Anda di halaman 1dari 10

HEPATITIS C

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila
inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama kurang dari 6
bulan, dan kronis apabila hepatitis yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan. Keadaan
kronis pada anak-anak lebih sukar dirumuskan karena perjalanan penyakitnya lebih ringan
daripada orang dewasa.1
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV=
Hepatitis C virus).1,

2. ETIOLOGI

Virus hepatitis C adalah adalah virus RNA berkapsul berdiameter 50-60 nm yang
mengandung RNA rantai tunggal yang dapat diproses secara langsung untuk memproduksi
protein-protein virus.1,2,3,4,7 Genom HCV digolongkan dalam Flavivirus bersama-sama
dengan virus hepatitis G, Yellow fever, dan Dengue. Virus ini umumnya masuk kedalam
darah melalui tranfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung masuk
ke sirkulasi darah.1,2,3,4,8

Gambar 1. Model virus Hepatitis C pada manusia

Kecepatan replikasi HCV sangat besar, melebihi HIV maupun HBV. Virus ini bereplikasi
melalui RNA-dependent RNA polimerase yang akan menghasilkan salinan RNA virus tanpa
mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan menghancurkan salinan nukleotida yang
tidak persis sama dengan aslinya).2,3,4,8,9Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak
salinan-salinan RNA HCV yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain
pada pasien yang disebutquasispecies.8 Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe
utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50
subtipenya.1,2,3,4 Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus
dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis
C.1,2,3,4 Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan
penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain
dalam pengobatan.1 Genotipe 1a dan 1b adalah genotipe yang paling sering ditemukan di
Amerika Serikat dan Eropa Barat, diikuti oleh genotipe 2 dan 3. Genotipe lain tampaknya
tidak pernah ditemukan di negara-negara pada kedua kawasan tersebut, tapi banyak
ditemukan di negara atau kawasan lain.1 Genotipe 4 banyak ditemukan di Mesir, genotipe 5
di Afrika Selatan sedangkan genotipe 6 di Asia Tenggara.1 Pengetahuan mengenai genotipe
ini sangat penting karena dapat dipakai untuk memprediksi respon terhadap antivirus
(sustained virological response = SVR) dan menentukan durasi terapi.1 Genotipe 2 dan 3
adalah genotipe yang telah diketahui memiliki respon lebih baik dibandingkan genotipe 1.1
Genotipe tidak akan berubah selama masa infeksi (course of infection) sehingga tidak perlu
pemeriksaan ulangan terhadap genotip. Derajat beratnya penyakit tidak memiliki kaitan
dengan genotipe virus.1

3. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) melaporkan lebih kurang 170 juta jiwa di seluruh dunia
terinfeksi secara kronik oleh hepatitis C (Hepatitis C Virus = HCV).1,7Prevalensi global
infeksi HCV adalah 2,9%.1 Menurut data WHO, angka prevalensi ini amat bervariasi dalam
distribusi secara geografi, dengan seroprevalensi terendah di Eropa sekitar 1% hingga
tertinggi 5,3% di Afrika.1 Prevalensi HCV di Indonesia sangat bervariasi, dikarenakan
geografis negara Indonesia yang sangat luas.1 Hasil pemeriksaan pendahulu anti-HCV pada
donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensinya adalah
antara 3,1%-4%.1 Dengan bantuan Namru-2dimana dimungkinkan untuk pengguna reagen
anti-HCV generasi kedua dan juga bantuan unit PUTD Palang Merah Indonesia, data donor
darah di kota-kota besar menunjukkan prevalensi yang lebih kecil 0,5-3,37% dibandingkan
data yang sebelumnya. 1

4. PATOFISIOLOGI
Jika masuk ke dalam darah maka HCV akan segera mencari hepatosit (sel hati) dan
kemungkinan sel limfosit B. Hanya dalam sel hati HCV bisa berkembang biak. Sulitnya
membiakkan HCV pada kultur, juga tidak adanya model binatang non-primata telah
memperlambat lajunya riset HCV. Namun daur hidup HCV telah dapat dikemukakan seperti
penjelasan dibawah ini:1

Gambar 2. Siklus hidup virus hepatitis C 10


Melalui gambar skematis di atas, proses siklus kehidupan HCV digambarkan secara alur
skematis. 1
1. HCV masuk ke dalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan sel yang
spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun protein permukaan CD8
adalah suatu HCV binding protein yang memainkan peranan dalam masuknya virus. Salah
satu protein khusus virus yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada reseptor site di
bagian luar hepatosit.
2. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel dengan suatu proses kimiawi
dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel dan selanjutnya dinding sel akan
melingkupi dan menelan virus serta membawanya ke dalam hepatosit. Di dalam hepatosit,
selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA virus (virus
uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran bagian dari ribosom hepatosit dalam
membuat bahan-bahan untuk proses reproduksi.
3. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus seperti miliknya sendiri.
Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi
hepatosit yang terinfeksi kemudian menbajak mekanisme sintesis protein hepatosit dalam
memproduksi protein yang dibutuhkannya untuk berfungsi dan berkembang biak.
4. RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk memproduksi masal
poliprotein (proses translasi).
5. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini ada 2 jenis
yaitu protein struktural dan regulatori. Protein regulatori memulai sintesis kopi virus RNA
asli.
6. Sekarang RNA virus mengopi dirinya sendiri dalam jumlah besar (miliaran kali) untuk
menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah bayangan cermin
RNA orisinil dan dinamai RNA negatif. RNA negatif lalu bertindak sebagai cetakan
(template) untuk memproduksi serta RNA positif yang sangat banyak yang merupakan kopi
identik materi genetik virus.
7. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadinya mutasi
genetik yang menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtipe virus hepatitis C. Setiap
kopi virus baru akan berinteraksi dengan protein struktural, yang kemudian akan membentuk
nukleokapsid dan kemudian inti virus baru. Amplop protein kemudian akan melapisi inti
virus baru.
8. Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke pembuluh darah
menembus membran sel.
Keluaran dan derajat keparahan dari infeksi virus hepatitis bergantung pada jenis virus,
jumlah virus dan faktor dari host. 4

5. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis hepatitis virus C dikenal mulai dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang
dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.1,2,3,4
Infeksi Akut
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Hanya 20-
30% kasus yang menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7 8 minggu (berkisar 2 26
minggu) setelah terjadinya paparan.1,4
Infeksi virus hepatitis terbagi 3 fase, yaitu fase prodormal, fase ikterik, dan fase
convalescent. 4 Pada fase prodormal, onset terjadi pada hari 1-14, namun rata-rata timbul
pada hari 5-7 setelah paparan. 4 Keluhan yang sering yaitu malaise, fatique, mual dan
muntah, kehilangan selera makan, low grade fever, flu like symptoms, dan kebanyakan
pasien mengeluh adanya nyeri pada perut kanan atas. 4
Pada fase ikterik, gejala yang sering ditimbulkan yaitu warna kuning pada mukosa sklera
pada awalnya dan berlanjut pada perubahan warna pada kulit.4 Durasi ikterik bervariasi,
biasanya antara 4 hari sampai beberapa bulan, namun rata-rata 2-3 minggu.4Urin menjadi
gelap, feses berwarna seperti dempol (pucat). Selama fase ini, setengah penderita
menunjukkan gejala gatal-gatal. 4
Pada fase convalescent, kebanyakan gejala di atas menghilang (resolve). 4 Ikterik tidak
ditemukan, warna pada kulit, urin dan feses kembali ke warna yang semula. Kembalinya
nafsu makan dan adanya peningkatan berat badan menunjukkan sudah adanya tahap
penyembuhan. 4
Umumnya secara klinik gejala HCV akut lebih ringan daripada hepatitis virus akut lainnya.
Masa inkubasi HCV terletak antara HAV dengan HBV, yaitu sekitar 2 26 minggu, dengan
rata-rata 8 minggu.2 Pada penderita hepatitis akut ditemukan Anti HCV positif pada 75,5%
HNANB pasca-tranfusi, 35% pada HNANB sporadik dan hanya 2,4 pada HBV. Sebagian
besar penderita yang terserang HCV akut akan menjurus menjadi kronis.2
RNA virus hepatitis C dapat terdeteksi sebelum gejala muncul, namun level dari viremia pada
6 bulan pertama dapat dorman dan tidak terdeksi walaupun orang tersebut sedang dalam
infeksi yang persisten. 2,9 Gejala awal yang ditunjukkan tergantung dari usia saat terjadinya
paparan, sistem imun penderita, adanya penyakit hati sebelumnya dan tingkat inokulasi
virus.4,9
Level serum dari enzim hati seperti alanin aminotransferase (ALT) meningkat 10 kali lebih
tinggi dari pada normal, kemudian menurun, dan untuk orang dengan infeksi yang persisten
didapatkan kadar ALT naik turun (fluktuatif).2 Serum bilirubin juga dapat meningkat setelah
beberapa minggu gejala pertama muncul, namun akhirnya kembali ke level yang normal.
Secara garis besar, angka mortalitas pada infeksi akut tergolong rendah. 2

Infeksi kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 90% kasus dan sering kali tidak menimbulkan gejala
apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Adapun kriteria dari hepatitis kronis
adalah naiknya kadar transaminase serum lebih dari 2 kali nilai normal, yang berlangsung
lebih dari 6 bulan. Hilangnya HCV setelah terjadinya hepatitis kronis sangat jarang
terjadi. 4 Jangka waktu dimana berbagai tahap penyakit hati berkembang sangat bervariasi.
Diperlukan waktu 20 30 tahun untuk terjadinya sirosis hati yang sering tejadi pada 15
20% pasien hepatitis C kronis.5 Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati tergantung
beberapa faktor resiko yaitu: asupan alkohol, ko-infeksi dengan virus hepatitis B atau Human
Immunodeficiency Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki, usia tua saat terjadinya infeksi dan
kadar CD4 yang sangat rendah.1,11 Bila telah terjadinya sirosis, maka risiko terjadinya
karsinoma hepatoselular adalah sekitar 1-4% pertahun.1 Karsinoma hepatoseluler dapat
terjadi tanpa diawali dengan sirosis, namun hal ini jarang terjadi.1

Hepatitis C Fulminan
Hepatitis fulminan jarang terjadi. ALT (alanine amino-transferase) meninggi sampai beberapa
kali diatas batas atas normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L.4

Manifestasi Ekstrahepatik
Selain memiliki manifestasi hepatik, ada beberapa manifestasi ektrahepatik HCV yang
penting.1,4
1. Mixed Cryoglobulinaemic vasculitis
Pada 50% pasien HCV umumnya terdeteksi cryoglobulin pada serum darah,
dancryoprecipitates biasanya mengandung sejumlah besar antigen dan antibodi HCV, namun
hanya sebagian kecil pasien (10-15%) yang memiliki gejala. Gejala-gejala biasanya terkait
dengan vaskulitis, yaitu lemah, atralgia dan purpura.
2. Membranoproliferative glomerulonephritis
Pada kasus ini, telah terjadi peranan dari persarafan dan otak sehingga gejala yang timbul
lebih berat.
3. Poliarteritis Nodosa
4. Papular Acrodermatitis (Gianotti syndrome)

6. CARA PENULARAN
Pada umumnya cara penularan HCV adalah parental. Semula penularan HCV dihubungkan
dengan transfusi darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan
bentuk virus dari hepatitis, makin banyak laporan mengenai cara penularan lainnya, yang
umumnya mirip dengan cara penularan HBV, yaitu:3,4
1. Penularan horizontal
Penularan HCV terjadi terutama melalui cara parental, yaitu tranfusi darah atau komponen
produk darah, hemodialisa, dan penyuntikan obat secara intravena.
2.Penularan vertikal
Penularan vertikal adalah penularan dari seseorang ibu pengidap atau penderita Hepatitis C
kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau beberapa saat persalinan
7. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pada hepatitis virus C berdasarkan uji serologi untuk memeriksa
antibodi dan Uji HCV RNA.1,2,3,4
1. Uji serologi
Uji serologi yang berdasarkan pada deteksi antibodi telah membantu mengurangi risiko
infeksi terkait transfusi. Sekali pasien pernah mengalami serokonversi, biasanya hasil
pemeriksaan serologi akan tetap positif, namun kadar antibodi anti-HCV akan menurun
secara gradual sejalan dengan waktu pada sebagian pasien yang infeksinya mengalami reaksi
spontan.1,2,3,4
Antibodi terhadap HCV biasanya dideteksi dengan metode enzyme immunoassayyang sangat
sensitif dan spesifik. Enzyme immunoassay generasi k-3 yang banyak dipergunakan saat ini
mengandung protein core dan protein struktural-struktural yang dapat mendeteksi keberadaan
antibodi dalam waktu 4-10 minggu infeksi. Antibodi anti-HCV masih tetap dapat terdeteksi
selama terapi maupun setelahnya tanpa memandang respon terapi yang telah dialami,
sehingga pemeriksaan anti-HCV tidak perlu dilakukan kembali apabila sudah pernah
dilakukan sebelumnya.1 Uji immunoblot rekombinan (recombinant immunoblot
assay, RIBA) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil uji enzyme immunoassay yang
positif.1 Penggunaan RIBA untuk mengkonfirmasi hasil hanya direkomendasikan untuk
setting populasi low-risk seperti pada bank darah.1Namun dengan tersedianya
metode enzyme immunoassay yang sudah diperbaiki dan uji deteksi RNA yang lebih baik
saat ini, maka konfirmasi denga RIBA telah menjadi kurang diperlukan. 1,2,3,4

2. Uji HCV RNA


HCV RNA dapat terdeteksi dan diukur dengan teknik amplifikasi termasukreverse
transcription polymerase chain reation (RT-PCR). Genotip HCV dapat dinilai dengan analisis
phylogenetic dari rantai nukleotida atau deteksi mutasi point spesifik subtipe pada RT-PCR
amplifikasi RNA. HCV RNA dideteksi dalam waktu 2 minggu infeksi dan juga digunakan
untuk konfirmasi terjadinya infeksi akut. Bagaimanapun uji HCV RNA yang rutin tidak
dianjurkan secara langsung karena standarisasi uji tersebut yang masih rendah. 1,2,3,4

3. Biopsi Hati
Biopsi hati secara umum direkomendasikan untuk penilaian awal seorang pasien dengan
infeksi HCV kronis.1 Biopsi berguna untuk menentukan derajat beratnya penyakit (tingkat
fibrosis) dan menentukan derajat nekrosis dan inflamasi.1 Pemeriksaan ini juga bermanfaat
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab hati yang lain, seperti fitur
alkoholik, non-alcoholic steatohepatits (NASH), hepatitis autoimun, penyakit hati drug-
induced atau overload besi. 1,2,3,4

8. PENATALAKSANAAN
Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting. Persentase yang signifikan
dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan perbaikan
hatinya. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini
mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit
hati.1,9
Pengobatan hepatitis C akut menggunakan IFN (alfa dan beta) dengan dosis 6-10 juta unit
selama 6 bulan dapat memicu normalisasi SGPT dan hilangnya HCV RNA pada sekitar 50%
pasien.1 Berdasarkan studi, dosis dari IFN-, yang tiga kali seminggu, sama dengan mereka
yang menggunakan peg-IFN- selama 24 minggu, telah meningkatkan angka rata-rata SVR
pada hepatitis C akut. Pegylated IFN- lebih diutamakan dibandingkan IFN- konvensional
maupun ribavirin. Penambahan ribavirin dengan IFN- atau peg-IFN- tidak
memperlihatkan angka perbaikan yang nyata dari rata-rata SVR. HCV genotip 2, 3, 4
merespon lebih baik dibandingkan HCV genotip 1 dan waktu pengobatan dapat lebih singkat
hingga 12 minggu dengan menggunakan peg-IFN- pada orang yang terinfeksi HCV genotip
ini. IFN profilaksis tidak dianjurkan pada trauma tusuk karena bagaimanapun angka infeksi
HCV termasuk rendah. Pengobatan pada HCV akut harus ditunda selama 8-16 minggu untuk
melihat adanya resolusi spontan, terutama pada pasien yang memiliki manifestasi
klinis. 9 Pada infeksi akut HCV genotip tipe 1, diberikan terapi selam 24 minggu, sedangkan
pada tipe 2 dan 3 diberikan terapi selama 12 minggu9
Tujuan pengobatan hepatitis C kronik adalah mencegah komplikasi penyakit hati, termasuk
HCC.1,2,3,4 Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan: Umur, jenis kelamin,
genotip virus, jumlah virus, dan stadium fibrosis terutama fibrosis stadium 3 dan 4.9 Pasien
dengan stadium fibrosis F0 (fibrosis tidak ada) dan F1 (fibrosis hepar yang minimal) tidak
memerlukan terapi antiviral keuali pada pasien yang gejala klinisnya berat atau dalam
stadium yang lebih lanjut pada hasil biopsi hatinya dan untuk orang-orang yang sangat
berharap pada pengobatan.9 Untuk semua pasien tersebut, mereka harus diberi informed
consent berupa: 9
1. Perjalanan penyakitnya, terutama tentang kemungkinan terjadinya komplikasi pada hati.
2. Kemanjuran dari pengobatan yang tersedia
3. Biaya pengobatan
4. Efek yang merugikan dari pengobatan dan membutuhkan pemakaian kontrasepsi
berkelanjutan setelah administrasi dari ribavirin.
Berdasarkan penelitian trial and eror, didapatkan angka SVR paling tinggi dicapai dengan
kombinasi peg-IFN- dan ribavirin oral setiap harinya satu kali seminggu selama 1 tahun. 9
Pengobatan HCV kronik adalah dengan menggunakan infterferon alfa dan
ribavirin.1,2,3,4, Umumnya disepakati bila genotipe HCV adalah genotipe 1 dan 4, maka
terapi perlu diberikan selama 48 minggu dan bila genotipe 2 dan 3, terapi cukup diberikan
selama 24 minggu.1,9
1. Interferon alfa
Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan
sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya.2
2. Pegylated interferon alfa
Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut "polyethylene glycol
(PEG)" dengan molekul interferon alfa.2 Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam
tubuh, dan beberapa penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat respon bertahan
terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa.2
3. Ribavirin.
Obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis C
kronis.2 Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi
dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri. Untuk
Interferon alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis
3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. Interferon yang telah diikat dengan poly-ethylen
glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5
ag/kgBB/kali (untuk Peg-Interferon 12 KD) atau 180 ug (untuk PegInterveron 40 KD).
Pemberian Interferon diikuti dengan pemberian Ribavirin dengan dosis pada pasien berat
badan < 50 kg sebesar 800 mg setiap hari, 50 70 kg sebesar 1000 mg setiap hari, dan > 70
kg sebesar 1200 setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian.2
Hati-hati pemberian IFN pada hal-hal di bawah ini: 1
Neutopenia (jumlah netrofil < 1500 sel/uL)
Trombositopenia (jumlah trobosit < 85.000 sel/uL)
Transplantasi organ
Penyakit autoimun
Ditemukannya autoantibodi tyroid
Umur lebih dari 70 tahun
Adapun efek samping yang berkaitan dengan IFN adalah: cytopenia, ganguan fungsi tiroid,
sepresi, irritability, gangguan ingatan dan konsentrasi, gangguan penglihatan, cepat lelah,
nyeri otot, sakit kepala, mual dan muntah, tidak selera makan dan penurunan berat badan,
demam derajat rendah, iritasi kulit, insomnia, pendengaran berkurang, tinitus, fibrosis
interstitial dan penipisan rambut.9
Efek samping yang berkaitan dengan ribavirin: anemia hemolitik, cepat leleah, gatal-gatal,
rash, batuk, faringitis, asam urat dan cacat pada waktu lahir.9
Sangat penting pada pasien yang menggunakan ribavirin untuk memperketat penggunaaan
kontrasepsi selama pengobatan dan setelah 6 bulan setelah akhir pengobatan.9

BAB III
PENUTUP

Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Penyakit Hepatitis C adalah
penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Virus ini
umumnya masuk kedalam darah melalui tranfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan
virus ini langsung masuk ke sirkulasi darah. Manifestasi klinis hepatitis virus C dikenal mulai
dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker
hati. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh sedini
mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman A. Hepatitis C. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi I. Editor: Sulaiman
A, Akbar N, Lesmana LA, Noer S. Pusat Penerbitan Divisi Hepatologi Departemen ilmu
penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2007. 211-235.
2. Thomas DL. Hepatitis C Virus. In: Oxford Textbook of Medicine 4th Edition. Editors:
Warrel DA, Cox TM, Firth JD, Benz AJ. Oxford Press. United State; 2003.
3. Dienstag JL, Isselbacer KJ. Acute Viral Hepatitis. In Harrisons Principles of Internal
Medicine 16thEdition. Editors: Kasper DL, Braunwald E, Anthpny F, Hauser S, Longo D,
Jameson JL. McGraw-Hill Professional. London; 2004.
4. Ghany MG, Liang TJ. Acute Viral Hepatitis. In: Yamadas Textbook of
Gastroenterology 4thEdition. Editors: Yamada T, Alpers DH, Laine L, Kaplowitz N, Owyang
C, Powell DW.Lippincott Williams & Wilkins Publisher. United State; 2003.
5. Hassan A. Virus Hepatitis C pada Penyakit Hati Menahun Pasca Transfusi. 2001 [31
Januari 2010]. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/cdk/files/07VirusHepatitisCTransfusi08.
6. Gani RA. Hepatitis C. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Editor.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I DKK. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2007. 439-442
7. Sujono. Mengenal Hepatitis C Pada Umumnya dan Tinjauan Kejadiannya di Indonesia.
Dalam Buku: Hepatologi. CV Mandar Maju Bandung. Bandung; 2000. 125-132.
8. Mukherjee S. Hepatitis C. 2009 [31 Januari 2010]. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/177792-overview
9. Buggs AM. Viral Hepatitis. 7 Juli 2009 [31 Januari 2010]. Diunduh
dari:http://emedicine.medscape.com/article/775507-overview.html

Anda mungkin juga menyukai