Anda di halaman 1dari 37

Hubungan Al-Sunnah

dan Al-Qur'an.

Hubungan As-Sunnah dan AlQur'an.

Dalam hubungan dengan Al-Qur'an, maka asSunnah berfungsi sebagai penafsir,


pensyarah,
dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila
disimpulkan tentang fungsi as-Sunnah dalam
hubungan dengan Al-Qur'an itu adalah sebagai
berikut :
Bayan Tafsir, yaitu menerangkan ayat-ayat yang
sangat umum, mujmal dan musytarak. Seperti
hadits : " Shallu kama ro-aitumuni ushalli ".
( Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku
shalat ) adalah merupakan tafsiran daripada ayat
Al-Qur'an yang umum, yaitu : " Aqimush- shalah
", ( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits:

" Shallu kama ro-aitumuni ushalli ". ( Shalatlah


kamu sebagaimana kamu melihatku shalat )
adalah merupakan tafsiran daripada ayat AlQur'an yang umum, yaitu : " Aqimush- shalah ",
( Kerjakan shalat ). Demikian pula hadits: "
Khudzu anni manasikakum " ( Ambillah dariku
perbuatan hajiku ) adalah tafsir dari ayat AlQur'an " Waatimmulhajja " ( Dan
sempurnakanlah hajimu ).
Bayan Taqrir, yaitu as-Sunnah berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan alQur'an. Seperti hadits yang berbunyi : " Shoumu
liru'yatihiwafthiru liru'yatihi " ( Berpuasalah
karena melihat bulan dan berbukalah karena
melihatnya ) adalah memperkokoh ayat AlQur'an dalam surat Al-Baqarah : 185.

Artinya :(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan


Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan
pembeda (antara yang hak dan yang
bathil). Karena itu barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Bayan Taudhih, yaitu menerangkan maksud dan tujuan


sesuatu ayat al-Qur'an, seperti pernyataan Nabi : " Allah
tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik
harta-hartamu yang sudah dizakati ", adalah taudhih
( penjelasan ) terhadap ayat Al-Qur'an dalam surat atTaubah : 34







Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan batil dan mereka

menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.


Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih,
Pada waktu ayat ini turun banyak para sahabat
yang merasa berat untuk melaksanakan
perintah ini, maka mereka bertanya kepada
Nabi yang kemudian dijawab dengan hadits
tersebut

Perbedaan Antara Al-Qur'an dan AlHadits sebagai Sumber Hukum


Sekalipun al-Qur'an dan as-Sunnah / al-Hadits
sama-sama sebagai sumber hukum Islam,
namun diantara keduanya terdapat
perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil.
Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
a. Al-Qur'an nilai kebenarannya adalah qath'I
( absolut ), sedangkan al-Hadits adalah zhanni
( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur'an mesti dijadikan sebagai
pedoman hidup. Tetapi tidak semua hadits mesti
kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab
disamping ada sunnah yang tasyri' ada juga sunnah

yang ghairu tasyri . Disamping ada hadits yang


shahih adapula hadits yang dha,if dan seterusnya.
c. Al-Qur'an sudah pasti otentik lafazh dan
maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur'an berbicara tentang masalahmasalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka
setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak
harus demikian apabila masalah-masalah tersebut
diungkapkan oleh hadits........

Sejarah Singkat Perkembangan


Al-Hadits.

Para ulama membagi perkembangan hadits itu


kepada 7 periode yaitu :
Masa wahyu dan pembentukan hukum ( pada
Zaman Rasul : 13 SH - 11 SH ).
Masa pembatasan riwayat ( masa khulafaurrasyidin : 12-40 H ).
Masa pencarian hadits ( pada masa generasi tabi'in
dan sahabat-sahabat muda : 41 H - akhir abad 1 H ).
Masa pembukuan hadits ( permulaan abad II H ).
Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H
) sampai selesai.
Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV
H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).

Masa pembuatan kitab syarah hadits, kitabkitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi
yang lebih umum ( 656 H dan seterusnya ).

Pada zaman Rasulullah al-Hadits


belum pernah dituliskan sebab :
1. Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali
bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan
beliau sebagai catatan pribadi.
2. Rasulullah berada ditengah-tengah ummat
Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk
dituliskan pada waktu itu.
3. Kemampuan tulis baca di kalangan
sahabat sangat terbatas.

4. Ummat Islam sedang dikonsentrasikan


kepada Al-Qur'an.
5. Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar
biasa dalam menghadapi perjuangan da'wah
yang sangat penting.
Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata alHadits belum sempat dibukukan karena sebabsebab tertentu. Baru pada zaman Umar bin Abdul
Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis
dan membukukan hadits itu. Sebelumnya haditshadits itu hanya disampaikan melalui hafalanhafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama
setelah Nabi wafat dan pada sa'at generasi tabi'in
mencari hadits-hadits itu.

Diantara sahabat-sahabat itu ialah :


Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374
buah. Abdullah bin Umar bin Khattab, meriwayatkan
sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan
sebanyak 2286 buah. Abdullah bin Abbas,
meriwayatkan sebanyak 1160 buah. Aisyah Ummul
Mu'minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir
bin Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah. Abu
Sa'id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.

Kenapa kemudian Hadits Dikodifikasi.


Kodifikasi Hadits itu justru dilatar belakangi
oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan
menyebarluaskan hadits-hadits palsu
dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh

ummat Islam sendiri karena maksudmaksud tertentu, maupun oleh orangorang luar yang sengaja untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Dan
sampai saat ini ternyata masih banyak
hadits-hadits palsu itu bertebaran
dalam beberapa literatur kaum
Muslimin. Di samping itu tidak sedikit
pula kesalahan-kesalahan yang
berkembang dikalangan masyarakat
Islam, berupa anggapan terhadap
pepatah-pepatah dalam bahasa Arab
yang dinilai mereka sebagai hadits.

Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak


bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok
ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh
mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai
ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda Rasul.
Sebab Sabda Rasulullah : " Barangsiapa berdusta atas
namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka ".
Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulamaulama yang saleh, hadits-hadits itu kemudian
sempat dibukukan dalam berbagai macam buku,
serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka
sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang
disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha
mereka belum dapat membendung seluruh usahausaha penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah,
namun mereka telah melahirkan norma-norma dan
pedoman-pedoman khusus untuk mengadakan
seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu
musthalah hadits tersebut.

Sehingga dengan pedoman itu ummat


Islam sekarang pun dapat mengadakan
seleksi-seleksi seperlunya. Nama-nama
Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam
Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini,
Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama
saleh lainnya adalah rentetan nama-nama
yang besar jasanya dalam usaha
penyelamatan hadits-hadits dari kepalsuankepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran
perkembangan hadits dapat kita perhatikan
perkembangan kelahiran kitab-kitab hadits
dan ilmu-ilmu hadits.

Perkembangan Kitab-kitab
Hadits
A. Cara penyusunan kitab-kitab
hadits.

Dalam penyusunan kitab-kitab hadits


para ulama menempuh cara-cara antara
lain :
1. Penyusunan berdasarkan bab-bab fiqhiyah ,
mengumpulkan hadits-hadits yang
berhubungan dengan shalat umpamanya dalam
babush-shalah,hadits-hadits yang berhubungan
dengan masalah wudhu dalam babul-wudhu
dan sebagainya. Cara ini terbagi dua macam :

a. Dengan mengkhususkan hadits-hadits yang


shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari
dan Muslim.
b. Dengan tidak mengkhususkan hadits-hadits yang
shahih ( asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh
oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, dan sebagainya
2. Penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat
yang meriwayatkannya.Cara ini terbagi tiga macam :

Dengan menyusun nama-nama sahabat


berdasarkan abjad.
Dengan menyusun nama-nama sahabat
berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan Banu
Hasyim, kemudian qabilah yang terdekat dengan
Rasulullah.

Dengan menyusun nama-nama sahabat


berdasarkan kronologik masuknya Islam. Mereka
didahulukan sahabat-sahabat yang termasuk assabiqunal
awwalun kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul
Hudaibiyah, kemudian yang turut hijrah dan seterusnya.
Dengan menyusun sebagaimana ketiga dan dibagibagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat,
dan af'alun nabi. Seperti yang ditempuh oleh Ibnu
Hibban dalam shahehnya.

3. Penyusunan berdasarkan abjad-abjad huruf


dari awal matan hadits, seperti yang
ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam
Musnadul Firdausi dan oleh as-Suyuti dalam
Jamiush-Shagir.

B. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke I H.


1. Ash-Shahifah oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh Imam Abdullah bin Amr bin
Ash.
3. Daftar oleh Imam Muhammad bin Muslim ( 50 124 H ).
4. Kutub oleh Imam Abu Bakar bin Hazmin.

Keempat-empatnya tidak sampai ke


tangan kita, jadi hanya berdasarkan
keterangan sejarah saja yang dapat
dipertanggung-jawabkan.

C. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-2 H.

1. Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah anNu'man


( wafat 150 H ).
2. Al-Muwaththa oleh Imam Malik Anas
( 93 - 179 H ).
3. Al-Musnad oleh Muhammad bin Idris asySyafi'I ( 150 - 204 H ).
4. Mukhtaliful Hadits oleh Muh, bin Idris asySyafi'I ( 150 - 204 H ).
5. Al-Musnad oleh Imam Ali Ridha al-Katsin
( 148 - 203 H ).
6. Al-Jami' oleh Abdulrazaq al-Hamam ash
Shan'ani ( wafat 311 H ).
7. Mushannaf oleh Imam Syu'bah bin Jajaj
( 80 - 180 H ).

8.

Mushannaf oleh Imam Laits bin Sa'ud ( 94 175 H ).


9. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin Uyaina ( 107
- 190 H ).
10. as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin Amr alAuza'i ( wafat 157 H ).
11. as-Sunnah oleh Imam Abd bin Zubair b. Isa alAsadi.
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini
tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu
nomor 1 sampai dengan 5.

Al-Qur`an sebagai sumber dan Dalil


Pengertian Al-Qur`an
Secara etimologis, Al-Qur`an adalah
bentuk dari mashdar dari kata qa-ra-a,
artinya: bacaan, berbicara tentang apa
yang tertulis padanya atau melihat dan
menelaah. Kata Qur`an digunakan
dalam arti sebagai nama kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Arti Al-Qur`an secara terminologis


ditemukan dalam bebrapa rumusan
definisi sebagai berikut:
1.

2.

Menurut Syaltut, Al-Qur`an adalah: Lafaz


Arabi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, dinukilkan kepada kita
secara mutawatir.
Al-Syaukani mengartikan Al-Qur`an: Kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, tertulis dalam mushaf,
dinukilkan secara mutawatir.

Definisi ini mengandung beberapa unsur yang


menjelaskan hakikat Al-Qur`an yaitu:
1. Al-Qur`an berbentuk lafaz, mengandung arti
bahwa apa yang disampaikan Allah melalui Jibril
kepada Nabi Muhammad saw dalam bentuk makna
dan dilafazkan oleh nabi dengan ibadahnya sendiri.
2. Al-Qur`an itu adalah berbahasa Arab. Ini
mengandung arti bahwa Al-Qur`an yang
dialihbahasakankepada bahasa lain atau yang
diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah AlQur`an karenanya shalat yang menggunakan
terjemaahan Al-Qur`an tidak sah.
3. Al-Qur`an itu diturunkankepada Nabi Muhammad
saw, ini mengandung arti bahwa wahyu Allah yang
disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu tidaklah
disebut Al-Qur`an , tetapi apa yang dihikayatkan
dalam Al-Qur`an tentang kehidupan dan syariat
yang belaku bagi umat terdahulu adalah Al-Qur`an.

Disamping 3 unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur


sebagai penjelasan tambahan yang ditemukan sebagian
dari beberapa definisi Al-Qur`an diatas, yaitu:

1. Kata-kata mengandung mu`kizat setiap


suratnya, memberi penjelasan bahwa setiap
ayat Al-Qur`an mengandung day mu`jizat
oleh karena itu hadits qudsi atau tafsiran AlQur`an dalam bahasa Arab bukanlah AlQur`an karena tidak mengandung daya
mu`jizat.
2. Kata-kata beribadah membacanya
memberi penjelasan bahwa dengan
membaca Al-Qur`an berarti melakukan
suatu perbuatan ibadah yang berhak
mendapat pahala, karenanya membaca

hadits qudsi yang tidak mengandung daya ibadah


seperti Al-Qur`an tidak dapat disebut Al-Qur`an.
3. Kata-kata tertulis dalam mushaf (dalam definisi
Syaukani dan Sarkhisi), mengandung arti bahwa apa
yagn tidak tertulis dalam mushaf walaupun wahyu
itu diturunkan kepada nabi, umpamanya ayat-ayat
yang telah dinasakhkan, tidak lagi disebut AlQur`an.
Di kalangan ulama ushul seperti istilah masadir al
ahkam, masadir al syariah, masadir al tasyri atau
yang diartikan sumber hukum. Istilah-istilah ini jelas
mengandung makna tempat pengambilan atau
rujukan utama serta merupakan asal sesuatu.
Sedangkan dalil atau yang diistilahkan dengan
adillat al ahkam, ushul al ahkam, asas al tasyri dan
adillat al syari;ah mengacu kepada pengertian
sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk sebagai
alasan dalam menetapkan hukum syara.

Dalam konteks ini Al Quran dan as sunnah adalah merupakan sumber


hukum dan sekaligus menjadi dalil hukum, sedangkan selain dari
keduanya seperti al ijma, al qiyas dan lain-lainnya tidak dapat disebut
sebagai sumber, kecuali hanya sebagai dalil karena ia tidak dapat berdiri
sendiri.

Akan tetapi, dalam perkembangan perkembangan pemikiran


ushul fikih yang terlihat dalam kitab-kitab ushul fikih
kontemporer, istilah sumber hukum dan dalil hukum tidak
dibedakan. Mereka menyatakan bahwa apa yang disebut
dengan dalil hukum adalah mencakup dalil-dalil lain yang
dipergunakan dalam istinbat hukum selain Al Quran dan as
sunnah. Sebab, keduanya merupakan istilah teknis yang yang
dipakai oleh para ulama ushul untuk menyatakan segala
sesuatu yang dijadikan alasan atau dasar dalam istinbat
hukum dan dalam prakteknya mencakup Al Quran, as sunnah
dan dalil-dalil atau sumber-sumber hukum lainnya.

Oleh karena itu, dikalangan ulama ushul masalah


dalil hukum ini terjadi perhatian utama atau
dipandang merupakan sesuatu hal yang sangat
penting ketika mereka berhadapan dengan
persoalan-persoalan yang akan ditetapkan
hukumnya. Dengan demikian setiap ketetapan
hukum tidak akan mempunyai kekuatan hujjah
tanpa didasari oleh pijakan dalil sebagai pendukung
ketetapan tersebut.

2. Otentitas Al-Qur`an

Umat Islam sepakat bahwa kumpulan wahyu


Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, yang disebut Al-Qur`an dan
yang tersirat dalam mushaf, adalah otentik
(semuanya adalah betul-betul dari Allah swt).
Termuat dalam Al-Qur`an. Keotentikan AlQur`an ini dapat dibuktikan dari kehati-hatian
para sahabat nabi dalam memeliharanya
sebelum ia dibukukan dan dikumpulkan.
Begitu pula kehati-hatian para sahabat dalam
membukukan dan menggandakannya.

Sebelum dibukukan, ayat-ayat Al-Qur`an berada


dalam rekaman teliti para sahabat, baik melakukan
hafalan yang kuat dan setia atau melalui tulisan di
tempat yang terpisah. Ia disampaikan dan
disebarluaskan secara periwayatan oleh orang
banyak yang tidak mungkin bersekongkol untuk
berdusta, bentuk periwayatan seperti itu dinamakan
periwayatan secara mutawatir yang menghasilkan
suatu kebenaran-kebenaran yang tidak meragukan.
Oleh karena itu Al-Qur`an di masa Abu Bakar
pembukuannya dilakukan secara teliti dengan
mencocokan tulisan yang ada dengan hafalan para
penghafal, sehingga kuat dugaan bahwa semua
wahyu telah direkam dalam mushaf. Kemudian hasil
pembukuan itu disimpan secara aman di tangan
Abu Bakar, lalu pindah ke tangan Umar Ibn Khattab
dan setelah beliau wafat, pindah ketangan Hafsah
binti Umar (istri nabi).

Terakhir diadakan pentashihan pada

masa Khalifah Usman sehingga


menghasilkan satu naskah otentik yang
disebut mushaf Imam. Salinan dari naskah
(mushaf) itu dikirimkan ke kota-kota besar
lain, sedangkan yang selain itu dibakar.
Mushaf Imam yang dijadikan standard itu
dijadikan rujukan bagi perbanyakan dan
pentashihan berikutnya sehingga
berkembang dalam bentuk aslinya sampai
waktu ini.

Ditinjau dari sudut tempatnya, Al Quran


turun di dua tempat yaitu:
1. Di Mekkah atau yang disebut ayat makkiyah.
Pada umumnya berisikan soal-soal kepercayaan
atau ketuhanan, mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, ayat-ayatnya pendek dan
ditujukan kepada seluruh ummat. Banyaknya
sekitar 2/3 seluruh ayat-ayat Al Quran.
2.Di Madinah atau yang disebut ayat madaniyah.
Ayat-ayatnya panjang, berisikan peraturan
yang mengatur hubungan sesama manusia
mengenai larangan, suruhan, anjuran, hukumhukum dan syariat-syariat, akhlaq, hal-hal
mengenai keluarga, masyarakat,
pemerintahan, perdagangan, hubungan
manusia dengan hewan, tumbuh-tumbuhan,
udara, air dan sebagainya.

Kehujjahan Al Quran dari segi


penjelasannya ada 2 macam:
1.Muhkam yaitu ayat-ayat yang teran artinya,
jelas maksudnya dan tidak mengandung
keraguan
atau pemahaman lain selain
pemahaman yang terdapat pada lafaznya.
2.Mutasyabih yaitu ayat yang tidak jelas
artinya sehingga terbuka kemungkinan
adanya berbagai penafsiran dan
pemahaman yang disebabkan oleh adanya
kata yang memiliki dua arti/maksud, atau
karena penggunaan nama-nama dan kiasankiasan.

Al-Qur`an adalah firman Allah SWT. Kitab suci ini


mengadung pesan samawi yang diperantai oleh
wahyu. Wahyu adalah ilham gaib dari sisi Malakul
Al A`la yang turun kealam materi.
Secara etimologis, Al Quran berasal dari kata
qaraa, yaqrau, qiraaatan atau quraanan yang
berarti mengumpulkan (al jamu) dan
menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta katakata dari satu bagian kebagian lain secara teratur
3. Dikatakan Al Quran karena ia berisikan intisari
dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu
pengetahuan. Allah berfirman :
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (dalam dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu
telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya. (al Qiyamah [75]:17-18).

Hukum yang terdapat dalam Al-Quran


secara garis besar terbagi atas dua, yaitu:
1. Hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan (ibadah).
Ibadah terbagi atas:

Yang bersifat semata-mata ibadah, yaitu


shalat dan puasa.

Yang bersifat harta benda dan hubungan


masyarakat, yaitu zakat.

Yang bersifat badaniyah dan


berhubungan juga dengan masyarakat,
yaitu haji.

2.Hukum-hukum yang mengatur


pergaulan manusia dengan manusia,
yang disebut muamalat. Hukum ini
dibagi empat, yaitu:

Yang berhubungan dengan jihad.

Yang berhubungan dengan rumah tangga.

Yang berhubungan dengan pergaulan hidup


manusia.

Yang berhubungan dengan hukum pidana


(jinayat).

Dalam mengadakan perintah dan


larangan, Al-Quran berpedoman kepada
tiga hal, yaitu:
1. Tidak memberatkan atau
menyusahkan.
2. Tidak memperbanyak tuntutan.
3. Berangsur-angsur dalam
mentasyrikan hukum.

Anda mungkin juga menyukai