Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis

yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan

dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan

nervus kranialis.1,2

Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa

terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan

wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter

dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan

oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan

paralysis motorik dengan gagal napas.3

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang

semua umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per

100.000 orang pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut

non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar

antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 3 minggu sebelum gejala neurologi timbul

seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan

ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan

oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3

minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki

1
gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan SGB dapat

mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama.

Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka

termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

(CIDP). Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan

secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki

prognosisnya.1,4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindrom Guillan Barre adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan

simetris, yang biasanya terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut.

Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya

paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun

dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.2

B. EPIDEMIOLOGI

Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15 tahun), dan

menemukan kejadian tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000. Kebanyakan

penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan

angka kejadian serupa tahunan , yaitu antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata

pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada laki-

laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia.

Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an

ditemukan. Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan

oleh infeksi anteseden. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP)

adalah bentuk paling umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai

90% kasus.

3
Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Dapat

juga terjadi pada usia tua, yang diyakini disebabkan oleh penurunan mekanisme

imunosupresor. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,25 : 1.2,4,5

Sindroma Guillai Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid

paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering

didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda.

Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia

mempengaruhi 10% sampai 20% pasien dengan Sindroma Guillain Barre.4

C. ETIOLOGI

Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya

dengan terjadinya SGB, antara lain: 2,3

1. Infeksi virus: Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV),

enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV).

2. Infeksi bakteri: Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.

2. Vaksinasi

3. Pembedahan

4. Penyakit sistematik:

a) keganasan

b) systemic lupus erythematosus

c) tiroiditis

d) penyakit Addison

5. Kehamilan atau dalam masa nifas

4
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi

kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1

sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran

pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.2

Telah diketahui bahwa infeksi salmonela tiposa dapat menyebabkan GBS.

Kemungkinan timbulnya sindrom Guillain-Barre pada demam tifoid perlu lebih

diketahui dan disadari, khususnya di Indonesia di mana demam tifoid masih

merupakan penyakit menular yang besar. 3

Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang sering menjadi penyebab SGB 4

Infeksi Definite Probable Possible


Virus CMV HIV Influenza
EBV Varicella Zooster Measles
Vaccinia/ smallpox Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter jejuni Typhoid Borrella B
Mycoplasma Paratyphoid
pneumonia Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria

D. KLASIFIKASI

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

5
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan

yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi

saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari

serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.5,6

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody

gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki

gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan

asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi

elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy

menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya

cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.5,6

3. Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB.

Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat

pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas.

Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan

minggu atau bulan 5,6

4. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropaty (AIDP)

AIDP adalah bentuk paling umum dan terdapat pada 80-95% kasus. Gejala

klinis yang muncul kelemahan motorik secara ascenden dengan hiporefleks atau

arefleks. Proses patologi yang mendasari yaitu peradangan dan kerusakan myelin

di sekitar akson saraf perifer yang diaktivasi oleh makrofag.5,6

6
5. Acute Neuropatic panautonomic

Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB.

Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat

kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia.

Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfagia, sembelit

dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok

pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan

inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan.

Gejala yang paling umum saat onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik,

serta disfungsi pencernaan.5,6

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset

akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign.

Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan

medulla. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik.

MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE

telah dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang

erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5,6

E. PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

7
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang

terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.7

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell

mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf

tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,

yang paling sering adalah infeksi virus.2

1. Teori-teori Imun:

Faktor humoral (antibodi terhadap gangliosid) - respon seluler (aktivasi

makrofag). Berbagai laporan melaporkan adanya antibodi terhadap glikolipid,

termasuk GM1, GQ1b, berbagai gangliosid lain, seluruh komponen membran

akson Histologi saraf tepi menunjukkan infiltrasi monosit perivaskuler

endoneurial dan demielinasi multifocal. Saraf-saraf tepi dapat terkena dari radiks

sampai akhiran saraf distal (poliradikuloneuropati) 2

2. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting

disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang

8
(bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan

kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus

dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah

menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan

imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen

presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit

T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan

pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan

E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial

akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit

T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat

merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen. 2

Gambar 1: Saraf normal dan Saraf pada GBS2

9
Teori lain mengatakan bahwa Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB

dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh

berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid merupakan target dari

antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya

kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini

menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan

bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh.

Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan

gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang

menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan

tiruan dari gangliosid GM1.

Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada

degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting

antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.

Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-

T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer.

Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses

demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf. Periode latent antara

proses infeksi dan tanda - tanda neurologi sekitar 1 – 3 minggu.5

10
Gambar 2 : Imunopatogenesis Guillain-Barre Syndrome2

Limphosit bermigrasi & bertransformasi ke


dlm serabut saraf, myelin & axon belum
rusak.

Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai


terjadi segmental demyelinisasi, axon
belum rusak.

kerusakan selubung myelin & axon,


Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf
atropi & denervasi.

Kerusakan axon >> proximal, kerusakan


irreversible regenerasi sel saraf (-)

Gambar 3 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB2

11
F. Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan

saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan

pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian

timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat

beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas,

poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan

selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh

enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. 2

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah

infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan

epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila

peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan

myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan

selubung myelin dari sel schwan dan akson. 2

Gambar 4: Sistem imunopathologi saraf pada SGB 4

12
G. Gejala Klinis

1. Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan

simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena

duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih

awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat

terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas

mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama

beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan

ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7

2. Keterlibatan Syaraf Kranialis

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan

SGB. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan

terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah

droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,

Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.

Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan

tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena

subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.7

3. Perubahan Sensoris

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan

sensori cenderung minimal dan variabel.7

13
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan

sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia

umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas

tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan

kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat

hadir.

4. Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89%

pasien melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu

selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah

bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit

gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama

perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa

terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di

ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat

bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya

yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai

berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi

imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7

5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem

simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB.

14
Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia,

Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik,

Anhidrosis dan / atau diaphoresis

Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung

dan dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada

pasien dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.7

6. Pernafasan

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan

pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan

adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan

menelan, Bicara cadel Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan

pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa

waktu selama perjalanan penyakit mereka.7

Tabel 2. Gejala klinis SGB

15
H. Kriteria Diagnostik

Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih dulu

dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari otot

distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi. 2

Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan

gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien

GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali

kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus

phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator

mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.5

1. Puncak defisit dicapai 4 minggu

2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu

3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi

sejenis

4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N. VII, VI,

III, V, IX, dan X)

5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas7,8

1. Abnormalitas motorik (kelemahan)

Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke lengan -

10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang, kelemahan

bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial) Kelemahan wajah

16
terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya bilateral - Refleks: hilang

/ pada sebagian besar kasus

2. Abnormalitas sensorik

Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove & stocking

sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa mialgia otot

panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi terbakar, kesemutan,

tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif terganggu - Variasi :

parestesi wajah & trunkus

3. Disfungsi Otonom

a. Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi

b. Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal

c. Retensi urine

Gambar 6: fase perjalan klinis Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna9

17
1. Fase Prodromal

Fase sebelum gejala klinis muncul

2. Fase Laten

a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang mendahuluinya sampai

timbulnya gejala klinis.

b. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari

3. Fase Progresif

a. Fase defisit neurologis (+)

b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.

c. Dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang bertambah berat

sampai maksimal )

d. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-demyelinating

polyradiculoneuropathy (CIDP)

4. Fase Plateau

a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.

b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg

5. Fase Penyembuhan

Fase perbaikan kelumpuhan motorik beberapa bulan

I. Pemeriksaan Penunjang

1. LCS 4

Disosiasi sitoalbumin, Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS >

0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada

18
panel metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti

CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.

a. Antibodi glicolipid

b. Antibodi GMI

2. EMG

a. Gambaran poliradikuloneuropati

b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa

paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5

c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H

abnormal. 3

3. Ro: CT atau MRI

Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati. 6

J. Terapi
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum

bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,

perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala

sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi

khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan

melalui sistem imunitas (imunoterapi). 6,10

1. Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid

tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Penggunaan

kortikosteroid saat sekarang masih kontroversi, karena di beberapa pasien

19
mempunyai dampak yang positif dalam perbaikan penyakit GBS.

Mekanisme penekanan autoimun atau menurunkan udema pada jaringan

penyambung akar saraf dan mencetuskan perbaikan apapun proses

inflamasi yang terjadi. Disamping itu penggunaan steroid tidak dapat

dipantau proses perkembangan perbaikan untuk terapi tersebut.

Kortikosteroid : dexamethasone 0,1-0,25 mg/kg/dosis q6 jam iv,po.

2. Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB

memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,

penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang

lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml

plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila

diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).10

3. Pengobatan imunosupresan:

a. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih

ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan

dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai

sembuh.2,10

b. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

20
1) 6 merkaptopurin (6-MP)

2) azathioprine

3) cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan

sakit kepala. 2

c. Terapi fisik: - alih baring

1) latihan ROM dini u/ cegah kontraktur

2) Hidroterapi

d. Supportif: profilaksis DVT (heparin s.c) 10

e. Analgesik

Analgesic ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk

meringankan nyeri ringan, namun tidak untuk nyeri yang

sangat,penelitian random control trial mendukung penggunaan

gabapentin atau carbamazepine pada ruang ICU pada perawatan SGB

fase akut. Analgesic narkotik dapat digunakan untuk nyeri dalam,

namun harus melakukan monitor secara hati-hati kepada efeksamping

denervasi otonomik.terapi ajuvan dengan tricyclic antidepressant,

tramadol, gabapentin, carbamazepine, atau mexilitene dapat

ditambahkan untuk penatalaksanaan nyeri neuropatik jangka panjang.10

21
K. Diagnosis Diferensial

1. Poliomielitis

Penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus poliomyelitis dengan

predileksinya merusak anterior horn cells of the spinal cord dan batang

otak dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distrubsi dan tingkat

yang bervariasi serta bersifat permanen. Pada poliomyelitis ditemukan

kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan sensorik,

kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal

tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.4

2. Myositis Akut

Myositis adalah peradangan otot yang dapat disebabkan oleh infeksi,

cedera, obat-obatan tertentu, olahraga, dan penyakit kronis. Pada myositis,

inflamasi menyerang serabut-serabut otot. Myositis dapat mengenai satu

atau seluruh otot di tubuh. Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut

biasanya proksimal, nyeri otot bisa ada atau tidak. Kelemahan dari

myositis dapat menyebabkan jatuh dan sulit untuk bangun dari kursi atau

setelah jatuh. Gejala myositis lain yang mungkin ada dengan kondisi

inflamasi meliputi ruam, kelelahan, penebalan kulit pada tangan, disfagia,

dispea. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kenaikan kadar CK

(Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.4

3. Myastenia gravis

Penyakit autoimun dengan akibat gangguan penghantaran impuls pada

neuromuscular junction yang ditandai oleh kelemahan atau kelumpuhan

22
yang tidak bersifat ascending. Normalnya, impuls yang sampai di

neuromuscular junction akan melepas asetilkolin dari vesikel saraf

terminal. Asetilkolin kemudian akan menempel di reseptor motor end plate

dan menimbulkan kontraksi otot. Ikatan asetilkolin yang kontinu

diperlukan agar kontraksi otot dapat di pertahankan. Pada miastenia gravis,

autoantibody terhadap reseptor asetilkolin mengganggu proses ini.

Reseptor asetilkolin menurun jumlahnya sehingga terjaadi kelumpuhan

otot volunteer yang meningkat seiring aktivitas.4

4. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy)

Gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan

gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-

kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh

kerusakan selubung myelin nervus perifer. Demielinisasi nervus perifer

menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang berkembang

secara progresif dan lebih berat sepanjang tahu. Kemampuan tungkai dan

lengan yang merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri, dan

temperature juga terganggu. Khasnya pertama kali dirasakan sebagai

tingling (rasa geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan. Gejala

keduanya menyebar dan lebih berat sepanjang tahun4

L. Komplikasi

GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien dalam

jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset penyakit.

23
Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung bertahun-

tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang keadaan

pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan atau

pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun pertama,

terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh

sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.5

Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa. tetapi lebih

sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih umum pada

axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien dengan ventilator. 5

Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan

hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan

GBS. Gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan

defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.7

M. Prognosis

Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik4:

1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot

2. Umur tua

3. Kebutuhan dukungan ventilator

4. Perjalanan penyakit progresif & berat

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada

sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%

24
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan

keadaan antara lain:

1. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal

2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

3. progresifitas penyakit lambat dan pendek

4. pada penderita berusia 30-60 tahun 2

25
BAB III

KESIMPULAN

Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan kelemahan

motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun dipercaya

bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini.terapi farmakoterapi dan terapi

fisik, prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat degenerasi

aksonal, dan umur pasien.

Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun

susunan saraf pusat. SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan

ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3 minggu dan kadang sampai 8 minggu

setelah suatu infeksi akut.

Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa

terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah.

Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan

dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh

Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis

motorik dengan gagal napas.

Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan

sensorik, nyeri, perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum

ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis.

Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,

mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada

stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-

26
tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit

untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi

Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan

LCS, EMG dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi

yang dapat menyebabkan kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,

Available from: http://www.americanfamilyphysician.com. [diakses tanggal

18 Juli 2017].

2. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from :

URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.

3. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre: Neurologi Klinis

Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

4. Guillain-Barré Syndrome. Available from:

http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm. [diakses

tanggal 18 Juli 2017].

5. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http:// www.mayoclinic.com /health/

guillain-barre- syndrome /DS00413/ DSECTION. [diakses tanggal 18 Juli

2017].

6. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th

edition. United States of America; 2005. p.1117-27

7. Brust John C.M. Peripheral Neuropathies. Current Diagnosis & Treatment.

2nd ed. Newyork: McGraw Hill Medical; 2012. p. 307-10.

8. Andary TM. Guilain-Barre Syndrom Clinical Presentation 2014. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/315632-clinical. [diakses tanggal

18 Juli 2017].

28
9. Amato A, Russel JA. Guiilain-Barre Syndrome and Related Disorders.

Neuromuscular Disorders. United Stated: McGrawHill Medical; 2008. p. 213-

32.

10. Van Doom PA. Diagnosis, treatment and prognosis of Guillain-Barre syndrom

(GBS). Departement Of Neurology. Netherland. 2013. Available from:

www.em-consulte.com/revue/lpm.

29

Anda mungkin juga menyukai