Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron
bermuatan negatif yang mengelilinginya.[1] Inti atom mengandung campuran proton yang
bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral (terkecuali pada Hidrogen-1 yang tidak
memiliki neutron). Elektron-elektron pada sebuah atom terikat pada inti atom oleh gaya
elektromagnetik. Demikian pula sekumpulan atom dapat berikatan satu sama lainnya membentuk
sebuah molekul. Atom yang mengandung jumlah proton dan elektron yang sama bersifat netral,
sedangkan yang mengandung jumlah proton dan elektron yang berbeda bersifat positif atau
negatif dan merupakan ion. Atom dikelompokkan berdasarkan jumlah proton dan neutron pada
inti atom tersebut. Jumlah proton pada atom menentukan unsur kimia atom tersebut, dan jumlah
neutron menentukan isotop unsur tersebut.
Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani, yang berarti tidak dapat dipotong ataupun sesuatu yang
tidak dapat dibagi-bagi lagi. Konsep atom sebagai komponen yang tak dapat dibagi-bagi lagi
pertama kali diajukan oleh para filsuf India dan Yunani. Pada abad ke-17 dan ke-18, para
kimiawan meletakkan dasar-dasar pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa zat-zat tertentu
tidak dapat dibagi-bagi lebih jauh lagi menggunakan metode-metode kimia. Selama akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20, para fisikawan berhasil menemukan struktur dan komponen-
komponen subatom di dalam atom, membuktikan bahwa 'atom' tidaklah tak dapat dibagi-bagi
lagi.[1] Prinsip-prinsip mekanika kuantum yang digunakan para fisikawan kemudian berhasil
memodelkan atom. [1]
Relatif terhadap pengamatan sehari-hari, atom merupakan objek yang sangat kecil dengan massa
yang sama kecilnya pula. Atom hanya dapat dipantau menggunakan peralatan khusus seperti
mikroskop penerowongan payaran. Lebih dari 99,9% massa atom berpusat pada inti atom,
dengan proton dan neutron yang bermassa hampir sama. Setiap unsur paling tidak memiliki satu
isotop dengan inti yang tidak stabil yang dapat mengalami peluruhan radioaktif. Hal ini dapat
mengakibatkan transmutasi yang mengubah jumlah proton dan neutron pada inti. Elektron yang
terikat pada atom mengandung sejumlah aras energi, ataupun orbital, yang stabil dan dapat
mengalami transisi di antara aras tersebut dengan menyerap ataupun memancarkan foton yang
sesuai dengan perbedaan energi antara aras. Elektron pada atom menentukan sifat-sifat kimiawi
sebuah unsur dan memengaruhi sifat-sifat magnetis atom tersebut. [1]
Daftar isi
1 Perkembangan Model Atom
2 Macam-macam Model Atom
3 1. Model Atom John Dalton
4 2. Model Atom J.J. Thomson
5 3. Model Atom Rutherford
6 4. Model Atom Niels Bohr
7 Referensi
Atom dilambangkan dengan ZXA, dimana A = nomor massa (menunjukkan massa atom,
merupakan jumlah proton dan neutron), Z = nomor atom (menunjukkan jumlah elektron atau
proton). Proton bermuatan positif, neutron tidak bermuatan (netral), dan elektron bermuatan
negatif. Massa proton = massa neutron = 1.800 kali massa elektron. Atom-atom yang memiliki
nomor atom sama dan nomor massa berbeda disebut isotop, atom-atom yang memiliki nomor
massa sama dan nomor atom berbeda dinamakan isobar, atom-atom yang memiliiki jumlah
neutron yang sama dinamakan isoton.
1. Setiap unsur terdiri dari partikel yang sangat kecil yang dinamakan dengan atom
2. Atom dari unsur yang sama memiliiki sifat yang sama
3. Atom dari unsur berbeda memiliki sifat yang berbeda pula
4. Atom dari suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain dengan reaksi kimia,
atom tidak dapat dimusnahkan dan atom juga tidak dapat dihancurkan
5. Atom-atom dapat bergabung membentuk gabungan atom yang disebut molekul
6. Dalam senyawa, perbandingan massa masing-masing unsur adalah tetap
Teori atom Dalton mulai membangkitkan minat terhadap penelitian mengenai model atom.
Namun, teori atom Dalton memiliki kekurangan, yaitu tidak dapat menerangkan suatu larutan
dapat menghantarkan arus listrik. Bagaimana mungkin bola pejal dapat menghantarkan arus
listrik padahal listrik adalah elektron yang bergerak. Berarti ada partikel lain yang dapat
menghantarkan arus listrik. [3]
Kelemahan model Thomson ini tidak dapat menjelaskan susunan muatan positif dan negatif
dalam bola atom tersebut.
Rutherford melakukan penelitian tentang hamburan sinar α (alpha) pada lempeng emas. Hasil
pengamatan tersebut dikembangkan dalam hipotesis model atom Rutherford.
b. Atom memiliki inti atom bermuatan positif yang merupakan pusat massa atom.
b. Model atom rutherford ini belum mampu menjelaskan dimana letak elektron dan cara
rotasinya terhadap inti atom.
c. Elektron memancarkan energi ketika bergerak, sehingga energi atom menjadi tidak stabil.
Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan pendapatnya bahwa elektron bergerak mengelilingi
inti atom pada lintasan-lintasan tertentu yang disebut kulit atom. [4] Model atom Bohr merupakan
penyempurnaan dari model atom Rutherford.
Dalam orbital tertentu, energi elektron adalah tetap. Elektron akan menyerap energi jika
berpindah ke orbit yang lebih luar dan akan membebaskan energi jika berpindah ke orbit yang
lebih dalam
b. Tidak dapat menerangkan kejadian-kejadian dalam ikatan kimia dengan baik, pengaruh medan
magnet terhadap atom-atom, dan spektrum atom yang berelektron lebih banyak.
Sistem periodik unsur adalah suatu daftar unsur-unsur yang disusun dengan aturan tertentu.
Semua unsur yang sudah dikenal ada dalam daftar tersebut.
Penggolongan unsur yang pertama dilakukan oleh Lavoisier yang mengelompokkkan unsur ke
dalam logam dan nonlogam. Pada waktu itu baru sekitar 20 jenis unsur yang sudah dikenal. Oleh
karena pengetahuan tentang sifat-sifat unsur masih sederhana, unsur-unsur tersebut kelihatannya
berbeda antara yang satu dengan yang lain, artinya belum terlihat adanya kemiripan antara unsur
yang satu dengan unsur yang lainnya. Tentu saja pengelompokan atas logam dan nonlogam
masih sangat sederhana, sebab antara sesama logam pun masih terdapat banyak perbedaan.
Triade Dobereiner
Pada tahun 1829, Johan Wolfgang Dobereiner ,seorang profesor kimia di Jerman,
mengemukakan bahwa massa atom relatif stronsium sangat dekat dengan massa rata-rata dari
dua unsur lain yang mirip stronsium, yaitu kalsium dan barium. Dobereiner juga menemukan
beberapa kelompok unsur lain mempunyai gejala seperti itu. Oleh karena itu, Dobereiner
mengambilan kesimpulan bahwa unsur-unsur dapat dikelompokan ke dalam kelompok-
kelompok tiga unsur yang disbutnya triade. Namun sayang, Dobereiner tidak berhasil
menunjukkan cukup banyak triade sehingga aturan tersebut tidak bermanfaat.
J.W. Newlands merupakan orang yang mengelompokkan unsur berdasarkan kenaikan massa
atom relatif. Pada tahun 1863, ia menyatakan bahwa sifat sifat unsur berubah secara teratur.
Unsur pertama mirip dengan unsur kedelapan, unsur kedua mirip dengan unsur kesembilan dan
seterusnya.
Diantara para ahli yang dianggap paling berhasil dalam mengelompokkan unsur-unsur dan
berani menduga adanya unsur-unsur yang pada saat itu belum ditemukan adalah Dmitry
Mendeleev. Mendeleev mengelompokkan unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya.
Cara pengelompokkan dilakukan dengan menggunakan kartu. Dalam kartu tersebut ditulis
lambang atom, massa atom relatifnya dan sifat-sifatnya. Mendeleev selanjutnya menempatkan
unsur-unsur dengan kemiripan sifat pada satu lajur vertikal yang disebut golongan. Unsur-unsur
juga disusun berdasarkan kenaikan massa atom relatifnya dan ditempatkan dalam satu lajur yang
disebut periode. Sistem periodik yang disusun Mendeleev dapat dilihat pada tabel berikut:
Mendeleev sengaja mengosongkan beberapa tempat untuk menetapkan kemiripan sifat dalam
golongan. Beberapa kotak juga sengaja dikosongkan karena Mendeleev yakin masih ada unsur
yang belum dikenal karena belum ditemukan. Salah satu unsur baru yang sesuai dengan ramalan
Mendeleev adalah germanium yang sebelumnya diberi nama ekasilikon oleh Mendeleev.
Sistem Periodik Modern dari Hhenry G. Moseley
Pada awal abad 20, setelah penemuan nomor atom, Henry Moseley menunjukkan bahwa urut-
urutan unsur dalam sistem periodik Mendeleev sesuai dengan kenaikan nomor atomnya.
Penempatan telurium (Ar = 128) dan iodin (Ar = 127) yang tidak sesuai dengan keniakan massa
atom relatif, ternyata sesuai dengan kenaikan nomor atomnya (nomor atom Te = 52; I = 53).
Sistem periodik modern disusun berdasarkan hukum periodik modern yang menyatakan bahwa
sifat-sifat unsur merupakan fungsi periodik dari nomor atomya. Artinya, jika unsur-unsur
disusun berdasarkan kenaikan nomor atomnya, maka sifat-sifat tertentu akan berulang secara
periodik. Itu sebabnya tabel unsur-unsur tersebut dinamai Tabel Periodik.
Periode
Lajur-lajur horizontal dalam sistem periodik disebut periode. Sistem periodik modern terdiri atas
7 periode. Jumlah unsur pada setiap periode sebagai berikut.
Periode 1, 2,3 disebut periode pendek karena berisi relatif sedikit unsur, sedangkan periode 4 dan
seterusnya disebut periode panjang.
Golongan
Kolom-kolom vertikal dalam sistem periodik disebut golongan. Penempatan unsur dalam
golongan berdasarkan kemiripan sifat. Sistem periodik modern terdiri atas 18 kolom vertikal.
Ada dua cara penamaan golongan, yaitu:
o Sistem 8 golongan. Menurut cara ini, sistem periodik dibagi menjadi 8 golongan yang
masing-masing terdiri atas golongan utama (golongan A) dan golongan tambahan
(golongan B). Unsur-unsur golongan B disebut juga unsur transisi. Nomor golongan
ditulis dengan angka Romawi. Golongan-golongan B terletak antara golongan IIA dan
IIIA. Golongan VIIIB terdiri atas 3 kolom vertikal.
o Sistem 18 Golongan. Menurut cara ini, sistem periodik dibagi kedalam 18 golongan,
yaitu golongan 1 sampai dengan 18, dimulai dari kolom paling kiri. Unsur-unsur transisi
terletak pada golongan 3-12
Beberapa golongan unsur dalam sistem periodik mempunyai nama khusus, diantaranya:
Unsur Transisi
Unsur-unsur yang terletak pada golongan-golongan B disebut unsur transisi atau unsur peralihan.
Unsur-unsur tersebut merupakan peralihan dari golongan IIA ke golongan IIIA, yaitu unsur-
unsur yang dialihkan hingga ditemukan unsur yang mempunyai kemiripan sifat dengan golongan
IIIA
Dua baris unsur yang ditempatkan dibagian bawah Tabel Periodik disebut unsur transisi dalam,
yaitu terdiri dari:
o Lantanida, yang beranggotakan nomor atom 57-70 (14 unsur). Ke-14 unsur ini
mempunyai sifat yang mirip dengan lantanium (La), sehingga disebut lantanoid atau
lantanida
o Aktinida, yang beranggotakan nomor atom 89-102 (14 unsur). Ke-14 unsur ini sangat
mirip dengan aktinium, sehingga disebut aktinoida atau aktinida
Semua unsur transisi dalam sebenarnya menempati golongan IIIB, yaitu lantanida pada periode
keenam dan aktinida pada periode ketujuh. Jadi, golongan IIIB periode keenam dan periode ke
tujuh, masing-masing berisi 15 unsur.
Hubungan antara letak unsur dalam sistem periodik dengan konfigurasi elektronnya dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Berdasarkan hubungan tersebut, maka letak unsur dalam sistem periodik dapat ditentukan
berdasarkan konfigurasi elektron.
Sifat periodik adalah sifat yang berubah secara beraturan sesuai dengan kenaikan nomor atom,
yaitu dari kiri ke kanan dalam satu periode, atau dari atas ke bawah dalam satu golongan.
Jari-jari Atom
Jari-jari atom adalah jarak dari inti hingga kulit elektron terluar. Besar kecilnya jari-jari atom
terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu jumlah kulit dan muatan inti.
o Untuk unsur-unsur segolongan, semakin banyak kulit atom, semakin besar jari-jarinya.
o Untuk unsur-unsur seperiode, semakin besar muatan inti, maka semakin kuat gaya tarik
inti terhadap elektron, sehingga semakin kecil jari-jarinya
Energi Ionisasi
Energi Ionisasi adalah energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron yang terikat paling
lemah oleh suatu atom atau ion dalam wujud gas.
dalam satu golongan, dari atas ke bawah, energi ionisasi semakin kecil
dalam satu periode, dari kiri ke kanan, energi ionisasi cenderung bertambah
Besar kecilnya energi ionisasi bergantung pada besar gaya tarik inti terhadap elektron kulit
terluar, yaitu elektron yang akan dilepaskan. Semakin kuat gaya tarik inti, semakin besar energi
ionisasi
dalam satu golongan, dari atas ke bawah, jari-jari atom bertambah besar, sehingga gaya tarik
inti terhadap elektron terluar semakin lemah. Oleh karena itu, energi ionisasi berkurang
dalam satu periode, dari kiri ke kanan, jari-jari atom berkurang, sehingga gaya tarik inti terhadap
elektron semakin kuat. Oleh karena itu energi ionisasi bertambah
Afinitas Elektron
Afinitas elektron adalah besarnya energi yang dihasilkan atau dilepaskan apabila suatu atom
menarik sebuah elektron
Dalam satu golongan dari atas ke bawah, afinitas elektron cenderung berkurang
Dalam satu periode dari kiri ke kanan, afinitas elektron cenderung bertambah
Kecuali unsur alkali tanah dan gas mulia, semua unsur golongan utama mempunyai afinitas
elektronn bertanda negatif. Afinitas elektron terbesar dimiliki oleh golongan halogen
Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kecenderungan suatu atom dalam menarik pasangan elektron yang
digunakan bersama dalam membentuk ikatan.
Unsur yang mempunyai energi ionisasi dan afinitas elektron yang besar tentu akan mempunyai
keelektronegatifan yang besar pula.
Sifat logam bergantung pada energi ionisasi. Semakin besar energi ionisasi, semakin sukar bagi
atom untuk melepas elektron, dan semakin berkurang sifat logamnya.
Kereaktifan
Kereaktifan suatu unsur begantung pada kecenderungannya melepas atau menarik elektron. Dari
kiri ke kanan dalam satu periode, mula-mula kereaktifan menurun kemudian bertambah hingga
golongan VIIA.
[tutup]
Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram, dan Telegram
Teori Brønsted–Lowry adalah teori reaksi asam–basa yang diajukan secara terpisah oleh
Johannes Nicolaus Brønsted dan Thomas Martin Lowry pada tahun 1923. Konsep dasar teori ini
adalah bahwa ketika suatu asam dan basa bereaksi satu sama lain, asam akan membentuk basa
konjugatnya, dan basa membentuk asam konjugatnya melalui pertukaran proton (kation
hidrogen, atau H+). Teori ini merupakan generalisasi teori Arrhenius.
Menurut teori Arrhenius, asam didefinisikan sebagai senyawa yang jika terdisosiasi di dalam
larutan akuatik membebaskan H+ (ion hidrogen). Basa didefinisikan sebagai senyawa yang jika
terdisosiasi dalam larutan akuatik membebaskan OH− (ion hidroksida).[1]
Pada tahun 1923, ilmuwan kimia fisik Johannes Nicolaus Brønsted di Denmark dan Thomas
Martin Lowry di Inggris secara terpisah mengusulkan teori yang membawa nama mereka.[2][3][4]
Dalam teori Brønsted–Lowry asam dan basa didefinisikan sesuai dengan cara mereka bereaksi
satu sama lain, yang memungkinkan generalisasi yang lebih luas. Definisi tersebut dinyatakan
dalam persamaan kesetimbangan
Jika asam ditulis sebagai HA, persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
HA + B A− + HB+
Digunakan tanda kesetimbangan, , karena reaksi dapat terjadi bolak-balik. Asam HA, dapat
melepas proton menjadi basa konjugatnya, A−. Sedangkan basa B, dapat menerima proton
menjadi asam konjugatnya, HB+. Reaksi asam-basa pada umumnya berlangsung cepat sehingga
komponen reaksi biasanya berada dalam kesetimbangan dinamis satu sama lain.[5]
Larutan akuatik
Asam asetat, sebuah asam lemah, memberikan sebuah proton (ion hidrogen, berwarna hijau)
kepada air dalam suatu reaksi kesetimbangan untuk menghasilkan ion asetat dan ion hidronium.
Merah: oksigen, hitam: karbon, putih: hidrogen.
Kebalikan dari reaksi asam-basa juga merupakan reaksi asam basa, antara asam konjugat dari
basa dalam reaksi pertama dan basa konjugat dari asamnya. Dari contoh di atas, asetat adalah
basa pada reaksi balik dan ion hidronium adalah suatu asam.
Kekuatan teori Brønsted–Lowry adalah, (kontras dengan teori Arrhenius), tidak perlu suatu asam
terdisosiasi.
Senyawa amfoter
Esensi teori Brønsted–Lowry adalah bahwa asam hanya ada jika dan hanya jika berhubungan
dengan basa, dan sebaliknya. Air bersifat amfoter karena dapat bertindak sebagai sebagai asam
sekaligusa basa. Pada gambar di sebelah kanan, satu molekul H2O bertindak sebagai basa dan
mendapatkan H+ menjadi H3O+ sementara pihak lain bertindak selaku asam dan kehilangan H+
menjadi H3O+ sementara lainnya bertindak selaku asam dan kehilangan H+ dan menjadi OH−.
Larutan non-akuatik
Ion hidrogen, atau ion hidronium adalah suatu asam Brønsted–Lowry dalam larutan akuatik, dan
ion hidroksida adalah suatu basa, berdasarkan reaksi disosiasi sendiri
Dengan demikian, ion amonium, NH+4, memainkan peran yang sama dalam amonia cair seperti
halnya ion hidronium dalam air sedangkan ion amida, NH−2, analog dengan ion hidroksida.
Garam amonium berperilaku sebagai asam, dan amida berperilaku sebagai basa.[7]
Beberapa pelarut non-akuatik dapat berperilaku sebagai basa, yaitu, akseptor proton, dalam
kaitannya dengan asam Brønsted-Lowry.
HA + S A− + SH+
dengan S (dari solvent) adalah molekul pelarut. Pelarut yang paling penting dalam hal ini adalah
dimetilsulfoksida (DMSO), asetonitril (CH3CN), karena pelarut-pelarut ini telah banyak
digunakan untuk menentukan tetapan disosiasi asam molekul organik. Oleh karena DMSO
adalah akseptor proton yang lebih kuat daripada H2O, suatu asam menjadi asam yang lebih kuat
dalam pelarut ini daripada dalam air.[8] Tentu saja, banyak molekul berperilaku sebagai asam
dalam larutan non-akuatik yang perilaku tersebut muncul dalam larutan akuatik. Contoh ekstrim
terjadipada asam karbon, yang mana proton dilepaskan dari ikatan C–H.
Beberapa pelarut non-akuatik dapat berperilaku sebagai asam. Pelarut asam akan meningkatkan
alkalinitas zat yang dilarutkannya. Sebagai contoh CH3C(O)(OH) dikenal sebagai asam asetat
karena perilaku asamnya di dalam air. Namun, ia akan berperilaku sebagai basa dalam hidrogen
klorida cair, pelarut yang jauh lebih asam.[9]
Pada tahun yang sama dengan Brønsted dan Lowry mempublikasikan teori mereka, G.N. Lewis
mengajukan teori alternatif reaksi asam-basa. Teori Lewis berdasarkan pada struktur elektron.
Sebuah basa Lewis didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat melepaskan pasangan
elektron menjadi asam Lewis, senyawa yang dapat menerima pasangan elektron.[10][11] Proposal
Lewis memberikan penjelasan kepada klasifikasi Brønsted-Lowry dalam hal struktur elektron.
Dalam penggambaran ini, baik basa, B, dan basa konjugat, A−, digambarkan membawa pasangan
elektron sunyi dan proton, inilah asam Lewis, dan dapat dipindahkan di antara keduanya.
Lewis menulis "Untuk membatasi gugus asam dari zat-zat yang mengandung hidrogen
pengganggu secara serius dengan pemahaman sistematis kimia seperti pada pembatasan
oksidator dari zat-zat yang mengandung oksigen."[11] Dalam teori Lewis, suatu asam, A, dan
basa, B:, membentuk adduct (produk adisi), AB, yang menggunakan pasangan elektron untuk
membentuk ikatan kovalen datif antara A dan B. Ini dijelaskan dengan pembentukan adduct
H3N-BF3 dari amonia dan boron trifluorida. Sebuah reaksi yang tidak dapat terjadi dalam larutan
akuatik karena boron trifluorida bereaksi hebat dengan air dalam suatu reaksi hidrolisis.
Ilustrasi ini menjelaskan bahwa BF3 adalah suatu asam, baik dalam penggolongan menurut
Lewis maupun Brønsted-Lowry dan menunjukkan adanya konsistensi di antara kedua teori
tersebut.
Dalam kasus ini asam tidak terdisosiasi, basanya, H2O, yang terdisosiasi. Larutan B(OH)3
bersifat asam karena ion hidrogen dibebaskan dalam reaksi ini.
Terdapat bukti kuat bahwa larutan amonia akuatik encer mengandung ion amonium yang dapat
diabaikan
dan bahwa, jika dilarutkan dalam air, fungsi amonia sebagai basa Lewis.[12]
tidak berada dalam jangkauan definisi asam dan basa Brønsted–Lowry. Sebaliknya, MgO adalah
basa dan SiO2 bersifat asam dalam teori Brønsted–Lowry, merujuk pada campurannya dalam air.
Teori Lux-Flood juga mengklasifikasikan magnesium oksida sebagai basa dalam lingkungan
non-akuatik. Klasifikasi ini penting dalam geokimia. Mineral seperti olivin, (Mg,Fe)SiO4
dikelompokkan sebagai ultramafik; olivin adalah suatu senyawa oksida paling dasar, MgO,
dengan oksida asam, silika SiO2.
[tutup]
Ikuti Wikipedia bahasa Indonesia di Facebook, Twitter, Instagram, dan Telegram
pH
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tipe Asam
Tipe Basa
l
b
s
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion
hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara
eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala
absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan
berdasarkan persetujuan internasional.[1]
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen
pada tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa
rujukan mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk powerp[2] (pangkat), yang lainnya
merujuk kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat)[3], dan ada pula yang merujuk
pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang
berargumen bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif"[4].
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan
dengan pH kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada
tujuh dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang
terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran,
pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains
dan teknologi lainnya juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah.
Daftar isi
1 Definisi
o 1.1 pH
o 1.2 p[H]
o 1.3 pOH
2 Lihat pula
3 Referensi
4 Pranala luar
Definisi
pH
pH didefinisikan sebagai minus logaritma dari aktivitas ion hidrogen dalam larutan berpelarut
air.[5] pH merupakan kuantitas tak berdimensi.
dengan aH adalah aktivitas ion hidrogen. Alasan penggunaan definisi ini adalah bahwa aH dapat
diukur secara eksperimental menggunakan elektrode ion selektif yang merespon terhadap
aktivitas ion hidrogen ion. pH umumnya diukur menggunakan elektrode gelas yang mengukur
perbedaan potensial E antara elektrode yang sensitif dengan aktivitas ion hidrogen dengan
elektrode referensi. Perbedaan potensial pada elektrode gelas ini idealnya mengikuti persamaan
Nernst:
dengan E adalah potensial terukur, E0 potensial elektrode standar, R tetapan gas, T temperatur
dalam kelvin, F tetapan Faraday, dan n adalah jumlah elektron yang ditransfer. Potensial
elektrode E berbanding lurus dengan logartima aktivitas ion hidrogen.
Definisi ini pada dasarnya tidak praktis karena aktivitas ion hidrogen merupakan hasil kali dari
konsentrasi dengan koefisien aktivitas. Koefisien aktivitas ion hidrogen tunggal tidak dapat
dihitung secara eksperimen. Untuk mengatasinya, elektrode dikalibrasi dengan larutan yang
aktivitasnya diketahui.
Definisi operasional pH secara resmi didefinisikan oleh Standar Internasional ISO 31-8 sebagai
berikut:[6] Untuk suatu larutan X, pertama-tama ukur gaya elektromotif EX sel galvani
dan kemudian ukur gaya elektromotif ES sel galvani yang berbeda hanya pada penggantian
larutan X yang pHnya tidak diketahui dengan larutan S yang pH-nya (standar) diketahui pH(S).
pH larutan X oleh karenanya
Perbedaan antara pH larutan X dengan pH larutan standar bergantung hanya pada perbedaan dua
potensial yang terukur. Sehingga, pH didapatkan dari pengukuran potensial dengan elektrode
yang dikalibrasikan terhadap satu atau lebih pH standar. Suatu pH meter diatur sedemikiannya
pembacaan meteran untuk suatu larutan standar adalah sama dengan nilai pH(S). Nilai pH(S)
untuk berbagai larutan standar S diberikan oleh rekomendasi IUPAC.[7] Larutan standar yang
digunakan sering kali merupakan larutan penyangga standar. Dalam praktiknya, adalah lebih
baik untuk menggunakan dua atau lebih larutan penyangga standar untuk mengizinkan adanya
penyimpangan kecil dari hukum Nerst ideal pada elektrode sebenarnya. Oleh karena variabel
temperatur muncul pada persamaan di atas, pH suatu larutan bergantung juga pada
temperaturnya.
Pengukuran nilai pH yang sangat rendah, misalnya pada air tambang yang sangat asam,[8]
memerlukan prosedure khusus. Kalibrasi elektrode pada kasus ini dapat digunakan menggunakan
larutan standar asam sulfat pekat yang nilai pH-nya dihitung menggunakan parameter Pitzer
untuk menghitung koefisien aktivitas.[9]
pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam
larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda.
pH superasam biasanya dihitung menggunakan fungsi keasaman Hammett, H0.
Umumnya indikator asam-basa sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah
menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah
Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang
bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas suatu larutan.
p[H]
Menurut definisi asli Sørensen [2], p[H] didefinisikan sebagai minus logaritma konsentrasi ion
hidrogen. Definisi ini telah lama ditinggalkan dan diganti dengan definisi pH. Adalah mungkin
untuk mengukur konsentrasi ion hidrogen secara langsung apabila elektrode yang digunakan
dikalibrasi sesuai dengan konsentrasi ion hidrogen. Salah satu caranya adalah dengan mentitrasi
larutan asam kuat yang konsentrasinya diketahui dengan larutan alkali kuat yang konsentrasinya
juga diketahui pada keberadaan konsentrasi elektrolit latar yang relatif tinggi. Oleh karena
konsentrasi asam dan alkali diketahui, adalah mudah untuk menghitung ion hidrogen sehingga
potensial yang terukur dapat dikorelasikan dengan kosentrasi ion. Kalibrasi ini biasanya
dilakukan menggunakan plot Gran.[10] Kalibrasi ini akan menghasilkan nilai potensial elektrode
standar, E0, dan faktor gradien, f, sehingga persamaan Nerstnya berbentuk
Persamaan ini dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion hidrogen dari pengukuran
eksperimental E. Faktor gradien biasanya lebih kecil sedikit dari satu. Untuk faktor gradien
kurang dari 0,95, ini mengindikasikan bahwa elektrode tidak berfungsi dengan baik. Keberadaan
elektrolit latar menjamin bahwa koefisien aktivitas ion hidrogen secara efektif konstan selama
titrasi. Oleh karena ia konstan, maka nilainya dapat ditentukan sebagai satu dengan menentukan
keadaan standarnya sebagai larutan yang mengandung elektrolit latar. Dengan menggunakan
prosedur ini, aktivitas ion akan sama dengan nilai konsentrasi.
Perbedaan antara p[H] dengan pH biasanya cukup kecil. Dinyatakan bahwa[11] pH = p[H] + 0,04.
Pada praktiknya terminologi p[H] dan pH sering dicampuradukkan dan menyebabkan kerancuan.
pOH
pOH kadang-kadang digunakan sebagai satuan ukuran konsentrasi ion hidroksida OH−. pOH
tidaklah diukur secara independen, namun diturunkan dari pH. Konsentrasi ion hidroksida dalam
air berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen berdasarkan persamaan
[OH−] = KW /[H+]
Sehingga, pada suhu kamar pOH ≈ 14 − pH. Namun hubungan ini tidaklah selalu berlaku pada
Basa
Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah. Kekuatan basa sangat tergantung pada
kemampuan basa tersebut melepaskan ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa
tersebut.
Sifat-sifat Basa
1. Kaustik
2. Rasanya pahit
3. Licin seperti sabun
4. Nilai pH lebih dari 7
5. Mengubah warna lakmus merah menjadi biru
6. Dapat menghantarkan arus listrik
7. Menetralkan asam
8. Menyebabkan pelapukan
Ketika 2 campuran ini dijadikan satu, maka ion H3O+ dan OH− akan bergabung menjadi satu
membentuk air:
Jika jumlah NaOH dan HCl yang dilarutkan sama persis, maka asam dan basa akan tepat
ternetralisasi, sehingga hanya akan terdapat larutan NaCl (atau garam dapur).
Basa kuat
Bagian ini memerlukan pengembangan
Basa kuat adalah jenis senyawa sederhana yang dapat mendeprotonasi asam sangat lemah di
dalam reaksi asam-basa. Contoh paling umum dari basa kuat adalah hidroksida dari logam alkali
dan logam alkali tanah seperti NaOH dan Ca(OH)2.
Kation dari basa kuat di atas terdapat pada grup pertama dan kedua pada daftar periodik (alkali
dan alkali tanah).
Asam dengan pKa lebih dari 13 dianggap sangat lemah, dan basa konjugasinya adalah basa kuat.
Beberapa basa kuat seperti kalsium hidroksida sangat tidak larut dalam air. Hal itu bukan suatu
masalah – kalsium hidroksida tetap terionisasi 100% menjadi ion kalsium dan ion hidroksida.
Kalsium hidroksida tetap dihitung sebagai basa kuat karena kalsium hidroksida 100% terionisasi.
Contoh
Untuk menentukan pH 0.500 mol larutan natrium hidroksida, karena natrium hidroksida bersifat
ionik, tiap mol natrium hidroksida menghasilkan jumlah mol ion hidroksida yang sama dalam
larutan.
Sekarang dapat menggunakan nilai Kw pada suhu larutan. Biasanya menggunakan 1.00 x 10−14
mol2 dm-6.
Hal ini berlaku jika air tersebut murni. Dengan demikian diperoleh nilai konsentrasi ion
hidroksida, sehingga:
Setelah didapatkan nilai [H+], dan kemudian diubah menjadi pH, akan diperoleh pH 13,7.
Basa lemah
Basa lemah adalah larutan basa tidak berubah seluruhnya menjadi ion hidroksida dalam larutan.
Amonia adalah salah satu contoh basa lemah. Sudah sangat jelas amonia tidak mengandung ion
hidroksida, tetapi amonia bereaksi dengan air untuk menghasilkan ion amonium dan ion
hidroksida.
Akan tetapi, reaksi berlangsung reversibel, dan pada setiap saat sekitar 99% amonia tetap ada
sebagai molekul amonia. Hanya sekitar 1% yang menghasilkan ion hidroksida.