Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat

Masuk RS
No. RM

II.

: An. U
: 4 tahun
: Perempuan
: Lampuara

Nama ayah
Umur
Pendidikan
Pekerjaan

:W
: 34 Tahun
:: Wirasawasta

: 18 april 2016
: 071921

Nama ibu
Umur
Pendidikan
Pekerjaan

: SA
: 32 Tahun
:: Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS
(anamnesis/alloanamnesis terhadap: tante pasien )

1.

Keluhan Utama: BAB darah

2.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RSUD Batara Guru pada tanggal 18 april 2016 dengan keluahan
BAB darah sejak 1 tahun SMRS, BAB darah sebanyak 5-6 kali dalam sehari, frekuensi BAB
darah bertambah setelah mengkonsumsi makanan seperti ayam, ikan, frekuensi BAB darah
berkurang jika mengkonsumsi biskuit, bubur, pisang. Keluhan BAB darah disertai dengan nyeri
perut di sebelah kiri. Pasien di bawa berobat ke dokter keluarga dan di beri obat 2 macam sirup
(tante lupa nama obat)
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, demam di
rasakan tinggi saat sore hari menjelang malam, demam disertai dengan keluahan BAB darah
sebanyak 3-4 kali dalam sehari, BAB darah disertai dengan nyeri perut kiri yg menjalar ke ulu

hati. Mual tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, mimisan tidak ada. Pasien di
bawa berobat ke dokter keluarga dan di beri obat 3 macam sirup (tante lupa nama obat)
Sejak 2 bulan SMRS pasien mengaeluh BAB darah , BAB darah sebanyak 6-8 kali
dalam sehari, BAB darah disertai dengan nyeri perut kiri yg menjalar ke ulu hati, nyeri perut
dirasakan terus menerus tidak membaik dengan pemberian makanan, nyeri perut terutama jika
saat BAB, BAB lembek pasien di bawa ke rumah sakit dan dirawat selama 3 hari
Sejak 1 minggu SMRS pasien mengeluh BAB darah sebanyak 3-4 kali dalam sehari<
BAB disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, nyeri perut kiri yg menjalar ke ulu hati.
Sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh BAB darah sebanyak 4-5 kali disertai muntah
sebanyak 2 kali,BAB darah tidak pernah berhenti dari 1 tahun yang lalu, berhenti selama 3 hari
setelah keluar dari rumah sakit pada 2 bulan yg lalu.keluhan BAB darah disertai dengan nyeri
perut kiri bawah, Nyeri terasa seperti diris-iris bagian dalamnya. Nyeri dirasakan terus menerus,
tidak mereda dengan makan maupun minum. Nyeri dirasakan terutama saat BAB, BAB cair.
Muntah sebanyak 1 kali isi makanan dan air.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat luka bakar saat berusia 2 tahun
Riwayat alergi di sangkal
4.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal

5.

Riwayat Perkembangan Fisik


Mengangkat kepala

: 3 bulan

Tengkurap

: 4 bulan

Merangkak

: 7 bulan

Duduk

: 9 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 11 bulan

Berbicara

: 13 bulan

Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan normal


6.

Silsilah/Ikhtisar keturunan:

Keterangan:
: ayah pasien meninggal
: ibu pasien meninggal
: kakak pasien meninggal
: pasien
7.

Riwayat Pribadi:
Riwayat kehamilan:
Kehamilan ini merupakan kehamilan yang diinginkan dan merupakan
kehamilan pertama. Ibu tidak pernah mengalami sakit yang serius selama hamil.
Riwayat

minum

alkohol

dan

merokok

disangkal.

Ibu

memeriksakan

kehamilannya di bidan cukup teratur.


Riwayat persalinan:
Pasien lahir spontan, dibantu oleh bidan di puskesmas,BBL 2800 gr, PB 45
cm.
Riwayat pasca lahir:
Tidak ada keluhan
8.

Riwayat Makanan:
3

Umur

ASI /PASI

Buah

Biskuit

Bubur

Nasi Tim

(bulan)
0-2

+/-

Susu
-

2-4

+/-

4-6

+/-

6-8

+/+

8-10

+/+

10-12
+/+
+
+
+
Asi (+) hingga usia 1 tahun dan dilanjutkan dengan susu formula dan dengan
makanan tambahan sejak usia 6 bulan sampai sekarang.
Jenis Makanan
Nasi

Frekuensi
Setiap hari, @3x/hari @1/2 centong nasi/x

Sayuran

1x/minggu, @3x/hari @ 3 sendok sayur/x

Daging

2x/minggu, @1x/hari @ 1 potong sedang/x

Telur

3x/minggu, @3x/hari @ 1 butir/x

Ikan

2x/minggu, @3x/hari @ 1 potong sedang/x

Tahu

1x/minggu, @2x/hari @ 1 potong sedang/x

Tempe

1x/minggu, @2x/hari @ 1 potong sedang/x

Susu
Setiap hari, @ 1x/hari @ 1 gelas belimbing/x
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup

9.

Imunisasi:
(Tante pasien tidak tahu mengenai imunisasi yang telah diterima oleh pasien)

BCG

:-

DPT

:-

Polio

:-

Campak

:-

Hepatitis B

:-

Ulangan / booster : -

Imunisasi lain

:-

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 april 2016, jam 13:00)


A. Pemeriksaan Umum
1. Kesan Umum

: Tampak pucat, lemah.

2. Kesadaran

: Composmentis

3. Tanda Utama
Frekuensi nadi

: 120x/menit, teratur, isi cukup pada keempat ekstremitas

Frekuensi napas

: 28 x/menit

Suhu

: 36.1 Celsius

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

4. Status Gizi:
Klinis: tampak kurus, tidak edema
Antropometri:
Berat Badan (BB)

Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) :

12 kg
105 cm

BB/U

SD -2 dan -3 (gizi kurang)

TB/U

SD 0-2 (perawakan normal)

BB/TB

SD -3 ( sangat kurus)

(Gunakan kurva CDC/NCHS dan standard WHO-NCHS)


Simpulan status gizi

: gizi kurang

B. Pemeriksaan Khusus
1. Kulit

: tidak ada hematom, tidak ikterik dan tampak sikatrik pada wajah dan

kedua tangan
2. Kepala : tidak ada deformitas, rambut lurus kecoklatan, tidak mudah dicabut.

3. Mata

: konjungtiva anemis kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, pupil bulat

isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung positif.


4. Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, trakea berada ditengah,
tiroid tidak membesar.
5. Telinga : normal, tidak terdapat serumen
6. Hidung : simetris, tidak ada sekret, tidak ada penapasan cuping hidung.
7. Tenggorok : faring tidak hiperemis, tonsil t1- t1 , tidak ada perdarahan dan
sekret.
8. Mulut : tidak terdapat karies dentis, gusi tidak hipertrofi, tidak ada perdarahan.
9. Dada

a. Jantung
Inspeksi

: iktus kordis di sela iga ke 5 medial linea midclavicularis

sinistra
Palpasi

: tidak teraba thrill

Perkusi

: (Tidak dilakukan)

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak terdengar murmur dan


gallop.
b. Paru
Kanan

Kiri

Inspeksi

Gerakan simetris

Gerakan simetris

Palpasi

fremitus normal

fremitus normal

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

10. Abdomen :

Tidak terdengar

Tidak terdengar ronki dan

ronki dan wheezing

wheezing

cembung, turgor kulit kembali cepat, Bising usus terdengar

normal, terdapat nyeri tekan ar iliaka sinistra.


Hepar : tidak teraba membesar
Lien

: tidak teraba membesar

11. Ekstremitas:
Akral teraba hangat, Capilary Refill Time kurang dari 2 detik
Tidak sianosis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap (18/04/16)

Pemeriksaan
WBC
RBC
HB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT

Hasil
6,4 x 10 5/L
4.04 x 10 12/L
6.4 d/dL
19.7%
48,8 fL
15.8 pg
325 g/L
123 x 10 9/L

Urin rutin belum dilakukan

Feses rutin belum dilakukan

Nilai normal
4.0 10
3.5 9.5
11 17.9
20.0 70.0
75.0 118.0
23.2 38.7
319.0 370.0
150.0 450.0

Interpretasi
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Normal
Rendah

V. RINGKASAN DATA DASAR


Anak perempuan usia 4 tahun datang dengan keluhan BAB darah sejak 1 tahun
SMRS, BAB darah sebanyak 5-6 kali dalam sehari, demam tinggi sejak 1 minggu
SMRS, keluhan demam dirasakan tidak menentu. Pasien mengeluh perut terasa nyeri
seperti di iris iris sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, tidak mereda
dengan makan maupun minum. Nyeri dirasakan terutama saat BAB, BAB cair. Muntah
sebanyak 1 kali isi makanan dan air. Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
komposmentis, keadaan umum tampak pucat,lemah, konjungtiva anemis kanan dan kiri,
nyeri tekan ulu hati, Pada pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan kadar
Hemoglobin 6.40 gr/dl, Leukosit 6.400/ l, Trombosit 123.000 /l, Hematokrit 19,7 %.
Pemeriksaan colon in loop dengan kesan gambaran colitis ulcerative
VI.

DIAGNOSIS KERJA
Colitis ulcerative

VII.

DIAGNOSIS BANDING

Usia
Rectal bleeding
Abdominal pain
Diare
Growth failure
Tenesmus
Lokasi

Colitis

Chorns

Divertikulum

hemorroid

ulcerative
15-25y
+
+
+
+
+++
Colon

disease
15-25y
+
+
+++
+/GIT

meckel
< 2y
+
+/+/Ileum

20-65y
+
+/Rektum dan perianal

VIII. RENCANA PENGELOLAAN


A. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Colon in loop
Colonoscopy
B. Rencana Penatalaksanaan dan Diit

RL 15 tpm

Cefotaxim 600mg/ 12 jam / iv

As traneksamat 125 mg / 8 jam / iv.


8

Zinc syr 1x 20 mg

Tranfusi PRC 2x 125 cc habis dalam 4 jam

Konsul bedah

Suportif
Beri minum secukupnya dan batasi susu jika intoleransi laktosa, berikan
makanan lunak seperti biskuit, bubur. Dan makanan yg di batasi yaitu daging
dan makan yg tinggi serat seperti sayuran, kacang dan biji bijian.
BBI (berat badan idela )= (usia dalam tahun x2 )+ 8
BBI = (4x2)+ 8= 16kg
Kebutuhan kalori
Anak usia 4-5 thn = 90 kal/ Kg BBI
= 90x 16 = 1440 cal
Kebutuhan protein
10% dari total kalori :4
(10%x1440):4= 36 gram
Kebutuhan lemak
20% dari total kalori:9
(20%x1440):9= 32 gram
Kebutuhan karbohidrat
70% dari total kalori:4
(70%x1440):4= 252 gram
Pembagian makanan sehari diet 1440 kalori 36 gram protein

C.

Nasi 3p= 300 gram(2 gelas)

Protein hewani 3p = 150 gram (3 potongan sedang)

Protein nabati 2,5p = 90 gram tempe / 30 gram kacang hijau

Sayuran 1,5p= 150 gram (1 gelas sayuran masak)

Buah 3p=+/-350 gram

Minyak 2,5p= 12,5 gram (3 sendok teh)

Rencana Pemantauan
9

D.

Pantau tanda vital pasien

Pantau gejala penyakit penyerta

Pantau pemberian antibiotik

Pantau intake makanan dan kalori

Pantau tumbuh kembang pasien

Pantau kenaikan berat badan pasien

Pantau Darah rutin (HB)


Rencana Edukasi
Edukasi terhadap keluarga pasien tentang penyakit pasien. Selain itu edukasikan

tentang pentingnya pola hidup dan lingkungan sehat

kepada keluarga. Perhatikan

mengenai asupan makanan untuk pasien dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam

: dubia

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

X.FOLLOW UP

Tanggal
19-04-2016

Keterangan
S: BAB darah 4-5 kali dalam sehari, nyeri perut, batuk
O: Keadaan Umum
Sens: CM
RR : 26 x/menit

N : 100 x/menit

T : 36,6 oC

Keadaan spesifik
Kepala

: KA (+), SI (-), Mata cekung (-)

10

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak

: Simetris Kanan = Kiri

Cor

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : retraksi (-), vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal,
cubitan perut kembali cepat.
Ekstremitas : edema (-), anemis (-), CRT < 2 menit
A: hematoskezia pro evaluasi
P:
IVFD RL 12-16 tpm
Cefotaxim 600mg/ 12 jam / iv
As traneksamat 125 mg / 8 jam / iv.
Zinc syr 1x 20 mg
Tranfusi PRC 1x 125 cc habis dalam 4 jam
Instruksi transfusi
Spooling NACl 0,9%
Dexamethason amp sebelum transfusi
Masukan PRC 125 cc habis dalam 4 jam
Furosemid 10 mg post transfusi
Cek HB 2 jam setelah transfusi
Hasil lab post transfusi
Pemeriksaan
WBC
RBC
HB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT

20-04-2016

Hasil
10,7
6,25
13,6
42,8
69
21.0
318
391

Nilai normal
4.0 10
3.5 9.5
11 17.9
20.0 70.0
75.0 118.0
23.2 38.7
319.0 370.0
150.0 450.0

Interpretasi
Tinggi
Normal
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Rendah
Normal

S: BAB darah 2-3 kali dalam sehari, nyeri perut, batuk


O: Keadaan Umum
Sens: CM
RR : 22 x/menit

N : 110 x/menit

T : 36,8 oC

Keadaan spesifik
Kepala

: KA (+), SI (-), Mata cekung (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak

: Simetris Kanan = Kiri

11

Cor

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : retraksi (-), vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal,
cubitan perut kembali cepat.
Ekstremitas : edema (-), anemis (-), CRT < 2 menit
A: hematoskezia pro evaluasi
P:
IVFD RL 10-12 tpm
Cefotaxim 600mg/ 12 jam / iv
As traneksamat 125 mg / 8 jam / iv.
Ambroxol syr 3x cth
Zinc syr 1x 20 mg
Konsul bedah = pro COLON IN LOOP

21-04-2016

S: BAB darah 2-3 kali dalam sehari, nyeri perut, batuk


O: Keadaan Umum
Sens: CM
RR : 26 x/menit

N : 100 x/menit

T : 36,6 oC

Keadaan spesifik
Kepala

: KA (+), SI (-), Mata cekung (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak

: Simetris Kanan = Kiri

Cor

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : retraksi (-), vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal,
cubitan perut kembali cepat.
Ekstremitas : edema (-), anemis (-), CRT < 2 menit
A: anemia pro evaluasi
P:
IVFD RL 10-12 tpm
Cefotaxim 600mg/ 12 jam / iv
As traneksamat 125 mg / 8 jam / iv.
Ambroxol 3x cth
Zinc syr 1x 20 mg
Hasil COLON IN LOOP

12

KESAN : Colitis ulcerative


Redudency colon descendens dan sigmoid

22-04-2016

S: BAB darah 2-3 kali dalam sehari, nyeri perut, batuk


O: Keadaan Umum
Sens: CM
RR : 24 x/menit

N : 100 x/menit

T : 36,4 oC

Keadaan spesifik
Kepala

: KA (+), SI (-), Mata cekung (-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Thorak

: Simetris Kanan = Kiri

Cor

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : retraksi (-), vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal,
13

cubitan perut kembali cepat.


Ekstremitas : edema (-), anemis (-), CRT < 2 menit
A: colitis ulcerative
P:
IVFD RL 10-12 tpm
Cefotaxim 600mg/ 12 jam / iv
As traneksamat 125 mg / 8 jam / iv.
Ambroxol 3x cth
Zinc syr 1x 20 mg
Rujuk pasien ke makassar

TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Kolitis ulseratif merupakan suatu peradangan kronis pada mukosa usus
besar (kolon) ataupun pada rektum. Kolitis ulseratif adalah salah satu bentuk
Inflammatory Bowel disease yang merupakan suatu kondisi kronis, sehingga secara
umum membutuhkan perawatan terus menerus.
II. EPIDEMIOLOGI
Kolitis ulseratif dapat mengenai 150 orang dari 100.000 populasi pada
negara bagian barat.5 Kolitis ulseratif memiliki prevalensi tiga kali lebih sering
14

dibandingkan dengan penyakit Crohn. Kolitis ulseratif lebih sering terjadi pada
wanita dibandingkan dengan pria. Di Amerika Serikat, kolitis ulseratif terjadi lebih
sering pada populasi dengan ras kulit putih. Berdasarkan statistik internasional,
kolitis ulseratif sering terdapat di negara-negara bagian barat dan utara, insidensnya
rendah di negara-negara Asia dan Timur Tengah.2
Onset usia mengikuti pola bimodal, puncaknya berada di usia 15-25 tahun
dan onsetnya menurun pada usia 55-65 tahun, meskipun penyakit ini dapat
mengenai segala jenis usia. Kolitis ulseratif jarang mengenai populasi yang berusia
lebih muda dari 10 tahun. Dua dari 100.000 anak terkena penyakit ini, namun 2025% dari semua kasus kolitis ulseratif terjadi pada usia 20 tahun ke bawah.2
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang menunjukkan berat ringannya kolitis ulseratif, dapat dilihat
pada tabel berikut ini:2,4
Tabel 1. Klasifikasi kolitis ulseratif
Pergerakan usus
Darah pada feses
Demam

Ringan
<4 per hari
Sedikit
Tidak ada

Takikardia

Tidak ada

Anemia
Laju sedimentasi

Ringan
<30 mm

Sedang
4-6 per hari
Lumayan banyak
Rata-rata <37,5oC
Rata-rata

Berat
>6 per hari
Banyak
Rata-rata >37,5oC
Rata-rata

<90/menit
>75%

>90/menit
75%
>30 mm

Eritema, granula

Gambaran
endoskopi

Eritema,

kasar, corak

penurunan

vaskuler tidak

Terjadi perdarahan

corak vaskuler,

ada, terjadi

spontan dan

granula yang

perdarahan

terdapat ulserasi

masih baik

kontak, dan tidak


ada ulserasi

IV. ANATOMI
1. Anatomi
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum membentuk
kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum.

15

Tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan limfoid yang
mengandung limfosit. Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak
bergelung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus
kolon asendens, kolon transversus, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon
desendens berbentuk huruf S, yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti berbentuk S),
dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rektum (rectum berarti lurus).6

16

Gambar 1. Anatomi usus besar


(Netter FH. Atlas of human anatomy 3rd ed. Philadelphia: ElsevierSaunders;2006.p. 267)
Lapisan otot polos longitudinal di sebelah luar tidak menutupi usus besar
secara penuh. Lapisan ini hanya terdiri dari tiga pita otot yang longitudinal, jelas,
dan terpisah, yaitu taenia koli, yang berjalan di sepanjang usus besar. Taenia koli ini
lebih pendek daripada otot polos sirkuler dan lapisan mukosa di bawahnya apabila
yang terakhir ini dijadikan mendatar. Oleh karena itu, lapisan-lapisan di bawahnya
berkumpul di dalam kantung atau sakus yang disebut dengan haustra, mirip seperti
bahan rok yang berkumpul di pinggang yang lebih sempit. Namun, haustra bukan
hanya sebagai tempat berkumpul permanen yang pasif, lokasi haustra secara aktif
berubah-ubah akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler.6
Mukosa usus besar, seperti pada usus halus, mempunyai banyak kripta
Lieberkuhn; tetapi, berbeda dengan usus halus, mukosa usus besar tidak memiliki
vili. Sel-sel epitelnya hampir tidak mengandung enzim. Sebaliknya, sel ini terutama
mengandung sel-sel mukus yang hanya menyekresi mukus. Sekresi yang dominan
pada usus besar adalah mukus. Mukus ini mengandung ion bikarbonat dalam
jumlah sedang yang disekresi oleh beberapa sel epitel yang tidak menyekresi
mukus. Kecepatan sekresi mukus terutama diatur oleh rangsangan taktil, langsung
dari sel-sel epitel yang melapisi usus besar dan oleh refleks saraf setempat terhadap
sel-sel mukus pada kripta Lieberkuhn.7

Gambar 2. Histologi usus besar


(www. histology.med.umich.edu)
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat

17

dikeluarkan. Sebagian besar absorbsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan
proksimal kolon,sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorbsi, sedangkan
kolon bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses
sampai waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon
penyimpanan.7
Mukosa usus besar seperti juga mukosa usus halus, mempunyai kemampuan
absorpsi aktif natrium yang tinggi, dan gradient potensial listrik yang diciptakan
oleh absorpsi natrium juga menyebabkan absorpsi klorida. Taut erat diantara sel-sel
epitel dari epitel usus besar jauh lebih erat daripada taut erat di usus halus. Absorbsi
ion natrium dan klorida menciptakan gradien osmotik di sepanjang mukosa usus
besar, yang kemudian akan menyebabkan absorpsi air. Usus besar dapat
mengabsorpsi maksimal 5 sampai 8 liter cairan dan elektrolit setiap hari. Bila
jumlah total cairan yang masuk usus besar melalui katup ileosekal atau melalui
sekresi usus besar melebihi jumlah ini, kelebihan cairan akan muncul dalam feses
sebagai diare.7
V. ETIOLOGI
Penyebab kolitis ulseratif tidak diketahui. Teori yang paling umum bahwa
kolitis ulseratif disebabkan oleh beberapa faktor genetik, reaksi sistem imun yang
salah, pengaruh dari lingkungan, penggunaan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid, kurangnya kadar anti oksidan di dalam tubuh, faktor stress, ada atau
tidaknya riwayat merokok, dan riwayat mengonsumsi produk susu. Sebagai contoh,
beberapa orang memiliki risiko secara genetik untuk terkena penyakit ini. Bakteri
dan virus dapat memicu sistem imun mereka, sehingga mengakibatkan suatu
inflamasi. Karena kolitis ulseratif lebih sering muncul di negara-negara
berkembang, sangat memungkinkan diet tinggi lemak jenuh dan makanan yang
diawetkan memiliki kontribusi pada penyakit ini.1,2
a.

Penyebab genetik
Hipotesis terkini mengatakan bahwa genetik dapat menyebabkan seseorang
memperoleh kelainan pada respon imun humoral dan respon imun yang
dimediasi sel dan/atau respon imun secara umum yang direaktivasi oleh bakteri
komensal dan menyebabkan disregulasi respon imun pada mukosa sehingga
mengakibatkan inflamasi pada kolon. Riwayat adanya kolitis ulseratif pada

18

keluarga diasosiasikan dengan seseorang yang memiliki risiko tinggi terkena


penyakit ini. Kesesuaian penyakit ini ditemukan pada anak kembar monozigot.
Penelitian genetik telah mengidentifikasi beberapa lokus, beberapa di antaranya
terkait dengan kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Baru-baru ini, salah satu
lokus yang diidentifikasi juga dikaitkan dengan kerentanan terhadap karsinoma
kolorektal. Kromosom pada pasien dengan kolitis ulseratif dianggap kurang
stabil. Fenomena ini juga dapat berkontribusi pada risiko karsinoma yang
meningkat. Apakah abnormalitas ini merupakan penyebab atau akibat dari
respon inflamasi sistemik yang terus-menerus pada kolitis ulseratif, hal ini juga
belum diketahui.2
b.

Reaksi imun
Reaksi imun yang membahayakan integritas barier epitel usus dapat
menyebabkan kolitis ulseratif. Autoantibodi serum dan mukosa yang sifatnya
melawan sel epitel usus mungkin terlibat. Adanya antibodi antineutrofil
sitoplasma/antineutrophil

cytoplasmic

antibodies

(ANCA)

dan

anti-

Saccharomyces cerevisiae antibodi (ASCA) adalah ciri-ciri utama dari penyakit


inflamasi usus. Selain itu, abnormalitas yang terjadi pada sistem imun dianggap
sedikit berperan pada rendahnya insiden kolitis ulseratif pada pasien yang telah
menjalani operasi usus buntu sebelumnya. Pasien-pasien yang telah menjalani
appendektomi memiliki insidens yang rendah untuk terkena kolitis ulseratif.2
c.

Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan. Sebagai contoh, bakteri yang mereduksi
sulfat, memproduksi sulfat, ditemukan pada sejumlah besar pasien dengan
kolitis ulseratif, dan produksi sulfat pada lebih tinggi pada pasien kolitis
ulseratif dibandingkan pasien-pasien lainnya.2

d.

Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid


Penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid lebih tinggi pada pasien
dengan kolitis ulseratif dibandingkan dengan kontrol, dan sepertiga pasien
dengan kolitis ulseratif eksaserbasi yang dilaporkan baru saja menggunakan
obat-obatan anti inflamasi non-steroid. Penemuan ini dapat menjadi bukti
bahwa penggunaan obat-obatan anti inflamasi non-steroid harus dihindari pada
pasien dengan kolitis ulseratif.2

19

e.

Etiologi lainnya
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kolitis ulseratif, antara lain:2

Vitamin A dan E, di mana keduanya merupakan antioksidan, memiliki


kadar yang rendah pada anak-anak dengan kolitis ulseratif eksaserbasi.

Stress psikologik dan stress psikososial berperan pada kolitis ulseratif dan
dapat mempresipitasi terjadinya eksaserbasi

Merokok biasanya tidak berhubungan dengan kolitis ulseratif. Hal ini


berkebalikan dengan penyakit Crohn

Konsumsi susu dapat menyebabkan eksaserbasi dari penyakit ini

2. Patofisiologi
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kolitis ulseratif merupakan salah
satu bentuk dari penyakit inflamasi pada usus. Dalam penyakit inflamasi usus atau
inflammatory bowel disease, lamina propria diinfiltrasi oleh limfosit, makrofag, dan
sel-sel lain dari sistem imunitas. Penelitian yang intensif pada antigen yang memicu
respon imun belum menemukan suatu mikroba patogen tertentu. Antibodi antikolon telah jelas teridentifikasi dalam serum pasien kolitis ulseratif. Penyakit
inflamasi usus mungkin juga berkaitan dengan kegagalan supresi (atau
"downregulasi") dari peradangan kronis level rendah pada lamina propria sebagai
respon paparan kronis terhadap antigen luminal, khususnya bakteri komensal.8
Apapun pemicu antigeniknya, sel T lamina propria yang teraktivasi terlibat
dalam patogenesis penyakit inflamasi usus. Pada penyakit inflamasi usus, yaitu
penyakit Crohn, limfosit yang teraktivasi menjadi limfosit TH1 yang menghasilkan
interferon- (IFN-). Sitokin pro-inflamasi, termasuk interleukin-1 (IL-1) dan tumor
nekrosis faktor- (TNF-), dapat memperkuat respon imun. Cedera epitel pada
penyakit inflamasi usus tampaknya disebabkan jenis oksigen reaktif dari neutrofil
dan makrofag, serta sitokin seperti TNF- dan IFN-.8
Pada tikus, kolitis terjadi ketika gen IL-2, IL-10, atau transforming growth
factor-1 terkalahkan atau ketika ada beberapa sel T pada reseptor mutan, dan
kolitis berkembang pada tikus transgenik jika gen manusia HLA-B27 telah lebih
dulu diperkenalkan. Jika hewan yang sama dibesarkan dalam lingkungan yang
bebas dari kuman, kolitis tidak berkembang, sehingga menunjukkan bahwa kolitis
bisa menjadi satu-satunya manifestasi dari berbagai abnormalitas dalam imunitas
20

sistemik dan kolitis adalah hasil dari respon imun abnormal terhadap bakteri
komensal.8

Gambar 3. Patogenesis kolitis ulseratif


VI. DIAGNOSIS
1.

Gejala Klinis
Gejala utama dari kolitis ulseratif adalah diare, perdarahan pada
rektum, tenesmus, adanya mukus, dan nyeri (kram) abdomen. Berat atau
tidaknya gejala penyakit berjalan seiring dengan luasnya proses penyakit.
Meskipun kolitis ulseratif dapat bersifat akut, rata-rata gejala klinis
bermanifestasi dalam jangka waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan.
Seringkali diare dan perdarahan saluran cerna bersifat sangat ringan jadi pasien
tidak memeriksakan dirinya ke dokter.3,4,9

21

Diare menandakan terjadinya gangguan yang meluas pada kolon. Pada


pasien dengan kolitis ulseratif yang berat atau fulminan, gejala sistemik berupa
keringat malam, demam, mual dan muntah, serta penurunan berat badan dapat
menyertai diare. Kolitis ulseratif dapat bermanifesasi pada ekstrakolon, antara
lain: uveitis, gangrenosum pioderma, pleuritis, eritema nodosum, spondilitis
ankilosing, dan spondiloarthropati.2,3,10,11
2.

Aspek Fisik dan Laboratorium


a.

Aspek Fisik
Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan fisik pada region
abdomen, tidak khas. Pemeriksaan fisik seringkali normal pada pasien
dengan gejala klinis yang ringan, kecuali terdapat nyeri perut pada kuadran
kiri bawah. Pasien dengan kolitis ulseratif yang berat dapat memiliki gejala
defisit cairan dan gejala-gejala toksisitas, antara lain: demam, takikardia,
nyeri perut yang signifikan, dan penurunan berat badan.2

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan anemia dan
trombositosis, Dapat ditemukan leukositosis, namun bukan merupakan
indikator yang spesifik pada penyakit ini. Pada pemeriksaan kimia darah
dapat ditemukan hipoalbuminemia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan
alkali fosfatase yang meningkat.2,4
Peningkatan sedimentasi eritrosit dan C-reaktif protein berhubungan
dengan fase akut dari penyakit ini. Sedangkan, pemeriksaan feses
dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari gejala yang
ditimbulkan.2
3.

Pemeriksaan Radiologi
a.

Foto polos abdomen


Foto polos abdomen seringkali dapat membantu dalam penegakan
diagnosis kolitis ulseratif. Foto polos abdomen dapat menunjukkan dilatasi
kolon yang masif yang disertai dengan kontur mukosa yang abnormal.
Dilatasi yang terjadi seringkali terdapat pada kolon transversal. Perforasi
kolon merupakan salah satu komplikasi dari kolitis ulseratif. Perforasi
dapat terjadi dengan atau tanpa megakolon toksik. Pneumoperitoneum

22

masif biasanya menyertai perforasi kolon. Residu feses biasanya tidak


terlihat pada usus yang mengalami inflamasi. Gambaran edema pada
dinding usus biasa tampak pada fase akut dari kolitis ulseratif, yang
disebut

juga

gambaran

thumbprinting.

Terdapat

juga

gambaran

pseudopolip yang menunjukkan mukosa yang udem diantara mukosa yang


mengalami ulserasi. Pada fase kronik, terjadi pemendekan usus akibat
spasme muskulus longitudinal atau fibrosis yang ireversibel. Selain itu,
haustra pada kolon desendens menghilang.11,12

Thumbprinting

Gambar 3. Foto polos abdomen pada pasien dengan kolitis ulseratif


eksaserbasi akut menunjukkan gambaran thumbprinting pada fleksura
splenika dari kolon

23

Gambar 4. Foto polos abdomen pada pasien dengan riwayat kolitis


ulseratif menunjukkan striktur/spasme yang panjang pada kolon
asendens/sekum. Perhatikan bahwa terdapat pseudopoliposis pada kolon
desendens
b. Barium enema
Gambaran radiologi kolitis ulseratif pada pemeriksaan barium enema
sangat bervariasi tergantung dari stadiumnya. Kolon bisa saja terlihat lebih
sempit, dan hal ini bisa saja berhubungan dengan pengisian usus yang
tidak sempurna akibat spasme dan iritabilitas pada kolon.2
Pemeriksaan barium enema dapat menunjukkan hilangnya haustra pada
lumen kolon. Adanya granula dapat disebabkan oleh hiperemia dan udem
pada mukosa yang dapat menyebabkan ulserasi. Ulser superfisial dapat
menyebar dan menutupi semua lapisan mukosa. Terdapat gambaran bintikbintik pada mukosa akibat perlengketan barium pada ulser superfisial.
Collar button ulcers merupakan ulserasi yang lebih dalam pada mukosa
yang udem dengan kripte abses pada submukosa.11,13
Striktur dapat terjadi pada 1-11% pasien yang menderita kolitis ulseratif
dalam jangka waktu yang lama. Striktur terutama ditemukan pada kolon
asendens.2,13

pseudopolip

24

Gambar 5. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel


menunjukkan kolitis ulseratif pada stadium awal, di mana mukosa masih
normal dan tampak pseudopolip

Gambar 6. Pemeriksaan barium enema dengan kontras dobel


menunjukkan keterlibatan kolon dengan collar button ulcers yang banyak
seperti yang diperlihatkan dengan tanda panah
25

Gambar 7. Pemeriksaan barium enema menunjukkan keterlibatan striktur


yang panjang pada kolitis ulseratif, yang ditandai dengan penyempitan
lumen kolon desendens yang ireguler

26

Gambar 8. Pemeriksaan barium enema menunjukkan hilangnya haustra


pada seluruh kolon desendens disertai dengan ulserasi, sehingga
memberikan gambaran lead-pipe

c.

Computed tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat membantu ahli radiologi dalam membedakan
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn, jika pemeriksaan barium enema
menunjukkan kemiripan di antara keduanya. CT dapat mendeteksi
bagaimana karakteristik dari kolitis ulseratif. CT-Scan abdomen dan pelvis
menunjukkan dilatasi, penebalan pada bagian mural, dan permukaan
mukosa yang ireguler, serta terdapat target sign. Dapat juga terlihat
pseudopolip pada dinding kolon, dan pembuluh darah yang berdilatasi
akibat adanya inflamasi dan hiperemia.12,15

Gambar 9. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan coronal menunjukkan


penebalan dinding mukosa dan iregularitas yang terjadi pada kolon
asendens dan desendens, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah.

27

Gambar 10. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan aksial menunjukkan


target sign, seperti yang diperlihatkan pada tanda panah

28

Gambar 11. CT-Scan abdomen dan pelvis potongan aksial menunjukkan


pelebaran pembuluh darah perisigmoid dan ascites, seperti yang
diperlihatkan pada tanda panah
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Giovagnoni dkk menggunakan MRI dengan resolusi yang tinggi untuk


meneliti 16 spesimen rektosigmoid yang telah direseksi akibat kolitis
ulseratif, dan mengungkapkan bahwa MRI dapat menjadi modalitas
pencitraan yang baru untuk mendeteksi perubahan dinding kolon pada
kolitis ulseratif. Hasil in vitro menunjukkan bahwa MRI dapat melihat
lapisan dinding kolon secara keseluruhan. Secara khusus pada kolitis
ulseratif, T1-weighted spin-echo MRI menunjukkan penebalan dan
hiperintensitas dari lapisan mukosa dan submukosa.12
4.

Pemeriksaan Penunjang Lainnya


a.

Pemeriksaan endoskopi dan biopsi


Sekali kita mencurigai kolitis ulseratif, pemeriksaan endoskopi berupa
kolonoskopi, harus dilakukan. Selain itu, harus dilakukan biopsi pada
mukosa yang meradang dan pada mukosa yang normal. Hasil yang
didapatkan

pada

pemeriksaan

kolonoskopi

dan

biopsi

dapat

mengonfirmasi diagnosis kolitis ulseratif, dan juga berguna untuk melihat


atau memantau sejauh mana perjalanan penyakit tersebut. Namun,

29

tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati karena kemungkinan dapat


mengakibatkan perforasi atau komplikasi lainnya. Kasus kolitis ulseratif
yang berat ditandai dengan adanya ulser dan perdarahan spontan.2,16

Gambar 12. Gambaran kolitis ulseratif pada kolonoskopi


b. Pemeriksaan histopatologi

30

Hasil pemeriksaan histopatologi sesuai dengan perjalanan klinis dan hasil


pemeriksaan endoskopi dari kolitis ulseratif. Kolitis ulseratif terbatas pada
mukosa dan submukosa yang superfisial, lapisan bagian dalam tidak
terlibat kecuali pada kolitis ulseratif fulminan. Pada kolitis ulseratif,
terdapat dua tanda histologis yang menunjukkan kronisitas dan membantu
membedakannya dari kolitis ulseratif akut dan kolitis ulseratif yang selflimiting. Pertama, terdapat kripte yang terdistorsi pada kolon; kripte bisa
saja berbentuk bifida dan sedikit jumlahnya, dan seringkali terdapat celah
di antara dasar kripte dan muskularis mukosa. Kedua, beberapa pasien
memiliki sel basal plasma dan agregasi limfoid basal multipel. Dapat juga
ditemukan kongesti vaskuler pada mukosa, dengan edema dan perdarahan
fokal, dan infiltrat sel-sel inflamasi, seperti neutrofil, limfosit, sel plasma,
dan makrofag. Neutrofil menginvasi epithelium, biasanya ke dalam kripte,
dan dapat menimbulkan kriptitis dan abses kripte.4,5

Gambar 13. Hasil pemeriksaan histopatologis pada kolitis ulseratif kronik


eksaserbasi akut menunjukkan inflamasi difus, limfoplasmasitosis basal,
atrofi dan iregularitas pada kripte, dan erosi superfisial
VII. DIAGNOSIS BANDING

31

Kolitis ulseratif paling sering didiagnosis banding dengan penyakit Crohn,


karena diagnosis yang beda memiliki terapi yang berbeda pula. Perbedaan antara
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn dapat dilihat pada tabel di bawah ini:2
Tabel 2. Perbedaan antara kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
Kolitis Ulseratif
Hanya kolon yang terlibat / jarang
pada usus halus
Inflamasi terus-menerus yang
berasal dari rektum yang meluas
secara proksimal
Inflamasi hanya terdapat pada
mukosa dan submukosa
Tidak terdapat granuloma
ANCA perinuklear (pANCA)

Penyakit Crohn
Panintestinal
Skip-lesions dengan mukosa yang normal
di antaranya
Inflamasi terdapat pada transmural
Terdapat granuloma non-kaseosa
ASCA positif

positif
Perdarahan sering terjadi

Perdarahan jarang terjadi

Jarang terdapat fistula

Sering terdapat fistula

Selain itu, kolitis ulseratif dapat juga didiagnosis banding dengan


tuberkulosis gastrointestinal. Gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium dapat
memberikan gejala yang serupa, kecuali tuberkulosis gastrointestinal biasanya
terdapat nyeri pada fossa iliaka yang disertai dengan massa yang dapat dipalpasi.
Cara membedakannya juga bisa melalui foto toraks, di mana lesi pulmoner yang
aktif dapat ditemukan pada 60% kasus tuberkulosis gastrointestinal. Pemeriksaan
foto polos abdomen pada tuberkulosis gastrointestinal dapat menunjukkan
limfadenopati difus yang mengalami kalsifikasi. Selain itu, untuk membedakannya,
dapat juga kita lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam.2,17

32

Gambar 14. Foto polos abdomen yang menunjukkan limfadenopati difus yang
mengalami klasifikasi pada pasien dengan tuberkulosis gastrointestinal (dikutip dari
kepustakaan 17)
VIII. PENATALAKSANAAN
1.

Penatalaksanaan Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien kolitis ulseratif, antara
lain:1,2,5,16

Asam aminosalisilat
Obat ini memiliki efek anti-inflamasi lokal, secara khusus pada kolon, dan
dapat diberikan secara rektal atau oral. Formulasi obat yang slow-release
(pentasa atau asacol) dipecah di kolon.1,5

Kortikosteroid
Pengobatan kolitis ulseratif dengan menggunakan steroid biasanya efektif
dalam menimbulkan remisi dan digunakan secara khusus untuk mengobati
kolitis ulseratif eksaserbasi akut. Kortikosteroid ini dapat diberikan secara
intravena, oral, atau rektal..1,2,5,16

Antibiotik
Antibiotik digunakan dalam mengobati kolitis ulseratif namun tidak
memberikan hasil yang baik..2

33

Probiotik
Probiotik digunakan untuk mengembalikan flora normal pada usus, dan
telah dilaporkan berhasil pada beberapa kasus.5

Gambar .15. Alogaritma colitis ulcerative (dikutip dari kepustakaan 18)


Proctitis/distal colitis (terbatas pada rektum)18
1. First line = Menggunakan masalazin supp (1 g / hari)
2. Second line = Kombinasi Steroid Topikal (budesonide atau hidrocortison)
dan masalazin oral (2-6 g/hari)
3. Evaluasi terapi : 2-4 minggu
Lefs side colitis ulcerative
1. First line = Kombinasi topikal masalazin dan masalazin oral (2 g/ hari)
jika perdarahan masih berlanjut 10-14 hari maka pertimbangkan penggunaa
steroid oral (dosis awal 40-60 mg/hari).
2. Indikasi rawat
Extensif colitis ulcerative
34

1. Sulfasalazin oral (4-6 g/ hari) atau kombinasi oral dan topikal mesalazin
jika dalam 10-14 hari no respon maka pertimbangkan penggunaan
azathioprin (2,5 mg/kgbb/hari) atau mercaptopurin (1,5 mg/kgbb/ hari)
Severe colitis ulcerative
1. Rawat di rumah sakit
2. First line =Steroid IV ( metilprednisolon 60 mg/hari atau hidrokortison 400
mg/hari) dan bisa di berikan infiximab 5mg/kgbb/hari.
3. Second line = tacrolimus (4mg/kgbb/hari)

dengan azathiporin (2.5

mg/kgbb/hari) atau mercaptopurin (1.5 mg/kgbb/hari) dan infiximab 5


mg/kgbb/hari)
2.

Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan, berupa panproktokolektomi (memotong kolon dan
rektum), merupakan terapi definitif pada kolitis ulseratif. Indikasi operasi pada
kolitis ulseratif bervariasi. Terapi medikamentosa yang gagal merupakan
indikasi yang paling sering untuk dilakukan pembedahan. Indikasi tindakan
pembedahan segera pada pasien kolitis ulseratif adalah adanya toksik
megakolon yang refrakter dengan terapi medikamentosa, adanya serangan
fulminan yang refrakter dengan terapi medikamentosa, dan perdarahan pada
kolon yang tidak terkontrol. Sedangkan, indikasi elektif adalah ketergantungan
jangka panjang pada steroid, ditemukannya displasia dan adenokarsinoma pada
biopsi skrining, dan durasi penyakit yang sudah mencapai 7-10 tahun.2,5,16

IX. PROGNOSIS
Prognosis yang buruk ditandai dengan takikardia, demam tinggi, dan
penurunan peristaltik usus, serta adanya hipoalbuminemia. Kolitis ulseratif
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Risiko kematian
meningkat pada pasien-pasien usia tua, dan pada pasien yang disertai komplikasi
(misalnya: syok, malnutrisi, anemia). Kasus-kasus yang berat dan kronik dapat
menjadi lesi prakanker. Penyebab kematian yang tersering pada kolitis ulseratif
adalah megakolon toksik.2,16

35

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ehrlich SD. Ulcerative colitis. Available in University of Maryland Medical Centre.


(www.umm.edu), Update November 12, 2010.

2.

Basson MD, Katz J. Ulcerative colitis . Available in Medscape Reference, Drug,Diq


sease and Pr ocedures (www.emedicine.medscape.com), Update 2011

3.

The Ohio State University Wexner Medical Center. Ulcerative colitis . Available in
Healthcare services (www.medicalcenter.osu.edu), Update 2013

4.

Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper DL, et al,
editors. Harrisons principles of internal medicine 17thed. New York: McGraw Hill,
Health Professions Division; 2008.

5.

Keshav S. Ulcerative colitis and crohns disease. In: Keshav S, editor. The
gastrointestinal system at a glance. USA: A Blackwell Publishing company; 2004. p
78-9

6.

Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. hlm.

7.

582-3
Guyton AC, Hall JE. Fisiologi gastrointestinal.Buku Ajar Fisiologi Kedokterran

8.

Edisi 11. Jakarta:EGC;2007.hal 829, 48, 58.


Stenson WF. Inflammatory bowel disease. In: Goldman, Ausiello, editors. Cecil
medicine 23rd edition. Philadephia: Saunders Elsevier; 2007.

9.

Danese S, Fiocchi C. Ulcerative colitis. The New England Journal of Medicine


2011; 365, 18: 1713-25.

10. Hanauer SB. Inflammatory bowel diseases. In: Dale DC, Federman DD, editors.
ACP medicine 3rd edition. USA: WebMD Inc.; 2007.
11. Herring W. Ulcerative colitis. Available in GI Radiology
(www.learningradiology.com), Update 2005.
12. Khan AN, Lin EC. Ulcerative colitis imaging . Available in Medscape Reference,
Drug,Disease and Procedures (www.emedicine.medscape.com), Update Juli 22,
2011.
13. Brant WE. Pediatric chest. In: Brant WE, Helms CA, editors. Fundamentals of
diagnostic radiology 2nd ed. USA: Lippincott Williams and Wilkins; 2007.
14. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getiing started in clinical radiology from image to
diagnosis. Germany: Thieme; 2006. p. 197-8.

36

15. Roggeveen MJ, Tismenetsky M, Shapiro R. Best cases from the AFIP: ulcerative
colitis. RadioGraphics 2006; 26, 3: 947-51.
16. Caprilli R, Viscido A, Latella G. Current management of severe ulcerative colitis.
Nature Clinical Practice Gastroenterology & Hepatology 2007; 4, 2: 92-101.
17. Anand MKN. Gastrointestinal tuberculosis imaging . Available in Medscape
Reference, Drug,Disease and Procedures (www.emedicine.medscape.com),Update
Juni 7, 2011.
18. Johannes Meier, Andreas Strum, Current treatment of ulceratve colitis available in
www.wjgnet.com update juli 21, 2011.3204-3212

37

Anda mungkin juga menyukai