Pencelupan DGN ZW Direk
Pencelupan DGN ZW Direk
1.1 Maksud
Mewarnarnai kain kapas dengan zat warna direks secara merata dan
permanen.
1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh konsentrasi zat kation aktif dalam pengerjaan iring
dalam ketuaan dan kerataan warnanya pada pencelupan kapas dengan zat
warna direk metode exhaust.
II. TEORI DASAR
b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat
dengan berat molekul tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat
dihilangkan dalam pemasakan kapas dengan larutan natrium hidroksida.
Proses penghilngan pektin tidak banyak mempengaruhi kekuatan maupun
perusakan.
c. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa
protoplasma yang tertinggal didalam lumen setelah selnya mati ketika
buahnya membuka. Kadar nitrogen didalam serat kapas kira-kira 3% dan
apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan memberikan kadar
protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi kira-
kira 1/10 kadar aslinya.
d. Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium
karbonat atau kalsium, fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat.
Pemasakan dan pemutihan akan mengurangi kadar abu kapas menjadi
kurang dari 0,1%.
b. Sifat Kimia
1. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan
mengurangi kekuatan serat kapas karena dapat memutuskan rantai molekul
selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam larutan menyebabkan degradasi
yng cepat sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan mengering pada
serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
2. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam
udara akan menyebabkan terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi
tertentu akan mengelembungkan serat kapas.
3. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang
mengakibatkan penurunan kekuatan serat. Derajat kerusakan serat
bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan.
4. Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang
jamur dan bakteri. Tetapi pada kondisi kering, serat kapas mempunyai
ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan mikroorganisme.
2.2 Pencelupan
2.2.1 Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau
mendispersikan zat warna dalam air atau medium lain, kemudian
memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut sehingga terjadi
penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan zat warna ke dalam serat
merupakan suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat
pembantu misalnya garam, asam, alkali atau lainnya ditambahkan ke dalam
larutan celup dan kemudian pencelupan diteruskan hingga diperoleh warna
yang dikehendaki.
Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap :
a. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu
bergerak, pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan
tekstil dimasukkan ke dalam larutan celup.
Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga
dalam tahap ini terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan
tertarik oleh serat atau tertolak menjauhi serat. Oleh karena itu perlu
penambahan zat-zat pembantu untuk mendorong zat warna lebih mudah
mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut
zat warna dalam larutan.
b. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang
cukup besar dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat,
sehingga molekul zat warna tersebut dapat terserap menempel pada
permukaan serat.
Peristiwa ini disebut adsorpsi.
c. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan
adalah penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap
ketiga merupakan proses yang paling lambat sehingga dipergunakan
sebagai ukuran untuk menentukan kecepatan celup.
Jenis isoterm yang kedua adalah isoterm Langmuir, yaitu yang kerap
kali dipergunakan dalam peristiwa pencelupan dimana serat – serat tekstil
dianggap mempunyai tempat – tempat tertentu yang aktif dan terbatas yang
dapat ditempati oleh molekul – molekul zat warna. Apabila tempat – tempat
tersebut telah terisi, maka penyerapan zat warna akan berhenti meskipun
konsentrasinya dalam larutan ditambah.
Zat warna direk A kurang peka terhadap elektrolit dari pada zat warna
B. selulosa didalam larutan mempunyai muatan negatif pada permukaannya,
sehingga anion zat warna direk akan tertolak. Elektrolit yang ditambahkan
berfungsi akan mengurangi atau menghilangkan muatan negatif tersebut,
hingga pada jarak yang cukup dekat molekul – molekul zat warna akan
tertarik karena gaya – gaya Van der Waals atau ikatan hydrogen yang telah
dapat bekerja dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa zat – zat warna
dengan gugusan sulfonat yang banyak akan lebih mudah ditolak oleh serat
dari yang sedikit.
Chrisoidine G akan tercelup tua meskipun tidak dengan penambahan
elektrolit; sedangkan pada Chlorazol Sky Blue FF juga akan memberikan
penodaan saja. Tetapi apabila kita tambahkan garam ke dalam larutan celup
maka Chlorazol Sky Blue FF juga akan memberikan celupan dengan warna
tua.
2.3.7 Pengaruh pH
Zat warna direk biasanya dipergunakan dalam larutan netral.
Penambahan alkali mempunyai pengaruh menghambat penyerapan.
Meskipun demikian kerap kali dipergunakan soda abu hingga 3% untuk
mngurangi kesadahan air yang dipakai atau untuk memperbaiki kelarutan zat
warna.
b. Golongan B
Zat warna direk yang memiliki daya perata yang rendah, sehingga
penyerapan harus diatur dengan penambahan suatu elektrolit. Bila pada
permulaan pencelupan zat warna memberikan hasil celupan yang tidak rata,
maka sukar akan memperbaikinya. c. Golongan C
Zat warna direk dengan daya perata yang rendah, tetapi memiliki daya
tembus yang baik meskipun tidak dengan penambahan sesuatu elektrolit.
Penetrasinya dapat diatur dengan menaikkan suku larutan
celup. d. Golongan D
Zat warna direk yang mengandung logam yang strukturnya lebih besar
dan tahan lunturnya paling baik. Untuk golongan D ini dalam larutan celupnya
tidak boleh ditambahkan zat pelunak air.
3. Asam salisilat
3.1.1 Alat
a. Piala Porselen e. Pengaduk
b. Gelas Piala f. Timbangan
c. Gelas Ukur g. Gunting
d. Pipet h. Bunsen
3.1.2 Bahan
a. Kain kapas e. NaCl
b. Zat warna direk f. Zat pemiksasi kationik
c. Pembasah g. Asam asetat
d. Na2CO3 h. Sabun
3.2 Diagram Alir
b. Pembasah : 1 𝑚𝑙⁄𝐿
c. NaCl : 40 𝑔⁄𝐿
d. Vlot : 1:30
e. Suhu : 80 ℃
f. Waktu : 45 detik
b. 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 : 2 𝑔⁄𝐿
c. Vlot : 1:30
d. Suhu : 60℃
e. Waktu : 10 detik
3.5.1 Variasi 1
(Berat Bahan : 3,69 gram)
a. Resep Celup
Pembasah : 𝑚𝑙
Kebutuhan Larutan : 30 ×3,69 = 110,7 ml
NaCl : 𝑔𝑟𝑎𝑚
b. Resep Iring
Kebutuhan Larutan : 30× 3,69 = 110,7 𝑚𝑙
3.5.2 Variasi 2
(Berat Bahan : 4,84 gram)
a. Resep Celup
3.5.3 Variasi 3
(Berat Bahan : 4,81 gram)
c. Resep Celup
1000
𝐶𝐻3𝐶𝑂𝑂𝐻 30% : × 144,3 = 0,1443 𝑚𝑙
e. Resep Pencucian
Kebutuhan Larutan : 30× 4,81 = 144,3 𝑚𝑙
3.5.4 Variasi 4
(Berat Bahan : 3,62 gram)
a. Resep Celup
𝑔 . Pada proses iring, zat-zat kation aktif akan bergabung dengan zat warna
3 ⁄𝐿
direk yang bersifat anion membentuk molekul yang lebih kompleks sehingga
tahan cucinya lebih baik. Semakin besar konsentrasi zat kation aktif maka
semakin banyak zat-zat kation aktif yang akan mengikat zat warna direk sehingga
warna yang dihasilkan lebih tua.
Kerataan yang dihasilkan cukup baik, tetapi terdapat sedikit belang karena
pada proses penambahan tidak dilakukan dengan tepat dan pada proses
pencelupan tidak selalu diaduk.
VII. KESIMPULAN