Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada umumnya semua metode kromatografi dapat dibedakan


menjadi dua kelompok pemisahan utama yakni kolom dan ruang (planar).
Kromatografi lapis tipis sebagai metode pemisahan ruang merupakan
teknik pemisahan yang paling sederhana jika dipertimbangkan dalam hal
peralatan dan kinerja (Spangenberg, et al., 2010). Kromatografi multi
eluen adalah alat yang paling kuat untuk pemisahan, (Mondello et al.,
2002). Kromatografi lapis tipis dua dimensi (KLT-2D) adalah salah satu
metode yang paling serbaguna pembangunan KLT. Aplikasi pertama dari
metode kromatografi dua dimensi adalah kromatografi kertas dilaporkan
pada tahun 1944 oleh Consden, Gordon, dan Martin (Mona, et al., 1983;
Spangenberg, et al., 2010).
Sejak saat itu, metode ini telah banyak digunakan untuk pemisahan
sejumlah besar senyawa yang tidak dapat dipisahkan dalam dimensi
tunggal percobaan KLT. G. Guiochon melaporkan beberapa aplikasi dari
teknik ini (Spangenberg, et al., 2010).
Dispersi terbaik pada spot di atas pelat KLT diperoleh saat
kromatogram dikembangkan dalam dua mode ortogonal. Itu terjadi ketika
arah pertama sistem normal-fase (NP) yang digunakan, misalnya pada
silika gel dengan fase gerak non-berair, dan arah kedua sebuah sistem fase
terbalik (RP) yang diterapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan sianopropil dilapisi lapisan silika tunggal, di mana TLC
dapat dilakukan baik dalam mode fase terbalik (dengan fase gerak berair)
atau dalam mode normal-fase (menggunakan pelarut non-polar) (Miroslaw
et al., 2002).
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami teknik untuk menguji kemurnian


hasil KLTP pada sampel ekstrak rimpang bangle (Zingiber cassumunar)
dengan menggunakan metode KLT dua dimensi.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk Membuktikan kemurnian hasil KLT Preparatif dari sampel
ekstrak rimpang bangle (Zingiber cassumunar) dengan menggunakan
metode KLT dua dimensi.
I.3 Prinsip percobaan
Prinsip dari KLT dua dimensi adalah adsorpsi dan partisi dengan
menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dan perbandingan eluen
pada profil KLT dimana akan memperpanjang lintasan noda (Rf) dengan
menunjukkan seyawa tunggal yang terdapat pada sampel rimpang bangle
(Zingiber cassumunar).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum


KLT dua dimensi mempunyai prinsip yaitu adsorbsi dan partisi,
adapun yang membedakannya adalah pada KLT dua dimensi didasarkan
pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak lintasan noda
untuk memperoleh senyawa tunggal (Ibnu & Abdul, 2008).
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi
sampel ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia
yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam
asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda (Ibnu &
Abdul, 2008).
Ekstrak murni yang diperoleh, ditotolkan pada lempeng KLT PF 254
nm, dielusi menggunakan 2 eluen dengan tingkat kepolaran dan arah yang
berbeda dengan cara lempeng yang telah dielusi pada fase gerak pertama
diputar 90°, dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase
gerak kedua, sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama
terletak dibagian bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi. Hasil
elusi diamati menggunakan penampak noda sinar ultra violet 254 nm dan
366 nm. Hasil pengamatan yang menunjukkan satu spot atau bercak tunggal
menandakan senyawa ekstrak yang diperoleh merupakan senyawa kimia
tunggal atau murni (Harborne, 1984).
KLT-2D yang menggunakan pelarut yang sama dalam dua arah harus
sistem yang terbaik. Namun, ini tidak biasanya menyebabkan informasi
tambahan, karena ekstrak yang dielusi pertama kemungkinan besar sama
dengan pada proses pengelusian selanjutnya. Metode KLT-2D hanya
menjadi menarik jika reaksi telah terjadi antara dua eluen, dan
penyimpangan dari garis diagonal dapat diamati setelah elusi kedua (Hahn,
2007).
Dalam hal untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk
memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan
pelarut yang sama ini cukup sulit (Wall, 2005).
Keberhasilan pemisahan akan tergantung pada kemampuan untuk
memodifikasi selektivitas eluen kedua dibandingkan dengan selektivitas dari
eluen pertama (Wall, 2005).
Pemisahan KLT 2 dimensi yang terbaik adalah ketika semua
komponen dipisahkan dan didistribusikan pada seluruh permukaan dari
pelat kromatografi. Estimasi pemisahan ini dapat dibuat dengan sebuah
fungsi objektif. Umumnya, kesepakatan yang baik antara evaluasi visual
dari kromatogram dan evaluasi komputer menggunakan fungsi objektif
adalah melihat. Di sisi lain, fungsi yang diperlukan yang dapat memprediksi
nilai Rf dari satu komponen fungsi komposisi dari fase gerak. Ada program
untuk simulasi kromatogram yang sebanding dengan yang diperoleh dengan
percobaan kromatogram (Wall, 2005).

Kromatografi 2 arah yang diidealkan dengan menggunakan sistem


fase gerak yang sama untuk kedua arah. Lingkaran putus-putus menyatakan
tempat ketiga komponen setelah pengembangan pertama, sementara
lingkaran hitam menyatakan tempat bercak terakhir. Lingkaran penuh
menyatakan hasil peruraian yang mungkin terjadi selama kromatografi
(Wall, 2005).
Adanya kemungkinan peruraian ini dapat diperiksa dengan KLT 2
arah ini, jika digunakan system fase gerak yang sama. Jika tidak terjadi
peruraian, maka semua bercak akan terdapat dalam satu garis yang
memotong titik awal sampel. Jika ada peruraian, maka akan ada bercak
diluar garis (Wall, 2005).
Pengembangan kontinyu (pengembangan terus-menerus) dilakukan
dengan cara mengalirkan fase gerak secara terus-menerus pada lempeng
KLT melalui suatu wadah (biasanya alas tangki) melalui suatu lapisan dan
dibuang dengan cara tertentu pada ujung lapisan (Wall, 2005).
Tujuan utama sistem ini adalah untuk mengubah polaritas fase
gerak. Meskipun demikian untuk memperoleh komposisi fase gerak yang
reprodusibel sangatlah sulit sehingga teknik kromatografi ini kurang populer
(Wall, 2005).

II.2 Uraian Bahan

1. Etil Asetat ( Ditjen POM, 1979)


Nama resmi : ETHYL ACETATE
Nama lain : Etil asetat
RM/BM : C4H5O2/ 88,1 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berearana bau seperti eter.
Kelarutan : Larut dalam air, dalam methanol, dapat
bercampur dengan asetat, dietil eter dab benzene.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Eluen
2. N-Heksana (Ditjen POM edisi III 1979 : 283)
Nama resmi : HEXAMINUM
Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 / 140,19
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa membakar manis
kemudian agak pahit. Jika di panaskan dalam
suhu ± 260⁰ menyublim.

Kelarutan : Cairan jernih; tidak berwarna, bau menusuk, rasa


asam, tajam dapat campur dengan air, dengan
etanol (95%), dan dengan gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan.
3. Methanol (Ditjen POM, 1979).
Nama resmi : METIL ALKOHOL
Nama lain : Metanol, Hidroksimetana, Metil alkohol, Metil
hidrat, Alkohol kayu, Karbinol.
BM : CH3OH/32.04 g/mol
Pemerian : Pada “keadaan atmosfer” ia berbentuk cairan
yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna,
mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang
khas (berbau lebih ringan daripada etanol).
Kelarutan : Larut dalam air, membentuk cairan jernih, dan
tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut
II.3 Uraian tanaman

Klasifikasi tanaman bangle (zingiber curcureum) (Harborne,1986);


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Fraceobionta
Subdivisi : Spermatophyte
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub kelas : Commelidae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber curcureum Roxb.
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol coklat,


chamber, gelas ukur, lampu UV 366 nm, pipa kapiler, plat KLT 8 x 8
cm, dan pipet tetes
III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu rimpang bangle


(Zingiber curcureum Roxb.), etil asetat, n-heksan, methanol.
III.2 Cara kerja

a. KLT dua dimensi


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditotolkan ekstrak pada salah satu sisi lempeng dengan ukuran 8 x 8
cm, yang lempengnya telah diaktifkan.
3. Dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan eluen yang
pertama yakni n-heksan : etil asetat (6 : 4)
4. Dibiarkan lempeng terelusi sempurna kemudian diangkat dan
dikeringkan.
5. Diputar lempeng 900 dan dimasukkan kembali ke dalam chamber
yang berisi eluen yang kedua, yakni n-heksan : etil asetat dengan
perbandingan 9 : 1
6. Dibiarkan lempeng terelusi sempurna, kemudian diangkat dan
dikeringkan.
7. Diamati noda yang muncul dengan sinar UV 366.
8. Diambil gambar noda yang tampak.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Penampakan plat KLT


eluen menggunakan
eluen N-Heksan : Etil
asetat (6:4) pada lampu
UV 366
Penampakan plat KLT Penampakan plat
eluen menggunakan KLT eluen N-
eluen N-Heksan : Etil Heksan : Etil asetat
asetat (6:4) pada lampu (9:1) pada lampu
UV 366 UV 366

Setelah lempeng diputar


2 90o

Keterangan:
1. Penotolan
2. Noda 1
3. Noda 2

BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum, dilakukan metode KLT dua dimensi dengan
menggunakan ekstrak dari hasil kerokan KLT-Preparatif. Pertama-tama, hasil
kerokan dari lempeng dilarutkan dengan metanol, setelah itu dilakukan
kromatografi kolom skala kecil dan hasil kolom ini ditampung dalam vial dan
diuapkan.
Untuk KLT dua dimensi, disiapkan alat dan bahan, dilarutkan ekstrak
dengan metanol, lalu ditotolkan pada lempeng yang sudah diaktifkan dibuat
perbandingan eluen. Kemudian dielusi hingga batas atas, setelah mencapai batas
atas dikeluarkan dan dikeringkan. Setelah itu lempeng diputar 90°. Tujuan dari
pemutaran lempeng 90° adalah agar memperpanjang jarak lintasan noda untuk
memperoleh senyawa tunggal. Setelah itu, dimasukkan kembali lempeng kedalam
chamber dengan menggunakan perbandingan eluen kedua, setelah mencapai batas
atas dikeluarkan dan dikeringkan. Dilihat noda yang tampak pada UV 366 nm.
Jika pada pengamatan menunjukkan bahwa pada kedua proses elusi yang
dilakukan terdapat satu bercak tunggal, maka dapat dikatakan bahwa bercak
tersebut merupakan senyawa tunggal.
Digunakan dua eluen yang rentang tingkat kepolarannya berbeda sedikit
agar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil dari elusinya, apakah noda yang ingin
dibuktikan tunggal atau bisa dilihat kenaikannya sedikit demi sedikit sehingga
jelas hasilnya. Karena itu dipilih perbandingan eluen non polar ke polar. Setelah
terelusi dengan menggunakan kedua eluen dari non polar hingga polar, dilihat
penampakan nodanya pada UV 366 nm.
Bercak noda yang didapat pada eluen I yaitu noda tunggal begitu juga
dengan eluen kedua. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang didapat dari
ekstrak rimpang bangle yaitu senyawa tunggal.

BAB VI

PENUTUP
VI.1 Kesimpulan

Pada Kromatografi lapis tipis 2, hasil pengamatan menunjukkan


bahwa terdapat satu spot atau bercak tunggal yang menandakan senyawa
ekstrak yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal atau murni.
VI.2 Saran

Untuk Laboratorium, sebaiknya ditambah perlengkapan yang


akan digunakan selama praktikum sehingga praktikum berjalan
sebagaimana mestinya agar bisa mengefisienkan waktu.
Untuk Asisten, sebaiknya lebih mengawasi praktikan selama
menjalankan praktikum untuk mengurangi faktor kesalahan yang muncul.
Untuk Praktikan, sebaiknya lebih memperhatikan untuk persiapan
laboratorium, agar praktikum dapaat berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Hahn, Elke. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography, Best Practice and
Avoidance of Mistakes. Second, Revised and Enlarge Edition.
Jerman: WILEY-VCH.
Harborne, J.B. 1984. Metode Fitokimia. Terjemahan oleh Kosasih Padmawinata
dan Iwang Soediro. 1996. ITB, Bandung.
Ibnu, Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Mirosław A. Hawrył, Anna Hawrył, Edward Soczewinski. 2002. Application of
Normal- and Reversed-Phase 2D-TLC on a Cyanopropyl-
Bonded Polar Stationary Phase for Separation of Phenolic
Compounds from the Flowers of Sambucus nigra L., J. Planar
Chromatogr. Vol. 15. Page: 4 – 10.
Mona, Zakaria, Marie-France Gonnord, Georges Guichon. 1983. Applications of
two-dimensional thin-layer chromatography, J. Chromatogr.
Vol. 271. Page: 127–192.
Mondello L., Lewis A. C., Bartle K. D. (Editors). 2002. Multi-dimensional
Chromatography, Wiley, Chichester, UK.
Spangenberg B., Poole C.F., Weins C. 2010. Quantitative Thin Layer
Chromatography. A Practical Survey, Springer, Berlin.
Wall, Peter E. 2005. Thin-Layer Chromatography: A Modern Practical Approach.
Cambridge: Royal Society of Chemistry.
LAPORAN LENGKAP FITOKIMIA
PERCOBAAN V
“KLT 2 DIMENSI”

OLEH :
KELAS D2

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
LAMPIRAN KLT 2 DIMENSI

Tanaman Bangle
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol coklat,
gelas ukur, lampu UV 366 nm, pipa kapiler, plat KLT 8 x 8 cm, dan
pipet teteS, vial, pipet tetes, hair dryer.
III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu rimpang


bangle (Zingiber cassumunar), silika gel, n-heksan, methanol, etil
asetat, kapas.
III.2 Cara kerja
a. Pembuatan Fase Diam
1. Pipa kolom disumbat kapas/glasswool pada bagian bawah.
2. Dipasang kolom pada klem secara tegak.
3. Dimasukan sebagian pelarut yang non polar sampai setengah pipa
kolom.
4. Fase diam dicampurkan dengan sejumlah pelarut.
5. Fase diam dimasukan kedalam kolom dengan cara dipipet, sambil
dimampatkan (dengan cara diketuk-ketuk diseluruh bagian tabung).
6. Dibuang sebagian pelarut, dengan membuka keran baagian bawah,
hingga batas atas pelarut berada tepat dibagian atas fase diam.
7. Kolom dibiarkan semalam sebelum digunakan.
8. Setelah semua fase diam dimasukan diletakan kertas saring dibagian
atas fase diam.
b. Pembuatan Eluen
Pembuatan eluen dilakukan dengan derajat kepolaran dari pelarut
yang bersifat non polar sampai polar. Eluen yang digunakan adalah n-
heksan, perbandingan konsentrasi n-heksan : etil; 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5,
4:6, 7:3, 8:2, 9:1, etil asetat, methanol. Masing-masing eluen dibuat
sebanyak 20 ml.
c. Prosedur Kromatografi Kolom
1. Sejumlah sampel dihomogenkan dengan fase diam.
2. Sampel dimasukan kedalam kolom diatas fase diam.
3. Kolom dielusi dengan eluen mulai dari non polar sampai polar.
4. Setiap hasil fraksi ditampung dalam vial tiap 5 ml.
5. Masing-masing fraksi dengan warna yang sama digabung menjadi
satu fraksi.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

Hasil fraksi yang didapatkan


Penampakan noda pada lampu uv 366 nm

LAPORAN LENGKAP FITOKIMIA


PERCOBAAN II
“KOLOM”
OLEH :
KELAS D2

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2018

Anda mungkin juga menyukai