Anda di halaman 1dari 46

HANDOUT

PRA STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN


Oleh : Dewi Mustikaningsih,S.Kep.,Ners,M.Kep.

PENERIMAAN PASIEN BARU

A. Pengertian
Penerimaan pasien baru adalah suatu cara dalam menerima kedatangan pasien
baru pada suatu ruangan. Dalam penerimaan pasien baru disampaikan
beberapa hal mengenai orientasi ruangan,perawatan,medis,dan tata tertib
ruangan.

B. Tujuan
1. Menerima dan menyambut kedatangan pasien dengan hangat dan
terapeutik.
2. Meningkatkan komunikasi antara perawat dengan klien.
3. Mengetahui kondisi dan keadaan klien secara umum
4. Menurunkan tingkat kecemasan pasien saat MRS

C. Tahapan penerimaan pasien baru


1. Tahap prapenerimaan pasien baru
a. Menyiapkan kelengkapan administrasi
b. Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
c. Menyiapkan format penerimaan pasien baru
d. Menyiapkan format pengkajian
e. Menyiapkan informed consent sentralisasi obat
f. Menyiapkan nursing kit
g. Menyiapkan lembar tata tertib pasien dan pengunjung ruangan

2. Tahap pelaksanaan peneriman pasien baru


a. Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/perawat
primer/perawat yang diberi delegasi
b. Perawat memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya
c. Perawat menunjukan kamar/tempat tidur klien dan mengantar ke
tempat yang telah ditetapkan
d. Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur
(apabila pasien datang dengan branchard/kursi roda) dan berikan posisi
yang nyaman
e. Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format
f. Perkenalkan pasien baru dengan pasien baru yang sekamar
g. Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat
memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang orientasi
ruangan,perawat (termasuk perawat yang bertanggung jawab dan
sentralisasi obat),medis (dokteryang bertanggung jawab), dan tata
tertib ruangan.
h. Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah
disampaikan
i. Apabila pasien atau keluarga sudah jelas,maka diminta untuk
mendatangani informed concent sentralisasi obat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Pelaksanaan secara efektif dan efisien
2. Dilakukan oleh kepala ruangan atau perawat primer dan atau perawat
asosiate yang telah diberi wewenang/delegasi
3. Saat pelaksanaan tetap menjaga privasi klien
4. Ajak pasien komunikasi yang baik dan beri sentuhan terapeutik

D. Peran perawat dalam penerimaan pasien baru


1. Kepala ruangan.
Menerima pasien baru
2. Perawat primer.
1) Menyiapakan lembar penerimaan pasien baru
2) Menandatangani lembar penerimaan pasien baru
3) Melakukan pengkajian pada pasien baru
4) Mengorientasikan klien pada ruangan
5) Memberi penjelasan tentang perawat dan dokter yang bertanggung
jawab
6) Mendokumentasikan penerimaan pasien baru
3. Perawat pelaksana
Membantu PP dalam pelaksanaan penerimaan pasien baru

E. Petunjuk pengisian lembar penerimaan pasien baru (RM 1)


1. Pengisian nama pasien,nomor register,diagnosis medis,alamat dan nomor
telpon,tanggal MRS dan jam
2. Penjelasan tentang perkenalan diri perawat,dokter,penyakit yang
diderita,terapi yang diberikan,sistem sentralisasi obat,aturan rumah sakit
dan pengenalan lingkungan atau ruangan.pengenalan perawat terdiri dari
kepala ruangan,perawat primer dan perawat pelaksana yang bertanggung
jawab. Penjelasan tentang aturan rumah sakit seperti fasilitas,jam
berkunjung,penunggu klien,waktu makan,tata cara pembayaran jasa rumah
sakit. pengenalan dapur,kamar mandi,ruang perawat,ruang dokter,atau
depo farmasi merupakan bagian pengenalan ruangan/lingkungan. Setelah
itu pasien dan keuarga dianjurkan tidak membawa barang berharga.
Mengenalkan klien baru dengan klien lain yang sekamar juga perlu
dilakukan. Kemudian perawat menanyakan kembali tentang kejelasan
informasi yang telah disampaikan diisi dengan check list.
3. Pemberian tanggal dan tanda tangan perawat primer dan pasien/keluarga.
Lembar penerimaan pasien baru

Nama/umur : Alamat/No. Tlp :


No. RM : Tgl MRS/Jam :
Penjelasan tentang :
1. □ Perkenalan diri
2. □ Perkenalan perawat yang bertanggung jawab
a. Kepala ruangan
b. Perawat primer
c. Perawat pelaksana
3. □ Penjelasan tentang penyakit yang diderita,tetapi yang akan diberikan dan
persiapannya,hal-hal yang diperbolehkan dan tidak bagi pasien
4. □ Perkenalkan dokter dan tenaga nonkeperawatan yang bertanggung jawab
(administrasi,ahli gizi,dan lain-lain).
5. □ Penjelasan tentang aturan rumah sakit
a. Fasilitas
b. Jam berkunjung
c. Penunggu klien
1) Penunggu adalah keluarga terdekat klien
2) Masing-masing klien hanya boleh ditunggu satu penunggu
3) Setiap penunggu akan mendapatkan kartu penunggu lien di Ruang Bedah A
RSU Dr. Soetomo surabaya
d. Waktu makan
e. Tata cara pembayaran jasa rumah sakit
f. Penjelasan akan sistem sentralisasi obat
6. □ Perkenalan ruangan/lingkungan.
a. Dapur d. Ruang perawat
b. Kamar mandi e. Depo farmasi
c. Ruang dokter
7. □ Anjurkan untuk tidak membawa barang berharga
8. □ Perkenalkan klien baru dengan klien lain yang sekamar (bila ada)
9. □ Menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah disampaikan
*Keterangan: isi dengan “√” jika sudah dilakukan

............,.............
Perawat primer, Klien/Keluarga
( ) ( )

F. Petunjuk Pengisian Lembar Serah Terima Pasien Baru (RM 2)


1. Pengisian nama pasien,diagnosis medis,asal ruangan,tanggal dan waktu
kedatanganan pasien.
2. Kolom daftar serah terima obat diisi dengan nama obat dan jumlahnya.
3. Kolom daftar serah terima alat diisi dengan nama alat dan jumlahnya
4. Jenis pemeriksaan penunjang diisi dengan jenis pemeriksaan yang telah
dilakukan
5. Catatan khusus berisikan catatan penting yang perlu ditambahkan dalam
penerimaan pasien baru
6. Pada baris terakhir diisikan nama ruang perawat yang menyerahkan pasien dan
nama ruang perawat yang menerima pasien
7. Menuliskan tanggal pasien baru diterima dan tanda tangan oleh perawat
pengirim pasien dan PP penerima pasien

G. LEMBAR SERAH TERIMA PASIEN BARU


A. Serah terima pasien
Telah diterima pasien baru :
Nama : Umur :
No.RM : Tanggal:
Dx. Medis : Waktu :
Asal ruangan :
B. Serah terima obat dan alat
Daftar obat yang diterima
No. Nama Obat Jumlah

Daftar alat yang diterima


No. Nama Alat Jumlah

C. Jenis pemeriksaan penunjang


No. Jenis Pemeriksaan Penunjang Jumlah

D. Catatan khusus
Dari perawat............................oleh perawat...........sebagai perawat primer di
Ruang ....................

..................,................
Perawat asal ruangan, PP Ruang ................,

(................................) (..........................)
ORIENTASI PASIEN BARU

A. Pengertian
Orientasi pasien baru merupakan kontrak antara perawat dan klien / keluarga
dimana terdapat kesepakatan antara perawat dengan klien/keluarganya dalam
memberikan Asuhan keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan
saling percaya antara perawat dan klien / keluarga dapat terbina ( Trust ).
B. Tujuan
a) Menghilangkan kebingungan
b) Memberikan gambaran ringkas tentang ruang perawatan
c) Memberikan pemahaman tentang hal-hal apa saja yang mesti mereka
lakukan
C. Pelaksanaan
a) Orientasi dilakukan saat pertama kali oleh klien datang ( 24 jam pertama )
dan kondisi klien sudah tenang.
b) Orientasi dilakukan oleh PP.Bila PP tidak ada PA dapat memberikan
orientasi untuk klien dan keluarga, selanjutnya orientasi harus dilengkapi
kembali oleh PP sesegera mungkin. Hal ini penting karena PP yang
bertanggung jawab terhadap semua kontrak atau orientasi yang dilakukan
c) Orientasi diberikan pada klien dan didampingi anggota keluarga yang
dilakukan dikamar klien dengan menggunakan format orientasi. Selanjutnya
klien diinformasikan untuk membaca lebih lengkap format orientasi yang
ditempelkan dikamar klien
d) Setelah orientasi, berikan daftar nama tim atau badge kepada klien dan
keluarga kemudian gantungkan daftar nama tersebut pada laci klien
e) Orientasi ini diulang kembali minimal setiap dua hari oleh PP atau yang
mewakili, terutama tentang daftar nama tim yang sudah diberikan, sekaligus
menginformasi kan perkembangan kondisi keperawatan klien dengan
mengidentifikasi kebutuhan klien.
f) Pada saat penggantian dinas ( dikamar klien ), ingatkan klien nama perawat
yang bertugas saat itu, bila perlu anjurkan klien atau keluarga melihat pada
daftar nama tim.
OPERAN DINAS (TIMBANG TERIMA SHIFT)

A. Pengertian
Operan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu
(laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Operan pasien harus dilakukan
seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat,jelas dan lengkap tentang
tindakan mandiri perawat,tindakan kolaboratif yang sudah dan yang belum
dilakukan serta perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus
akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Operan dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada perawat
primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan lisan.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi yang
penting.
b. Tujuan khusus
1) Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data fokus)
2) Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam asuhan
keperawatan kepada pasien
3) Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindak lanjuti oleh perawat
dinas berikutnya.
4) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
C. Manfaat
1. Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
b. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat
c. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan
d. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna
2. Bagi pasien
a. Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap
Prosedur Operan
TAHAPAN KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKS
ANA
Persiapan 1.operan dilaksanakan setiap 5 menit NURSE PP dan PA
pergantian sif(sif)/operan STATION
2.prinsip operan,terutama pada
semua pasien baru masuk dan pasien
dilakukan operan khususnya pasien
yang memiliki permasalahan yang
belum/dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih lanjut
3.PP menyampaikan operan pada PP
berikutnya mengenai hal yang perlu
disampaikan dalam operan
a. Jumlah pasien
b. identitas klien dan diagnosis medis
c. data (keluhan/subjektif dan
objektif)
d. masalah keperawatan yang masih
muncul
e. intervensi keperawatan yang sudah
dan belum dilaksanakan (secara
umum)
f. intervensi kolaborasi dan dependen
g. rencana umum dan persiapan yang
perlu dilakukan (persiapan
operasi,pemeriksaan penunjang,dan
lain-lain)
Pelaksanaan 1.kedua kelompok dinas sudah siap 2O menit NURSE Karu,PP
(sif jaga) STATION dan PA
2.kelompok yang akan bertugas
menyiapkan buku catatan
3.kepala ruang membuka acara
operan
4.perawat yang melakukan operan
dapat melakukan klarifikasi,tanya
jawab dan melakukan validasi
terhadap hal-hal yang telah
dioperankan dan berhak menanyakan
mengenai hal-hal yang kurang jelas
5.kepala ruangan atau PP
menanyakan kebutuhan dasar pasien
6.penyampaian yang jelas,singkat
dan padat
7.perawat yang melakukan operan
mengkaji secara penuh terhadap
masalah keperawatan,kebutuhan dan RUANG
tindakan yang telah/belum PERAWA
dilaksanakan serta hal-hal penting TAN
lainnya selama masa perawatan
8.Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincincian yang
matang sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas
berikutnya
9.Lama operan untuk tiap pasien
tidak lebih dari lima menit kecuali
pada kondisi khusus dan
memerlukan keterangan yang rumit
Post operan 1.Diskusi 5 menit NURSE Karu,PP,P
2.Pelaporan untuk operan dituliskan STATION A
secara langsung pada format operan
yang ditandatangani oleh PP yang
jaga saat itu dan PP yang jaga
berikutnya diketahui oleh kepala
Ruang
3.Ditutup oleh karu

D. Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift
2. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (PP)
3. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas
4. Informasi yang disampaikan harus akurat,singkat,sistematis dan menggambarkan
kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien
5. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien
6. Pada saat operan di kamar pasien,menggunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi klien.
Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung
didekat klien
7. Sesuatu yang mungkin membuat klien terkejut dan syok sebaiknya dibicarakan di
nurse station

E. Alur operan
PASIEN

DIAGNOSIS MEDIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


MASALAH KOLABORATIF (didukung data)

TINDAKAN

TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN

PERKEMBANGAN/KEADAAN PASIEN

MASALAH:
1.TERATASI
2.BELUM TERATASI
3.TERATASI SEBAGIAN
4.MUNCUL MASALAH BARU
F. Rencana strategi operan
Pelaksanaan operan
Tanggal :
Pukul :
Topik :
Tempat :

Metode.
1. Diskusi
2. Tanya jawab
Media
1. Status klien
2. Buku operan
3. Alat tulis
4. Leafleat
5. Sarana dan prasarana perawatan
Pengorganisasian.
Kepala ruangan :
Perawat primer (pagi) :
Perawat primer (sore) :
Perawat pelaksana (pagi) :
Perawat pelaksana (sore) :
Perawat pelaksana (mlm) :
Perawat pelaksana (libur) :
Pembimbing/supervisor :

Uraian kegiatan
1. Prolog.
Pada hari......jam......seluruh perawat (PP dan PA) shift pagi dan sore serta kepala
ruangan berkumpul di nurse station untuk melakukan operan.
2. Sesi I di nurse station.
Kepala ruangan memimpin dan membuka acara yang didahului dengan doa dan
kemudian mempersilahkan PP dinas pagi untuk melaporkan keadaan dan
perkembangan pasien selama bertugas kepada PP yang akan berdinas selanjutnya
(sore). PP dan PA shift sore memberikan klarifikasi keluhan,intervensi
keperawatan yang sudan dan belum dilaksanakan (secara umum),intervensi
kolaboratif dan dependen,rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
(persiapan operasi,pemeriksaan penunjang,dan lain-lain), serta hal yang belum
jelas atas laporan yang telah disampaikan.setelah melakukan operan di nurse
station berupa laporan tertulis dan lisan,kemudian diteruskan di ruang perawatan
pasien.
3. Sesi II di ruang perawatan pasien.
Seluruh perawat dan kepala ruangan bersama-sama melihat ke tempat pasien. PP
dinas selanjutnya mengklarifikasi dan memvalidasi data langsung kepada pasien
atau keluarga yang mengalami masalah khusus. Untuk pasien yang tidak
mengalami masalah khusus,kunjungan tetap dilaksanakan. Lama kunjungan tidak
lebih lima menit per pasien. Bila terdapat hal-hal yang bersifat rahasia bagi pasien
berakhir.
4. Epilog
Kembali ke nurse station. Diskusi tentang keadaan pasien yang bersifat rahasia.
Setelah proses operan selesai dilakukan,maka kedua PP menandatangani laporan
operan dengan diketahui oleh kepala ruang.
G. Evaluasi
1. Struktur (Input).
Pada operan,sarana dan prasarana yang menunjang telah tersedia antara lain :
catatan operan,status klien dan kelompok shift operan. Kepala ruang selalu
memimpin kegiatan operan yang dilaksanakan pada pergantian shift yaitu malam
ke pagi,pagi ke sore. Kegiatan operan pada sif sore ke malam di pimpin oleh
perawat primer yang bertugas saat itu.
2. Proses
Proses operan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksanakan oleh seluruh perawat
yang bertugas maupun yang akan mengganti shift. Perawat primer mengoperkan
kepada perawat primer berikutnya yang akan mengganti sif. Operan pertama
dilakukan di nurse station kemudian ke ruang perawatanpasien dan kembali lagi
ke nurse station. Isi operan mencakup jumlah pasien,diagnosis
keperawatan,intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien tidak lebih dari
lima menit saat klarifikasi ke pasien.
3. Hasil.
Operan dapat dilaksanakan setiap pergatian shift. Setiap perawat dapat
mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar perawat berjalan dengan
baik.

Lampiran format operan


FORMAT OPERAN PENDERITA
Nama pasien : Kamar :
Umur : Dx. Medis :
Tanggal :
Asuhan Operan
keperawatan
Sift pagi Sift sore Sift malam
Masalah
keperawatan
Data fokus S: S: S:
(subyektif daan O: O: O:
obyektif) A: A: A:
P: P: P:
Intervensi yang
sudah dilakukan
Intervensi yang
belum dilakukan
Hal-hal yang perlu
diperhatikan
(lab,obat,advis
medis)
Tanda tangan PP PP pagi : PP PP sore : PP PP malam :
Sore: malam: PP pagi :

Karu Karu :
PROSES KEPERAWATAN

(Pengkajian fisik, penentuan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana


keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai rencana, pelaksanaan
evaluasi tindakan keperawatan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi dan
Dokumentasi Keperawatan)

A. Pengertian
Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan manajemen asuhan
keperawatan professional. Perawat professional diharapkan dapat menghadapi
tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala tindakan yang
dilaksanakan. Kesadaran masyarakat terhadap hokum semakin meningkat
sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan.
Komponen penting dalam pendokumentasian adalah dokumentasi, proses
keperawatan dan standar asuhan keperawatan. Efektifitas dan efisien sangat
bermanfaat dalam mengumpulkan informasi yang relevan serta akan
meningkatkan kualitas dokumentasi keperawatan.
Salah satu bentuk kegiatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan
professional yang akan tercapai dengan baik apabila system pendokumentasian
dapat dilakukan dengan benar. Kegiatan pendokumentasian meliputi keterampilan
berkomunikasi, keterampilan mendokumentasi proses keperawatan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
Konsep solusi terhadap masalah diatas perlu disusun standar dokumentasi
keperawatan agar dapat digunakan sebagai pedoman bagi perawat dengan harapan
asuhan keperawatan yang dihasilkan mempunyai efektifitas dan efisien.

B. Tujuan
a) Tujuan umum :
Menerapkan system dokumentasi keperawatan dengan benar di Ruang Paru
RSU X
b) Tujuan khusus :
1. Mendokumentasikan asuhan keperawatan ( pendekatan proses
keperawatan)
2. Mendokumentasikan pengkajian keperawatan
3. Mendokumentasikan diagnose keperawatan
4. Mendokumentasikan perencanaan keperawatan
5. Mendokumentasikan pelaksanaa keperawatan
6. Mendokumentasikan evaluasi keperawatan
7. Mendokumentasikan pengelolaan logistic dan obat
8. Mendokumentasikan he (health education) melalui kegiatan perencanaan
pulang
9. Mendokumentasikan timbang terima (pergantian shift/jaga)
10. Mendokumentasikan kegiatan supervise
11. Mendokumentasikan kegiatan penyelesaian kasus melalui ronde
keperawatan
C. Manfaat
1. Sebagai alat komunikasi antar perawat dan tenaga kesehatan lain
2. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hokum
3. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
4. Sebagai referensi pembelajaran dalam peningkatan ilmu keperawatan
5. Mempunyai nilai riset penelitian dan pengembangan keperawatan
D. Pelaksanaan
Kegiatan dokumentasi dilaksanakan pada minggi ke I-II untuk uji coba dan
aplikasi minggu III-IV. Secara garis besar model pendokumentasian PIE meliputi
sebagai berikut :

a) Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan data, kriteria-LLARB: legal, lengkap, akurat, relevan,
dan baru
2. Pengelompokan data, kriteria :
a. Data biologis yaitu hasil dari observasi tanda-tanda vital dan
pemeriksaan fisik melalui IPPA (inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi)
serta pemeriksaan diagnostic/penunjang (laboratorium dan foto
rontgen)
b. Data psikologis, social, spiritual melalui wawancara dan observasi
c. Format pengkajian data awal menggunakan model ROS (review of
system) yang meliputi data demografi pasien, riwayat keperawatan,
observasi dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang/diagnostic
b) Diagnosis Keperawatan
Kriteria :
1. Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk menentukan
kesenjangan
2. Siagnosis keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan pasien
3. Siagnosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang perawat
4. Komponen diagnosis terdiri dari P-E-S
c) Perencanaan
komponen perencanaan keperawatan
1. Prioritas masalah
Kriteria :
a. Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas utama
b. Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan prioritas
kedua
c. Masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan syarat SMART

2. Tujuan asuhan keperawatan, memenuhi syarat SMART


Kriteria (NOC-Nursing outcome criteria) disesuaikan standar pencapaian :
a. Tujuan dirumuskan secara singkat
b. Disusun berdasarkan diagnose keperawatan
c. Spesifik pada diagnosis keperawatan
d. Dapat diukur
e. Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
f. Adanya target waktu pencapaian

3. Rencana tindakan didasarkan pada INC (Nursing Intervention


Classification) yang telah ditetapkan oleh instansi pelayanan setempat.
Jenis rencana tindakan keperawatan mengandung tiga komponen, meliputi
DET tindakan keperawatan :
a. Diagnosis/observasi
b. Edukasi (HE)
c. Tindakan independen, dependen, dan interdependen
Kriteria :
a. Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
b. Merupakan alternative tindakan secara tepat
c. Melibatkan pasien/keluarga
d. Mempertimbangkan latar belakang social budaya pasien/keluarga
e. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku
f. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien
g. Disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber daya dan
fasilitas yang ada
h. Harus berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas dan penulisan
menggunakan bahas yang mudah dimengerti
i. Menggunakan formulir yang baku

d) Intervensi/implementasi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan


dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal yang
mencakup aspek peningkatan, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan dengan
mengikutsertakan pasien dan keluarga.

Intervensi keperawatan berorientasi pada 15 komponen dasar keperawatan


yang dikembangkan dengan prosedur teknis perawatan
Kriteria :
1. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan;
2. Mengamati keadaan biopsikososispritual pasien
3. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada pasien atau keluarga
4. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
5. Mengunakan sumber daya yang ada
6. Menunjukan sikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan pasien dan
keluarga
7. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan keperawatan
8. Menerapkan prinsip-prinsip asepsis dan antisepsis
9. Menerapkan etika keperawatan
10. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan mengutamakan
keselamatan pasien
11. Melaksanakan perbaikan tindakan berdsarkan respon pasien
12. Merujuk dengan segera terhadap masalah yang mengancam keselamatan
pasien
13. Mencatan semua tindakan yang telah dilaksanakan
14. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
15. Melaksanakan tindakan keperawatan pada prosedur teknis yang telah
ditentukan
Prosedur keperawatan umum maupun khusus dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tetap yang telah disusun.
e) Evaluasi
Dilakukan secara periode, sistematis dan berencana untuk menilai
perkembangan pasien setelah tindakan keperawatan.
Kriteria :
1. Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi
2. Evaluasi hasil mengunakan indicator perubahan fisiologis dan
tingkah laku pasien
3. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan untuk diambil
tindakan selanjutnya
4. Evaluasi melibatkan klien dan tim kesehatan lain
5. Evaluasi dilakukan dengan standar (tujuan yang ingin dicapai dan
standar praktik keperawatan)
Komponen evaluasi, mencakup aspek : KAPP ( Kognitif Afektif
Psikomotor Perubahan biologis)
1. Kognitif (pengetahuan klien tentang penyakit dan tindakan)
2. Afektif (sikap) klien terhadap tindakan yang dilakukan
3. Psikomotor (tindakan/prilaku) klien dalam upaya penyembuhan
4. Perubahan biologis (tanda vital system dan imunologis)
Keputusan dalam evaluasi :
1. Masalah teratasi
2. Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian dan
perencanaan tindakan pulang
3. Masalah teratasi sebagian, perlu modifikasi dari rencana tindakan
4. Timbul masalah baru
PRE DAN POST CONFERENCE

A. Definisi Pre dan Post Conference

Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi


dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di
tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. Konferensi terdiri
dari pre conference dan post conference yaitu :

a) Pre Conference

Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai
operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim
atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang,
maka pre conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat
(rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim(Modul MPKP,
2006)

Waktu : setelah operan


Tempat : Meja masing – masing tim
Penanggung jawab : Ketua tim atau Pj tim
Kegiatan :
1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara
2) Ketua tim atau pj tim menanjakan rencana harian masing – masing perawat
pelaksana
3) Ketua tim atau Pj tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan
asuhan yang diberikan saat itu.
4) Ketua tim atau Pj tim memberikan reinforcement.
5) Ketua tim atau Pj tim menutup acara

b) Post Conference

Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post
conference adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak
lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006)

Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.


Tempat : Meja masing – masing tim.
Penanggung jawab : ketua tim atau Pj tim
Kegiatan :
1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara.
2) Ketua tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan.
3) Ketua tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang
harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya.
4) Ketua tim atau Pj menutup acara.
B. Tujuan Pre dan Post Conference

Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa masalah-masalah secara


kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran
berbagai situasi lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana
antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian asuhan
keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan perubahan non
kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu koordinasi dalam rencana pemberian
asuhan keperawatan sehingga tidak terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan
frustasi bagi pemberi asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).

a. Tujuan pre conference adalah:

1) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan


asuhan dan merencanakan evaluasi hasil
2) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan
3) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien

b. Tujuan post conference adalah:

Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan


membandingkan masalah yang dijumpai.

C. Syarat Pre dan Post Conference

a. Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post


conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan
b. Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
c. Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien,
perencanaan tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
d. Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim

D. Panduan perawat pelaksanaan dalam melaksanakan konferensi

Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi adalah sebagai berikut: (Ratna
Sitorus, 2006).
1. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi
atau sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana.
2. Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam timnya masing – masing.
3. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin
dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam.

Hal hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi :


a. Utama klien
b. Keluhan klien
c. TTV dan kesadaran
d. Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
e. Masalah keperawatan
f. Rencana keperawatan hari ini.
g. Perubahan keadaan terapi medis.
h. Rencana medis.

4. Perawat pelaksana mendikusikan dan mengarahkan perawat asosiet tentang


masalah yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi :
a. Klien yang terkait dengan pelayanan seperti : keterlambatan, kesalahan
pemberian makan, kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
b. Ketepatan pemberian infuse.
c. Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
d. Ketepatan pemberian obat / injeksi.
e. Ketepatan pelaksanaan tindakan lain,
f. Ketepatan dokumentasi.
5. Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan.
6. Mengiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan
masing –masing perawatan asosiet.
7. Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalaah yang tidak dapat
diselesaikan.
Tahap – tahap inilah yang akan dilakukan oleh perawat – perawat ruangan ketika
melakukan pre conference.
RONDE KEPERAWATAN

A. Pengertian
Ronde Keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanaka asuhan keperawan akan tetapi pada kasus tertentu harus
dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang
perlu juga melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis
kedalam peraktek keperawatan secara langsung.
B. Karakteristik metode keperawatn adalah sebagai berikut:
1. Klien dilibatkan secara langsung
2. Klien merupakan focus kegiatan
3. Perawat asosiate , perawat primer dan konsuler merupakan diskusi bersama
4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas
5. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiate ,perawat
6. Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.

C. Tujuan Ronde Keperawatan:


Adapun tujuan ronde keperawatan adalah sebagai beriut:
1. Menumbuhkan cara berpikir secara kritis.
2. Menumbuhakan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang brasal dari
masalah klien.
3. Meningkatkan validitas data klien.
4. Menilai kemampuan justifikasi.
5. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja.
6. Meningkatkan kemampuan untuk memotidifikasi rencana perawatan.

D. Peran ketua Tim dan Anggota Tim


1. Menjelaskan keadaan dan data demografik klien.
2. Menjelaskan masalah keperawan utama.
3. Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
4. Menjelaskan tindakan selanjutnya.
5. Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang udah diambil.

E. Peran Ketua Tim Lain dan/Konselor


 Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peran yang bisa untuk
memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain:
1. Menjelaskan keadaan dan dat demografi klien
2. Menjelaskan masalah masalah keperawatan utama
3. Menjelaskan intervensi yang belum yang akan dilakukan
4. Menjelaskan tindakan selanjutnya
5. Menjelaskan alas an ilmiah tindakan yang akan diambil
 Peran perawat primer (ketua Tim) lain dan atau konsuler
1. Memberikan justifikasi
2. Memberikan reinforcement
3. Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan
yang rasional
4. Mengarahkan dan koreksi
5. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
F. Langkah – langkah Ronde Keperawatan
A. Persiapan
1. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
2. Pemberian inform consent kepada klien/keluarga.

B. Pelaksanaan
1. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan /telah
dilaksanakan dan memiih prioritas yang perlu diprioritaskan.
2. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
3. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala ruangan
tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
4. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.

C. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan
tindakan yang perlu dilakukan
.
D. Keluhan Ronde Keperawatan
Keluhan metode ini adalah klien dan keluarga kurang nyaman serta privasinya
terganggu
Masalah yang biasanya terdapat dalam metode ini adalah sebagai berikut:
1) Berorientasi pada prosedur keperawatan
2) Persiapan sebelum praktek kurang memadai
3) Belum ada keseragaman tentang laporan hasil ronde keperawatan
4) Belum ada kesempatan tentang model ronde keperawatan.
DISCHARGE PLANNING

A. Pengertian Discharge Planning


Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang
lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum. Sedangkan
Jackson (1994, dalam The Royal Marsden Hospital, 2004) menyatakan bahwa
discharge planning merupakan proses mengidentifikasi kebutuhan pasien dan
perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan
kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain. Rondhianto (2008)
mendefenisikan discharge planning sebagai merencanakan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu
dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondisi/penyakitnya pasca bedah.
Discharge planning sebaiknya dilakukan sejak pasien diterima di suatu
agen pelayanan kesehatan, terkhusus di rumah sakit dimana rentang waktu pasien
untuk menginap semakin diperpendek. Discharge planning yang efektif
seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi
yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan
diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004).
Jackson (1994) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk
memfasilitasi keberlanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan yang
lain.
Rindhianto (2008) mendefinisikn discharge planning sebagai perencanaan
kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya
tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubunagan dengan kondisi
penyakitnya.
Discharge planning (perencanaan pulang) merupakan komponen sistem perawatan
berkelanjutan, pelayanan yang diperlukan klien secara berkelanjutan dan bantuan
untuk perawatan berlanjut pada klien dan membantu keluarga menemukan jalan
pemecahan masalah dengan baik, pada saat tepat dan sumber yang tepat dengan
harga yang terjangkau (Doenges & Moorhouse, 2000).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa discharge planning adalah komponen
sistem perawatan berkelanjutan sebagai perencanaan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya yang dituliskan
untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain didalam atau
diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum, sehingga pasien dan
keluarganya mengetahui tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubunagan dengan kondisi penyakitnya.
B. Pemberi Layanan Discharge planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan
melibatkan multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang
terlibat dalam memberi layanan kesehatan kepada pasien (Perry & Potter, 2006).
Discharge planning tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-
teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan
kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004).
Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan
berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit yang
berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan
fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan, dan memotivasi staf
rumah sakit untuk merencanakan dan mengimplementasikan discharge planning
(Discharge planning Association, 2008).
C. Penerima Discharge planning
Semua pasien yang dihospitalisasi memerlukan discharge planning
(Discharge planning Association, 2008). Namun ada beberapa kondisi yang
menyebabkan pasien beresiko tidak dapat memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan yang berkelanjutan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita
penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam
Perry & Potter, 2005). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan
informasi tentang semua rencana pemulangan (Medical Mutual of Ohio, 2008).
D. Tujuan Discharge Planning
Tujuan utama adalah membantu klien dan keluarga untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal. Discharge planning yang efektif juga menjamin
perawatan yang berkelanjutan di saat keadaan yang penuh dengan stress.
Menurut Naylor (1990), tujuan discharge planning adalah meningkatkan
kontinuitas perawatan, meningkatkan kualitas perawatan dan memaksimalkan
manfaat sumber pelayanan kesehatan. Discharge Planning dapat mengurangi hari
rawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan perkembangan kondisi
kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga dapat
dilakukan melalui Discharge Planning. Discharge planning ini menempatkan
perawat pada posisi yang penting dalam proses pengobatan pasien dan dalam team
discharge planner rumah sakit, pengetahuan dan kemampuan perawat dalam
proses keperawatan dapat memberikan kontinuitas perawatan melalui proses
discharge planning
Menurut Mamon et al (1992), pemberian discharge planning dapat
meningkatkan kemajuan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup
optimum sebelum dipulangkan. Beberapa penelitian bahkan menyatakan bahwa
discharge planning memberikan efek yang penting dalam menurunkan komplikasi
penyakit, pencegahan kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas (Leimnetzer etal,1993: Hester, 1996).
Seorang Discharge Planners bertugas membuat rencana,
mengkoordinasikan dan memonitor dan memberikan tindakan dan proses
kelanjutan perawatan (Powell,1996).
Perawat dianggap sebagai seseorang yang memiliki kompetensi lebih
dan punya keahlian dalam melakukan pengkajian secara akurat, mengelola dan
memiliki komunikasi yang baik dan menyadari setiap kondisi dalam masyarakat.
(Harper, 1998 ).
Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik
untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito,
1999). Juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin
keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan
memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge planning Association, 2008).
The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan
dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan
keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu
lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal
kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka
dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan
memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang
tertinggi kepada pasien, teman- teman, dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktivitas perawatan diri.

E. Manfaat Discharge Planning


a) Bagi pasien :
1. Dapat memenuhi kebutuhan pasien
2. Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya
3. Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
4. Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support
sebelum timbulnya masalah.
5. Dapat memilih prosedur perawatannya
6. Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya
7. Menurunkan jumlah kekambuhan, penurunan kembali di rumah sakit, dan
kunjungan ke ruangan kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk
beberapa diagnosa
8. Membantu klien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan dan biaya
pengobatan

b) Bagi Perawat :
1. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
2. Menerima informasi kunci setiap waktu
3. Memahami perannya dalam sistem
4. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
5. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yangberbeda
6. Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif
7. Sebagai bahan pendokumentasian dalam keperawatan

F. Prinsip Discharge Planning


Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke lingkungan
yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah
beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden Hospital (2004),
yaitu :
1. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-
sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan
ditempatkan pada satu tempat.
2. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas
tinggi pada semua pasien
3. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat.
5. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
6. Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara tim
kesehatan dengan pasien/care giver , dan kemampuan terakhir disediakan
dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika
menyusun discharge planning .
Karakteristik indikasi kebutuhan discharge planning
1. Kurang pengetahuan tentang pengobatan
2. Isolasi sosial
3. Diagnosa baru penyakit kronik
4. Operasi besar
5. Perpanjangan operasi besar
6. Orang labil
7. Penatalaksanaan dirumah secara kompleks
8. Kesulitan finansial
9. Ketidakmampuan menggunakan sumber rujukan /fasilitas pelayanan kesehatan
10. Penyakit terminal

Prioritas klien yang mendapatkan discharge planning


1. Umur diatas 70 tahun
2. Multiple diagnosis
3. Resiko kematian yang tinggi
4. Terbatas mobilitas fisik
5. Keterbatasan merawat diri sendiri
6. Penurunan status kognisi/kognitif
7. Resiko terjadi cedera
8. Tunawisma
9. Fakir miskin
10. Penyakit kronis
11. Pasien diagnosis baru
12. Penyalahgunaan zat
13. Sering keluar masuk emergency

G. Komponen Discharge Planning


1. Jadwal kontrol dan menjelaskan pentingnya melakukan kontrol.
2. Perawatan di rumah, Meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan
kesehatan (health education) mengenai : diet, mobilisasi, waktu kontrol dan
tempat kontrol. Pemberian pembelajaran disesuaikan dengan
tingkat pemahaman pasien dan keluarga. mengenai perawatan selama pasien
di rumah nanti.
3. Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya, Pada pasien yang akan
pulang dijelaskan obat-obatan yang masih diminum, dosis, cara pemberian,
dan waktu yang tepat minum obat.
4. Obat-obatan yang dihentikan, Meskipun ada obat-obatan yang tidak diminum
lagi oleh pasien, obat- obatan tersebut tetap dibawakan ke pasien.
5. Hasil pemeriksaan, Hasil pemeriksaan luar sebelum MRS dan hasil
pemeriksaan selama MRS dibawakan ke pasien waktu pulang
6. Surat-surat seperti : surat keterangan sakit, surat kontrol dan lain-lain.

Menurut sumberlain bahwa menurut Discharge planning Association (2008)


mengatakan bahwa unsur- unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan
pemulangan antara lain :
1. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat
dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.
2. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping
yang umum terjadi.
3. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan
lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh atau bilamana waktu
akan diadakannya.
4. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas,
latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
5. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, ketentuan insulin, dan lain-lain).
6. Kapan dan bagaimana perawatan atau pengobatan selanjutnya yang akan
dihadapi setelah dipulangkan. Nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan
lokasi setiap janji untuk kontrol .
7. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa
dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.
8. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat
yang menjenguk, penolong, pembantu jalan; walker , kanul, oksigen, dan lain-
lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang
bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.

H. Tahap-tahap Discharge Planning


1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan dan pengorganisasian data tentang klien.
Ketika melakukan pengkajian kepada klien, keluarga merupakan bagian dari
unit perawatan. Klien dan keluarga harus aktif dilibatkan dalam proses
discharge agar transisi dari rumah sakit ke rumah dapat efektif. Elemen
penting dari pengkajian discharge planning adalah :
a) Data kesehatan
b) Data pribadi
c) Pemberi perawatan
d) Lingkungan
e) Keuangan dan pelayanan yang dapat mendukung
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga. Keluarga
sebagai unit perawatan memberi dampak terhadap anggota keluarga yang
membutuhkan perawatan. Keluarga penting untuk menentukan apakah
masalah tersebut aktual atau potensial.

3. Perencanaaan : Hasil yang diharapkan


Menurut Luverne & Barbara (1988), perencanaan pemulangan pasien
membutuhkan identifikasi kebutuhan spesifik klien. Kelompok perawat
berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan
pulang klien, yang disingkat dengan METHOD, yaitu:
a) Medication (obat)
Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah pulang.
b) Environment (Lingkungan)
Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman.
Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk
kontinuitas perawatannya.
c) Treatrment (pengobatan)
Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah klien
pulang, yang dilakukan oleh klien atau anggota keluarga. Jika hal ini tidak
memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang dapat
berkunjung ke rumah untuk memberikan keterampilan perawatan.
d) Health Teaching (Pengajaran Kesehatan)
Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana mempertahankan
kesehatan. Termasuk tanda dan gejala yang mengindikasikan kebutuhan
pearwatan kesehatan tambahan.
e) Outpatient referral
Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen
komunitas lain yang dapat meningkatan perawatan yang kontinu.
f) Diet
Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan pada dietnya. Ia sebaiknya
mampu memilih diet yang sesuai untuk dirinya.

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana pengajaran dan referral. Seluruh
pengajaran yang diberikan harus didokumentasikan pada catatan perawat dan
ringkasan pulang (Discharge summary). Instruksi tertulis diberikan kepada
klien. Demonstrasi ulang menjadi harus memuaskan. Klien dan pemberi
perawatan harus memiliki keterbukaan dan melakukannya dengan alat yang
akan digunakan di rumah.
Penyerahan homecare dibuat sebelum klien pulang. Informasi tentang
klien dan perawatannya diberikan kepada agen tersebut. Seperti informasi
tentang jenis pembedahan, pengobatan (termasuk kebutuhan terapi cairan IV
di rumah), status fisik dan mental klien, faktor sosial yang penting (misalnya
kurangnya pemberi perawatan, atau tidak ada pemberi perawatan) dan
kebutuhan yang diharapkan oleh klien. Transportasi harus tersedia pada saat
ini

5. Evaluasi
Evaluasi terhadap discharge planning adalah penting dalam membuat kerja
prosesdischarge planning. Perencanaan dan penyerahan harus diteliti dengan
cermat untuk menjamin kualitas dan pelayanan yang sesuai. Evaluasi berjalan
terus-menerus dan membutuhkan revisi dan juga perubahan.
Evaluasi lanjut dari proses pemulangan biasanya dilakukan seminggu
setelah klien berada di rumah. Ini dapat dilakukan melalui telepon, kuisioner
atau kunjungan rumah (homevisit). Keberhasilan program rencana
pemulangan tergantung pada enam variabel :
a. Derajat penyakit
b. Hasil yang diharapkan dari perawatan
c. Durasi perawatan yang dibutuhkan
d. Jenis-jenis pelayanan yang diperlukan
e. Komplikasi tambahan
f. Ketersediaan sumber-sumber

I. Tindakan Keperawatan pada Waktu Perencanaan Pulang


Tindakan perawatan yang diberikan pada waktu perencanaan
pulang yaitu meliputi :
a) Pendidikan (edukasi, redukasi, reorientasi) pendidikan kesehatan diharapkan
bisa mengurangi angka kambuh dan meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Program pulang bertahap, Bertujuan untuk melatih pasien
kembali kelingkungan keluarga dan masyarakat antara lain apa yang harus
dilakukan pasien di rumah sakit, apa yang harus dilakukan keluarga.
c) Rujukan,Integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung
antara perawatancommunity dengan rumah sakit sehingga
dapat mengetahui perkembangan pasien dirumah.

Jenis pemulangan Pasien


a) Conditinal discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini
dilakukan apabila kondisi pasien bagus tidak terdapat kompilikasi.
Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan
dari pihak rumah sakit atau Puskesmas terdekat.
b) Absolute discharge (pulang mutlak atau selmanya) cara ini merupakan akhir
dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu
dirawat kembali maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
c) Judical discharge (pulang paksa) kondisi ini pasien diperbolehkan pulang
walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi
pasien harus dipantau dengan melakukan kerjsama dengan perawat
puskesmas terdekat.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Discharge Planning


Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu, ringkasan
pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat home care dan
mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk dimasukkan dalam
catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan perawatan dengan kerja
yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan kebutuhan yang berubah (Doenges
& Moorhouse, 2000).
Discharge Planning harus disesuaikan dengan :
a) Kebutuhan klien, tersedianya tim kesehatan
b) Dimulai sejak awal masuk rumah sakit
c) Disusun oleh tim

J. Cara Mengukur Discharge planning


Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan
untuk pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan,
serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan, serta apabila pasien diantarkan
pulang sampai ke mobil atau alat transportasi lainnya (The Royal
Marsden Hospital, 2004). Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin
pasien mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis
setelah meninggalkan rumah sakit (Hou, 2001 dalam Perry & Potter, 2006). Hal
ini dapat dilihat dari kesiapan pasien untuk menghadapi pemulangan, yang diukur
dengan kuesioner.
UNIVERSAL PRECAUTION

A. Definisi
Universal Precaution saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar, kewaspadaan
standar tersebut dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak
diketahui (Depkes, 2008).
Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau Universal Precaution
(UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik
dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya dari pasien ke pasien lainnya.
Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan
oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat pada semua tempat,
pelayanan dalam rangka pengurangi risiko penyebaran infeksi. (Nursalam, 2007).
Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan
pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status
infeksi. Kewaspadaan Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena ia
merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan untuk
melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat
terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh
tertentu. Penerapan Kewaspadaan umum diharapkan dapat menurunkan risiko
penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui
maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).
Kewaspadaan umum tersebut ditujukan untuk melindungi setiap orang (pasien, klien,
dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan baku
berlaku untuk darah, tubuh/semua cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali
keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir, kulit dan membran mukosa yang tidak
utuh. Penerapan ini adalah untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang
berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya si
pasien, benda yang terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam
sistem pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).
Menurut Claire (1987) yang dikutip Tietjen (2004), indikasi penggunaan praktik
isolasi tertentu seperti sarung tangan tertentu lebih efektif dari pada baju pelindung
dalam pencegahan kontaminasi silang telah dapat diatasi melalui penelitian. Namun
ketidakmampuan petugas administrasi dan klinik di negara miskin untuk
menyediakan perlengkapan pelindung, khususnya ketersedian sarung tangan baru,
masih menjadi kendala. Sebagai tambahan, tantangan menyediakan air bersih dan
untuk mencapai standar yang dapat diterima seperti proses penggunaan instrumen
medis dan pembuangan sampah masih menjadi persoalan di banyak negara.
B. Tujuan Kewaspadaan Umum
Menurut Nursalam (2007), kewaspadaan umum perlu diterapkan dengan tujuan:
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak
terlihat seperti risiko.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
C. Pelaksanaan Kewaspadaan Umum
Penerapan Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya pengendalian
infeksi di sarana pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran masing-masing
pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi, staf
pelaksana pelayanan termasuk staf penunjangnya dan juga pengguna yaitu pasien dan
pengunjung sarana kesehatan tersebut. Penerapan Kewaspadaan Umum didasarkan
pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit
baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007).
Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan
bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang
berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini
juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3 bagi petugas kesehatan
(Nursalam, 2007) .
D. Komponen Utama Kewaspadaan Umum/ Kewaspadaan Baku
Menurut Tietjen (2004) penggunaan pembatas fisik, mekanik, atau kimiawi antara
mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat
inap merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi. Adapun
prinsip utama prosedur Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.
Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi beberapa kegiatan pokok seperti:
a. Cuci Tangan
Mencuci tangan adalah prosedur kesehatan yang paling penting yang dapat dilakukan
oleh semua orang untuk mencegah penyebaran kuman. Mencuci tangan adalah
tindakan aktif, singkat dengan menggosok bersamaan semua permukaan tangan
dengan memakai sabun, yang kemudian diikuti dengan membasuhnya dibawah air
hangat yang mengalir. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme
yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada saat itu
(Umar, 2005).
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk
menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada ditangan sehingga
penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Aspek terpenting dari mencuci tangan
adalah pergesekan yang ditimbulkan dengan menggosok tangan bersamaan mencuci
tangan dengan sabun, dengan air mengalir dan pergesekan yang dilakukan secara rutin
(Nursalam, 2007).
Menurut Syawir (2011) ada beberapa sarana cuci tangan yaitu sebagai berikut:
1. Air Mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah ketersediaan air mengalir dengan
saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air
mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan mekanis
atau kimiawi saat cuci tangan akan bersih dan tidak menempel lagi di permukaan
kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur
dengan gayung. Namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup
besar untuk terjadinya pencemaran, baik melalui gagang gayung ataupun percikan
air bekas cucian kembali ke bak penampungan air bersih. Air kran bukan berarti
harus dari PAM, namun dapat diupayakan secara sederhana degan tangki berkran
di ruang pelayanan atau perawatan kesehatan agar mudah dijangkau oleh para
petugas kesehatan yang memerlukannya.
2. Sabun dan Deterjen
Bahan ini tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan
mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan
permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terhalau oleh air. Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan
meningkatnya frekuensi cuci tangan. Namun dilain pihak, dengan seringnya
menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak akan hilang dan membuat
kulit menjadi kering dan pecah-pecah. Hilangnya lapisan lemak akan memberi
peluang untuk tumbuhnya kembali mikroorganisme.
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal yang dipakai pada
kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh
mikroorganisme pada kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang
memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan selaput mukosa. Antiseptik
memiliki keragaman dalam hal efektivitas, aktivitas, akibat dan rasa pada kulit
setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi kulit
masing-masing individu. Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin
dicapai adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal
terutama kuman transien.
Menurut Syawir (2011) prosedur cuci tangan adalah sebagai berikut:
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir.
b. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya
tanpa percikan.
c. Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan
telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok
kedua telapak tangan dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan
cara menggenggam dan memutar, gosok telapak tangan. Proses berlangsung
selama 10-15 detik.
d. Bilas kembali dengan air sampai bersih.
e. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau
handuk katun kain sekali pakai.
f. Matikan kran dengan kertas atau tisu.
g. Pada cuci tangan aseptik/ bedah diikuti larangan menyentuh permukaan yang
tidak steril.
b. APD (Alat Pelindung Diri)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri
dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari
lingkungan kerja dan berguna dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi
kemungkinan cidera atau cacat, dan terdiri dari berbagai jenis APD di rumah sakit
yaitu sarung tangan, masker, penutup kepala, gaun pelindung dan sepatu
pelindung (Syukri, 1982 dalam Jumata, 2010).
1. Sarung Tangan
Sarung tangan atau istilahnya handscoon merupakan salah satu kunci
dalam meminimalisasi penularan penyakit, merupakan alat yang mutlak harus
dipergunakan oleh petugas kesehatan termasuk perawat. Pemakaian sarung
tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan
benda yang terkontaminasi (Jumata, 2010).
Menurut Tietjen, dkk, 2004 sampai sekitar 15 tahun lalu, petugas
kesehatan menggunakan sarung tangan untuk tiga alasan untuk mengurangi
risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien, mencegah penularan flora
kulit petugas kepada pasien dan mengurangi kontaminasi tangan petugas
kesehatan dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke
pasien lain. Menurut Tenosis (2001) yang dikutip Tietjen (2004), walaupun
sarung tangan telah berulang kali terbukti sangat efektif mencegah
kontaminasi pada tangan petugas kesehatan, sarung tangan tidak dapat
menggantikan perlunya cuci tangan. Sarung tangan lateks kualitas terbaik pun
mungkin mempunyai kerusakan kecil yang tidak tampak. Selain itu sarung
tangan juga dapat robek sehingga tangan dapat terkontaminasi sewaktu
melepaskan sarung tangan. Tergantung situasi, sarung tangan pemeriksaan
atau sarung tangan rumah tangga harus dipakai bila akan terjadi kontak tangan
pemeriksa dengan darah atau tubuh lainnya, selaput lendir, atau kulit yang
terluka, akan melakukan tindakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-
alat vaskular seperti intravena perifer) dan akan membersihkan sampah
terkontaminasi atau memegang permukaan yang terkontaminasi (Tietjen, dkk,
2004).
2. Masker
Masker berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap udara yang
terkontaminasi di tempat kerja atau di rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi dan mengurangi risiko tertular penyakit melalui udara (Ramdayana,
2009).
c. Keselamatan Menggunakan Jarum Suntik Keselamatan menggunakan jarum
suntik sebaiknya menggunakan tiap-tiap jarum dan spuit hanya sekali pakai, tidak
melepas jarum dari spuit setelah digunakan, tidak menyumbat, membengkokkan,
atau mematahkan jarum sebelum dibuang dan membuang jarum dan spuit di
wadah anti bocor.
Menurut Tietjen (2004) apabila jarum dan spuit sekali pakai tidak tersedia dan
perlu memasang kembali penutup jarum, maka gunakan metode penutupan “satu
tangan” dengan cara:
1) Tempatkan penutup jarum pada permukaan rata dan kokoh, kemudian angkat
tangan anda.
2) Kemudian dengan satu tangan memegang spuit, gunakan jarum untuk
menyekop tutup tersebut dengan penutup di ujung jarum, putar spuit tegak
lurus sehingga jarum dan spuit mengarah ke atas.
3) Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung jarum
sepenuhnya, peganglah spuit ke arah atas dengan pangkal dekat pusat (dimana
jarum itu bersatu dengan spuit dengan satu tangan, dan gunakan tangan
lainnya untuk menyegel tutup itu dengan baik).
d. Sterilisasi Alat
Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah langkah
pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan
lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan
misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 %
atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV dan HIV.
Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan.
Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi, kemudian perlu
dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses
yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan
bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas atau
jaringan di bawah kulit yang biasanya steril.

E. Kewaspadaan Berdasarkan Penularan


Kewaspadaan ini dimaksudkan hanya untuk pasien yang diketahui atau sangat
dicurigai telah terinfeksi oleh patogen yang ditularkan lewat kontak langsung
khususnya penyakit Hepatitis B, dan patogen enterik, herpes simplex, infeksi kulit
atau mata. Dalam hal ini jika ada proses infeksi pada pasien tanpa diketahui
diagnosisnya, pelaksanaan kewaspadaan berdasarkan penularan, secara empirik harus
dipertimbangkan sampai diagnosis definitif dibuat (Nursalam, 2007).
PATIENT SAFETY

a. Pengertian
Patient safety atau keselamatan pasien merupakan suatu variabel untuk
mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak
terhadap pelayanan kesehatan.( Nursalam,hal 307)
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sejak malpraktik menggema di seluruh belahan bumi melalui berbagai media
baik cetak maupun elektronik hingga ke jurnal-jurnal ilmiah ternama, dunia
kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi terhadap issu keselamatan
pasien.
Program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk menurunkan angka
kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat i
rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak
rumah sakit. KTD bisa disebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja
perawat yang tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat, penggunaan sarana
kurang tepat dan lain-lain.
Indkator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-
area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut,
misalnya untuk menunjukkan :
1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu
2. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau
terapi sebagaimana yang diharapkan
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4. Ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya: pemeritah
dengan swasta atau urban dengan rural)
b. Tujuan Patient Safety
 Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS.
 Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
 Menurunnya KTD di RS.
 Terlaksananyaprogram-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
c. Pelaksanaan Patient Safety
Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
 Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names).
 Pastikan identifikasi pasien.
 Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
 Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yg benar.
 Kendalikan cairan elektrolit pekat.
 Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
 Hindari salah kateter dan salah sambung slang.
 Gunakan alat injeksi sekali pakai.
 Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
d. Standar Keselamatan Pasien
 Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien
 Standar Keselamatan Pasien meliputi:
1. hak pasien;
2. mendidik pasien dan keluarga;
3. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
4. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien;
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien;
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
e. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Meliputi :
I. Ketepatan identifikasi pasien;
II. Peningkatan komunikasi yang efektif;
III. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai;
IV. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi;
V. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan
VI. Pengurangan risiko pasien jatuh.
Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
 Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/meningkatkan
ketelitian identifikasi pasien.
 Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan
terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi
lain, dua kali pengecekan : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu
yang akan menerima pelayanan atau pengobatan, kedua, untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
 Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk
mengidentifikasi seorang pasien, nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi.
Elemen Penilaian Sasaran I
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua
 identitas pasien, tidak boleh menggunakan
 nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
 Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
 Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko
tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA).
 pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida
2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%,
dan magnesium sulfat =50%
Elemen Penilaian Sasaran III
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati
di area tersebut sesuai kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat pasien Operasi
 Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat- pasien
 Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety
Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
 Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
 memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
 memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
 melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang
dibutuhkan.
 Tahap “Sebelum insisi” (Time out) dilakukan di tempat, dimana tindakan akan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
Elemen Penilaian Sasaran IV
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
Sasaran V :Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
 Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
 Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat
Elemen Penilaian Sasaran V
1. Rumah sakit mengadopsi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan
sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Sasaran VI :Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
 Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh.
 Elemen Penilaian Sasaran VI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit :
1. membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien;
2. memimpin dan mendukung staf
3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko;
4. mengembangkan sistem pelaporan;
5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien;
6. belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien; dan
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Pelaporan Insiden, Analisis Dan Solusi
 Sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
 Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
 Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak.
 Pelaporan insiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditujukan
untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming).
 Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada TKPRS dalam waktu
paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan
 TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden
yang dilaporkan.
 TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit
 Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi jadian
Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan sebagaimana tercantum pada Formulir
2 Peraturan ini.
 Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) secara nasional.
FORMAT UJIAN PENILAIAN PENERIMAAN PASIEN BARU

NILAI
NO KEGIATAN
YA TIDAK

A TAHAP PERSIAPAN

1 Menyiapkan kelengkapan administrasi

2 Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan

3 Menyiapkan format penerimaan pasien baru

4 Menyiapkan format pengkajian

5 Menyiapkan informed consent sentralisasi

6 Menyiapkan nursing kit

7 Menyiapkan tata tertib pasien dan pengunjung

B TAHAP PELAKSANAAN

1 Mengucapkan Salam

Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan atau perawat


2
primer atau perawat yang diberi delegasi

3 Perawat memperkenalkan diri pada klien dan keluarga

Perawat menunujukkan kamar atau tempat tidur klien dan mengantar ke


4
tempat yang telah ditetapkan

Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur


5 (apabila pasien datang dengan dengan branchard/kursi roda) dan
berikan posisi yang nyaman)

6 Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format

7 Perkenalkan pasien baru dengan pasien baru yang sekamar

8 Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat


memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang orientasi
ruangan,perawat (termasuk perawat yang bertanggung jawab dan
sentralisasi obat),medis (dokter yang bertanggung jawab), dan tata tertib
ruangan.

Perawat menanyakan kembali tentang kejelasan informasi yang telah


9
disampaikan

Apabila pasien atau keluarga sudah jelas,maka diminta untuk


10
mendatangani informed concent sentralisasi obat.

C TAHAP TERMINASI

1 Merapikan pasien

2 Melakukan kontrak waktu

3 Mengucapkan salam

Skor maksimal

Nilai = jumlah skor/skor maksimal x 100

Bandung,....................................2018

Penguji

(...............................................)
Format Ujian Penilaian Orientasi Pasien Baru

Nilai
NO Aspek Kegiatan Orientasi Pasien Baru
Ya Tidak

A TAHAP PERSIAPAN

1 Buku tentang pedoman atau tata tertib rumah


sakit

2 Formulir orientasi pasien baru

B TAHAP PELAKSANAAN

1 Mengucapkan salam dan perkenalan diri.

2 Perkenalkan Perawat yang bertanggung jawab.


a. Kepala ruangan
b. Perawat primer

c. Perawat Asociate

3 Perkenalkan Dokter dan Tenaga Non


Keperawatan yang bertanggung jawab
(Administrasi, dokter, ahli gizi,dll)

4 Informasi tentang nama ruangan, nomor kamar,


fasilitas yang ada diruangan serta cara
menggunakannya

5 Menerangkan waktu kegiatan rutin perawat

a) Memandikan pasien
b) Menghidangkan makan
c) Pemberian obat
d) Observasi keluhan dan tanda-tanda vital
e) Pengontrolan infus
f) Pengambilan spesimen/pemeriksaan
penunjang
6 Menjelaskan kondisi pasien pada saat ini terkait
dengan makanan yang boleh dikonsumsi dan
aktifitas yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan

7 Menjelaskan nama dokter yang merawat dan


waktu visite

8 Menjelaskan tim perawat yang akan merawat


(anggota tim dan penggantian shift )

9 Menjelaskan waktu kunjungan pasien

10 Menjelaskan jumlah penunggu (bila pasien harus


ditunggu)

11 Menjelaskan kepada keluarga untuk tidak


membawa barang-barang berharga selama diRS
dan apabila terjadi kehilangan barang menjadi
tanggung jawab pasien dan keluarga

12 Menjelaskan kepada keluarga bahwa anak-anak


dibawah usia 12 tahun tidak diperkenakan masuk
keruangan perawatan

13 Menerangkan jadwal ganti linen (sprei, handuk


dan selimut)

14 Menjelaskan tata cara pembayaran (biaya


sendiri/tanggungan perusahaan/asuransi)

15 Memperkenalkan discart planning

C TAHAP TERMINASI

1 Merapikan pasien

2 Melakukan kontrak waktu

3 Berdoa dan mengucapkan salam

Skor maksimal

Nilai = jumlah skor/skor maksimal x 100

Bandung,....................................2018

Penguji

(...............................................)
Format Ujian Penilaian Timbang Terima Shift (Operan Dinas)

Nilai
Tahap No Kegiatan
ya tidak

A. PERSIAPAN 1 Persiapan alat dan bahan :


1. Status pasien
2. Buku operan dinas
3. Laporan shift perawat
4. Alat dan bahan yang diperlukan

2 Operan dilaksanakan setiap pergantian


sift(sift)/operan

3 Prinsip operan,terutama pada semua pasien baru


masuk dan pasien dilakukan operan khususnya
pasien yang memiliki permasalahan yang
belum/dapat teratasi serta yang membutuhkan
observasi lebih lanjut
4 PP menyampaikan operan pada PP berikutnya
mengenai hal yang perlu disampaikan dalam
operan:
1) Jumlah pasien

2) identitas klien dan diagnosis medis

3) data (keluhan/subjektif dan objektif)

4) masalah keperawatan yang masih muncul

5) intervensi keperawatan yang sudah dan


belum dilaksanakan (secara umum)

6) intervensi kolaborasi dan dependen

7) rencana umum dan persiapan yang perlu


dilakukan (persiapan operasi,pemeriksaan
penunjang,dan lain-lain)
B. 1 Membuka dengan mengucapkan salam dan
PELAKSANAAN berdoa/tilawah
2 Kedua kelompok dinas sudah siap (shift jaga)

3 Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku


catatan
4 Kepala ruang membuka acara operan

5 Perawat yang melakukan operan dapat


melakukan klarifikasi,tanya jawab dan
melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah
dioperankan dan berhak menanyakan mengenai
hal-hal yang kurang jelas

6 Kepala ruangan atau PP menanyakan kebutuhan


dasar pasien

7 Penyampaian yang jelas,singkat dan padat

8 Perawat yang melakukan operan mengkaji


secara penuh terhadap masalah
keperawatan,kebutuhan dan tindakan yang
telah/belum dilaksanakan serta hal-hal penting
lainnya selama masa perawatan

9 Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan


perincincian yang matang sebaiknya dicatat
secara khusus untuk kemudian diserahterimakan
kepada petugas berikutnya
10 Lama operan untuk tiap pasien tidak lebih dari
lima menit kecuali pada kondisi khusus dan
memerlukan keterangan yang rumit

C. PENUTUP 1 Diskusi

2 Pelaporan untuk operan dituliskan secara


langsung pada format operan yang
ditandatangani oleh PP yang jaga saat itu dan PP
yang jaga berikutnya diketahui oleh kepala
Ruang

3 Ditutup oleh Karu, Mengucapkan salam dan


berdoa

Skor maksimal

Nilai = jumlah skor/skor maksimal x 100

Bandung,....................................2018
Penguji

(...............................................)

Anda mungkin juga menyukai