediator, guru hendaknya memiliki ilmu dan

pemahaman yang memadai tentang media pendidikan karena media pendidikan

merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.

Penting bagi sebuah media untuk dapat digunakan dengan baik karena media

pendidikan bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya

proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Khusus untuk guru, tidak cukup hanya

memiliki pengetahuan mengenai media pendidikan namun juga memiliki

keterampilan memilih, menggunakan dan mengusahakan media dengan baik. Agar

semuanya dapat tercapai, guru harus mengikuti latihan-latihan praktik secara kontinu

dan sistematis karena pemilihan penggunaan media pembelajaran harus sesuai dengan

tujuan, materi, metode, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan

siswa.

Peran guru sebagai mediator, juga memungkinkan guru menjadi perantara

dalam hubungan antar manusia sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai cara

orang berinteraksi dan berkomunikasi agar tercapai lingkungan yang berkualitas dan

interaktif. Tiga kegiatan yang dapat mendukung hal ini adalah dengan mendorong

berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik diantaranya dengan melakukan

tindakan preventif dan kuratif saat terdapat anak yang memiliki masalah contohnya

16
bullying, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan yang

positif dengan para siswa dimana satu sama lain saling menghormati dan menghargai.

Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar

yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar,

baik berupa narasumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar. Sumber belajar ini

dapat mencakup media pembelajaran. Pengertian media pembelajaran sendiri

menurut Schramm (dalam Amri, Jauhari & Elisah, 2011:118) ialah teknologi-

teknologi pembawa pesan yang dimanfaatkan demi keperluan pembelajaran. Pesan

yang disampaikan dapat berupa perilaku anti bullying, apa saja yang termasuk

bullying, konsekuensi perilaku dan lain-lain.

d. Guru sebagai evaluator

Pada waktu-waktu tertentu atau periode tertentu, setiap jenis pendidikan atau

bentuk pendidikan selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai

baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik. Demikian pula di dalam dunia

belajar-mengajar di sekolah. Di dalam satu kali proses belajar mengajar di sekolah

guru hendaknya menjadi evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan tercapai atau belum, materi yang

diajarkan tepat atau tidak, semua pertanyaan tersebut akan dijawab melalui kegiatan

evaluasi atau penilaian.

Melalui evaluasi, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,

penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, ketepatan dalam mengajar, sampai

keefektifan suatu metode. Tujuan lain dari penilaian adalah untuk mengetahui

17
kedudukan siswa di dalam kelas, apakah termasuk siswa yang pandai atau masih

kurang dan membutuhkan bimbingan. Jadi jelaslah bahwa guru hendaknya mampu

dan terampil dalam melaksanakan penilaian karena denga penilaian, guru dapat

mengetahui prestasi siswa setelah melakukan proses belajar mengajar.

Selain itu, peran guru atau pendidik yang lebih beragam disampaikan oleh

Mudri (2010: 116) dalam jurnal Kompetensi dan Peranan Guru dalam Pembelajaran,

bahwa guru memiliki 19 peran yang diantaranya adalah sebagai pengajar,

pembimbing, pelatih, pendidik, penasehat, pembaharu atau inovator, model dan

teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja

rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet,

dan sebagai kulminator. Dijelaskan lebih jauh bahwa guru sebagai pembimbing siswa

memiliki arti bahwa guru adalah guide yang akan membawa siswa melewati tujuan

yang ingin dicapai lewat pemaknaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan serta

penilaian pada akhir pembelajaran untuk menilai keadaan siswa. Selain itu, peran

guru sebagai penasehat juga memungkinkan guru untuk memberikan konseling

maupun saran kepada peserta didik maupun orangtua apabila terjadi hal-hal yang

membutuhkan bantuan guru untuk menangani. Kedua peran tersebut adalah peran

yang dibutuhkan oleh siswa saat terdapat kasus bullying.

Dari beberapa pengertian mengenai peran guru yang disampaikan oleh

Santrock, Usman dan Mudri di atas dapat disimpulkan bahwa guru memiliki berbagai

macam peran yang disesuaikan dengan keadaan tertentu dimana terdapat beberapa

peran yang menonjol apabila terjadi konflik di dalam kelas seperti bullying, yakni

18
peran guru sebagai pembimbing yang akan menjadi pendamping siswa ketika

mengalami kekerasan maupun mendampingi pelaku, peran guru sebagai mediator

yang mendukung guru untuk melakukan tindakan preventif dan kuratif agar tercipta

lingkungan yang berkualitas dengan mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial

yang baik tanpa adanya bullying, dan peran guru sebagai penasehat yang akan

menangani kasus bullying dengan cara memberikan konseling maupun saran baik

pada pelaku ataupun korban.

B. Perilaku Bullying

1. Pengertian Bullying

Seluruh siswa yang berada di dalam sekolah dapat menjadi korban bullying.

Korban kadang tidak menyadari perilaku ini terjadi pada dirinya karena bullying

dapat tersamarkan lewat bahan lelucon antar teman atau korban merasa terlalu sensitif

dan berlebihan dalam menghadapi lelucon teman. Padahal nyatanya perilaku ini

termasuk sesuatu yang serius yang dilakukan oleh pelaku yang bisa jadi merupakan

teman sekelas kakak kelas, guru, kepala sekolah atau bahkan orangtua itu sendiri.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga tedapat di negara lain. Bisa

dikatakan bahwa bullying adalah fenomena yang meluas di berbagai belahan dunia

bahkan di negara maju sekalipun. Fenomena ini terjadi di semua sekolah. Bullying

atau intimidasi merupakan masalah yang setiap sekolah memilikinya dengan

perbedaan pada seberapa meluasnya perilaku tersebut, tingkat penindasannya serta

bagaimana sekolah memerangi dan mengatasi hal ini (Parsons, 2009: 2).

19
Definisi bullying atau perilaku intimidasi diperlukan agar terdapat perbedaan

yang jelas antara kegiatan bermain lelucon antar teman atau memang perilaku

bullying itu sendiri. Pendapat dari Peter Randall (dalam Parsons, 2009: 9)

merumuskan perilaku intimidasi sebagai perilku agresif yang muncul dari suatu

maksud yang disengaja untuk mengakibatkan tekanan kepada orang lain secara fisik

dan psikologis. Tekanan yang dimaksud dapat berupa kata-kata verbal yang

merendahkan atau mengancam sampai berupa tindakan melukai anggota tubuh yang

disengaja oleh pelaku agar orang terintimadasi. Pengertian bullying yang lainnya

didapatkan dari jurnal elementary school teachers perception of bullying and the need

for bullying prevention programs yang mengatakan bahwa The term bullyingrefers to

a form of aggressive behavior with an imbalance of power; the dominant person(s)

intentionally and repeatedly causes distress by tormenting or harassing another less

dominant person(s) atau bullying merujuk pada bentuk perilaku agresif dengan

ketidakseimbangan kekuasaan; orang-orang yang dominan dengan sengaja dan

berulang kali menyebabkan kesulitan dengan menyiksa atau melecehkan orang

kurang dominan lain (Pepler & Atlas dalam Gerend, 2007).

Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa di dalam perilaku bullying terdapat

ketidakseimbangan kekuatan dimana siswa yang memiliki power seperti kekuasaan,

kepopuleran dan kekuatan akan menindas siswa yang tidak memiliki hal tersebut

(powerless). Pendapat yang serupa mengenai juga perbandingan kekuatan

disampaikan pula oleh Surilena (2016: 35) bahwa perilaku bullying merupakan

tindakan negatif yang dilakukan secara berulang oleh seseorang atau sekelompok

20
orang yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara

pihak yang terlibat. Di dalam buku parent’s guide dari pihak SDIT LHI sendiri

dikatakan bahwa perilaku bullying disebut juga dengan perilaku intimidasi

diantaranya membuat siswa lain tidak nyaman, termasuk kekerasan fisik dan kata-

kata kotor. Siswa yang terkena atau melakukan bullying, dikatakan oleh Olweus

memiliki karakteristik yakni, a student is characterized as being bullied or victimized

when he or she is exposed, repeatedly and over time, to negative actions on the part

of one or more other students (dalam Eriksen, Nielsen & Simonsen: 2012). Pendapat

Olweus ini berarti seorang siswa dicirikan sebagai seseorang yang terintimidasi atau

seorang korban bullying apabila dirinya terkena berulangkali aksi negatif dari satu

orang atau lebih siswa lain.

Aksi negatif yang dilakukan para pelaku biasanya menjadikan korban yang

lemah sebagai objek lelucon yang sifatnya disengaja. Hal ini didukung oleh

pengertian bullying oleh Thomson (2011:10) yang mengatakan, bullying is basically

when someone does or says something deliberately intended to cause hurt or

embarrassment to their target. Dari pengertian ini didapatkan faktor yang

membedakan bullying dengan permainan lelucon antar siswa yang berlebihan adalah

dengan sengaja (deliberately) dan niat (intended). Niat seseorang dalam melakukan

sesuatu menentukan apakah perilaku tersebut termasuk ke dalam ranah intimidasi

atau bukan. Hal lain yang dapat dijadikan patokan apakah perilaku siswa masuk ke

dalam kategori bullying menurut Thomson (2011:11) adalah bullying is aimed at

singling the target out, ruining the target confidence, making them feel depressed and

21
as though they don’t belong. Bullies enjoy watching their targets suffer yang

memiliki arti intimidasi ditujukan untuk membuat target (korban) terasing, merusak

kepercayaan diri target, membuat mereka merasa tertekan dan seolah-olah tidak

termasuk dalam kelompok teman sebaya manapun serta si pengintimidasi menikmati

menonton target menderita.

Akan tetapi walaupun terdapat ketidaksengajaan, guru dapat menunjukkan

pada siswa bahwa walaupun siswa tidak sengaja dan tidak berniat untuk menyakiti

teman lain hal itu tidak dapat dibenarkan dan guru harus membantu siswa untuk

memahami bahwa apa dia lakukan bukan perilaku yang seharusnya. Pengertian yang

diberikan oleh guru dapat membuat siswa memahami definisi tentang intimidasi atau

bullying dengan lebih baik dan menghindarkan siswa dari perilaku ini. Penanganan

yang sama juga dijelaskan oleh Parsons (2009: 43) bahwa tiap-tiap peristiwa harus

mendapatkan perhatian dan penanganan, khususnya insiden dimana pelaku dan

korban mengaku bahwa mereka hanya bergurau. Parsons menjelaskan lebih lanjut

bahwa guru dapat memberi label pada perilaku tersebut alih-alih pada siswa yang

mengatakannya. Perhatian dan penanganan dari guru juga perlu dilakukan apabila

terdapat anak dengan ciri-ciri yang Mayer & Furlong sampaikan telah terkena

bullying yakni adanya luka-luka ditubuh, atau dijumpai dampak mental seperti

mogok sekolah yang sering, sulit berkonsentrasi, prestasi yang menurun, adanya

mimpi buruk, anak menjadi lebih cengeng atau pemarah, depresi, cemas dan lainnya

(2010: 16-26). Untuk itulah, lingkungan kelas dan sekolah harus dibuat seaman

mungkin bagi semua siswa.

22
Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat Eriksen, Nielsen &Simonsen,

Parsons, Gerend, Thomson, Surilena, Mayer & Furlong serta pihak sekolah yakni

SDIT LHI adalah perilaku bullying merupakan perilaku agresif yang cenderung

berulang, ditujukan untuk membuat korban merasa tidak nyaman secara fisik atau

mental, baik sengaja atau tidak sehingga menyebabkan korban menjadi lemah,

tertekan dan terasing dari lingkungan pergaulan, dan perbuatan ini dapat dilakukan

oleh sekelompok orang atau individu serta perlu ditangani oleh guru apabila terdapat

gejala siswa yang menjadi korban bullying.

2. Jenis bullying

Oleh karena pentingnya siswa dan guru untuk memahami tingkah laku yang

termasuk dalam bullying atau intimidasi, diperlukan pendefinisian yang jelas agar

semua pihak mengetahui jenis-jenis perilaku yang temasuk dalam perilaku intimidasi.

Apabila perumusan yang digunakan terlalu umum maka baik siswa atau guru akan

kebingungan saat menemui kasus yang mirip dengan intimidasi walaupun nyatanya

bukan. Apabila terlalu spesifik, maka akan terdapat daftar panjang mengenai apa saja

al-hal yang termasuk dalam ranah intimidasi. Oleh karena itu, Parsons (2009: 24)

mendaftarkan jenis-jenis perilaku intimidasi siswa dan mencantumkan contoh yang

spesifik dari setiap jenis perilaku. Contoh-contoh yang diberikan di bawah ini akan

mengilustrasikan tiap-tiap jenis perilaku secara singkat.

a. Intimidasi verbal atau tertulis

Jenis intimidasi yang tertulis atau verbal termasuk mengata-ngatai seperti

menggunakan ejekan yang bersifat rasis, seksis, atau homofobik; ledekan yang

23
ditujukan untuk penampilan fisik, kemampuan, atau status ekonomi; telepon yang

berisi ancaman dan sifatnya menakut-nakuti; nota, email, dan pesan (chat, sms) yang

menyakitkan.

b. Intimidasi fisik

Memukul, menendang, menginjak, menyerang; melemparkan barang-barang;

melakukan sentuhan seksual yang tidak diinginkan; mencuri atau merusak benda-

benda atau milik pribadi; mengancam dengan senjata, menggunakan senjata;

mengancam melakukan kekerasan, melakukan paksaan.

c. Intimidasi sosial

Intimidasi sosial contohnya adalah merangkai rumor, gosip; mengucilkan,

mempermalukan, atau mencemooh seseorang; secara publik menceritakan informasi-

informasi pribadi seseorang, termasuk menayangkan gambar atau tulisan pada

websites; menggunakan status pertemanan untuk melakukan paksaan atau

memanipulasi perilaku.

Apabila Parsons (2011: 12) membedakan intimidasi menjadi 3 jenis, maka

Thomson (2011: 12) membedakannya hanya menjadi 2 jenis yakni fisik dan psikis

serta mengatakan bahwa bullying atau intimidasi yang terjadi dapat meliputi 2 jenis

sekaligus apabila terjadi dalam waktu yang lama. Pada SDIT LHI sendiri, tindakan

bullying atau intimidasi dibedakan menjadi tiga jenis yakni mentally-bully, verbal-

bully, maupun physical-bully berupa tindakan mengejek, mengancam, menyakiti atau

mengganggu siswa lain.

24
Walaupun intimidasi berjenis fisik lebih meninggalkan bekas yang nyata pada

tubuh korbannya, tetapi menurut Thomson terjadi miskonsepsi dimana bullying yang

sifatnya psikis walaupun tidak terlihat luka fisik korban secara nyata tetapi

dampaknya dapat membuat trauma sama seperti bullying secara fisik. Pendapat dari

Boyle DJ juga mengatakan bahwa ada beberapa bentuk bullying antara lain direct dan

indirect bullying. Direct bullying merupakan perilaku bullying yang bersifat

langsung, verbal, ataupun fisik; yakni seorang anak atau remaja diolok-olok,

diganggu, atau dipukul oleh anak atau remaja lain. Indirect bullying merupakan jenis

bullying yang kurang kasat mata namun dampak yang ditimbulkan bagi korban sama

buruknya. Bullying jenis ini juga dikenal dengan istilah relational bullying atau social

bullying (dalam Surilena 2016: 36).

Dari pendapat Boyle, Parsons dan Thomson dapat disimpulkan bahwa

terdapat tiga jenis intimidasi atau bullying yakni intimidasi secara fisik, secara verbal

maupun intimidasi secara sosial serta seorang korban dapat mengalami bullying

dengan lebih dari satu jenis bullying pada satu waktu. Dampak dari ketiga jenis

bullying ini sama terhadap korban, baik yang mengalami luka secara fisik atau tidak.

C. Siswa Sekolah Dasar

1. Perkembangan Siswa Sekolah Dasar

Setiap manusia pasti berkembang dan memiliki ciri khasnya sendiri.

Perkembangan adalah perubahan yang terjadi dari dalam diri manusia sejak lahir

sampai mati. Perkembangan seringkali disamakan dengan pertumbuhan padahal

kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Izzaty, et al (2013: 4) disini

25
menyebutkan bahwa istilah pertumbuhan mengacu pada perubahan yang sifatnya

fisik (kuantitatif) sedangkan perkembangan lebih kepada aspek yang sifatnya psikis

(kualitatif).

Perkembangan menurut Desmita (2009: 4) memiliki pendapat yang berbeda.

Desmita mendefinisikan perkembangan tidak terbatas pada pengertian perubahan

secara fisik, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan secara

terus menerus dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu

menuju tahap kematangan, melalui pertumbuhan dan belajar. Dari pendapat ini dapat

diketahui bahwa perkembangan juga mencakup perubahan kualitatif maupun

kuantitatif.

Perkembangan juga memiliki prinsip-prinsip yang penting untuk diketahui.

Terdapat 6 prinsip perkembangan yang dijabarkan dalam buku Yusuf (2014: 17)

yakni:

a. perkembangan merupakan proses yang tidak akan berhenti


b. semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
c. perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu
d. perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
e. setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
f. setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan

Dari ke 6 prinsip tersebut didapatkan hasil bahwa tiap fase perkembangan

memiliki ciri khas, juga merupakan proses yang tidak berhenti, mengikuti pola arah

tertentu dan terjadi pada tempo yang berlainan pada tiap individu, serta semuanya

merupakan proses yang normal bagi tiap-tiap individu.

26
Lebih lanjut, setiap fase memiliki karakteristiknya masing-masing karena tiap

tahap pertumbuhan anak akan memiliki ciri yang berbeda. Khusus untuk fase

perkembangan anak sekolah atau siswa usia sekolah dasar dibagi oleh Yusuf (2014:

178) menjadi fase perkembangan intelektual, fase perkembangan bahasa, fase

perkembangan sosial, fase perkembangan emosi, fase perkembangan moral, motorik

dan fase perkembangan agama. Berbeda dengan Santrock (2011: vii) yang

membaginya hanya pada perkembangan fisik, kognitif, dan sosio emosional.

Bagi kebanyakan anak, mulai memasuki sekolah dasar adalah saat-saat

penting dimana anak yang dunianya semula adalah di rumah berkembang menjadi

dunia sekolah dasar. Anak akan menjadi seorang siswa dan membawanya dalam

sebuah situasi baru, teman baru, dan cara berpikir yang baru dalam menyelesaikan

masalah dengan lingkungan sosialnya di sekolah. Berbagai macam perubahan

perkembangan terjadi saat anak mulai memasuki usia sekolah dasar atau sering

disebut dengan usia kanak-kanak akhir atau late childhood. Hal ini berlangsung dari

umur 6 tahun sampai tiba saaatnya individu menjadi matang secara seksual. Yusuf

(2014: 24-26) mengawali penjelasan mengenai perkembangan usia sekolah dasar

pada umur 6-12 tahun. Pada kisaran umur ini, sering disebut dengan masa intelektual

atau masa keserasian sekolah. Anak pada masa ini relatif lebih mudah dididik

daripada masa sebelum dan sesudahnya. Ditambah kan pula bahwa pada akhir masa

ini, anak memiliki sifat yang khas yakni sikap anak terhadap kekuasaan (otoritas)

khususnya orangtua dan guru. Anak cenderung menerima otoritas tersebut sebagai

sesuatu yang wajar dan mengharapkan campur tangan kedua pihak tersebut.

27
Penjelasan yang lebih umum didapatkan dari Santrock (2011: 139) yang

mengawali penjelasan mengenai perkembangan masa ini dengan menyebutkan bahwa

masa ini adalah masa anak untuk lebih siap untuk belajar dan mulai mengembangkan

perilaku untuk membuat sesuatu dengan sempurna. Masa ini adalah masa dimana

anak yang menjadi siswa sebuah sekolah dasar akan banyak mencoba hal-hal baru

dengan cara mencari tahu dan memahami mengapa sesuatu dapat terjadi. Pada masa

ini siswa memiliki rasa ingin tahu dan kecerdasan yang luar biasa sehingga guru

memiliki kesempatan untuk dapat menjelaskan berbagai macam hal pada siswa

melalui beragam cara.

Periode perkembangan pada masa kanak-kanak akhir diawali oleh

perkembangan fisik. Santrock (2011: 143) menyebutkan bahwa pada periode ini,

anak tumbuh rata-rata sekitar 5-8 sentimeter pertahun dan sifat pertumbuhannya

lambat namun konsisten. Perubahan fisik yang menonjol pada masa ini adalah ukuran

lingkar kepala yang berkurang, lingkar pinggang, dan panjang kaki sehubungan

dengan tinggi badan. Perkembangan motorik menjadi lebih terkoordinasi dan

lancar.Anak mampu mengendalikan tubuhnya dengan lebih baik serta dapat duduk

dan berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lebih lama namun anak tetap

membutuhkan aktivitas fisik karena sangat aktif sehingga guru sebaiknya

menggunakan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak sekolah

dasar. Kematangan fisik yang belum sempurna membuat siswa sekolah dasar pada

masa ini diharuskan untuk tetap aktif bergerak untuk mengembangkan kemampuan

28
berkembangan mereka. Pada masa sekolah dasar, berat badan menjadi dua kali lipat

dan energi pun semakin besar dalam melakukan aktivitas motorik.

Sebagian besar siswa menurut Santrock (2011: 171) selama usia sekolah dasar

memiliki kesulitan emosional ringan. Gangguan perilaku dan emosional mencakup

masalah serius yang berkepanjangan mencakup hubungan dengan orang lain, agresi,

depresi, ketakutan terhadap seseorang atau sesuatu yang berhubungan dengan sekolah

yang bisa jadi diakibatkan oleh bullying. Anak laki-laki lebih mungkin untuk

memiliki gangguan ini sebesar tiga kali lebih besar daripada anak perempuan.

Perkembangan sosio emosional lebih lanjut akan dijelaskan pada bagian selanjutnya

yang khusus membahas mengenai perkembangan sosial-emosional siswa sekolah

dasar.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat keempat ahli yang sudah

dipaparkan sebelumnya adalah bahwa perkembangan anak usia sekolah memiliki ciri-

ciri tertentu. Ciri tersebut yaitu aktivitas fisik yang semakin beragam didukung

dengan bertambahnya berat badan agar siswa dapat bergerak dengan aktif guna

mendukung perkembangan fisik siswa agar semakin matang, serta mengharapan

keterlibatan orangtua atau guru dalam kehidupan mereka karena seringkali terdapat

beberapa masalah atau gangguan yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri.

2. Perkembangan Sosial Emosional Siswa Sekolah Dasar

Tahun-tahun masa perkembangan kanak-kanak menengah dan akhir

membawa banyak perubahan dalam kehidupan sosial emosional pada siswa sekolah

dasar. Terdapat perkembangan yang signifikan pada konsep diri, emosi, penalaran

29
moral, dan perilaku gender serta terdapat pula perubahan pada hubungan orangtua

dan teman sebaya (Santrock, 2011: 243). Pendapat Santrock menunjukkan bahwa

perkembangan emosi dan perkembangan sosial tidak dapat dipisahkan antara satu

sama lain.

Ciri yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya adalah ciri

sosialnya. Sejak lahir anak akan terpengaruh oleh lingkungan sosial dimana ia

tumbuh, bentuk yang paling jelas dari terpengaruhnya anak pada lingkungan

sosialnya adalah perilaku anak tersebut. Perilaku anak pada usia sekolah dasar atau

masa kanak-kanak akhir dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya karena pada masa

ini anak senang berinteraksi dan bermain dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sumantri (2007: 6.3) bahwa karakteristik anak usia SD adalah

senang bermain, senang bergerak, anak senang bekerja dalam kelompok, dan senang

merasakan atau melakukan atau memperagakan sesuatu secara langsung. Selain itu,

dunia sosio-emosional anak menjadi lebih kompleks dan tidak sama seperti masa

sebelumnya. Interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran penting.

Hubungan dengan guru dan sekolah juga menjadi hal yang penting bagi anak pada

masa ini.

Salah satu ciri perkembangan sosial-emosional pada masa ini yang paling

jelas terlihat menurut Balillargeon, et al & Brendgen (dalam Santrock, 2011: 261)

adalah anak laki-laki secara fisik lebih agresif dibandingkan dengan anak

perempuan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa hubungan yang bersifat agresi meliputi

perilaku seperti berusaha membuat orang lain tidak menyukai individu tertentu

30
dengan menyebarkan rumor jahat mengenai individu tersebut. Hubungan yang

bersifat agresi meningkat selama masa ini.

Walaupun terdapat hubungan agresi yang meningkat, mempunyai hubungan

yang positif dengan teman sebaya sangat penting pada masa ini karena menurut

penelitian Rubin, Bukowski, & Parker pada tahun 2006 (dalam Santrock, 2011: 270),

interaksi sosial dengan teman sebaya meningkat sebesar 30 persen dan ketika siswa

sekolah dasar melalui masa kanak-kanak menengah dan akhir, ukuran kelompok

teman sebaya mereka meningkat. Lingkaran pertemanan yang semakin meluas ini

membuat siswa diharapkan memiliki interaksi yang positif agar hubungan dengan

teman sebaya dapat berjalan tanpa permasalahan yang berarti. Kecenderungan

berkelompok dengan teman sebaya yang telah disebutkan oleh Rubin, Bukowski, &

Parker tersebut sejalan dengan pendapat Hurlock (2013: 155) bahwa siswa usia

sekolah dasar senang bergaul, bersosialisasi dan membentuk kelompok dengan teman

sebaya. Dari pendapat Hurlock dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan dengan

pendapat Sumantri bahwa anak usia ini memiliki kesenangan pada kegiatan

berkelompok dengan teman-temannya.

Pada masa ini pula pengaruh teman sebaya sangat besar (Izzaty dkk. 2013:

155) baik yang sifatnya positif seperti pengembangan konsep diri dan pembentukan

harga diri ataupun negatif seperti ikut dalam aksi bullying agar dapat diterima

menjadi bagian dalam sebuah kelompok sebaya. Setelah berada di dalam kumpulan

teman sebaya, menurut ahli perkembangan anak, anak usia ini akan digolongkan lagi

dalam 5 status teman sebaya yakni:

31
1. Anak populer (popular children) yaitu anak yang sering dinominasikan sebagai

teman terbaik dan jarang tidak disukai oleh teman sebaya.

2. Anak-anak biasa (average children) menerima jumlah rata-rata, baik nominasi

positif maupun negatif dari teman sebaya mereka.

3. Anak-anak terabaikan (neglected children) jarang dinominasikan sebagai seorang

sahabat, tetapi bukan tidak disukai oleh teman sebaya mereka.

4. Anak-anak yang ditolak (rejected children) jarang dinominasikan sebagai seorang

sahabat dan secara aktif tidak disukai oleh teman sebaya.

5. Anak-anak kontroversional (controversial children) sering dicalonkan, baik

sebagai sahabat terbaik maupun yang tidak disukai.

Dari kelima status dalam teman sebaya tersebut, menjadi seorang anak yang

populer dan memiliki banyak teman sebaya adalah impian bagi sebagian besar siswa

pada usia ini sehingga banyak cara dilakukan untuk mendapatkan status anak populer.

Salah satunya adalah lewat adu kekuatan yang dapat dilakukan dengan cara bullying.

Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (2011: 274) yang mengatakan bahwa dalam

banyak kasus, orang yang melakukan bullying menyiksa korban untuk mendapatkan

status yang lebih tinggi pada kelompok teman sebaya, dan orang tersebut

membutuhkan orang lain untuk menyaksikan mereka memperlihatkan kekuatan

mereka.

Bagi para pendidik, dengan berbagai macam peran yang telah disebutkan

sebelumnya diharapkan dapat mengetahui dan memahami perkembangan dan

karakter siswa. Hal ini penting karena menurut Izzaty et al, proses transfer

32
pengetahuan akan dapat tersampaikan dengan baik lewat pemahaman mengenai

perkembangan peserta didik atau siswa (2013: 8). Tidak hanya itu, pemahaman guru

akan perkembangan siswa juga akan menentukan sikap guru saat menangani siswa

yang bermasalah, salah satunya adalah masalah bullying. Pemahaman terhadap

karakteristik siswa diperlukan guna memahami siswa agar guru dapat mengantisipasi

dan membuat program kegiatan untuk menangani siswa dengan masalah

perkembangan seperti tingkat agresi yang tinggi hingga terjadinya bullying.

Kesimpulan dari Santrock, Sumantri, Hurlock dan Izzaty et al, adalah bahwa

pada masa usia sekolah dasar, anak memiliki perkembangan sosial emosional yang

mengindikasikan bahwa siswa pada usia ini memiliki hubungan agresi yang

meningkat serta cenderung lebih memiliki kesenangan pada kegiatan berkelompok

dengan teman sebayanya. Pengaruh yang besar ini menuntut guru untuk

memperhatikan perkembangan sosial dan emosional siswa agar perilaku negatif yang

mungkin terbawa oleh lingkungan siswa dapat ditangani dengan baik.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang peran guru kelas dalam menangani bullying pada siswa di

SDIT Luqman Al Hakim Internasional masih jarang dilakukan, berbeda dengan peran

guru kelas dalam bidang layanan bimbingan konseling di sekolah dasar maupun

penelitian pada bidang school bullying. Namun secara umum, penelitian tentang

peran guru kelas dalam kaitannya dengan menangani perilaku bullying memiliki

keterkaitan dengan peran guru kelas dalam bidang layanan bimbingan dan konseling

33
dan penelitian tentang school bullying. Berikut adalah beberapa contoh penelitian

tentang peran guru kelas dan penelitian tentang school bullying.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Imerda Fitri dari Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Peran Guru Kelas

dalam Pelaksanaan Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar

Studi Deskriptif di Kelas I SD N Minomartani 6, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta“

pada tahun 2015. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa guru kelas

berperan dalam bidang bimbingan dan konseling walaupun belum semuanya

dilakukan. Guru kelas berperan dalam bidang pribadi, sosial, belajar, tetapi tidak

dalam hal karir karena siswa masih dalam jenjang kelas I sekolah dasar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Bibit Darmalina dari Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Perilaku

School Bullying di SD N Grindang, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo,

Yogyakata” pada tahun 2014. Hasil dari penelitian ini adalah kurangnya

pengetahuan guru mengenai school bullying, pendapat guru yangmengatakan

kenakalan di sekolahnya masih wajar, reaksi yang ditunjukkankorban adalah,

diam, takut atau menangis; pelaku menunjukkan perilaku acuh dansenang;

sedangkan penonton menunjukkan reaksi, melawan pelaku, membelapelaku atau

diam, bentuk school bullying yang terjadi adalah bentuk fisikdan nonfisik

(verbal: mengancam, memaksa, menyoraki, meledek; non verbal langsung:

membentak, memarahi, memerintah, menunjuk-nunjuk dengan jari; non verbal

tidak langsung: pengucilan).

34
Kedua penelitian diatas relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti. Persamaan dari kedua penelitian tersebut ialah masing-masing membahas

tentang peran guru kelas dan perilaku bullying di sekolah dasar. Perbedaannya, peran

guru kelas yang dibahas bukan mengenai pelaksanaan bidang layanan bimbingan dan

konseling namun peran dalam menangani bullying. Bullying yang diteliti oleh

penelitian ini juga terbatas hanya yang terjadi di lingkup kelas IA saja. Sehingga,

pada penelitian ini terdapat perbedaan yakni peneliti akan membahas mengenai peran

guru kelas dalam menangani bullying di sekolah dasar.

E. Kerangka Pikir

Waktu yang siswa habiskan di sekolah cukup banyak sekitar 5-8 jam setiap

hari selama 5-6 hari dalam seminggu. Tentu guru sebagai orangtua siswa selama di

sekolah menyumbang peran penting terkait siswa-siswi yang diberikan pengajaran

oleh guru terutama apabila anak tersebut memiliki masalah, misalnya dalam hal

perilaku sosial yang kurang bisa diterima oleh lingkungan seperti bullying. Peran

guru yang menonjol pada saat terjadinya kasus tersebut adalah guru sebagai

pembimbing yang akan menjadi pendamping siswa selama berada di sekolah agar

tetap aman dan dapat belajar dengan baik, peran guru sebagai mediator yang

mendukung guru untuk melakukan tindakan preventif dan kuratif agar tercipta

lingkungan yang berkualitas dengan mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial

yang baik tanpa adanya bullying, dan peran guru sebagai penasehat yang akan

menangani kasus bullying dengan cara memberikan konseling maupun saran baik

pada pelaku ataupun korban bullying.

35
Bullying sendiri merupakan perilaku agresif yang cenderung berulang,

ditujukan untuk menyakiti korban secara fisik atau mental hingga menyebabkan

korban menjadi lemah, tertekan dan terasing dari lingkungan pergaulan, dan

perbuatan ini dapat dilakukan oleh sekelompok orang atau hanya satu individu.

Perilaku bullying memiliki kemungkinan untuk terjadi pada siswa SD karena pada

masa perkembangan ini, anak cenderung memiliki perilaku agresi yang meningkat.

Selain itu pada masa perkembangan usia sekolah dasar, siswa memiliki

interaksi dengan teman sebaya yang lebih besar serta terdapat pengaruh teman sebaya

sangat besar (Izzaty et al, 2013: 119) baik yang sifatnya positif seperti pengembangan

konsep diri dan pembentukan harga diri ataupun negatif seperti ikut dalam aksi

bullying. Aksi ini dilakukan agar seorang siswa dapat diterima menjadi bagian dalam

sebuah kelompok sebaya dan mendapatkan kepopuleran atau status yang lebih tinggi.

36
Peran guru kelas dalam Perilaku
menangani masalah siswa bullying

Sebagai pembimbing Bullying meningkat


pada masa sekolah dasar

Sebagai penasehat

Sebagai mediator dan


fasilitator

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir

F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat diajukan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peran guru kelas untuk membimbing pelaku dan korban pada kasus

bullying?

2. Bagaimana peran guru kelas sebagai penasehat pelaku dan korban pada kasus

bullying?

37
3. Bagaimana peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator pelaku dan korban

pada kasus bullying?

4. Apa saja hambatan saat penanganan perilaku bullying oleh guru kelas?

5. Bagaimana hasil dari penanganan yang dilakukan oleh guru kelas terhadap pelaku

dan korban bullying?

38
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian

ini bermaksud menguraikan atau menggambarkan suatu peristiwa, yaitu peran guru

kelas dalam menangani perilaku bullying pada siswa di SDIT Luqman Al Hakim

Internasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal (2010: 20) yang menjelaskan

bahwa penelitian deskriptif (descriptive research) dimaksudkan untuk

mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial,

dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan

unit yang diteliti. Arikunto (2010: 234) menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak

dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan keadaan

sebenarnya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.

Sejalan dengan itu, LanColn dalam Sukmadinata (2008: 60) mengemukakan

bahwa penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bersifat naturalistik. Penelitian ini

bertolak dari paradigma naturalistik, bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, peneliti

dan yang diteliti bersifat interaktif, tidak bisa dipisahkan, suatu kesatuan yang

terbentuk secara simultan, dan bertimbal balik, tidak mungkin memisahkan sebab

dengan akibat, dan penelitian ini melibatkan nilai-nilai.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Ini karena data yang disajikan berbentuk kata-kata. Menurut Bogdan &

39
Taylor (Moleong, 2012: 4), metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDIT Luqman Al Hakim Internasional. Waktu

penelitian dilakukakan pada bulan Oktober hingga bulan April 2017. Program

sekolah anti bullying memang sudah diterapkan di dalam kegiatan SDIT LHI dengan

memberdayakan segenap warga sekolah termasuk di dalamnya adalah guru kelas.

C. Penentuan Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan seseorang yang darinya diperoleh keterangan

atau data. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto yakni sumber data dalam

penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (2010: 172). Subjek

penelitian ini adalah orang yang akan diteliti. Penelitian ini mengambil subjek guru

kelas, siswa, guru dan kepala sekolah di SDIT LHI.

D. Teknik Pengumpulan Data

Fase penting dalam penelitian adalah saat pengumpulan data. Di dalam

sebuah penelitian, fase pengumpulan data penting dilakukan karena menurut

Sugiyono (2012:401) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Pengetahuan mengenai teknik pengumpulan data harus dimiliki oleh peneliti

agar didapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

40
Pada penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting

(kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih

banyak pada observasi tidak berperan serta (nonparticipant observation), wawancara

mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Moleong, 2012:

186). Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang

mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan. Menurut Esterberg (Sugiyono, 2012: 317), wawancara adalah pertemuan

dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Esterberg (Sugiyono, 2012: 319) mengemukakan beberapa macam

wawancara, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi terstruktur, dan wawancara

tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya

telah memiliki daftar pertanyaan yang harus ditanyakan kepada responden dan telah

tersusun secara sistematis. Wawancara semi terstruktur merupakan wawancara

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana narasumber diminta

pendapat dan ide-idenya. Wawancara tidak terstruktur kebalikan dari jenis

wawancara terstruktur, dimana wawancara yang dilakukan tidak menggunakan

pedoman wawancara atau pedoman wawancara yang hanya dibuat garis-garis

besarnya saja. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

41
wawancara semi terstruktur, yaitu dilaksanakan menggunakan petunjuk umum

wawancara (pedoman wawancara) yang hanya memuat garis besar yang akan

ditanyakan.

Peneliti menggunakan wawancara semi struktur karena wawancara ini

termasuk kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara

diminta pendapat dan ide-idenya.

2. Observasi

Observasi memberi peluang pada peneliti untuk menggali data perilaku

subjek secara luas, mampu menangkap berbagai macam interaksi, dan secara terbuka

mengeksplorasi topik penelitiannya. Menurut Sugiyono (2006: 204) dalam

pelaksanaan pengumpulan data observasi dibedakan menjadi observasi berperan serta

(participant observation) dan nonpartisipan, selanjutnya dari segi instrumen yang

digunakan observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur.

Peneliti sedianya akan melaksanakan pengumpulan data oberservasi secara

nonpartisipan dalam pelaksanaan pengumpulan data, yaitu peneliti tidak terlibat

dengan aktifitas yang diamati dan hanya sebagai pengamat luar secara independen.

Pada segi instrumen peneliti menggunakan observasi terstruktur yaitu observasi yang

dirancang secara sistematis tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana

tempatnya. Oleh karena itu, observasi ini membutuhkan panduan atau pedoman

observasi.

42
3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan sebuah peristiwa. Hal ini didukung dengan

pendapat dari Sugiyono (2012: 329), yang mengatakan bahwa dokumen merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau

karya-karya menumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara. Dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2010:

274).

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan

dokumen-dokumen yang akan memperkuat perolehan data-data sebelumnya dan

tentunya relevan dengan data yang dibutuhkan peneliti. Sedangkan, dokumen-

dokumen tersebut dapat berupa foto, dapat juga berbentuk dokukmen tertulis lainnya

seperti arsip-arsip dari objek penelitian.

E. Instrument Penelitian

Instrument penelitian kualitatif yang memiliki andil paling utama adalah

manusia itu sendiri. Menurut Nasution (Sugiyono, 2012: 306) menyatakan bahwa

dalam penelitian kualitatif, manusia adalah instrumen penelitian utama, karena segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur

penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, semuanya belum

dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu

43
dikembangkan sepanjang penelitian. Oleh karena itu, yang menjadi intrumen adalah

peneliti sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Penelitian ini

dibantu dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara, pedoman observasi,

serta dokumentasi. Penjelasan lebih lanjut terkait instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Aspek Indikator

Peran guru kelas A. Pemberian informasi pada siswa mengenai tata tertib
sebagai pembimbing di kelas dan sekolah tentang perilaku anti bullying
B. Penjelasan mengenai bullying
C. Penjelasan tindakan yang akan diambil oleh guru
kelas saat terjadi bullying
Peran guru kelas A. Penumbuhan hubungan yang positif antar pelaku dan
sebagai mediator dan korban untuk saling menghormati dan menghargai
fasilitator B. Pendorong tingkah laku sosial yang baik
C. Upaya sumber belajar mengenai perilaku bullying

Peran guru kelas A. Memberi saran pada pelaku dan korban bullying
sebagai penasehat B. Merujuk kepada guru BK sekolah apabila diperlukan
konseling lebih lanjut pada kasus bullying

Hambatan yang Kesulitan guru kelas pada saat menangani kasus


dialami oleh guru kelas bullying
saat penanganan
bullying
Hasil dari penanganan A. Hasil penanganan terhadap korban
yang dilakukan oleh B. Hasil penanganan terhadap pelaku
guru kelas terhadap
pelaku dan korban
bullying

44
1. Instrumen Wawancara

Instrumen yang digunakan dalam wawancara dinamakan interview guide

atau pedoman wawancara (Arikunto, 2010: 199). Wawancara ini bertujuan

memperoleh data melalui tanya jawab secara langsung dan terpimpin. Wawancara

adalah suatu teknik pengumpulan data yang berupa menanyakan sesuatu kepada

narasumber/responden yang sudah dipilih sebelumnya.

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan apabila peneliti


ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneiti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil
(Sugiyono, 2014: 194).

Menurut Herdiansyah (2015: 26) wawancara adalah sebuah proses interaksi

komunikasi, dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam

setting alamiah, dimana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah

ditetapkan. Dari pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa wawancara ialah suatu

interaksi komunikasi diantara dua orang atau lebih untuk mengetahui hal-hal dari

responden secara lebih mendalam dengan tujan tertentu. Wawancara dilakukan

dengan guru kelas di SDIT Luqman Al Hakim Internasional. Wawancara ini

menggunakan pedoman wawancara kepada kepala sekolah, guru kelas, siswa dan

pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan program anti bullying di sekolah.

45
2. Instrumen Observasi

Di dalam penelitian ini, observasi digunakan peneliti sebagai salah satu teknik

pengumpulan data melalui pengamatan yang telah terencana. Spradley (dalam

Sugiyono, 2015: 314) menyatakan bahwa dalam setiap situasi sosial terdapat tiga

komponen yang dapat diamati, yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan activities

(aktivitas). Pengamatan ini dapat dilakukan secara terencana.Pengamatan yang

terencana dapat disebut juga dengan observasi terstruktur. Observasi terstruktur

menurut Sugiyono (2015: 205) adalah observasi yang telah dirancang secara

sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan di mana tempatnya. Oleh karena

itu, observasi ini membutuhkan panduan atau pedoman observasi yang telah dibuat

oleh peneliti dan dapat berupa lembar observasi. Panduan observasi pada penelitian

ini akan dicantumkan di dalam lembar lampiran.

3. Dokumentasi

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Dokumen merupakan pelengkap penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan semakin kredibel apabila

didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Di dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan dokumen foto-foto kegiatan di sekolah dan

dokumen laporan incident report.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan (Sugiyono, 2012: 334), analisis data kualitatif adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

46
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami, dan temuannya

dapat diinformasikan kepada orang lain. Sugiyono (2012: 333) juga menyatakan

bahwa dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), data

dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Seperti yang dinyatakan Miles

& Huberman (Sugiyono, 2012: 337), juga mengemukakan bahwa aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Komponen dalam analisis data

adalah sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan di lapangan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data yaitu penyusunan sekelompok informasi yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.Penyajian

data ini dapat berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Penyajian data seperti ini berguna untuk memudahkan dalam memahami

data yang telah didapatkan tersebut. Pada tahap ini peneliti menyajikan data-data

yang telah direduksi ke dalam laporan penelitian secara sistematis.

47
3. Penarikan Kesimpulan (Data Drawing/ Verification)

Langkah selanjutnya setelah data direduksi dan disajikan dalam bentuk

gambar ataupun uraian adalah penarikan kesimpulan. Di dalam penelitian kualitatif

ini akan diungkapkan makna dari data-data yang telah dikumpulkan selama penelitian

berlangsung. Kesimpulan yang didapatkan dari data yang dikumpulkan selama

penelitian ini dapat dibahas pada bab hasil penelitian dan pembahasan

G. Keabsahan Data

Langkah terakhir dari penelitian adalah uji keabsahan data. Menurut Maleong

(2012: 320-321), yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan

harus dapat mendemonstrasikan nilai yang benar, menyediakan dasar agar hal itu

dapat diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang

konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-

keputusannya. Di dalam uji keabsahan data, pada penelitian ini peneliti menggunakan

uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian. Uji kredibilitas data

dalam penelitian ini menggunakan dua macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber

dan triangulasi teknik. Triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data

yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber

data yang telah ada (Sugiyono, 2014: 330).

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek kredibilitas data melalui

beberapa sumber (Sugiyono, 2014: 273). Sebagai contoh, peneliti melakukan

wawancara terhadap guru, siswa, dan kepala sekolah. Berdasarkan ketiga sumber ini,

48
maka peneliti harus menganalisis data tersebut dengan cara mendeskripsikan,

mengkategorikan serta mencari persamaan dan perbedaan pendapat antar ketiganya.

Data tersebut barulah kemudian dibuat kesimpulan.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang

sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2014: 273). Sebagai contoh, dalam

penelitian peneliti melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil ketiga

data ini harus dicek kembali, jika ditemukan perbedaan maka peneliti harus

melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data yang lain untuk mengambil

sebuah kesimpulan.

49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Lokasi Sekolah

Peneliti melakukan penelitian di SDIT Luqman Al Hakim Internasional atau

lebih dikenal dengan SDIT LHI Banguntapan, Bantul.SDIT Lukman Al-Hakim

Internasional merupakan salah satu sekolah swasta yang beralamat di Jalan Karanglo,

Kelurahan Jogoragan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Berada di timur Pasar Kota Gede, SDIT LHI tepat berada di barat

ringroad selatan menjadikan sekolah ini ramai dilalui oleh pengendara sepeda motor

atau mobil.

Siswa yang akan masuk sekolah dapat melalui gerbang utama yang

menghadap di sebelah barat dan pulang sekolah melewati mushola yang langsung

bersebelahan dengan jalan raya di sebelah utara. Pos satpam berada tepat di sebelah

gerbang utama. Siswa juga dapat melalui playground dan lapangan yang berada di

sebelah selatan bersebelahan dengan kantin dan SMPIT LHI untuk rute penjemputan.

Fasilitas yang ada di dalam SDIT LHI adalah diantaranya gedung sekolah

yang terdiri dari kelas I hingga kelas VI yang pararel, tempat parkir, lapangan

upacara, playground, lapangan olahraga, mushola, dining room, kantin, ruang

meeting, ruang ganti yang merangkap kamar mandi untuk siswa, ruang kegiatan

ekstrakurikuler, ruang BK psikolog yang berada di dekat parkiran, taman apotek

50
hidup, ruang khusus guru, ruang kepala sekolah sekaligus front office, dapur, ruang

pojok membaca dan perpustakaan.

2. Visi Misi Sekolah

SDIT Luqman Al Hakim Internasional memiliki filosofi bahwa setiap anak

mempunyai potensi yang unik dan luar biasa untuk ditumbuhkan dan dikembangkan

sehingga di dalam program sekolah selalu memunculkan kegiatan-kegiatan baik

pembelajaran ataupun ekstrakurikuler yang mendukung potensi siswa untuk muncul.

LHI sebagai sekolah dasar yang menerapkan sekolah anti bullying, juga memiliki visi

misi untuk dapat mengurangi terjadinya kasus bullying yang terjadi antar sesama

siswa.

Visi SDIT Luqman Al Hakim Internasional adalah terwujudnya generasi

islami yang berwawasan internasional melalui pendidikan integral holistik. Visi

tersebut dijabarkan dalam 8 point misi yang berisi ; 1.) mengenal dan mencintai Allah

dan RasulNya, 2.) memiliki akhlakul karimah pada diri sendiri, oranglain dan

lingkungan, 3.) rendah hati dan selalu menghargai orang lain, 4.) menjadi seorang

intelektual yang berwawasan luas dengan nasionalisme yang tinggi, 5.) menjadi orang

yang memiliki semangat juang tinggi, kreatif, inovatif, produktif dengan jiwa yang

percaya diri dan pantang menyerah, 6.) memiliki tanggungjawab dan kepedulian

kepada diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitar hingga internasional, 7.) bergaya

hidup sehat, 8.) memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Program yang

diterapkan oleh sekolah dalam mencapai visi dan misi tersebut beragam, salah

51
satunya adalah program anti bullying. Program ini melibatkan guru kelas dalam

pelaksanaannya.

3. Potensi Siswa, Guru dan Karyawan

SDIT Luqman Al Hakim Internasional memiliki jumlah tenaga kependidikan

sebanyak 66 orang. Jumlah yang ada ini di antaranya meliputi kepala sekolah, guru

kelas, guru mata pelajaran khusus, staff front office, petugas perpustakaan, guru BK,

satpam, staff memasak dan tukang kebun. Potensi tenaga kerja yang berada di SDIT

Luqman Al Hakim Internasional ini sudah cukup bagus untuk memfasilitasi

kebutuhan siswa. Jumlah siswa yang saat ini tengah menuntut ilmu di SDIT LHI

secara keseluruhan adalah 311 siswa yang terbagi dalam 165 siswa laki-laki dan 146

siswa perempuan. Keseluruhan siswa ini ditampung dalam 13 rombongan belajar

yang terdiri atas kelas 1a, b, dan c, kelas 2 a, 2b, kelas 3a, 3b, kelas 4a, 4b, kelas 5a,

5b, serta kelas 6a, 6b.

Satu kelas diampu oleh dua orang guru. Tetapi apabila terdapat anak

berkebutuhan khusus maka guru kelas akan dibantu oleh shadow teacher yang

membantu anak berkebutuhan khusus tersebut. Kualifikasi guru kelas di SDIT LHI

yang saat ini memiliki akreditasi A adalah minimal sarjana. Selain lulusan Sarjana

(S1), para guru kelas juga dituntut untuk mampu berkomunikasi Bahasa Inggris aktif

atau berusaha menguasai Bahasa Inggris aktif karena baik menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran, atau penyusunan soal dan percakapan di lingkungan

sekolah guru kelas akan menggunakan Bahasa Inggris. Guru kelas juga harus dapat

membaca Al-Qur’an, memiliki komitmen mengajar yang tinggi, mencintai dunia

52
anak-anak, mampu bekerja dengan tim, menguasai microsoft word serta excel, dan

memiliki kemauan untuk mematuhi peraturan kependidikan di sekolah. Guru yang

baru saja diterima di SDIT LHI juga akan mendapatkan training dan praktek

membantu mengajar pada kelas 1 hingga kelas 6 serta diminta memberikan laporan

evaluasi kelas setiap harinyapada divisi terkait. Adapun daftar guru yang mengajar di

SDIT LHI dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2. Data Guru LHI


Nama guru Jabatan
Fourzia Yunisa Dewi, S.Pd. Kepala sekolah
Guru kelas 4A
Fely Hilman, S.IP. Guru kelas 2B
Budi Tri Suranto, S.Pd. Guru kelas 6B
Retni Suprapti, S.Pd Guru kelas 4A
Nisa Shalihah, S.Pd.I Guru kelas 3B
Diana Ristiaratna, S.Pd Guru kelas 3A
Mulatiningsih, S.Pd.Si Kadiv kurikulum dan akademik
Guru kelas 1C
Kentri Layun K., S.Psi Kadiv Kesiswaan dan Sarpras
Guru subject English
Miratun Khasanah, S.Si. Guru kelas 4B
Ngadino, S.Pd Guru Physical Education
Akhid Akhmad Effendi, S.Si Guru kelas 1B
Sofyan Ari Subehi, S.Pd. Guru kelas 6A
Sigit Setiawan, S.Pd. Guru kelas 5A
Priyadi, S.Pd. Guru Musik

53
Nama Guru Jabatan
Ahmad Sahal, S.Pd. Guru kelas 1B
Hidayatul Imtihani, S.Pd.Si Guru kelas 6B
Julisa Arina Al Haq, S.Pd Guru kelas 4B
Lailis Salfah , S.Pd. Si Guru kelas 1A
Pastra Jannah K., S.Pd. Guru kelas 6A
Endah Arumdani, S.I.P Guru kelas 5B
Nurul Qoyyimah, S.Pd. Guru kelas 2B
Asni Widiastuti, S.Pd. Guru kelas 3B
Herlina Wati, S.Pd.Si Guru kelas 1A
Hendra Kusuma, S.Hum Guru BTHCQ
Fitriani Andansari, S.Pd. Guru kelas 1C
Frima Rahmulia, S.Pd. Guru kelas 5A
Nofita Pangestuti, S.Pd. Guru kelas 2A
Desi Novitasari, S.Pd.I Guru BTHCQ
Dian Prameswari, S.T.P Guru kelas 1B
Lely Nur Hidayah S., S.Pd.I Guru BTHCQ
Anita Kurniasih, S.Pd.Si Guru kelas 3A
Mavitra Ellanvihara, S.Si Guru kelas 2A
Retno Wulandari, S.Pd. Guru kelas 5B
Anisa Rizki Ramadhani, S.Pd Guru kelas 3B
Sumber: www.sdit-lhi.sch.id

B. Deskripsi Subjek dan Objek Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek utama dalam penelitian ini meliputi guru kelas, guru BK, kepala

sekolah, siswa yang pernah menjadi pelaku dan siswa yang pernah menjadi korban

54
bullying. Guru kelas yang menjadi subjek penelitian ini adalah 2 orang guru kelas I A

yakni ustadzah Us dan Ul yang merupakan sumber data untuk memperoleh informasi

terkait dengan penanganan guru kelas dalam menangani perilaku bullying di SDIT

LHI. Selain itu terdapat siswa Ha yang kasus bullyingnya mendominasi dan pernah

ditangani hingga BK sampai ke Kepala Sekolah serta Ar yang pernah mendapat

perlakuan bullying oleh Ha.

Subjek lain penelitian ini yang memperkuat data yang diperolah adalah kepala

sekolah dari SDIT LHI sendiri yakni ustadzah Ys dan guru BK yakni ustadzah Yn.

Subjek dipilih karena kepala sekolah merupakan pihak yang turut menyelesaikan

kasus Ha sehingga mengetahui penanganan apa saja yang telah diberikan oleh guru

saat terjadi kasus bullying. Selain itu Ys juga mengetahui program sekolah yang

membantu guru dalam menangani kasus bullying. Di lain pihak, Yn selaku guru BK

adalah pihak yang mengetahui penanganan apa saja yang telah dilakukan oleh guru

kelas dalam menangani perilaku bullying lewat angket incident report atau sebelum

akhirnya kasus tersebut dibawa dan diselesaikan oleh BK.

Data yang diperoleh dari ketiga sumber data ini didapat melalui kegiatan

wawancara dan observasi. Guna mendukung data wawancara dan observasi yang

diperoleh, peneliti juga melakukan studi dokumentasi. Dokumentasi yang dikaji

meliputi dokumen-dokumen atau foto yang berkaitan dengan penanganan perilaku

bullying yang dilakukan oleh guru kelas pada di SDIT LHI.

55
2. Deskripsi Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah peran guru kelas di dalam penanganan

perilaku bullying pada siswa di SDIT Luqman Al Hakim Internasional.Peran guru

kelas dalam menangani perilaku bullying pada penelitian ini disampaikan dalam lima

aspek yakni peran guru kelas sebagai pembimbing,peran guru kelas sebagai mediator

fasilitator, peran guru kelas sebagai penasehat, hambatan dan hasil penanganan guru

kelas pada pelaku dan korban bullying. Dari kelima aspek ini diharapkan dapat

diketahui peran dan keterlibatan guru kelas dalam program yang dapat digunakan

untuk menangani perilaku bullying di SDIT LHI dan bagaimana hambatan yang

terjadi di dalam penanganannya serta hasil dari penanganan guru kelas.

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga April 2017 di SDIT Luqman Al

Hakim Internasional.Penelitian yang dilakukan menggunakan teknik wawancara

dengan subjek penelitian, observasi, dan studi dokumentasi. Pada bagian ini peneliti

mendeskripsikan lima aspek yang diteliti dalam penelitian ini yakni: (1) peran guru

kelas sebagai pembimbing; (2) peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator; (3)

peran guru kelas sebagai penasehat; (4) hambatan yang dialami oleh guru kelas saat

penanganan bullying; dan (5) hasil penanganan yang dilakukan oleh guru kelas

terhadap pelaku dan korban bullying. Kelima aspek tersebut ialah sebagai berikut.

1. Peran Guru Kelas sebagai Pembimbing

Peran guru kelas sebagai pembimbing terhadap korban dan pelaku memiliki

tiga indikator.Ketiga indikator ialah pemberianinformasi pada siswa mengenai tata

56
tertib kelas dan sekolah tentang perilaku anti bullying, penjelasan mengenai bullying,

penjelasan tindakan yang akan diambil oleh guru kelas saat terjadi bullying. Masing-

masing indikator tersebut memuat hasil observasi, wawancara dan hasil studi

dokumentasi yang hasilnya akan dijelaskan dalam penjelasan dibawah ini.

a. Pemberian Informasi pada Siswa Mengenai Tata Tertib Kelas dan Sekolah

tentang Perilaku Anti Bullying.

Pemberian informasi ini, menurut hasil observasi yang teramati pada

observasi 1 tanggal 20 Maret 2017 (lampiran 4), dilakukan secara langsung saat Ah

terlihat menindih teman kemudian ustadzah Ul memberitahukan bahwa menindih

teman itu tidak boleh kepada Ah dengan berkata “tidak boleh mas Ah” karena di

dalam tata tertib sekolah terdapat peraturan untuk tidak boleh merugikan orang lain

(aturan nomer 5). Ustadzah Ul juga mengatakan penyebab tidak boleh bermain

tindih-tindihan di dalam kelas karena akan menyebabkan salah satu siswa terluka.

Besar kemungkinan siswa dapat terluka oleh Ah karena badan Ah yang lebih besar

dari teman-temannya sehingga apabila bermain akan menyebabkan teman yang

badannya lebih kecil akan tergencet.

Hal serupa juga teramati pada observasi tanggal 29 Maret 2017 dimana

ustadzah Ul menyuruh siswa untuk menyelesaikan maket (diorama) rumah impian

secara berkelompok, setelah hampir semua siswa menyelesaikan beberapa perabotan

pada maket mereka, ustadzah Ul meninggalkan kelas untuk ke perpustakaan. Siswa

laki-laki lalu mulai bermain pukul-pukulan dan berguling-guling di depan kelas,

ustadz Heri sebagai guru kelas magang yang berada di kelas IA lalu menegur agar

57
tidak saling memukul saat bermain dan mengingatkan Ah agar tidak menindih Kk

karena akan sakit walaupun sedang bermain-main karena badan Ah besar dan badan

Kk kecil. Ah menurut dan memindahkan tubuhnya dari atas tubuh Kk. Ustadz Heri

mengingatkan agar jangan dilakukan karena akan menyakiti teman. Hal ini secara

tidak langsung memberikan pengertian kepada siswa bahwa ada aturan nomer 5

dalam buku parents guide yang berbunyi tidak boleh merugikan orang lain dan aturan

tersebut tetap berlaku walaupun tidak dipasang di dalam kelas.

Gambar 2. Siswa yang bermain saling tindih

Kemudian pada observasi ke 2 tanggal 21 Maret 2017 teramati pemberian

informasi tentang tata tertib di kelas dan sekolah yakni tidak boleh bermain di dalam

kelas. Ini terlihat saat ustazah kelas II A yang sedang piket supervisor di depan kelas

IA memberitahukan peraturan bahwa tidak boleh bermain di dalam kelas untuk

menghindari terjadinya perilaku yang tidak diinginkan karena pada saat kelas kosong,

siswa perempuan bergerombol masuk ke dalam kelas dan bermain hantu-hantuan

dengan cara 2-3 siswa menjadi hantu di dalam kelas dan sisanya berperan menjadi

manusia. Sewaktu bermain, siswa perempuan berlarian dan bersembunyi diantara

kursi dan meja kelas. Sewaktu berlari keluar, Zn yang berada di depan terdorong oleh

Af dan Nr yang berada di belakangnya ingin keluar dari kelas secepat mungkin

58
sehingga Zn menabrak pintu kelas dan terjatuh. Af dan Nr langsung meminta maaf

kepada Zn. Supervisor kemudian mengingatkan untuk tidak bermain di dalam kelas

dan baiknya di luar atau di perpustakaan saja. Hal ini juga sebagai salah satu

peraturan sekolah agar tidak terjadi perilaku yang tidak diinginkan salah satunya

kekerasan fisik tidak sengaja.

Observasi ke 4 tanggal 23 Maret 2017 juga menunjukkan bahwa pemberian

informasi oleh guru kelas dilakukan saat emergency classmeeting yang terjadi antara

Ak (pelaku) dan At (korban) di dalam kelas. Pemberian informasi dilakukan oleh

ustadzah Us yang memberitahukan bahwa apa yang dilakukan itu membuat At tidak

nyaman, takut dan marah sehingga Ak mengerti bahwa apa yang dilakukan telah

melanggar tata tertib nomer 4 dan 5 walaupun tidak dikatakan secara eksplisit namun

siswa dapat menyimpulkan sendiri bahwa perilakunya adalah perbuatan yang salah

dan karenanya harus meminta maaf. Hal ini tidak terlepas karena ustdzah Us

menanyakan pada Ak tadi ganti dimana? Tadi merasa nyipratin air nggak? Baru

kemudian Ustadzah Us mengkonfirmasi bahwa tadi At bercerita padanya bahwa Ak

mencipratkan air dan mematikan lampu saat At sedang berganti baju. Ak kemudian

diam agak lama sampai ustadzah Us bertanya kembali pada Ak, baru kemudian Ak

bercerita dan mengakui sambil sesekali menunduk. Baik ustadzah Us atau At

mendengarkan cerita Ak. Ust Us lalu memberi pengertian bahwa apa yang dilakukan

itu membuat At tidak nyaman, takut, marah. Ak yang mengetahui dirinya salah

meminta maaf. Secara tidak langsung guru kelas yakni ustadzah Us memberitahukan

59
bahwa ada aturan kelas dalam parents guide nomer 4 dimana siswa harus berbuat

baik dengan teman dan nomer 5 yakni tidak boleh merugikan orang lain.

Gambar 3.Emergency Classmeetingantara Ak dan At

Hal serupa dilakukan oleh ustadzah Ul yang teramati pada observasi ke 10

tanggal 7 April 2017 yang memberitahukan tata tertib di dining room kepada Ha dan

mengatakan bahwa perilakunya yang mendorong teman saat mengantri tersebut

melanggar peraturan. Ini karena Ha ikut mengantri dengan teman-temannya tetapi

tidak lama kemudian Ha mulai mendorong-dorong teman yang antri di depannya

sambil tertawa-tawa.Ustadzah mengatakan peraturan tersebut secara langsung kepada

Ha. Dari wawancara kepada ustadzah Ul (lampiran 7) dan ustadzah Ustentang cara

penyampaian tata tertib pada siswa, keduanya mengatakan bahwa:

Ul: “pemberian infomasitentang tata tertib itu tidak disampaikan tapi anak
langsung tau kalau bullying itu tidak boleh karena saat ada kasus langsung
kami tangani dan beri tahu. memberitahu memakai bahasa yang dimengerti
anak. Seperti bahasa sehari-hari bertanya ‘ada apa’. Tidak langsung
menghakimi.Tidak kasar juga kalau bertanya.”
Us: “kita banyak role play, kalau nggak role play kita bikin cerita. Kalau ada
begini, temanmu begini, apa yang anda lakukan. Jadi kita tidak hanya

60
memberikan tapi anak-anak juga ada diskusi, ada clasmeeting.Setiap masalah
pun pasti didiskusikan bersama. Kita diskusi sampai anak mengerti itu tidak
baik dan tidak dilakukan..Walaupun hanya satu atau dua anak yang
bermasalah tapi semua anak harus tahu, tapi ketika sudah selesai.Jadi
masalahnya tidak diselesaikan di dalam forum besar tapi si anak diambil
terlebih dahulu.Selesai baru kita bahas. Kan kadang ada yang tanya tadi
kenapa sih ust, kok begitu tadi kenapa sih ust…gitu.”

Dari hasil wawancara dengan ustadzah Ul dapat dikatakan bahwa bahasa

yang digunakan untuk menjelaskan tata tertib anti bullying dilakukan saat emergency

classmeeting karena dilakukan secara langsung dengan bahasa yang tidak

menghakimi agar anak terbuka pada apa yang telah dilakukannya dan akhirnya

mengerti kenapa itu salah dan melanggar aturan. Ustadzah Us juga memberitahukan

cara yang digunakan untuk memberikan informasi kepada siswa yakni dengan cara

role play. Caranya adalah dengan menempatkan siswa dalam peran tertentu dan

posisi tertentu, contohnya adalah saat kejadian Fr dipanggil ‘upil’ oleh Ha (lampiran

5). Ha kemudian diposisikan sebagai Fr dengan ditanya apakah ingin dipanggil upil

oleh temannya? Ha yang menjadi pelaku tersebut menjawab tidak mau.Ustadzah Us

juga memberitahukan bahwa pemberian informasi tata tertib kelas dan sekolah akan

didiskusikan dalam classmeeting.Pelaksanaan diskusi classmeeting sendiri untuk

kelas 1A setiap Selasa dan Rabu (lampiran 9) dimana di dalamnya memuat mata

pelajaran PSHE. Kepala sekolah yakni ustadzah Ys juga mengatakan bahwa

pemberian tata tertib tersebut dilakukan lewat aktifitas langsung agar anak

mengetahui apa yang tidak dan boleh dilakukan sehingga pemahaman anak akan

lebih kuat. Aktifitas ini dapat berupa emergency classmeeting yang biasa terjadi saat

terdapat kasus bullying. Dari siswa sendiri yakni Ha dan Ar mengatakan lupa dan

61
tidak mengetahui tata tertib tentang bullying maupun cara guru kelas untuk

memberikan informasi tetapi pernah mengalami pemberitahuan informasi mengenai

tata tertib di kelas dan sekolah tentang perilaku anti bullying dari hasil dokumentasi

buku incident report (lampiran 9).

Dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi diatas, didapatkan data

bahwa pemberian informasi pada siswa mengenai tata tertib di kelas dan di sekolah

tentang bullying tidak diberikan kepada siswa. Tetapi dijelaskan pada saat terjadi

kasus lewat role play pada siswa dengan menempatkan siswa pelaku pada posisi

siswa korban, dan pada saat diskusi classmeeting.

b. Penjelasan mengenai Bullying

Indikator kedua ini digunakan untuk mengetahui bagaimana penjelasan yang

diberikan oleh guru kelas mengenai bullying kepada siswa.Baik guru kelas, kepala

sekolah, guru BK maupun siswa yang diwawancara dalam penelitian ini (lampiran 7)

mengetahui apa yang dimaksud dengan bullying sehingga dapat mengklasifikasikan

perilaku mana yang termasuk dalam bullying. Ustadzah Ul memberikan pengertian

bullying yakni “bullying itu ketika seorang anak melakukan tindakan yang tidak

menyenangkan terhadap orang lain baik itu fisik, verbal atau gestur misal tatapan

mengintimasi” yang ditambahkan dengan pengertian bullying menurut ustadzah Us

yang mengatakan bahwa “bullying itu tindakan menyakiti baik secara sengaja atau

tidak, mulai dari verbal, sikap, sosial pergaulan. Memang sumbernya 2 ya verbal dan

fisik”. Sementara kepala sekolah yakni ustadzah Yn mengatakan bahwa ada 3 macam

bullying. Pertama adalah phsysical seperti menyakiti fisik, verbal yang contohnya

62
seperti anak-anak yang saling mengolok-olokan, dan ketiga sosial seperti contohnya

ada anak yang tidak ingin bermain dengan temannya. Guru BK, ustadzah Yn juga

memberikan jawaban atas pengertian bullying yang hampir senada dengan ustadzah

Ys yakni :

“Bullying itu kan perilaku yang dia cenderung menyakiti, orang lain, baik itu
psikisl maupun fisik. Dan disini juga menekankan bahwa bullying itu tidak
hanya kita misalkan dorong teman sampai terluka tapi juga bisa fisik, psikis,
verbal semacam umpatan julukan tidak baik. Bullying fisik ini yang paling
diperhatikan oleh guru kelas.”

Sementara korban, yakni Ar mengatakan “nggak tau bullying.” Tetapi dalam

wawancara lebih lanjut saat peneliti menanyakan apakah perbuatan mengata-ngatai

teman, mencubit, tidak mau berteman dengan teman tertentu dan membuat teman

tidak nyaman, Ar menjawab bahwa itu termasuk perbuatan nakal. Artinya Ar telah

mengetahui pengertian bullying menurut bahasa yang ia mengerti. Ha, sebagai pelaku

mengaku mengetahui apa itu bullying. Menurutnya bullying adalah kekerasan. “Aku

tau. Kekerasan. Aku punya bukunya. Dikasih tau bunda.”

Penjelasan mengenai bullying, dilakukan guru secara langsung pada saat

terjadi kasus atau pada saat anak sedang dalam mata pelajarandiskusi classmeeting

dimana anak belajar secara kontekstual. Hal ini dapat dilihat pada observasi (lampiran

4) dan catatan lapangan (lampiran 5) pada tanggal 30 Maret 2017 dimana ustadzah

menjelaskan pada siswa perilaku Ha yang dilakukan kepada Fr merupakan akhlak

yang tidak baik yang dapat diartikan bahwa akhlak tidak baik dapat termasuk dalam

perilaku bullying. Ustadzah Ul juga mengatakan bahwa perilaku bullying seperti ini

juga tidak disukai oleh teman-temannya yang dibuktikan dengan jawaban teman-

63
teman sekelas saat ustadzah Ul bertanya pada siswa yang sedang bergerombol bahwa

mereka tidak menyukai sikap Ha. Ha lalu dinasehati oleh Ustadzah Ul bahwa kata-

kata itu tidak baik dan teman-teman sekelasnya tidak menyukai tindakan yang

dilakukan oleh Ha. Perilaku yang dimaksud ustadzah Ul adalah Fr yang bercerita

bahwa Ia diejek ‘jelek’ oleh Ha sewaktu istirahat setelah ganti baju. Ustadzah Ul lalu

menanyakan apakah benar Ha melihat kearah Fr saat mengatakan hal tersebut dan Fr

mengatakan bahwa benar Ha melihat kearahnya yang artinya menujukan ejekan

kepada Fr. Ha kemudian dipanggil dan duduk diantara Ust Ul dan Fr di pojok kelas

kemudian Ha ditanyakan apakah benar Ha menyebut Fr ‘jelek’, Ha mengiyakan tetapi

tidak mengatakan alasannya. Lalu At datang dan mengatakan kepada Ust Ul bahwa

Ha juga mengganggunya saat ganti baju dengan mencipratkan air dan mematikan

lampu saat ia tengah ganti baju selepas olahraga di kamar mandi dan menyebut At

serta Ty ‘upil’.

Selain itu observasi tanggal 5 April 2017 saat ustadzah Us yang melihat

banyak kejadian yang membahayakan keselamatan kelas terjadi pada hari itu.

Contohnya seperti siswa laki-laki mulai mendorong karena tidak sabar, Ty yang

merasa terjepit kemudian mengadu pada ustadzah Us bahwa dirinya merasa sakit dan

tidak nyaman, kursi yang terjatuh akibat Rf tidak hati-hati saat memegang dan

merapikan kursi sehingga hampir mengenai siswa lain yang sekelompok dengan Rf,

saat muroja’ah, dan Ak bermain dorong-dorongan dengan Ah kemudian kaki Ak

tersandung kaki Ar yang sedang telungkup. Ak terjatuh dan menindih Ar. Ustdzah Us

yang melihat hal tersebut lalu mengumpulkan anak-anak dalam barisan-barisan

64
kemudian bertanya siapa yang menjaga diri kita apabila kita terkena sesuatu atau

dijahati teman? Siswa menjawab diri kita sendiri. Lalu ustadzah Us menasehati

dengan kalimat sederhana bahwa yang menjaga diri kita adalah kita sendiri sehingga

apabila merasa capek atau tidak aman, merasa dijahati teman, siswa dapat

berisitirahat atau melapor pada ustadz/ustadzah walikelas atau yang ada di sekitar

kejadian agar siswa dapat dibantu masalahnya hingga selesai lewat classmeeting atau

lainnya. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa guru kelas menjelaskan mengenai

menjaga keamanan diri, caranya agar tidak dijahati teman, yang dapat dikaitkan

dengan penjelasan tentang bullying secara tidak langsung.

Gambar 4. Ustadzah Us sedang menerangkan mengenai menjaga keamanan diri


sendiri

Hasil wawancara dengan ustadzah Ul mengatakan cara menjelaskan

mengenai bullying adalah dengan :

“ketika akan menjelaskan itu kita mencari cerita-cerita bagaimana Nabi


Muhammad menghadapi kalau ada umatnya bully itu. Misalnya ketika Rasul
itu diludahi, dilempari batu, diejek, diasingkan oleh tetangga. Kan bisa
masuk bullying fisik, sosial sama verbal. Jadi kita mengambil siroh
nabawiyah.Atau nanti dikaitkan dengan Al-Qur’an misalnya menjaga

65
lisan.Atau hadist menjaga lisan kan ada mbak, yang berkata yang baik atau
diam. Sama surat An-Nisaa yang gak boleh bisik-bisik ngomongin teman
yang jelek-jelek.”

Wawancara yang dilakukan dengan Ha dan Ar (lampiran 7) mengatakan bahwa

mereka tidak mengetahui hal apa saja yang dilakukan guru kelas untuk menjelaskan

mengenai bullying. Ini karena guru kelas memang tidak pernah menjelaskan arti

bullying secara kosakata tetapi lebih kepada cerita-cerita yang memiliki pesan tentang

anti bullying di dalamnya seperti dalam morning motivation. Hal-hal apa yang boleh

dan tidak boleh dilakukan dengan berdiskusi. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari

ustadzah Us saat wawancara (lampiran 7) yang mengatakan bahwa:

“kalau secara kosakata dan langsung, itu jarang. Tapi lebih ke, hal itu boleh
nggak dilakukan? Tidak ‘eh itu bully lho!’ Itu nggak.Kita pakai bahasa yang
mudah dimengerti anak.Jadi kita tidak langsung menghakimi atau marah-
marah.Misalny Kk kemarin diejek kiko. Terus nanti tanya ke Kk suka nggak
dibegitukan? Terus Kk jawab gak suka ust. Terus nanti kan kita manggil
yang ngejek, kita tanya tau nggak kalau Kk nggak suka dipanggil kiko?
Nggak tau ust.Terus nanti kita bilang, tapi Kk nggak suka lho dipanggil
kiko.Kk nggak mau, dia sedih.Terus kamu gimana? Nanti kan anak si pelaku
akan bilang, nanti aku minta maaf dan tidak mengulang lagi. Gitu mbak”

Hal ini sesuai dengan penjelasan ustadzah Ys bahwa bullying tidak dijelaskan tapi

lebih kepada kegiatan secara langusng lewat morning motivation atau sewaktu

classmeeting.

Dari hasil observasi dan wawancara diatas semua subjek penelitian telah

mengetahui apa itu bullying dan jenis-jenisnya sehingga apabila da kasus dapat

langsung mendefinisikan sebagai bullying. Penjelasan mengenai bullyingdilakukan

secara tidak langsung lewat diskusi classmeeting dan cerita di dalam morning

66
motivation agar dapat memandu siswa agar berperilaku sesuai dengan aturan

mengenai sekolah anti bullying.

c. Penjelasan Tindakan yang Akan Diambil oleh Guru Kelas Saat Terjadi

Bullying

Guru kelas juga menjelaskan tindakan yang akan diambil saat terjadi

bullying diantaranya yang teramati pada tanggal 29 Maret 2017. Pada saat itu siswa

sedang mengikuti mata pelajaran diskusi classmeeting, kelas hanya berisi siswa laki-

laki karena siswa perempuan mengikuti ekstrakurikuler berenang. Ustadzah Ul

kemudian membentuk dua banjar barisan saling menghadap antar siswa lalu bertanya

satu per satu siswa mengenai kesenangan siswa menonton tv dan acara apa yang

mereka tonton. Beberapa menjawab suka menonton Upin Ipin, Spongebob sampai

acara kartun lainnya. Ustadzah Ul lalu mengatakan apakah ada yang ingat sewaktu

Ha dibantu Ak membungkus kepala Ar dengan plastik? Semua menjawab masih

ingat. Lalu Ust Ul mengatakan bahwa setelah diselidiki dan bertanya pada bundanya

Ha, hal tersebut karena Ha mencontoh adegan di dalam film Larva. Ha menonton film

tersebut saat tidak ditemani oleh Ibunya. Disini dapat kita lihat bahwa guru kelas

yakni ustadzah Ul menginformasikan bahwa tindakan bullying yang dilakukan oleh

Ha akan dicari penyebabnya. Tindakan yang akan dilakukan oleh ustadzah Ul adalah

mencari tahu ke orangtua yang artinya guru kelas akan bersinergi dengan orangtua

dalam menindak perilaku bullying.

Observasi serta catatan lapangan tanggal 30 Maret 2017 dimana ustadzah Ul

mengatakan pada Ha bahwa tindakan yang dilakukan oleh Ha yakni menyebut Fr

67
‘jelek’, mencipratkan air ke At dan mematikan lampu saat At tengah ganti baju

selepas olahraga di kamar mandi serta menyebut At serta Ty ‘upil’ itu merupakan

akhlak yang tidak baik, jelek yang secara tidak langsung sudah merupakan bullying

dan tidak disukai teman (lampiran 5) yang menyebabkan Ha harus menerima

konsekuensi yakni Ha harus berdiam diri, dirinya tidak diperbolehkan bermain dan

harus meminta maaf pada Fr. Ustazah Ul memberitahukan konsekuensi ini saat

emergency classmeeting antara Ha dan Fr.

Gambar 5. Ha menerima konsekuensi harus diam di kelas

Observasi pada tanggal 5 April 2017 saat siswa mengantri untuk

mendapatkan cap dari ustadzah, siswa laki-laki mulai mendorong karena tidak sabar,

Ty yang merasa terjepit kemudian mengadu pada Ustadzah Us bahwa dirinya merasa

sakit dan tidak nyaman. Tiba-tiba terdengar suara kursi yang terjatuh akibat Rf tidak

hati-hati saat memegang dan merapikan kursi sehingga hampir mengenai siswa lain

yang sekelompok dengan Rf. Kemudian saat muroja’ah, Ak bermain dorong-

dorongan dengan Ah kemudian kaki Ak tersandung kaki Ar yang sedang telungkup.

Ak terjatuh dan menindih Ar. Ustadzah Us yang melihat hal tersebut lalu

mengumpulkan anak-anak dalam barisan-barisan untuk melakukan diskusi

68
classmeeting pada akhir hari. Disini dapat kita lihat bahwa ustadzah Us melakukan

tindakan saat bullying terjadi yakni dengan berdiskusi mana perilaku yang

membahayakan dan mana perilaku yang tidak membahayakan.

Pada observasi tanggal 7 April 2017, pada saat makan siang, siswa kelas 1a

mulai keluar untuk makan bersama di diningroom. Ha terlihat ikut mengantri dengan

teman-temannya tetapi tidak lama kemudian Ha mulai mendorong-dorong teman

yang antri di depannya sambil tertawa-tawa. Teman-teman Ha yang terdesak dan

terhimpit mulai ribut serta berteriak kesakitan akibat dorongan Ha. Hal ini membuat

barisan siswa laki-laki yang mengantri menjadi tidak rapi dan beberapa makanan

berceceran karena tersenggol teman yang terdorong oleh Ha.Ustadzah Ul yang

melihat hal tersebut lalu mulai mendekati Ha dan menggandeng Ha untuk duduk di

kursi ruang diningroom. Beliau lalu memberitahukan peraturan bahwa di diningroom

tidak diperkenankan untuk mendorong teman lain karena harus mengantri dengan

tertib, menyuruh Ha untuk mengantri dengan tertib dan dilarang untuk duduk dan

makan bersama dengan teman-teman namun harus duduk dengan ustadz yang berada

di diningroom tersebut sebagai konsekuensi dari tindakan yang telah dilakukan oleh

Ha. Pada observasi ini, guru kelas tidak memberi penjelasan terlebih dahulu tetapi

langsung menindak pelaku untuk kemudian diberitahukan konsekuensi dari tindakan

bullyingnya tersebut.

Dari keermpat observasi ini didapatkan hasil bahwa guru kelas akan

menindak kasus bullying lewat menyelidiki mengapa suatu kasus dapat terjadi lewat

crosscheck antar pelaku, korban, juga orangtua pelaku untuk mendapatkan keterangan

69
yang sesuai (lampiran 6), tindakan langsung menghukum pelaku dan menyuruh

pelaku meminta maaf pada korban.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap Ar mengatakan bahwa “ustadzah

mengingatkan” saat terjadi kejadian bullying agar hal yang sama tidak terulang. Ha

selaku pelaku yang pernah mengalami classmeeting mengatakan bahwa saat ada

siswa yang nakal ustadzah akanmenyuruh untuk “diselesaikan”. Pernyataan ustadzah

Ul dan Us dalam wawancara (lampiran 7) mengatakan bahwa penjelasan tindakan

yang akan diambil guru kelas saat terjadi bullying dilakukan secara langsung saat

terjadi kasus dan dilakukan lewat classmeeting. Mengenai tindakan apa saja yang

akan dilakukan menurut wawancara kepada kepala sekolah yakni ustadzah Ys dan

ustadzah Yn selaku guru BK (lampiran7) yakni tergantung jenis bullying yang

dilakukan atau berdasarkan levelnya. Apabila masih masuk bullying verbal, maka

pelaku masih diingatkan tetapi apabila pelaku melakukan bullying fisik maka

langsung pemanggilan orangtua.

Gambar 6. Ustadzah Us mengingatkan pelaku bullying

70
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diatas yang diperkuat dengan

dokumentasi yang dilakukan selama penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa

terdapat peran guru kelas sebagai pembimbing baik untuk pelaku maupun korban

lewat pemberian informasi pada siswa tentang tata tertib di kelas dan sekolah tentang

perilaku anti bullying diantaranya bersikap baik pada teman, tidak boleh bermain

tindih-tindihan, tidak boleh bermain dalam kelas, tidak merugikan orang lain, tidak

boleh mendorong teman saat berada di diningroom. Peran guru kelas sebagai

pembimbing dalam menjelaskan pengertian bullying dan penjelasan tindakan yang

akan diambil oleh guru kelas saat terdapat kasus bullying tidak dilakukan lewat

sosialisasi tetapi dijelaskan saat adanya emergencyclassmeetingatau saat diskusi

classmeeting. Sehingga diperoleh data bahwa guru kelas berperan dalam

membimbing baik korban maupun pelaku bullying.

2. Peran Guru Kelas sebagai Mediator dan Fasilitator

Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator mencakup tiga indikator.

Indikator yang pertama ialah penumbuhan hubungan positif antara pelaku dan korban

untuk saling menghormati dan menghargai, kedua ialah pendorong tingkah laku

sosial yang baik, dan ketiga ialah pengusahaan sumber belajar mengenai perilaku

bullying. Penjelasan hasil penelitian ketiga indikator tersebut dijelaskan dibawah ini.

a. Penumbuhan Hubungan Positif Antara Pelaku dan Korban untuk Saling

Menghormati dan Menghargai

Indikator ini teramati lewat observasi tanggal 20 Maret dimana Ah dan Fr

saling mengoreksi jawaban saat ustadzah menanyakan kasus yang dilaporkan oleh Fr.

71
Fr merasa tidak nyaman saat Ah mengangkat tubuhnya dan menjatuhkannya di

konblok depan kelas sehingga melaporkan hal tersebut kepada ustadzah Us dan

membuat ustadzah mengadakan classmeeting antar keduanya (lampiran 5). Disini

terlihat bahwa Ah dan Fr harus bisa mendengarkan jawaban satu sama lain dan

mengoreksi mana jawaban yang dianggap mengada-ada.

Selain itu, penumbuhan hubungan positif antara pelaku dan korban untuk

saling menghormati dan menghargai juga teramati pada saat observasi ke 2 tanggal

21 Maret 2017 (lampiran 4) dimana siswa Af dan Nr diminta untuk meminta maaf

serta bermain bersama di luar kelas pada saat tidak sengaja menyebabkan Zn

terdorong di pintu kelas saat bermain, observasi ke 4 tanggal 23 Maret 2017 dimana

ustadzah menyuruh At dan Ak yang semula bertengkar karena Ak mematikan lampu

saat Ak sedang berganti baju di dalamnya. Ak juga mencipratkan air ke dalam kamar

mandi yang ditempati At dibantu oleh kakak kelas. Sedangkan sewaktu At

mengkonfirmasi ke Ak, Ak tidak mau mengaku bahwa ia telah melakukan semua hal

tersebut. At lalu mengadukan kepada ustadzah dan setelah ustadzah Us melakukan

emergency classmeeting, Ak mau meminta maaf dan mengakui perbuatannya

kemudian mereka kembali di barisan yang sama (lampiran 5).

Pada observasi ke 7 tanggal 30 Maret 2017, penumbuhan hubungan positif

antar pelaku dan korban untuk saling menghormati dan menghormati tampak saar

guru kelas menempatkan Fr dan Ha dalam satu kelompok maket rumah impian

sehingga mereka dapat berinteraksi dengan baik (lampiran 4). Ini dilakukan karena

sebelumnya Ha melakukan bullying pada Fr dengan menyebut Fr jelek.Observasi ke

72
9 tanggal 6 April 2017, guru kelas menumbuhkan hubungan yang positif antar pelaku

dan korban yang mana Fr dan Ha, dengan membiarkan keduanya bekerjasama dan

berinteraksi dalam kelompok maket rumah impian mereka dengan pengawasan.

Selain itu, data observasi juga diperkuat dengan data wawancara yang

menyebutkan bahwa pada indikatorpenumbuhan hubungan yang positif antar pelaku

dan korban untuk saling menghormati dan menghargai, siswa dapat melaporkan

tindakan bullying yang dilihat atau dialaminya sendiri secara langsung. Hal ini

disampaikan oleh ustadzah Ul yang mengatakan “langsung aja lapor ke guru kelas

atau supervisor yang pakai baju oranye-oranye itu kan kalau misal kejadiannya di luar

kelas. Lapor saat itu juga.” dan ustadzah Us yang menyebutkan untuk langsung

melaporkan karena biasanya “anak-anak disini sudah sensitif ya untuk masalah itu

dan biasanya langsung lapor ke kami”. Hal senada juga disampaikan oleh Ha dan Ar

yang menyebutkan untuk langsung melaporkan pada ustadzah. Sementara untuk cara

guru kelas menumbuhkan perilaku positif antar pelaku dan korban di dalam

kelasmenurut Ar dan Ha yakni dengan cara saling meminta maaf dan memaafkan

(lampiran 7).

Selain itu, penumbuhan hubungan positif menurut ustadzah Us, dapat

dilakukan dengan cara menempatkan siswa itu ke dalam kelompok secara berbeda-

beda, mengawasi pelaku dan korban, meminta maaf dan apabila masih dendam maka

akan ada kesepakatan antara pelaku dan korban (lampiran 7). Pendapat dari ustadzah

Uldan Us sendiri dapat dilihat dari hasil wawancara dibawah ini:

73
FH: “Bagaimana cara ustadzah menumbuhkan perilaku positif antar pelaku
dan korban di dalam kelas?kalau semisal habis terjadi kasus bullying kan
kadang masih ada yang dendam atau marah, atau perilaku negatif lain misal”
UL: “Kalau di kelas ini sih Alhamdulillah nggak ada ya mbak perilaku
negatif kayak gitu. Mungkin karena masih kelas bawah.Jadi kalau udah
minta maaf, maaf-maafan itu ya udah nanti main bareng lagi.Terus nanti
juga dikuatkan lagi mbak kalau disini kamu itu bebas, nggak ada yang boleh
ngelarang-larang kamu atau menakut-nakuti kamu.Terus bisa juga
ditempatkan dalam satu kelompok biar ada interaksi. Dan kami juga
bersinergi dengan orangtua kan biasanya ortu suka cerita. Kelas 1 juga habit
trainingnya ada pendengar yang baik. Jadi anak bisa saling mendengarkan
kalau ada yang sedang berbicara.”
US: “Kita juga biasa menempatkan siswa itu ke dalam kelompok secara
berbeda-beda. Kalau misal ada masalah seperti bullying itu kita kerucutkan
masalahnya, kita tanya kedua-duanya ‘tadi kenapa, kok bisa?’ dan suruh
minta maaf. Kalau masih dendam kita tunggu, sampai mau memaafkan. Tapi
kalau dia kita tunggu sampai maksimal marahnya itu masih belum mau
jawab dan masih diem, kan tandanya masih dendam. nanti kita tanya yang
buat kamu marah apa, terus bilang ke pelakunya ‘nak ini dia masih sakit hati
lho, masih marah sama kamu. Gimana?’ nanti pelaku kan bilang kayak ‘aku
nggak ulangin lagi ust’ atau ‘aku bakal diem kok ust’ gitu. Jadi ada deal-deal
an disitu antara pelaku dan korban. Jadi kita masih awasi korban dan
pelaku.”

Penumbuhan hubungan positif juga didapatkan dari pengetahuan akan

adanya konsekuensi saat siswa (pelaku) melakukan bullying yakni dengan

mendapatkan kartu kuning dan kartu merah, adanya teguran, pengurangan hak seperti

harus berdiam diri sampai istirahat selesai hingga siswa tidak mendapat waktu

istirahat, penyelidikan penyebab kasus dapat terjadi dengan orangtua dan harus

meminta maaf pada korban (lampiran 7).

Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator dalam hal penumbuhan

hubungan positif antar pelaku dan korban untuk saling menghormati dan menghargai

diantaranya adalah saling mendengarkan jawaban untuk di crosscheck kebenarannya,

apabila masih dendam maka akan dicari titik temu antara keinginan korban dan

74
kesanggupan pelaku,bermain bersama di luar kelas, menempatkan dalam satu

kelompok antar pelaku dan korban, pengetahuan akan adanya konsekuensi saat siswa

(pelaku) melakukan bullying yakni dengan adanya teguran, pengurangan hak,

penyelidikan penyebab kasus dapat terjadi dengan orangtua dan harus meminta maaf

pada korban.

b. Pendorong Tingkah Laku Sosial yang Baik

Selain itu peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator pada indikator

yang kedua adalahpendorong tingkah laku sosial yang baik juga dilakukan oleh guru

kelas dengan cara keikutsertaan guru dalam kegiatan supervisor yang dibuktikan

dengan dokumentasi kegiatan piket supervisor. Kegiatan ini akan mendorong adanya

tingkah laku sosial yang baik baik di dalam maupun di luar kelas karena supervisor

akan ditempatkan di berbagai titik di sekolah untuk mengawasi kegiatan siswa

sehingga siswa akan berusaha untuk tidak melakukan tindakan yang berbahaya

termasuk bullying. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan ustadzah Ul dan ustadzah Us

seperti berikut ini

UL: Supervisor mbak, itu guru kelas sudah ada jadwal piketnya. Biasanya
supervisor itu ditempatkan di playground, lapangan upacara, koridor tengah,
selatan di kelas 6 samadiningroom. Sama ngisi incidentreport yang nanti
diberikan ke BK. Terus ada sistem kartu, nanti ada kartu kuning kartu merah
tapi kurang efektif walaupun masih jalan. Sistem kartu itu nanti kalau 3x
melakukan bullying kan dapat kartu merah 1. Tapi dikelas 1 belum jalan,
kelas atas sudah. Terus juga star of the week, itu bisa juga digunakan untuk
menangani kasus. Misal pelaku liat temannya kok berbuat baik terus dapet
star of the week nanti kan dia jadi gak bully terus bisa kita calonkan jadi star
of the week. ”
US: “kadang piket jadi supervisor seminggu tiga kali. Jadwalnya gak tentu
kadang rabu, senin, jumat selama masing-masing 1 jam.Spv itu dilakukan
setiap anak di luar kelas, dan setiap hari dari senin-jumat.Malah setau saya

75
lebih banyak guru kelasnya yang terlibat disana, tapi itu di luar kelas. Terus
dari BK juga ada pengisian angket incidental report untuk menuliskan
insiden-insiden selama di kelas apa saja, butuh di tangani enggak.”

Namun selama penelitian, Ha belum pernah mendapatkan star of the

week.Program ini termasuk dalam pembentukan karakter.Star of the week adalah

penghargaan dan apresiasi bagi siswa yang menonjol dari aspek tertentu (semua

aspek) dan dimaksudkan agar setiap anak merasakan motivasi dari hal-hal baik yang

dilakukan mendapat penghargaan dari sekolah.Dari hasil wawancara dengan ustadzah

Yn selaku guru BK, selain supervisor guru kelas juga terlibat dalam konseling

kelompok atau classmeeting, dan terlibat dalam sebagai sebagai pelaksana teknis dari

program BK pengisian incident report. Hal lain disampaikan oleh kepala sekolah

saat peneliti menanyakan keterlibatan guru yakni “wawancara orangtua, diagnosa

kasus lewat classmeeting, pengisian inciden report, supervisor juga.”.

Gambar 7. Piket supervisor oleh guru kelas

Hasil wawancara dari kepala sekolah dan guru BK diperkuat dengan

dokumentasi selama observasi yang menunjukkan data bahwa terdapat piket

76
supervisor selama istirahat dan pulang sekolah, adanya program star of the week dan

penggunaan kartu kuning dan kartu merah dalam buku parents guide, pengisian

incident report, dan wawancara dengan orangtua untuk mengatahui penyebab kasus

sehingga anak terdorong untuk tidak melakukan kasus bullying karena akan malu saat

diketahui oleh orangtua.

c. Pengusahaan Sumber Belajar mengenai Perilaku Bullying

Indikator yang ketiga yakni pengusahaan sumber belajar mengenai perilaku

bullying.Guru kelas memfasilitasi penggunaan sumber belajar mengenai bullying

lewat mata pelajaran PSHE yang biasanya terdapat dalam waktu diskusi antara hari

Selasa atau Rabu saa diskusiclassmeeting. Hal ini diungkapkan oleh kepala sekolah,

dan guru kelas lewat wawancara (lampiran 7).Selengkapnya, guru kelas yakni

ustadzah Ul dan Us mengatakan bahwa

UL: “Lewat PSHE, Physic social health education, selain itu lewat agama.
Jadi kita lewat morning motivation juga kan ada cerita-cerita kayak yang
judulnya ‘semua bisa sedih’ itu kan mengajarkan tentang kenapa sih kok
orang bisa sedih. Oh karena dikata-katain, diejek, dikucilkan. Nah terus ada
lagi ini buku ucapkan dengan baik ini kan isinya tentang anak yang sukanya
nyuruh-nyuruh teman tanpa bilang makasih atau tolong, suka kasar sama
teman terus temannya sedih. Jadi menjelaskan kayak bullying pakai cerita-
cerita itu pas PSHE atau morning motivation. Pas PSHE juga saya pernah
kasih mereka kertas, terus ditulis nama anak yang kamu sukai dan kamu tidak
sukai, kenapa alasanannya apa, nanti kan saya bilang Cuma ustadzah yang tau
jadi harus jujur. Ada yang nulis aku nggak suka ini karena suka marah-marah,
itu ada mbak. Jadi kita kan tau anak-anak itu aslinya gimana dan kita tau
treatmentnya seperti apa. Tapi semester satu.”
US: “lebih ke PSHE sih mbak, masuk disitu. Physic, Social, Health,
Education. Kayak Pkn kalau di sekolah biasa. Nanti isinya macem-macem tapi
intinya kita berdiskusi lewat classsmeeting, cerita nabi, cerita dari buku-buku
di perpus.Pemilihan sumber belajar didasarkan atas kebutuhan anak. Kalau
misal hari itu lagi ada kasus pukul-pukulan ya kita ambil cerita Rasul yang
diludahi terus Rasul tidak balas meludahi,misal.”

77
Ar juga menyebutkan apabila ustadzah “pakai cerita…pas belajar” untuk

menjelaskan kepada siswa mengenai apa itu akhlak yang tidak baik dilakukan

(bullying). Hal senada juga diungkap Ha yang berkata bahwa “ustadzah suka cerita

rasul” dan hal ini dilakukan pada saat morning motivation dan diskusi classmeeting

berisi PSHE.

Kepala sekolah juga memberikan ceramah saat upacara mengenai tindakan

bullyingdari hasil wawancara (lampiran 7).Dari hasil dokumentasi (lampiran 9) juga

didapatkan data bahwa terdapat penyediaan buku cerita, dan poster-poster di kelas

tentang anti bullying.Buku cerita yang berhasil di dokumentasikan diantaranya adalah

‘Aku Tidak Memukul Sembarangan’ yang berisi tentang mengapa kita tidak boleh

memukul teman dan akibatnya yakni akan dijauhi oleh teman, ‘Semua Bisa Sedih’

yang berisi cerita-cerita kenapa seseorang bisa sedih salah satunya adalah cerita Omar

yang sedih karena pada hari pertama masuk sekolah ia diperlakukan jahat oleh teman

dan diolok-olok dengan nama yang jelek, ‘Ucapkan dengan Baik’ yang berisi cerita

Yopi yang diperlakukan kasar dan diperintah oleh temannya, Koko hingga akhirnya

Koko sadar bahwa diperintah dan bersikap kasar itu tidak enak, dan ‘Good Habit’

yang berisi kebiasaan-kebiasaan baik dalam berteman dirumah atau di sekolah.

78
Gambar 8.Buku cerita yang digunakan guru untuk menjelaskan bullying

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang telah

dilakukan, guru kelas memiliki peran sebagai mediator dan fasilitator dalam

menangani perilaku bullying diantaranya penumbuhan hubungan positif dengan

saling mendengarkan jawaban untuk di crosscheck kebenarannya, apabila masih

dendam maka akan dicari titik temu antara keinginan korban dan kesanggupan

pelaku, bermain bersama di luar kelas, menempatkan dalam satu kelompok antar

pelaku dan korban, pengetahuan akan adanya konsekuensi saat siswa (pelaku)

melakukan bullying yakni dengan adanya teguran, pengurangan hak, penyelidikan

penyebab kasus dapat terjadi dengan orangtua dan harus meminta maaf pada korban.

Pendorong tingkah laku sosial yang baik dengan adanya piket supervisor

selama istirahat dan pulang sekolah, adanya program star of the week dan

penggunaan kartu kuning dan kartu merah dalam buku parents guide, pengisian

incident report, dan wawancara dengan orangtua untuk mengetahui penyebab kasus

sehingga anak terdorong untuk tidak melakukan kasus bullying karena akan malu saat

79
diketahui oleh orangtua. Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator juga

dilakukan dengan mengusahakan media belajar mengenai perilaku bullying

diantaranya dengan penyediaan buku cerita, materi PSHE dalam diskusi

classmeeting, poster-poster di kelas dan sekolah tentang anti bullying, hadist, surat

dalam Al-Quran dan ceramah dari kepala sekolah.

3. Peran Guru Kelas sebagai Penasehat

Peran guru kelas sebagai penasehat diantaranya memiliki dua

indikator.Indikator pertama yakni pemberian saran pada pelaku dan saran pada

korban bullying.Indikator yang kedua adalah merujuk kepada guru BK atau psikolog

sekolah apabila diperlukan konseling lebih lanjut pada kasus bullying. Penjelasan dari

kedua aspek tersebut selama penelitian yang dilakukan peneliti akan dipaparkan di

bawah ini.

a. Pemberian Saran Pada Pelaku dan Korban Bullying

Pemberian saran pada pelaku dan korban bullyingteramati pada observasi

tanggal tanggal 20 Maret 2017 dimana guru kelas mengatakan kepada Ah untuk

berhati-hati saat bermain dengan teman-temannya karena fisiknya yang besar

sehingga dapat menyakiti teman secara tidak sengaja. Sedangkan untuk korban yakni

Fr, guru kelas menyarankan untuk tidak langsung mengadu tetapi berkata kalau

dirinya tidak ingin diperlakukan seperti itu. Observasi tanggal 23 Maret 2017

(lampiran 4) juga menyebutkan bahwa Ak sebagai pelaku disarankan untuk meminta

maaf pada At karena telah mencipratkan air dan mematikan lampu kamar

80
mandibersama dengan kakak kelas. Kepada At, guru kelas menyarankan untuk

memaafkan perbuatan Ak.

Pada tanggal 29 Maret 2017 (lampiran 4 dan 5), teramati lewat observasi

bahwa guru kelas menasehati baik kepada korban atau pelaku untuk berhati-hati

dalam memilih tontonan yang baik agar kejadian Ha yang meniru adegan kartun

‘larva’ yakni membungkus kepala Ar dengan plastik tidak terulang kembali.

Penyampaian nasehat dilakukan oleh ustadzah pada saat diskusi classmeeting yang

membahas tentang memilih tontonan dan semua siswa mendengarkan sembari

bertanya dan menceritakan apa yang ditontonnya di televisi. Sayangnya, Ha tidak

berada di kelas pada waktu itu karena harus memeriksakan kondisinya yang sedang

sakit.

Kemudian peran guru kelas sebagai penasehat yang memberikan saran pada

pelaku dan korban bullying juga teramati pada tanggal 30 Maret (lampiran 4) yang

dilengkapi dengan catatan lapangan (lampiran 5) menyebutkan bahwa Ha dinasehati

oleh ustadzah Ul bahwa kata-kata itu tidak baik dan teman-teman sekelasnya tidak

menyukai tindakan yang dilakukan oleh Ha. Ha diberikan pengertian bahwa apa yang

dilakukannya merupakan akhlak yang tidak baik dan diminta untuk meminta maaf

pada Fr. Sebelumnya, Ha diketahui telah menyebut Fr ‘jelek’ dan menyebut Ty dan

At ‘upil’ tetapi hanya diam saja saat ditanya mengapa melakukan perbuatan tersebut

oleh ustadzah Ul saat classmeeting. Ha kemudian disarankan untuk belajar di rumah

apabila masih menggangu teman-temannya yang lain karena dilihat dari

pendokumentasian buku insiden (lampiran 9) perilaku Ha tersebut sudah pernah

81
dilakukan sebelumnya. Fr sendiri pada kasus ini menurut observasi yang dilakukan,

mendapatkan saran untuk tidak menangis tetapi langsung melapor pada ustadzah atau

supervisor yang ada di luar kelas.

Data observasi yang didapatkan terlihat bahwa secara umum pelaku

disarankan untuk meminta maaf pada korban.Sedangkan untuk korban, saran dari

guru kelas lebih kepadacara menghindar dari bullying dengan mengungkapkan

ketidaksukaan, berhati-hati, dan mau memaafkan pelaku. Data hasil obserasi ini

diperkuat dengan data hasil wawancara yang dilakukan kepada ustadzah Ul yang

menyebutkan bahwa “pemberian saran ya lewat tabayyun. Jadi kita harus teliti

banget ini melakukan ini karena apa. Dicari tahu, misal karena iseng ya boleh tidak,

Kalau kamu dibegitukan kamu mau atau tidak.Kita cari kronologinya.”Tabayyun

dilakukan pada saat classmeeting dimana pelaku dan siswa saling mendengarkan

untuk mencari tahu kronologis kejadian sehingga guru kelas dapat memberi saran

sesuai dengan jenis bullying yang terjadi. Ini sesuai dengan hasil wawancara kepada

ustadzah Us yang mengatakan pemberian saran yang dilakukan akan“sesuai dengan

masalahnya, misalnya tadi ada pelaku bullying kata-kata. Kan verbal masuknya, jadi

lebih ke, kamu harus jaga mulut, jangan lupa meminta maaf karena kamu suka bikin

temanmu sedih”.

Pemberian saran yang dilakukan tergantung jenis bullying yang dilakukan

juga diungkapkan oleh kepala sekolah dan guru BK yang mengatakan bahwa saran

diberikan kepada individu berbeda tergantung dengan jenis perilakunya.Sedangkan

menurut Ha, saran yang diberikan kepada pelaku oleh guru kelas adalah disarankan

82
untuk menyelesaikan dan meminta maaf pada korban.Menurut Ar, saran dari guru

kelas terhadap korban adalah “suruh maafin” (lampiran 7).

Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, pemberian saran

dilakukan dan selesaikan lewat tabayyun yakni mencari kebenaran. Saran yang

diberikan pada pelaku ialah untuk meminta maaf pada korban, belajar dirumah,

berhati-hati saat bermain, memilih tontonan yang baik, mencontoh akhlak Rasulullah,

berdiam diri, dan tidak bermain dengan permainan yang menjurus ke

bullying.Sedangkan untuk korban, saran dari guru kelas lebih kepadacara menghindar

dari bullying dengan mengungkapkan ketidaksukaan, berhati-hati, dan mau

memaafkan pelaku. Nasehat yang diterima pelaku dan korban selaku individu

berbeda-beda tergantung dengan jenis perilakunya.

b. Merujuk Kepada Guru BK atau Psikolog Sekolah Apabila Diperlukan

Konseling Lebih Lanjut Pada Kasus Bullying

Indikator perujukan kepada guru BK atau psikolog sekolahapabila

diperlukan konseling lebih lanjut pada kasus bullying dilakukansaat guru kelas tidak

dapat lagi menangani pelaku bullying.Hal ini sesuai dengan hasil dokumentasi

(lampiran 9) buku incident report dan hasil wawancara dengan guru kelas yakni

ustadzah Ul danUs yakni sebagai berikut:

FH: “Perilaku bullying seperti apa yang membutuhkan rujukan ke guru BK


atau psikolog sekolah?apakah ada langkah-langkah tertentu?”
UL: “untuk semua perilaku bullying yang membutuhkan ke BK biasanya
udah berkali-kali dan sudah terlalu sering. Ibaratnya iseng tapi sudah
menyakiti teman secara fisik.Biasanya kita laporan ke BK untuk di observasi
dulu.Nanti kita konsultasi dengan BK kalau udah dirasa abotbanget kami

83
menanganinya gitu. Atau udah destroyer banget biasanya untuk ditenangkan
langsung masuk BK..”
US: “kalau untuk bullyingnya ya semua jenis bullying,mbak. Awalnya
ditangani di wali kelas dulu, kalau tidak bisa, kita ke orangtua, kalau ortu
sudah angkat tangan baru kita lapor ke BK, pakai insiden report. Nah sama
BK nanti diobservasi di kelas itu sampai BK menemukan gejalanya. Nanti
kalau sudah menemukan data-datanya, ada gejala yang harus disembuhkan
nanti baru di test dan di treatmen sama BK atau psikolog sekolah.”

Wawancara yang dilakukan kepada kepala sekolah dan guru BK juga

menyebutkan hal yang senada bahwasanya indikator untuk sebuah kasus ditangani

oleh BK adalah ketika guru kelas sudah tidak mampu menangani.Wawancara lebih

lanjut dengan ustadzah Yn mengatakan bahwa urutan penanganan kasus yang

pertama kali adalah harus diselesaikan di kelas, kemudian ke BK, apabila BK sudah

tidak bisa menangani maka kasus akan dilanjutkan ke psikolog. Apabila psikolog

sudah menangani dan tidak dapat mengatasi maka langkah selanjutnya akan dibawa

ke kepala sekolah. Selama penelitan berlangsung, tidak teramati secara langsung

adanya kasus bullying yang dibawa hingga ke BK dan hanya teramati lewat

dokumentasi dalam buku incident report.

Gambar 9. Contoh perilaku yang dirujuk ke guru BK

84
Kesimpulan yang dapat diambil dari peran guru kelas sebagai penasehat

dengan indikator pemberian saran pada pelaku/korban bullying ialah pelaku

disarankan untuk meminta maaf pada korban, belajar dirumah, berhati-hati saat

bermain, memilih tontonan yang baik, mencontoh akhlak Rasulullah, berdiam diri,

dan tidak bermain dengan permainan yang menjurus ke bullying. Sedangkan untuk

korban saran dari guru kelas lebih kepada cara menghindar dari bullying dengan

mengungkapkan ketidaksukaan, berhati-hati, dan mau memaafkan pelaku. Pemberian

saran juga berbeda tergantung dengan perilaku dan jenis bullyingnya. Apabila guru

kelas tidak dapat lagi menangani pelaku bullying maka akan dilakukan perujukan

kepada guru BK atau psikolog sekolah dengan syarat perilaku tersebut dilakukan

secara berulang dan sering serta cenderung kearah bullying fisik.

4. Hambatan yang Dialami Oleh Guru Kelas Saat Penanganan Bullying

Selama penanganan bullying yang dilakukan oleh guru pasti terdapat

hambatan . Hambatan yang teramati ialah sewaktu observasi tanggal 23 Maret 2017

dimana Ak belum mau memintaa maaf secara terbuka. UstadzahUs harus mengulangi

kembali agar Ak mau meminta maaf dengan suara yang jelas karena awalnya Ak

hanya diam saja sambil menunduk (catatan lapangan, lampiran 5) kemudian Ak

mengucapkan maaf dengan suara yang lirih sehingga At tidak dapat mendengar.

Selain itu hambatan teramati pada tanggal 30 Maret 2017 (lampiran 4) dimana Ha

sebagai pelaku hanya diam saja saat ditanya mengenai penyebab dirinya melakukan

tindak bullying. Hal serupa juga terjadi pada tanggal 7 April 2017 saat Ha

mendorong-dorong antrian teman-temannya di dining room menyebabkan teman-

85
teman Ha terhimpit kesakitan dan beberapa piring makanan tumpah, Ha terlihat

menunduk dan diam saat ditanyai oleh Ustadzah Ul. Sedangkan pada tanggal 30

Maret 2017, kendala yang dihadapi adalah saat pelaku yakni Ha tidak mau meminta

maaf kepada korban sampai waktu shalat dhuhur sehingga membuat ustadzah Ul

harus mengingatkan dan meminta Ha untuk meminta maaf pada Fr.

Dari hasil wawancara, terdapat hambatan lain yang dialami oleh guru kelas

saat penanganan bullying.Hambatan-hambatan tersebut diantaranya ialah kendala

komunikasi antar orangtua pelaku dan guru kelas.Hal ini disampaikan oleh kepala

sekolah SDIT LHI pada wawancara yang dilakukan pada Jumat, 7 April 2017

(lampiran 7) yang mengatakan “kalau dulu sulitnya di jam terbang guru kelas karena

belum ada BK dan psikolog. Kemarin ada masalah komunikasi antara guru dan

orangtua saat penyampaian, bagaimana agar orangtua tidak merasa disalahkan saat

ada kasus.” yang dimaksud dengan jam terbang adalah kemampuan guru kelas dalam

menangani perilaku bullying yang masih kurang dan pada waktu itu SDIT LHI belum

memiliki guru BK ataupun psikolog untuk membantu menangani kasus. Hambatan

lain yang disampaikan oleh guru BK yakni ustadzah Yn adalah kurangnya

manajemen waktu pengisian incident report karena guru kelas tidak menuliskan

kasus yang terjadi saat itu juga karena tugas guru kelas yang beragam.

Dari hasil wawancara yang dilakukan (lampiran 7) yang dilakukan kepada

ustadzah UL dan Us yang mengatakan bahwa hambatan terjadi saat:

UL: “biasanya mengatur anak untuk tidak melakukan lagi. Karena kan suka
seketika itu juga inget besoknya udah lupa lagi. Harus dikuatkan. Terus
kalau mau menangani bullying itu kalau nasehat di rumah dan di sekolah gak

86
sama nanti gak smooth, bisa gagal treatmentnya. Jadi kita minta penguatan
ke orangtua juga kalau perbuatan itu tidak baik, merugikan.Kalau nasehat
kita dimentahkan ortu dirumah ya gagal dong mbak untuk menangani
anaknya.”
US: “kadang kesulitan di anak yang sulit mengungkapkan cerita. Anak yang
kenabullying itu kadang tiba-tiba gak mau sekolah, terus dateng ke sekolah
maunya digendong ayahnya. Tidak mau cerita.Itu kita menggalinya sulit dan
semakin lama. Kalau pelaku itu misal Ha itu suka diem aja kenapa memukul,
kenapa mencubit. Caranya itu kita cerita ke orangtua Alhamdulillah
sekarang anaknya sudah bisa cerita kenapa mukul, kenapa nyubit. Ada juga
yang perlu jeda untuk cerita, misalnya istirahat baru cerita, harapannya ada
masalah anak langsung ngomong. Tapi kan anak beda-beda. jadi perlu
diawasi tapi kan waktu itu nunggu anak bicara itu juga terbatas. Kalau untuk
tenaga kita nggak sulit ya.”

Hasil wawancara terhadap kedua guru kelas ini didapatkan data bahwa

hambatan yang terjadi adalah anak mudah lupa untuk tidak melakukan bullying lagi,

nasehat yang dimentahkan kembali oleh orangtua karena komunikasi yang tidak baik,

tidak adanya waktu untuk menunggu anak mau bercerita saat terkena kasus bullying

karena harus melanjutkan KBM, siswa yang diam saat ditanya alasan melakukan

bullying atau saat menjadi korban.

Gambar 10. Anak yang kembali melakukan bullying

87
Hasil wawancara sesuai dengan hasil observasi yang telah dikemukakan

diatas yang menemukan bahwa hambatan yang dialami guru kelas saat penanganan

kasus bullying adalah siswa kelas 1 yang mudah lupa dan susah mengungkapkan

cerita saat terkena kasus, dan diam saat dimintai keterangan, tidak adanya waktu

untuk menunggu anak mau bercerita saat terkena kasus bullying karena harus

melanjutkan KBM. Selain itu pelaku juga enggan meminta maaf dan guru harus

mengulang kembali nasehat yang diberikan. Hambatan lain yakni kendala

komunikasi antar orangtua pelaku dan guru kelas serta kurangnya manajemen waktu

untuk pengisian incident report.

5. Hasil Penanganan yang Dilakukan Oleh Guru Kelas Terhadap Korban dan

Pelaku Bullying

Hasil penanganan guru kelas terhadap korban dan pelaku bullying terbagi

dalam dua indikator. Indikator pertama adalah hasil penanganan terhadap korban,

Indikator kedua adalah hasil dari penanganan terhadap pelaku.

a. Hasil Penanganan Terhadap Korban

Hasil penanganan terhadap korban terlihat pada catatan lapangan dan

observasi tanggal 6 April 2017 (lampiran 5) dimana peneliti melihat Ha dan Fr

menghias nama anggota kelompok bersama secara bergantian. Ha mengatakan

sesuatu pada Fr dengan sedikit memaksa tetapi Fr mengatakan tidak suka dan

menyatakan ketidaknyamanannya atas gangguan Ha dengan kata-kata ‘emoh’.

Melihat hal tersebut, Ha lalu meminta maaf pada Fr dan Fr memaafkan Ha kemudian

mereka mulai mengerjakan hiasan papan nama kelompok bersama-sama. Disini

88
terlihat bahwa korban Fr yang ditempatkan dengan pelaku dalam satu kelompok

mampu membela dirinya sendiri dengan menolak cara Ha yang ingin memaksa Fr

dengan kata ‘emoh’. Cara Fr termasuk dalam mengatakan ketidaksukaan atas

perlakuan teman.

Sedangkan dari observasi dan catatan lapangan tanggal 23 Maret 2017 yakni

kasus At dan Ak, At selaku korban puas dengan kasus bullying yang dilaporkan

olehnya dapat diselesaikan oleh guru kelas (lampiran 4) sehingga hasilnya membuat

At tidak lagi cemberut dan mau kembali ke barisan. Hal ini sama dengan hasil

penanganan pada korban Ar, yang menurut wawancara dan pengakuan Ar adalah ia

“jadi mau berteman lagi, aku maafin”. Ar mengatakan bahwa ia kembali mau

berteman dengan Ha dan memaafkan perlakuan bullying Ha lakukan padanya

sebelumnya.

Hasil penanganan terhadap korban yang didapatkan dari hasil wawancara

(lampiran 7) dengan guru kelas, kepala sekolah dan guru BK mendapatkan hasil yang

sama yakni korban dapat meninggalkan teman dan melaporkan kepada guru kelas

apabila perilaku tersebut masih berlanjut. Setelahnya, korban mau memaafkan pelaku

dan kemudian berteman kembali.Hal berbeda diungkapkan oleh kepala sekolah yang

mengatakan bahwa “anak-anak bisa langsung memaafkan, kecuali anak-anak

berkebutuhan ya biasanya sulit karena masih teringat yang dulu-dulu terus tiba-tiba

memukul”. Hal ini disampaikan beliau karena pernah terdapat kasus anak

berkebutuhan khusus yang tiba-tiba memukul teman di kelas.

89
b. Hasil Penanganan Terhadap Pelaku

Hasil penanganan guru kelas terhadap pelaku bullying, dari wawancara yang

dilakukan kepada Ha, Ha menjawab bahwa ia merasa menjadi anak yang baik

dibanding dengan sebelumnya. Hasil wawancara ini sesuai dengan hasil observasi

yang dilakukan tanggal 30 Maret 2017 dimana pelaku yakni Ha sudah membiasakan

diri untuk mengucapkan maaf kepada Fr, dan bekerjasama dalam kelompok serta

berteman dengan Fr. Perilaku ini dibuktikan dengan hasil observasi tanggal 6 April

2017 dimana Ha dan Fr menghias nama anggota kelompok bersama secara

bergantian. Ha mengatakan sesuatu pada Fr dengan sedikit memaksa tetapi Fr

mengatakan tidak suka dan menyatakan ketidaknyamanannya atas gangguan Ha

dengan kata-kata ‘emoh’. Melihat hal tersebut, Ha lalu meminta maaf pada Fr dan Fr

memaafkan Ha kemudian mereka mulai mengerjakan hiasan papan nama kelompok

bersama-sama tanpa bertengkar atau melibatkan guru kelas. Walaupun begitu, Ha

kembali melakukan bullying, walaupun bukan kepada Fr, pada tanggal 7 April 2017

(lampiran 5) saat makan siang di diningroom.

Gambar 11. Fr dan Ha bekerjasama dalam kelompok maket

90
Selain itu, ada pula Ah, yang dari hasil observasi tanggal 20 Maret 2017

menunjukkan perilaku lebih berhati-hati saat bermain dengan Fr yang badannya lebih

kecil agar tidak menyakiti. Tetapi pada observasi tanggal 29 Maret 2017 diketahui Ah

dan siswa laki-laki lain kembali bermain tindih-tindihan sehingga perlu diingatkan

kembali akan bahaya yang mungkin ditimbulkan.

Apa yang dilakukan oleh Ah, atau Ha sesuai dengan apa yang dituturkan

oleh kepala sekolah. Hasil penanganan terhadap pelaku menurut ustadzah Ys selaku

kepala sekolah adalah “sama ya mbak kalau kelas 1 bisa langsung minta maaf, terus

main bareng terus terus bullying lagi. Perlahan-lahan memang treatmentnya.Kalau

misal kelas 1 belum selesai nanti di treatment sampai benar-benar selesai misal kelas

4 baru selesai treatmentnya.”Sedangkan menurut ustadzah Yn selaku guru BK

mengatakan apabila Ha perilaku bullyingnya sudah jauh berkurang dibandingkan

sewaktu awal semester.Pendapat dari ustadzah Ul sendiri adalah “kalau untuk pelaku

ya biasanya jadi lebih hati-hati kalau habis classmeeting. Minta maaf ke korban.

Kalau misal masih melakukan kita juga tabayyun ke orangtua. Itu kalau kasusnya

berat.” dan ustadzah Us ialah “alhamdulillah, kelihatan mbak, perkembangannya jadi

bagus. Kita kan kerjasama dengan orangtua. Kita semangati lagi.”

Kesimpulan yang didapatkan dari observasi dan wawancara ialah, korban

bullying setelah mendapatkan nasehat dan bimbingan serta telah dimediasi dan

difasilitatori oleh guru kelas menjadi lebih memahami cara agar tidak terbully

sehingga mampu membela dirinya sendiri, mau memaafkan pelaku dan kemudian

berteman kembali. Ini karenana korban puas dengan kasus bullying yang dilaporkan

91
oleh korban dapat diselesaikan oleh guru kelas. Hasil penanganan pada pelaku yang

teramati dan terdokumentasi lewat wawancara adalah menjadi lebih berhati-hati

untuk tidak melakukan bullying, dan mau meminta maaf serta berteman kembali

dengan korban.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas di SDIT

LHI dapat menangani perilaku bullying siswa dengan perannya dalam membimbing

siswa, menasehati siswa, dan memediasi serta memfasilitasi siswa sehingga walaupun

terdapat hambatan tetapi hasil dari penanganan oleh guru kelas tersebut tetap dapat

terlihat. Hasil yang diharapkan juga dapat terlihat setelah kasus ditangani oleh guru

kelas yakni korban dapat membela dirinya sendiri, kemudian apabila pelaku masih

juga belum dapat menghilangkan sikapnya untuk terus melakukan bullying maka

treatment dari guru kelas akan terus dilakukan ke kelas selanjutnya (lampiran 7) oleh

guru kelas pada tingkat selanjutnya.

Pada aspek peran guru kelas sebagai pembimbing, guru kelas telah

melakukan memberikan informasi mengenai tata tertib kelas dan sekolah tentang

perilaku anti bullying dan menjelaskan pengertian mengenai bullying serta penjelasan

tindakan yang akan diambil saat terjadi bullying. Ini dilakukan agar tercapai tujuan

sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Mudri (2010: 116) yang mengatakan

bahwa guru sebagai pembimbing siswa memiliki arti bahwa guru adalah guide atau

pembimbing yang akan membawa siswa melewati tujuan yang ingin dicapai lewat

pemaknaan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.

92
Aspek kedua adalah peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator yakni

menumbuhkan hubungan positif antar pelaku dan korban lewat penguatan nasihat

positif dari guru kelas, saling mendengarkan pendapat saat classmeeting, meminta

maaf, menempatkan kedua belah pihak dalam satu kelompok agar dapat diawasi,

meminta korban untuk melaporkan tindakan bullying pada guru kelas, dan membuat

kesepakatan antar pelaku dan korban. Penumbuhan hubungan positif juga didapatkan

dari pengetahuan akan adanya konsekuensi saat siswa (pelaku) melakukan bullying

yakni dengan teguran, pengurangan hak, penyelidikan penyebab kasus dapat terjadi

dengan orangtua dan harus meminta maaf pada korban.

Selain itu peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator dalam hal

mendorong tingkah laku sosial yang baik juga dilakukan oleh guru kelas dengan

caramemediasi kasus bullying lewat keikutsertaan guru dalam kegiatan supervisor,

pengisian angket incidental report, wawancara orangtua, dan classmeeting. Guru

kelas juga menggunakan sumber belajar mengenai bullying lewat mata pelajaran

PSHE, star of the week, kartu merah kartu kuning, ceramah dari kepala sekolah saat

upacara, buku cerita, poster-poster di sekolah dan ketikamorning motivation. Hal ini

sesuai dengan pendapat Usman (2009: 9) yang mengatakan bahwa guru sebagai

mediator memungkinkan guru menjadi perantara dalam hubungan antar manusia

sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai cara orang berinteraksi dan

berkomunikasi agar tercapai lingkungan yang berkualitas dan interaktif. Tiga

kegiatan yang dapat mendukung hal ini adalah dengan mendorong berlangsungnya

tingkah laku sosial yang baik diantaranya dengan melakukan tindakan preventif dan

93
kuratif saat terdapat anak yang memiliki masalah, dan menumbuhkan hubungan yang

positif dengan para siswa dimana satu sama lain saling menghormati dan menghargai.

Sedangkan sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar

yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar.

Aspek peran guru sebagai penasehat sesuai dengan pendapat Mudri (2010:

116) yakni peran guru sebagai penasehat juga memungkinkan guru untuk

memberikan konseling maupun saran kepada peserta didik maupun orangtua apabila

terjadi hal-hal yang membutuhkan bantuan guru untuk menanganinya. Hal ini

dikarenakan sebagai penasehat, guru kelas telah memberikan saran pada pelakuyang

dilakukan sesuai dengan perilaku dan jenis bullyingnya sedangkan apabila guru kelas

tidak dapat lagi menangani pelaku bullying maka akan dilakukan perujukan kepada

guru BK atau psikolog sekolah untuk mendapatkan konseling lebih lanjut.

Keempat adalah hambatan. Di dalam penanganan guru kelas terhadap perilaku

bullying tentu terdapat hambatan. Hambatan tersebut diantaranya adalah siswa di

kelas satu yang mudah lupa. Ini sesuai dengan pandangan menurut Balillargeon et al.

& Brendgen (dalam Santrock, 2011: 261) adalah anak laki-laki secara fisik lebih

agresif dibandingkan dengan anak perempuan dan hubungan yang bersifat agresi

meningkat selama masa sekolah dasar. Hubungan agresi yang meningkat

menyebabkan anak mudah lupa dan kembali melakukan tindakan bullying baik

disengaja maupun tidak untuk kemudian saling berteman kembali karena menurut

Hurlock (2013: 155) siswa usia sekolah dasar senang bergaul dan bersosialisasi.

Selain itu pelaku susah mengungkapkan cerita saat terkena kasus sehingga sering

94
diam saat dimintai keterangan. Pelaku juga enggan meminta maaf dan guru harus

mengulang kembali nasehat yang diberikan. Hambatan lain yakni kendala

komunikasi antar orangtua pelaku dan guru kelas padahal hal tersebut penting

dilakukan karena guru kelas dan orangtua harus menjalin kerjasama yang baik dalam

mendidik anak. Hal ini dikarenakan menurut Ki Hajar Dewantara (dalam Dwi

Siswoyo dkk, 2013: 163), orangtua dan guru kelas termasuk dalam tri pusat

pendidikan yang diantaranya memuat alam keluarga, alam keguruan, dan alam

pergerakan pemuda atau masyarakat. Hambatan lain yakni kurangnya waktu untuk

pengisian incident report.

Aspek terakhir adalah hasil penanganan guru kelas terhadap korban dan

pelaku yakni korban menjadi lebih memahami cara agar tidak terbully sehingga

mampu membela dirinya sendiri, mau memaafkan pelaku dan kemudian berteman

kembali karena korban puas dengan kasus bullying yang dilaporkan oleh korban

diselesaikan oleh guru kelas. Penyelesaian kasus bullying yang melibatkan guru

sesuai dengan teori dari Yusuf (2014: 24-26) yang mengatakan bahwa anak memiliki

sifat yang khas terhadap kekuasaan (otoritas) yakni anak menerima otoritas tersebut

sebagai sesuatu yang wajar dan mengharapkan campur tangan kedua pihak tersebut.

Hasil penanganan pada pelaku adalah menjadi lebih berhati-hati untuk tidak

melakukan bullying, dan mau meminta maaf serta berteman kembali dengan korban.

Kemauan siswa untuk dapat saling meminta maaf dan memaafkan kemudian

berteman kembali sesuai dengan pendapat dari Yusuf (2014: 24-26) yang

menyebutkan bahwa perkembangan usia sekolah dasar pada umur 6-12 tahun adalah

95
masa dimana anak relatif lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya

sehingga anak menuruti saran guru dengan mudah.

E. Temuan Penelitian

Temuan penelitian yang didapatkan yakni peran guru kelas dalam

menangani bullying tidak terbatas hanya kepada siswa. Dari hasil wawancara dengan

kepala sekolah dan ustadzah Ul didapatkan informasi bahwa guru kelas juga berperan

untuk menangani orangtua yang memiliki anak dengan masalah bullying (Ha) dengan

mentreatment orangtua menggunakan anak lewat beberapa kegiatan yang harus

dilakukan orangtua bersama anak, seperti contohnya membaca cerita dengan tema

tertentu bersama orangtua. Selain itu, menurut kepala sekolah di SDIT LHI terdapat

sekitar 10% siswa yang bermasalah, termasuk di dalamnya adalah siswa dengan

perilaku bullying di sekolah dan angka tersebut menurut beliau adalah persentase

angka yang wajar.

F. Keterbatasan Penelitian

Di dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan peneliti.Keterbatasan

tersebut adalah peneliti hanya dapat melakukan penelitian pada kelas 1A dan

narasumber pelaku dan korban yang masih berada di kelas 1 menyebabkan kedua

narasumber sulit untuk menceritakan peristiwa yang ditanyakan oleh peneliti.

96
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa peran guru kelas dalam menangani perilaku bullying dapat dijabarkan ke

dalam lima aspek yakni peran guru kelas sebagai pembimbing, mediator dan

fasilitator, penasehat, hambatan dan hasil penanganan terhadap korban dan pelaku.

Selengkapnya adalah sebagai berikut.

1. Pada aspek peran guru kelas sebagai pembimbing, terdapat peran guru kelas

sebagai pembimbing baik untuk pelaku maupun korban lewat pemberian

informasi pada siswa tentang tata tertib di kelas dan sekolah tentang perilaku anti

bullying diantaranya bersikap baik pada teman, tidak boleh bermain tindih-

tindihan, tidak boleh bermain dalam kelas, tidak merugikan orang lain, tidak

boleh mendorong teman saat berada di diningroom. Peran guru kelas sebagai

pembimbing dalam menjelaskan pengertian bullying dan penjelasan tindakan

yang akan diambil oleh guru kelas saat terdapat kasus bullying tidak dilakukan

lewat sosialisasi tetapi dijelaskan saat adanya emergency classmeeting atau saat

diskusi classmeeting.

2. Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator dalam menangani perilaku

bullying diantaranya penumbuhan hubungan positif dengan saling mendengarkan

jawaban untuk di crosscheck kebenarannya, apabila masih dendam maka akan

dicari titik temu antara keinginan korban dan kesanggupan pelaku, bermain

97
bersama di luar kelas, menempatkan dalam satu kelompok antar pelaku dan

korban, pengetahuan akan adanya konsekuensi saat siswa (pelaku) melakukan

bullying yakni dengan adanya teguran, pengurangan hak, penyelidikan penyebab

kasus dapat terjadi dengan orangtua dan harus meminta maaf pada korban.

Pendorong tingkah laku sosial yang baik dengan adanya piket supervisor selama

istirahat dan pulang sekolah, adanya program star of the week dan penggunaan

kartu kuning dan kartu merah dalam buku parents guide, pengisian incident

report, dan wawancara dengan orangtua untuk mengetahui penyebab kasus

sehingga anak terdorong untuk tidak melakukan kasus bullying karena akan malu

saat diketahui oleh orangtua. Mengusahakan media belajar mengenai perilaku

bullying dengan penyediaan buku cerita, materi PSHE dalam diskusi

classmeeting, poster-poster di kelas dan sekolah tentang anti bullying, hadist,

surat dalam Al-Quran dan ceramah dari kepala sekolah..

3. Peran guru kelas sebagai penasehat dengan indikator pemberian saran pada

pelaku/korban bullying ialah pelaku disarankan untuk meminta maaf pada korban,

belajar dirumah, berhati-hati saat bermain, memilih tontonan yang baik,

mencontoh akhlak Rasulullah, berdiam diri, dan tidak bermain dengan permainan

yang menjurus ke bullying. Sedangkan untuk korban saran dari guru kelas lebih

kepada cara menghindar dari bullying dengan mengungkapkan ketidaksukaan,

berhati-hati, dan mau memaafkan pelaku. Pemberian saran juga berbeda

tergantung dengan perilaku dan jenis bullyingnya. Apabila guru kelas tidak dapat

98
lagi menangani pelaku bullying maka akan dilakukan perujukan kepada guru BK

atau psikolog sekolah.

4. Hambatan yang dialami guru kelas saat penanganan kasus bullying adalah siswa

kelas 1 yang mudah lupa dan susah mengungkapkan cerita saat terkena kasus, dan

diam saat dimintai keterangan, tidak adanya waktu untuk menunggu anak mau

bercerita saat terkena kasus bullying karena harus melanjutkan KBM. Selain itu

pelaku juga enggan meminta maaf dan guru harus mengulang kembali nasehat

yang diberikan. Hambatan lain yakni kendala komunikasi antar orangtua pelaku

dan guru kelas serta kurangnya waktu untuk pengisian incident report.

5. Hasil penanganan yang dilakukan oleh guru kelas terhadap pelaku dan korban

bullying yang pertama ialah pada korban bullying. Hasil yang terlihat korban

setelah mendapatkan nasehat dan bimbingan serta telah dimediasi dan

difasilitatori oleh guru kelas menjadi lebih memahami cara agar tidak terbully

sehingga mampu membela dirinya sendiri, mau memaafkan pelaku dan kemudian

berteman kembali. Ini karena korban puas dengan kasus bullying yang dilaporkan

olehnya dapat diselesaikan oleh guru kelas. Hasil penanganan pada pelaku adalah

menjadi lebih berhati-hati untuk tidak melakukan bullying, dan mau meminta

maaf serta berteman kembali dengan korban.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang perlu

dievaluasi agar peran guru kelas dalam menangani bullying menjadi lebih baik lagi.

Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:

99
1. Bagi kepala sekolah

a. Meningkatkan kualitas guru kelas dengan workshop mengenai anti bullying.

b. Memberikan waktu khusus untuk membahas permasalahan dengan guru kelas

terkait penanganan kasus bullying.

2. Bagi guru

a. Menyediakan waktu untuk mengisi incident report agar diketahui penanganan

apa saja yang telah diberikan oleh guru kelas kepada korban dan pelaku.

b. Menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orangtua siswa lewat kegiatan yang

melibatkan orangtua, siswa dan guru kelas.

c. Meningkatkan kualitas diri dengan mengikuti berbagai macam workshop tentang

penanganan bullyingpada siswa.

3. Bagi Orangtua

a. Sebaiknya membaca buku parents guide bersama dengan siswa.

b. Menjelaskan isi dari parents guide agar dimengerti oleh siswa.

c. Bekerjasama dengan guru untuk menasehati dan mengingatkan siswa pelaku agar

tidak mengulang perbuatan bullying.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Dapat meneliti kemungkinan peran guru kelas dalam menangani bullying

bersama dengan orangtua

b. Dapat meneliti angka jumlah siswa wajar yang mengalami masalah bullying di

sekolah-sekolah aga dapat tertangani dengan baik.

100
DAFTAR PUSTAKA

Amirin T., et al. (2013). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Amri, Jauhari & Elisah. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam


Pembelajaran. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta.

Depdikbud. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang Sistem


Pedidikan Nasional.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Dwi Siswoyo, et al. (2013). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Eriksen, Nielsen, & Simonsen. (2012). The Effect of Bullying in Elementary School.
IZA Discussion Paper, 6718, 2.

Faisal, S. (2010). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Gerend, M. (2007). Elementary School Teachers Perception Of Bullying And The


Need For Bullying Prevention Programs. Unpublished degree of master of
science in education, University of Wisconsin Oshkosh, Oshkosh, Wisconsin.

Habel. (2015). Peran Guru Kelas Membangun Perilaku Sosial Siswa Kelas V Sekolah
Dasar 005 Di Desa Setarap Kecamatan Malinau Selatan Hilir Kabupaten
Malinau. E-journal sosiatri-sosiologi, 3, 14-27.

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba


Humanika.

Hurlock, E. (2013). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Izzaty, R. E., et al. (2013). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: UNY Press.

Kartadinata, S. (2002). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: CV Maulana.

KPAI. (2014). Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter. Diakses dari


http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/
pada 24 Oktober 2016, jam 19.15 WIB.

101
Liputan 6. (2015). Survei ICRW: 85% Anak Indonesia Alami Kekerasan di Sekolah.
Diakses dari http://m.liputan6.com/news/read/2191106/survey-icrw-84-anak-
indonesia-alami-kekerasan-di-sekolah pada 24 Oktober 2016, jam 19.16

Mayer M.J, & Furlong M.J. (2010). How Safe Our School. Educational Researcher,
39, 16-26.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Mudri, W. (2010). Kompetensi dan Peranan Guru dalam Pembelajaran. Jurnal


Falasifa, 01, 116-121.

Nasional Republika. (2015). KPAI: Kasus Bullying di Sekolah Meningkat Selama


2015. Diakses dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/12/03/kpai-kasus-
bullying-di-sekolah-meningkat-selama-2015 pada 24 Oktober 2016, jam 19.00
WIB.

Parkay & Stanford. (2010). Menjadi Seorang Guru Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta
Barat: Indeks

Parsons, L. (2009). Bullied Teacher Bullied Student. Jakarta: Grasindo.

Santrock. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

_______. (2011). Masa Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Humanika.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

________. (2014). Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Sumantri, M. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Universitas Terbuka.

Suparlan. (2008). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Surilena. (2016). Perilaku Bullying (Perundungan) Pada Anak dan Remaja. Jurnal
CDK-236, 43, 35-37.

Thomson, J. (2011). Bullying: A Parents Guide. Great Britain: Need2know.

102
Usman, M. U. (2006). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. (2014). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung. PT Remaja


Rosdakarya.

103
LAMPIRAN

104
Lampiran 1. Pedoman Observasi

Aspek yang Diamati


No Hari/Tgl Keterangan

Peran Guru Kelas Sebagai


Pembimbing
Pemberian informasi pada siswa
mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
Penjelasan mengenai bullying

Penjelasan tindakan yang akan


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
Penumbuhan hubungan yang
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
Pendorong tingkah laku sosial
yang baik
Pengusahaan sumber belajar

105
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
Memberikan saran pada
pelaku/korban bullying
Merujuk kepada guru
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
Kesulitan guru kelas pada saat
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
Hasil penanganan terhadap
korban
Hasil penanganan terhadap
pelaku

106
Lampiran 2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara guru

Daftar Pertanyaan Jawaban Responden

Peran guru kelas sebagai pembimbing

Pemberian informasi pada siswa mengenai


tata tertib di kelas dan sekolah tentang
perilaku anti bullying
Apa saja tata tertib di kelas terkait perilaku
bullying?
Apa saja tata tertib di sekolah terkait
sekolah anti bullying?
Bagaimana cara guru kelas memberikan
informasi mengenai tata tertib tersebut?
Penjelasan mengenai bullying

Apa yang diketahui saudara mengenai


bullying?
Bagaimana cara bapak/ibu guru untuk
menjelaskan bullying?
Bagaimana cara bapak/ibu guru untuk
memandu siswa agar berperilaku sesuai
aturan di sekolah mengenai program
sekolah anti bullying?
Penjelasan tindakan yang akan diambil
oleh guru kelas saat terjadi bullying
a. Bagaimana tindakan bapak/ibu saat
terjadi bullying?
Peran guru kelas sebagai mediator dan
fasilitator terhadap korban dan pelaku
Penumbuhan hubungan yang positif antar
pelaku dan korban untuk saling
menghormati dan menghargai
Bagaimana cara siswa yang melihat
perilaku bullying untuk melapor pada
guru?
Bagaimana cara bapak/ibu menumbuhkan
perilaku positif antar pelaku dan korban di
dalam kelas?
Apa konsekuensi yang diterima oleh
pelaku saat melakukan tindakan bullying?

107
Pendorong tingkah laku sosial yang baik

Guru kelas terlibat dalam kegiatan apa saja


dalam menangani kasus bullying?
Pengusahaan sumber belajar mengenai
perilaku bullying
Apa saja sumber belajar yang digunakan
guru berikan untuk mengajarkan
mengenai bullying?
Peran guru kelas sebagai penasehat

Memberikan saran pada pelaku/korban


bullying
Bagaimana pemberian saran pada pelaku
bullying?
Bagaimana pemberian saran pada korban
bullying?
Merujuk kepada guru BK/Psikolog
sekolah apabila diperlukan konseling
lebih lanjut pada kasus bullying
Perilaku bullying seperti apa yang
membutuhkan rujukan ke guru BK atau
psikolog sekolah?
Hambatan yang dialami oleh guru kelas
saat penanganan bullying
Kesulitan guru kelas pada saat menangani
kasus bullying

Apa saja kesulitan yang dialami saat


terdapat kasus bullying?
Hasil dari penanganan yang dilakukan
oleh guru kelas terhadap pelaku dan
korban bullying
Hasil penanganan terhadap korban

Bagaimana hasil dari penanganan bullying


pada korban?
Hasil dari penanganan terhadap pelaku

Bagaimana hasil dari penanganan bullying


pada pelaku?

108
Pedoman wawancara terhadap pelaku

Daftar Pertanyaan Jawaban Responden

Peran guru kelas sebagai pembimbing


terhadap korban dan pelaku
Pemberian informasi pada siswa mengenai
tata tertib di kelas dan sekolah tentang
perilaku anti bullying
Apa saja tata tertib di kelas terkait perilaku
bullying?
Apa saja tata tertib di sekolah terkait
sekolah anti bullying?
Bagaimana cara guru kelas memberikan
informasi mengenai tata tertib tersebut?
Penjelasan mengenai bullying

Apa yang diketahui saudara mengenai


bullying?
Bagaimana cara bapak/ibu guru untuk
menjelaskan bullying?
Bagaimana cara bapak/ibu guru untuk
memandu siswa agar berperilaku sesuai
aturan di sekolah mengenai program
sekolah anti bullying?
Penjelasan tindakan yang akan diambil
oleh guru kelas saat terjadi bullying
Bagaimana tindakan bapak/ibu saat terjadi
bullying?
Peran guru kelas sebagai mediator dan
fasilitator
Penumbuhan hubungan yang positif antar
pelaku dan korban untuk saling
menghormati dan menghargai
Bagaimana cara siswa yang melihat
perilaku bullying untuk melapor pada
guru?
Bagaimana cara guru kelas menumbuhkan
perilaku positif antar pelaku dan korban di
dalam kelas?
Apa konsekuensi yang diterima oleh
pelaku saat melakukan tindakan bullying?
Pengusahaan sumber belajar mengenai
perilaku bullying

109
Apa saja sumber belajar yang digunakan
guru berikan untuk mengajarkan
mengenai bullying?
Peran guru kelas sebagai penasehat

Memberikan saran pada pelaku/korban


bullying
Bagaimana pemberian saran pada pelaku
bullying?
Hasil dari penanganan yang dilakukan
oleh guru kelas terhadap pelaku dan
korban bullying
Hasil penanganan terhadap pelaku

Bagaimana hasil dari penanganan bullying


pada pelaku?

110
Pedoman wawancara terhadap korban

Daftar Pertanyaan Jawaban Responden

Peran guru kelas sebagai pembimbing


Pemberian informasi pada siswa mengenai
tata tertib di kelas dan sekolah tentang
perilaku anti bullying
Apa saja tata tertib di kelas terkait perilaku
bullying?
Apa saja tata tertib di sekolah terkait
sekolah anti bullying?
Bagaimana cara guru kelas memberikan
informasi mengenai tata tertib tersebut?
Penjelasan mengenai bullying

Apa yang diketahui saudara mengenai


bullying?
Bagaimana cara ibu guru untuk
menjelaskan bullying?
Bagaimana cara ibu guru untuk memandu
siswa agar berperilaku sesuai aturan di
sekolah mengenai program sekolah anti
bullying?
Penjelasan tindakan yang akan diambil
oleh guru kelas saat terjadi bullying
Bagaimana tindakan ibu guru saat terjadi
bullying?
Peran guru kelas sebagai mediator dan
fasilitator
Penumbuhan hubungan yang positif antar
pelaku dan korban untuk saling
menghormati dan menghargai
Bagaimana cara guru kelas menumbuhkan
perilaku positif antar pelaku dan korban di
dalam kelas?
Bagaimana cara siswa yang melihat
perilaku bullying untuk melapor pada
guru?
Pengusahaan sumber belajar mengenai
perilaku bullying
Apa saja sumber belajar yang digunakan
guru untuk mengajarkan mengenai
bullying?

111
Peran guru kelas sebagai penasehat

Memberikan saran pada pelaku/korban


bullying
Bagaimana pemberian saran pada korban
bullying?
Hasil dari penanganan yang dilakukan
oleh guru kelas terhadap pelaku dan
korban bullying
Hasil penanganan terhadap korban

Bagaimana hasil dari penanganan bullying


pada korban?

112
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi

PEDOMAN DOKUMENTASI
PERAN GURU KELAS DALAM MENANGANI PERILAKU
BULLYING PADA SISWA SDIT LHI

Aspek yang di Tidak


No Ada Keterangan
Dokumentasi Ada
1. Tata tertib di kelas terkait Berupa dokumentasi daftar tata
sekolah anti bullying  tertib di dalam kelas dan yang
tercantum dalam buku parents
guide.
2. Tata tertib di sekolah  Berupa daftar kebijakan perilaku
dan disiplin terkait sekolah anti
bullying dalam buku parents guide.
3. Program sekolah SDIT LHI  Program sekolah yang membantu
guru dalam menangani perilaku
bullying.
4. Dokumentasi poster sekolah  Gambar poster yang berada di kelas
anti bullying maupun sekolah yang mengandung
pesan anti bullying
5. Dokumentasi buku bacaan  Buku bacaan yang digunakan guru
anti bullying di dalam kelas dalam menjelaskan perilaku
bullying kepada siswa
6. Dokumentasi kegiatan  Foto kegiatan classmeeting yang
pelaksanaan classmeeting sedang berlangsung
7. Dokumen buku incident  Daftar incident report di kelas year
report 1A
8. Dokumentasi kegiatan  Gambar kegiatan supervisor yang
supervisor sedang berlangsung
9. Dokumentasi kegiatan  Kegiatan siswa bekerjasama dalam
belajar mengajar kelas 1A kelompok

113
Lampiran 4. Hasil Observasi

Hasil Observasi

Aspek yang Diamati


No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Senin/20 Pemberian informasi pada siswa Ust.Lina memberikan peringatan kepada Ah “tidak boleh mas Ah”saat
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan dirinya sedang bermain saling menindih dengan sesama teman laki-laki dan
sekolah tentang perilaku anti tidak sengaja menyakiti teman-temannya karena badannya yang besar.
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Guru mendengarkan keterangan Fr, lalu memanggil Ah. Lalu guru
positif antar pelaku dan melakukan cross check keterangan dari Fr ataupun Ah untuk mendapatkan

114
korbanuntuk saling menghormati keterangan yang sesuai dari kedua belah pihak. Baik Fr ataupun Ah saling
dan menghargai mengoreksi jawaban apabila terdapat ketidaksesuaian dan mengiyakan
pendapat yang benar.
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Teramati lewat dokumentasi poster safe school zone
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Guru menyuruh Ah untuk berhati-hati dan menyuruh Fr untuk
pelaku/korban bullying mengungkapkan ketidaksukaan pada apa yang dilakukan oleh temannya.
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying

115
1. Hasil penanganan terhadap Fr lebih sering menggunakan kata “aku nggak mau” ketika merasa tidak
korban nyaman dengan perlakuan temannya
2. Hasil penanganan terhadap Ah berhati-hati saat bermain dengan Fr dengan tidak melibatkan permainan
pelaku fisik

116
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Selasa/21 Pemberian informasi pada siswa Guru memberitahukan kembali peraturan tidak boleh bermain di dalam
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan kelas untuk siswa agar mencegah perilaku yang tidak diinginkan terjadi
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Mengingatkan untuk saling bermain bersama di luar kelas dan menyuruh
positif antar pelaku dan korban untuk meminta maaf namun siswa sudah meminta maaf sebelum guru kelas
untuk saling menghormati dan menyuruh
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Ust. Vita (guru kelas 2a) melakukan tugas sebagai supervisor yang
yang baik mengawasi kegiatan anak-anak agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati

117
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Guru menyarankan untuk lebih berhati-hati saat bermain agar tidak
pelaku/korban bullying menimbulkan korban.
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Mau memaafkan dan kembali bermain dengan semua teman termasuk Af
korban dan Nr.
2. Hasil penanganan terhadap Af dan Nr bermain di luar kelas dengan lebih berhati-hati agar tidak
pelaku menyakiti teman lain.

118
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Rabu/22 Pemberian informasi pada siswa Tidak teramati
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Tidak teramati
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Teramati lewat dokumentasi buku cerita ‘Aku Tidak Memukul
mengenai perilaku bullying Sembarangan’ kepunyaan siswa di perpus kelas

119
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Tidak teramati
pelaku/korban bullying
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
korban
2. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
pelaku

120
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Kamis/23 Pemberian informasi pada siswa Ust Lailis mengatakan pada Ak bahwa perbuatannya membuat tidak
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan nyaman At yang artinya menyalahi aturan kelas nomer 4 yakni bersikap
sekolah tentang perilaku anti baik dengan teman.
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Menempatkan Ak dan At dalam satu barisan agar dapat kembali berinteraksi
positif antar pelaku dan korban dengan baik
untuk saling menghormati dan Ust Lailis menyuruh Ak meminta maaf pada At.
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati
mengenai perilaku bullying

121
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Menyarankan Ak untuk meminta maaf dan menyarankan At untuk
pelaku/korban bullying memaafkan
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Kesulitan saat Ak belum mau memintaa maaf secara terbuka. Ust Lailis
menangani kasus bullying harus mengulangi kembali agar Ak mau meminta maaf dengan suara yang
keras
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap At tidak cemberut lagi dan mau mengiyakan permintaan maaf Ak dan mau
korban kembali ke dalam barisan.
2. Hasil penanganan terhadap Minggu selanjutnya tidak terdapat laporan bahwa Ak menjahili teman-
pelaku temannya saat ganti di kamar mandi

122
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Jumat/24 Pemberian informasi pada siswa Tidak teramati
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Tidak teramati
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Melihat Ust Lina memakai jaket oranye untuk piket supervisor di lapangan
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati
mengenai perilaku bullying

123
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Tidak teramati
pelaku/korban bullying
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
korban
2. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
pelaku

124
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Rabu/29 Pemberian informasi pada siswa Ust Heri memberitahu Ah dan siswa laki-laki lain bahwa tidak boleh
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan bermain pukul-pukulan atau tindih-tindihan karena akan berakibat sakit
sekolah tentang perilaku anti yang secara tidak langsung menginfomasikan bahwa hal tersebut dapat
bullying merugikan orang lain (aturan nomer 5) sapabila ada teman yang tidak
sengaja terluka saat bermain.
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Ust Lina mengatakan akan menyelidiki mengapa suatu kasus bullying dapat
diambil oleh guru kelas saat terjadi antara dua pihak yakni pelaku dan korban serta mencari tahu
terjadi bullying penyebab terjadinya perilaku tersebut.
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Tidak teramati
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Melihat Ust Lailis menuju lapangan untuk piket supervisor.
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Lewat classmeeting dan diskusi mana tontonan yang baik.

125
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Agar memilih tontonan yang baik, tidak mengandung kekerasan serta
pelaku/korban bullying menyarankan kepada semua siswa (termasuk Ha, Ar dan Ak) untuk
didampingi orangtua saat menonton tv dan mencontoh akhlak Nabi
Muhammad
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
korban
2. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
pelaku

126
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Kamis/30 Pemberian informasi pada siswa Tidak teramati
Maret 2017 mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Ust Lina mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Ha itu
merupakan akhlak yang tidak baik, jelek (secara tidak langsung sudah
merupakan bullying) dan tidak disukai teman
3. Penjelasan tindakan yang akan Memberitahukan Ha bahwa ia tidak dapat bermain sampai ia mau meminta
diambil oleh guru kelas saat maaf pada Fr.
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Menempatkan Fr dan Ha dalam satu kelompok pembuatan maket rumah
positif antar pelaku dan korban impian (catatan lapangan 6 april 2017)
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati.

127
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Ust Lina menyarankan pada Fr untuk tidak langsung menangis apabila
pelaku/korban bullying dijahati oleh teman tetapi langsung lapor pada guru kelas atau supervisor
Ust Lina menyarankan Ha untuk belajar di rumah, meminta maaf pada Fr
dan tidak bermain dahulu dengan teman-temannya
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Ha belum mau meminta maaf pada Fr sampai shalat dhuhur berlangsung
menangani kasus bullying sehingga Ust Lina perlu mengulang kembali nasehatnya agar Ha mau
meminta maaf pada Fr
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Fr sudah menggunakan kata ‘emoh’ dan menyatakan ketidaknyamanannya

128
korban ketika diganggu Ha (catatan lapangan 6 April 2017)
2. Hasil penanganan terhadap Ha mulai membiasakan meminta maaf saat merasa bersalah dan dapat
pelaku berteman baik dengan Fr (catt.lapangan 6 april 2017)

129
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Rabu/ 5 Pemberian informasi pada siswa Tidak teramati.
April 2017 mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Ust Lailis menjelaskan mengenai terkena sesuatu dan dijahati oleh teman
pada siswa dan cara menjaga diri yang dimulai dari diri sendiri
3. Penjelasan tindakan yang akan Siswa disuruh melapor apabila merasa tidak aman ke guru kelas atau
diambil oleh guru kelas saat supervisor agar dapat diselesaikan lewat classmeeting atau lainnya
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Tidak teramati
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Melihat Ust Lailis berada di diningroom untuk piket supervisor.
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Lewat classmeeting yang diadakan oleh Ust Lailis yang membahas

130
mengenai perilaku bullying mengenai tanggungjawab terhadap diri kita sendiri apabila terkena sesuatu,
merasa tidak aman atau capek yakni dengan melapor pada guru kelas
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Tidak teramati
pelaku/korban bullying
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
korban
2. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
pelaku

131
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Kamis/ 6 Pemberian informasi pada siswa Tidak teramati
April 2017 mengenai tata tertib di kelas dan
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati

3. Penjelasan tindakan yang akan Tidak teramati


diambil oleh guru kelas saat
terjadi bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Membiarkan Ha dan Fr bermain bersama dan bekerjasama dalam 1
positif antar pelaku dan korban kelompok dengan tetap diawasi apabila dimungkinkan terjadi kasus
untuk saling menghormati dan bullying.
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati

132
mengenai perilaku bullying
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Ust Lina menasehati Fr dan Ha agar tidak bermain tarik-tarikan tangan agar
pelaku/korban bullying tidak ada yang terluka atau berkelahi.
2. Merujuk kepada guru Teramati lewat dokumentasi.
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Tidak teramati
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Fr mampu membela dirinya sendiri
korban
2. Hasil penanganan terhadap Ha sudah bersedia meminta maaf pada Fr
pelaku

133
Aspek yang Diamati
No Hari/Tgl Keterangan
Peran Guru Kelas Sebagai
Pembimbing
1. Jumat/ 7 Pemberian informasi pada siswa Ust Lina memberitahukan tata tertib di ruang makan dan peraturan untuk
April 2017 mengenai tata tertib di kelas dan bersikap baik dengan teman pada Ha.
sekolah tentang perilaku anti
bullying
2. Penjelasan mengenai bullying Tidak teramati.

3. Penjelasan tindakan yang akan Ha diberitahu oleh Ust Lina bahwa ada konsekuensi yang akan diberikan
diambil oleh guru kelas saat pada Ha yakni dilarang duduk dengan teman sekelas saat makan dan harus
terjadi bullying duduk dengan ustadz saat makan.
Peran Guru Kelas Sebagai
Mediator dan Fasilitator
1. Penumbuhan hubungan yang Tidak teramati
positif antar pelaku dan korban
untuk saling menghormati dan
menghargai
2. Pendorong tingkah laku sosial Tidak teramati.
yang baik
3. Pengusahaan sumber belajar Tidak teramati
mengenai perilaku bullying

134
Peran Guru Kelas Sebagai
Penasehat
1. Memberikan saran pada Tidak teramati.
pelaku/korban bullying
2. Merujuk kepada guru Tidak teramati
BK/Psikolog sekolah apabila
diperlukan konseling lebih lanjut
pada kasus bullying
Hambatan yang dialami oleh
guru kelas saat penanganan
bullying
1. Kesulitan guru kelas pada saat Ha diam saja saat ditanya alasan melakukan tindakan tersebut.
menangani kasus bullying
Hasil penanganan yang
dilakukan oleh guru kelas
terhadap pelakau dan korban
bullying
1. Hasil penanganan terhadap Tidak teramati
korban
2. Hasil penanganan terhadap Ha menangis pada saat harus duduk dengan ustadz namun tampak tenang
pelaku saat baris pada kegiatan selanjutnya di dalam kelas.

135
Lampiran 5. Catatan Lapangan

CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Senin, 20 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-14.15 WIB

Deskripsi kegiatan :I

Pagi hari saat anak-anak akan shalat dhuha, siswa laki-laki terlihat sedang

bermain sambil menunggu teman-temannya selesai berwudhu. Salah satu siswa

yakni Ah berbadan tinggi dan lebih besar dari teman-teman yang lain kemudian

menindih temannya yang badannya lebih kecil. Ustadzah Ul yang melihat

kejadian tersebut lalu memberikan pengertian pada Ah “tidak boleh mas Ah” saat

dirinya sedang bermain tindih-tindihan dengan sesama teman laki-laki karena

akan menyebabkan teman sakit walaupun tidak disengaja. Ustadzah Ul

memberikan pengertian bahwa badan Ah besar sehingga besar kemungkinan akan

menyakiti teman yang badannya lebih kecil.

Deskripsi kegiatan II

Saat anak sedang bekerja kelompok dengan sesama teman untuk

merancang rumah impiannya, satu per satu anak-anak kemudian maju untuk

hafalan. Kelompok Ah sudah selesai membuat maket rumah impian lalu Ah

keluar kelas mengamati tukang yang sedang bekerja memperbaiki konblok di

depan kelas. Lalu muncul Fr. Mereka berdua lalu bermain.Kemudian Fr diangkat

oleh Ah dan dijatuhkan di atas konblok yang sedang diperbaiki. Ah lalu berteriak

136
sambil tertawa “Ust..Fr nginjek konblok!”Fr lalu masuk dan mengadu pada

ustazah Lailis tentang dirinya yang diangkat oleh Ah dan dijatuhkan.Ust.Lailis

lalu memanggil Ah.Lalu bertanya kepada Ah “tadi mas Ah bermain dimana?

Sama Fr? Tadi mas Fr bilang kalau mas Ah katanya jatuhin Fr pas mainan.”Lalu

Ah membela diri bahwa awalnya Ah sudah meminta ijin untuk menggendong Fr.

Fr membantah bahwa Ah meminta ijinnya terlebih dulu untuk mengangkat

badannya.Lalu Ust. Lailis bertanya “Dijatuhin di tangga katanya (kata Fr) ?” Ah

lalu membantah dan mengatakan bukan di tangga, Fr terlihat berpikir lalu

mengatakan dengan pelan bahwa “Itu… disitu ust… (sambil menunjuk konblok

yang sedang diperbaiki di depan kelas) kakiku kena pasir mainan pasir hehe”

disambung dengan pernyataan dari Ah yang mengatakan bahwa kakinya juga

kotor karena bermain pasir dan mereka berdua tertawa. Ust Lailis yang

mendengarkan penjelasan dari Fr maupun Ah kemudian berkata pada Ah “mas,

kan badan mas Ah besar, badan Fr kecil jadi mas Ah harus hati-hati kalau bermain

sama teman-teman yang badannya lebih kecil dari mas Ah, ya?” kemudian Ah

mengangguk. Lalu Ust.Lailis menyambung ke Fr “kamu juga Fr, kalau kamu

nggak mau, bilang. Emoh aku nggak mau! Gitu ya Fr?”Fr mengangguk.

137
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Selasa, 21 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 10.42-11.00 WIB

Deskripsi kegiatan :

Pada jam istirahat ke dua antara pukul 11.00-12.30 siswa keluar ke dining

room untuk makan siang termasuk kedua ustazah. Kelas kosong kemudian siswa

perempuan bergerombol masuk ke dalam kelas dan bermain hantu-hantuan

dengan cara 2-3 siswa menjadi hantu di dalam kelas dan sisanya berperan menjadi

manusia. Sewaktu bermain, siswa perempuan berlarian dan bersembunyi diantara

kursi dan meja kelas. Sewaktu berlari keluar, Zn yang berada di depan terdorong

oleh Af dan Nr yang berada di belakangnya ingin keluar dari kelas secepat

mungkin sehingga Zn menabrak pintu kelas dan terjatuh. Di luar pintu kelas

terdapat guru kelas 2a yakni Ust Vita yang bertugas menjadi supervisor dan

melihat kejadian tersebut.Af dan Nr langsung meminta maaf kepada Zn.

Supervisor kemudian mengingatkan untuk tidak bermain di dalam kelas dan

baiknya di luar atau di perpus saja. Hal ini juga sebagai salah satu peraturan

sekolah agar tidak terjadi perilaku yang tidak diinginkan salah satunya kekerasan

fisik tidak sengaja.Lalu Ust.Lina datang dan masuk ke dalam kelas sambil

mengingatkan agar tidak ada siswa yang bermain di dalam kelas karena dapat

tersandung atau menabrak barang-barang di kelas.

138
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Kamis, 23 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-14.15 WIB

Deskripsi kegiatan :I

Pukul 08.00-09.00 siswa putra dan putri berolahraga di lapangan

sekolah.Mereka berganti baju secara bergerombol.Bel masuk berbunyi, siswa

masuk kembali ke kelas setelah berganti baju. At terlihat berbicara dengan Ak di

halaman tetapi Ak terlihat tidak peduli dan kembali bermain dengan teman-teman

di kelas. At terlihat kesal lalu masuk ke dalam kelas.

Deskripsi kegiatan : II

Pukul 13.00 saat Ust.Lailis mengajak siswa untuk berkumpul dan duduk

berbaris ke depan kelas, At terlihat mendekati Ust. Lailis dan berbicara. At

mengatakan bahwa tadi sewaktu ganti baju, Ak mematikan lampu dan

mencipratkan air ke dalam kamar mandi tempat Ia berganti baju. Ust. Lailis lalu

mendengarkan dan menanyakan bagaimana perasaan At, apakah marah, sedih

dan terganggu? At menjawab ia tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Ak.

Ust. Lailis lalu memanggil Ak. Ust Lailis menanyakan pada Ak tadi ganti

dimana? Tadi merasa nyipratin air nggak? Baru kemudian Ust Lailis

mengkonfirmasi bahwa tadi At bercerita padanya bahwa Ak mencipratkan air dan

139
mematikan lampu saat At sedang berganti baju. Ak kemudian diam agak lama

sampai Ust Lailis bertanya kembali pada Ak, baru kemudian Ak bercerita dan

mengakui sambil sesekali menunduk. Baik Ust Lailis atau At mendengarkan cerita

Ak. Ust Lailis bertanya apakah Ak bersama dengan teman lainnya dan

mengetahui bahwa ada At di dalam kamar mandi tersebut, Ak menjawab dengan

kakak kelas dan mengetahui keberadaan At di dalam kamar mandi. Ust Lailis lalu

memberi pengertian bahwa apa yang dilakukan itu membuat At tidak nyaman,

takut dan marah lalu menyuruh Ak untuk meminta maaf. Ak awalnya diam saja

hingga Ust Lailis mengatakan bahwa meminta maaf itu tidak perlu malu dan

merupakan tindakan yang pemberani. Ak lalu meminta maaf pada At tetapi

suaranya sangat lirih sehingga At tidak mendengar sehingga Ust Lailis perlu

meminta Ak untuk mengulangi kembali sampai At mendengar. Setelah selesai

meminta maaf dan At memaafkan Ak, Ust Lailis lalu menyuruh mereka untuk

kembali ke barisan yang sama dan melanjutkan pelajaran.

140
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Jumat, 24 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-13.00 WIB

Deskripsi kegiatan :

Tidak terdapat kasus bullying sehingga peran guru kelas tidak

teramati.Namun mendokumentasikan Ustadzah Lina yang tengah piket supervisor.

141
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Rabu, 29 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-14.15 WIB

Deskripsi kegiatan :I

Ustadzah Lina menyuruh siswa untuk menyelesaikan maket rumah impian

secara berkelompok, setelah hampir semua siswa menyelesaikan beberapa

perabotan pada maket mereka, Ust.Lina meninggalkan kelas untuk ke

perpustakaan. Siswa laki-laki lalu mulai bermain pukul-pukulan dan berguling-

guling di depan kelas, Ust.Heri yang berada di kelas lalu menegur agar jangan

saling memukul saat bermain dan mengingatkan Ah agar tidak menindih Kk

karena akan sakit walaupun sedang bermain-main. Ah menurut dan memindahkan

tubuhnya dari atas tubuh Kk.

Deskripsi kegiatan : II

Pada saat classmeeting, kelas hanya berisi siswa laki-laki karena siswa

perempuan mengikuti ekstrakurikuler berenang. Ust Lina kemudian membentuk

dua banjar barisan saling menghadap antar siswa lalu bertanya satu per satu siswa

mengenai kesenangan siswa menonton tv dan acara apa yang mereka tonton.

Beberapa menjawab suka menonton upin ipin, spongebob sampai acara kartun

lainnya. Ust Lina lalu mengatakan apakah ada yang ingat sewaktu Ha dibantu

142
Akmembungkus kepala Ar dengan plastik? Semua menjawab masih ingat. Lalu

Ust Lina mengatakan bahwa setelah diselidiki dan bertanya pada bundanya Ha,

hal tersebut karena Ha mencontoh adegan di dalam film Larva. Ha menonton film

tersebut saat tidak ditemani oleh Ibunya. Ust Lina lalu saling bertanya jawab

dengan siswa apabila menonton tv sudahkah ditemani ayah bunda? Ada beberapa

yang menjawab ditemani ada yang diam dan ada yang menjawab tidak ditemani.

Ust Lina menyarankan agar mencontoh akhlak Nabi Muhammad yang baik dan

menghindari menonton sinetron seperti Anak Jalanan serta apabila menonton tv

harus ditemani oleh orangtua karena tidak semua tontonan di tv itu baik. Siswa

mengiyakan dan beberapa bercerita tentang pengalamannya menonton tv dan

bergaul dengan teman. Kemudian classmeeting ditutup dengan ucapan maaf

Ust.Lina apabila memiliki kesalahan kepada siswa hari ini dan menanyakan

kemauan siswa untuk memaafkan.Siswa lalu mengiyakan.Kemudian semua siswa

berdoa bersama dan pulang.

143
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Kamis, 30 Maret 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-14.15 WIB

Deskripsi kegiatan :I

Setelah kegiatan olahraga selesai, siswa keluar masuk kelas untuk

memasukkan baju ganti ke dalam loker.Kemudian terlihat Fr duduk di bawah

meja dan sela kursi yang berada di pojok timur ruangan sambil memilin-milin

tangan.Mukanya cemberut.

Deskripsi kegiatan : II

Ust.Lina mendekati Fr yang duduk di pojok kelas dan menanyakan kenapa duduk

sendirian di sini. Fr lalu menangis dan berkata bahwa iadinakali oleh Ha. Ust Lina

lalu menanyakan apa yang dikatakan oleh Ha pada Fr setelah Fr ditenangkan. Fr

lalu bercerita bahwa Ia diejek ‘jelek’ oleh Ha sambil sesegukan. Ust Lina

menanyakan apakah benar Ha melihat kearah Fr saat mengatakan hal tersebut dan

Fr mengatakan bahwa benar Ha melihat kearahnya (menujukan ejekan kepada Fr).

Lalu Ha dipanggil dan duduk diantara Ust Lina dan Fr di pojok kelas kemudian

Ha ditanyakan apakah benar Ha mennyebut Fr ‘jelek’, Ha mengiyakan tetapi tidak

mengatakan alasannya. Lalu At datang dan mengatakan kepada Ust Lina bahwa

Ha juga mengganggunya saat ganti baju dengan mencipratkan air dan mematikan

144
lampu saat ia tengah ganti baju selepas olahraga di kamar mandi dan menyebut At

serta Ty ‘upil’. Ust Lina lalu mengkonfirmasi pada Ty dan Ha.Ty membenarkan

hal tersebut tetapi Ha hanya diam sambil menunduk.Ust Lina lalu menanyakan

arti ‘upil’ ke Ha tetapi Ha berkata tidak tahu. Ust Lina kemudian bertanya pada

Ha apakah ia mau dipanggil ‘upil’ tetapi Ha tidak mau dipanggil seperti itu yang

artinya ia mengetahui arti dari kata tersebut (kesimpulan Ust Lina), kemudian Ust

Lina membandingkan keadaan saat Ha tidak masuk sekolah dimana tidak ada

teman-temannya yang menangis akibat Ha. Selama pembicaraan Ha hanya diam

dan menunduk. Ha lalu dinasehati oleh Ust Lina bahwa kata-kata itu tidak baik

dan teman-teman sekelasnya tidak menyukai tindakan yang dilakukan oleh Ha. Ha

diberikan pengertian bahwa apa yang dilakukannya merupakan akhlak yang tidak

baik. Hal ini lalu dibenarkan oleh teman-teman sekelasnya yang berada di

sekeliling Ha dan Fr saat Ust Lina menanyakan apakah menyukai perbuatan yang

barusan dilakukan oleh Ha. Teman-teman berkata bahwa Fr tidak jelek dan tidak

menyukai sikap jelek Ha. Ust Lina lalu bertanya apakah Ha ingin belajar sendiri

dirumah? Dan memberitahu konsekuensi yang harus dijalani Ha yakni antara lain

tidak boleh ikut berbaris bersama teman-teman dan harus duduk sendiri agar tidak

mengusili teman lain. Fr sendiri dinasehati oleh Ust Lina agar tidak bermain

dahulu dengan Ha sampai Ha mau meminta maaf padanya dan Fr juga diingatkan

agar jangan langsung menangis saat diejek oleh teman namun langsung melapor

pada ustadzah Lina atau Lailis atau pada supervisor yang ada didekatnya.

Sementara Ha yang belum meminta maaf pada Fr dilarang meninggalkan tempat

atau bermain bersama teman sampai dirinya meminta maaf pada Fr. Hingga

145
dhuhur Ha belum mau meminta maaf kepada Fr hingga perlu diulang kembali

nasehat untuk meminta maaf oleh us Lina agar Ha bersedia meminta maaf.

Setelahnya, Ha menghampiri Fr dan meminta maaf

Deskripsi kegiatan : III

Ust Lina lalu keluar kelas dan mendiskusikan langkah yang diambil

dengan Ust Lailis.Kemudian beliau masuk dan mengambil gambar serta

mengetikkan keterangan di hp. Setelah memberitahukan konsekuensi yang harus

Ha lakukan yakni berdiam diri di dalam kelas dan larangan sementara untuk

bergabung bermain dengan teman-teman, Ust Lina lalu keluar kelas.

146
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Rabu, 5 April 2017

Jam Pelaksanaan : 08.00-14.30 WIB

Deskripsi kegiatan :

Saat siswa mengantri untuk mendapatkan cap dari ustadzah, siswa laki-

laki mulai mendorong karena tidak sabar, Ty yang merasa terjepit kemudian

mengadu pada Ust Lailis bahwa dirinya merasa sakit dan tidak nyaman. Tiba-tiba

terdengar suara kursi yang terjatuh akibat Rf tidak hati-hati saat memegang dan

merapikan kursi sehingga hampir mengenai siswa lain yang sekelompok dengan

Rf. Kemudian saat muroja’ah, Ak bermain dorong-dorongan dengan Ah kemudian

kaki Ak tersandung kaki Ar yang sedang telungkup. Ak terjatuh dan menindih Ar.

Ust Lailis yang melihat hal tersebut lalu mengumpulkan anak-anak dalam barisan-

barisan kemudian bertanya siapa yang menjaga diri kita apabila kita terkena

sesuatu atau dijahati teman? Siswa menjawab diri kita sendiri. Lalu Ust Lailis

menasehati dengan kalimat bahwa yang menjaga diri kita adalah kita sendiri

sehingga apabila merasa capek atau tidak aman, siswa dapat berisitirahat atau

melapor pada ustadz/ustadzah walikelas atau yang ada di sekitar kejadian agar

siswa dapat dibantu masalahnya hingga selesai lewat classmeeting atau lainnya.

147
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Kamis, 6 April 2017

Jam Pelaksanaan :

Deskripsi kegiatan :I

Melihat Ha dan Fr menghias nama anggota kelompok bersama secara

bergantian. Ha mengatakan sesuatu pada Fr dengan sedikit memaksa tetapi Fr

mengatakan tidak suka dan menyatakan ketidaknyamanannya atas gangguan Ha

dengan kata-kata ‘emoh’. Melihat hal tersebut, Ha lalu meminta maaf pada Fr dan

Fr memaafkan Ha kemudian mereka mulai mengerjakan hiasan papan nama

kelompok bersama-sama.

Deskripsi kegiatan : II

Ust Lina menasehati Fr dan Ha agar tidak bermain tarik-tarikan tangan

karena dikhawatirkan akan terjadi tindakan perkelahian yang mengarah ke

bullying seperti kejadian sebelumnya atau kecelakaan.

148
CATATAN LAPANGAN

Jenis kegiatan : Observasi di dalam kelas

Hari/Tanggal : Jumat, 7 April 2017

Jam Pelaksanaan : 07.00-15.30

Deskripsi kegiatan :

Pada saat makan siang, siswa kelas 1a mulai keluar untuk makan bersama

di diningroom. Ha terlihat ikut mengantri dengan teman-temannya tetapi tidak

lama kemudian Ha mulai mendorong-dorong teman yang antri di depannya sambil

tertawa-tawa. Teman-teman Ha yang terdesak dan terhimpit mulai ribut serta

berteriak kesakitan akibat dorongan Ha.Hal ini membuat barisan siswa laki-laki

yang mengantri menjadi tidak rapi dan beberapa makanan berceceran karena

tersenggol teman yang terdorong oleh Ha.Ust Lina yang melihat hal tersebut lalu

mulai mendekati Ha dan menggandeng Ha untuk duduk di kursi ruang

diningroom.Beliau lalu memberitahukan peraturan untuk mengantri dengan tertib

dan bahwa perilaku mendorong-dorong teman tersebut menyakiti teman-temannya

serta mulai mencari tahu penyebab Ha melakukan hal tersebut. Ha terlihat

menunduk dan diam saat ditanyai oleh Ust Lina. Kemudian Ust Lina menyuruh

Ha untuk mengantri dengan tertib dan dilarang untuk duduk dan makan bersama

dengan teman-teman namun harus duduk dengan ustadz yang berada di

diningroomtersebut sebagai konsekuensi dari tindakan yang telah dilakukan oleh

Ha. Ha lalu menangis. Namun saat di dalam kelas, Ha tampak tenang saat

mengantri untuk mendapatkan cap dari ustadzah.

149
Lampiran 6. Reduksi, Display dan Kesimpulan Hasil Observasi

REDUKSI, DISPLAY DAN KESIMPULAN HASIL OBSERVASI KELAS

NO ASPEK INDIKATOR HASIL OBSERVASI REDUKSI KESIMPULAN


1. Peran guru A. Pemberian Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Pemberian informasi Peran guru kelas
kelas sebagai informasi pada Guru memberitahukan bahwa menindih pada siswa dilakukan sebagai pembimbing
pembimbing siswa mengenai teman itu tidak boleh ketika Ah menindih langsung pada saat terhadap korban dan
tata tertib di kelas teman saat bermain. terjadi kasus atau pada pelaku adalah:
dan sekolah Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) saat kelas sedang 1. Memberikan
tentang perilaku Guru mengingatkan dengan melakukan diskusi informasi
bullying memberitahukan kembali peraturan tidak classmeeting. mengenai tata
boleh bermain dalam kelas. tertib tentang
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) bullying langsung
Tidak teramati. pada saaat terdapat
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) kasus bullying atau
Guru menginformasikan bahwa perbuatan lewat classmeeting
Ak membuat tidak nyaman At saat kepadasiswa
classmeeting antara Ak dan At. 2. Menjelaskan
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) pengertian bullying
Tidak teramati lewat bahasa yang
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017) mudah dipahami
Guru memberitahukan tidak boleh bermain anak
saling pukul atau tindih pada siswa laki- 3. Menjelaskan
laki karena dapat terluka tindakan yang
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017) dilakukan guru
Tidak teramati saat terjadi
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017) bullying yakni

150
Tidak teramati meminta pelaku
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017) meminta maaf,
Tidak teramati pengurangan hak
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017) dan crosscheck
Ust Lina memberitahukan tata tertib di antar pelaku dan
ruang makan dan peraturan untuk bersikap korban.
baik dengan teman kepada Ha
B. Penjelasan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Penjelasan mengenai
mengenai Tidak teramati pengertian bullying
bullying Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) dilakukan oleh guru
Tidak teramati kelas dengan kalimat
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) yang lebih mudah
Tidak teramati dipahami oleh siswa.
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) Penjelasan tentang
Tidak teramati bullying disampaikan
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) pada saat terjadi suatu
Tidak teramati kasus.
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Menjelaskan bahwa perilaku Ha termasuk
akhlak yang tidak baik, dan tidak disukai
oleh siswa
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Penjelasan mengenai terkena sesuatu,
dijahati oleh teman dan menjaga diri dari
sendiri agar aman dari Ust Lailis pada
siswa

151
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Tidak teramati
C. Penjelasan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Tidak ada penjelasan
tindakan yang Tidak teramati dari guru sebelumnya.
akan diambil Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) Penjelasan tindakan
oleh guru kelas Tidak teramati yang akan diambil
saat terjadi Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) oleh guru kelas
bullying Tidak teramati dilakukan saat terjadi
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) bullying dengan
Tidak teramati meminta pelaku untuk
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) meminta maaf pada
Tidak teramati korban, pengurangan
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017) hak (tidak boleh
Ust Lina mengatakan akan menyelidiki bermain, tidak boleh
penyebab suatu kasus dapat terjadi lewat duduk dengan teman),
kedua belah pihak yakni dari pihak korban dan melakukan
dan pihak pelaku penyelidikan mengapa
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017) suatu kasus dapat
Ha tidak diperbolehkan bermain dan harus terjadi antara korban
meminta maaf pada Fr dan pelaku
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017) (crosscheck)
Siswa disuruh untuk melapor apabila
merasa tidak aman agar guru dapat
menyelesaikan kasus lewat classmeeting
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Tidak teramati

152
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Ada konsekuensi apabila seseorang
melakukan bullying (Ha) diantaranya tidak
boleh duduk bersama teman dan harus
duduk dengan ustadz
2. Peran guru A. Penumbuhan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Cara penumbuhan Peran guru kelas
kelas sebagai hubungan yang Fr maupun Ah saling mengoreksi jawaban hubungan positif antar sebagai mediator dan
mediator dan positif antara dengan Ust Lailis dan masing-masing pelaku dan korban fasilitator bagi pelaku
fasilitator pelaku dan mengiyakan pendapat yang benar. ialah dengan saling dan korban bullying
korban untuk Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) mendengarkan diantaranya adalah
saling Ust Vita menyuruh siswa meminta maaf pendapat, meminta dengan:
menghormati dan dan mengingatkan untuk bermain bersama maaf, menempatkan 1. Menumbuhkan
menghargai di luar kelas pelaku dan korban hubungan positif
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) dalam satu kelompok lewat saling
Tidak teramati dan mengawasi mendengarkan
interaksi antar pelaku pendapat, meminta
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) dan korban. maaf,
Menempatkan Ak dan At dalam satu menempatkan
barisan yang sama agar dapat berinteraksi kedua belah pihak
dan menyuruh Ak meminta maaf pada At dalam satu
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) kelompok dan
Tidak teramati mengawasi
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017) interaksi antara
Tidak teramati pelaku dan korban.
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017) 2. Mendorong
Menempatkan Fr dan Ha pada satu terjadinya tingkah
kelompok pembuatan maket rumah impian laku sosial yang
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017) baik lewat

153
Tidak teramati pengawasan
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017) sebagai supervisor
Membiarkan Fr dan Ha bermain bersama di berbagai tempat
dan bekerja dalam satu kelompok dengan 3. Memiliki berbagai
pengawasan guru agar tidak terjadi kasus sumber belajar
bullying mengenai apa itu
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017) perilaku bullying
Tidak teramati yakni buku cerita,
poster, dan lewat
classmeeting.

154
B. Pendorong Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Cara guru kelas untuk
tingkah laku Tidak teramati mendorong terjadinya
sosial yang baik Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) tingkah laku sosial
Ust Vita melakukan tugas sebagai yang baik adalah
supervisor di dekat kelas 1a untuk dengan terlibat dalam
mengawasi anak-anak program piket
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) supervisor yang tiap
Tidak teramati minggu sudah
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) dijadwalkan
Tidak teramati
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017)
Melihat Ust Lina memakai jaket oranye
untuk piket supervisor
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Melihat Ust Lailis menuju lapangan untuk
piket supervisor
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Melihat Ust Lailis berada di diningroom
untuk piket supervisor
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Tidak teramati
C. Pengusahaan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Sumber belajar yang
sumber belajar Teramati lewat dokumentasi poster digunakan oleh guru
mengenai stopbullying kelas yakni lewat

155
perilaku bullying Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) buku cerita, poster,
Tidak teramati dan lewat diskusi
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) classmeeting yang
Teramati lewat dokumentasi buku cerita diadakan tiap selasa
‘Aku Tidak Memukul Sembarangan’ dan rabu
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Lewat classmeeting dan diskusi tontonan
yang baik oleh Ust Lina
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Lewat classmeeting yang diadakan oleh
Ust Lailis membahas tentang
tanggungjawab terhadap diri sendiri
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Tidak teramati
3. Peran guru A. Memberikan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Pemberian saran pada Peran guru kelas
kelas sebagai saran pada Guru mengatakan pada Ah (pelaku) untuk pelaku/korban sebagai penasehat
penasehat pelaku/korban berhati-hati dan menyuruh Fr (korban) bullying oleh guru diantaranya:
bullying untuk mengungkapkan ketidaksukaan pada kelas adalah 1. Memberikan saran
apa yang dilakukan oleh temannya menyarankan untuk pada pelaku dan
Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) meminta maaf, belajar korban dengan

156
Guru menyarankan untuk berhati-hati saat di rumah (bagi cara saling
bermain agar tidak menimbulkan korban pelaku), melaporkan, meminta maaf dan
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) mengungkapkan memaafkan,
Tidak teramati ketidaksukaan serta belajar di rumah
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) memaafkan (bagi (pelaku), melapor,
Menyarankan Ak(pelaku) untuk meminta korban), berhati-hati mengungkapkan
maaf dan menyarankan At (korban) untuk saat bermain dan ketidaksukaan,
memaafkan memilih tontonan berhati-hati, dan
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) yang tidak memilih tontonan
Tidak teramati mengandung yang baik
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017) kekerasan 2. Memberikan
Menyarankan untuk memilih tontonan rujukan pada
yang baik dan tidak mengandung BK/Psikolog saat
kekerasan dengan didampingi orangtua diperlukan
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017) konseling lebih
Ust Lina menyarankan Fr (korban) untuk lanjut.
tidak langsung menangis apabila dijahati
teman tetapi lapor kepada guru kelas atau
spv
Ust Lina menyarankan Ha (pelaku) untuk
belajar di rumah, meminta maaf pada Fr
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Ust Lina menasehati Fr dan Ha agar
berhati-hati dengan tidak bermain tarik-
tarikan tangan
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)

157
Tidak teramati
B. Merujuk pada Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Perujukan ke
guru Tidak teramati BK/Psikolog tidak
BK/Psikolog Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) terjadi selama
apabila Tidak teramati observasi tetapi
diperlukan Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) teramati lewat
konseling lebih Tidak teramati dokumentasi
lanjut pada kasus Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017)
bullying Tidak teramati
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Teramati lewat dokumentasi
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Tidak teramati
4. Hambatan Kesulitan guru kelas Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Kesulitan yang Hambatan saat
yang dialami saat menangani Tidak teramati dialami oleh guru menangani kasus
oleh guru kelas kasus bullying Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) kelas adalah pelaku bullying adalah:
saat Tidak teramati enggan meminta maaf 1. Pelaku enggan
penanganan Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) dan guru harus meminta maaf
bullying Tidak teramati mengulang kembali 2. Pelaku diam saat
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) nasehat untuk dimintai

158
Ak tidak mau meminta maaf pada At meminta maaf pada keterangan alasan
secara terbuka sehingga Ust Lailis harus korban serta pelaku melakukan
mengulangi kembali agar Ak mau meminta diam saat diminta tindakan bullying
maaf dengan jelas keterangan
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Ha belum mau meminta maaf pada Fr
sampai waktu dhuhur sehingga Ust Lina
perlu mengulang kembali nasehat agar Ha
mau meminta maaf pada Fr
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Ha diam saat ditanya alasan melakukan
tindakan tersebut
5. Hasil A. Hasil penanganan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Penanganan guru Hasil penanganan
penanganan terhadap korban Fr lebih sering menggunakan kata ‘nggak kelas terhadap korban terhadap korban dan
yang dilakukan mau’ ketika tidak nyaman dengan hasilnya ialah korban pelaku bullying
oleh guru kelas perlakuan teman lebih sering diantaranya adalah:
terhadap Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) menunjukkan 1. Korban mampu
pelaku dan Mau memaafkan dan kembali bermain ketidaknyamanan membela dirinya
korban dengan semua teman termasuk Af dan Nr dengan berkata tidak sendiri, mau
bullying Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) mau (membela diri), memaafkan pelaku

159
Tidak teramati serta mau memaafkan dan tampak puas
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) pelaku dan korban saat laporan atas
At tidak cemberut lagi lalu masuk kembali tampak puas setelah tindakan bullying
dalam barisan dan mau memaafkan Ak masalahnya teratasi. diselesaikan oleh
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017) guru kelas
Tidak teramati 2. Pelaku lebih
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017) berhati-hati, tidak
Tidak teramati lagi melakukan
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017) bullying, mau
Fr menggunakan kata ‘emoh’ dan meminta maaf dan
menyatakan ketidaknyamanan saat berteman dengan
diganggu Ha korban
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Fr menggunakan kata ‘emoh’ dan
menyatakan ketidaknyamanan saat
diganggu Ha
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Tidak teramati
B. Hasil penanganan Observasi 1 (Senin, 20 Maret 2017) Penanganan terhadap
terhadap pelaku Ah berhati-hati saat bermain dengan Fr pelaku hasilnya ialah
dengan tidak melibatkan permainan fisik pelaku lebih berhati-
Observasi 2 (Selasa, 21 Maret 2017) hati, tidak lagi
Af dan Nr bermain di luar kelas tanpa menyakiti atau
menyakiti teman menjahili teman,
Observasi 3 (Rabu, 22 Maret 2017) menangis, mau
Tidak teramati meminta maaf, dapat

160
Observasi 4 (Kamis, 23 Maret 2017) berteman dan bermain
Tidak terdapat laporan Ak menjahili kembali dengan
teman-temannya saat ganti di kamar mandi korban
Observasi 5 (Jumat, 24 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 6 (Rabu, 29 Maret 2017)
Tidak teramati
Observasi 7 (Kamis, 30 Maret 2017)
Ha membiasakan meminta maaf saat
merasa bersalah pada teman
Ha dapat berteman baik dengan Fr
Observasi 8 (Rabu, 5 April 2017)
Tidak teramati
Observasi 9 (Kamis, 6 April 2017)
Ha membiasakan meminta maaf saat
merasa bersalah pada teman terutama Fr
Ha dapat berteman baik dengan Fr
Observasi 10 (Jumat, 7 April 2017)
Ha menangis saat menjalani konsekuensi
di diningroom namun tampak tenang saat
kegiatan di dalam kelas

161
Lampiran 7. Reduksi, Display, dan Kesimpulan Hasil Wawancara

REDUKSI, DISPLAY DAN KESIMPULAN HASIL WAWANCARA

A. Narasumber
1. Ust Yunisa (YS) Kepala Sekolah SDIT LHI Jumat, 07 April 2017
2. Ust Lailis (US) Guru Kelas IA Senin, 17 April 2017
3. Ust Lina (UL) Guru Kelas IA Selasa, 18 April 2017
4. Ust Yuni (YN) Guru BK Rabu, 19 April 2017
5. Haekal (HA) Siswa (Pelaku) Jumat, 21 April 2017
6. Arka (AR) Siswa (Korban) Jumat, 21 April 2017

B. Daftar Pertanyaan Peneliti


DAFTAR
INDIKATOR JAWABAN REDUKSI KESIMPULAN
PERTANYAAN
Peran guru kelas sebagai pembimbing terhadap korban dan pelaku
Pemberian informasi b. Apa saja tata tertib UL: “jadi sekolah kita itu ada buku Tata tertib di kelas dan Peran guru kelas
pada siswa mengenai di kelas terkait panduan namanya parents guide. sekolah terkait bullying sebagai pembimbing
tata tertib di kelas dan perilaku bullying? Disitu tercantum SOP. Semua tercantum dalam buku terhadap korban dan
sekolah tentang orangtua harapannya membaca buku parents guide dan pelaku adalah
perilaku bullying itu karena semua peraturan tercantum pemberian informasi memberikan
disitu dan menyampaikan pada anak tentang bullying pada informasi mengenai
termasuk tata tertib tentang bullying. siswa dilakukan secara tata tertib di kelas
Misal point 4 dan 5 di the school rules contextual learning lewat dan sekolah tentang
itu bisa mbak.” diskusi classmeeting, perilaku bullying
US: “ada itu mbak, tapi tidak dirinci. morning motivation atau lewat diskusi
Tapi yang jelas nggak hanya satu kelas role play. classmeeting
tapi menyeluruh peraturan itu. Ada di maupun lewat cerita-

162
buku parents guide. Dari mulai tata cerita saat morning
tertib, aturan, SOP dan tidak ditempel motivation. Siswa
tetapi harapannya di kelas itu belajar mengenai
semuanya sudah diberitahu tentang tindakan guru kelas
parents guide itu. Karena disini kan yang akan diambil
yang dicantumkan dikelas kan saat terjadi bullying
biasanya peraturan kelas. Nggak yang, lewat contextual
tidak boleh memukul. Peraturan nomer learning saat
3 yang meminta maaf, nomer 4 dan 5 classmeeting.
masuk peraturan anti bullying juga.”
YS: “di parents guide sudah ada
semua, dibagikan di pertemuan akbar
tapi tidak ada guru kelas.
Pertemuannya itu stadium general ke
orangtua tapi tidak dijelaskan secara
detail isi parents guide. Tidak dibahas
lagi.”
YN: “biasanya kalau di kelas
kesepakatan siswa-siswanya sama
guru jadi tidak mesti ada bullyingnya
termasuk di kelas 1a”
AR: “hm.. mendengarkan, tidak boleh
bertengkar dengan teman.”
HA: “harus mendengarkan yang baik,
gak boleh main sendiri. Lainnya... gak
tau. Lupa.”
c. Apa saja tata tertib UL: “termasuk tata tertib di sekolah
di sekolah terkait itu juga ada di parents guide itu juga

163
sekolah anti mbak.”
bullying? US: “ada di parents guide juga mbak.”
YS: “kalau bullying ada di parents
guide bagian dicipline policy “
YN: “Keseluruhan kelas itu pas
upacara. Pas awal masuk disampaikan.
Dan dikuatkan lewat morning
motivation. Mengulang-ulang itu
disitu.”
AR: “gak inget”
HA: “dikasih tau tapi lupa.”
d. Bagaimana cara UL: “pemberian infomasi tentang tata
guru kelas tertib itu tidak disampaikan tapi anak
memberikan langsung tau kalau bullying itu tidak
informasi mengenai boleh karena saat ada kasus langsung
tata tertib tersebut? kami tangani dan beri tahu.
memberitahu memakai bahasa yang
dimengerti anak. Seperti bahasa
sehari-hari bertanya ‘ada apa’. Tidak
langsung menghakimi. Tidak kasar
juga kalau bertanya.”
US: “kita banyak role play, kalau
nggak role play kita bikin cerita.
Kalau ada begini, temanmu begini, apa
yang anda lakukan. Jadi kita tidak
hanya memberikan tapi anak-anak
juga ada diskusi, ada clasmeeting.
Setiap masalah pun pasti didiskusikan

164
bersama. Kita diskusi sampai anak
mengerti itu tidak baik dan tidak
dilakukan.. Walaupun hanya satu atau
dua anak yang bermasalah tapi semua
anak harus tahu, tapi ketika sudah
selesai. Jadi masalahnya tidak
diselesaikan di dalam forum besar tapi
si anak diambil terlebih dahulu.
Selesai baru kita bahas. Kan kadang
ada yang tanya tadi kenapa sih ust,
kok begitu tadi kenapa sih ust..gitu.”
YS: “Tidak dalam bentuk sosialisasi
peraturan tapi lebih ke aktifitas, hasil
dari classmeeting, siswa belajar secara
contextual learning kalau ada kasus.
Itu lebih kuat biasanya daripada
berkata ke anak kalau peraturannya ini
ini ini.“
AR: “gak tau. Taunya mendengarkan
dengan baik. ”
HA: “gak dikasih tau.”
Penjelasan mengenai 1. Apa yang diketahui UL: “Bullying itu ketika seorang anak Guru dan warga sekolah
bullying saudara mengenai melakukan tindakan yang tidak mengetahui mengenai
bullying? menyenangkan terhadap orang lain perngertian bullying dan
baik itu fisik, verbal atau gestur misal jenis-jenisnya. Siswa
tatapan mengintimasi itu udah belajar mengenai apa itu
termasuk bullying disini.” bullying lewat
US: “bullying itu tindakan menyakiti classmeeting, dan cerita-

165
baik secara sengaja atau tidak, mulai cerita saat morning
dari verbal, sikap, sosial pergaulan. motivation yang
Memang sumbernya 2 ya verbal dan bertujuan agar anak lebih
fisik.” paham dan dapat
YS: “bullying itu ada 3 macam meneladani dari cerita
sepengetahuan saya. Phsysical kayak tersebut sehingga tidak
menyakiti fisik, verbal lebih ke anak- membully teman.
anak olok-olokan, kemudian yang ke
tiga seperti aku nggak mau main
dengannmu, itu bullying sosial.”
YN: “Bullying itu kan perilaku yang
dia cenderung menyakiti, orang lain,
baik itu psikisl maupun fisik. Dan
disini juga menekankan bahwa
bullying itu tidak hanya kita misalkan
dorong teman sampai terluka tapi juga
bisa fisik, psikis, verbal semacam
umpatan julukan tidak baik. Bullying
fisik ini yang paling diperhatikan oleh
guru kelas.”
AR: “nggak tau bullying.” (tapi
mengetahui kalau perbuatan mengata-
ngatai teman, mencubit dan membuat
teman tidak nyaman itu termasuk
perbuatan nakal)
HA: “tau. Kekerasan. Aku punya
bukunya. Dikasih tau bunda.”
2. Bagaimana caraguru UL: “jadi ketika akan menjelaskan itu

166
kelas untuk kita mencari cerita-cerita bagaimana
menjelaskan Nabi Muhammad menghadapi kalau
bullying? ada umatnya bullying itu. Misalnya
ketika Rasul itu diludahi, dilempari
batu, diejek, diasingkan oleh tetangga.
Kan bisa masuk bullying fisik, sosial
sama verbal. Jadi kita mengambil
siroh nabawiyah. Atau nanti dikaitkan
dengan Al-Qur’an misalnya menjaga
lisan. Atau hadist menjaga lisan kan
ada mbak, yang berkata yang baik atau
diam. Sama surat An-Nisaa yang gak
boleh bisik-bisik ngomongin teman
yang jelek-jelek.”
US: ”kalau secara kosakata dan
langsung, itu jarang. Tapi lebih ke, hal
itu boleh nggak dilakukan? Tidak ‘eh
itu bully lho!’ Itu nggak. Kita pakai
bahasa yang mudah dimengerti anak.
Jadi kita tidak langsung menghakimi
atau marah-marah. Misalnya kiki
kemarin diejek kiko. Terus nanti tanya
ke kiki suka nggak dibegitukan? Terus
kiki jawab gak suka ust. Terus nanti
kan kita manggil yang ngejek, kita
tanya tau nggakkalau kiki nggak suka
dipanggil kiko? Nggak tau ust. Terus
nanti kita bilang, tapi kiki nggak suka

167
lho dipanggil kiko. Kiki nggak mau,
dia sedih. Terus kamu gimana? Nanti
kan anak si pelaku akan bilang, nanti
aku minta maaf dan tidak mengulang
lagi. Gitu mbak.”
YS: “tidak dijelaskan tapi lebih kepada
kegiatan secara langusng lewat
morning motivation atau pas
classmeeting.”
YN: “kalau untuk kelas bawah pakai
konseling kelompok, itu seperti
classmeeting.”
AR: “Nggak tau.”
HA: “nggak tau.”
3. Bagaimana cara UL: “jadi kita itu pagi
guru kelas untuk morningmotivation. Kita kadang suka
memandu siswa menceritakan cerita yang sesuai
agar berperilaku dengan keadaan siswa. Misal kemarin
sesuai aturan di itu ada utang-utangan kartu. Terus
sekolah mengenai nanti kita cari cerita tentang hukum
program sekolah utang-piutang. Intinya kita kan umat
anti bullying? Islam jadi sebisa mungkin apa yang
kita sampaikan mengarah ke Nabi
Muhammad. Insyaallah anak-anak sih
udah paham ya mbak, apa yang
disampaikan gurunya itu orientasinya
kemana. Jadi disini itu gak ada istilah
guru dikte anak. Kita memancing

168
pendapat anak. Selain itu kalau tiap
selesai pelajaran kan kami selalu minta
maaf kalau ada yang salah. Terus
lewat simulasi kayak kemarin itu ada
surat-suratan. Kami jelaskan
bagaimana kalau suratnya jatuh k etas
ust lailis padahal isinya jelek terus
nanti ust lailis marah ke ust lina karena
dikira mengejek ust lailis. Terus nanti
anak kan kami ajak agar mau
ngomong langsung kalau ada masalah,
jangan pakai surat-suratan.”
US: “Seperti yang di awal tadi ya
mbak, kita ada diskusi. Kalau di
rumah kan ada ayah bunda, kalau di
sini siapa? ada banyak teman. Sesama
teman kan bersaudara, nah mau nggak
kamu diginikan? kalau kamu
dikucilkan, nggak diajak teman, mau
nggak? Nggak mau kenapa? Nggak
enak begini-begini.”
YS: “kalau di kita ada beberapa
program untuk membantu. Pertama
ada morning motivasi lebih ke
mencegah kayak input positif cerita-
cerita, siroh. Kemudian ada yang
sudah terjadi bullying ada bagaimana
menangani itu ada di parents guide

169
sudah ada aturan-aturan untuk
emergency classmeeting. Kayak
musyawarah anak.”
AR: “ustdzah bilang jangan diulangi.”
HA: “Ustadzah suka cerita, pas pagi.”
Penjelasan tindakan Bagaimana tindakan UL: “Pake diskusi classmeeting mbak. Tindakan guru kelas
yang akan diambil guru kelas saat terjadi Anak-anak disini juga sudah lumayan ketika terjadi bullying
guru kelas saat terjadi bullying? aware kok kalau ada yang ngomong tergantung jenis bullying,
bullying apa dikit, atau bisik-bisik ngomongin. namun secara
Nanti anak udah aware dengan yang keseluruhan tindakan
kayak gitu terus bilang ke kami.” guru kelas adalah
US: ”langsung mbak pake emergency langusung mengadakan
classmeeting, jadi walaupun sedang emergency classmeeting
pelajaran kalau ada masalah ya sedangkan penjelasan
langsung kita tangani pakai lainjuga didapatkan dari
classmeeting. Jadi kita terbantu diskusi classmeeting.
dengan adanya partner di kelas, kalau
ada kayak gitu ya salah satu kita
segera menyelesaikan.”
YN: “berdasarkan levelnya. Kalau
verbal, masih diingatkan. Kalau sudah
3x melanggar nanti ada ancaman
untuk pemanggilan ortu. Kalau dia
melakukan bullying fisik itu sudah
langsung pemanggilan orangtua.”
YS: “kalau saya kan tidak mengamati
langsung, biasanya lihat dari incident
report itu. Biasanya tergantung jenis

170
bullyingnya apa, kalau masih verbal
ya teguran.”
AR: “diingetin.”
HA: “diselesaikan.”
Peran guru kelas sebagai mediator dan fasilitator terhadap korban dan pelaku
Penumbuhan 1. Bagaimana cara UL: “Langsung aja lapor ke guru kelas Apabila siswa melihat Peran guru kelas
hubungan yang positif siswa yang melihat atau supervisor yang pakai baju perilaku bullying dapat sebagai mediator dan
antar pelaku dan perilakubullying oranye-oranye itu kan kalau misal langsung melapor ke fasilitator adalah
korban untuk saling untuk melapor pada kejadiannya di luar kelas. Lapor saat ustadzah sehingga menumbuhkan
menghormati dan guru? itu juga.” tercipta hubungan positif hubungan positif
menghargai US: “Kita langsung mbak. Kayaknya antar siswa. Selain itu antar pelaku dan
anak-anak disini sudah pada sensitif ya juga dikuatkan kembali korban lewat
untuk masalah itu dan biasanya pemberian nasehat penguatan nasihat
langsung lapor ke kami.” positif, pembuatan positif, pelaporan
YS: “kalau kita yang sering kita kesepakatan antar korban tindakan bullying
tanamkan itu membela diri, baru kalau dan pelaku, pada guru kelas,
sudah bilang tidak suka kok masih pengelompokan antar pembuatan
sama ya nanti lapor ke ustadzah. Itu korban dan pelaku, dan kesepakatan antar
kalau korban, kalau bukan korban bisa saling minta maaf dan korban dan pelaku,
langsung lapor ke ustdaza/ustadzah memaafkan. Selain itu pengelompokan
walikelas atau supervisor kalau pas penumbuhan hubungan antar korban dan
berada di luar kelas.” positif juga didapatkan pelaku, saling maaf
YN: “langsung lapor saja” dari habit training memaafkan. Selain
AR: “ustadzah…disuruh lapor.” pendengar yang baik, itu penumbuhan
HA: “bilang ke ustadzah.” pengetahuan akan adanya hubungan psotif juga
2. Bagaimana cara UL: “Kalau di kelas ini sih konsekuensi saat siswa didapatkan dari
guru kelas Alhamdulillah nggak ada ya mbak. (pelaku) melakukan pengetahuan akan
menumbuhkan Mungkin karena masih kelas bawah. bullying yakni dengan adanya konsekuensi

171
perilaku positif antar Jadi kalau udah minta maaf, maaf- adanya teguran, saat siswa (pelaku)
pelaku dan korban maafan itu ya udah nanti main bareng pengurangan hak, melakukan bullying
di dalam kelas? lagi. Terus nanti juga dikuatkan lagi penyelidikan penyebab yakni dengan adanya
mbak kalau disini kamu itu bebas, kasus dapat terjadi konsekuensi
nggak ada yang boleh ngelarang- dengan orangtua dan diantaranya teguran,
larang kamu atau menakut-nakuti harus meminta maaf pada pengurangan hak,
kamu. Terus bisa juga ditempatkan korban. penyelidikan
dalam satu kelompok biar ada penyebab kasus
interaksi. Dan kami juga bersinergi dapat terjadi dengan
dengan orangtua kan biasanya ortu orangtua dan harus
suka cerita. Kelas 1 juga habit meminta maaf pada
trainingnya ada pendengar yang baik. korban. selain itu
Jadi anak bisa saling mendengarkan tingkah laku sosial
kalau ada yang sedang berbicara.” yang baik juga
US: “Kalau disini alhamdulillah tidak didorong oleh guru
ada anak-anak yang si A dan si B kelas agar dapat
bareng-bareng terus, nge geng gitu itu memediasi kasus
nggak ada. Cuma kemarin memang Ha bullying lewat
itu pernah dijauhi karena teman-teman keikutsertaan guru
lain merasa Ha itu nakal, tapi cuma dalam kegiatan
sebentar. Kita juga biasa supervisor,
menempatkan siswa itu ke dalam pengisiam angket
kelompok secara berbeda-beda. Kalau incidental report,
misal ada masalah seperti bullying itu classmeeting,
kita kerucutkan masalahnya, kita tanya wawancara orangtua,
kedua-duanya ‘tadi kenapa, kok bisa?’ dan classmeeting.
dan suruh minta maaf. Kalau masih Guru kelas juga
dendam kita tunggu, sampai mau menggunakan

172
memaafkan. Tapi kalau dia kita sumber belajar
tunggu sampai maksimal marahnya itu mengenai bullying
masih belum mau jawab dan masih lewat mata pelajaran
diem, kan tandanya masih dendam. PSHE, ceramah dari
nanti kita tanya yang buat kamu marah kepala sekolah,
apa, terus bilang ke pelakunya ‘nak ini cerita di morning
dia masih sakit hati lho, masih marah motivation.
sama kamu. Gimana?’ nanti pelaku
kan bilang kayak ‘aku nggak ulangin
lagi ust’ atau ‘aku bakal diem kok ust’
gitu. Jadi ada deal-deal an disitu antara
pelaku dan korban. Jadi kita masih
awasi korban dan pelaku.”
YS: “diajak bicara bagaimana
perasaanmu, tapi tunggu tenang dulu
agar bisa saling mendengarkan. Baru
di classmeetingkan”
YN: “biasanya dari walikelas mulai
minta maaf, mendamaikan. Kalau
sudah agak berat bisa ke BK.”
AR: “minta maaf”
HA: “suruh minta maaf ke temen.”
3. Apa konsekuensi UL: “Dikasih tahu kalau tidak boleh
yang diterima oleh melakukan itu. Kita tegur pertama-
pelaku saat tama. Tapi kalau udah 3x bullying ya
melakukan tindakan nanti dapat kartu merah. Kalau baru
bullying? sekali nanti dapet 1 kartu kuning. Nah
kartu merah itu akan terhapus kalau

173
sudah melakukan kebaikan tanpa
disuruh. Kalau sudah 3x kartu merah
nanti orangtua dipanggil.”
US: “kadang kita ngurangin istirahat,
kadang kita suruh berdiam diri, kalau
sampai dia fisik bisa sampai skorsing
kalau sampai berulang-ulang. Tapi
bukan di kelas ini. Dan alhamdulillah
kalau udah mengalami itu, anaknya
jadi bisa berpikir lagi tentang
perbuatan dia sewaktu skorsing di
rumah.”
YS: tergantung. Kalau masih ringan
nanti tergantung guru kelas. Atau
kesepakatan teman-teman sekelas.
Kalau sudah dapat peringatan nanti
kayak pengurangan waktu bermain,
atau hal-hal yang tidak dia suka.
Intinya pengurangan hak.”
HA: “suruh diem, menyelesaikan.”
Pendorong tingkah Guru kelas terlibat UL: “Supervisor mbak, itu guru kelas Guru kelas terlibat dalam
laku sosial yang baik dalam kegiatan apa saja sudah ada jadwal piketnya. Biasanya kegiatan supervisor,
dalam menangani kasus supervisor itu ditempatkan di pengisian angket
bullying? playground, lapangan upacara, koridor incidental report,
tengah, selatan di kelas 6 sama classmeeting, wawancara
diningroom. Sama ngisi incidentreport orangtua, star of the
yang nanti diberikan ke BK. Terus ada week, kartu merah kartu
sistem kartu, nanti ada kartu kuning kuning dan diskusi

174
kartu merah tapi kurang efektif classmeeting
walaupun masih jalan. Sistem kartu itu
nanti kalau 3x melakukan bullying kan
dapat kartu merah 1.Tapi dikelas 1
belum jalan, kelas atas sudah. Terus
juga star of the week, itu bisa juga
digunakan untuk menangani kasus.
Misal pelaku liat temannya kok
berbuat baik terus dapet star of the
week nanti kan dia jadi gak bully terus
bisa kita calonkan jadi star of the
week.”
US: “kadang piket jadi supervisor
seminggu tiga kali. Jadwalnya gak
tentu kadang rabu, senin, jumat selama
masing-masing 1 jam.Spv itu
dilakukan setiap anak di luar kelas,
dan setiap hari dari senin-jumat.
Malah setau saya lebih banyak guru
kelasnya yang terlibat disana, tapi itu
di luar kelas. Terus dari BK juga ada
pengisian angket incidental report
untuk menuliskan insiden-insiden
selama di kelas apa saja, butuh di
tangani enggak.”
YS: “wawancara orangtua, diagnosa
kasus lewat emergency classmeeting,
pengisian inciden report, supervisor

175
juga.”
YN: “bisa lewat konseling kelompok
atau classmeeting, kalau incident
report itu guru sebagai pelaksana
teknis dari program BK itu. Supervisor
juga ada guru kelasnya.”
Pengusahaan sumber Apa saja sumber belajar UL: “Lewat PSHE, Physic social Sumber belajar yang
belajar mengenai yang digunakan guru health education, selain itu lewat digunakan adalah mata
perilaku bullying kelas untuk agama. Jadi kita lewat morning pelajaran PSHE, ceramah
mengajarkan mengenai motivation juga kan ada cerita-cerita dari kepala sekolah,
bullying? kayak yang judulnya ‘semua bisa cerita di morning
sedih’ itu kan mengajarkan tentang motivation.
kenapa sih kok orang bisa sedih. Oh
karena dikata-katain, diejek,
dikucilkan. Nah terus ada lagi ini buku
ucapkan dengan baik ini kan isinya
tentang anak yang sukanya nyuruh-
nyuruh teman tanpa bilang makasih
atau tolong, suka kasar sama teman
terus temannya sedih. Jadi
menjelaskan kayak bullying pakai
cerita-cerita itu pas PSHE atau
morning motivation. Pas PSHE juga
saya pernah kasih mereka kertas, terus
ditulis nama anak yang kamu sukai
dan kamu tidak sukai, kenapa
alasanannya apa, nanti kan saya bilang
Cuma ustadzah yang tau jadi harus

176
jujur. Ada yang nulis aku nggak suka
ini karena suka marah-marah, itu ada
mbak. Jadi kita kan tau anak-anak itu
aslinya gimana dan kita tau
treatmentnya seperti apa. Tapi
semester satu.”
US: “lebih ke PSHE sih mbak, masuk
disitu. Physic, Social, Health,
Education. Kayak Pkn kalau di
sekolah biasa. Nanti isinya macem-
macem tapi intinya kita berdiskusi
lewat classsmeeting, cerita nabi, cerita
dari buku-buku di perpus. Pemilihan
sumber belajar didasarkan atas
kebutuhan anak. Kalau misal hari itu
lagi ada kasus pukul-pukulan ya kita
ambil cerita Rasul yang diludahi terus
Rasul tidak balas meludahi,misal.”
YS: “saya biasa kasih ceramah tentang
itu pas upacara, ada PSHE tentang
konsep diri karena secara teori kan
anak kelas awal harus tahu sedih itu
bagaimana, kecewa itu bagaimana.
Belajar secara contextual learning
kalau ada kasus.”
YN: “Morning motivation biasanya,
diulang-ulang. Pakai cerita-cerita
biasanya kalau kelas 1.”

177
AR: “pakai cerita…pas belajar”
HA: “ustadzah suka cerita rasul”
Peran guru kelas sebagai penasehat terhadap pelaku dan korban bullying
Memberikan saran 1. Bagaimana UL: “Pemberian saran ya lewat Pemberian saran pada Peran guru kelas
pada pelaku/korban pemberian saran tabayyun. Jadi kita harus teliti banget pelaku dilakukan sesuai sebagai penasehat
bullying pada pelaku ini melakukan ini karena apa. Dicari dengan perilaku dan jenis diantaranya adalah
bullying? tahu. misal karena iseng ya boleh bullying yang dilakukan memberikan saran
nggak, Kalau kamu dibegitukan kamu tetapi secara umum pada pelaku yang
mau nggak. Kita cari kronologinya.” pelaku disarankan untuk dilakukan sesuai
US: “sesuai dengan masalahnya, meminta maaf. dengan perilaku dan
misalnya tadi ada pelaku bullying Sedangkan untuk korban jenis bullyingnya
kata-kata. Kan verbal masuknya, jadi saran dari guru kelas tetapi secara umum
lebih ke, kamu harus jaga mulut, lebih ke cara menghindar pelaku disarankan
jangan lupa meminta maaf karena dari bullying dan mau untuk meminta maaf.
kamu suka bikin temanmu sedih.” memaafkan pelaku. Sedangkan untuk
YS: “secara individu. Beda-beda korban saran dari
tergantung perilakunya kan biasanya guru kelas lebih ke
kalau kelas bawah bullying fisik. ” cara menghindar dari
YN: “berbeda-beda tergantung bullying dan mau
bullying apa yang dia lakukan. Yang memaafkan pelaku.
paling umum sih meminta maaf dulu.” Namun apabila guru
HA: “Suruh selesaikan, minta maaf. kelas tidak dapat lagi
Ng…lupa” menangani pelaku
2. Bagaimana UL: “biasanya kita kasih tahu kalau bullying maka akan
pemberian saran kamu ngerasa gak nyaman atau dilakukan perujukan
pada korban terintimidasi kamu menjauh dulu, baru kepada guru BK atau
bullying? kemudian lapor. Jadi biar nggak dikit psikolog sekolah
dikit ‘ust..ini’ atau ‘ust..itu’ begitu

178
mbak.”
US: “Kalau untuk korban itu lebih
kepada cara mencegah misal kalau
nggak mau, kamu nggak suka ya
bilang ke temanmu ‘aku nggak suka
kamu beginikan’, terus ditinggalkan
dan lapor ke guru kelas biasanya.”
YS: “langsung pas classmeeting,
besok lagi kalau kamu diginikan kamu
harus pertma-tama bilang kalau tidak
suka, terus tinggalkan, kalau masih
dibully ya teriak atau lapor ke
ustadzah. Seperti itu sudah ada
SOPnya sih mbak.”
YN: “lewat walikelas dulu kan mbak.”
AR: “suruh maafin”
Merujuk kepada guru Perilaku bullying UL: “untuk semua perilaku bullying Perujukan kepada guru
BK/Psikolog sekolah seperti apa yang yang membutuhkan ke BK biasanya BK atau psikolog sekolah
apabila diperlukan membutuhkan rujukan udah berkali-kali dan sudah terlalu dilakukan apabila guru
konseling lebih lanjut ke guru BK atau sering. Ibaratnya iseng tapi sudah kelas sudah tidak mampu
pada kasus bullying psikolog sekolah? menyakiti teman secara fisik. Biasanya menangani perilaku
kita laporan ke BK untuk di observasi pelaku bullying.
dulu. Nanti kita konsultasi dengan BK
kalau udah dirasa abot banget kami
menanganinya gitu. Atau udah
destroyer banget biasanya untuk
ditenangkan langsung masuk BK..”
US: “kalau untuk bullyingnya ya

179
semua jenis bullying,mbak. Awalnya
ditangani di wali kelas dulu, kalau
tidak bisa, kita ke orangtua, kalau ortu
sudah angkat tangan baru kita lapor
ke BK, pakai insiden report. Nah sama
BK nanti diobservasi di kelas itu
sampai BK menemukan gejalanya.
Nanti kalau sudah menemukan data-
datanya, ada gejala yang harus
disembuhkan nanti baru di test dan di
treatmen sama bk atau psikolog
sekolah.”
YS: “biasanya ketika guru kelas sudah
tidak sanggup lagi nanti BK atau
psikolog sekolah akan mengambil
alih.”
YN: “indikatornya wali kelas sudah
tidak sanggup lagi menangani,
sedangkan standar walikelas
kewalahan kan beda-beda. Urutannya
harus diselesaikan di kelas, baru ke
BK, kalau BK sudah tidak bisa nanti
ke psikolog. Nah nanti kalau dari
psikolog ke kepala sekolah.”
Hambatan yang dialami oleh guru kelas saat penanganan bullying
Kesulitan guru kelas Apa saja kesulitan yang UL: “Biasanya mengatur anak untuk Kesulitan penanganan Hambatan yang
pada saat menangani dialami saat terdapat tidak melakukan lagi. Karena kan suka kasus bullying terdapat dialami guru kelas
kasus bullying? seketika itu juga inget besoknya udah pada siswa yang mudah saat penanganan

180
kasus bullying lupa lagi. Harus dikuatkan. Terus lupa dan susah kasus bullying
kalau mau menangani bullying itu mengungkapkan cerita adalah siswa kelas 1
kalau nasehat di rumah dan di sekolah saat terkena kasus, dan yang mudah lupa
gak sama nanti gak smooth, bisa gagal kesulitan dalam waktu dan susah
treatmentnya. Jadi kita minta untuk menunggu anak mengungkapkan
penguatan ke orangtua juga kalau bercerita. Selain itu juga cerita saat terkena
perbuatan itu tidak baik, merugikan. terdapat kendala kasus sehingga
Kalau nasehat kita dimentahkan ortu komunikasi antar waktu guru kelas
dirumah ya gagal dong mbak untuk orangtua pelaku dan guru terbatas, kesulitan
menangani anaknya..” kelas dan manajemen tenaga saat
US: “kadang kesulitan di anak yang waktu untuk menuliskan menangani bullying
sulit mengungkapkan cerita. Anak kasus yang terjadi saat fisik di kelas atas.
yang kena bullying itu kadang tiba- bullying Selain itu juga
tiba gak mau sekolah, terus dateng ke terdapat kendala
sekolah maunya digendong ayahnya. komunikasi antar
Tidak mau cerita. Itu kita menggalinya orangtua pelaku dan
sulit dan semakin lama. Kalau pelaku guru kelas dan
itu misal Ha itu suka diem aja kenapa manajemen waktu
memukul, kenapa mencubit. Caranya untuk menuliskan
itu kita cerita ke orangtua kasus yang terjadi
Alhamdulillah sekarang anaknya saat bullying
sudah bisa cerita kenapa mukul,
kenapa nyubit. Ada juga yang perlu
jeda untuk cerita, misalnya istirahat
baru cerita, harapannya ada masalah
anak langsung ngomong. Tapi kan
anak beda-beda. jadi perlu diawasi tapi
kan waktu itu nunggu anak bicara itu

181
juga terbatas. Kalau untuk tenaga kita
nggak sulit ya, tapi beda kalau di kelas
atas kan badannya besar-besar.”
YS: “kalau dulu sulitnya di jam
terbang guru kelas karena belum ada
BK dan psikolog. Kemarin ini ada
masalah komunikasi antara guru dan
orangtua saat penyampaian agar
orangtua tidak merasa disalahkan saat
ada kasus. Termasuk kasus Ha itu kan
orangtuanya juga awalnya tidak
terima. Tapi kemarin sudah saya
selesaikan bagaimana cara
mengcounter ke ortu.Kalau disini kan
kasus seperti bullying seperti HA dan
anak yang bermasalah ada
sekitar…10% dan itu masih terhitung
wajar ya”
YN: “kadang guru kelas tidak
menuliskan kasus yang terjadi saat itu
juga tapi misal seminggu baru ditulis.
Jadi sudah banyak yang lupa. Itu
karena tugas guru kelas kan banyak
juga sih mbak.”
Hasil dari penanganan yang dilakukan oleh guru kelas terhadap pelaku dan korban bullying
Hasil penanganan Bagaimana hasil dari UL: “Kalau untuk korban jadi lebih Hasil penanganan korban Hasil penanganan
terhadap korban penanganan bullying paham harus gimana kalau dia merasa menjadi lebih memahami terhadap koban ialah
pada korban? tidak aman atau terbully.” cara agar tidak terbully, korban menjadi lebih

182
US: “anak jadi lebih aware dan mau dan mau memaafkan memahami cara agar
memaafkan temannya. Biasanya kalau pelaku kemudian tidak terbully, dan
disini kan bisa langsung memaafkan berteman kembali. mau memaafkan
terus main bareng lagi.” pelaku kemudian
YS: “bisa langsung memaafkan, berteman kembali
kecuali anak-anak berkebutuhan ya. kemudian hasil
Pelaku dan korban itu bisa langsung penanganan pada
baikan.” pelaku adalah
YN: “kalau saya kan tidak mengamati menjadi lebih
langsung, hanya lewat incident report, berhati-hati untuk
biasanya korban setelah classmeeting tidak melakukan
mau memaafkan pelaku mbak.” bullying, dan mau
AR: “jadi berteman lagi, aku maafin.” meminta maaf
Hasil dari penanganan Bagaimana hasil dari UL: “Kalau untuk pelaku ya biasanya Hasil penanganan
terhadap pelaku penanganan bullying jadi lebih hati-hati kalau habis terhadap pelaku adalah
pada pelaku? classmeeting. Minta maaf ke korban. perilaku pelaku menjadi
Kalau misal masih melakukan kita lebih baik dengan
juga tabayyun ke orangtua. Itu kalau berhati-hati untuk tidak
kasusnya berat.” melakukan bullying, dan
US: “Alhamdulillah, kelihatan mbak, mau meminta maaf pada
perkembangannya jadi bagus. Kita kan korban
kerjasama dengan orangtua. Kita
semangati lagi biar perilakunya baik.”
YS: “sama ya mbak kalau kelas 1 bisa
langsung minta maaf, terus main
bareng terus terus bullying lagi.
Perlahan-lahan memang treatmennya.
Kalau misal kelas 1 belum selesai

183
nanti di treatment sampai benar-benar
selesai misal kelas 4 baru selesai
treatmentnya. ”
YN: “kalau untuk Ha perilakunya
sudah berkurang setelah orangtuanya
dipanggil. Jadi kan nanti orangtua juga
di treatmen bersama anak dengan
memberikan tugas misal baca buku
dengan tema ini bersama anak. Itu
guru kelas juga berperan.”
HA: “aku jadi baik”

184
Lampiran 8. Contoh Triangulasi Sumber

ASPEK INDIKATOR JAWABAN NARASUMBER REDUKSI KESIMPULAN


Peran guru kelas Pemberian informasi UL: “jadi sekolah kita itu ada buku Tata tertib di kelas dan Peran guru kelas
sebagai pembimbing pada siswa mengenai panduan namanya parents guide. sekolah terkait bullying sebagai pembimbing
terhadap korban dan tata tertib di kelas dan Disitu tercantum SOP. Semua tercantum dalam buku terhadap korban dan
pelaku sekolah tentang orangtua harapannya membaca buku parents guide dan pelaku adalah
perilaku bullying itu karena semua peraturan tercantum pemberian informasi memberikan
disitu dan menyampaikan pada anak tentang bullying pada informasi mengenai
termasuk tata tertib tentang bullying. siswa dilakukan secara tata tertib di kelas
Misal point 4 dan 5 di the school rules contextual learning lewat dan sekolah tentang
itu bisa mbak.” diskusi classmeeting, perilaku bullying
US: “ada itu mbak, tapi tidak dirinci. morning motivation atau lewat diskusi
Tapi yang jelas nggak hanya satu kelas role play. classmeeting
tapi menyeluruh peraturan itu. Ada di maupun lewat cerita-
buku parents guide. Dari mulai tata cerita saat morning
tertib, aturan, SOP dan tidak ditempel motivation. Siswa
tetapi harapannya di kelas itu belajar mengenai
semuanya sudah diberitahu tentang tindakan guru kelas
parents guide itu. Karena disini kan yang akan diambil
yang dicantumkan dikelas kan saat terjadi bullying
biasanya peraturan kelas. Nggak yang, lewat contextual
tidak boleh memukul. Peraturan nomer learning saat
3 yang meminta maaf, nomer 4 dan 5 classmeeting.
masuk peraturan anti bullying juga.”
YS: “di parents guide sudah ada
semua, dibagikan di pertemuan akbar
tapi tidak ada guru kelas.

185
Pertemuannya itu stadium general ke
orangtua tapi tidak dijelaskan secara
detail isi parents guide. Tidak dibahas
lagi.”
YN: “biasanya kalau di kelas
kesepakatan siswa-siswanya sama
guru jadi tidak mesti ada bullyingnya
termasuk di kelas 1a”
AR: “hm.. mendengarkan, tidak boleh
bertengkar dengan teman.”
HA: “harus mendengarkan yang baik,
gak boleh main sendiri. Lainnya... gak
tau. Lupa.”
UL: “termasuk tata tertib di sekolah
itu juga ada di parents guide itu juga
mbak.”
US: “ada di parents guide juga mbak.”
YS: “kalau bullying ada di parents
guide bagian dicipline policy “
YN: “Keseluruhan kelas itu pas
upacara. Pas awal masuk disampaikan.
Dan dikuatkan lewat morning
motivation. Mengulang-ulang itu
disitu.”
AR: “gak inget”
HA: “dikasih tau tapi lupa.”
UL: “pemberian infomasi tentang tata
tertib itu tidak disampaikan tapi anak

186
langsung tau kalau bullying itu tidak
boleh karena saat ada kasus langsung
kami tangani dan beri tahu.
memberitahu memakai bahasa yang
dimengerti anak. Seperti bahasa
sehari-hari bertanya ‘ada apa’. Tidak
langsung menghakimi. Tidak kasar
juga kalau bertanya.”
US: “kita banyak role play, kalau
nggak role play kita bikin cerita.
Kalau ada begini, temanmu begini, apa
yang anda lakukan. Jadi kita tidak
hanya memberikan tapi anak-anak
juga ada diskusi, ada clasmeeting.
Setiap masalah pun pasti didiskusikan
bersama. Kita diskusi sampai anak
mengerti itu tidak baik dan tidak
dilakukan.. Walaupun hanya satu atau
dua anak yang bermasalah tapi semua
anak harus tahu, tapi ketika sudah
selesai. Jadi masalahnya tidak
diselesaikan di dalam forum besar tapi
si anak diambil terlebih dahulu.
Selesai baru kita bahas. Kan kadang
ada yang tanya tadi kenapa sih ust,
kok begitu tadi kenapa sih ust..gitu.”
YS: “Tidak dalam bentuk sosialisasi
peraturan tapi lebih ke aktifitas, hasil

187
dari classmeeting, siswa belajar secara
contextual learning kalau ada kasus.
Itu lebih kuat biasanya daripada
berkata ke anak kalau peraturannya ini
ini ini.“
AR: “gak tau. Taunya mendengarkan
dengan baik. ”
HA: “gak dikasih tau.”
Penjelasan UL: “Bullying itu ketika seorang anak Guru dan warga sekolah
mengenai bullying melakukan tindakan yang tidak mengetahui mengenai
menyenangkan terhadap orang lain perngertian bullying dan
baik itu fisik, verbal atau gestur misal jenis-jenisnya. Siswa
tatapan mengintimasi itu udah belajar mengenai apa itu
termasuk bullying disini.” bullying lewat
US: “bullying itu tindakan menyakiti classmeeting, dan cerita-
baik secara sengaja atau tidak, mulai cerita saat morning
dari verbal, sikap, sosial pergaulan. motivation yang
Memang sumbernya 2 ya verbal dan bertujuan agar anak lebih
fisik.” paham dan dapat
YS: “bullying itu ada 3 macam meneladani dari cerita
sepengetahuan saya. Phsysical kayak tersebut sehingga tidak
menyakiti fisik, verbal lebih ke anak- membully teman.
anak olok-olokan, kemudian yang ke
tiga seperti aku nggak mau main
dengannmu, itu bullying sosial.”
YN: “Bullying itu kan perilaku yang
dia cenderung menyakiti, orang lain,
baik itu psikisl maupun fisik. Dan

188
disini juga menekankan bahwa
bullying itu tidak hanya kita misalkan
dorong teman sampai terluka tapi juga
bisa fisik, psikis, verbal semacam
umpatan julukan tidak baik. Bullying
fisik ini yang paling diperhatikan oleh
guru kelas.”
AR: “nggak tau bullying.” (tapi
mengetahui kalau perbuatan mengata-
ngatai teman, mencubit dan membuat
teman tidak nyaman itu termasuk
perbuatan nakal)
HA: “tau. Kekerasan. Aku punya
bukunya. Dikasih tau bunda.”
UL: “jadi ketika akan menjelaskan itu
kita mencari cerita-cerita bagaimana
Nabi Muhammad menghadapi kalau
ada umatnya bullying itu. Misalnya
ketika Rasul itu diludahi, dilempari
batu, diejek, diasingkan oleh tetangga.
Kan bisa masuk bullying fisik, sosial
sama verbal. Jadi kita mengambil
siroh nabawiyah. Atau nanti dikaitkan
dengan Al-Qur’an misalnya menjaga
lisan. Atau hadist menjaga lisan kan
ada mbak, yang berkata yang baik atau
diam. Sama surat An-Nisaa yang gak
boleh bisik-bisik ngomongin teman

189
yang jelek-jelek. ”
US: ”kalau secara kosakata dan
langsung, itu jarang. Tapi lebih ke, hal
itu boleh nggak dilakukan? Tidak ‘eh
itu bully lho!’ Itu nggak. Kita pakai
bahasa yang mudah dimengerti anak.
Jadi kita tidak langsung menghakimi
atau marah-marah. Misalnya kiki
kemarin diejek kiko. Terus nanti tanya
ke kiki suka nggak dibegitukan? Terus
kiki jawab gak suka ust. Terus nanti
kan kita manggil yang ngejek, kita
tanya tau nggakkalau kiki nggak suka
dipanggil kiko? Nggak tau ust. Terus
nanti kita bilang, tapi kiki nggak suka
lho dipanggil kiko. Kiki nggak mau,
dia sedih. Terus kamu gimana? Nanti
kan anak si pelaku akan bilang, nanti
aku minta maaf dan tidak mengulang
lagi. Gitu mbak.”
YS: “tidak dijelaskan tapi lebih kepada
kegiatan secara langusng lewat
morning motivation atau pas
classmeeting.”
YN: “kalau untuk kelas bawah pakai
konseling kelompok, itu seperti
classmeeting.”
AR: “Nggak tau.”

190
HA: “nggak tau.”
UL: “jadi kita itu pagi morning
motivation. Kita kadang suka
menceritakan cerita yang sesuai
dengan keadaan siswa. Misal kemarin
itu ada utang-utangan kartu. Terus
nanti kita cari cerita tentang hukum
utang-piutang. Intinya kita kan umat
Islam jadi sebisa mungkin apa yang
kita sampaikan mengarah ke Nabi
Muhammad. Insyaallah anak-anak sih
udah paham ya mbak, apa yang
disampaikan gurunya itu orientasinya
kemana. Jadi disini itu gak ada istilah
guru dikte anak. Kita memancing
pendapat anak. Selain itu kalau tiap
selesai pelajaran kan kami selalu minta
maaf kalau ada yang salah. Terus
lewat simulasi kayak kemarin itu ada
surat-suratan. Kami jelaskan
bagaimana kalau suratnya jatuh ke tas
ust lailis padahal isinya jelek terus
nanti ust lailis marah ke ust lina karena
dikira mengejek ust lailis. Terus nanti
anak kan kami ajak agar mau
ngomong langsung kalau ada masalah,
jangan pakai surat-suratan.”
US: “Seperti yang di awal tadi ya

191
mbak, kita ada diskusi. Kalau di
rumah kan ada ayah bunda, kalau di
sini siapa? ada banyak teman. Sesama
teman kan bersaudara, nah mau nggak
kamu diginikan? kalau kamu
dikucilkan, nggak diajak teman, mau
nggak? Nggak mau kenapa? Nggak
enak begini-begini. ”
YS: “kalau di kita ada beberapa
program untuk membantu. Pertama
ada morning motivasi lebih ke
mencegah kayak input positif cerita-
cerita, siroh. Kemudian ada yang
sudah terjadi bullying ada bagaimana
menangani itu ada di parents guide
sudah ada aturan-aturan untuk
emergency classmeeting. Kayak
musyawarah anak.”
AR: “ustdzah bilang jangan diulangi.”
HA: “ustadzah suka cerita, pas pagi.”
Penjelasan tindakan UL: “Pake diskusi classmeeting mbak. Tindakan guru kelas
yang akan diambil guru Anak-anak disini juga sudah lumayan ketika terjadi bullying
kelas saat terjadi aware kok kalau ada yang ngomong tergantung jenis bullying,
bullying apa dikit, atau bisik-bisik ngomongin. namun secara
Nanti anak udah aware dengan yang keseluruhan tindakan
kayak gitu terus bilang ke kami.” guru kelas adalah
US: ”langsung mbak pake emergency langusung mengadakan
classmeeting, jadi walaupun sedang emergency classmeeting

192
pelajaran kalau ada masalah ya sedangkan penjelasan
langsung kita tangani pakai lain juga didapatkan dari
classmeeting. Jadi kita terbantu diskusi classmeeting.
dengan adanya partner di kelas, kalau
ada kayak gitu ya salah satu kita
segera menyelesaikan.”
YN: “berdasarkan levelnya. Kalau
verbal, masih diingatkan. Kalau sudah
3x melanggar nanti ada ancaman
untuk pemanggilan ortu. Kalau dia
melakukan bullying fisik itu sudah
langsung pemanggilan orangtua.”
YS: “kalau saya kan tidak mengamati
langsung, biasanya lihat dari incident
report itu. Biasanya tergantung jenis
bullyingnya apa, kalau masih verbal
ya teguran.”
AR: “diingetin.”
HA: “diselesaikan.”
Peran guru kelas Penumbuhan UL: “Langsung aja lapor ke guru kelas Apabila siswa melihat Peran guru kelas
sebagai mediator hubungan yang atau supervisor yang pakai baju perilaku bullying dapat sebagai mediator dan
dan fasilitator positif antar pelaku oranye-oranye itu kan kalau misal langsung melapor ke fasilitator adalah
terhadap korban dan dan korban untuk kejadiannya di luar kelas. Lapor saat ustadzah sehingga menumbuhkan
pelaku saling menghormati itu juga.” tercipta hubungan positif hubungan positif
dan menghargai US: “Kita langsung mbak. Kayaknya antar siswa. Selain itu antar pelaku dan
anak-anak disini sudah pada sensitif ya juga dikuatkan kembali korban lewat
untuk masalah itu dan biasanya pemberian nasehat penguatan nasihat
langsung lapor ke kami.” positif, pembuatan positif, pelaporan

193
YS: “kalau kita yang sering kita kesepakatan antar korban tindakan bullying
tanamkan itu membela diri, baru kalau dan pelaku, pada guru kelas,
sudah bilang tidak suka kok masih pengelompokan antar pembuatan
sama ya nanti lapor ke ustadzah. Itu korban dan pelaku, dan kesepakatan antar
kalau korban, kalau bukan korban bisa saling minta maaf dan korban dan pelaku,
langsung lapor ke ustadz/ustadzah memaafkan. Selain itu pengelompokan
walikelas atau supervisor kalau pas penumbuhan hubungan antar korban dan
berada di luar kelas.” positif juga didapatkan pelaku, saling maaf
YN: “langsung lapor saja” dari habit training memaafkan. Selain
AR: “ustadzah…disuruh lapor.” pendengar yang baik, itu penumbuhan
HA: “bilang ke ustadzah.” pengetahuan akan adanya hubungan psotif juga
UL: “Kalau di kelas ini sih konsekuensi saat siswa didapatkan dari
Alhamdulillah nggak ada ya mbak. (pelaku) melakukan pengetahuan akan
Mungkin karena masih kelas bawah. bullying yakni dengan adanya konsekuensi
Jadi kalau udah minta maaf, maaf- adanya teguran, saat siswa (pelaku)
maafan itu ya udah nanti main bareng pengurangan hak, melakukan bullying
lagi. Terus nanti juga dikuatkan lagi penyelidikan penyebab yakni dengan adanya
mbak kalau disini kamu itu bebas, kasus dapat terjadi konsekuensi
nggak ada yang boleh ngelarang- dengan orangtua dan diantaranya teguran,
larang kamu atau menakut-nakuti harus meminta maaf pada pengurangan hak,
kamu. Terus bisa juga ditempatkan korban. penyelidikan
dalam satu kelompok biar ada penyebab kasus
interaksi. Dan kami juga bersinergi dapat terjadi dengan
dengan orangtua kan biasanya ortu orangtua dan harus
suka cerita. Kelas 1 juga habit meminta maaf pada
trainingnya ada pendengar yang baik. korban. selain itu
Jadi anak bisa saling mendengarkan tingkah laku sosial
kalau ada yang sedang berbicara.” yang baik juga

194
US: “Kalau disini alhamdulillah tidak didorong oleh guru
ada anak-anak yang si A dan si B kelas agar dapat
bareng-bareng terus, nge geng gitu itu memediasi kasus
nggak ada. Cuma kemarin memang Ha bullying lewat
itu pernah dijauhi karena teman-teman keikutsertaan guru
lain merasa Ha itu nakal, tapi cuma dalam kegiatan
sebentar. Kita juga biasa supervisor,
menempatkan siswa itu ke dalam pengisiam angket
kelompok secara berbeda-beda. Kalau incidental report,
misal ada masalah seperti bullying itu classmeeting,
kita kerucutkan masalahnya, kita tanya wawancara orangtua,
kedua-duanya ‘tadi kenapa, kok bisa?’ dan classmeeting.
dan suruh minta maaf. Kalau masih Guru kelas juga
dendam kita tunggu, sampai mau menggunakan
memaafkan. Tapi kalau dia kita sumber belajar
tunggu sampai maksimal marahnya itu mengenai bullying
masih belum mau jawab dan masih lewat mata pelajaran
diem, kan tandanya masih dendam. PSHE, ceramah dari
nanti kita tanya yang buat kamu marah kepala sekolah,
apa, terus bilang ke pelakunya ‘nak ini cerita di morning
dia masih sakit hati lho, masih marah motivation.
sama kamu. Gimana?’ nanti pelaku
kan bilang kayak ‘aku nggak ulangin
lagi ust’ atau ‘aku bakal diem kok ust’
gitu. Jadi ada deal-deal an disitu antara
pelaku dan korban. Jadi kita masih
awasi korban dan pelaku.”
YS: “diajak bicara bagaimana

195
perasaanmu, tapi tunggu tenang dulu
agar bisa saling mendengarkan. Baru
di classmeeting kan”
YN: “biasanya dari walikelas mulai
minta maaf, mendamaikan. Kalau
sudah agak berat bisa ke BK.”
AR: “minta maaf”
HA: “suruh minta maaf ke temen.”
UL: “Dikasih tahu kalau tidak boleh
melakukan itu. Kita tegur pertama-
tama. Tapi kalau udah 3x bullying ya
nanti dapat kartu merah. Kalau baru
sekali nanti dapet 1 kartu kuning. Nah
kartu merah itu akan terhapus kalau
sudah melakukan kebaikan tanpa
disuruh. Kalau sudah 3x kartu merah
nanti orangtua dipanggil.”
US: “kadang kita ngurangin istirahat,
kadang kita suruh berdiam diri, kalau
sampai dia fisik bisa sampai skorsing
kalau sampai berulang-ulang. Tapi
bukan di kelas ini. Dan alhamdulillah
kalau udah mengalami itu, anaknya
jadi bisa berpikir lagi tentang
perbuatan dia sewaktu skorsing di
rumah.”
YS: tergantung. Kalau masih ringan
nanti tergantung guru kelas. Atau

196
kesepakatan teman-teman sekelas.
Kalau sudah dapat peringatan nanti
kayak pengurangan waktu bermain,
atau hal-hal yang tidak dia suka.
Intinya pengurangan hak.”
HA: “suruh diem, menyelesaikan.”
Pendorong tingkah laku UL: “Supervisor mbak, itu guru kelas Guru kelas terlibat dalam
sosial yang baik sudah ada jadwal piketnya. Biasanya kegiatan supervisor,
supervisor itu ditempatkan di pengisian angket
playground, lapangan upacara, koridor incidental report,
tengah, selatan di kelas 6 sama classmeeting, wawancara
diningroom. Sama ngisi incident orangtua, star of the
report yang nanti diberikan ke BK. week, kartu merah kartu
Terus ada sistem kartu, nanti ada kartu kuning dan diskusi
kuning kartu merah tapi kurang efektif classmeeting
walaupun masih jalan. Sistem kartu itu
nanti kalau 3x melakukan bullying kan
dapat kartu merah 1. Tapi dikelas 1
belum jalan, kelas atas sudah. Terus
juga star of the week, itu bisa juga
digunakan untuk menangani kasus.
Misal pelaku liat temannya kok
berbuat baik terus dapet star of the
week nanti kan dia jadi gak bully terus
bisa kita calonkan jadi star of the
week. ”
US: “kadang piket jadi supervisor
seminggu tiga kali. Jadwalnya gak

197
tentu kadang rabu, senin, jumat selama
masing-masing 1 jam. Spv itu
dilakukan setiap anak di luar kelas,
dan setiap hari dari senin-jumat.
Malah setau saya lebih banyak guru
kelasnya yang terlibat disana, tapi itu
di luar kelas. Terus dari BK juga ada
pengisian angket incidental report
untuk menuliskan insiden-insiden
selama di kelas apa saja, butuh di
tangani enggak.”
YS: “wawancara orangtua, diagnosa
kasus lewat emergency classmeeting,
pengisian inciden report, supervisor
juga.”
YN: “bisa lewat konseling kelompok
atau classmeeting, kalau incident
report itu guru sebagai pelaksana
teknis dari program BK itu. Supervisor
juga ada guru kelasnya.”
Pengusahaan sumber UL: “Lewat PSHE, Physic social Sumber belajar yang
belajar mengenai health education, selain itu lewat digunakan adalah mata
perilaku bullying agama. Jadi kita lewat morning pelajaran PSHE, ceramah
motivation juga kan ada cerita-cerita dari kepala sekolah,
kayak yang judulnya ‘semua bisa cerita di morning
sedih’ itu kan mengajarkan tentang motivation.
kenapa sih kok orang bisa sedih. Oh
karena dikata-katain, diejek,

198
dikucilkan. Nah terus ada lagi ini buku
ucapkan dengan baik ini kan isinya
tentang anak yang sukanya nyuruh-
nyuruh teman tanpa bilang makasih
atau tolong, suka kasar sama teman
terus temannya sedih. Jadi
menjelaskan kayak bullying pakai
cerita-cerita itu pas PSHE atau
morning motivation. Pas PSHE juga
saya pernah kasih mereka kertas, terus
ditulis nama anak yang kamu sukai
dan kamu tidak sukai, kenapa
alasanannya apa, nanti kan saya bilang
Cuma ustadzah yang tau jadi harus
jujur. Ada yang nulis aku nggak suka
ini karena suka marah-marah, itu ada
mbak. Jadi kita kan tau anak-anak itu
aslinya gimana dan kita tau
treatmentnya seperti apa. Tapi
semester satu.”
US: “lebih ke PSHE sih mbak, masuk
disitu. Physic, Social, Health,
Education. Kayak Pkn kalau di
sekolah biasa. Nanti isinya macem-
macem tapi intinya kita berdiskusi
lewat classsmeeting, cerita nabi, cerita
dari buku-buku di perpus. Pemilihan
sumber belajar didasarkan atas

199
kebutuhan anak. Kalau misal hari itu
lagi ada kasus pukul-pukulan ya kita
ambil cerita Rasul yang diludahi terus
Rasul tidak balas meludahi,misal.”
YS: “saya biasa kasih ceramah tentang
itu pas upacara, ada PSHE tentang
konsep diri karena secara teori kan
anak kelas awal harus tahu sedih itu
bagaimana, kecewa itu bagaimana.
Belajar secara contextual learning
kalau ada kasus.”
YN: “Morning motivation biasanya,
diulang-ulang. Pakai cerita-cerita
biasanya kalau kelas 1.”
AR: “pakai cerita…pas belajar”
HA: “ustadzah suka cerita rasul”
Peran guru kelas Memberikan saran UL: “Pemberian saran ya lewat Pemberian saran pada Peran guru kelas
sebagai penasehat pada pelaku tabayyun. Jadi kita harus teliti banget pelaku dilakukan sesuai sebagai penasehat
terhadap pelaku dan ini melakukan ini karena apa. Dicari dengan perilaku dan jenis diantaranya adalah
korban bullying tahu. misal karena iseng ya boleh bullying yang dilakukan memberikan saran
nggak, Kalau kamu dibegitukan kamu tetapi secara umum pada pelaku yang
mau nggak. Kita cari kronologinya.” pelaku disarankan untuk dilakukan sesuai
US: “sesuai dengan masalahnya, meminta maaf. dengan perilaku dan
misalnya tadi ada pelaku bullying Sedangkan untuk korban jenis bullyingnya
kata-kata. Kan verbal masuknya, jadi saran dari guru kelas tetapi secara umum
lebih ke, kamu harus jaga mulut, lebih ke cara menghindar pelaku disarankan
jangan lupa meminta maaf karena dari bullying dan mau untuk meminta maaf.
kamu suka bikin temanmu sedih.” memaafkan pelaku. Sedangkan untuk

200
YS: “secara individu. Beda-beda korban saran dari
tergantung perilakunya kan biasanya guru kelas lebih ke
kalau kelas bawah bullying fisik. ” cara menghindar dari
YN: “berbeda-beda tergantung bullying dan mau
bullying apa yang dia lakukan. Yang memaafkan pelaku.
paling umum sih meminta maaf dulu.” Namun apabila guru
HA: “Suruh selesaikan, minta maaf. kelas tidak dapat lagi
Ng…lupa” menangani pelaku
Memberikan saran pada UL: “biasanya kita kasih tahu kalau bullying maka akan
korban bullying kamu ngerasa gak nyaman atau dilakukan perujukan
terintimidasi kamu menjauh dulu, baru kepada guru BK atau
kemudian lapor. Jadi biar nggak dikit psikolog sekolah
dikit ‘ust..ini’ atau ‘ust..itu’ begitu
mbak.”
US: “Kalau untuk korban itu lebih
kepada cara mencegah misal kalau
nggak mau, kamu nggak suka ya
bilang ke temanmu ‘aku nggak suka
kamu beginikan’, terus ditinggalkan
dan lapor ke guru kelas biasanya.”
YS: “langsung pas classmeeting,
besok lagi kalau kamu diginikan kamu
harus pertma-tama bilang kalau tidak
suka, terus tinggalkan, kalau masih
dibully ya teriak atau lapor ke
ustadzah. Seperti itu sudah ada
SOPnya sih mbak.”
YN: “lewat walikelas dulu kan mbak.”

201
AR: “suruh maafin”
Merujuk kepada guru UL: “untuk semua perilaku bullying Perujukan kepada guru
BK/Psikolog sekolah yang membutuhkan ke BK biasanya BK atau psikolog sekolah
apabila diperlukan udah berkali-kali dan sudah terlalu dilakukan apabila guru
konseling lebih lanjut sering. Ibaratnya iseng tapi sudah kelas sudah tidak mampu
pada kasus bullying menyakiti teman secara fisik. Biasanya menangani perilaku
kita laporan ke BK untuk di observasi pelaku bullying.
dulu. Nanti kita konsultasi dengan BK
kalau udah dirasa abot banget kami
menanganinya gitu. Atau udah
destroyer banget biasanya untuk
ditenangkan langsung masuk BK..”
US: “kalau untuk bullyingnya ya
semua jenis bullying,mbak. Awalnya
ditangani di wali kelas dulu, kalau
tidak bisa, kita ke orangtua, kalau ortu
sudah angkat tangan baru kita lapor
ke BK, pakai insiden report. Nah sama
BK nanti diobservasi di kelas itu
sampai BK menemukan gejalanya.
Nanti kalau sudah menemukan data-
datanya, ada gejala yang harus
disembuhkan nanti baru di test dan di
treatmen sama bk atau psikolog
sekolah.”
YS: “biasanya ketika guru kelas sudah
tidak sanggup lagi nanti BK atau
psikolog sekolah akan mengambil

202
alih.”
YN: “indikatornya wali kelas sudah
tidak sanggup lagi menangani,
sedangkan standar walikelas
kewalahan kan beda-beda. Urutannya
harus diselesaikan di kelas, baru ke
BK, kalau BK sudah tidak bisa nanti
ke psikolog. Nah nanti kalau dari
psikolog ke kepala sekolah.”
Hambatan yang Kesulitan guru kelas UL: “Biasanya mengatur anak untuk Kesulitan penanganan Hambatan yang
dialami oleh guru pada saat menangani tidak melakukan lagi. Karena kan suka kasus bullying terdapat dialami guru kelas
kelas saat kasus bullying seketika itu juga inget besoknya udah pada siswa yang mudah saat penanganan
penanganan bullying lupa lagi. Harus dikuatkan. Terus lupa dan susah kasus bullying
kalau mau menangani bullying itu mengungkapkan cerita adalah siswa kelas 1
kalau nasehat di rumah dan di sekolah saat terkena kasus, dan yang mudah lupa
gak sama nanti gak smooth, bisa gagal kesulitan dalam waktu dan susah
treatmentnya. Jadi kita minta untuk menunggu anak mengungkapkan
penguatan ke orangtua juga kalau bercerita. Selain itu juga cerita saat terkena
perbuatan itu tidak baik, merugikan. terdapat kendala kasus sehingga
Kalau nasehat kita dimentahkan ortu komunikasi antar waktu guru kelas
dirumah ya gagal dong mbak untuk orangtua pelaku dan guru terbatas, kesulitan
menangani anaknya..” kelas dan manajemen tenaga saat
US: “kadang kesulitan di anak yang waktu untuk menuliskan menangani bullying
sulit mengungkapkan cerita. Anak kasus yang terjadi saat fisik di kelas atas.
yang kena bullying itu kadang tiba- bullying Selain itu juga
tiba gak mau sekolah, terus dateng ke terdapat kendala
sekolah maunya digendong ayahnya. komunikasi antar
Tidak mau cerita. Itu kita menggalinya orangtua pelaku dan

203
sulit dan semakin lama. Kalau pelaku guru kelas dan
itu misal Ha itu suka diem aja kenapa manajemen waktu
memukul, kenapa mencubit. Caranya untuk menuliskan
itu kita cerita ke orangtua kasus yang terjadi
Alhamdulillah sekarang anaknya saat bullying
sudah bisa cerita kenapa mukul,
kenapa nyubit. Ada juga yang perlu
jeda untuk cerita, misalnya istirahat
baru cerita, harapannya ada masalah
anak langsung ngomong. Tapi kan
anak beda-beda. jadi perlu diawasi tapi
kan waktu itu nunggu anak bicara itu
juga terbatas. Kalau untuk tenaga kita
nggak sulit ya, tapi beda kalau di kelas
atas kan badannya besar-besar.”
YS: “kalau dulu sulitnya di jam
terbang guru kelas karena belum ada
BK dan psikolog. Kemarin ini ada
masalah komunikasi antara guru dan
orangtua saat penyampaian agar
orangtua tidak merasa disalahkan saat
ada kasus. Termasuk kasus Ha itu kan
orangtuanya juga awalnya tidak
terima. Tapi kemarin sudah saya
selesaikan bagaimana cara
mengcounter ke ortu. Kalau disini kan
kasus seperti bullying seperti HA dan
anak yang bermasalah ada

204
sekitar…10% dan itu masih terhitung
wajar ya”
YN: “kadang guru kelas tidak
menuliskan kasus yang terjadi saat itu
juga tapi misal seminggu baru ditulis.
Jadi sudah banyak yang lupa. Itu
karena tugas guru kelas kan banyak
juga sih mbak.”
Hasil dari Hasil penanganan UL: “Kalau untuk korban jadi lebih Hasil penanganan korban Hasil penanganan
penanganan yang terhadap korban paham harus gimana kalau dia merasa menjadi lebih memahami terhadap koban ialah
dilakukan oleh guru tidak aman atau terbully.” cara agar tidak terbully, korban menjadi lebih
kelas terhadap US: “anak jadi lebih aware dan mau dan mau memaafkan memahami cara agar
pelaku dan korban memaafkan temannya. Biasanya kalau pelaku kemudian tidak terbully, dan
bullying disini kan bisa langsung memaafkan berteman kembali. mau memaafkan
terus main bareng lagi.” pelaku kemudian
YS: “bisa langsung memaafkan, berteman kembali
kecuali anak-anak berkebutuhan ya. kemudian hasil
Pelaku dan korban itu bisa langsung penanganan pada
baikan.” pelaku adalah
YN: “kalau saya kan tidak mengamati menjadi lebih
langsung, hanya lewat incident report, berhati-hati untuk
biasanya korban setelah classmeeting tidak melakukan
mau memaafkan pelaku mbak.” bullying, dan mau
AR: “jadi berteman lagi, aku maafin.” meminta maaf
Hasil dari penanganan UL: “Kalau untuk pelaku ya biasanya Hasil penanganan
terhadap pelaku jadi lebih hati-hati kalau habis terhadap pelaku adalah
classmeeting. Minta maaf ke korban. perilaku pelaku menjadi
Kalau misal masih melakukan kita lebih baik dengan

205
juga tabayyun ke orangtua. Itu kalau berhati-hati untuk tidak
kasusnya berat.” melakukan bullying, dan
US: “Alhamdulillah, kelihatan mbak, mau meminta maaf pada
perkembangannya jadi bagus. Kita kan korban
kerjasama dengan orangtua. Kita
semangati lagi biar perilakunya baik.”
YS: “sama ya mbak kalau kelas 1 bisa
langsung minta maaf, terus main
bareng terus terus bullying lagi.
Perlahan-lahan memang treatmennya.
Kalau misal kelas 1 belum selesai
nanti di treatment sampai benar-benar
selesai misal kelas 4 baru selesai
treatmentnya. ”
YN: “kalau untuk Ha perilakunya
sudah berkurang setelah orangtuanya
dipanggil. Jadi kan nanti orangtua juga
di treatmen bersama anak dengan
memberikan tugas misal baca buku
dengan tema ini bersama anak. Itu
guru kelas juga berperan.”
HA: “aku jadi baik”

206
Lampiran 9. Contoh Triangulasi Teknik

Aspek Hasil Observasi Hasil Wawancara Hasil Dokumentasi Kesimpulan


Peran guru kelas Peran guru kelas sebagai Peran guru kelas sebagai Dokumentasi peraturan Peran guru kelas sebagai
sebagai pembimbing pembimbing terhadap pembimbing terhadap korban di kelas dan sekolah pembimbing terhadap korban
korban dan pelaku adalah: dan pelaku adalah memberikan mengenai perilaku antri dan pelaku adalah
1. Memberikan informasi informasi mengenai tata tertib bullying memberikan informasi
mengenai tata tertib di kelas dan sekolah tentang mengenai tata tertib kelas dan
tentang bullying perilaku bullying lewat diskusi sekolah tentang perilaku anti
langsung pada saaat classmeeting maupun lewat bullying dan menjelaskan
terdapat kasus bullying. cerita-cerita saat morning pengertian mengenai bullying
2. Penjelasan mengenai motivation. Siswa belajar secara langsung pada saat
bullying dilakukan pada mengenai tindakan guru kelas terjadi classmeeting sehingga
saat emergency yang akan diambil saat terjadi anak belajar secara
classmeeting atau diskusi bullying lewat contextual kontekstual. Guru kelas juga
classmeeting. learning saat classmeeting. menjelaskan tindakan yang
3. Menjelaskan tindakan akan diambil saat terjadi
yang dilakukan guru saat bullying tidak lewat sosialisasi
terjadi bullying yakni tetapi dijelaskan saat
meminta pelaku meminta classmeeting.
maaf, pengurangan hak
dan crosscheck.
Peran guru kelas Peran guru kelas sebagai Peran guru kelas sebagai Dokumentasi poster Peran guru kelas sebagai

207
sebagai mediator dan mediator dan fasilitator bagi mediator dan fasilitator adalah sekolah anti bullying, mediator dan fasilitator adalah
fasilitator pelaku dan korban bullying menumbuhkan hubungan Dokumentasi poster menumbuhkan hubungan
diantaranya adalah dengan: positif antar pelaku dan korban sekolah anti bullying, positif antar pelaku dan
1. Menumbuhkan lewat penguatan nasihat positif, Dokumentasi buku korban lewat penguatan
hubungan positif lewat pelaporan tindakan bullying bacaan anti bullying di nasihat positif dari guru kelas,
saling mendengarkan pada guru kelas, pembuatan dalam kelas, saling mendengarkan pendapat
pendapat, meminta maaf, kesepakatan antar korban dan Dokumentasi kegiatan saat classmeeting, meminta
menempatkan kedua pelaku, pengelompokan antar supervisor maaf, menempatkan kedua
belah pihak dalam satu korban dan pelaku, saling maaf belah pihak dalam satu
kelompok dan memaafkan. Selain itu kelompok agar guru kelas
mengawasi interaksi penumbuhan hubungan psotif dapat mengawasi interaksi
antara pelaku dan juga didapatkan dari antara pelaku dan korban,
korban. pengetahuan akan adanya meminta korban untuk
2. Mendorong terjadinya konsekuensi saat siswa melaporkan tindakan bullying
tingkah laku sosial yang (pelaku) melakukan bullying pada guru kelas, membuat
baik lewat pengawasan yakni dengan adanya kesepakatan antar pelaku dan
sebagai supervisor di konsekuensi diantaranya korban. Penumbuhan
berbagai tempat. teguran, pengurangan hak, hubungan positif juga
3. Memiliki berbagai penyelidikan penyebab kasus didapatkan dari pengetahuan
sumber belajar mengenai dapat terjadi dengan orangtua akan adanya konsekuensi saat
apa itu perilaku bullying dan harus meminta maaf pada siswa (pelaku) melakukan
yakni buku cerita, poster, korban. selain itu tingkah laku bullying yakni dengan adanya
dan lewat classmeeting. sosial yang baik juga didorong konsekuensi diantaranya
oleh guru kelas agar dapat teguran, pengurangan hak,

208
memediasi kasus bullying penyelidikan penyebab kasus
lewat keikutsertaan guru dalam dapat terjadi dengan orangtua
kegiatan supervisor, pengisiam dan harus meminta maaf pada
angket incidental report, korban. Selain itu peran guru
classmeeting, wawancara kelas sebagai mediator dan
orangtua, dan classmeeting. fasilitator dalam hal
Guru kelas juga menggunakan mendorong tingkah laku sosial
sumber belajar mengenai yang baik juga dilakukan oleh
bullying lewat mata pelajaran guru kelas dengan cara
PSHE, ceramah dari kepala memediasi kasus bullying
sekolah, cerita di morning lewat keikutsertaan guru
motivation. dalam kegiatan supervisor,
pengisian angket incidental
report, wawancara orangtua,
dan classmeeting. Guru kelas
juga menggunakan sumber
belajar mengenai bullying
lewat mata pelajaran PSHE
atau lewat classmeeting,
ceramah dari kepala sekolah
saat upacara, buku cerita,
poster-poster di sekolah dan
ketika morning motivation.
Peran guru kelas Peran guru kelas sebagai Peran guru kelas sebagai Dokumentasi kegiatan Peran guru kelas sebagai

209
sebagai penasehat penasehat diantaranya: penasehat diantaranya adalah pelaksanaan penasehat diantaranya adalah
1. Memberikan saran pada memberikan saran pada pelaku classmeeting, dokumen memberikan saran pada
pelaku dan korban yang dilakukan sesuai dengan buku incident report, pelakuyang dilakukan sesuai
dengan cara saling perilaku dan jenis bullyingnya dengan perilaku dan jenis
meminta maaf dan tetapi secara umum pelaku bullyingnya. Pada kasus yang
memaafkan, belajar di disarankan untuk meminta teramati lewat observasi, guru
rumah (pelaku), melapor, maaf. Sedangkan untuk korban menyarankan pelaku untuk
mengungkapkan saran dari guru kelas lebih ke belajar di rumah apabila masih
ketidaksukaan, berhati- cara menghindar dari bullying menggangu teman, tetapi
hati, dan memilih dan mau memaafkan pelaku. secara umum pelaku
tontonan yang baik. Namun apabila guru kelas disarankan untuk meminta
2. Memberikan rujukan tidak dapat lagi menangani maaf pada korban. Sedangkan
pada BK/Psikolog saat pelaku bullying maka akan untuk korban saran dari guru
diperlukan konseling dilakukan perujukan kepada kelas lebih kepada cara
lebih lanjut. guru BK atau psikolog sekolah menghindar dari bullying
dengan mengungkapkan
ketidaksukaan, berhati-hati,
dan mau memaafkan pelaku.
Pada kasus yang teramati,
guru kelas juga menyarankan
baik kepada korban atau
pelaku untuk berhati-hati
dalam memilih tontonan.
Apabila guru kelas tidak dapat

210
lagi menangani pelaku
bullying maka akan dilakukan
perujukan kepada guru BK
atau psikolog sekolah
Hambatan yang Kesulitan yang dialami oleh Hambatan yang dialami guru Dokumentasi kegiatan Hambatan yang dialami guru
dialami oleh guru guru kelas adalah pelaku kelas saat penanganan kasus pelaksanaan kelas saat penanganan kasus
kelas saat penanganan enggan meminta maaf dan bullying adalah siswa kelas 1 classmeeting bullying adalahsiswa kelas 1
bullying guru harus mengulang yang mudah lupa dan susah yang mudah lupa dan susah
kembali nasehat untuk mengungkapkan cerita saat mengungkapkan cerita saat
meminta maaf pada korban terkena kasus. Selain itu juga terkena kasus sehingga pelaku
serta pelaku diam saat terdapat kendala komunikasi sering diam saat dimintai
diminta keterangan. antar orangtua pelaku dan guru keterangan. Selain itu pelaku
kelas dan manajemen waktu juga enggan meminta maaf
untuk menuliskan kasus yang dan guru harus mengulang
terjadi saat bullying kembali nasehat yang
diberikan. Hambatan lain
yakni kendala komunikasi
antar orangtua pelaku dan
guru kelas serta kurangnya
manajemen waktu pengisian
incident report.
Hasil penanganan Hasil penanganan terhadap Hasil penanganan terhadap Dokumentasi kegiatan Hasil penanganan terhadap
yang dilakukan oleh korban dan pelaku bullying koban ialah korban menjadi belajar mengajar kelas kobanialah korban menjadi
guru kelas terhadap diantaranya adalah: lebih memahami cara agar 1A lebih memahami cara agar

211
pelaku dan korban 1. Korban mampu membela tidak terbully, dan mau tidak terbully sehingga mampu
bullying dirinya sendiri, mau memaafkan pelaku kemudian membela dirinya sendiri, mau
memaafkan pelaku dan berteman kembali. Hasil memaafkan pelaku dan
tampak puas saat laporan penanganan pada pelaku kemudian berteman kembali
atas tindakan bullying adalah menjadi lebih berhati- karena korban puas dengan
diselesaikan oleh guru hati untuk tidak melakukan kasus bullying yang
kelas. bullying, dan mau meminta dilaporkan oleh korban
2. Pelaku lebih berhati-hati, maaf pada korban diselesaikan oleh guru kelas.
tidak lagi melakukan Hasil penanganan pada pelaku
bullying, mau meminta adalah menjadi lebih berhati-
maaf dan berteman hati untuk tidak melakukan
dengan korban. bullying, dan mau meminta
maaf serta berteman kembali
dengan korban.

212
Lampiran 10. Dokumentasi

Poster yang memuat pesan anti


Poster Anti Bullying bullying

Buku bacaan anti bullying di dalam kelas siswa yang bermain tindih-tindihan

guru piket supervisor emergency classmeeting Ak dan At

213
Jadwal kelas

Emergency classmeeting antara Ha, Fr


Diskusi classmeeting dan UL

214
Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas
IA Buku bacaan anti bullying di
perpustakaan

Ha sedang menjelaskan maket rumah


impian Fr dan Ha dalam satu kelompok

215
Lampiran incidentreport

216
217
218
Lampiran parents guide

219
220
221
222
Lampiran 11. Surat

223
224

Anda mungkin juga menyukai