Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 23

Tutor: dr. Nelda, Sp.PD


Disusun oleh: Kelompok A3
Eka Yulizar (04011181419210)
Elvandy Suwardy Tjan (04011281419096)
Evlin Kohar (04011181419064)
Femmy Destia (04011181419036)
Maulia Sari Khairunnisa (04011181419016)
Melva Yohana Sianipar (04011181419078)
M. Rifki Al Ikhsan (04011181419010)
Poppy Putri Pratiwi (04011181419058)
Rosyila (04011181419008)
Syah Fitri (04011281419092)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial Skenario A Blok 23” sebagai tugas
kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Tuhan YME, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Nelda, Sp.PD selaku tutor kelompok A3
3. Teman-teman sejawat FK Unsri
Semoga Tuhan YME memberikan balasan atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Palembang, 8 Desember 2016

Kelompok A3

ii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Nelda, Sp.PD


Moderator : Elvandy Suwardy Tjan
Sekretaris : Rosyila
: Femmy Destia

Pelaksanaan : 6 dan 7 Desember 2016


10.00 – 12.00 WIB

Peraturan selama tutorial:


- Diperbolehkan untuk minum
- Meminta izin kepada moderator untuk meninggalkan ruangan di tengah tutorial
- Alat komunikasi mode silent
- Pada saat ingin berbicara terlebih dahulu mengacungkan tangan, lalu setelah diberi izin
moderator baru bicara
- Saling menghargai dan tidak saling menggurui

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii

KEGIATAN DISKUSI ................................................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ iv

SKENARIO A BLOK 23 TAHUN 2015 ...................................................................................................... 5

I. KLARIFIKASI ISTILAH ................................................................................................................... 7

II. IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................................................................. 8

III. ANALISIS MASALAH ..................................................................................................................... 9

IV. LEARNING ISSUE .......................................................................................................................... 29

4.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik ................................................................................. 29

4.2 Limfadenopati......................................................................................................................... 32

4.3 Limfadenopati Keganasan (Limfoma) .................................................................................... 41

V. SINTESIS ......................................................................................................................................... 61

VI. KERANGKA KONSEP ................................................................................................................... 63

VII. KESIMPULAN................................................................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 65

iv
SKENARIO A BLOK 23 TAHUN 2016

Tn.M umur 40 tahun, seorang laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan, sejak lima bulan
yang lalu, teraba ada benjolan dileher kanan sebesar telur puyuh, benjolan tidak nyeri, badan
terasa demam tapi tidak terlalu tinggi dan mudah berkeringat, nafsu makan menurun, berat
badan masih normal. Sejak 4 bulan yang lalu timbul benjolan dileher sebelah kiri sebesar telur
puyuh sedangkan benjolan sebelah kanan leher semakin membesar yaitu sebesar telur ayam.
Berat badan menurun 6 kg dalam 2 bulan terakhir. Tn.M berobat kedokter umum, diberi obat
juga dilakukan pemeriksaan darah dan rontgen dada, namun benjolan tidak mengecil dan
malah membesar. Sejak satu bulan yang lalu tn.M mengeluhkan sakit menelan dan sulit
menelan, akhirnya tn.M beobat kebagian penyakit dalam dan dirawat.
Riwayat batu batuk lama tidak ada. Riwayat keluarga batuk lama tidak ada, riwayat sakit
kepala tidak ada, keluhan nyeri sendi dan demam lama tidak ada. Tn.M sering memelihara
binatang seperti kucing dan juga senang makan makanan yang dibakar seperti sate. tn.M
jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan. Riwayat keluarga tidak ada sakit seperti ini, ibu
tn.M menderita kanker payudara.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan:

Keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80
kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,8oC, TB: 165 cm, BB: 42 kg

Keadaan Spesifik:

Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)

Mulut: stomatitis (-), pharink hiperemis (-), tumor (-)

Leher: JVP (5-2) cmH2O

Benjolan pada leher kanan : ukuran 5x4x4 cm, nyeri (-), mobil

Benjolan pada leher kiri : ukuran 3x4x3 cm, nyeri (-), mobil

Thoraks:

Pembesaran kelenjar limfa di aksila (-)

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal


5
Exremitas superior : pembesaran kelenjar limfa (-)

Exremitas inferior : pembesarn kelenjar limfa inguinal (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, WBC: 8.000/mm3, hitung jenis : 0/5/6/70/18/1; LED: 60 mm/jam.

Kimia darah ureum 50mg/dL, kreatinin: 1,4 mg/dL, asam urat : 8,5 mg/dL, LDH: 565 U/L

6
I. KLARIFIKASI ISTILAH
Tabel 1. Klarifikasi Istilah
No. Istilah Definisi
1. Karsinoma Pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitelial yang cenderung
menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.
2. LDH Enzim intraseluler yang bertindak sebagai fasilitator penggunaan gula pada
setiap pembakaran di dalam sel pada setiap metabolisme. Dengan
konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak dan
sel darah merah.
3. Rontgent Tindakan yang menggunakan radiasi untuk mengambil gambar bagian dalam
dari tubuh seseorang.
4. Stomatitis Radang generalisata mukosa mulut
5. Ureum Hasil akhir metabolisme protein berasal dari asam amino yang telah dipindah
amonianya di dalam hati dan dieksresikan rata-rata 30 gr sehari, nilai normal
5-20 mg/dl atau 1,8-7,1 mmol urea/L.
6. Kreatinin Suatu anhidrida kreatin, hasil akhir metabolisme fosfokreatin, pengukuran
laju eksresi lewat urin dipakai sebagai indikator diagnostik fungsi ginjal dan
masa otot.
7. Ikterik Warna kekuningan pada kulit, sklera, membran mukosa akibat
hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.
8. JVP Gambaran tekanan pada atrium dextra dan tekanan diastolik pada ventrikel
dextra.
9. Asam urat Produk akhir metabolisme purin yang tidak larut dalam air, endapannya
dalam bentuk kristal pada persendian dan ginjal.
10. Pembesaran Abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening
kelenjar limfe

7
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn.M umur 40 tahun, seorang laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan.
 Sejak lima bulan yang lalu, teraba ada benjolan dileher kanan sebesar telur
puyuh, benjolan tidak nyeri, badan terasa demam tapi tidak terlalu tinggi dan
mudah berkeringat, nafsu makan menurun, berat badan masih normal.
 Sejak 4 bulan yang lalu timbul benjolan dileher sebelah kiri sebesar telur
puyuh sedangkan benjolan sebelah kanan leher semakin membesar yaitu
sebesar telur ayam.
 2 bulan terakhir berat badan menurun 6 kg.
 Sejak satu bulan yang lalu tn.M mengeluhkan sakit menelan dan sulit menelan,
akhirnya tn.M beobat kebagian penyakit dalam dan dirawat.
Masalah Utama
2. Tn.M berobat kedokter umum, diberi obat juga dilakukan pemeriksaan darah dan
rontgen dada, namun benjolan tidak mengecil dan malah membesar.
3. Riwayat batu batuk lama tidak ada. Riwayat keluarga batuk lama tidak ada, riwayat
sakit kepala tidak ada, keluhan nyeri sendi dan demam lama tidak ada.
4. Tn.M sering memelihara binatang seperti kucing dan juga senang makan makanan
yang dibakar seperti sate. tn.M jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan.
5. Riwayat keluarga tidak ada sakit seperti ini, ibu tn.M menderita kanker payudara.

6. Pemeriksaan fisik yang didapatkan:

Keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80
kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,8oC, TB: 165 cm, BB: 42 kg

Keadaan Spesifik:

Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)

Mulut: stomatitis (-), pharink hiperemis (-), tumor (-)

Leher: JVP (5-2) cmH2O

Benjolan pada leher kanan : ukuran 5x4x4 cm, nyeri (-), mobil

Benjolan pada leher kiri : ukuran 3x4x3 cm, nyeri (-), mobil

Thoraks:

8
Pembesaran kelenjar limfa di aksila (-)

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Exremitas superior : pembesaran kelenjar limfa (-)

Exremitas inferior : pembesarn kelenjar limfa inguinal (-)

7. Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, WBC: 8.000/mm3, hitung jenis : 0/5/6/70/18/1; LED: 60
mm/jam.

Kimia darah ureum 50mg/dL, kreatinin: 1,4 mg/dL, asam urat : 8,5 mg/dL, LDH: 565
U/L

III. ANALISIS MASALAH


1. Tn.M umur 40 tahun, seorang laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan.
 Sejak lima bulan yang lalu, teraba ada benjolan dileher kanan sebesar telur
puyuh, benjolan tidak nyeri, badan terasa demam tapi tidak terlalu tinggi dan
mudah berkeringat, nafsu makan menurun, berat badan masih normal.
 Sejak 4 bulan yang lalu timbul benjolan dileher sebelah kiri sebesar telur
puyuh sedangkan benjolan sebelah kanan leher semakin membesar yaitu
sebesar telur ayam.
 2 bulan terakhir berat badan menurun 6 kg.
 Sejak satu bulan yang lalu tn.M mengeluhkan sakit menelan dan sulit menelan,
akhirnya tn.M beobat kebagian penyakit dalam dan dirawat.

a. Hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan terhadap kasus?


 biasanya mengenai usia dewasa muda. Berkisar usia 40-60 tahun dan banyak
mengenai pria dari pada wanita, 3:2.
 Insidensi Limfoma non-hodgkin meningkat seiring bertambahnya usia dan
mencapai puncak pada usia 80-84 tahun.

9
 Pekerjaan seperti peternak, pekerja hutan, dan pertanian memiliki resiko lebih
tinggi terkena limfoma sehubungan dengan cukup tingginya paparan herbisida
dan pelarut organik
 Pada orang dewasa yang mengalami resiko lebih tinggi untuk terjadinya infeksi
dan inflamasi, neoplasma ataupun keganasan, sedangkan pada anak-anak lebih
mengalami limfadenopati.
 Pada sebagian kasus (5-10 %) yang menderita penyakit ini terkena jangkitan
orofaringeal yaitu proses pertumbuhan suatu organisme (infeksi) yang
menyerang bagian orofaring.
b. Apa penyebab benjolan sebesar telur puyuh dan tidak nyeri?
Beberapa penyebab benjolan di leher antara lain, limfoma, infeksi misalnya
faringitis bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis.
Keganasan seperti limfoma, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat
menimbulkan adenopati leher local. Pembengkakkan karensa infeksi dapat
sembuh sendiri.
c. Apa makna klinis benjolan leher?
Menandakan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada regio leher yang
dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, keganasan, atau autoimun

d. Mengapa benjolan leher mula-mula di kanan lalu di kiri?


Limfadenopati sering terjadi pada daerah leher bagian samping, ketiak, dan
lipat paha. Karena pada daerah-daerah ini kelenjar getah bening tersusun lebih rapat

10
dan berkelompok. Daerah-daerah ini dekat dengan permukaan luar tubuh, sehingga
sering dapat teraba dengan jelas pada orang yang sehat sekalipun.
Pembuluh Limfe besar Merupakan gabungan dari pembuluh limfe, membentuk
2 pembuluh limfe utama:
a. Ductus Lymphaticus Dexter Menerima cairan limfe dari bagian kanan atas tubuh,
mempunyai saluran yang jauh lebih kecil.
b. Ductus Thoracicus Menerima cairan limfe dari bagian tubuh kiri & kanan saluran
pencernaan makanan.
e. Mengapa mudah berkeringat, nafsu makan menurun, demam?
Pada limfadenopati terdapat gejala penyerta. Gejala konstitusi seperti fatigue,
malaise dan demam sering menyertai limfadenopati servikal. Demam, mudah
berkeringat, dan penurunan berat badan lebih dari 10% merupakan ciri dari
penderita Hodgkin Limfoma. Namun, dapat juga ditemukan pada penderita non-
Hodgkin Limfoma.

f. Mengapa benjolan semakin besar?


Keganasan → berproliferasi ↑ di dalam nodus limfatikus → mencetuskan inflamasi
dan tumor → nodus membesar → limfadenopati.

g. Mengapa pasien sakit dan sulit menelan?


Keluhan sakit dan sulit menelan yang dirasakan Tn. M sejak satu bulan yang
lalu kemungkinan disebabkan penekanan esofagus oleh kelenjar limfe leher yang
membesar.

h. Mengapa berat badan menurun dalam 2 bulan terakhir?


BB menurun akibat penyebaran limfoma ke seluruh tubuh dan ke usus halus.
Kehilangan berat badan dapat disebabkan oleh sel kanker limfoma yang tumbuh
dengan cepat dengan menggunakan sumber energi dalam tubuh dan secara tiba-tiba
mengalami ketergantungan pada tubuh.

2. Tn.M berobat kedokter umum, diberi obat juga dilakukan pemeriksaan darah dan
rontgen dada, namun benjolan tidak mengecil dan malah membesar.

a. Apa saja obat-obatan yang mungkin diberikan pada pasien?

11
Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti alopurinol,
Atenolol, Captopril, Carbamazepine, Hydralazine, Penisilin, Pirimidone,
Pirimetamine, Kuinidin, Trimetoprim sulfametoksazole, Sulindac, & Fenitoin.

b. Mengapa setelah dilakukan pengobatan benjolan semakin membesar?


Benjolan semakin membesar setelah dilakukan pengobatan kemungkinan
disebabkan dokter salah mendignosis penyakit Tn.M, sehingga pengobatan yang
diberikan pun tidak sesuai.

3. Riwayat batu batuk lama tidak ada. Riwayat keluarga batuk lama tidak ada, riwayat
sakit kepala tidak ada, keluhan nyeri sendi dan demam lama tidak ada.
a. Apa makna klinis ditanyakan riwayat diatas?
Untuk menyingkirkan etiologinya
 Batuk lama : kemungkinan adanya infeksi, contohnya : tuberculosis
 Sakit kepala & Demam: kemungkinan adanya infeksi, contohnya: pada
tularemia didapatkan sakit kepala, sedangkan demam akan banyak ditemukan
pada keadaan infeksi. Pada keganasan terutama limfoma juga didapati demam
tetapi biasanya demam yang tidak tinggi.
 Nyeri sendi: Gejala artralgia, kelemahan otot, atau ruam dapat menunjukkan
kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti artritis reumatoid, lupus
eritematosus, atau dermatomiositis.

4. Tn.M sering memelihara binatang seperti kucing dan juga senang makan makanan
yang dibakar seperti sate. tn.M jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan.
a. Apa hubungan memelihara kucing terhadaap keluhan?
Limfadenopati dapat disebabkan oleh virus. Pada kasus, Tn M memelihara
kucing yang jika dalam pemeliharaannya tersebut kurang menjaga kebersihan
kucing tersebut, maka kucing tersebut dapat menularkan virus.
b. Apa hubungan makan makanan yang dibakar?
Terlalu sering mengkonsumsi makanan yang dibakar akan meningkatkan resiko
terkena penyakit kanker, terutama kanker saluran cerna bagian atas. Seperti yang
kita ketahui jenis kanker ini dapat tumbuh dan berkembang pada kerongkongan
bahkan rongga mulut. Penelitian terbaru juga menemukan bahwa makanan yang
dibakar akan beresiko menyebabkan tumbuhnya penyakit kanker lambung apabila
dikonsumsi dalam jangka panjang.
12
 Mengandung Hidrokarbon dan Partikel Berbahaya
Pembakaran arang atau kayu apapun dapat menyebabkan pembentukan
hidrokarbon dan partikel jelaga yang berbahaya untuk kesehatan Anda dan
juga mencemari udara.
 Memiliki Suhu Tinggi
Heterocyclic amines atau HCAs adalah senyawa kimia yang muncul dari
daging yang diproses atau dimasak pada suhu tinggi. Daging yang dimasak
sampai berubah warna menjadi kehitaman banyak mengandung HCAs. Oleh
sebab itu untuk mengurangi risiko kanker, disarankan untuk memperhatikan
suhu dan lama memasak.
Membakar daging dengan suhu lebih rendah lebih di anjurkan meski butuh
waktu sedikit lebih lama dibandingkan jika nyala apinya panas. Namun dengan
mengurangi panas, pembentukan HCA akan berkurang sangat signifikan.
c. Apa makna klinis ditanyakan minum obat-obatan atau jamu-jamuan?
Karena ada beberapa obat-obatan yang bisa menimbulkan keadaan
limfadenopati, contohnya : alopurinol, atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas,
hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon, pirimetamin, kuinidin,
trimetoprimsulfametoksazol, sulindak.

5. Riwayat keluarga tidak ada sakit seperti ini, ibu tn.M menderita kanker payudara.
a. Apa hubungan riwayat kelurga terhadap keluhan Tn.M?
Adanya hubungan riwayat keluarga yang mengalami kanker meningkatkan
resiko/ menjadi faktor resiko terjadinya keganasan. Adanya riwayat keganasan
dalam keluarga seperti kanker payudara atau familial dysplastic nevus syndrome
dan melanoma dapat membantu menduga penyebab limfadenopati. Suatu
hipotesis menyebutkan terdapat kemungkinan terjadinya suatu ekspresi gen
prekanker yang diturunkan secara genetik oleh orang tua penderita.

6. Pemeriksaan fisik yang didapatkan:

Keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80
kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,8oC, TB: 165 cm, BB: 42 kg

Keadaan Spesifik:

13
Kepala: konjungtiva pucat (-), ikterik (-)

Mulut: stomatitis (-), pharink hiperemis (-), tumor (-)

Leher: JVP (5-2) cmH2O

Benjolan pada leher kanan : ukuran 5x4x4 cm, nyeri (-), mobil

Benjolan pada leher kiri : ukuran 3x4x3 cm, nyeri (-), mobil

Thoraks:

Pembesaran kelenjar limfa di aksila (-)

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Exremitas superior : pembesaran kelenjar limfa (-)

Exremitas inferior : pembesarn kelenjar limfa inguinal (-)

a. Apa interpretasi dari pemeriksaan diatas?


No. Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi

1 Keadaan umum :

Tampak sakit sedang Sehat Abnormal

TD : 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal

Denyut nadi : 80 x/menit 60-100 x/menit Normal

RR : 20 x/menit 16-21 x/menit Normal

Suhu : 36,8 oC 36,5-37,5 oC Normal

IMT = BB(kg)/TB2(m2) 18-21 Abnormal

= 42/2,7225

14
= 15,4

2 Keadaan spesifik

Kepala: - Normal

konjung tiva puvat (-), ikterik (-)

Mulut: - Normal

Stomatitis (-), pharink hiperemis (-),


tumor (-)

Leher: JVP (5-2) cmH2O Abnormal

JVP (5-2) cmH2O

Benjolan pada leher kanan: ukuran


5x4x4 cm, nyeri (-), mobil

Benjolan pada leher kiri: ukuran


3x4x3 cm, nyeri (-), mobil

Thoraks: - Normal

Pembesaran kelenjar limfa di aksila (-


)

Paru : dalam batas normal

Jantung : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal - Normal

Exremitas superior : - Normal

Pembesaran kelenjar limfa (-)

Exremitas inferior : - Normal

15
Pembesarn kelenjar limfa inguinal (-)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan diatas?


Malnutrisi
Malnutrisi terjadi pada mayoritas pasien kanker dan ini penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas. Pasien kanker yang mengalami penurunan berat badan
5% atau lebih mempunyai harapan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan
yang tidak mengalami penurunan berat badan. Penurunan berat badan
menurunkan toleransi terhadap radiasi, kemoterapi dan pembedahan. Kaheksia
menurunkan status performance dan kualitas hidup. Penyebabnya belum dapat
dipastikan diduga penyebabnya multifaktorial. Secara garis besar yang diduga
sebagai penyebab kaheksia kanker ialah: anoreksia, perubahan metabolisme,
malnutrisi iatrogenik malabsorbsi dan sitokin. Metabolisme energi berkaitan erat
dengan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada pasien kanker
metabolisme zat tersebut mengalami perubahan dan berpengaruh terhadap
terjadinya penurunan berat badan. Hipermetabolisme, didefinisikan dengan
meningkatnya pengeluaran energi pada saat istirahat. Peningkatan metabolisme
ini sampai 50% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien bukan kanker. Tetapi
peningkatan metabolisme tersebut tidak terjadi pada semua pasien kanker.
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan metabolisme ini berhubungan
dengan penurunan status nutrisi dan jenis serta besar tumor. Perubahan
metabolisme karbohidrat yang sering terjadi adalah intoleransi glukosa, diduga
akibat dari peningkatan resisitensi insulin dan pelepasan insulin yang tidak
adekuat.
Metabolisme protein pada pasien kanker terjadi peningkatan turn over,
peningkatan sintesis protein di hati, penurunan sintesis protein di otot skelet dan
peningkatan pemecahan protein otot yang berakibat terjadinya wasting.
Peningkatan glukoneogenesis dari asam amino dan penggunaan asam amino oleh
sel kanker untuk sintesis protein juga merupakan keadaan yang menyebabkan
penurunan massa otot.
Perubahan metabolisme lemak yang paling utama adalah metabolisme asam
lemak bebas dari jaringan adiposa dan deplesi lemak tubuh total. Beberapa

16
penelitian menunjukkan bahwa penurunan berat badan pada pasien kanker
sebagian besar disebabkan deplesi lemak tubuh.
Demam

c. Makna klinis hasil pemeriksaan diatas?

 Keadaan umum : TD, Nadi, RR, suhu yang normal mengindikasikan bahwa
sedang tidak terjadinya suatu infeksi
 TB dan BB : mengindikasikan terjadinya penurunan berat badan (biasanya
ditemukan pada infeksi virus hepatitis atau keganasan pada limfoma, biasanya
pada keganasan ditemukan penurunan BB >10%)
 Kepala : konjungtiva pucat mengindikasikan bahwa tidak terjadinya anemia
(biasanya ditemukan pada infeksi hepatitis virus) ikterik (biasanya ditemukan
pada infeksi sifilis)
 Mulut: mengindikasikan bahwa tidak ada perubahan membran mukosa oral
(fisura dan kemerahan pada bibir, faring, strawberry tongue) yang biasanya
ditemukan pada penyakit kawasaki)
 Benjolan tidak nyeri, mobile : Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri
meningkatkan kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa.
Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfiksasi dan
terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus

17
mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas
tegas.
 Paru, jantung, JVP : mengindikasikan tidak ada kelainan paru/jantung/
abdomen (penyakit kawasaki – Dapat terjadi komplikasi berupa aneurisma
arteri koroner, kardiomiopati, gagal jantung, infark miokard, aritmia, dan
oklusi arteri perifer, Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan
dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus), Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan
abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat)
 Eksremitas : kelenjar getah bening sering teraba di daerah inguinal karena
trauma kronik dan infeksi yang sering terjadi di ekstremitas bawah;

7. Pemeriksaan laboratorium:

Darah rutin Hb: 10,2 gr%, WBC: 8.000/mm3, hitung jenis : 0/5/6/70/18/1; LED: 60
mm/jam.

Kimia darah ureum 50mg/dL, kreatinin: 1,4 mg/dL, asam urat : 8,5 mg/dL, LDH: 565
U/L

a. Apa interpretasi dari pemeriksaan laboratorium diatas?


No. Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
Laboratorium

1 Hb : 10,2 g% 13-18 g/dL Abnormal

2 WBC : 8.000/mm3 5.000-10.000/mm3 Normal

3 Hitung jenis :  Basofil 0-1% (absolut 20-


0/5/6/70/18/1 100 sel/mm3)
 Eosinofil 1-3% (absolut 50-
300 sel/mm3)
 Netrofil batang 3-5%
(absolut 150-500 sel/mm3)
 Netrofil segmen 50-70%
(absolut 2500-7000
18
sel/mm3)
 Limfosit 25-35% (absolut
1750-3500 sel/mm3)
 Monosit 4-6% (absolut 200-
600 sel/mm3

4 LED : 60 mm/jam 0-15 mm/jam Abnormal

5 Ureum : 50 mg/dL 15-40 mg/dL Abnormal

6 Kreatinin : 1,4 mg/dL 0,1-1,1 mg/dL Abnormal

7 Asam urat : 8,5 mg/dL 3,2-7,2 mg/dL Abnormal

8 LDH : 565 U/L 240-480 U/L Abnormal

b. Makna klinis hasil pemeriksaan diatas?


 Hemoglobin pasien rendah pasien mengalami anemia
 WBC tidak meningkat (normal) bukan proses infeksi
 Ureum dan kreatinin normal tidak ada penyakit ginjal
 Hitung jenis leukosit  limfosit menurun  akibat proses keganasan
 LED meningkat  akibat proses keganasan
 Asam urat darah meningkat (>7 pada pria) turn over sel meningkat akibat
proses keganasan
 LDH meningkat meningkatnya kerusakan sel  proses keganasan
8. Analisis Aspek Klinis
a. Diagnosis Banding

19
 Non-Hodgkin limphoma
 Hodgkin limphoma
 Leukimia
 Karsinoma sel skuamous pada kepala dan leher
b. Algoritma Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,
riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan
Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh
penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,
Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.
Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat

20
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan
oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya
riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada
wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi
Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada
infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat mengarahkan kepada
Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).
Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat mengakibatkan
penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan dapat terkena
Tularemia.
Pemeriksaan fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan kepada
penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system kekebalan
tubuh. Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tid•
Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
• Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

21
• Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
• Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan oleh
infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan
dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi
fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk
jembatan-jembatan kulit di atasnya Adanya tenggorokan yang merah, bercak-
bercak putih pada tonsil, bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan
infeksi oleh bakteri streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil,
langit-langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada
jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.
Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein
Barr Virus (EBV).
Radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.
Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang dengan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan obat
demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry tongue,
perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan
22
kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit
Kawasaki.
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.
c. Diagnosis Kerja
Limfadenopati et causa kemungkinan keganasan suspek limfoma maligna
d. Etiologi
Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor
resiko terjadinya LNH, antara lain :
Imunodefisiensi
25 % kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara
lain adalah : severe combined immunodeficiency, hypogamaglobulinemia,
common variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-
telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut
seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya
beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
Agen Infeksius
EBV DNA ditemukan pada 95 % limfoma Burkit endemik, dan lebih jarang
ditemukan pada limfoma Burkit sporadik. Karena tidak pada semua kasus
limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap
terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa
infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor
23
yang terinfeksi EBV dan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV
juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative dissorders (PTLDs)
dan AIDS-associated lymphomas.
Paparan Lingkungan dan Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah
peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan
herbisida dan pelarut organik.
Diet dan Paparan Lainnya
Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak
hewani, merokok, dan yang terkena paparan unlraviolet.
e. Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45%
pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati
adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati
pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun
bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan
cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan
disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih
banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus.
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati
yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke
subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1,1% merupakan suatu
keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan
sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40 tahun yang
memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4%
f. Patogenesis
Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit.
Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris.
Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan KGB berwarna merah, panas
dan nyeri tekan. Biasanya penderita demam dan terjadi leukositosis neutrofil pada
pemeriksaan darah tepi.
Pada infeksi oleh Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak karakteristik sel
epiteloid dengan latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel epiteloid berupa sel
24
bentuk poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak
jelas, kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang pucat,
berlekuk dengan kromatin halus.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses tranformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Hal yang perlu diketahui adalah proses ini terjadi di dalam
kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada diluar ”centrum
germinativum” sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral dari ”central
germinativum”. Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua, antara lain : 1)
ukurannya makin besar, 2) kromatin inti menjadi lebih ”halus”, 3) nukleolinya
terlihat, 4) protein permukaan sel mengalami perubahan (reseptor).
Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi
sel kanker seringkali tetap mempertahankan sifat ”dasar”nya. Misalnya sel kanker
dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk dalam aliran darah
namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari imunoblas
amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis yang
tinggi.
g. Patofisiologi
Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk multipotensial di
dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi menjadi sel progenitor
limfosit yang kemuadian akan berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian akan
mengalami pematangan di dalam kelenjar timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi
akan menuju kelenjar limfe ataupun tetap berada di sumsum tulang dan
berdiferensiasi menjadi limfosit B. Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai
maka limfosit T akan aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler.
Sedangkan limfosit B akan aktif menjadi imunoblas yang kemuadian menjadi sel
plasma dan akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma
sel plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan limfosit T
yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang belum aktif.
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal) merupakan
akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit yang
belum aktif yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas
akibat respon dari adanya antigen. Beberapa perubahan pada sel limfosit inaktif
25
ialah ukurannya semakin lebih besar, kromatin inti menjadi lebih halus,
nukleolinya terlihat dan protein permukaan sel mengalami perubahan.
h. Faktor resiko
 Paparan lingkungan dan pekerjaaan seperti peternak serta pekerja hutan dan
pertanian karena adaanya paparan herbisida dan pelarut organik
 Diet dan paparan lainnya ; risiko LNH meningkat pada orang yang
mengkonsumsi makananan tinggilemak hewani,merokok dan terkena paparan
ultraviolet berlebih
i. Manifestasi klinis
 Terdapat benjolan tidak nyeri dan dapat digerakan
 Badan terasa demam tapi tidak terlalu tinggi
 Mudah berkeringat
 Nafsu makan menurun
 Berat badan menurun
j. Pemeriksaan penunjang (Gold standard)
Biopsi kelenjar Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada
kelenjar yang paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan
pertimbangan nilai diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai
nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular mempunyai
nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik pewarnaan imunohistokimia dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi aspirasi jarum halus, biopsi
eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik terpilih. Adanya gambaran arsitektur
kelenjar pada biopsi merupakan hal yang penting untuk diagnostik yang tepat,
terutama untuk membedakan limfoma dengan hiperplasia reaktif yang jinak.
k. Tatalaksana, edukasi dan pencegahan, follow up
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda
dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau
bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan
diagnosis yang belum tepat.

26
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan
respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan
kembali diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini. Penyesuaian
dosis alupurinol menurut LFG
LFG (mL/menit) Dosis lopurinol (mg/hari)

<30 100

30-60 200

<50 (usia tua) ≤100

normal 300

l. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah :
• Ketidakmampuan untuk memiliki keturunan (infertilitas)
• Gagal fungsi hati
• Gangguan pada paru-paru
• Penyakit-penyakit kanker
Efek samping dari radiasi (seperti nausea, disfagia, esofagitis, dan
hipotiroid) dan kemoterapi (seperti penurunan jumlah sel darah, dapat
menyebabkan meningkatnya risiko pendarahan, infeksi, dan anemia).

m. Prognosis
Pada kasus limfadenopati akibat suatu keganasan (suspek limfoma non-
hodgkin) dapat dibagi menjadi 2 kelompok prognostik : indolen lymphoma dan
agresif lymphoma. LNH indolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan
median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium
lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma

27
agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih cepat
disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko
kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis ”divergen” baik
pada kelompok indolen maupun agresif (10, 11).
Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis berdasarkan International
Prognostik Index (IPI), yaitu usia, serum LDH, status performans, stadium
anatomis, dan jumlah ekstranodal. Tiap faktor memiliki efek yang sama terhadap
outcome, sehingga abnormalitas dijumlahkan untuk mendapatkan indeks
prognostik. Skor yang didapatkan antara 0-5 (2).
Tabel 1. Indeks Prognostik Pasien LNH untuk Seluruh Umur (2)
Keterangan 0 1

Umur ≤ 60 tahun > 60 tahun

Tumor stage I atau II III atau IV


(Ann Arbor)

LDH serum Normal Meningkat

Status Tak ada Ada gejala


performans gejala

Keterlibatan Tidak ada > 1 tempat


ekstranodal atau 1

Key score : Low risk (0-1); Intermediate (2), High intermediate (3), High risk (4-
5)

Pada kasus :

age <60th = 0 ; Staging 2 = 0; Status performance = (–); LDH meningkat = 1;


Ekstra nodul = (–), total = 1, dubia ad bonam

n. SKDI
Limfadenopati 3A
Limfoma Hodgkins dan Limfona Non Hodgkins 1

28
IV. LEARNING ISSUE
4.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Limfatik
4.1.1 Anatomi
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari.
1. Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe.
Pembuluh-pembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke
semua jaringan tubuh.
2. Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe
terdiri dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3. Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari
jaringan yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus
ditemukan di leher, bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus
dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang
bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya yang berada di dalam limfe.
4. Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem
limfatik juga ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit,
dan usus halus.
Ada sekitar 300 KGB di daerah kepala dan leher, gambaran lokasi
terdapatnya KGB pada daerah kepala dan leher adalah sebagai berikut:

29
Gambar . Lokasi kelenjar getah bening
(KGB) di daerah kepala dan leher.

Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran
getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk
kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah
bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer yang
dilapisi oleh sel endotel.
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubung- kan
simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur
untuk pembuluh darah dan syaraf.
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di
dalam sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih
luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran
getah bening eferen.

Gambar . Skema kelenjar getah bening (KGB).

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T

(thymus) dan sel B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel

turunanya seperti sel plasma, imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral


30
immunity, sedangkan T limfosit berperan terutama pada cell-mediated immunity.

Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks, medula, parakorteks,

ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula merupakan daerah

yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T.

Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa

postnatal, biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B

didalam germinal centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti

menonjol. Yang sebelumnya dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang

ditunjukan oleh Lukes dan Collins (1974) sebagai sel noncleaved besar, dan sel

noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada limphopoiesis atau berubah

menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang didalam sel plasma.

4.1.2 Fisiologi dan Peran Sistem Limfatik


Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh,
membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu
cairan yang disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan
membawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati
kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening berisi sejumlah besar limfosit dan
bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang menyebabkan infeksi seperti
bakteri dan virus.
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti
pada sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh
terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri.
Hal berikut ini terjadi, sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami
‘pembengkakan kelenjar’ di leher, cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam
kelenjar getah bening di leher, dimana organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan
dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh lainnya.
Peran penting dari sel T dan sel B
Ada dua jenis utama sel limfosit:
 Sel T
 Sel B
31
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.
Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-
kanak, sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana
mereka menjadi matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan
menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan penting dalam
mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti bakteri dan virus.
Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel
T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal
(sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah
menginvasi tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di
permukaan bakteri), mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada
permukaan sel asing dan menyebabkan perusakannya.
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit
yang terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat
membelah secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara
sebagaimana biasanya. Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening,
sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini akan membengkak.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit
abnormal) juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah
bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar
kelenjar getah bening yang sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di
perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di
mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini.

4.2 Limfadenopati
4.2.1 Epidemiologi

Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai

45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati

adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada umumnya limfadenopati

pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila disebabkan infeksi virus.

Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus

32
ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis

dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan

disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih

banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus.

Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus

limadenopati yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya

dirujuk ke subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu

keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan

sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40 tahun yang

memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4%.

4.2.2 Etiologi

Penyebab limfadenopati dapat diingat dengan mnemonik MIAMI: malignancies


(keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun),
miscellaneous and unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), dan iatrogenic
causes (sebab-sebab iatrogenik). Penyebab limfadenopati yang jarang dapat disingkat
menjadi SHAK: sarkoidosis, silikosis/beriliosis, storage disease, hipertiroidisme,
histiositosis X, hipertrigliseridemia berat, hiperplasia angiofolikular, limfadenopati
angioimunoblastik, penyakit Kawasaki, limfadenitis Kikuchi, dan penyakit Kimura.
Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah :
alopurinol, atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidralazin, penisilin, fenitoin,
primidon, pirimetamin, kuinidin, trimetoprimsulfametoksazol, sulindak

33
Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom kelenjar getah bening mukokutaneus,
merupakan vaskulitis yang paling sering didapatkan pada anak. Etiologinya tidak
diketahui. Biasanya bersifat swasirna (selflimiting) dengan manifestasi inflamasi lain
yang berlangsung kurang lebih 12 hari. Dapat terjadi komplikasi berupa aneurisma
arteri koroner, kardiomiopati, gagal jantung, infark miokard, aritmia, dan oklusi arteri
perifer.
34
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dengan minimal 4 dari 5 gejala
berikut :
 Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
 Perubahan membran mukosa oral (fi sura dan kemerahan pada bibir, faring,
strawberry tongue)
 Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema tangan dan
kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase konvalesen)
 Ruam polimorfik
 Limfadenopati servikal (minimal 1 kelenjar dengan diameter >1,5 cm).
Limfadenitis Kikuchi

Limfadenitis Kikuchi, disebut juga penyakit Kikuchi, penyakit Kikuchi-


Fujimoto, atau limfadenitis nekrotikans histiositik Kikuchi, merupakan limfadenopati
jinak yang penyebabnya tidak diketahui dengan karakteristik limfadenopati servikal dan
demam. Penyebabnya diduga merupakan respons limfosit T dan histiosit terhadap
infeksi. Infeksi yang diduga menjadi penyebab meliputi Epstein Barr virus (EBV),
human herpesvirus 6, human herpesvirus 8, human immunodeficiency virus (HIV),
parvovirus B19, paramyxoviruses, parainfluenza virus, Yersinia enterocolitica, dan
toksoplasma.

Penyakit Kimura

Merupakan kelainan alergi infl amatorik dengan penyebab tidak diketahui;


penyakit endemik di Asia. Penyakit Kimura merupakan keadaan yang jinak, tetapi dapat
disalahtafsirkan sebagai keganasan. Gambaran klinisnya berupa nodul subkutan di
daerah servikal disertai limfadenopati servikal dan/ atau pembesaran kelenjar parotis.
Manifestasi sistemik hanya berupa keterlibatan ginjal. Disebut juga limfogranuloma
eosinofilik.

4.2.3 Diagnosis

Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang apabila diperlukan.

4.2.3.1 Anamnesis

Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala

35
penyerta, riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.

Lokasi

Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak

biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada

infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi

saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh

Mikobakterium, Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.

Gejala penyerta

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab

infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan

penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau

keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi

meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum

(serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-obatan atau

produk darah.

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan

tonsil sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka

lecet pada wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab

infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat

mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya

dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.

Riwayat pemakaian obat


Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian
obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena
obat umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).

36
Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada
orang dengan infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau
tuberkulosis turut membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat
perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat
mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan dapat
terkena Tularemia.
4.2.3.2 Pemeriksaan Fisik

Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat

mengarahkan kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau

gangguan sistem kekebalan tubuh.

Karakter dan ukuran kelenjar getah bening

Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan

kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa. Limfoma

Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfi ksasi dan

terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena virus

mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri, dan berbatas

tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri biasanya disebabkan

oleh infl amasi karena infeksi. Pada kasus yang jarang, limfadenopati yang

nyeri disebabkan oleh perdarahan pada kelenjar yang nekrotik atau tekanan

dari kapsul kelenjar karena ekspansi tumor yang cepat.

Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai

diameter 1 cm, tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar

epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih dari 1,5

cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa pada 213 penderita

dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran kelenjar di bawah

1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan ukuran kelenjar 1-2,25

cm dan pada 38% penderita dengan ukuran kelenjar di atas 2,25 cm. Pada

37
anak, kelenjar getah bening berukuran lebih besar dari 2 cm disertai

gambaran radiologi toraks abnormal tanpa adanya gejala kelainan telinga,

hidung, dan tenggorokan merupakan gambaran prediktif untuk penyakit

granulomatosa (tuberkulosis, catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker

(terutama limfoma).Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar

yang menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran

kelenjar maksimum 2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang

memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya keganasan

dan penyakit granulomatosa.

Lokasi limfadenopati

o Limfadenopati daerah kepala dan leher


Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak, tetapi
ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama limfadenopati
servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa infeksi virus akut yang
swasirna. Pada infeksi mikobakterium atipikal, cat-scratch disease,
toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi, sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki,
limfadenopati dapat berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati
supraklavikula kemungkinan besar (54%- 85%) disebabkan oleh keganasan.
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami infl amasi dalam beberapa
hari, kemudian berfl uktuasi (terutama pada anak-anak) khas untuk
limfadenopati akibat infeksi stafi lokokus dan streptokokus. Kelenjar getah
bening servikal yang berfl uktuasi dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan tanpa tanda-tanda infl amasi atau nyeri yang signifi kan merupakan
petunjuk infeksi mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella
henselae (penyebab cat scratch disease).Kelenjar getah bening servikal yang
keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan metastasis
keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring, tiroid, dan
esofagus). Limfadenopati servikal merupakan manifestasi limfadenitis
tuberkulosa yang paling sering (63-77% kasus), disebut skrofula. Kelainan
ini dapat juga disebabkan oleh mikobakterium nontuberkulosa.
o Limfadenopati epitroklear

38
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya
meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma, sarkoidosis,
tularemia, dan sifilis sekunder.
o Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada
ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar
getah bening aksila anterior dan sentral yang dapat teraba sebelum
ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang bermanifestasi sejak awal
atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening aksila.
Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma
atau melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening
ipsilateral.
o Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan
keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50%
penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di atas usia 40
tahun. Limfadenopati supraklavikula kanan berhubungan dengan keganasan
di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati supraklavikula kiri
(nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung,
kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
o Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang
normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang
jinak dan infeksi merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal.
Limfadenopati inguinal jarang disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel
skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai
limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58%
penderita karsinoma penis atau uretra.
o Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius,
penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati
lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi adenovirus.
Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia, limfoma, atau
penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati generalisata pada
39
penderita luluh imun (immunocompromised) dan AIDS dapat terjadi karena
tahap awal infeksi HIV, tuberkulosis, kriptokokosis, sitomegalovirus,
toksoplasmosis, dan sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi dapat bermanifestasi
sebagai limfadenopati generalisata sebelum timbulnya lesi kulit.

Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi
leher. Kesulitan diagnosis adalah jika anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak
mengarah pada diagnosis tertentu yang dapat dilanjutkan dengan uji spesifik.
Tidak ada bukti yang mendukung manfaat pemberian antibiotik atau steroid
pada keadaan ini, bahkan sebaiknya dihindari karena akan mengaburkan atau
memperlambat diagnosis. Belum terdapat kesepakatan lama observasi yang
diperlukan pada keadaan limfadenopati yang tidak diketahui penyebabnya.
Beberapa ahli merekomendasikan perlunya evaluasi lebih spesifik atau biopsi
pada limfadenopati noninguinal yang tidak diketahui penyebabnya dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.

4.2.3.3 Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk

mendiagnosis limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui


40
ukuran, bentuk, echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal

dan ada tidaknya kalsifikasi.

USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk

mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan

nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.

CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5
mm atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.
4.2.3.4 Pengobatan

Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada

penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan

sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi.

Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi

indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila

terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang

menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat

mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.

Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang

biasa disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes

(group A). Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini

akan memberikan respon positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut

untuk dipertimbangkan kembali diagnosis dan penanganannya.

Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan

evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.

4.3 Limfadenopati Keganasan (Limfoma)


4.3.1 Pendahuluan
41
Limfoma adalah suatu proliferasi klonal pada sel-sel limfoid yang berasal dari
kelenjar getah bening atau jaringan limfoid lainnya yang mencakup system limfatik dan
system imunitas tubuh.
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang
ditemukan pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan
infeksi virus Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak
meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang
terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai
regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lainnya.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan
timbulnya limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling
berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus
imunodefisiensi humanus (HIV) yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan
berkaitan dengan timbulnya keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C
(HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA,
virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma
Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya
limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih
kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya regulasi imunitas berkaitan
dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ,
sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun

4.3.2 Limfoma Hodkin


4.3.2.1 Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun.
Penyakit Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T
sangat jarang) menjadi abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut
dinamakan sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya.
Sel Reed Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel
limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan
mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun penyakit lainnya.

42
Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya
massa dari jaringan yang disebut tumor.

4.3.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang
khas baik pada laki-laki maupun pada perempuan, dengan salah satu
puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti dengan puncak lainnya pada
usia 45-55 tahun. Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur
puncak terjadi pada umur sebelum remaja. Secara umum, laki-laki lebih
banyak bila dibandingkan dengan perempuan.

4.3.2.3 Faktor Risiko


a. Virus tertentu
b. Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus
(HIV) dapat meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga,
limfoma tidak menular, sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma
dari orang lain.
c. Sistem imun lemah
d. Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang
lemah (seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun
pasca transplantasi organ).
e. Usia
f. Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda
berumur 15-35 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.
g. Riwayat keluarga
h. Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan
penyakit Hodgkin atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang mengidap penyakit Hodgkin.

4.3.2.4 Patomekanisme
Limfoma hodgkin terjadi akibat adanya sel B yang menjadi abnormal
karena adanya Virus Epstein-Barr yang mengandung banyak NF-κB. NF-κB
merupakan salah satu faktor transkrip yang bisa merangsang proliferasi sel B
terus menerus terjadi. Selain itu, NF-κB juga melindungi sel B dari sinyal
43
apoptotik, sel abnormal ini miripsel raksasa neoplastik khas yang disebut sel
Reed-sternberg.

Mekanisme pembentukan limfoma Hodgkin

Sel Reed-Sternberg merupakan sel ganas yang masih belum jelas


asalnya dari mana. Sel tersebut diperkirakan berasal dari early lymphoid cell
atau histiosit. Penelitian terakhir menyebutkan dengan melihat rearrangement
gen imunoglobulin, sel Reed-Sternberg bersifat B-lymphoid lineage. Akan
tetapi, ada yang mengatakan sel Reed-Sternberg berasal dari sel B dari
germinal centre. Penyakit ini disusun dalam suatu setting yang terdiri atas sel
ganas (sel Reed-Sternberg) yang dikelilingi oleh sel radang pleomorf.
Perbandingan jumlah sel ganas dengan sel radang bergantung pada derajat
respon imunologik penderita. Jika terjadi respon sel radang yang kuat sehingga
sel-sel limfosit lebih dominan dibandingkan dengan sel Reed-Sternberg maka
orang itu memiliki status imunologik yang baik, sedangkan orang yang
memiliki status imunologik yang kurang baik akan memberikan respon
imunologik yang rendah sehingga sel-sel limfosit tidak terlalu banyak
(depleted). Perbandingan sel Reed-Sternberg dengan limfosit ini akan
menentukan klasifikasi histologik penyakit Hodgkin dan akan berpengaruh
terhadap prognosis.

Sel Reed-Sternberg menjadi tanda patologi yang khas untuk limfoma

44
hodgkin dimana pada limfoma non hodgkin tidak diketemukan sel tersebut.

4.3.2.5 Gambaran Patologi dan Klasifikasi


Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan
patologi yang benar, bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan
irisan beku segar pada jaringan kurang dapat menggambarkan struktur dan
stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan jaringan limfonodi
secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik.
Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus
yang mengelilingi nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. Sel
Reed Sternberg secara konsisten menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15
adalah marker dari sel granulosit, monosit, dan sel T teraktifasi yang
normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B. CD30 adalah marker
dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan malignan dan
pada awalnya diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.

Limfoma hodgkin dibagi menjadi 5 tipe. 4 diantaranya digolongkan


pada limfoma hodgkin klasik. Golongan yang ke 5, penyakit predominan
limfosit hodgkin, menunjukkan tanda klinis unik dan butuh treatmen yang
berbeda. Pada limfoma hodgkin klasik, sel neoplasma yaitu sel Reed-Sternberg
(RS). Sel Reed-Sternberg hanya sekitar 1 – 2% total sel tumor. Peningkatan
pada berbagai variasi reaktif, dan sel inflammatori seperti limfosit, plasma sel,
neutrofil, eosinofil, dan histosit.
Umumnya Sel Reed-Sternberg adalah sel B original, derivat dari
sentrum germinativum limfenodi namun tidak lagi mampu menghasilkan
antibodi. Beberapa kasusk Limfoma Hodgkin teridentifikasi keberadaan sel

45
Reed-Sternberg berasal dari sel T original, tapi kasus seperti ini termasuk
langka, terhitung sekitar 1 -2% dari kasus Limfoma Hodgkin klasik.
Sel Reed-Sternberg mengekspresikan antigen CD-30 dan CD-15. CD-
30 merupakan marker aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel limfoid
reaktif dan malignant, dan khusus diekspresikan oleh sel Reed-Sternberg. CD-
15 adalah marker bagi granulosit akhir, monosit, sel T teraktivasi yang secara
normal di ekspresikan oleh sel B.
1. Nodular Sclerosis Hodgkin disease
Pada nodular sclerosis hodgkin disease (NSHD), 60 – 80% dari seluruh
kasus Limfoma Hodgkin, morfologinya menunjukkan adanya nodular. NSHD
umumnya muncul pada remaja dan dewasa muda. Biasanya terlokasi di
mediastinum dan lokasi supradiaphragmatic lainnya. Kelenjar mengandung
nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan sel Reed
Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita
muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.

Nodular sclerosis hodgkin disease

Gambaran histologis nodular sclerosis hodgkin disease

46
2. Mixed-cellularity Hodgkin disease
Pada Hodgkin penyakit tipe campuran (MCHD), dengan angka kejadian
15 – 30%, infiltrasi biasanya berupa difuse. Sel Reed sternberg juga memiliki
ciri tipe klasik, besar, bilobate, ganda atau multiple nukleus, dan eosinofilic
nukleus. MHCD umumnya terjadi pada limfenodi di abdominal dan spleen.
Pasien dengan tipe histologi seperti itu berada pada stadium akhir dengan
sistemik simptoms. MCHD merupakan tipe histologi yang umumnya ada pada
pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Mempunyai
gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,
limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit
yang luas dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik
seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih
buruk.

Gambaran histologis mixed cellularity Hodgkin disease

3. Lymphocyte-depleted Hodgkin disease


Kejadian kasus Lymphocyte-depleted Hodgkin disease (LDHD) hanya
berkisar 1% dari semua kasus. Infiltrasi pada penyakit ini berupa difusi dan
sering menunjukkan hiposelular. Sejumlah banyak dari Reed-Sternberg cells
and jenis jenis sarkoma aneh kadang terlihat. LDHD berhubungan dengan usia
lanjut dan status positif HIV. Pasien kadangkala muncul dengan gejala stadium
lanjut. Epstein-Barr virus (EBV) proteins diekspresikan oleh banyak sel tumor
ini. Mayoritas penyakit yang terdeteksi di masa lampau adalah limfoma yang
golongan non Hodgkin biasanya merupakan pembesaran sel anaplastik.
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg
47
banyak sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan
cenderung merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik.
Prognosis buruk.

(A) (B)

Gambaran histologi Lymphocyte-depleted Hodgkin disease. (A) Limfosit kecil tidak


ada/ non Lymphoma Hodgkin. (B) Gambaran variasi diffuse fibrosis.

4. Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease


Kejadian kasus Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease (LDHD)
berkisar 5 % dari semua kasus Dalam LRHD, Reed-Sternberg sel dari jenis
klasik atau lacunar diamati, dengan latar belakang infiltrasi limfosit. Hal ini
membutuhkan diagnosis imunohistokimia. Beberapa kasus mungkin memiliki
pola nodular. Secara klinis, pola presentasi dan pola survival mirip dengan
MCHD. Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama
terdiri dari sel-sel limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya
didapatkan pada anak muda. Prognosisnya baik.

Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease

48
5. Nodular lymphocyte-predominant Hodgkin disease
Kasus nodular dominan limfosit-Hodgkin disease (NLPHD) merupakan
5% dari total kasus. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed-Sternberg
tidak selalu ada di NLPHD. Sebaliknya, limfositik dan histiocytic (L & H) sel,
atau "sel popcorn" (inti mereka menyerupai popcorn) terlihat dalam latar
belakang sel inflamasi, yang didominasi limfosit jinak. Tidak seperti Reed-
Sternberg sel, L & H sel positif untuk B-sel antigen, seperti CD19 dan CD20,
dan negatif untuk CD15 dan CD30.

Popcorn cell pada Lymphocyte-rich classic Hodgkin disease

Diagnosis NLPHD harus didukung oleh penelitian imunohistokimia,


karena dapat muncul kemiripan dengan LRHD atau bahkan dengan beberapa
non-Hodgkin limfoma.

4.3.2.6 Manifestasi Klinik


Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang
hilang timbul dan tidak menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak
dengan penyakit Hodgkin pembesaran kelenjar leher yang menonjol, 60%
diantaranya juga disertai pembesaran massa di mediastinal yang akan
menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar
juga ditemukan di daerah inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun
jarang. Gejala konstitusi yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat
malam hari, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan
pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent diobservasi pada 35% kasus.
Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya
adalah leukositosis, limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran
laboratorium ini merupakan refleksi dari aktifitas yang meningkat di sistem

49
retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah, kadar serum
feritin, dan kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dari
imobilisasi zat besi yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang
telah meluas. Anemia hemolitik pada penyakit Hodgkin menggambarkan tes
Coomb positif menunjukkan adanya retikulosis dan normoblastik hiperplasia
dari sumsum tulang.

4.3.2.7 Stadium Penyakit Hodkin

Gambar: Penentuan stadium penyakit Hodgkin.


Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan
anatomis
Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis
Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra
I
limfatik tunggal atau sesisi.

Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan
II diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih
sesisi dengan diafragma

Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran
III
limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi

IV Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

50
4.3.2.8 Diagnosis
1. Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah
bening di leher, aksila ataupun lipatan paha, berat badan semakin menurun
dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan gatal.
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat
ditemukan di leher terutama supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%),
dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-20%) dengan
konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin
Waldeyer ikut terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan
pada pasien dengan masif limfa adenopati mediastinal.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal
merupakan bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi
keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan organ spesifik. Pada
pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik
lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat
sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat
besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum
tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada
pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan.
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama
pada pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut,
limfositopenia absolut (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi
pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi
terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit.
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau
terbaik, tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal
walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal adalah
peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim,
globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum.
4. Sitologi Biopsi Aspirasi
51
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada
diagnosis limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut
seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan
limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun
LNH adalah adanya negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi
multiple hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan
juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka
pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk
identifikasi subtipe histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan
bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus diperhatikan apakah
jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi
biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di
inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak dipilih
disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi dilakukan dibawah
anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal terhadap
arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.
6. Radiologi
a. Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
b. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka
dan pasca aortal
c. USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan
sekaligus menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi
sitologi
d. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi
pertumbuhan LH
7. Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada
iliaka, para aortal dan mesenterium dengan tujuan menentukan stadium.
Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti USG dan CT-Scan ditambah
sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat dihindari
atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.
52
4.3.2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non
Hodgkin pada pasien dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis
bakteri atau virus, mononucleosis infeksiosa dan toksoplasmosis harus
disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non Hodgkin, kanker
nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local.
Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker
payudara.

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan


tumor lain. Pada pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan
mediastinum, terutama karsinoma sel kecil dan non sel kecil. Mediastinitis
reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat mirip dengan limfoma,
karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit abdomen
primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang
ditemukan, dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus
disingkirkan dalam keadaan ini.

4.3.2.10 Tata Laksana


Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya
pendekatan multidisiplin segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh
terhadap hasil pengobatan diantaranya adalah umur pasien, psikologi, stadium
penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang diberikan diharapkan
mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan disease free
survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah.
Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja
kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah
yang terbatas.
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen
mustard, onkovin, prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin,
vinblastin, dekarbasin (ABVD), siklofosfamid dan banyak lagi protokol
lainnya yang digunakan.

4.3.2.11 Prognosis
53
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat
sembuh atau hidup lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh
karena dapat hidup lama, kemungkinan mendapatkan late complication makin
besar. Late complication antara lain,

1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder


2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan
pemberian antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang
juga dose related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

4.3.3 Limfoma Non-Hodgkin


4.3.3.1 Definisi
Limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan
limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang
heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons
terhadap terapi. Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan
pada anak dibanding dewasa. Demikian pula gambaran histopatologik difus
sering didapatkan pada anak (90%) daripada gambaran noduler atau fotikuler
pada dewasa.

4.3.3.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada
anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan
keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10
tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering
bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Limfoma ini
juga mengenai orang dengan usia >60 tahun.

4.3.3.3 Gambaran Histologik


Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat
dilihat dari ukuran dan konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat

54
dianggap sebagai sel-sel yang berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil
yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai limfosit yang berdiferensiasi
buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti vesikular dan
mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap
berasal dari golongan monosit makrofag (histiosit).
Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan
klasifikasi yang lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun
molekuler sehingga masih membingungkan. Klasifikasi yang banyak
dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K), Lukes dan Collins, WHO,
dan Working Formulation (WF).
Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.1

Kiel Rappaport Working Formula

High grade High grade

Limfoma Burkitt’s dan Difuse undifferentiated Small non cleaved cell


bentuk lainnya
(Burkitt’s & non
burkitt’s)

Limfoblastik konvoluted Limfoblastik difus Limfoblastik

Limfoblastik non klasifikasi

Imunoblastik Histositik difus Imunoblastik sel besar

Sentroblastik Intermediate grade

Difus sel besar

Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang


difus dan dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1. Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)
2. Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)
3. Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai
70-90% dari kasus yang terdiagnosis.

55
4.3.3.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH
dapat disebabkan oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan
infeksi virus. Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan
penting dalam patogenesis limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan
imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah translokasi
kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa
infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang
merupakan penyebab paling seringa pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien
dengan imunocompremised dan penyakit Hodgkin. Pada limfoma Burkitt’s sel
tumor ditandai oleh adanya translokasi pada lengan panjang kromosom 8, regio
q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8) (p12;p24) dan t(8;2)
(q24;q11).

4.3.3.5 Faktor Risiko


1. Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan
dengan peningkatan limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan
dengan kemampuan virus dalam menginduksi stimulasi antigen kronik dan
disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan
limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T. Beberapa virus
tersebut antara lain:
 Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
 Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
 Epstein-Barr virus (EBV)
2. Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya
menurun, menghadapi peningkatan risiko terserang limfoma non Hodgkin.
Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi sel B tergantung pada fungsi
normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada kasus orang
dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang
tidak terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini.
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan
untuk mencegah penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau
56
transplantasi sumsum tulang. Pasien yang mendapatkan transplantasi organ
mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non Hodgkin.

4.3.3.6 Manifestasi Klinik


Kemungkinan
Gejala Penyebab
timbulnya gejala

Gangguan pernapasan Pembesaran kelenjar getah


20-30%
Pembengkakan wajah bening di dada

Hilang nafsu makan


Sembelit berat Pembesaran kelenjar getah
30-40%
Nyeri perut atau perut bening di perut
kembung

Penyumbatan pembuluh
Pembengkakan tungkai getah bening di 10%
selangkangan atau perut

Penurunan berat badan


Penyebaran limfoma ke usus
Diare 10%>
halus
Malabsorbsi

Pengumpulan cairan di
Penyumbatan pembuluh
sekitar paru-paru 20-30%
getah bening di dalam dada
(efusi pleura)

Daerah kehitaman dan


Penyebaran limfoma ke
menebal di kulit yang 10-20%
kulit
terasa gatal

Penurunan berat badan


Penyebaran limfoma ke
Demam 50-60%
seluruh tubuh
Keringat di malam hari

Perdarahan ke dalam saluran


pencernaan
Penghancuran sel darah merah
Anemia oleh limpa yang membesar & 30%, pada akhirnya
(berkurangnya jumlah sel terlalu aktif
bisa mencapai 100%
darah merah) Penghancuran sel darah merah
oleh antibodi abnormal
(anemia hemolitik)
Penghancuran sumsum tulang

57
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum
tulang untuk menghasilkan
sejumlah sel darah merah
karena obat atau terapi
penyinaran

Penyebaran ke sumsum tulang


Mudah terinfeksi oleh dan kelenjar getah bening,
20-30%
bakteri menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi

4.3.3.7 Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan
dengan biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum
tulang, bila dimungkinkan dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik
untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria untuk masing-masing
kelompok tersebut adalah
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
- Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan
pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24
- Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
- Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau
undifferentiated atau small non cleaved (W)
- Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
- Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
- Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
- Gambaran histologi: limfoblastik
- Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
- Reaksi positif dengan asam fosfat
- Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan fungsi hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH,
USG abdomen, bone scan.

58
4.3.3.8 Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali
disertai dengan berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan
secepatnya. Sebelum pengobatan dengan kemoterapi harus diperhatikan
terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah dan gangguan metabolik
yang ada.
Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu
segera diberikan pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah
terjadinya nefropati akibat lisis tumor yang seringkali terjadi pada limfoma
limfoblastik sel T. Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan
multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah,
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan
untuk lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan
untuk tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap
Pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat didiagnosis pada
stadium dini (stadium I atau II). Ini disebabkan karena mereka umumnya
menyadari pertumbuhan yang cepat dari kelenjar getah bening yang terkena
dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat dirujuk untuk pengobatan oleh
dokter spesialis.
59
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non
Hodgkin agresif stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi,
dengan lebih dari satu obat kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama
dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya, CHOP). Di kebanyakan
negara, diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi dengan
kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan
efektivitas pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.
Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua
pengobatan diberikan pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara
spesifik terhadap kelenjar getah bening yang terkena. Pengobatan stadium dini
(stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat mencapai kesembuhan
atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan respon
terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang
mengalami kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut.
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada
stadium lanjut (stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan
ataupun tanpa antibodi monoklonal. Meski demikian, kemoterapi kadang-
kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit stadium awal dan
mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan 70%
pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan
pengobatan pertama.

4.3.3.9 Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian
diantaranya dengan limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas
gejala dalam periode waktu yang lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian
regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin mempunyai respons
sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.

60
V. SINTESIS

Tn.M umur 40 tahun, seorang laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan, sejak lima
bulan yang lalu, teraba ada benjolan dileher kanan sebesar telur puyuh, benjolan tidak
nyeri, badan terasa demam tapi tidak terlalu tinggi dan mudah berkeringat, nafsu
makan menurun, berat badan masih normal. Sejak 4 bulan yang lalu timbul benjolam
dileher sebelah kiri sebesar telur puyuh sedangkan benjolan sebelah kanan leher
semakin membesar yaitu sebesar telur ayam. Berat badan menurun 6 kg dalam 2 bulan
terakhir. Tn.M berobat kedokter umum, diberi obat juga dilakukan pemeriksaan darah
dan rontgen dada, namun benjolan tidak mengecil dan malah membesar. Sejak satu
bulan yang lalu tn.M mengeluhkan sakit menelan dan sulit menelan, akhirnya tn.M
beobat kebagian penyakit dalam dan dirawat.

Riwayat batu batuk lama tidak ada. Riwayat keluarga batuk lama tidak ada,
riwayat sakit kepala tidak ada, keluhan nyeri sendi dan demam lama tidak ada. tn.M
sering memelihara binatang seperti kucing dan juga senang makan makanan yang
dibakar seperti sate. tn.M jarang minum obat-obatan atau jamu-jamuan. Riwayat
keluarga tidak ada sakit seperti ini, ibu tn.M menderita kanker payudara.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah, denyut nadi, frekuensi nafas, dan suhu dalam batas normal. Didapatkan indeks
massa tubuh Tn.M masuk dalam kategori rendah. Pada keadaan spesifik didapatkan
benjolan pada leher kanan berukuran 5x4x4 cm, mobile dan tidak nyeri. Sedangkan
pada leher kiri didapatkan benjolan 3x4x3 cm, mobile, dan tidak nyeri. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan hemoglobin, peningkatan laju endap
darah, serta peningkatan ureum, kreatinin, asam urat, dan LDH (laktat dehidrogenase).

Pada kasus di atas diketahui bahwa Tn. M memiliki beberapa keluhan yang
mengarah kepada keganasan yaitu adanya benjolan di leher kanan yang diikuti
timbulnya benjolan pada leher kiri yang semakin membesar disertai berat badan yang
menurun signifikan dalam beberapa bulan terakhir yang dapat dilihat dari indeks
massa tubuh Tn.M yang rendah. Selain itu Tn.M juga memiliki beberapa faktor resiko
keganasan yaitu ibu Tn.M menderita kanker payudara, dimana faktor genetik
mempunyai penting yang mempengaruhi kerentanan individu mengalami keganasan.
Tn.M mempunyai kebiasaan makan makanan yang dibakar, dimana makanan yang
dibakar banyak mengandung nitrosamin dan zat-zat karsinogenik lain yang
mempermudah terjadinya mutasi penyebab keganasan. Selain itu Tn.M senang
memelihara binatang seperti kucing yang meningkatkan kemungkinan Tn.M
mempunyai riwayat terkena toksoplasmosis, dimana toksoplasmosis merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya limfoma maligna.

Pada keganasan, sel mengalami proliferasi dan diferensiasi berlebihan sehingga


muncul benjolan yang cepat membesar dan tumbuh ke sisi lain, dimana pada kasus ini
61
pasien berada pada stage II karena benjolan terdapat pada sisi kanan dan kiri serta
belum melewati diafragma. Pada kasus ini kemungkinan benjolan menekan esofagus,
hal ini yang menyebabkan Tn.M mengeluh nyeri dan sulit menelan sejak satu bulan
yang lalu. Pada proses keganasan juga terjadi peningkatan aktivitas sel yang
menyebabkan peningkatan metabolisme berupa lipolisis, proteolisis, dan glikolisis, hal
ini yang menyebabkan berat badan Tn.M menurun signifikan dalam beberapa bulan
terakhir. Selain itu, pada proses keganasan terjadi peningkatan turn over sel yang
menyebabkan lisis tumor, hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan asam urat,
ureum, kreatinin, dan LDH (laktat dehidrogenase) yang dapat dilihat pada hasil
pemeriksaan kimia darah Tn.M. Peningkatan ureum dan kreatinin dapat menjadi
penanda Tn.M mengalami acute kidney injury. Peningkatan kadar asam urat juga
dapat memperparah kerusakan ginjal pada Tn.M.

Tatalaksana awal pada kasus Tn.M yaitu pemberian rehidrasi, selanjutnya dapat
berikan alupurinol untuk mengontrol kadar asam urat darah. Pemberian alupurinol
disesuaikan dengan laju filtrasi glomerulus pasien yang mengalami gangguan fungsi
ginjal karena toksisitas alupurinol akan meningkat disebabkan penurunan ekskresinya
di dalam urin. Selanjutnya rujuk pasien ke bagian hematologi onkologi. Pada tahap
lebih lanjut, untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi
melalui biopsi sebagai gold standard.

62
VI. KERANGKA KONSEP

Faktor genetik Tn. M 40 tahun seorang Kebiasaan


buruh bangunan makan sate

Limfadenopati ec kemungkinan
keganasan suspek limfoma
maligna

Nyeri dan sulit


Hipermetabolisme Nafsum makan Turn over
menelan
menurun meningkat

Ureum
BB menurun
meningkat Pemecahan RBC
meningkat

Keringat
Demam
meningkat

Asam urat LDH Anemia


meningkat meningkat

63
VII. KESIMPULAN
Tn.M 40 tahun buruh bangunan dengan keluhan benjolan dileher kanan dan kiri
tanpa nyeri mengalami Limfadenopati et causa kemungkinan proses keganasan dengan
suspek limfoma maligna

64
DAFTAR PUSTAKA

Bartlett, N.L., Rosenberg, S.A.,Hoppe, R.T., et al. (1995) Brief chemotherapy, Stanford V, and
adjuvant radiotherapy for bulky or advanced stage Hodgkin’s disease: a preliminary
report. J Clin Oncol 13, 1080–8.
Canellos, G.P., Anderson, J.R., Propert, K.J. et al.(1992) Chemotherapy of advanced
Hodgkin’s disease with MOPP, ABVD or MOPP alternating with ABVD. New Engl J
Med 327, 1478–84.
Hasenclever, D. and Diehl,V. (for the International Prognostic Factors Project on Advanced
Hodgkin’s Disease) (1998) A prognostic score for advanced Hodgkin’s disease. New
Engl J Med 339, 1506–14.
Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2007
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008
Roberts KB, Tunnessen WW. Lymphadenopathy. In: Signs and Symptoms in Pediatrics. 3rd ed.
Lippincott, Williams, and Wilkins; 1999:63-72
Moore SW, Schneider JW, Schaaf HS. Diagnostic aspects of cervical lymphadenopathy in
children in the developing world: a study of 1,877 surgical specimens. Pediatr Surg Int.
Jun 2003;19(4):240-4. [Medline].
Miller DR. Hematologic malignancies: leukemia and lymphoma (Differential diagnosis of
lymphadenopathy). In: Miller DR, Baehner RL, eds. Blood Diseases of Infancy and
Childhood. Mosby Inc; 1995:745-9
Gatot, Djajadiman Prof. Dr. Sp.A(K). Pendekatan Diagnostik Limfadenopati pada Anak.2010
diunduh dari. http://www.idai.or.id/buletinidai/view.asp?ID=799&IDEdisi=73 pada
tanggal 20 februri 2013
Abba, AA .Khalil, MZ . Clinical approach to lymphadenopathy. 2012 diunduh dari
http://www.anmjournal.com/temp/AnnNigerianMed6111-1917974_051939.pdf pada
tanggal 24 februari 2013
Ferrer, Robert. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation. 1998. diunduh dari
http://www.aafp.org/afp/1998/1015/p1313.html pada tangggal 06 desember 2016
Vikramjit SK, Richard HS, Gary JS. Lymphadenopathy. 2012 diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/956340-overview pada tanggal 06 desember 2016
Robertson TI.. Clinical diagnosis in patients with lymphadenopathy. 2007.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/492028
65
Bates, Barbara. 1998. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi 2. Jakarta :
EGC
Bazemore, Andrew Lymphadenopaty and malignancy. 2002. Diunduh pada tanggal 06
desember 2016 dari http://www.aafp.org/afp/2002/1201/p2103.html
Boswell SL. Approach to the Patient with HIV Infection. In: Goroll AH, Mulley AG,
eds. Principles of Primary Care, 5th ed. Philadelphia: JB Lippincott, 2005;78-91
Dennis L, kasper, dkk. e-book Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 19.
Amaylia Oehadian. 2013. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Sub Bagian Hematologi-
Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RS Hasan Sadikin/UNPAD, Bandung,
Jawa Barat, Indonesia.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan%20Diagnosis%20Limfadenop
ati.pdf, diakses pada 6 desember 2016

66

Anda mungkin juga menyukai