Historical Cost Fix
Historical Cost Fix
A. Tujuan Akuntansi
Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha, informasi akuntansi mempunyai peran yang
signifikan sebagai sumber informasi tentang sebuah perusahaan.Salah satu alasannya adalah
bentuk badan usaha sebuah bisnis yang besar menyebabkan pemisahan antara kepemilikan dan
pengawasan. Pemisahan ini menjadikan pemilik seperti pihak luar dari sebuah perusahaan yang
memiliki akses terbatas atas informasi-informasi internalnya. Oleh karena itu, akuntabilitas
menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam proses pelaporan.
Tujuan penggunaan historical cost accounting menekankan hubungan “kontrak” antara
perusahaan dan pihak yang menyediakan sumber informasi tersebut. Hal ini membuat manajemen
bertanggung jawab atas penggunaan asset dalam operasi perusahaan dan dampaknya terhadap
nilai bersih asset. Tanggung jawab manajemen tersebut dituangkan dalam bentuk laporan
keuangan.
Kritikus historical cost berpendapat bahwa laporan ekuitas yang hanya memperhatikan
biaya historis saja tanpa memperhatikan perubahan nilai asset dan kewajiban akan menyesatkan
dan menghasilkan kebijakan dividen yang tidak tepat.
Berdasarkan akuntansi konvensional, ‘net worth’ adalah pengukuran yang tidak relevan.
Pemilik perusahaan hanya ingin mengetahui hasil investasi mereka pada perusahaan. Maka dari
itu fungsi akuntan yang paling penting bukanlah menunjukkan ‘net worth’ pemilik melainkan
menunjukkan profit.
Dalam sistem historical cost, isu paling utama berkaitan dengan pengukuran dan pelaporan
profit dalam hubungannya dengan net asset yang digunakan.
Profit dalam metode biaya historis
Dalam pandangan akuntansi tradisional:
a. Income adalah capaian perusahaan selama satu periode.
b. Expense adalah usaha yang dilakukan
c. Profit adalah efektivitas perusahaan sebagai unit operasi.
Hubungan antara perubahan nilai asset dan kewajiban sebagai konsekuensi aktivitas operasi
dijabarkan dalam Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statement
sebagaimana dijelaskan dalam definisi expense dan income berikut:
1. Income adalah kenaikan manfaat ekonomis selama satu periode akuntansi berupa penam-
bahan asset atau menurunnya kewajiban sehingga menghasilkan kenaikan ekuitas.
2. Expense adalah penurunan manfaat ekonomis selama satu periode akuntansi berupa
berkurangnya asset atau bertambahnya kewajiban sehingga menghasilkan penurunan ekuitas.
FASB menyesal pernah menggunakan istilah ‘revenue-expense view’ dan ‘asset-liability view’
karena sekarang istilah tersebut disalahartikan sebagai historical cost accounting dan current value
accounting.
Cost attach theory
Penganut paham ekonomis berargumen bahwa pengukuran suatu biaya dalam akuntansi tidak
selalu tepat, terutama dalam menetukan biaya produksi untuk perusahaan manufaktur. Akuntan
tradisional meyakini bahwa penggunaan historical cost dan pengalokasian nilai dapat diterima
meski biaya penggantiannya naik. Sebagai balasan atas argumen paham ekonomis tersebut,
disusunlah cost attach theory. Dalam teori ini terdapat 2 jenis biaya:
a. Displacement cost (opportunity cost) adalah biaya yang sudah dikorbankan.
b. Embodied cost (absorption cost) adalah biaya yang berkaitan dengan faktor produksi dan
yang harus dilakukan untuk menyediakan input. Dengan kata lain, biaya ini adalah biaya yang
melekat pada sesuatu. Total biaya yang melekat ini tidak merepresentasikan nilai dari sebuah
produk, tapi total usaha yang dilakukan untuk memproduksinya.
Penganut teori akuntansi tradisional sering menyatakan bahwa akuntansi bukanlah sebuah proses
penilaian melainkan pengalokasian biaya. Sementara itu penganut paham ekonomis menolak teori
ini karena mereka hanya meyakini satu jenis biaya saja yaitu opportunity cost.
Flow of cost
Akuntan harus terus melacak aliran biaya, terutama karena adanya cost attach. Akuntan juga harus
menentukan mana biaya yang sudah ‘expired’ untuk ditandingkan dengan income pada income
statement dan mana biaya yang masih belum ‘expired’ untuk dimunculkan pada neraca sebagai
asset. Oleh karena itu, alokasi biaya menjadi kunci utama akuntansi konvensional.
B. Pertahanan Biaya Historis
Penggunaan biaya historis pada akuntansi konvensional telah diserang oleh banyak pihak. Yang
mempertahankan biaya historis menyajikan argumen berikut untuk mendukung posisi mereka:
Walaupun telah lama digunakan dalam praktik akuntansi, akuntansi biaya historis tetap
saja menuai banyak kritikan. Akuntansi biaya historis memang memberikan beberapa manfaat
dalam praktik akuntansi, namun pendekatan ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Kritik atas
akuntansi biaya historis sebagian besar datang dari para pendukung current cost accounting.
Berikut merupakan be-berapa poin kritik terhadap akuntansi biaya historis:
1. Menyediakan informasi dalam rangka melaksanakan fungsi penatagunaan
(stewardship func-tion) manajemen merupakan interprestasi yang terlalu sempit
atas tujuan akuntansi
Dalam akuntansi biaya historis atau akuntansi konvensional, tujuan untuk menyediakan
infor-masi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi diperlukan untuk memberikan
informasi tentang fungsi penatagunaan manajemen (stewardship function). Meskipun bermanfaat,
hal tersebut merupakan interprestasi yang terlalu sempit dalam melihat tujuan akuntansi. Tujuan
utama akuntansi adalah untuk memenuhi kebutuhan para pengguna untuk membuat keputusan.
Investor tidak hanya berkepentingan dalam mengetahui berapa nilai yang mereka investasikan
pada perusahaan, tidak hanya tertarik pada fungsi penatagunaan (stewardship function)
manajemen, namun mereka juga tertarik untuk mengetahui kenaikan atau penurunan nilai
investasi mereka seperti yang tersaji dalam net asset perusahaan. Mereka juga menghendaki untuk
membuat prediksi mengenai arus kas perusahaan di masa depan. Oleh karenanya, penting untuk
menerapkan pendekatan yang melihat ke depan (a forward-looking), yang dapat memberikan
informasi lebih relevan, daripada hanya menyajikan informasi di masa lampau. Semakin terkini
informasi maka semakin objektiflah in-formasi. Oleh karenanya, menggunakan biaya historis
tidaklah logis untuk memenuhi tujuan akuntansi.
Akuntansi biaya historis gagal dalam fungsinya memberikan informasi yang objektif.
Banyak keputusan mengenai pencatatan, pengukuran, dan pelaporan informasi yang jauh dari
objektif dan rentan manipulasi.
2. Akuntansi biaya historis, meskipun bermanfaat, namun tidak cukup untuk
mengevaluasi keputusan bisnis, pernyataan biaya historis mengaitkan pada
barang/jasa (cost attach theory) hanyalah fiksi.
Pendukung akuntansi biaya historis berpendapat bahwa manajer membutuhkan data biaya
his-toris untuk mengevaluasi keputusan masa lalu mereka. Namun, kebenaran suatu keputusan
masa lalu haruslah dipastikan dengan apa yang terjadi di pasar. Suatu penilaian yang pantas atas
kepu-tusan masa lalu memerlukan suatu bagian dari total laba dalam periode yang diberikan antara
laba dari operating activities dan laba dari gain or losses terkait dengan holding asset and liabilities
saat harga berubah. Laba operasi dan holding gain harus dipisahkan ke dalam elemen yang
diperkirakan dan tidak diperkirakan.
Biaya historis mempunyai manfaat, akan tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi keputusan
bisnis. Ketika aset diperoleh, biaya historis adalah tepat karena nilainya mengacu pada kejadian
saat ini (mutakhir). Akan tetapi, segera setelah periode akuisisi lewat, nilai ini tidak lagi mutakhir
dan oleh karenanya tidak lagi logis.
Laba dalam tahun berjalan seharusnya menggambarkan kenaikan bersih dalam nilai modal
pe-rusahaan untuk tahun tersebut. Modal dapat didefinisikan sebagai kemampuan beroperasinya
pe-rusahaan (keampuan perusahaan untuk tetap berproduksi) atau sebagai purchasing power
perus-ahaan (kemampuan perusahaan untuk bertransaksi di pasar). Jika modal merupakan
kemampuan operating perusahaan, maka laba merupakan perubahan dalam kemampuan operating
perusahaan selama suatu periode pelaporan yang merupakan jumlah yang dihasilkan setelah
memelihara modal fisik perusahaan. Informasi ini berguna bagi keputusan yang fokus pada
kemampuan perusahaan untuk menjaga produksi dan untuk bersaing dengan yang lain dalam
industri di masa depan. Jika laba merupakan perubahan dalam kemampuan membeli (puchasing
power), konsep modal yang sedang dipertahankan merupakan modal finansial yang diukur pada
harga saat ini. Sekali lagi, in-formasi ini berguna karena menghasilkan informasi yang
memperhatikan perubahan dalam kapasi-tas perusahaan di masa depan untuk bertransaksi di
pasar.
Sedangkan, laba dalam akuntansi biaya historis tidak memiliki interprestasi prospektif
melainkan restropektif. Modal dianggap sebagai nominal dollar investasi pada perusahaan bukan
daya beli (purchasing power) investasi tersebut. Setelah tahun akuisisi, biaya historis tidak
berhubungan dengan kejadian pada tahun tersebut. Prosedur akuntansi menciptakan fiksi untuk
percaya bahwa biaya historis berhubungan dengan operasi saat ini. Untuk menyandingkan biaya
historis terhadap pendapatan sekarang tidak ada pembagian total laba ke dalam laba operasi dan
holding komponen.
Biaya historis menyajikan laba terlalu tinggi saat harga-harga naik karena mengoffset
biaya his-toris dengan pendapatan sekarang (inflasi). Hal tersebut dapat mengarah pada
pengurangan capital tanpa disadari dimana capital didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan
untuk memproduksi, bertransaksi, atau sebaliknya beroperasi ke masa depan. Angka laba
berdasarkan biaya historis dapat memperdaya manajemen lebih luas lagi bahwa dividen yang
dibayarkan dapat melebihi laba “real” tahunan dan menghilangkan basis modal.
3. Basis biaya historis yaitu going concern tidaklah realistis
Salah satu pembelaan penggunaan biaya historis adalah prinsip going concern dimana
menganggap umur perusahaan adalah tidak dapat ditentukan sehingga ekspektasi normal
mengenai item non moneter akan terpenuhi. Inventori diperkirakan akan terjual, dan non current
asset akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, biaya historis dari aset, atau
bagian yang dialokasikan, merupakan jumlah yang tepat ditandingkan dengan revenue.
Penggunaan non current asset, bukan kemungkinan penjualan atau pembelian, adalah relevan.
Namun, pada kenyataannya tidak ada bisnis yang berlangsung “tidak pasti” ke masa depan. Jadi,
akan lebih beralasan untuk mengasumsikan penghentian daripada keberlangsungan.
4. Penggunaan konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan
ter-percaya.
Konsep penandingan menyatakan bahwa ketika revenue dihasilkan, dan beban yang
timbul da-lam menghasilkan revenue, ditandingkan dengan revenue untuk mendapatkan laba.
Sering, non-current asset digunakan untuk menghasilkan revenue. Misalnya, depresiasi
dibebankan untuk me-nandingkan biaya penggunaan aset dengan revenue yang dihasilkan dari
aset tersebut. Hal ini merupakan teori pengaitan biaya yang menghubungkan biaya historis dengan
nilai dari jasa.
Akuntansi konvensional menekankan pada penentuan apakah biaya dapat dikurangkan
dari revenue pada periode saat ini atau ditangguhkan pada periode mendatang. Keputusan tersebut
berdasarkan pada konsep penandingan. Kritik terhadap biaya historis muncul bahwa penandingan
tidak memerlukan konsep pendapatan untuk berfungsi sebagai dasar untuk penilaian tersebut.
Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, penandingan biaya dan revenue tidak mungkin
dipraktekkan. Penandingan adalah sebuah proses untuk keputusan acak yang harus dibuat
daripada analisis yang konsisten. Hal ini seperti menilai kontes kecantikan dimana juri
memberikan suara berdasarkan penampilan masing-masing kontestan untuk menentukan
pemenang, karena tidak ada aturan penetapan yang dibuat untuk menentukan kecantikan, sama
seperti karena tidak ada yang digunakan untuk menentukan konsep penandingan yang pantas.
Selain itu, konsep penandingan dan alokasi khusus biaya tidak dapat dibenarkan yaitu tidak dapat
diverifikasi dan disanggah. Tidak ada cara untuk memilih metode lain kecuali secara arbitrari.
Konsep penandingan konvensional meletakkan neraca dalam posisi kedua setelah laporan
rugi laba. Karena akuntansi biaya historis lebih memfokuskan pada net profit, maka neraca hanya
dipandang sebagai ringkasan saldo yang dihasilkan setelah menghitung laba. AASB berpendapat
bahwa penggunaan konsep penandingan dapat mengarah pada volatilitas dalam menghasilkan
laporan dan profit smoothing selama periode pelaporan yang berbeda. Penggunaan konsep
penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya. Hal ini membawa pada
kritik bahwa konsep ini bias terhadap neraca dimana laporan rugi laba meletakkan neraca pada
posisi kedua.
5. Akuntansi biaya historis hanya menduga kebutuhan investor yang tertarik pada
analisa pasar bukan intelligent investor yang tertarik pada apa yang sebenarnya
terjadi pada perusahaan
Akuntansi biaya historis yang memfokuskan pada penentuan net profit menyebabkan
penyim-pangan dan penyembunyian atas pengungkapan penting perusahaan. Hal ini dikarenakan
tujuan akuntansi konvensional telah disalah artikan, dimana akuntan terlalu berpandangan sempit
akan kebutuhan investor dan menerima cara lama dalam menganalisis perusahaan dan sahamnya.
Akuntansi konvensional fokus pada memenuhi kebutuhan investor yang tertarik pada analisa
pasar/ psikologi pasar yang tidak menaruh perhatian penuh pada apa yang sebenarnya terjadi pada
pe-rusahaan. Akuntansi konvensional memandang bahwa prosedur mendasar dalam analisis
perus-ahaan, yang menekankan pada profit dan dividen, merupakan pendekatan yang tepat untuk
semua perusahaan. Tetapi pendekatan ini terbatas oleh beberapa alasan. Salah satunya adalah
bahwa neraca tidak melaporkan seluruh asetnya.
Akuntansi seharusnya memberikan informasi untuk investor canggih dan pintar yang
tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan. Investor tertarik pada nilai. Praktek
auntansi konvensional menekankan pada tingkat pengembalian saat ini dibanding profitabilitas
jangka panjang dan investor diasumsikan naif. Hal ini mendorong kretivitas pelaporan keuangan
yang memungkinkan penyimpangan data yang dilaporkan seperti aset dan revenue yang
dilaporkan lebih tinggi atau beban dan kewajiban yang dilaporkan lebih rendah.
6. Munculnya beberapa peraturan, standar akuntansi dan exposure draft yang
menyerang teori akuntansi biaya
Untuk beberapa tahun, telah terjadi perpindahan dari pelaporan dengan akuntansi biaya historis.
Khususnya, beberapa peraturan, standar akuntansi, dan exposure draft diterbitkan oleh Australian
standard yang menandakan berkahirnya pelaporan dengan akuntansi biaya historis. Misalnya,
AASB 1023 General Insurance Contract (Juli 2004) dan IAS 39/AASB 39 Financial Instrument:
Recognition and Measurement (Juli 2004) yang merekomendasikan penggunaan market value
untuk aset, dan beberapa standar lainnya.
AASB menyatakan bahwa pengukuran aset berdasarkan net market value dan
pengukuran kewajiban berdasarkan present value memberikan informasi yang lebih relevan
kepada pengguna mengenai sumber daya perusahaan daripada basis pengukuran dengan
menggunakan biaya histor-is. Hal ini konsisten dengan apa yang disyaratkan dalam kerangka
konseptual yang mana lebih mengedepankan pendekatan yang memandang ke masa mendatang
(forward looking approach) dan karakteristik kualitatif laporan keuangan yang terdapat pada
kerangka konseptual. AASB fokus pada apakah:
laporan keuangan untuk tujuan umum akan memberikan informasi yang memperhatikan
kegunaan pada pengguna untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi
sumber daya yang langka.
laporan disajikan dalam hal mana membantu melaksanakan akuntabilitas manajemen dan
majelis peraturan.
informasi pada laporan adalah relevan, terpercaya, dapat dibandingkan, dan dapat
dipahami.
Menurut Muljono yang dikutip dari Kodrat (http://www.petra.ac.id/~puslit/journals),
kelemahan penggunaan nilai historis, antara lain:
1. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu
pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah
ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut,
2. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga
terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing
yang dikuasai persahaan se-hingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs
yang tepat,
3. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan
mengakibatkan laba di-hitung terlalu besar,
4. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada
asumsi adanya stable monetary unittersebut tidaklah riil apabila diukur dengan
perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung,
5. Perusahaan tidak akan memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya
kanibal-isme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan
pembangian laba yang lebih besar daripada semestinya,
6. Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama
dijumlahkan menjadi satu, dan
7. Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan
apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi adanya
stable monetary unit.