Ayat-Ayat Tentang Sholat
Ayat-Ayat Tentang Sholat
PENDAHULUAN
Rukun Islam kedua setelah ikrar dua kalimat syahadat adalah shalat. Telah
ada kesepakatan (ijma’) dikalangan kaum muslimin terutama para ulamanya
tentang kewajiban shalat lima waktu. Orang yang mengingkari kewajiban shalat,
atau meninggalkannya dengan sengaja secara terus-menerus, dihukumi kafir.
Dalam ajaran Islam, shalat sebagai ibadah yang paling awal disyariatkan
memiliki kedudukan yang paling penting dari lima rukun Islam yang ada. Julukan
“ash-shalatu ‘imad al-din” (shalat adalah tiang agama) yang diberikan Rasulullah
saw. Dalam beberapa sabdanya, mengisyaratkan keunggulan ibadah yang satu ini.
Demikian pula dengan Hadits yang lain yang menyatakan bahwa shalat sebagai
amalan pertama yang akan ditanyakan oleh malaikat di alam akhirat nanti.
Selain itu shalat merupakan satu-satunya ibadah yang paling banyak
disebutkan di dalam al-Quran. Tidak ada ibadah lain yang penyebutannya dalam
al-Quran diulang-ulang sebanyak shalat.
Maka dalam makalah ini pemakalah akan membahas tentang ayat-ayat al-
Quran yang khusus memuat tentang ibadah shalat. Selamat membaca.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Shalat
Shalat ialah berharap hati kepada Allah sebagai ibadah, dalam bentuk
beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan akhiri dengan
salam serta menurut syarat-syarat yang telah ditentukan syara.
Ayat-ayat yang membahas perihal salat dalam al-Qur’an bersifat global,
karena itu kita tidak akan menemukan ayat yang secara rinci menjelaskan teknis
bagaimana mengawali dan mengakhiri shalat. Kita akan menemukan rincian salat
dalam hadits-hadits Nabi saw., seperti
2
1
Al-Hashri, Tafsir Ayat Ahkam, (Dar al-Jayl, Beirut-Lubnan)
2
Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, VOL. 1, vol. 1, Dar (al-Fikr, Beirut-Lubnan), hlm 104
3
Dalam ayat 45, Allah memerintahkan umat manusia supaya
memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, dan
sekaligus mengingatkan bahwa kedua perbuatan tersebut memang sangat
berat bagi kebanyakan orang, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ yaitu
orang-orang yang oleh ayat 46 surah yang sama dinyatakan sebagai orang-
orang yang yakin benar bahwa dirinya akan menjumpai Allah kelak di
alam akhirat. Inilah intisari khusyu’ yang penting diperhatikan, bukan
semata-mata berusaha mengkonsentrasikan seluruh pikiran di saat-saat
menegakkan shalat yang cukup sukar seperti yang umum dikenal banyak
orang.
Sabab Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat 44 surah al-Baqarah
di atas turun berkenaan dengan kasus salah seorang Rahib Yahudi
Madinah yang berkata kepada menantu, kaum kerabat dan saudara
sesusunannya yang telah masuk Islam, seraya berkata, “Tetaplah kamu
kepada agama yang kamu anut” (Islam), dan amalkanlah apa-apa yang
diperintahkan Muhammad, karena perintahnya itu memang benar. Ttetapi,
ia sendiri tidak mau melakukan apa yang dia ucapkan. “Lalu turunlah ayat
“ata’muruna al-nasa bil-birri wa-tansauna anfusakum”dan seterusnya.
Ayat ini pada dasarnya mengingatkan semua umat manusia khususnya
Kaum Muslim agar sekiranya tidak bersikap seperti para Rahib Ahli Kitab.
َالرا ِك ِعين ْ الزكَاةَ َو
َّ ار َكعُوا َم َع َّ َوأَقِي ُموا الberkata Muqatil, firman
َّ ص ََلةَ َوآتُوا
Allah ini ditujukan kepada orang-orang ahli kitab supaya menegakkan
shalat bersama-sama Nabi saw., menunaikan zakat dan rukuk bersama-
sama orang-orang yang rukuki dari umat Nabi Muhammad saw.,3 Allah
swt. Mengkhususkan penyebutan kata rukuk dalam ayat ini, demikian kata
Imam Nawawi al-Bantani, dalam rangka mendorong orang-orang Yahudi
supaya menegakkan shalat secara bersama-sama kaum Muslim. Sebab,
dalam sembahyang mereka tidak dikenal gerakan rukuk.4
3
K. HAL. O. Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul, (Diponegoro, Bandung, 1980), hlm 24; al-
Maraghi, hlm 105.
4
Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Karim, VOL. 1, (al-Haramayn, Sinqafurah), (t.t.), hlm 84.
4
َ ُس ْونَ أ َ ْنف
سكُم َ َّأَتَأ ْ ُم ُرونَ الن, khithab (sasran pembicaraan)
َ اس ِبا ْل ِب ِر َوت َ ْن
ayat ini, paling tidak menurut analisa mufassir, ditujukan kepada ahbar dan
ruhban (para pendeta Yahudi dan Nashrani), yang disinyalir
memerintahkan umatnya supaya berbuat kebajikan, tetapi mereka sendiri
tidak melakukan apa yang mereka ucapkan. Yang dimaksud dengan “al-
nisyan” pada ayat diatas adalah meninggalkan dengan sengaja, bukan
karena sebab lupa atau lainnya.
َ َ َوأ َ ْنت ُ ْم تَتْلُونَ ا ْل ِكت, padahal kamu (tokoh-tokoh ahli kitab) dan pandai
اب
membaca al-Kitab (Taurat dan Injil), dan karenanya kamu tentu
mengetahui persis sebagai kebajikan yang kalian perintahkan
melakukannya kepada para pengikut kalian yang mengetahui. َأَفَ ََل تَ ْع ِقلُون,
yakni apakah kamu tidak menggunakan akal pikiranmu Hai Ahli Kitab?
Perlu diingat disini bahwa, meskipun khitab ayat diatas ditunjukkan
kepada para pendeta (ahbar dan ruhban) Ahli Kitab, namun tidak berarti
ayat ini tidak memberikan sindiran kepada kaum Muslim, terutama yang
mengetahui ajaran-ajaran al-Qur’an. Ayat tersebut menggambarkan betapa
jelek orang-orang yang mengetahui ajaran kitab sucinya, dan
memerintahkan orang lain supaya berbuat kebajikan, sementara dirinya
sendiri tidak mengerjakannya. Orang-orang seperti inilah yang
mendapatkan peringatan keras dari Allah sebagaimana firman Allah:
5
supaya memohon kepada Allah swt, dengan sikap sabar dan shalat. Isim
dhamir (wa innaha) pada ayat ini bisa kembali kepada “ista’inu” dan juga
kepada “ash shalat” atau keduanya, bahkan bisa juga terhadapa semua
urusan. Demikian kata al-Zamakhsyari.
ِ علَى ا ْل َخا
َش ِعين َ يرةٌ إِ ََّّل
َ ِ َوإِنَّ َها لَ َكب, yakni sesungguhnya shalat itu memang terasa
berat untuk mengerjakannya, kecuali bagi orang-orang yang benar berhati
lapang seraya merendahkan dirinya kepada Allah swt, dengan merasa
takut akan siksaanNya yang sangat dahsyat. Mereka itulah yang dimaksud
dengan orang-orang yang khusu’, yaitu orang-orang yang lebih jauh
dikemukakan dalam al-Qur’an sendiri pada ayat-ayat berikutnya:
Tafsir Mufrodat
= ruku’
= sujud
= sembahlah
tuhanmu dan perbuatlah kebajikan
6
Penafsiran Ayat
Dalam surat al-hajj ayat 77 ini, allah memerintahkan kepada umat-Nya
agar melakukan ibadah khusus yaitu shalat, kemudian diteruskan dengan
perintah ibadah dalam konteks bersifat umum, dan lalu diakhiri dengan
perintah yang luas dan lebih umum, yaitu melakukan berbagai kebajikan.
Seolah-olah allah berfirman, jika kamu berkeinginan untuk meraih
kemenangan atu keberuntungan, maka hendaklah kamu tegakkan shalat,
lakukan ibadah hanya kepada allah, dan berbuatkah kebajikan kepada
sesame manusia. Inilah kunci kebahagiaan yang tidak boleh dilupakan.5
Sebab Nuzul
, merupakan orang-orang yang bertawakal
kepada Allah saja. Hatinya tidak bergantung kepada selain-Nya. Karena
hanya Allah saja yang menguasai segala manfaat dan madharat. Dan
tawakal inilah yang menentukan kuat lemahnya iman seorang hamba.
Semakin kuat tawakalnya, semakin kuat pula imannya .
,
merupak gerakan-gerakan yang ada pada shalat. Namun demikian bisa
juga ditafsirkan dengan patuhlah kamu kepada Allah, merendahlah kamu
kepada-Nya dengan bersujud kepada-Nya, tidak selain allah.
, yakni
beribadahlah kamu kepada allah, tuhanmu yang menciptakan jin dan
manusia supaya beribadah kepada-Nya. ibadah yang dimaksud disini
tentulah dalam arti yang luas, tidak terbatas pada ibadah mahdhah seperti
shalat dan puasa, melainkan semua sikap dan tindakan yang diridhai Allah
dan Rasul-Nya.
5
Prof.DR.DRS.H. Muhammad amin suma, Sh.,M.A.,M.M, Tafsir Ahkam Ayat-Ayat
Ibadah, (Tangerang : Lentera Hati, 2016), hlm. 47
7
, yaitu
mengerjakan segenap perbuatan yang vaik, mecakup semua aspek
kebajikan baik yang berhubungan dengan allah (hablun min allah) maupun
yang berhubungan dengan manusia (hablun min an-nas).
3. Q. S. Al-Isra : 78
Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai
gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) shubuh. Sesungguhnya shalat
shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Tafsir Mufradat
َّ دُلُ ْوكُ ال
ش ْمس : Tergelincirnya matahari
س ُق الَّ ْي ِل
َ َغ : Kegelapan malam yang pekat
قُ ْر ٰانُ ْالفَجْ ر : Shalat shubuh
Penafsiran Ayat
Ayat ini menjelaskan tentang waktu-waktu shalat wajib. Tegasnya
dirikanlah sembahyang lima waktu sejak tergelincir matahari yaitu
permulaan waktu zuhur dan matahari itu sesudah tergelincir di tengah hari
dari pertengahan siang akan condong terus ke Barat sampai dia terbenam.
Oleh sebab itu dalam kata “tergelincir matahari” termasuklah Zuhur dan
Ashar, sampai ke gelap gulita malam. Artinya apabila matahari telah
terbenam ke ufuk Barat, datanglah waktu Maghrib. Bertambah matahari
terbenam ke balik bumi hilanglah syafaq yang merah, maka seketika itu
masuklah waktu Isya. 6
6
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura : Kejaya Pnont Pte Ltd, 2007). Hlm 4100
8
Kemudian disebutkanlah Quranul Fajri yang secara harfiah berarti bacaan
di waktu fajar, tetapi karena ayat ini berbicara dalam konteks kewajiban
shalat, maka semua penafsir Sunnah/Syi’ah menyatakan bahwa yang
dimaksud adalah shalat Shubuh. Penggunaan istilah khusus ini untuk
shalat fajar karena ia mempunyai keistimewaan tersendiri, yaitu disaksikan
malaikat.7 Sebagaimana sabda Rasul SAW : “Shalat shubuh itu disaksikan
oleh para malaikat malam dan para malaikat siang” (H.R.Tirmidzi).8
Shalat Shubuh disebut dengan Quranul Fajri karena, di waktu Shubuh
hening pagi itu dianjurkan membaca ayat-ayat Al-Quran agak panjang
dari waktu lain.
Pokok Kandungan Ayat :
Perintah untuk mendirikan shalat lima waktu
Petunjuk waktu-waktu shalat wajib
Informasi bahwa keutamaan shalat shubuh itu disaksikan malaikat
siang dan malaikat malam.
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2001). Hlm 165
8
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Mesir : Mustafa Al-Babi Al-Halabi,
1974). Hlm 161
9
BAB III
KESIMPULAN
Ayat-ayat di atas adalah sebuah perintah bagi seluruh manusia untuk menyembah
Allah ta’ala. Khususnya dengan ibadah shalat. Karena Dialah yang telah
menciptakan manusia. Baik manusia terdahulu ataupun manusia yang akan
datang. Perintah menyembah atau beribadah dalam ayat ini memiliki makna yang
luas, tidak hanya penyembahan dalam arti ibadah mahdhah saja, melainkan ibdah
dalam arti luas. Ayat diatas memiliki korelasi yang kuat dengan tujuan dari
diciptakannya jin dan manusia, yaitu untuk beribdah kepadaNya saja.
Dalam ayat diatas juga terdapat kewajiban untuk beribadah kepadaNya saja.
Karena Alloh adalah Pencipta yang telah memberikan berbagai kenikmatan dan
menciptakan manusia dari ketiadaan, Dia juga telah menciptakan umat-umat
sebelum kita. Nikmat yang diberikannya berupa nikmat yang nyata dan nikmat
yang tidak nampak. Dan menjadikan bumi sebagai tempat tinggal dan tempat
berketurunan, bercocok tanam, berkebun, melakukan perjalanan dari satu tempat
ke tempat yang lainnya serta manfaat bumi lainnya. Dan Dia juga telah
menciptakan langit sebagai sebuah atap bangunan yang telah Dia letakan padanya
matahari, bulan dan bintang.
10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim.
Hamka, Prof. Dr. Buya. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Kejaya Pnont Pte Ltd. 2007
Hashri, al, Ahmad Muhammad. Tafsir Ayat Ahkam. Beirut: Dar al-Jalil. 1991
Ibn Katsir, Abu al-Fida Isma’il al-Jauzi. Al-Tafsir al-Azhim (Tafsir Ibn Katsir).
Jeddah
Maraghi, Mustafa Ahamd. al, Tafsir al-Maraghi. Mesir: Mustafa Al-Babi Al-
Halabi. 1974
11