A. Pengertian
Penerimaan pasien baru adalah suatu cara dalam menerima kedatangan pasien
baru pada suatu ruangan. Dalam penerimaan pasien baru disampaikan
beberapa hal mengenai orientasi ruangan,perawatan,medis,dan tata tertib
ruangan.
B. Tujuan
1. Menerima dan menyambut kedatangan pasien dengan hangat dan
terapeutik.
2. Meningkatkan komunikasi antara perawat dengan klien.
3. Mengetahui kondisi dan keadaan klien secara umum
4. Menurunkan tingkat kecemasan pasien saat MRS
............,.............
Perawat primer, Klien/Keluarga
( ) ( )
D. Catatan khusus
Dari perawat............................oleh perawat...........sebagai perawat primer di
Ruang ....................
..................,................
Perawat asal ruangan, PP Ruang ................,
(................................) (..........................)
ORIENTASI PASIEN BARU
A. Pengertian
Orientasi pasien baru merupakan kontrak antara perawat dan klien / keluarga
dimana terdapat kesepakatan antara perawat dengan klien/keluarganya dalam
memberikan Asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan
saling percaya antara perawat dan klien / keluarga dapat terbina ( Trust ).
B. Tujuan
a) Menghilangkan kebingungan
b) Memberikan gambaran ringkas tentang ruang perawatan
c) Memberikan pemahaman tentang hal-hal apa saja yang mesti mereka
lakukan
C. Pelaksanaan
a) Orientasi dilakukan saat pertama kali oleh klien datang ( 24 jam pertama )
dan kondisi klien sudah tenang.
b) Orientasi dilakukan oleh PP.Bila PP tidak ada PA dapat memberikan
orientasi untuk klien dan keluarga, selanjutnya orientasi harus dilengkapi
kembali oleh PP sesegera mungkin. Hal ini penting karena PP yang
bertanggung jawab terhadap semua kontrak atau orientasi yang dilakukan
c) Orientasi diberikan pada klien dan didampingi anggota keluarga yang
dilakukan dikamar klien dengan menggunakan format orientasi. Selanjutnya
klien diinformasikan untuk membaca lebih lengkap format orientasi yang
ditempelkan dikamar klien
d) Setelah orientasi, berikan daftar nama tim atau badge kepada klien dan
keluarga kemudian gantungkan daftar nama tersebut pada laci klien
e) Orientasi ini diulang kembali minimal setiap dua hari oleh PP atau yang
mewakili, terutama tentang daftar nama tim yang sudah diberikan, sekaligus
menginformasi kan perkembangan kondisi keperawatan klien dengan
mengidentifikasi kebutuhan klien.
f) Pada saat penggantian dinas ( dikamar klien ), ingatkan klien nama perawat
yang bertugas saat itu, bila perlu anjurkan klien atau keluarga melihat pada
daftar nama tim.
OPERAN DINAS (TIMBANG TERIMA SHIFT)
A. Pengertian
Operan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Operan pasien harus dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat,jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat,tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum
dilakukan serta perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus
akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Operan dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat
primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi yang
penting.
b. Tujuan khusus
1) Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
2) Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada pasien
3) Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat
dinas berikutnya.
4) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
C. Manfaat
1. Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
b. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat
c. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan
d. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna
2. Bagi pasien
a. Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap
Prosedur Operan
TAHAPAN KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKS
ANA
Persiapan 1.operan dilaksanakan setiap 5 menit NURSE PP dan PA
pergantian sif(sif)/operan STATION
2.prinsip operan,terutama pada
semua pasien baru masuk dan pasien
dilakukan operan khususnya pasien
yang memiliki permasalahan yang
belum/dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih lanjut
3.PP menyampaikan operan pada PP
berikutnya mengenai hal yang perlu
disampaikan dalam operan
a. Jumlah pasien
b. identitas klien dan diagnosis medis
c. data (keluhan/subjektif dan
objektif)
d. masalah keperawatan yang masih
muncul
e. intervensi keperawatan yang sudah
dan belum dilaksanakan (secara
umum)
f. intervensi kolaborasi dan dependen
g. rencana umum dan persiapan yang
perlu dilakukan (persiapan
operasi,pemeriksaan penunjang,dan
lain-lain)
Pelaksanaan 1.kedua kelompok dinas sudah siap 2O menit NURSE Karu,PP
(sif jaga) STATION dan PA
2.kelompok yang akan bertugas
menyiapkan buku catatan
3.kepala ruang membuka acara
operan
4.perawat yang melakukan operan
dapat melakukan klarifikasi,tanya
jawab dan melakukan validasi
terhadap hal-hal yang telah
dioperankan dan berhak menanyakan
mengenai hal-hal yang kurang jelas
5.kepala ruangan atau PP
menanyakan kebutuhan dasar pasien
6.penyampaian yang jelas,singkat
dan padat
7.perawat yang melakukan operan
mengkaji secara penuh terhadap
masalah keperawatan,kebutuhan dan RUANG
tindakan yang telah/belum PERAWA
dilaksanakan serta hal-hal penting TAN
lainnya selama masa perawatan
8.Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincincian yang
matang sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas
berikutnya
9.Lama operan untuk tiap pasien
tidak lebih dari lima menit kecuali
pada kondisi khusus dan
memerlukan keterangan yang rumit
Post operan 1.Diskusi 5 menit NURSE Karu,PP,P
2.Pelaporan untuk operan dituliskan STATION A
secara langsung pada format operan
yang ditandatangani oleh PP yang
jaga saat itu dan PP yang jaga
berikutnya diketahui oleh kepala
Ruang
3.Ditutup oleh karu
E. Alur operan
PASIEN
TINDAKAN
PERKEMBANGAN/KEADAAN PASIEN
MASALAH:
1.TERATASI
2.BELUM TERATASI
3.TERATASI SEBAGIAN
4.MUNCUL MASALAH BARU
F. Rencana strategi operan
Pelaksanaan operan
Tanggal :
Pukul :
Topik :
Tempat :
Metode.
1. Diskusi
2. Tanya jawab
Media
1. Status klien
2. Buku operan
3. Alat tulis
4. Leafleat
5. Sarana dan prasarana perawatan
Pengorganisasian.
Kepala ruangan :
Perawat primer (pagi) :
Perawat primer (sore) :
Perawat pelaksana (pagi) :
Perawat pelaksana (sore) :
Perawat pelaksana (mlm) :
Perawat pelaksana (libur) :
Pembimbing/supervisor :
Uraian kegiatan
1. Prolog.
Pada hari......jam......seluruh perawat (PP dan PA) shift pagi dan sore serta kepala
ruangan berkumpul di nurse station untuk melakukan operan.
2. Sesi I di nurse station.
Kepala ruangan memimpin dan membuka acara yang didahului dengan doa dan
kemudian mempersilahkan PP dinas pagi untuk melaporkan keadaan dan
perkembangan pasien selama bertugas kepada PP yang akan berdinas selanjutnya
(sore). PP dan PA shift sore memberikan klarifikasi keluhan,intervensi
keperawatan yang sudan dan belum dilaksanakan (secara umum),intervensi
kolaboratif dan dependen,rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
(persiapan operasi,pemeriksaan penunjang,dan lain-lain), serta hal yang belum
jelas atas laporan yang telah disampaikan.setelah melakukan operan di nurse
station berupa laporan tertulis dan lisan,kemudian diteruskan di ruang perawatan
pasien.
3. Sesi II di ruang perawatan pasien.
Seluruh perawat dan kepala ruangan bersama-sama melihat ke tempat pasien. PP
dinas selanjutnya mengklarifikasi dan memvalidasi data langsung kepada pasien
atau keluarga yang mengalami masalah khusus. Untuk pasien yang tidak
mengalami masalah khusus,kunjungan tetap dilaksanakan. Lama kunjungan tidak
lebih lima menit per pasien. Bila terdapat hal-hal yang bersifat rahasia bagi pasien
berakhir.
4. Epilog
Kembali ke nurse station. Diskusi tentang keadaan pasien yang bersifat rahasia.
Setelah proses operan selesai dilakukan,maka kedua PP menandatangani laporan
operan dengan diketahui oleh kepala ruang.
G. Evaluasi
1. Struktur (Input).
Pada operan,sarana dan prasarana yang menunjang telah tersedia antara lain :
catatan operan,status klien dan kelompok shift operan. Kepala ruang selalu
memimpin kegiatan operan yang dilaksanakan pada pergantian shift yaitu malam
ke pagi,pagi ke sore. Kegiatan operan pada sif sore ke malam di pimpin oleh
perawat primer yang bertugas saat itu.
2. Proses
Proses operan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksanakan oleh seluruh perawat
yang bertugas maupun yang akan mengganti shift. Perawat primer mengoperkan
kepada perawat primer berikutnya yang akan mengganti sif. Operan pertama
dilakukan di nurse station kemudian ke ruang perawatanpasien dan kembali lagi
ke nurse station. Isi operan mencakup jumlah pasien,diagnosis
keperawatan,intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien tidak lebih dari
lima menit saat klarifikasi ke pasien.
3. Hasil.
Operan dapat dilaksanakan setiap pergatian shift. Setiap perawat dapat
mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar perawat berjalan dengan
baik.
Karu Karu :
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengertian
Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan manajemen asuhan
keperawatan professional. Perawat professional diharapkan dapat menghadapi
tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala tindakan yang
dilaksanakan. Kesadaran masyarakat terhadap hokum semakin meningkat
sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan.
Komponen penting dalam pendokumentasian adalah dokumentasi, proses
keperawatan dan standar asuhan keperawatan. Efektifitas dan efisien sangat
bermanfaat dalam mengumpulkan informasi yang relevan serta akan
meningkatkan kualitas dokumentasi keperawatan.
Salah satu bentuk kegiatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan
professional yang akan tercapai dengan baik apabila system pendokumentasian
dapat dilakukan dengan benar. Kegiatan pendokumentasian meliputi keterampilan
berkomunikasi, keterampilan mendokumentasi proses keperawatan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
Konsep solusi terhadap masalah diatas perlu disusun standar dokumentasi
keperawatan agar dapat digunakan sebagai pedoman bagi perawat dengan harapan
asuhan keperawatan yang dihasilkan mempunyai efektifitas dan efisien.
B. Tujuan
a) Tujuan umum :
Menerapkan system dokumentasi keperawatan dengan benar di Ruang Paru
RSU X
b) Tujuan khusus :
1. Mendokumentasikan asuhan keperawatan ( pendekatan proses
keperawatan)
2. Mendokumentasikan pengkajian keperawatan
3. Mendokumentasikan diagnose keperawatan
4. Mendokumentasikan perencanaan keperawatan
5. Mendokumentasikan pelaksanaa keperawatan
6. Mendokumentasikan evaluasi keperawatan
7. Mendokumentasikan pengelolaan logistic dan obat
8. Mendokumentasikan he (health education) melalui kegiatan perencanaan
pulang
9. Mendokumentasikan timbang terima (pergantian shift/jaga)
10. Mendokumentasikan kegiatan supervise
11. Mendokumentasikan kegiatan penyelesaian kasus melalui ronde
keperawatan
C. Manfaat
1. Sebagai alat komunikasi antar perawat dan tenaga kesehatan lain
2. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hokum
3. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
4. Sebagai referensi pembelajaran dalam peningkatan ilmu keperawatan
5. Mempunyai nilai riset penelitian dan pengembangan keperawatan
D. Pelaksanaan
Kegiatan dokumentasi dilaksanakan pada minggi ke I-II untuk uji coba dan
aplikasi minggu III-IV. Secara garis besar model pendokumentasian PIE meliputi
sebagai berikut :
a) Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan data, kriteria-LLARB: legal, lengkap, akurat, relevan,
dan baru
2. Pengelompokan data, kriteria :
a. Data biologis yaitu hasil dari observasi tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik melalui IPPA (inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi)
serta pemeriksaan diagnostic/penunjang (laboratorium dan foto
rontgen)
b. Data psikologis, social, spiritual melalui wawancara dan observasi
c. Format pengkajian data awal menggunakan model ROS (review of
system) yang meliputi data demografi pasien, riwayat keperawatan,
observasi dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang/diagnostic
b) Diagnosis Keperawatan
Kriteria :
1. Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan
2. Siagnosis keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan pasien
3. Siagnosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat
4. Komponen diagnosis terdiri dari P-E-S
c) Perencanaan
komponen perencanaan keperawatan
1. Prioritas masalah
Kriteria :
a. Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama
b. Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan prioritas
kedua
c. Masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan syarat SMART
d) Intervensi/implementasi Keperawatan
a) Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai
operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim
atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang,
maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat
(rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim(Modul MPKP,
2006)
b) Post Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak
lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006)
Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi adalah sebagai berikut: (Ratna
Sitorus, 2006).
1. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi
atau sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana.
2. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam timnya masing – masing.
3. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin
dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam.
A. Pengertian
Ronde Keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanaka asuhan keperawan akan tetapi pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang
perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis
kedalam peraktek keperawatan secara langsung.
B. Karakteristik metode keperawatn adalah sebagai berikut:
1. Klien dilibatkan secara langsung
2. Klien merupakan focus kegiatan
3. Perawat asosiate , perawat primer dan konsuler merupakan diskusi bersama
4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas
5. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiate ,perawat
6. Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
B. Pelaksanaan
1. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan /telah
dilaksanakan dan memiih prioritas yang perlu diprioritaskan.
2. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
3. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala ruangan
tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
4. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.
C. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yang perlu dilakukan
.
D. Keluhan Ronde Keperawatan
Keluhan metode ini adalah klien dan keluarga kurang nyaman serta privasinya
terganggu
Masalah yang biasanya terdapat dalam metode ini adalah sebagai berikut:
1) Berorientasi pada prosedur keperawatan
2) Persiapan sebelum praktek kurang memadai
3) Belum ada keseragaman tentang laporan hasil ronde keperawatan
4) Belum ada kesempatan tentang model ronde keperawatan.
DISCHARGE PLANNING
b) Bagi Perawat :
1. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
2. Menerima informasi kunci setiap waktu
3. Memahami perannya dalam sistem
4. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
5. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yangberbeda
6. Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif
7. Sebagai bahan pendokumentasian dalam keperawatan
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pengajaran dan referral. Seluruh
pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan pada catatan perawat dan
ringkasan pulang (Discharge summary). Instruksi tertulis diberikan kepada
klien. Demonstrasi ulang menjadi harus memuaskan. Klien dan pemberi
perawatan harus memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang
akan digunakan di rumah.
Penyerahan homecare dibuat sebelum klien pulang. Informasi tentang
klien dan perawatannya diberikan kepada agen tersebut. Seperti informasi
tentang jenis pembedahan, pengobatan (termasuk kebutuhan terapi cairan IV
di rumah), status fisik dan mental klien, faktor sosial yang penting (misalnya
kurangnya pemberi perawatan, atau tidak ada pemberi perawatan) dan
kebutuhan yang diharapkan oleh klien. Transportasi harus tersedia pada saat
ini
5. Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat kerja
prosesdischarge planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan
cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan
terus-menerus dan membutuhkan revisi dan juga perubahan.
Evaluasi lanjut dari proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu
setelah klien berada di rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner
atau kunjungan rumah (homevisit). Keberhasilan program rencana
pemulangan tergantung pada enam variabel :
a. Derajat penyakit
b. Hasil yang diharapkan dari perawatan
c. Durasi perawatan yang dibutuhkan
d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlukan
e. Komplikasi tambahan
f. Ketersediaan sumber-sumber
A. Definisi
Universal Precaution saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar, kewaspadaan
standar tersebut dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak
diketahui (Depkes, 2008).
Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal Precaution
(UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik
dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya dari pasien ke pasien lainnya.
Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan
oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat,
pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi. (Nursalam, 2007).
Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan
pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status
infeksi. Kewaspadaan Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena ia
merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan untuk
melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh
tertentu. Penerapan Kewaspadaan umum diharapkan dapat menurunkan risiko
penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).
Kewaspadaan umum tersebut ditujukan untuk melindungi setiap orang (pasien, klien,
dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan baku
berlaku untuk darah, tubuh/semua cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali
keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir, kulit dan membran mukosa yang tidak
utuh. Penerapan ini adalah untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang
berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya si
pasien, benda yang terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam
sistem pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).
Menurut Claire (1987) yang dikutip Tietjen (2004), indikasi penggunaan praktik
isolasi tertentu seperti sarung tangan tertentu lebih efektif dari pada baju pelindung
dalam pencegahan kontaminasi silang telah dapat diatasi melalui penelitian. Namun
ketidakmampuan petugas administrasi dan klinik di negara miskin untuk
menyediakan perlengkapan pelindung, khususnya ketersedian sarung tangan baru,
masih menjadi kendala. Sebagai tambahan, tantangan menyediakan air bersih dan
untuk mencapai standar yang dapat diterima seperti proses penggunaan instrumen
medis dan pembuangan sampah masih menjadi persoalan di banyak negara.
B. Tujuan Kewaspadaan Umum
Menurut Nursalam (2007), kewaspadaan umum perlu diterapkan dengan tujuan:
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak
terlihat seperti risiko.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
C. Pelaksanaan Kewaspadaan Umum
Penerapan Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya pengendalian
infeksi di sarana pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing
pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf
pelaksana pelayanan termasuk staf penunjangnya dan juga pengguna yaitu pasien dan
pengunjung sarana kesehatan tersebut. Penerapan Kewaspadaan Umum didasarkan
pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit
baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).
Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan
bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang
berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini
juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3 bagi petugas kesehatan
(Nursalam, 2007) .
D. Komponen Utama Kewaspadaan Umum/ Kewaspadaan Baku
Menurut Tietjen (2004) penggunaan pembatas fisik, mekanik, atau kimiawi antara
mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat
inap merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi. Adapun
prinsip utama prosedur Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi beberapa kegiatan pokok seperti:
a. Cuci Tangan
Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan
oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah
tindakan aktif, singkat dengan menggosok bersamaan semua permukaan tangan
dengan memakai sabun, yang kemudian diikuti dengan membasuhnya dibawah air
hangat yang mengalir. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme
yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada saat itu
(Umar, 2005).
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga
penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Aspek terpenting dari mencuci tangan
adalah pergesekan yang ditimbulkan dengan menggosok tangan bersamaan mencuci
tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan yang dilakukan secara rutin
(Nursalam, 2007).
Menurut Syawir (2011) ada beberapa sarana cuci tangan yaitu sebagai berikut:
1. Air Mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan
saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air
mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis
atau kimiawi saat cuci tangan akan bersih dan tidak menempel lagi di permukaan
kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur
dengan gayung. Namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup
besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan
air bekas cucian kembali ke bak penampungan air bersih. Air kran bukan berarti
harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana degan tangki berkran
di ruang pelayanan atau perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para
petugas kesehatan yang memerlukannya.
2. Sabun dan Deterjen
Bahan ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan
permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terhalau oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan. Namun dilain pihak, dengan seringnya
menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak akan hilang dan membuat
kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi
peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal yang dipakai pada
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang
memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik
memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit
setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit
masing-masing individu. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin
dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal
terutama kuman transien.
Menurut Syawir (2011) prosedur cuci tangan adalah sebagai berikut:
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir.
b. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya
tanpa percikan.
c. Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan
telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok
kedua telapak tangan dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan
cara menggenggam dan memutar, gosok telapak tangan. Proses berlangsung
selama 10-15 detik.
d. Bilas kembali dengan air sampai bersih.
e. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau
handuk katun kain sekali pakai.
f. Matikan kran dengan kertas atau tisu.
g. Pada cuci tangan aseptik/ bedah diikuti larangan menyentuh permukaan yang
tidak steril.
b. APD (Alat Pelindung Diri)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri
dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari
lingkungan kerja dan berguna dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi
kemungkinan cidera atau cacat, dan terdiri dari berbagai jenis APD di rumah sakit
yaitu sarung tangan, masker, penutup kepala, gaun pelindung dan sepatu
pelindung (Syukri, 1982 dalam Jumata, 2010).
1. Sarung Tangan
Sarung tangan atau istilahnya handscoon merupakan salah satu kunci
dalam meminimalisasi penularan penyakit, merupakan alat yang mutlak harus
dipergunakan oleh petugas kesehatan termasuk perawat. Pemakaian sarung
tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan
benda yang terkontaminasi (Jumata, 2010).
Menurut Tietjen, dkk, 2004 sampai sekitar 15 tahun lalu, petugas
kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan untuk mengurangi
risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien, mencegah penularan flora
kulit petugas kepada pasien dan mengurangi kontaminasi tangan petugas
kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke
pasien lain. Menurut Tenosis (2001) yang dikutip Tietjen (2004), walaupun
sarung tangan telah berulang kali terbukti sangat efektif mencegah
kontaminasi pada tangan petugas kesehatan, sarung tangan tidak dapat
menggantikan perlunya cuci tangan. Sarung tangan lateks kualitas terbaik pun
mungkin mempunyai kerusakan kecil yang tidak tampak. Selain itu sarung
tangan juga dapat robek sehingga tangan dapat terkontaminasi sewaktu
melepaskan sarung tangan. Tergantung situasi, sarung tangan pemeriksaan
atau sarung tangan rumah tangga harus dipakai bila akan terjadi kontak tangan
pemeriksa dengan darah atau tubuh lainnya, selaput lendir, atau kulit yang
terluka, akan melakukan tindakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-
alat vaskular seperti intravena perifer) dan akan membersihkan sampah
terkontaminasi atau memegang permukaan yang terkontaminasi (Tietjen, dkk,
2004).
2. Masker
Masker berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap udara yang
terkontaminasi di tempat kerja atau di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi dan mengurangi risiko tertular penyakit melalui udara (Ramdayana,
2009).
c. Keselamatan Menggunakan Jarum Suntik Keselamatan menggunakan jarum
suntik sebaiknya menggunakan tiap-tiap jarum dan spuit hanya sekali pakai, tidak
melepas jarum dari spuit setelah digunakan, tidak menyumbat, membengkokkan,
atau mematahkan jarum sebelum dibuang dan membuang jarum dan spuit di
wadah anti bocor.
Menurut Tietjen (2004) apabila jarum dan spuit sekali pakai tidak tersedia dan
perlu memasang kembali penutup jarum, maka gunakan metode penutupan “satu
tangan” dengan cara:
1) Tempatkan penutup jarum pada permukaan rata dan kokoh, kemudian angkat
tangan anda.
2) Kemudian dengan satu tangan memegang spuit, gunakan jarum untuk
menyekop tutup tersebut dengan penutup di ujung jarum, putar spuit tegak
lurus sehingga jarum dan spuit mengarah ke atas.
3) Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung jarum
sepenuhnya, peganglah spuit ke arah atas dengan pangkal dekat pusat (dimana
jarum itu bersatu dengan spuit dengan satu tangan, dan gunakan tangan
lainnya untuk menyegel tutup itu dengan baik).
d. Sterilisasi Alat
Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah langkah
pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan
lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan
misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 %
atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV dan HIV.
Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan.
Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi, kemudian perlu
dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses
yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan
bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas atau
jaringan di bawah kulit yang biasanya steril.
a. Pengertian
Patient safety atau keselamatan pasien merupakan suatu variabel untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan.( Nursalam,hal 307)
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sejak malpraktik menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media
baik cetak maupun elektronik hingga ke jurnal-jurnal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap issu keselamatan
pasien.
Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka
kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat i
rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak
rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja
perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana
kurang tepat dan lain-lain.
Indkator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-
area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan :
1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu
2. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau
terapi sebagaimana yang diharapkan
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4. Ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya: pemeritah
dengan swasta atau urban dengan rural)
b. Tujuan Patient Safety
Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS.
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
Menurunnya KTD di RS.
Terlaksananyaprogram-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
c. Pelaksanaan Patient Safety
Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names).
Pastikan identifikasi pasien.
Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yg benar.
Kendalikan cairan elektrolit pekat.
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Hindari salah kateter dan salah sambung slang.
Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
d. Standar Keselamatan Pasien
Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
Standar Keselamatan Pasien meliputi:
1. hak pasien;
2. mendidik pasien dan keluarga;
3. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien;
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
e. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Meliputi :
I. Ketepatan identifikasi pasien;
II. Peningkatan komunikasi yang efektif;
III. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
IV. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi;
V. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
VI. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi
lain, dua kali pengecekan : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu
yang akan menerima pelayanan atau pengobatan, kedua, untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua
identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA).
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
dan magnesium sulfat =50%
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati
di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat pasien Operasi
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
Sasaran V :Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Rumah sakit mengadopsi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan
sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran VI :Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit :
1. membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. memimpin dan mendukung staf
3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. mengembangkan sistem pelaporan;
5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien; dan
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Pelaporan Insiden, Analisis Dan Solusi
Sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.
Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditujukan
untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).
Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu
paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan
TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden
yang dilaporkan.
TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit
Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi jadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir
2 Peraturan ini.
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara nasional.
FORMAT UJIAN PENILAIAN PENERIMAAN PASIEN BARU
NILAI
NO KEGIATAN
YA TIDAK
A TAHAP PERSIAPAN
B TAHAP PELAKSANAAN
1 Mengucapkan Salam
C TAHAP TERMINASI
1 Merapikan pasien
3 Mengucapkan salam
Skor maksimal
Bandung,....................................2018
Penguji
(...............................................)
Format Ujian Penilaian Orientasi Pasien Baru
Nilai
NO Aspek Kegiatan Orientasi Pasien Baru
Ya Tidak
A TAHAP PERSIAPAN
B TAHAP PELAKSANAAN
c. Perawat Asociate
a) Memandikan pasien
b) Menghidangkan makan
c) Pemberian obat
d) Observasi keluhan dan tanda-tanda vital
e) Pengontrolan infus
f) Pengambilan spesimen/pemeriksaan
penunjang
6 Menjelaskan kondisi pasien pada saat ini terkait
dengan makanan yang boleh dikonsumsi dan
aktifitas yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan
C TAHAP TERMINASI
1 Merapikan pasien
Skor maksimal
Bandung,....................................2018
Penguji
(...............................................)
Format Ujian Penilaian Timbang Terima Shift (Operan Dinas)
Nilai
Tahap No Kegiatan
ya tidak
C. PENUTUP 1 Diskusi
Skor maksimal
Bandung,....................................2018
Penguji
(...............................................)