Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan hati
yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik
maupun kelainan autoimun. Infeksi yang disebabkan virus, bakteri maupun parasit
merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Virus hepatitis merupakan
penyebab terbanyak dari infeksi tersebut.1
Virus Hepatitis C (VHC) pada dekade tahun 1970-an dikenal sebagai
penyebab kasus hepatitis Non A Non B (NANB) yang merupakan sebagian besar
atau lebih dari 90% kejadian Hepatitis paska transfusi. Saat ini virus hepatitis C
merupakan salah satu penyebab utama penyakit hati kronis. Hanya sekitar 20%-
30% penderita yang terinfeksi Virus hepatitis C sembuh setelah fase akut. Fase
kronis penyakit HCV ini ditandai dengan gejala klinis yang minimal dan apabila
timbul, gejala tersebut ringan dan tidak spesifik seperti rasa lelah, lemah, mual,
nafsu makan turun dan mialgia.1
Pada tahun 1987 Chiron Coperation Emmerville CA, USA bersama
dengan centre for Disease Control (CDC) berhasil melakukan cloning genom
virus hepatitis C. choo (1991) dan Quo (1989) berhasil menemukan teknik
pemeriksaan anti-HCV, yaitu suatu uji yang sensitif dan spesifik terhadap
antibiodi virus pada penderita hepatitis NANB.1
Kemudian secara berturut-turut ditemukan susunan nukleotida yang
lengkap dari genom HCV oleh Choo dkk (1991) dan Han dkk (1991), yaitu isolate
HCV- dan HCV-H di Amerika Serikat. Kato dkk (1990) menemukan isolate
HCVJ, Takamizawa dkk (1991) menemukan isolat HCV-BK, Okamoto dkk
(1990) menemukan isolat HCV-J4 dan HCV-J6 dari jepang, Kremsdorf dkk
(1991) menemukan isolat HCV-E1 dari Pranxis, Fuch dkk (1991) menemukan
isolat HCV-GM 1 dan 2 dari Jerman, sedangkan Chen dkk (1991) menemukan
isolate HCV-T3 dari Taiwan.1
Sampai saat ini telah ditemukan 6 genotip HCV.Masing-masing
genotipmempunyai beberapa subtipe dan masing-masing subtipe mempunyai

1
banyakisolat. Aspek medis dari infeksi HCV terutama adalah resiko terjadinya
sirosishati dan keganasan oleh karena perjalanan penyakitnya adalah infeksi
kronis.1
Pada umumnya infeksi HCV bersifat asimptomatik termasuk pada anak.
Karena tidak ada gejala yang jelas pada infeksi HCV tersebut maka diagnosis
infeksi HCV hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan awal laboratorium dan
uji serologi, dan bila perlu dengan uji molekuler pada pasien dengan risiko tinggi.2

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Istilah “Hepatitis” dipakai untuk semua peradangan pada sel-sel
hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-
obatan (termasuk obat tradisional), konsumsi alkohol, lemak yang
berlebihan dan penyakit autoimun.3
Infeksi virus hepatitis merupakan infeksi sistemik dimana hati
merupakan organ target utama dengan kerusakan yang berupa inflamasi
dan/atau nekrosis hepatosit serta infiltrasi panlobular oleh sel
mononuklear. Dengan kemajuan di bidang biologi molekular, saat ini
identifikasi dan pengertian patogenesis hepatitis virus menjadi lebih
banyak. Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama
infeksi akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E dan G. semuanya memberi
gejala klinis hampir sama, semua infeksi yang disebabkan oleh virus
hepatitis dan berlanjut dalam bentuk subklinis atau penyakit hati yang
progresif dengan komplikasi sirosis atau timbulnya karsinoma
hepatoselular. Virus hepatitis A dan virus hepatitis E tidak menyebabkan
penyakit kronis sedangkan virus hepatitis B, D, dan C dapat
menyebabkaninfeksi kronis.1

B. ETIOLOGI
Infeksi hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang
merupakan RNA beruntai tunggal dari genus Hepacivirus dalam family
Flaviviridae. HCV memiliki diameter 30-60nm dan panjang genom 10kb
yang terdiri dari 3011 asam amino dengan 9033 nukleotida.2

3
Gambar 1. Siklus Hidup Hepatitis C Virus (HCV)4

4
Virus hepatitis C akan berikatan pada reseptor sel hati
kemudianmenembus sel hati. Di dalam sel hati, virus akan melebur.
Lapisan protein virus akan larut dan RNA virus akan dikeluarkan dalam
sel hati. RNA virus membajak sel hati untuk membuat protein virus.Enzim
protease dari virus hepatitis C dan seratan protein menjadi berbagai protein
virus.Selanjutnya ratusan tiruan RNA hepatitis C dibuat oleh enzim
polimerase.Kapsi akan melapisi tiruan RNA hepatitis C untuk membuat
virus baru. Virus yang belum matang menonjol ke dalam kantong diisi
cairan dalamsel. virus hepatitis C yang belum matang dibawa ke
permukaan sel untukdilepaskan dari sel yang terinfeksi.4

C. EPIDEMIOLOGI
1. Prevalensi
Survei epidemiologi memperkirakan terdapatnya 170 juta
pengidapHCV kronis di seluruh dunia.Infeksi virus hepatitis C relatif
jarang terjadi pada anak di dunia barat, bahkan di daerah di mana
prevalensi HCV pada orang dewasa tinggi. Di Italia, pada awal 1990,
sekitar 3,5% dari populasi orang dewasa yang diperkirakan terinfeksi,
diperkirakan mengenai populasi anak 0,3%. Di Amerika Serikat insiden
keseluruhan hepatitis C dilaporkan sebanyak 849 kasus. Prevalensi HCV
pada anak 0,2% dengan umur kurang dari 12 tahun dan 0,4% dengan umur
12-19 tahun. Di pakistan hampir 60-70% pasien dengan penyakit hati
kronik cenderung memiliki anti HCV positif. Di Qatar dari penelitian
tahun 2000-2005 didapatkan 29,4% insiden HCV dari seluruh kelainan
hati. Penelitian pada umumnya populasi anak, tanpa faktor resiko yang
teridentifikasi, dilaporkan prevalensi terendah 0% di Jepang, Taiwan dan
Mesir, 0,4% di Italia dan ) 0,9% di Arab Saudi. Penularan infeksi HCV
pada anak yang utama adalah melalui transfusi darah atau produk darah
yang saat ini bertanggung jawab menyebabkan kasus hepatitis C
kronis.Selain itu infeksi HCV pada anak dapat disebabkan oleh transmisi
perinatal (vertikal). Prevalensi HCV sangat bervariasi.2

5
Epidemiologi HCV masih belum jelas karena lebih dari separuh
jumlah pengidap kronis tidak diketahui dengan jelas darimana sumber
infeksinya.Walaupun dapat mengenai semua umur, tetapi infeksi padaanak
relatif sangat jarang terjadi. Distribusi yang berkaitan dengan umur ini
berhubungan dengan cara penularannya. Penularan melalui transfuse
darah, penggunaan obat-obatan intravena, hemodialisis, tertusuk jarum
suntik, serta dapat melalui transmisi vertikal.2
2. Penularan
Distribusi yang berkaitan erat dengan umur ini, berhubungan erat
dengan carapenularannya. Penularan melalui transfusi darah,
penggunaan obat-obatan intravena, hemodialisis, tertusuk jarum
suntik, tato dan hubungan seksual, lebih banyak terjadi pada orang
dewasa daripada anak-anak.penularan melalui kontak keluarga adalah
rendah. Transmisi vertical saat ini merupakan cara penularan yang
paling sering dijumpai pada anak.
Dibawah ini diuraikan cara penularan virus hepatitis C:
a) Pemaparan terhadap darah dan produk yang berasal dari darah
Cara penularan paling efisien adalah dengan pemaparan langsung
kerusakan kulit dengan darah penderita HCV, misalnya transfusi darah
yang terinfeksi HCV dan produk-produknya, transplantasi organ dari
donor pengidap kronis HCV dan pengguna obat bius dengan suntikan
intravena.1
Di Amerika Serikat sebelum tahun 1986 kejadian hepatitis C paska
transfui berkisar 9% sampai 13%. Dari tahun 1986 sampai 1990,
dengan adanya larangan bagi golongan berisiko tinggi untuk menjadi
donor dan dilakukannya pemeriksaan LFT pada donor, angka tersebut
turun menjadi 1,5%. Dengan adanya pemeriksaananti HCV untuk
skrining donor, angka kejadian hepatitis C paska transfusi menjadi
1,0% pada awalnya dan akhirnya menjadi <0,1%.1
Apabila dengan cara ini masih terjadi infeksi hepatitis C paska
transfusi, hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan

6
pemeriksaan anti HCV generasi kedua untuk mendeteksi anti HCV
pada penderita yang berada dalam masa antara mulai terjadinya
infeksi sampai timbulnya anti HCV (antara 4-6 minggu)1
Pada tahun 1994 di Amerika Serikat terjadi outbreakinfeks HCV
yang disebabkan oleh Intravenous immunoglobulin.Hal serupa juga
terjadi di Eropa.Pada saat ini, semua produkimunoglobulin dengan
standard RNA HCV negatif saja yang boleh beredar di Amerika
Serikat. Cara yang paling aman dalampencegahan penularan melalui
transfusi darah adalah memeriksa sampel darah dengan uji anti HCV
sebelum diberikan kepadapenderita.1
b) Penularan melalui hubungan seksual
Diantara pasangan seksual pengidap HCV kronis yangtidak
mempunyai risiko lain untuk terjadinya infeksi, rata-rata prevalensi
anti HCV adalah 5% (antara 0%-15%). Ada studi yang mendapatkan
hasil bahwa pasangan wanita dari pria pengidap HCV lebih banyak
tertular dibanding apabila yang menderita pengidap kronis adalah
wanitanya.Penularan infeksi HCV juga meningkat dengan
bertambahnya jumlah pasangan hubungan seksual dan tidak
digunakannya kondom. Diago melaporkan angka 11,4% penularan dari
pasangan seksual pengidap HCVV kronis. Kihara mendapatkan
prevalensi yang lebih tinggi pada wanita psk yaitu 11% dibandingkan
masyarakat umum.1
Di Indonesia belum diketahui secara jelas cara penyebaran infeksi
HCV, apakah kontak erat dapat merupakan penyebab penularan selain
transfusi darah, jarum suntik pada pengguna obat bius secara intra
vena, dan hubungan seksual. Sumarto pada penelitian di daerah rural
Tengger tidak mendapatkan anti HCV positif dari 103 orang yang
diteliti.1
c) Penularan vertikal dari ibu ke bayi
Penularan (transmisi) vertikal HCV dari ibu kepadabayinya relatif
lebih jarang terjadi daripada penularan vertical HBV, karena titer HCV

7
secara umum lebih rendah daripada HBV.Penularan vertikal HCV
dapat terjadi pada proses kelahiran, baik pervaginam maupun operasi.
Pecahnya ketuban lebih dari 6 jam merupakan faktor risiko terjadinya
panularan HCV.1
Pada bayi yang lahir dari ibu dengan anti HCV positif, didapatkan
angka 5% (antara3%-6%).Dengan metode polymerasechain reaction
(PCR) untuk mendeteksi adanya RNA HCV tidakmemberi angka yang
lebih tinggi.Bila ibu menderita infeksi HIV bersama dengan infeksi
HCV, maka kemungkinan tertular bagi bayi yang lahir akan lebih besar
yaitu 14% (antara 5%-36%) daripada ibu yang hanya menderita infeksi
HCV saja. Dihipotesiskan bahwa ibu yangmengidap infeksi HIV
mengalami penurunan daya imunitas sehingga mengalami viral load
dari HCV yang lebih tinggi menyebabkan mudahnya penularan secara
vertikal.Tingginya titer RNA HCV mempunyai peranan penting
terhadap terjadinya penularan.Pada Ibu dengan anti HCV positif, tetapi
RNA HCV negatid tidak ditemukan viremia pada bayinya dan tidak
perlu dilakukan pemeriksaan RNA HCV.
Ohto dkk mendapatkan bahwa ibu dengan titer RNA HCV sebesar
106/ml akan menularkan infeksi kepada bayinya. Disamping tingginya
titer RNA HCV, genotip juga diduga mempunyai peranan dalam
penularan vertikal dari ibu ke bayi.Zucati dkk mendapatkan dalam
penelitiannya bahwa hanya ibu yang terinfeksi HCV bergenotip 1b dan
3a yang menularkan infeksi HCV terhadap bayinya.Genotip 3a dan 1b
mempunyai virulensi tinggi dan kurang responsif terhadap pengobatan
dengan interferon.Kemungkinan penularan in-utero dibuktikan dengan
ditemukannya viremia pada bayi baru lahir. Tetapi viremia mungkin
saja tidak terjadi pada waktu lahir, dalam hal ini apabila seorang bayi
dicurigai tertular HCV maka sebaiknya uji anti HCVdilakukan pada
usia 15 bulan dimana antibodi ibu sudah sangat turun. Selain
pemeriksan anti HCV, pemeriksaan fungsi hati juga penting pada bayi
walaupun RNA HCV negatif waktu lahir, tetapi bila terjadi

8
peningkatan hasil uji fungsi hati, yaitu ALT setelah umur 3 bulan,
diduga kuat bahwa bayi tersebut tertular secara perinatal.
Gejala klinis hepatitis akan terlihat pada usia diatas 3 bulan,apabila
bayi berumur 3 bulan sampai 18 bulan tidak terjadi gejala hepatitis,
maka kemungkinan tidak terjadi penularan secara perinatal. Penularan
infeksi HCV melalui air susu ibu (ASI) belum pernah dilaporkan
walaupun anti HCV dan RNA HCV juga ditemukan pada ASI. Angka
penularan HCV dari bayi yang minum ASI sama dengan bayi yang
minum susu botol, sehingga infeksi HCV pada ibu bukan merupakan
kontraindikasi untuk pemberian ASI. Kemungkinan adanya RNA HCV
pada ASI adalah karena terjadinya lecet putting susu sehingga terjadi
occult hemorrhage1
Kemungkinan rendahnya penularan infeksi HCV melalui ASI
dapat dijelaskan sebagai berikut1 :
1. Jumlah RNA HCV pada ASI sangat rendah sehingga tidak terjadi
infeksi
2. Mungkin jumlah yang kecil tersebut dapat dinetralisir pada saluran
cerna
3. Mukosa saluran cerna yang intak mencegah penularan melalui oral
d) Penularan dalam anggota keluarga
Yang dimaksud di sini adalah adanya anggota keluarga
yangmenderita infeksi HCV kronis melalui penularan dengan atau
tanpa hubungan seksual. Tanpa adanya faktor risiko yang lain, nilai
yang didapat berkisar antara 0% - 11% dengan harga rata-rata 4%.
Penularan dari penderita anak kepada saudaranya adalah
rendah.Vignente mendapat angka tidak adanya penularan pada 56
saudaradari 44 penderita anak.Camarero dkk hanya mendapat 1 orang
tertular dari 80 anggota keluarga 27 anak penderita talasemia dengan
infeksi HCV.Di Surabaya, Widawati mendapatkan angka penularan
2,06% pada 97 anggota keluarga dari 34 penderita hepatitis C kronis.

9
Sedangkan Arief mendapatkan angka 0% dari 28 anggota keluarga 6
anak penderita talasemia yang menderita hepatitis C kronis.1

D. PATOGENESIS
HCV mempunyai kemampuan menimbulkan infeksi kronis yang
tergantung pada infeksi non-sitopatik terhadap sel hati dan respons
imunologis dari host.Seperti pada infeksi virus lainnya, eradikasi HCV
melibatkan antibodi penetral terhadap virus yang beredar dalam sirkulasi
dan aktivasi sel T sitotoksik untuk merusak sel yang terinfeksi dan
menghambat replikasi intraselular melalui pelepasan sitokin. HCV dapat
menghindar dari aktivitas antibodi penetral dengan cara mutasi komposisi
antigeniknya. Mekanisme ini dapat menyebabkan efikasi dari antibody
penetral turun. HCV mungkin juga menurunkan respons imun antivirus
dengan cara infeksi langsung pada sel limfoid dan mengganggu produksi
interferon. Kerusakan hepatoseluler masih menjadi pertanyaan.Diduga
terjadi melalui efek sitopatik dengan ditemukannya perubahan
degenerative yang disertai infiltrasi sel radang. Genotip HCV 1b mungkin
lebih bersifat sitopatik daripada genotip yang lain. Mekanisme
sitotoksisitas yang diperantarai sel (cell mediated cytotoxicity) diduga juga
berperan dalam kerusakan sel hati, yang ditunjukkan dengan
ditemukannya sel Tsitotoksik yang bereaksi dengan HLA kelas I dan core
beserta antigen envelope HCV pada serum penderita HCV kronis.Infeksi
HCV jugadihubungkan dengan gangguan imunologis seperti
krioglobulinemia, vaskulitis, glomerulonefritis, artritis dan
tiroiditis.Kejadian ini tergantung pada lamanya stimulasi virus terhadap
sistem imun yang menyebabkan timbulnya reaksi antibodi monoklonal dan
pembentukan kompleks imun dari IgG dan IgM atau karena HCV
langsung menyerang jaringan limfoid.Reaksi ini mungkin juga
menimbulkan limfoma.1
Sitokin berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh dengan
caramembatasi replikasi virus. Hepatitis C lebih resisten terhadap efek

10
hambatan sitokin tersebut sehingga peran sitokin lainnya lebih

nyatamenyebabkan kerusakan hati.

Gambar 2. Patogenesis HCV5

HCV yang masuk kedalam darah akan mencari hepatosit (HCV


hanya bisa berkembang biak di dalam sel hati) dan kemungkinan
selblimfosit B. virus masuk kedalam hepatosit dengan mengikat suatu
reseptorbpermukaan sel yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi
secara jelas, namun protein permukaan sel CD81 adalah suatu HCV
binding protein yang memainkan peranan khusus yang dikenal sebagai
protein E2 menempel pada reseptor site dibagian luar hepatosit. Protein
inti virus inibmenembus dinding sel dimana selaput lemak bergabung
dengan selndinding sel dan selanjutnya akan melingkupi dan menelan
virus sertamembawanya kedalam hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput
virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah virus (virus
uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran dari ribosom hepatosit
dalam membuat bahan –bahan untuk proses reproduksi.5
Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin
proinflamasiseperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel
inflamasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata diruang disse
hati. Sel-sel yang khas ini sebelumnya dalam keadaan tenang kemudian
berproliferasi dan aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang

11
dapatmenghasilkan matrik kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan
aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi.Mekanisme ini
dapat timbul terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak
berhentisehingga semakin lama semakin banyak dan sel hati yang ada
semakin sedikit. Proses ini dapat menimbulkan kerusakan hati lanjut dan
sirosi hati5

E. GAMBARAN KLINIS
1. Hepatitis C akut
Infeksi HCV merupakan 20% bagian dari hepatitis akut di Amerika
Serikat.Perkiraan masa inkubasi sekitar 7 minggu yakni antara 2-30
minggu.Anak maupun dewasa yang terkena infeksi biasanya tidak
menunjukkan gejala dan apabila ada, gejalanya tidak spesifik yaitu
rasa lelah, lemah, anoreksia dan penurunanberat badan.Sehingga dapat
dikatakan bahwa diagnosis hepatitis C pada fase akut sangat
jarang.Pada penderita dewada dengan gejalaklinis, 30% menunjukkan
adanya ikterus.Pada pemeriksaan LFT, nilai ALT dapat meningkat
sampai 10 kali nilai normal.Antibodi terhadap HCV (anti HCV)
mungkin belum terdeteksi dan didapatkan setelah beberapa minggu
atau bulan setelah terjadinya infeksi akut. Kadar transaminasi serum
meningkat selama fase akut, dan pada 40% penderita akan menjadi
normal walaupun tidak berhubungan dengan status virologis. Hanya
15% penderita sembuh secara spontan dengan pembuktian
menggunakan metode PCR, dan 85% akan menjadi kronis. Tidak
seperti HAV maupun HBV, infeksi HCV jarang menyebabkan
kegagalan hati fulminan.1
2. Hepatitis C kronis
Tidak kurang dari 85% penderita hepatitis C akutberkembang
menjadi kronis.Mekanisme mengenai mengapa virus masih tetap ada
atau persisten setelah infeksi akut belum diketahui.Data menunjukkan
adanya diversitas dan kemampuan virus untukmelakukan mutasi

12
secara cepat. Sebagian besar penderita tidak sadar akan penyakitnya,
selain gejala minimal dan tidak spesifik seperti rasa lelah, mual,
mialgia, rasa tidak enak pada perut kanan atas, gatal-gatal dan
penurunan berat badan. Beberapa penderita menunjukkan gejala-gejala
ekstrahepatik yang dapat mengenai organ lain seolah-olah tidak
berhubungan dengan penyakit hati. Gejala ekstrahepatik bisa meliputi
gejala hematologis, autoimun, mata, persendian, kulit, ginjal, paru dan
sistem saraf. Sekitar 30% penderita menunjukkan kadarALT serum
yang normal sedangkan yang lainnya meningkat sekitar 3 kali nilai
normal. Kada bilirubin dan fofatase alkali serum biasanya normal
kecuali pada fase lanjut.1
3. Sirosis hati
Perkembangan dari hepatitis C kronis menjadi sirosisberlangsung
dalam dua atau tiga dekade.Prevalensi terjadinya sirosis pada penderita
hepatitis C kronis bervariasi antara 20% - 30% bahkan ada yang
dilaporkan mencapai 76%.Gejala klinis sangat minimal sampai
timbulnya komplikasi akibat sirosis.Terdapat beberapa faktor prediktif
terjadinya progresifitas penyakit yaitu umur lebih dari 40 tahun saat
terinfeksi, laki-laki, derajat fibrosis pada saat biopsi awal, status
imunologi, ko-infeksi dengan virus hepatotropik lainnya atau dengan
virus HIV, infeksi genotip 1, adanya quasi-species, Overload besi dan
konsumsi alkohol.1
Prognosis penderita sirosis dengan infeksi HCV secara umum
adalah baik sampai terjadinya dekompensasi.Niaderau dkk melalui
studi prospektif terhadap 838 kasus hepatitis C kronis mendapatkan
bahwa apabila terjadi dekompensasi hati, maka memiliki 5-year
survival rate kurang dari 50%.Ini merupakan suatu indikasi untuk
dilakukan transplantasi hati. Dengan adanyaresiko terjadinya
karsinoma hepatoselular, maka secara berkalasetiap 6 bulan perlu
dilakukan USG dan pemeriksaan alfafetoprotein.1
4. Karsinoma hepatoseluler

13
Perkiraan insidens karsinoma hepatoseluler sekitar 0,25-1,2juta
kasus baru setiap tahun, sebagian besar berasal dari penderita dengan
sirosis. Resiko terjadinya karsinoma hepatoselular pada penderita
sirosis karena hepatitis C kronis diperkirakan sekitar 1%-
4%.Perkembangan sejak terjadinya infeksi HCV sampai timbulnya
karsinoma hepatoselular berkisar antara 10-50 tahun.

A. DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting dalam menegakkan
diagnosis banding. Pemeriksaan anti-HCV merupakan pilihan utama alat
diagnostik untuk mendeteksi infeksi Hepatitis C.7
Diagnosis hepatitis C kronik harus dibuktikan dengan keberadaan anti-
HCV dan HCV RNA positif >6 bulan dan atau disertai dengan gejala
penyakit hati kronik.7
Infeksi hepatitis akut dapat dicurigai jika tanda-tanda klinis dan gejala
yang kompatibel dengan hepatitis C akut (alanine aminotransferase>10kali
diatas normal, adanya jaundice) tanpa adanya riwayat penyaki hati kronik
atau penyebab lain dari hepatitis akut, dan/atau jika dalamsumber sekarang
kemungkinan penularan dapat diidentifikasi. Dalam semua kasus, HCV
RNA dapat terdeteksi selama fase akut meskipun kebanyakan jarang
terjadi.7
Pada infeksi HCV kronik pada kebanyakan kasus,
kelainanlaboratorium berupa peningkatan ringan serum ALT, (biasanya
<dari 200IU/L) dan pada sepertiga kasus pemeriksaan tes faal hati bisa
normal.5
Secara garis besar, diagnosis terhadap infeksi HCV dibagi dalam
2golongan besar yaitu :
1. Uji Saring
Uji saring merupakan uji terhadap antibodi.Uji ini mempunyai
beberapa keuntungan yaitu mudah tersedia, mudah dilakukan dan
murah. Negatif palsu didapatkan pada penderita dengan gangguan

14
imunologi yang tidak mampu membentuk antibodi, misalnya pada
penderita transplantasi organ, hemodialisis, penderita HIV dan juga
pada awal perjalanan penyakit dengan adanya window period yakni
belum terbentuknya antibodi.7
Untuk pemeriksaan anti-HCV, tes enzyme immunoassay(EIA)
merupakan pemeriksaan yang mudah dikerjakan dan relative tidak
mahal, dan merupakan tes skrining awal terbaik. Pemeriksaan serologi
untuk mendeteksi anti-HCV dengan menggunakan teknik enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA) atau chemiluminescent
immunoassay (CLIA). Bila didapatkan hasil anti-HCV positif maka
dapat dinyatakan orang tersebut terinfeksi virus Hepatitis-C dan
pemeriksaan selanjutnya yaitu HCV RNA.7
2. Uji konfirmasi
Oleh karen uji saring kurang sensitif dan spesifik, diperlukan uji
konfirmasi walaupun perbaikan pemeriksaan serologis EIA generasi
ketiga dapat menyamai atau tidak memerlukan uji konfirmasi. Tes
konfirmasi digunakan juga pada mereka dengan hasil pemeriksaan
yang rendah tetapi dicurigai tertular HCV seperti pada donor darah.Uji
konfirmasi ini meliputi Recombinant immunoblot assay (RIBA-1,
RIBA-2, RIBA-3), deteksi virologis dan Biopsi hati.
Tes konfirmasi dan genotip rutin dilakukan sebelum memulai
pengobatan dengan obat-obatan anti virus. Pembagianlain untuk
pemeriksaan HCV dapat digolongkan dalam 2 golonganbesar, yaitu
pemeriksaan serologis dan pemeriksaan molekular.
Pemeriksaan serologis dilakukan untuk menemukan antibodi dari
berbagai bagian dari antigen HCV. Juga disebut sebagai diagnosis
serologis utnuk menemukan adanya IgG anti HCV. IgM anti HCV
tidak digunakan secara rutin. Pemeriksaanpaling populer adalah
dengan caraEnzyme Immuni Assays (EIA). EIA generasi pertama
ditujukan untuk menemukan antibody terhadap protein nonstruktural
(C-100) NS-4 dari HCV. EIA generasi kedua merupakan kombinasi

15
antara protein struktural yaitu antigen core atau C-22 dengan protein
nonstruktural dari NS-3 yaitu C-33c dan NS-4 yaitu C-100 dan C5-1-
dengan cara mencari antibodi yang spesifik.EIA generasi kedua jauh
lebih sensitif dan spesifik daripada EIA generasi pertama, dimana
generasi kedua ini dapat menemukan 95% penderita infeksi
HCV.Disamping itu generasi kedua dapat menemukan timbulnya
serokonversi anti HCV dengan lebih cepat yaitu antara 4-6 minggu
paska infeksi.
Pemeriksaan IgM anti HCV kurang bermanfaat karena IgM anti
HCV dari daerah core tidak timbul pada semua penderita hepatitis C
akut, tetapi tetap ada pada penderita hepatitis C kronis.Chey
menemukan adanya IgM anti HCV pada 50% penderita infeksi kronis.
Sedangkan titer IgG anti HCV berhubungan erat dengan viremia,
sehingga mungkin titer IgG tersebut tidak terdapat pada penderita
dengan viremia yang rendah.1
EIA generasi ketiga merupakan peningkatan sensitifitas dari
generasi kedua, sebab selain antibodi terhadap protein yang berasal
dari core, NS-3 dan NS-4 masih ditambah dengan protein rekombinan
dari daerah NS-5.Penggunaan protein daerah NS-5 ini dapat
menyebabkan hasil positif palsu.
Pada pemeriksaan serologis untuk konfirmasi dari EIAadalah
RIBA (recombinan immunoblot assay) yang melakukan deteksi
antibodi monospesifik HCV oleh protein rekombinan yang diikat
lapisan nitroselulosa. Pemeriksaan ini bukan merupakan konfirmasi
yang sebenarnya karena menggunakan antigen yang sama dan dapat
terjadi kesalahan interpretasi dalam pembacaan hasil. RIBA 3
merupakan perbaikan dari RIBA 2 dengan caramengurangi hasil yang
meragukan. Pemeriksaan secara molekular bertujuan untuk
menemukannukleotida virus dan juga dapat untuk melakukan
perhitungan densitas virus.Pemeriksaan ini juga disebut diagnosis
molekular.Ada 4 cara diagnosis molekular terhadap HCV; (1)

16
Polymerasechain reaction (PCR), (2) Nucleic acid sequence
basedamplification (NASBA), (3) Ligase chain reaction (LCR) dan (4)
Branched DNA assay (b DNA assay). PCR, NASBA, dan LCR
merupakan pemeriksaan yang berdasar pada teknik target
amplification, sedangkan branchedDNA assay berdasar pada teknik
signal amplification. Kelebihan lain dari b DNA assay adalah prosedur
ekstraksi RNA yang mudah dilakukan dan seperti deteksi signal pada
ELISA reader, pemeriksaan ini lebih toleran terhadap adanya
kontaminasi.1
Pemeriksaan HCV RNA dengan real time-PCR dapat mendeteksi
keberadaan jumlah virus HCV sampai muatan virus minimal
<50IU/mL atau <15 IU/mL.pemeriksaan tersebut penting untuk
menegakan diagnosis dan pemantauan terapi antivirus.7
Amplifikasi deretan asam nuleotida HCV dengan cara PCR
merupakan cara untuk mendeteksi adanya virus. PCR dapat
mendeteksi adanya RNA HCV pada 1-3 minggu setelah inokulasi
virus, merupakan baku emas untuk diagnosis HCV. Hilangnya RNA
HCV dari serum berhubungan dengan sembuhnya penyakit, sedangkan
adanya viremia yang persisten menunjukkan perjalanan penyakit yang
kronik.1

G. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengeliminasi virus dan
mencegahprogresivitas penyakit menjadi sirosis hepatis maupun
karsinoma hepatoseluler. Saat ini rekomendasi dari FDA adalah
pengobatan dengan kombinasi interferon dan ribafirin.1
Sampai saat ini belum ada laporan yang memadai untuk
pengobatan infeksi HCV akut pada anak. Dari laporan-laporan tersebut
didapatkan sustained virologic response berkisar 33%-45%. Hasil ini
ternyata lebih besar daripada respon terhadap orang dewasa. Kemungkinan
penyebabnya adalah : (1) penyakit masih stadium awal, (2) tidak ada

17
faktor yang memperberat penyakit, dan (3) dosis interferon relatif lebih
tinggi. Atau mungkin karena penelitiannya dalam ruang lingkup yang
sempit dan bukan uji klinis sehingga terjadi artefak statistic.1
Dari saat identifikasi infeksi HCV akut, pasien harus dipantau tiap
4 minggu untuk serokonversi atau terbentuknya HCV RNA viremia. Pada
12 minggu, sekitar 15-30% akan sembuh disertai pembersihan HCV tanpa
pengobatan. Mereka yang tidak sembuh harus segera mendapat pegylated
interferon selama 24 minggu. Oleh karena itu, tatalaksana dapat ditunda
selama 12-16 minggu menunggu terjadinya resolusi spontan terutama
padayang simtomatik.5
Pada pasien genotip IL28B non-CC pemberian antivirus dapatlebih
rendah.Pemberian monoterapi dengan Peg-INF dapat diberikan pada
penatalaksanaan hepatitis C akut. Lama terapi hepatitis C akut pada
genotip 1 dilanjutkan selama 24 minggu dan pada genotip 2 dan 3 selama
12 minggu. Ini akan mencegah terjadinya infeksi HCV kronik pada
kebanyakan pasien.5
Penatalaksanaan hepatitis C lebih tertuju pada hepatitis C
kronik.Umumnya pasien hepatitis C datang berobat sudah dalam fase
kronik.Target terapi antivirus adalah pencapaian SVR, yaitu muatan virus
HCV RNA <50IU/mL atau tetap tidak terdeteksi setelah 24 minggu setelah
pemberian terapi antivirus selesai.Untuk mengetahuinya, dilakukan
pemeriksaan HCV RNA secara berkala. Bila rapid virological
response(RVR) tercapai, yaitu muatan virus HCV RNA <50IU/mL atau
tidakterdeteksi setelah pemberian terapi selama 4 minggu, dapat
diperkirakan 72,5-100% akan tercapai.5
Dosis interferon adalah 3 MU/m2 tiga kali dalam
seminggu.Dosisribavirin adalah 8, 12 atau 15mg/kgBB per hari. Pada
penderita hepatitis C kronis yang mengalami koinfeksi dengan HIV,
konsentrasi virus lebih tinggi dan gambaran histologis cenderung lebih
progresif, maka pemberian pegylated interferon bersama ribavirin
diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik.1

18
Indikasi Kontraindikasi Kontraindikasi
Interferon Ribavirin
Peningkatan Depresi berat Anemia (Hgb <11
AST/LST Dekompensasi hati g/dL)
Ditemukan HCV- Pengguna alkohol Tidak tahan anemia
RNA Leukosit darah <2500/uL,
Fibrosi portal atau Pengguna obat-obatan trombosit <100.000/uL
Inflamasi pada Penyakit autoimun Penyakit jantung
biopsi hati Penyakit penyerta koroner
berat
Diabetes berat Kehamilan
Tidak tahan
Hipertensi berat Kontrasepsi
Adanya gangguan jiwa
yang berat

Penyakit vaskular
perifer
Gagal ginjal
Gout
Hipertiroid
Tabel 1.Indikasi dan Kontraindikasi Pengobatan Hepatitis C Kronis1,8,9

Pilihan Terapi Obat Penjelasan


Interferon tunggal
Interferon alfa-2a Roferon-A Dosis dpt
ditingkatkan
Interferon alfa-2b Intron-A /diperpanjang
Interferon alfa0n1 Wellferon, Induksi
lymphoblastoid IFN
Interferon beta
Interferon Infergen,
alfacon-1 consensus
Ribavirin tunggal IFN
Rebetol Respons biologis
Kombinasi dan
interferon & Rebetron histologis (+),
Ribavirin respon
Pegylated Symmetrel virologis (-)
interferon Flumadin Sustained

19
alfa-2a IL-2, IL-10, IL-12 response
Amantadin;rimant Ursodiol rates sekitar
adin 40%
Recombinant Actigall Terapi utama
interleukins (TA1) Masih diteliti,
Ursodeoxycholic NSAIDs hasil
acid lebih baik
(UDCA) Dalam penelitian
Phlebotomy Dalam
Thymosin alfa-1 penelitian,
Nonsteroidal hasil lebih baik
Kurang baik

Hasil
diperdebatkan
Kurang
memuaskan
Kurang baik
Tabel 2. Evaluasi pada Pengobatan Hepatitis C Kronis1

H. PENCEGAHAN
Tidak seperti HAV atau HBV, dimana imunoglobulin memainkan
peranan penting dalam profilaksis primer, pada HCV belum ditemukan
jenis immunoglobulin yang efektif untuk pencegahan post exposure.
Pembuatan vaksin juga terhambat karena tingginya derajat
diversitasgenetik.1
Sehingga pencegahan dititik beratkan pada1 :
1. Uji saring yang efektif terhadap donor darah, jaringan maupun organ
2. Uji saring terhadao individu yang berada pada daerah
denganprevalensi HCV yang tinggi untuk mencegah penyebaran lebih
lanjut
3. Pendidikan kesehatan pada pekerja yang erat kerjanya dengan darah
dan cairan tubuh

20
WHO merekomendasikan skrining untuk orang-orang
yangberesiko tinggi terinfeksi. Adapun populasi pada peningkatan risiko
infeksi HCV meliputi :6
1. orang yang menyuntikkan narkoba
2. orang yang menggunakan obat intranasal
3. penerima produk darah yang terinfeksi atau prosedur invasif di
fasilitas perawatan kesehatan dengan praktik pengendalian infeksi
yang tidak memadai
4. anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi HCV
5. orang dengan pasangan seksual yang terinfeksi HCV
6. orang dengan infeksi HIV
7. tahanan atau orang yang dipenjara sebelumnya, dan
8. orang yang pernah mimiliki tato atau tindikan. Sekitar 2,3 juta
orang dari perkiraan 36,7 juta yang hidup dengan HIV di seluruh
dunia memiliki bukti serologis dari infeksi HCV masa lalu atau
sekarang.6

I. PROGNOSIS
Dari semua individu dengan infeksi hepatitis C akut, 75-80% akan
berkembang menjadi infeksi kronik.10

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie, M., Soenarto, S.S.Y., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., dan
Mulyani, N.S., 2015. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi: Jilid
1.Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
2. Jurnalis, Y.D., Sayoeti, Y., dan Russelly, A., 2014. Hepatitis C pada Anak.
Jurnal Kesehatan Andalas. FK Unand. Padang
3. Pusat data dan Informasi, 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. Kementrian
Kesehatan RI. Jakarta selatan.
4. FS 670 The AIDS infonet, 2014. Lembar Informasi. Yayasan Spiritia.
Jakarta
5. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), 2013. [artikel umum]
:Hepatitis C. tersedia dari http://hppi-online.org. diakses pada tanggal 30
November 2017
6. WHO: “Hepatitis C” http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fS164/en/
diakses pada tanggal 30 November 2017
7. EASL, 2014. Recommendations on Treatment of Hepatitis C.
EuropeanAssociation for the Study of the Liver. Tersedia
darihttp://files.easl.eu/easl-recommendations-on-treatment-of-hepatitis-C.
diakses pada tanggal 30 November 2017
8. Hepatitis C treatment options for children with hepatitis C updated 2007.
Diunduh dari http://www.pkids.org.
9. Davison SM, Kelly DA. Management strategies for hepatitis C virus
infection in children. Podlatr Drugs 2008:10(6): 357-66.
10. Dienstag J.L., Isselbacher K.J.,Acute Viral Hepatitis. In: Eugene
Braunwauld et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th
Edition,McGraw Hill, 2008

22
23

Anda mungkin juga menyukai