Anda di halaman 1dari 9

PROSES PERSONAL SELLING

Telah diketahui bahwa face-to-face selling merupakan salah satu aspek dalam
personal selling. Berikut ini akan dibahas secara lebih mendalam tentang proses
personal selling. Adapun tahap-tahap yang terdapat dalam proses selling adalah
:

a. Persiapan sebelum Penjualan

Tahap pertama dalam proses personal selling adalah mengadakan persiapan-


persiapan sebelum melakukan penjualan. Di sini, kegiatan yang dilakukan
adalah mempersiapkan tenaga penjualan dengan memberikan pengertian
tentang barang yang dijualnya, pasar yang dituju, dan teknik-teknik penjualan
yang harus dilakukan. Selain itu, mereka juga lebih dulu harus mengetahui
kemungkinan tentang motivasi dan perilaku dalam segmen pasar yang dituju.

b. Penentuan Lokasi Pembeli Potensial

Dengan menggunakan data pembeli yang lalu maupun sekarang, penjual dapat
menentukan karakteristiknya, misalnya lokasi. Oleh karena itu, pada tahap
kedua ini ditentukan lokasi dari segmen pasar yang menjadi sasarannya. Dari
lokasi ini dapatlah dibuat sebuah daftar tentang orang-orang atau perusahaan
yang secara logis merupakan pembeli potensial dari produk yang ditawarkan.
Dari konsumen yang ada dapat pula ditentukan konsumen manakah yang sudah
menggunakan produk-produk saingan.

c. Pendekatan Pendahuluan

Sebelum melakukan penjualan, penjual harus mempelajari semua masalah


tentang individu atau perusahaan yang dapat diharapkan sebagai pembelinya.
Selain itu, perlu juga mengetahui tentang produk atau merk apa yang sedang
mereka gunakan dan bagaimana reaksinya. Berbagai macam informasi perlu
dikumpulkan untuk mendukung penawaran produknya kepada pembeli,
misalnya tentang kebiasaan membeli, kesukaan, dan sebagainya. Semua
kegiatan ini dilakukan sebagai pendekatan pendahuluan terhadap pasarnya.

d. Melakukan Penjualan
Penjualan yang dilakukan bermula dari suatu usaha untuk memikat perhatian
calon konsumen, kemudian diusahakan untuk mengetahui daya tarik mereka.
Dan akhirnya penjual melakukan penjualan produknya kepada pembeli.

5. Pelayanan sesudah Penjualan

Sebenarnya kegiatan penjualan tidak berakhir pada saat pesanan dari pembeli
telah dipenuhi, tetapi masih perlu dilanjutkan dengan memberikan pelayanan
atau servis kepada mereka. Biasanya kegiatan ini dilakukan untuk penjualan
barang-barang industri seperti instalasi, atau barang konsumsi tahan lama
seperti almari es, televise, dan sebagainya. Beberapa pelayanan yang diberikan
oleh penjual sesudah penjualan dilakukan antara lain :

§ Pemberian garansi

§ Pemberian jasa reparasi

§ Latihan tenaga-tenaga operasi dan cara penggunaannya

§ Penghantaran barang ke rumah

Dalam tahap terakhir ini penjual harus berusaha mengatasi berbagai macam
keluhan atau tanggapan yang kurang baik dari pembeli. Pelayanan lain yang
juga perlu diberikan sesudah penjualan adalah memberikan jaminan kepada
pembeli bahwa keputusan yang diambilnya tepat, barang yang dibelinya betul-
betul bermanfaat, dan hasil kerja produk tersebut memuaskan.

Proses Mpenjualan:

Prospecting

Perencanaan sebelum penjualan

Prosentasi penjualan

Mengatasi keberatan prospek

Menutup penjualan
TUJUH S’ MANAJEMEN PENJUALAN Tiga S Keras

• Strategi:
kebutuhan-kebutuhan (jalur tindakan, manajemen waktu, alokasi sumber daya)
untuk mencapai tujuan/sasaran

• Struktur:
metode organisasi (sentralisasi atau desentralisasi)

• Sistem:
prosedur, rutinitas, rapat, kebijakan, keluhan, dan penggajian

8. ‘TUJUH S’ MANAJEMEN PENJUALAN


Empat S Lunak

• Staf:
demografi golongan karyawan penting

• Style (gaya):
karakter manajer kunci dalam konteks kultur perusahaan

• Skill (keterampilan):
pelatihan memadai untuk penugasan lebih lanjut

• Superordinate (bersifat agung):


konsep motivasi dalam organisasi penjualan

Tradisionalis (lahir setelah 1920)


Penulis tidak lagi menemukan Generasi Tradisionalis masih aktif di tempat
kerja. Generasi ini adalah para kakek nenek kita yang besar pada jaman revolusi
kemerdekaan. Ini berarti Generasi tradisionalis masih sangat dipengaruhi oleh
struktur sosial yang kental dengan dengan nuansa feodalisme dan kolonialisme
jaman penjajahan.

Generasi Tradisionalis memiliki gaya yang sangat hirearkis. Apa yang


diperintahkan atasan wajib dilakukan tanpa pertanyaan. Dalam situasi sosial
akan sangat jelas terlihat perbedaan antara yang mana atasan dan bawahan.

Komunikasi antara atasan dan bawahan umumnya kaku dan sangat satu arah.
Konsep pemberianfeedback (umpan balik) adalah sesuatu yang masih
asing. Berbeda di Jaman sekarang dimana atasan dan bawahan bisa sangat
terbuka dalam memberikan kritik dan saran.

Terlepas dari semua keunikan mereka, rasa hormat yang mendalam perlu kita
sampaikan mengingat tanpa perjuangan mereka bisa jadi Undang Undang
Ketenagakerjaan yang kita pakai sekarang adalah Undang Undang Belanda /
Jepang. Semoga amal kebaikan mereka diterima disisi Nya. Amin.

Baby Boomers (lahir setelah 1940)

Mereka yang lahir sekitar tahun 1940 -1960 disebut sebagai Baby Boomers.
Istilah ‘Baby Boomers’ muncul karena generasi ini tumbuh di masa ledakan
penduduk yang terjadi pasca perang dunia kedua.

Salah satu karakteristik yang khas dari generasi Boomers adalah mereka sangat
mengedepankan nilai disiplin, keseriusan, dan bekerja keras. Hal ini
disebabkan karena mereka adalah generasi yang membangun kembali roda
perekonomian pasca peperangan.

Sangat mungkin sebagian Boomers memiliki bias ketika melihat generasi


mudah jaman sekarang (khususnya Gen Y), yang dianggap kurang serius,
terlalu santai dan kurang berkomitmen terhadap perusahaan. Bias ini umumnya
terjadi karena berkaca pada pengalaman mereka dahulu ketika masuk dunia
kerja. Pada jaman pasca kemerdakaan dulu segala fasilitas dan infrastruktur
masih penuh keterbatasan. sehingga kedisiplanan, keseriusan, dan kerja keras
adalah suatu keharusan yang tidak bisa dihindari.
Bagi para Gen Y yang memiliki atasan Baby Boomers, bila Anda
merasa mereka sangat terganggu dengan keseriusan dan kedisiplinan para
Boomers, berusahalah memahami. Mereka besar dan tumbuh dijaman ketika
butuh uang kiriman dari orang tua harus menunggu wesel yang datang sebulan
sekali, bukan transfer online banking yang instan seperti sekarang. Mengambil
uangnya pun bukan di ATM terdekat seperti sekarang namun di kantor pos, dan
kalau orang tua lupa transfer tidak mudah mengingatkannya dengan SMS
seperti sekarang, kalau tidak punya telepon dirumah ya harus telegram. Nah,
Gen Y tahu telegram?

Bagi para Boomers yang memiliki bawahan Gen Y, tambahkan sedikit


kesabaran Anda. Mereka besar dan tumbuh di periode yang infrastruktur jauh
lebih modern daripada Anda, dan hal ini berarti mereka memiliki kelebihan
yang tidak Anda miliki. Apa kelebihan mereka akan Penulis bahas pada bagian
Gen Y dalam tulisan ini.

Hal menarik lain dari generasi Boomers adalah konsep ‘Loyalitas Pada
Perusahaan’ yang cenderung lebih mendalam dibandingkan generasi yang lebih
muda. Rata-rata masa kerja mereka di suatu perusahaan bisa belasan hingga
puluhan tahun.

Mereka terkadang cukup tercekam melihat bagaimana generasi yang lebih muda
berani dan dengan mudahnya lompat pekerjaan dari satu perusahaan ke
perusahaan lainnya. Salah satu penyebab hal ini adalah kecenderungan dari
perusahaan pada generasi Boomers untuk menerapkan kebijakan kepegawaian
seumur hidup, hal ini didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung
stabil pada jaman mereka. Selain itu informasi yang dimiliki Boomers tentang
kesempatan kerja tidak terdistribusi dan didapatkan secara semudah seperti
pada jaman sekarang (melalu web karir, jobsdb, linkedin, dll). Hal inilah yang
kemudian cenderung mendorong Boomers untuk tetap tinggal di perusahaan.

Perhatikan baik-baik, para Boomers saat ini umumnya mengisi posisi puncak
di perusahaan Anda, dan secara bergelombang mereka akan memasuki usia
pensiun. Sangat penting bagi Anda untuk memastikan regenerasi terjadi dengan
lancar. Boomers memiliki keunggulan yang tidak dimiliki generasi sekarang.
Mereka memiliki pengalaman bertahun-tahun mengelola naik turunnya
perusahaan dan juga kepercayaan dari pelanggan / stakeholder karena telah
lamanya terjalin hubungan baik.
Sediakanlah kesempatan bagi para Boomers untuk berbicara di forum pelatihan
internal, jadikanlah mereka mentor untuk generasi kerja yang lebih muda,
pasangkanlah Boomers dengan generasi yang lebih muda dalam bertemu
dengan pelanggan /stakeholder.

Adalah suatu kemubaziran bila Anda tidak berhasil menyediakan sarana dan
kesempatan bagi para Boomers untuk berbagi manis getirnya mengelola
perusahaan kepada yang lebih muda.

Generation X (lahir setelah 1960)

Para pekerja yang lahir sekitar tahun 1960-1980an dikenal dengan generasi ‘X’.
Penulis sendiri tidak menemukan sumber pasti megapa mereka disebut sebagai
generasi X, namun umumnya ini mengacu kepada istilah generasi yang pertama
kali dipersepsikan (x : beda gaya) dengan Baby Boomers.

Salah satu hal menarik pada jaman gen X adalah untuk pertama kalinya muncul
konsep ‘kutu loncat’. Dimana pekerja bisa loncat pindah ke tempat kerja lain
dalam waktu yang singkat.

Bila Baby Boomers bisa menghabiskan belasan hingga puluhan tahun bekerja di
suatu perusahaan, maka suatu hal yang umum bagi Gen Y untuk bekerja hanya
3-7 tahun pada suatu perusahaan.

Kebiasaan loncat dari satu perusahaan ke perusahaan lain ini disebabkan karena
dinamisnya kondisi ekonomi secara umum pada periode Gen X. PHK besar-
besaran yang jarang terjadi di jaman Boomers, banyak terjadi di jaman Gen X.
Dengan banyak terjadinya PHK ini era ‘kepegawaian seumur hidup’ mulai
pudar.

Hal ini menyebabkan adanya pergeseran loyalitas dari sebelumnya kesetiaan


terletak kepada ‘perusahaan’ menjadi kesetiaan kepada ‘profesi’. Bila ada
kesempatan diluar perusahaan yang memberikan kelebihan untuk
berkembangnya karir profesi, maka Gen X memiliki kecenderungan yang lebih
besar untuk meninggalkan perusahaan dibandingkan generasi sebelumnya.

Oleh karena itu Gen X cenderung melihat pelatihan sebagai sesuatu yang sangat
penting dan membanggakan dalam mengembangkan kapasitas mereka sebagai
profesional pada bidang masing-masing.
Berkaca pada pengalaman mereka, tidak sedikit dari Gen X yang melihat
seniornya setelah bekerja keras dan lembur bertahun-tahun harus berakhir
dengan PHK masal. Bagi Gen X Pengalaman ini mengajarkan pentingnya
‘work life balance’ atau keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan
pribadi.

Gen X cenderung lebih tegas dalam membatasi antara waktu kerja dan pribadi.
Mereka bisa sangat sensitif dengan hak mereka bila sudah diluar jam kantor.

Hal menarik lain pada Gen X adalah mereka cenderung lebih mudah
beradaptasi dengan perkembangan teknologi dibandingkan generasi
sebelumnya. Pada jaman merekalah revolusi teknologi informasi dan
komunikasi merebak. Penggunaan email dan telepon seluler
memungkinkan penyebaran informasi lebih cepat dan juga memudahkan
komunikasi dengan rekan kerja (peers).

Ini kemudian mendorong gaya pengambilan keputusan dan komunikasi yang


cenderung lebih egaliter (setara) dibandingkan generasi sebelumya.

Posisi yang diemban oleh Gen X saat ini umumnya adalah posisi manajerial di
perusahaan. Bila dikelola dengan baik Gen X dapat menjadi generasi
penjembatan antara Boomers dan juga generasi yang konon sangat dinamis,
para Gen Y.

Generation Y (lahir setelah 1980)

Mereka yang lahir setelah tahun 1980an umum disebut sebagai Generation Y.
Disebut Gen Y karena mereka hadir setelah Gen X. Sebagian lagi menyebut
mereka ‘Millenials’. Disebut seperti itu karena mereka pada umumnya masuk di
dunia kerja pada milenium baru (tahun 2000 keatas).

Gen Y (atau millenials) adalah mayoritas tenaga kerja muda. Ini berarti mereka
adalah masa depan perusahaan. Dengan kata lain mereka adalah generasi yang
menghasilkan sumber pemasukan perusahaan Anda di masa depan.

Bagi para seniornya, Gen Y bisa jadi dilihat sebagai generasi yang sangat
asertif terhadap pikiran mereka. Pertanyaan unik seperti, “kapan saya bisa
jadi manager menggantikan bapak?”, adalah khas Gen Y, yang tidak pernah
terpikir berani ditanyakan oleh generasi sebelumnya.
Bagi mereka yang datang dari generasi sebelumnya mungkin pernah mendengar
atasan berkata “ikuti saja jangan banyak tanya, kalau enggak suka silahkan
keluar”, nah Gen Y ini cenderung resignbetulan dari perusahaan bila
dibegitukan.

Bagi mereka yang datang dari generasi yang lebih tua, Penulis
merekomendasikan untuk tidak melompat kepada kesimpulan bahwa Gen
Y adalah generasi yang sombong.

Berusahalah untuk memahami gaya blak-blakan dalam bicara ala Gen Y adalah
suatu hal yang sangat didukung oleh era keterbukaan informasi dimana mereka
dibesarkan. Gaya ini sangat dipengaruhi perkembangan internet dan media
sosial. Sangat mudah bagi seseorang untuk mendapatkan informasi
dan mengutarakan pendapat. Khususnya bagi Gen Y yang konsisten terkoneksi
dengan dunia maya.

Hal ini kemudian menciptakan keunikan pada Gen Y. Dibandingkan generasi


sebelumnya. Gen Y memiliki kebutuhan yang lebih tinggi untuk mengutarakan
pendapat dan bertanya. Dengan kata lain mereka lebih berani dalam
mengajukan ide segar maupun kreatif di tempat kerja.

Dalam hal pelatihan gaya belajar Gen Y cenderung menikmati model pelatihan
yang bersifat kolaboratif dan menitikberatkan pada diskusi antar peserta.
Pengajar lebih sebagai fasilitator, bukan nara sumber segala pengetahuan.
Mereka cenderung fasih mendapatkan informasi melalui
internet dibandingkan generasi sebelumnya.

Dalam hal upah, sama seperti generasi sebelumnya, upah kompetitif masih
menjadi faktor motivasi yang penting. Hal menarik lainnya dari Gen Y adalah
konsep ‘tujuan’ dalam bekerja.

Bagi Gen Y ‘tujuan’ menjadi sesuatu yang penting. Kecenderungan untuk


memberikan semangat dan kinerja gila-gilaan muncul bila mereka merasa
perusahaan berkontribusi sesuatu yang penting bagi masyarakat dan mereka
adalah bagian di dalamnya.

Hal ini bisa Anda kapitalisasi dalam strategi rekrutmen Perusahaan.


Gambarkanlah dampak positif perusahan Anda bagi masyarakat ketika proses
perekrutan . Tambahlagi bila dipadu dengan gambaran bahwa perusahaan Anda
adalah tempat yang ‘asyik’ dan ‘menyenangkan’ untuk bekerja. Hal ini akan
membuat kandidat Gen Y ‘termehek-mehek’ dengan perusahaan Anda.

Konsep tempat bekerja yang ‘asyik’ dan ‘menyenangkan’ sangat penting bila
Anda ingin bicara tentang strategi retensi bagi Gen Y. Jangan kaget bila
kemudian dengar Gen Y ikutan resign hanya karena teman akrabnya satu
kantor resign.

Dukung dan perbanyaklah aktifitas ‘informal’ di perusahaan. Aktifitasnya tentu


bisa disesuaikan dengan kantong masing-masing Perusahaan. Ikut urunan biaya
futsal, bulu tangkis, atau ‘ngebakso’ sebulan sekali, merupakan suatu hal yang
sangat penting untuk Gen Y.

Bagi para senior yang kesulitan dengan junior Gen Y. Perkenankan Penulis
berbagi saran. Bicaralah dengan sering, dalam waktu yang singkat, dan dalam
suasana santai. Sisihkan waktu minimal 3x seminggu selama 10-15 menit.
Diskusi dengan periode singkat dan frekuensi sering tampaknya sangat efektif
bagi Gen Y.

Selama diskusi dengarkan dengan baik cerita mereka tentang pekerjaan dan
berikan pujian kepada mereka. Bila Anda merasa ada yang perlu diperbaiki oleh
Gen Y, straight to the point. Gen Y adalah generasi yang menurut Penulis
kurang peka / tidak begitu paham sindiran halus.

Setiap generasi tentu senang didengarkan dan dipuji, namun bagi Gen Y hal ini
adalah sesuatu yang sangat penting dan sangat mereka butuhkan.

Anda mungkin juga menyukai