Anda di halaman 1dari 29

I.

MAKSUD DAN TUJUAN

1.1 Maksud
Mewarnarnai kain kapas dengan zat warna direks secara merata dan
permanen.

1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh konsentrasi zat kation aktif dalam pengerjaan iring
dalam ketuaan dan kerataan warnanya pada pencelupan kapas dengan zat
warna direk metode exhaust.
II. TEORI DASAR

2.1 Serat Kapas


Serat kapas merupakan salah satu bahan tekstil yang berasal dari serat
alam, yaitu serat biji tanaman Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan
banyak disinari matahari. Tanaman Gossypium termasuk keluarga
Malvaceae. Pertumbuhan tanaman kapas sangat bergantung pada tempat
tumbuhnya.Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis seperti
Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Komposisi serat kapas
tergantung pada jenis tanaman dan derajat kesadahannya.Sekitar 90%
komposisi serat kapas terdiri dari selulosa, sedangkan sisanya adalah
protein, pektin, malam, lemak, pigmen alam, mineral, dan air. Serat kapas
memegang peranan penting dalam bidang tekstil. Dengan berkembangnya
serat sintetik tidak menyebabkan serat kapas mulai ditinggalkan, namun
dengan adanya perkembangan serat buatan,meningkatkan penggunaan
serat campuran yang memiliki sifat saling melengkapi kedua sifat tersebut.
Hal ini disebabkan karena serat kapas masih memiliki beberapa keunggulan
yang tidak dapat ditiru oleh serat buatan. Keunggualan serat kapas
diantaranya mempunyai daya serap yang baik terhadap air, sehingga
nyaman apabila dipakai. Serat kapas juga mempunyai beberapa kekurangan
seperti mudah kusut dan mengkeret dalam pencucian.

2.1.1 Morfologi Serat Kapas


Bentuk morfologi penampang melintang serat kapas sangat bervariasi
dari bentukpipih sampai bentuk bulat, tetapi pada umumnya berbentuk
seperti ginjal yang terdiri daribagian kutikula, dinding primer, dinding
sekunder, dan lumen. Sedangkan bentuk penampang membujur serat kapas
adalah pipih seperti bentuk pita yang terpilin atau terpuntir membentuk
puntiran dengan interval tertentu. Kearah memanjang, serat dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu bagian besar, bagian badan, dan bagyian ujung. Bentuk
penampang melintang dan bentuk penampang membujur serat kapas
disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 2.1.1 Penampang Melintang dan Membujur Serat Kapas
Sumber : Soeprijono, dkk, Serat-serat Tekstil, ITT , Bandung, 1973, hlm
41. Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada
umumnya bervariasi dari 1000 : 1 sampai 5000 : 1.

2.1.2 Komposisi Serat Kapas


Serat kapas mentah mengandung selulosa. Selain selulosa, pada
kapas mentah mengandung pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan
air. Komposisi serat kapas berbeda-beda tergantung dari berbagai hal,
antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisitanah, cuaca, kualitas air untuk
irigasi, dan zat kimia yang digunakan untuk pupuk dan pestisidanya.
Komposisi serat kapas dapat dilihat pada Tabel 2.1.1 berikut :
Tabel 1 Persen Komposisi Serat Kapas
Komposisi % pada Serat % pada Dinding
Serat
Selulosa 88 – 96 52
Pektin 0,7 – 1,2 12
Lilin 04 – 1 7,0
Protein 1,1 – 1,9 12
Abu 0,7 – 1,6 3
Senyawa Organik 0,5 – 1,0 14
Sumber : Rahayu Hariyanti, Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1,
STTT Bandung 2005, hlm 15
a. Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85
% sedangkan dalam serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara
99,5% sampai 99,5%.

b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat
dengan berat molekul tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat
dihilangkan dalam pemasakan kapas dengan larutan natrium hidroksida.
Proses penghilngan pektin tidak banyak mempengaruhi kekuatan maupun
perusakan.
c. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa
protoplasma yang tertinggal didalam lumen setelah selnya mati ketika
buahnya membuka. Kadar nitrogen didalam serat kapas kira-kira 3% dan
apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan memberikan kadar
protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi kira-
kira 1/10 kadar aslinya.
d. Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium
karbonat atau kalsium, fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat.
Pemasakan dan pemutihan akan mengurangi kadar abu kapas menjadi
kurang dari 0,1%.

2.1.3 Struktur Molekul Serat Kapas


a. Struktur Kimia Serat Kapas
Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah
lama diketahui sebagai zat yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa
dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n adalah derajat polimerisasi yang
tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan rumus empiris
(C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari
kondensat molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan
oksigen pada posisi atom karbon nomor satu dan empat. Stuktur rantai-rantai
molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan yang lainnya melalui ikatan
Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.1

Gambar 2.1.2 Struktur Molekul Selulosa


Sumber: Soeprijono, P.Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil,
Bandung, 1973 halaman 45
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus
hidroksil pada atom karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH),
sedangkan pada posisi 2 dan 3 merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua
jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat kereaktifan yang berbeda. Gugus
hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus hidroksil alkohol
sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat
menentukan sifat kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan
sebagai sel-OH dalam penulisan mekanisme reaksi.
b. Struktur Fisika Serat Kapas
Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa yang
diorientasikan dan diikat satu dengan lainnya melalui ikatan atau gaya
hidrogen danvan der Waals. Orientasi rantai molekul seluosa tersebut tidak
semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh bagian-bagian disorientasi
secara berselangseling. Sesunan rantai molekul selulosa yang teririentasi
teratur disebut kristalin, sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut
amorf. Dari difraksi sinar X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian
kristalin dan sisanya bagian amorf. Bagian amorf mempunyai daya serap
yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan
kristalin.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa
tersusun sangat teratur dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak
dan jarak antara molekul-molekul selulosa tidak teratur (ada jarak antara
masingmasing molekul selulosa yang besar dan kecil ). Pada jarak yang
besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan
bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada
Gambar 2.1.2

Gambar 2.1.3 Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian


Kristalin dan Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
2.1.4 Sifat – Sifat Serat Kapas
a. Sifat Fisika
1. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem. Adanya
warna inidisebabkan oleh pigmen alam yang terkandung di dalam serat
kapas. Pigmen yang menimbulkan warna pada kapas belum diketahui
dengan pasti. Warna kapas akan semakin tua setelah penyimpanan selama
2 sampai 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran
akan menyebabkan warna keabu-abuan.
2. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per
inci persegi. Kekuatan serat terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam
serat, panjang rantai dan orientasinya. Dalam suasana basah, serat kapas
akan memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dalam keadaan kering.
Hal ini disebabkan karena pada keadaan basah bentuk serat akan
mengelembung sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang
diderita akan tersebar sepanjang serat.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat
selulosa yang lainnya yaitu berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7%
bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata – rata mulur sebesar 7%
4. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau
perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.
5. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda
untuk menerima kerja. Serat kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika
dibandingkan dengan serat-serat selulosa yang diregenerasi.
6. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas
yang kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain
serat kapas bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif, pada
kondisi standar kandungan air serat kapas berkisar antara 7-8,5%.
7. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.
8. Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58.
Sedangkan indeks bias melintang sumbu serat adalah 1,53.

b. Sifat Kimia
1. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan
mengurangi kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan rantai molekul
selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi
yng cepat sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mengering pada
serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
2. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam
udara akan menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi
tertentu akan mengelembungkan serat kapas.
3. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang
mengakibatkan penurunan kekuatan serat. Derajat kerusakan serat
bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan.
4. Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang
jamur dan bakteri. Tetapi pada kondisi kering, serat kapas mempunyai
ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan mikroorganisme.

2.2 Pencelupan

2.2.1 Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau
mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian
memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut sehingga terjadi
penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan zat warna ke dalam serat
merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat
pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan ke dalam
larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna
yang dikehendaki.
Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap :
a. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu
bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan
tekstil dimasukkan ke dalam larutan celup.
Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga
dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan
tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu
penambahan zat-zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah
mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut
zat warna dalam larutan.
b. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang
cukup besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat,
sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada
permukaan serat.
Peristiwa ini disebut adsorpsi.
c. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan
adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap
ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan
sebagai ukuran untuk menentukan kecepatan celup.

2.3 Pencelupan dengan Zat Warna Direk


Zat warna direk adalah zat warna yang dapat mencelup serat selulosa
secara langsung dengan tidak memerlukan sesuatu senyawa mordan. Zat
warna direk disebut juga zat warna substantif karena dapat terserap baik oleh
selulosa, atau zat warna garam karena dalam pencelupannya selalu harus
ditambah garam untuk memperbesar penyerapan. Beberapa jenis zat warna
direk dapat mencelup serat – serat protein.
Congo red yang ditemukan oleh Bottiger pada tahun 1884, merupakan
zat warna direk yang pertama kali dikenal orang. Sebelum tahun 1884 serat
selulosa dicelup dengan zat warna mordan atau indigo dan zat warna lainnya
yang sejenis. Cara pemakaian kedua zat warna tersebut diatas, rumit dan
mahal, sedangkan zat warna direk, murah dan mudah pemakaiannya,
meskipun ketahan terhadap cucian, sinar, alkali dll nya bernilai kurang.

2.3.1 Struktur Kimia


Kebanyakan zat – zat warna golongan ini merupakan senyawa azo
yang mengandung gugusan sulfonat sebagai gugusan pelarut. Zat warna
direk, dapat merupakan senyawa mono – azo, di – azo, tri – azo atau tetrakis
– azo.

Dalam tahun 1887 Green membuat primulin yang merupakan zat


warna direk dengan inti tiazol. Inti zat warna direk lain yang penting adalah
ftalosianin yang pada umuna akan memberikan warna biru kehijauan.
2.3.2 Teori Pencelupan dengan Zat Warna Direk
Gugusan hidroksil dalam molekul selulosa memegang peranan penting
pada pencelupan dengan zat warna direk. Apabila atom hydrogen dari
gugusan hidroksil tersebut diganti dengan gugusan asetil, maka serat tak
dapat dicelup dengan zat warna direk lagi. Hal tersebut disebabkan karena
gugusan hidroksil dalam molekul selulosa dapat mengadakan ikatan
hydrogen dengan gugusan – gugusan hidroksil; amina da diazo dalam
molekul zat warna.

Pada umumnya zat warna direk merupakan senyawa diazo yang


mengandung beberapa gugusan sulfonat. Oleh Meyer dikemukakan bahwa
substantivitas zat warna direk hanya terdapat pada moleul – molekul yang
berbentuk memanjang sehingga dapat terletak lurus di permukaan serat.
Peristiwa dikhroisma merupakan salah satu bukti bahwa zat warna direk
memang terletak pada permukaan molekul – molekul serat yang terorientasi
sejajar dengan sumbu serat.
Maka senyawa azo yang berbentuk trans lebih substantif dari pada
senyawa cis. Kemudian Hodgson dan Marsden menambahkan, selain
molekul tersebut harus linear, maka inti – inti aromatiknya harus pula terletak
pada satu bidang. Misalnya senyawa Benzopur – purin 4B adalah substantif;
tetapi senyawa isomernya dengan inti 0,0’ – dimetil, benzidina tidak
substantif.
Schirm berpendapat bahwa substantivitas disebabkan oleh suatu
system ikatan rangkap yang berkonjugasi yang kemudian dikuatkan oleh
Hodgson dan Marsden dengan teori resonansi dimana inti – inti aromatiknya
harus terletak pada suatu bidang.

Peter dan Sumner menegaskan bahwa subtantivitas tidak hanya


disebabkan oleh terjadinya ikatan hydrogen antara zat warna dan selulosa,
tetapi jenis ikatan Van der Waals juga memegang peranan penting. Lead
menguatkan teori diatas dengan menyimpulkan bahwa afinitas ditimbulkan
oleh reaksi bolak – balik antara electron – electron didalam system konjugasi
lanjut dengan atom – atom hydrogen dari gugusan hidroksi molekul selulosa.

2.3.3 Isoterm Zat Warna Direk


Afinitas sesuatu zat warna direk mudah diamati dengan
menggambarkan kurva isoterm penyerapan, yakni kurva yang melukiskan
perbandingan, antara zat warna yang tercelup didalam serat dengan zat
warna didalam larutan pada berbagai konsentrasi, diukur pada suhu yang
sama. Apabila isoterm tersebut merupakan larutan sesuatu zat dalam system
cairan dua fase, ,maka akan diperoleh isoterm garis lurus menurut rumus
Nernst.
Gambar 2.3.1 Kurva Isoterm Penyerapan

Jenis isoterm yang kedua adalah isoterm Langmuir, yaitu yang kerap
kali dipergunakan dalam peristiwa pencelupan dimana serat – serat tekstil
dianggap mempunyai tempat – tempat tertentu yang aktif dan terbatas yang
dapat ditempati oleh molekul – molekul zat warna. Apabila tempat – tempat
tersebut telah terisi, maka penyerapan zat warna akan berhenti meskipun
konsentrasinya dalam larutan ditambah.

Gambar 2.3.2 Kurva Isoterm Langmuir

Kemudian isoterm yang ketiga yang juga banyak dipergunakan dalam


pncelupan adalah isoterm Freundlich. Isoterm tersebut tidak mempunyai
batas penempatan moleul – molekul zat warna dalam molekul serat, dan
dapat dituliskan dalam suatu rumus atau bentuk kurva seperti pada gambar
28.
Beberapa zat warna direk akan mengikuti isoterm Freundlich, karena
iakatan hydrogen dan Van der Waals yang memungkinkan zat warna direk
terserap oleh selulosa secara praktis tidak terbatas jumlahnya.
Gambar 2.3.3 Kurva Isoterm Freundlich

2.3.4 Pengaruh Elektrolit


Pada pokoknya penambahan elektrolit kedalam larutan celup zat
warna direk adalah memperbesar jumlah zat warna yang terserap oleh serat,
meskipun beraneka zat warna akan mempunyai kepekaan yang berbeda.

Gambar 2.3.4 Kurva Pengaruh Elektrolit

Zat warna direk A kurang peka terhadap elektrolit dari pada zat warna
B. selulosa didalam larutan mempunyai muatan negatif pada permukaannya,
sehingga anion zat warna direk akan tertolak. Elektrolit yang ditambahkan
berfungsi akan mengurangi atau menghilangkan muatan negatif tersebut,
hingga pada jarak yang cukup dekat molekul – molekul zat warna akan
tertarik karena gaya – gaya Van der Waals atau ikatan hydrogen yang telah
dapat bekerja dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa zat – zat warna
dengan gugusan sulfonat yang banyak akan lebih mudah ditolak oleh serat
dari yang sedikit.
Chrisoidine G akan tercelup tua meskipun tidak dengan penambahan
elektrolit; sedangkan pada Chlorazol Sky Blue FF juga akan memberikan
penodaan saja. Tetapi apabila kita tambahkan garam ke dalam larutan celup
maka Chlorazol Sky Blue FF juga akan memberikan celupan dengan warna
tua.

2.3.5 Pengaruh suhu


Pada umumnya peristiwa pencelupan adalah eksotermis. Maka dalam
keadaan setimbang penyerapan zat warna pada suhu yang tinggi akan lebih
sedikit bila dibandingkan penyerapan pada suhu yang rendah. Akan tetapi
dalam praktek keadaan setimbang tersebut sukar dapat dicapai hingga pada
umumnya dalam pencelupan memerlukan pemanasan untuk mempercepat
reaksi.
Apabila suhu dinaikkan maka jumlah zat warna yang terserap pada
waktu singkat akan besar sehingga mencapai harga tertentu, kemudian
berkurang kembali (gambar 2.2.5 ).

Gambar 2.3.5 Kurva Pengaruh Suhu


Peristiwa tersebut akan menyebabkan perubahan ketuaan warna bila
pencelupan dilakukan pada suhu mendidih kemudian larutan dibiarkan
mendingin kembali.

2.3.6 Pengaruh Perbandingan Larutan


Perbandingan larutan celup artinya perbandingan antara besarnya
larutan terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam kurva isotherm
terhadap berat bahan tekstil yang diproses. Dalam larutan akan menambah
besarnya penyerapan.
Maka untuk mencelup warna – warna tua diusahakan untuk memakai
perbandingan larutan celup yang kecil, sehingga zat warna yang terbuang
atau hilang hanya sedikit. Untuk mengurangi pemborosan dalam pemakaian
zat warna dapat mempergunakan larutan simpan bekas (standing bath)
celupan. Dengan menambahkan zat warna baru pada larutan bekas tadi
maka dapat diperoleh lerutan celup dengan konsentrasi seperti semula.

2.3.7 Pengaruh pH
Zat warna direk biasanya dipergunakan dalam larutan netral.
Penambahan alkali mempunyai pengaruh menghambat penyerapan.
Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu hingga 3% untuk
mngurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki kelarutan zat
warna.

2.3.8 Ketahanan dan Sifat-sifat Zat Warna Direk


Zat warna direk pada umumnya memiliki ketahanan yang kurang baik
terhadap pencucian, sedangkan ketahanannya terhadap sinar adalah
sedang, kecuali ada beberapa ang memiliki nilai cukup atau baik. Demikian
pula zat warna direk kurang tahan terhadap oksidasi dan akan rusak oleh
reduksi. Zat warna direk mempunyai sifat yang akan rusak oleh reduksi. Zat
warna direk memiliki sifat yang berbeda-beda dalam kerataan pada waktu
pencelupan.Zat warna yang memiliki afinitas yang besar terhadap serat akan
memberikan kerataan yang baik pada suhu yang rendah.
Zat warna direk dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Golongan A
Zat warna direk yang mudah bermigrasi, maka akan memiliki daya
perata yang tinggi. Pada permulaan pencelupan mungkin diperoleh
pencelupan yang tidak rata, tetapi hal ini mudah diatasi yaitu dengan
pendidihan yang lebih lama.
Gambar 2.3.6 Kurna Kecepatan Pencelupan pada Beberapa Zat Warna Direk

b. Golongan B
Zat warna direk yang memiliki daya perata yang rendah, sehingga
penyerapan harus diatur dengan penambahan suatu elektrolit. Bila pada
permulaan pencelupan zat warna memberikan hasil celupan yang tidak rata,
maka sukar akan memperbaikinya. c. Golongan C
Zat warna direk dengan daya perata yang rendah, tetapi memiliki daya
tembus yang baik meskipun tidak dengan penambahan sesuatu elektrolit.
Penetrasinya dapat diatur dengan menaikkan suku larutan
celup. d. Golongan D
Zat warna direk yang mengandung logam yang strukturnya lebih besar
dan tahan lunturnya paling baik. Untuk golongan D ini dalam larutan celupnya
tidak boleh ditambahkan zat pelunak air.

2.3.9 Pengerjaan Iring Zat Warna Direk


Ketahanan terhadap pencucian hasil celupan zat warna direk dapat
diperbaiki dengan berbagai cara pengerjaan iring yang pada prinsipnya
adalah memperbesar molekul zat warna dalam serat sehingga zat warna
akan lebih sukar bermigrasi.
Beberapa cara pengerjaan iring yang kerap kali dikerjakan misalnya :

Pengerjaan iring dengan Proses Diazotasi dan Pembangkitan


Zat warna primulin yang substantif terhadap selulosa tetapi memiliki
tahan cuci dan sinar yang kurang baik dan demikiran pula bebrapa zat warna
direk lainnya dapat diperbaiki ketahanannya dengan cara diazotadi dan
pembangkitan, apabila zat warna tesebut mempunyai gugusan amina primer
yang masih aktif.
Bahan setelah selesai dicelup, dibilas dengan air dingin untuk
menghilangkan zat-zat warna pada permukaan serat. Kemudian dikerjakan
proses diazotasi dengan natrium nitrit dalam larutan asam khlorida atau
asam sulfat selama 30 menit. Jumlah senyawa nitrit dan keasaman larutan
iring harus cukup. Setelah reaksi diazotasi, larutan iring dibuang dan bahan
dibangkitkan dalam larutan pembangkit yang mengandung senyawa amina
atau fenol.
Pembangkitan dikerjakan pada larutan yang dingin selama 20 menit.
Kemudian bahan dibilas dan dimasak dengan larutan sabun pada suhu 50
o
C untuk memperbaiki sifat tahan gosoknya. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :

Beberapa senyawa pembangkit yang dapat digunakan adalah :


a. Senyawa-senyawa fenol, perosesinol dan beta naftol yang dapat dilarutkan
dengan natrium hidroksida.
b. Senyawa-senyawa m-fenilen diamina, m-toluilen diamina, 2,4 toluen diamina
yang dapat dilarutkan dengan natrium karbonat.
c. Senyawa-senyawa amino difenil amina (Fast Blue Developer P) yang dapat
diarutkan dengan asam khlorida.
d. Beberapa senyawa sulfonat misalnya asam beta-naftol sulfonat yang larut
dalam air.

Pengerjaan Iring dengan Proses Pembangkitan


Berat molekul zat warna direk adalah besar. Meskipun demikian
beberapa jenis zat warna ini masih mungkin memiliki tempat-tempat yang
aktif yang dapat melakukan reaksi pembangkitan dengan garam diazonium.
Misalnya zat warna Benzo Para Deep Brown G (C.I Direct Brown 152) masih
dapat dibangkitkan dengan garam diazonium paranitro anilin dengan
memberikan warna coklat kemerah-merahan.
Bahan yang telah tercelup biasanya memerlukan garam diazonium
sebanyak 0,75-100% owf. Reaksi coupling dikerjakan dalam larutan yang
dingin selama 15 menit. Kemudian bahan dibilas dan disabun pada suhu 50
o
C untuk menghilangkan zat-zat warna pada permukaan.

Pengerjaan Iring dengan Formaldehida


Beberapa zat warna direk dapat dikerjakan iring dengan formaldehida
untuk memperbaiki tahan cucinya. Reaksi yang terjadi mungkin karena
terbentuknya jembatan metilena antara beberapa zat warna yang dapat
digambarkan sebagai berikut :

Bahan setelah tercelup dibilas lebih dahulu, kemudian dilewatkan ke


dalam larutan yang mengandung 2-3% formaldehida 40% (formalin) dan 1%
asam asetat 30% pada suhu 70-80 oC selama 30 menit. Kemudian bahan
dibilas dan dicuci bersih untuk menghilangkan sisa larutan formaldehida.

Pengerjaan Iring dengan Garam-garam Tembaga


Beberapa zat warna direk dapat diperbaiki tahan cucinya dengan
upengerjaan iring garam-garam logam tembaga misalnya pada warna
Cuprofix, Cuprophenyl dan Coprantine. Seringkali garam-garam tersebut
dicampur dengan senyawa-senyawa kation misalnya Resofix C dan
Coprantex B.
Zat-zat warna yang memiliki gugusan 0,0’ dihidroksi akan membentuk
kompleks dengan logam tembaga. Hasil pengerjaan iring ini sering akan
memberikan warna yang agak suram, tetapai akan memperbaiki tahan cuci
dan tahan sinarnya. Zat-zat warna direk yang mungkin dapat dikerjakan iring
dengan garam-garam tembaga mempunyai gugusan-gugusan dengan ciri
sebagai berikut :
1. 0,0’ dihidroksi azo

2. 0 – hidroksi – 0’ – karboksi azo

3. Asam salisilat

4. Gugusan-gugusan hidroksi dapat diganti dengan gugusan metoksi atau


etoksi.

Pengerjaan Iring dengan Kalium Bikhromat dengan atau Tanpa


Tembaga Sulfat
Beberapa zat warna direk akan diperbaiki tahan cucinya dengan kerja
iring dengan kalium bikhromat. Bahan setelah dicelup, dibilas kemudian
dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung 1%-3% kalium bikhromat
dan 1-2% asam asetat 30%, pada suhu 60-80 oC selama 20 sampai 30 menit.
Bila dikehendaki untuk memperbaiki tahan sinarnya pula, maka dapat
dikerjakan iring dalam larutan 1-2% Na/K-bokhromat, 1-2% tembaga sulfat
dan 24% asam asetat 30%.

Pengerjaan Iring dengan Zat-zat Kation Aktif


Zat-zat kation aktif akan bergabung dengan zat warna direk yang
bersifat anion membentuk molekul yang lebih kompleks sehingga tahan
cucinya lebih baik, tetapi tahan sinarnya akan berkurang. Contoh beberapa
zat kation aktif yang sering dipergunakan adalah Fixanol C, Sandofix WE,
Lyofix EW dan
Tinofix.
Cara pemakaiannya adalah dengan mengerjakan bahan tekstil yang
telah dicelup ke dalam larutan 1-3% zat kation aktif pada 70 oC selama 15
menit. Jika perlu ditambahkan asam format atau asam asetat untuk
memperlancar kelarutan zat kation aktif tersebut.
III. PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat
a. Piala Porselen e. Pengaduk
b. Gelas Piala f. Timbangan
c. Gelas Ukur g. Gunting
d. Pipet h. Bunsen

3.1.2 Bahan
a. Kain kapas e. NaCl
b. Zat warna direk f. Zat pemiksasi kationik
c. Pembasah g. Asam asetat
d. Na2CO3 h. Sabun
3.2 Diagram Alir

3.3 Skema Proses


3.4 Resep

3.4.1 Resep Pencelupan


a. Zat Warna Direk : 1% 𝑜𝑤𝑓

b. Pembasah : 1 𝑚𝑙⁄𝐿

c. NaCl : 40 𝑔⁄𝐿
d. Vlot : 1:30
e. Suhu : 80 ℃
f. Waktu : 45 detik

a. Sabun Netral : 1 𝑔⁄𝐿

b. 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : 2 𝑔⁄𝐿
c. Vlot : 1:30
d. Suhu : 60℃
e. Waktu : 10 detik

3.5 Perhitungan Resep

3.5.1 Variasi 1
(Berat Bahan : 3,69 gram)
a. Resep Celup

Zat warna direk × 𝑚𝑙

Pembasah : 𝑚𝑙
Kebutuhan Larutan : 30 ×3,69 = 110,7 ml
NaCl : 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Resep Iring
Kebutuhan Larutan : 30× 3,69 = 110,7 𝑚𝑙

Zat Kation Aktif : × 110,7 = 0,2214 𝑔𝑟𝑎𝑚

𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻 30% : × 110,7 = 0,1107 𝑚𝑙


c. Resep Pencucian
Kebutuhan Larutan : 30× 3,69 = 110,7 𝑚𝑙

Sabun Netral : × 110,7 = 0,1107 𝑚𝑙

𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : × 110,7 = 0,2214 𝑔𝑟𝑎𝑚

3.5.2 Variasi 2
(Berat Bahan : 4,84 gram)
a. Resep Celup

Zat warna direk 1% : × 4,84 = × 50 = 4,84 𝑚𝑙

Pembasah : × 145,2 = 0,1452 𝑚𝑙


Kebutuhan Larutan : 30 ×4,84 = 145,2 ml

NaCl : × 145,2 = 5,808 𝑔𝑟𝑎𝑚


b. Resep Pencucian
Kebutuhan Larutan : 30× 4,84 = 145,2 𝑚𝑙

Sabun Netral : × 145,2 = 0,1452 𝑚𝑙

𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : × 145,2 = 0,2904 𝑔𝑟𝑎𝑚

3.5.3 Variasi 3
(Berat Bahan : 4,81 gram)
c. Resep Celup

Zat warna direk : × 4,81 = × 50 = 4,81 𝑚𝑙

Pembasah : × 144,3 = 0,1443 𝑚𝑙


Kebutuhan Larutan : 30 ×4,81 = 144,3 ml
NaCl : × 144,3 = 5,772 𝑔𝑟𝑎𝑚
d. Resep Iring
Kebutuhan Larutan : 30× 4,81 = 144,3 𝑚𝑙 Zat

Kation Aktif : 2,5 × 144,3 = 0,36075 𝑔𝑟𝑎𝑚

1000
𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻 30% : × 144,3 = 0,1443 𝑚𝑙
e. Resep Pencucian
Kebutuhan Larutan : 30× 4,81 = 144,3 𝑚𝑙

Sabun Netral : × 144,3 = 0,1443 𝑚𝑙

𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : × 144,3 = 0,2886 𝑔𝑟𝑎𝑚

3.5.4 Variasi 4
(Berat Bahan : 3,62 gram)
a. Resep Celup

Zat warna direk : × 3,62 = × 50 = 3,62 𝑚𝑙

Pembasah : × 108,6 = 0,1086 𝑚𝑙


Kebutuhan Larutan : 30 ×3,62 = 108,6 ml

NaCl : × 108,6 = 4,344 𝑔𝑟𝑎𝑚


b. Resep Iring
Kebutuhan Larutan : 30× 3,62 = 108,6 𝑚𝑙

Zat Kation Aktif : × 108,6 = 0,3258 𝑔𝑟𝑎𝑚

𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻 30% : × 108,6 = 0,1086 𝑚𝑙


c. Resep Pencucian
Kebutuhan Larutan : 30× 3,62 = 108,6 𝑚𝑙

Sabun Netral : × 108,6 = 0,1086 𝑚𝑙

𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : × 108,6 = 0,2172 𝑔𝑟𝑎𝑚


IV. DATA PENGAMATAN
VARIASI 1 VARIASI 2 VARIASI 3 VARIASI 4
VI. DISKUSI

Pencelupan adalah proses mewarnai bahan tekstil secara merata dan


permanen. Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau
mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian memasukkan b
ahan tekstil ke dalam larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna ke
dalam serat. Penyerapan zat warna ke dalam serat merupakan suatu reaksi
eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam,
asam, alkali atau lainnya ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian
pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.
Telah dilakukan pencelupan kain kapas dengan zat warna direk dengan
variasi konsentrasi zat aktif kation pada pengerjaan iring dengan metode exhaust
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi zat kation aktif dalam pengerjaan iring
dalam ketuaan dan kerataan warnanya pada pencelupan kapas dengan zat
warna direk metode exhaust. Zat warna direk adalah zat warna yang dapat
mencelup serat selulosa secara langsung dengan tidak memerlukan sesuatu
senyawa mordan. Zat warna direk dapat terserap baik oleh selulosa, salah
satunya kapas yang digunakan pada pengujian kali ini. Proses pengerjaan iring
dilakukan pada pengujian ini dengan memvariasikan zat kation aktif pada larutan
iring, adapun variasi yang tidak dilakukan pengerjaan iring untuk membandingkan
hasil pencelupannya. Pengerjaan iring dilakukan untuk memperbaiki ketahanan
luntur terhadap pencucian hasil celupan zat warna direk. Prinsip dari pengerjaan
iring adalah memperbesar molekul zat warna dalam serat sehingga zat warna
akan lebih sukar bermigrasi.
Proses pencelupan ini dilakukan dengan menambahkan zat-zat pembantu,
di antaranya adalah NaCl yang berfungsi sebagai pendorong penyerapan zat
warna, Na2CO3 yang berfungsi memperbaiki kelarutan zat warna karena zat
warna direk larut dalam suasana alkali, dan zat pembasah yang berfungsi
meratakan dan mempercepat proses pembasahan kain. Pada proses iring
digunakan zat kation aktif yang berfungsi memperbaiki ketahanan luntur hasil
celupan zat warna direk pada kain kapas. Pada pencucian digunakan sabun yang
berfungsi menetralkan proses pencucian. Proses pencelupan ini dilakukan pada
suhu 80 oC selama 45 menit. Suhu tinggi akan membantu mempercepat reaksi
penyerapan zat warna ke dalam serat.
Berdasarkan hasil pencelupan, dihasilkan kain dengan kerataan dan
ketuaan warna yang cukup baik dan tentu saja terdapat perbedaan pada tiap kain
yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pada zat kation aktif pada proses
pengerjaan iring. Berdasarkan visual, kain kapas yang tidak dilakukan proses
iring memiliki warna yang paling tua di antara kain yang dilakukan proses iring.
Hal ini disebabkan oleh pembilasan yang dikerjakan hanya sekali dengan sekali
proses pencucian yaitu setelah dicelup kain dicuci kemudian dibilas lalu
dikeringkan, sedangkan kain yg diproses iring setelah dicelup kain dibilas
kemudian di-iring kemudian dicuci lalu dibilas kembali lalu dikeringkan. Tetapi
ketuaan warna pada kain yang tidak diproses iring dapat saja luntur saat proses
pencucian karena molekul zat warnanya lebih kecil dari kain yang diproses iring.
Berdasarkan hasil celupan kain kapas dengan zat warna direk yang
dilakukan proses iring dengan memvariasikan zat aktif kation, dihasilkan ketuaan
warna yang paling baik oleh kain variasi 3 dengan konsentrasi zat aktif kation

𝑔 . Pada proses iring, zat-zat kation aktif akan bergabung dengan zat warna
3 ⁄𝐿
direk yang bersifat anion membentuk molekul yang lebih kompleks sehingga
tahan cucinya lebih baik. Semakin besar konsentrasi zat kation aktif maka
semakin banyak zat-zat kation aktif yang akan mengikat zat warna direk sehingga
warna yang dihasilkan lebih tua.
Kerataan yang dihasilkan cukup baik, tetapi terdapat sedikit belang karena
pada proses penambahan tidak dilakukan dengan tepat dan pada proses
pencelupan tidak selalu diaduk.
VII. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Kain yang tidak diproses iring memiliki ketuaan warna yang baik tetapi tidak
dengan ketahanan luntur pada pencuciannya.
2. Jumlah konsentrasi zat aktif kation berpengaruh pada ketuaan warna hasil
celup. Semakin besar kosentrasinya semakin tua warna hasil celupan kain.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Rasjid Dujri, dkk. (1976). Teknologi Pengelantangan Pencelupan dan Pencapan.


Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid 2 untuk SMK.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Widayat, S. (1973). Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai