Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PARAFIMOSIS

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Perkemihan 2

DISUSUN OLEH:
1. HULATUN NABILA SUBHAN (15.20.057)
2. RATNA SILVITANING A. (15.20.067)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN dan NERS

TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“PARAFIMOSIS”. Makalah ini kami disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Perkemihan 2.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak


kekurangan. Namun demikian, kami berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca dan penulis.

Meski masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat,


khususnya bagi penulis dan kepada para pembaca.

Kepanjen, 30 0ktober 2017

Penyusun

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang
sulkus grandularis hanya dapat dilakukan sekitar 50% anak laki-laki; hal ini
meningkat menjadi 89% pada saat usia 3 tahun. Insidens fimosis adalah
sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai
18 tahun.
Parafimosis harus dianggap sebagai kondisi darurat karena retraksi
prepusium yang terlalu sempit di belakang glans penis ke sulkus glandularis
dapat mengganggu perfusi permukaan prepusium distal dari cincin konstriksi
dan juga pada glans penis dengan risiko terjadinya nekrosis.Fimosis, baik
merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan
kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa
ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang
melingkupi kepala penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce,
preputium, atau foreskin. Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan
luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada
fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis. Kadangkala
perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus
urethra externus) yang terbuka.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui tentang apa yang di maksud parafimosis.
2. Mengetahui penyebab dari ternyadinya parafimosis.
3. Mengetahui tentang patofisiologi parafimosis.
4. Mengetahui manifestasi klinis parafimosis.
5. Mengetahui penatalaksanan parafimosis.

1.3 Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui tentang apa yang di maksud parafimosis.

2
2. Mahasiswa mengetahui tentang penyebab dari terjadinya parafimosis.
3. Mahasiswa mengetahui tentang patofisiologi parafimosis.
4. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis parafimosis.
5. Mahasiswa mengetahui cara mengatasi parafimosis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Parafimosis


Parafimosis adalah keadaan prepusium penis yang di retraksi sampai
sulkus koronarius tidak dapat di kembalikan seperti semula dan menimbulkan
dan jeratan pada penis.
Parafimois adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-
laki dewasa dan anak laki-laki yang belum belum sunat atau tidak disunat.
Parafimosis berarti kulup terjebak di belakang kepala penis dan tidak dapat
ditarik kembali ke posisi normal. Kadang-kadang laki-laki yang tak disunat
kulup mereka tertarik kebelakang saat berhubunga seks, ketika mereka
kencing atau ketika mereka membersihkan penis mereka. Jika kulup yang
tersisa dibelakang kepala penis terlalu panjang, penis emungkinan mengalami
pembengkakan sehingga kulup yang terperangkap dibelakang kepala penis.
Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik kedepan
(distal) atau menutup. Pada keadaan ini glans penis atau batang penis dapat
terjepit oleh preposium yang bengkak. Keadaan ini paling sering oleh
peradangan. Pada parafimosis sebaiknya kita melakukan reduksi sebelum di
sirkumsisi.

2.2 Etiologi Parafimosis


Parafimosis termasuk kondisi yang jarang terjadi. Penyebab yang paling
sering memicu kondisi ini adalah karena lupa mengembalikan posisi kulup
setelah ditarik, lalu dibiarkan untuk waktu yang cukup lama, misalnya
beberapa jam. Di samping itu, ada juga faktor-faktor lain yang berpotensi
menyebabkan parafimosis. Beberapa di antaranya adalah:
1. Mengalami cedera di sekitar alat kelamin.
2. Menderita infeksi.
3. Menarik kulup terlalu berlebihan.
4. Memiliki kulup yang lebih ketat.
5. Menindik penis.

4
6. Menjalani kateter

Parafimosis dapat terjadi setelah pencabutan kulup selama pemeriksaan


penis terperinci, pembersihan penis glans, kateterisasi uretra, atau sistoskopi.
Perkembangan parafimosis setelah kateterisasi tidak jarang terjadi.
Sebelum memasukkan kateter uretra, seorang profesional kesehatan menarik
kulit khatan untuk mempersiapkan dan menginjak penis glans dengan steril.
Kulup yang ditarik bisa ditinggalkan dengan cara itu selama beberapa jam
sampai beberapa hari. Kegagalan untuk mengembalikan kulit khatan ke posisi
asalnya terkadang mengarah pada pengembangan parafimosis.
Penyebab paraphimosis yang lebih tidak biasa adalah sebagai berikut:
1. Self-infliction, seperti menusuk dengan cincin penis ke dalam kelenjar
2. Penempatan manik prabayar
3. Menari erotis
4. Infeksi Plasmodium falciparum
5. Dermatitis kontak (misalnya, dari penerapan jus celadine ke kulup)

2.3 Patofisiologi Parafimosis


Parafimosis terjadi pada pria yang tidak disunat atau sebagian disunat. Ada
beberapa penyebab potensial. Hal ini bisa disebabkan oleh kebersihan yang
buruk, kronis balanitis, atau retraksi paksa kulup tanpa mengembalikannya ke
posisi semula. Penyebab lainnya adalah kateterisasi uretra, sistoskopi, atau
luka yang ditimbulkan sendiri seperti penindikan penis pada kelenjar.
Kulit khatan ditarik menjadi terjebak di balik korona glans. Jaringan kulup
menjadi edematous, menciptakan lingkar konstriksi cincin di sekitar penis.
Penyempitan ini mengganggu aliran darah dan limfatik kelenjar dan kulup,
yang bisa menjadi iskemik. Jika tidak diobati untuk waktu yang lama,
berhari-hari atau minggu bisa terjadi gangren penis dan autoamputasi.

5
2.4 Anatomi Parafimosis

6
2.5 Manifestasi Klinis
a. Udeme pada glans penis
b. Nyeri
c. Jeratan dengan penis
2.6 Penatalaksanaan
Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik
memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara
perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak
berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat
dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi
menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PARAFIMOSIS

3.1 PENGKAJIAN
1. Tanyakan biodata klien.
2. Kaji keadaan umum klien.
3. Kaji penyebab parafimosis, termasuk kongenital atau peradangan.
4. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya:
a. Kaji pola eliminasi BAK:
1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi.
2) Jumlah : Menurun.
3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK.
b. Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih.
c. Kaji perdarahan
d. Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada
5. Dapatkan riwayat kesehatan keluarga
6. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga
7. Kaji pasien saat pra operasi dan post operasi

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran
urinaria.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi yang ditandai dengan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan citra tubuh

3.3 Intervensi
1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran
urinaria.
a. Monitor intake dan out put.
b. Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

8
c. Sediakan perlak dikasur.
d. Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.
e. Jaga privasi untuk eliminasi.
f. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber


informasi yang ditandai dengan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya.
a. Jelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala).
b. Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
c. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan.

3. Harga diri rendah berhubungan dengan citra tubuh


a. Tentukan bagaimana klien merespon reaksi pada penyakitnya.
b. Diskusikan perubahan yang disebabkan ketidaknormalan jika
diperlukan.
c. Monitor apakah pasien bisa melihat perubahan pada bagian tubuh.

3.4 Implementasi
1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.
a. Memonitor intake dan out put.
b. Memonitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
c. Menyediakan perlak dikasur.
d. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.
e. Menjaga privasi untuk eliminasi.
f. Memberikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika
diperlukan.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber


informasi yang ditandai dengan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya.

9
a. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan
gejala).
b. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
c. Mendiskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan.

3. Harga diri rendah berhubungan dengan citra tubuh


a. Menentukan bagaimana klien merespon reaksi pada penyakitnya.
b. Mendiskusikan perubahan yang disebabkan ketidaknormalan jika
diperlukan.
c. Memonitor apakah pasien bisa melihat perubahan pada bagian
tubuh.

3.5 Evaluasi
1. Pasien bisa BAK dengan lancar dan tidak mengalami sakit pada
saat BAK.
2. Pasien sudah mengetahui tentang parafimosis.
3. Pasien sudah mulai menerima keadaannya sekarang.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Parafimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada
laki-laki dan anak laki-laki yang belum atau tidak disunat. Parafimosis berarti
kulup terjebak di belakang kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke
posisi normal.

4.2 SARAN
Dengan adanya makalah dengan kasus parafimosis pada anak, di harapkan
mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian, etiologi dan patofisiolgi serta
mampu memberikan suatu asuhan keperawatan yang benar pada anak yang
menderita parafimosis.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kekurangan untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun
demi sempurnanya makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Jones SA, Flynn RJ. An unusual (and somewhat piercing) cause of paraphimosis.
Br J Urol 1996;78:803-4.

Raman SR, Kate V, Ananthakrishnan N. Coital paraphimosis causing penile


necrosis. Emerg Med J 2008;25:454.

Hayashi Y, Kojima Y, dan Kohri K. Prepuce: Phimosis, paraphimosis, and


Curcumcision. The Scientific World Jurnal. 2011. 11, 239-301

12

Anda mungkin juga menyukai