B. Perumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan filsafat pendidikan
2. Bagai mana aliran-alira empirisme, Nativisme, naturalisme dan teori konvergensi.
3. bagai mana hubunga filsafat pendidikan dengan peningkatan sumberdaya manusia
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari filsafat pendidikan
2. Untuk mengetahui dari pandangan aliran empirisme, Nativisme, naturalisme dan teori
konvergensi.
3. Untuk mengetahuiHubungan Filsafat Pendidikan Dengan Peningkatan Sumber Daya
Manusia”
D. Pembatasan Masalah
Agar lebih fokus dan efisien maka akan dibatasi permasalahan yang meliputi: Pandangan
aliran empirisme, Nativisme, naturalisme dan teori konvergensi.
BAB II
HUBUNGAN FILSAFAT PENDIDIKAN DENGAN PENINGKATAN SUMBER DAYA
MANUSIA
A. Aliran Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh
karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai
sumber utama pengenalan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman
lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi
manusia. Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme
mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi
merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan
yang paling jelas dan sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui
penampungan yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti
semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat
bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan
dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan
pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain
akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otak dipahami dan
akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah
merangsang alat-alat inderawi,tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali
merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.
Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
C. Teori Konvergensi
Tokoh aliran ini aliran ini adalah William Stern (1871-1938), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan kedunia ini sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam
proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama
mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu anak dilahirkan
tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang baik sesuai
dengan perkembangan bakat itu.Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak dapat bakat yang
diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak berbahasa
dengan kata-kata, adalah juga hasil dari konvergensi. Pada akan manusia ada pembawaan
untuk berbicara melalui situasi lingkungannya, anak berbicara dalam bahasa tertentu.
Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya.
Karena itu setiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya. Missal
bahasa jawa, sunda, bahasa inggris, bahasa jerman dan lain sebaginya. Kemampuan dua
orang anak (yang tinggal dalam lingkungan yang sama ) untuk mempelajari bahasa mungkin
tidak sama. Itu disebabkan oleh factor kualitas pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan,
biar pun lingkungan kedua anak tersebut menggunakan bahasa yang sama. Willianm Stern
berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantug pada pembawan dan lingkungan, seakan-
akan dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut Keterangan :
a. pembawaan
b. lingkungan
c. hasil pendidikan/ perkembngan
Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi ( konvergen artinya memusat kesatu
titik). Jadi menurut teori konvergensi :
1) Pendidikan mungkin dilaksanakan.
2) Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anaka didik
untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang
kurang baik.
3) Yang membatasi hasil pendidika adalah pembawaan dan lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan
berangkat dari filsafat.
Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan
hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan,
dan nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang
berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang
berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat mempunyai
kampung halaman dan negara.[1]
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan karena
situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-
peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menentang dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi
disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh
diatasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku diatas permukaanya.
Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan
kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati dan sebagainya, yang
meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Diarahkan pandnganya kelangit biru, maka nampak
olehnya , benda-benda angkasa, mengambang dab bersemayam dilangit tinggi. Matahari
memberikan sinar dan cahaya, terang benderang meliputi segenap sudut dan penjuru dunia ini.
Menaburkan panas dan kehangatan yang nyaman dan menyegarkan dan kadang-kadang membara
dan membakar, meresahkan seluruh mahluk diatas permukaan bumi.
Dengan sinarnya yang gilang gemilang itu, dia membersihkan kehidupan dan menyalurkan
ruh dan jiwa kepada benda-benda yang mati, mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan
topan dan gelombang, menggerakan angin, air bah dan banjir, dinyalakan api ditengah padang ,
dihiasinya keindahan alam dengan warna, disemerbakanya bunga dengan keharuman dan
kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung,
merenungka segala sesuatu. Dia berfikir dan berfiki, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia
memikirkan dirinya sebagai micro kosmos dan memikirka jagad raya sebagai macro kosmos. Dia
memikirkan juga lam gaib, alam dibalik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai
membangun pemikiran filsafat.
Didalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia
meningkat tinggi, maka tampilah manusia-manusia yang unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan menghapus berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinyafilsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopiesme,
kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertam maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Shopiesme, belumlah mempunyai pengaruh mendalam dalam bidang pendidikan. Barulah setelah
lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh Socrates (470 SM-399 SM) dan murid-muridnya Plato dan
Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.
Kemudian bahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
atau berfikir filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan Pieget tentang
epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh
perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraiakan
oleh Halford sebagai berikut:
Jasa utama dari Pieget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah laku
yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1) Fase sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara berfikir anak
masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi
peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam prosees
berfikir dan pikiran anak.
2) Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan
berfikir dengan mulai mengunakan tanggapan (disebut logika fungsional). Ia tidak menyebut dengan
berfikir berdasar hubungan sebab akibat, seperti pendapat para ahli psikologi perkembangan.
3) Fase Operasional yang konkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahakan persoalan secara
konkrit dan terhadap benda-benda yang konkrit pula.
4) Fase Operasi Formal, pada anak dimulai pada usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir
abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesaserta
memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum
mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya
dari filsafat, dengan rincian antara lain:
2) Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan
dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3) Disamping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam
tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4) Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu
pengetahuan dengan meningggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5) Filsafat juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk
dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak
tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia mempunyai tujuan
pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila yang menjadi
pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan
perguruan tinggi.[3]
b. Kedudukan Filsafat dalam kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengetian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat
mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berfikir secara radikal, dalam arti mulai dari
akarnya suatu gejala (hal kehendak permasalahan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan
dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang
berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertama adalah
tehadap dirinya sendiri.
Kebenaran dalam pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang
diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan berfikir (diatur oleh
logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda, bersistem, dan berlaku universal, sehingga
dengan demikian filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai pandangan hidup.
Apabila pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia: pikiran, budi,
tingkah laku dan nilai-nilainya dan tujuan hidup manusia, baik didunia maupun sesudah didunia ini
tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan pedoman hidup.
Filsafat sebagai ikhtiar berfikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang final,
konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis seperti apa yang kita alami
sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan
perenungan yang bertujuan mencapai pengetahuan tentang hakikat dari segala yng nyata, tetapi
filsafat sebenarnya untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh dari pada ssekedar persepsi,
yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
Ada seorang guru/pemikir yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan
meningkatkan pemahaman yang ada didalam kehidupan yang nyata, misalnya bagaimana
pengetahuan tersebut diperolehnya, dan bagaiman bentuk dari apa yang telah dikuasai itu, maka
filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya. Karena memang didalam abad ini persoalan
pengetahuan merupakan pusat permasalahan didalam agenda didalam seorang ahli filsafat. Sejarah
ilmu filsafat selalu menaruh perhatian kepada permasalahan pertama filsafat realita, pengetahuan
dan nilai (akan dibicarakan dalam problema pokok filsafat dan filsafat pendidikan). Guru pemikir tadi
menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang diketahui ialah apa saja
yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bbahwa hari cerah dan tidak ada mendung bila
kita dan orang lain melihat sinar matahari? Apakah sinar matahari telah tertanggkap oleh mata kita?
Dan apakah kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan jari ketempat
api, dan segera menariknya kembali karena panas melalui jari. Jika kita pikirkan semua itu, maka kita
akan memperoleh seperangkat pengetahuan dari pengalaman empiriat (sensoris). Pengetahuan
yang berguna tidak senantiasa langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang
merupakan eksistensi pengertian yang diambil sacara empiris. Dengan membatasi pengetahuan
pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa telah diketahui.
Kita telah merasa apa yang kit sukai atau tebaik untuk diri kita dalam suatu atau lain keadaan
meskipun kita tidak dapat membuktikanya. Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat
semacam intuisi, meskipun kit tidak dapat membuktikanya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut
sebagai suatu dasar untuk sikap atau keputusan.[4]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang
berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang
berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat mempunyai
kampung halaman dan negara.
Dua cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan
hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya
diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi
tertentu.
Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap
untuk dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak
tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia mempunyai tujuan
pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila yang menjadi
pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan
perguruan tinggi.
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana
filsafat pendidikan dalam peningkatan Sumberdaya Manusia ? “
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana filsafat pendidikan dalam peningkatan Sumber Daya Manusia.
D. Manfaat Penulisan
Secara umum penulisan makalah ini bisa bermanfat sebagai tambahan bahan bacaan tentang filsafat
pendidikan peningkatan sumber daya manusia, baik digunakan untuk pembuatan karya ilmiah atau pun
yang lain. Dan juga bisa dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan potensi dalam mengembangkan
sumber daya manusia.
BAB II PEMBAHASAN
Menurut Amsal Bakhtiar (2007:4) “Filsafat dalam bahasa inggris yaitu : philosophy, adapun istilah filsafat
berasal dari bahasa Yunani : philosophia, yang terdiri dari dua kata : philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran
(love of wisdom)”. Adapun pengertian pendidikan dalam GBHN Tahun 1973 bahwa “ pendidikan pada
hakekatnya merupakan suatu usaha yang didasari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Sadulloh
(2008 : 56).
Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah
dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum
dan menitik beratkan kepada pelaksanaan perinsip-perinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi
dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis. Sadulloh
(2008 : 71).
Jadi, filsafat pendidikan itu merupakan hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai kepada
akar-akarnya mengenai pendidikan. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah-masalah
pendidikan bukan hanya berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan yang dibatasai pengalaman,
tetapi permasalahan yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih komplek, yang tidak dibatasi pengalaman
maupun fakta-fata pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan
akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas,
pengetahuan dan nilai.
Manusia adalah sumberdaya primer dan sangat menentukan dalam pembangunan suatu bangsa. Sumber
daya manusia merupakan salah satu sumber daya dalam organisasi meliputi semua orang yang
melakukan aktivitas. Oleh karena itu jika suatu bangsa ingin maju dan sejahtera, maka bangsa itu harus
memprioritaskan investasi dalam pemgembangan sumber daya manusia (human capital). Investasi yang
sehat dalam membangun sumber daya manusia ditempatkan pada tujuan strategis untuk mencapai
tingkat nilai yang tinggi. Penekanan nilai tersebut membantu manusia lebih prduktif, lebih kreatis,
mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dan bekerja keras dengan dedikasi tinggi yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan. Pembangunan human capital untuk mempersiapkan
masa depan suatu bangsa lebih baik lagi, dan pembangunan human capital yang efektif dengan investasi
melalui jalur pendidikan baik formal nonformal mapun informal. Sagala (2013 : 15). Dalam
pengembangasn sumber daya manusia ada dua sisi pokok, yaitu sisi Sumber daya dan sisi manusia,
dimensi pokok sisi sumber daya adalah konstribusinya terhadap organisasi dan lingkungannya, sedangkan
sisi pokok manusia adalah perlakuan lingkungan dan organisasi terhadapnya, yang pada gilirannya
menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa kualitas
manusia dapat merosot atau menurun yang disebabkan oleh sesuatu kekuatan baik internal maupun
eksternal. Dalam perkembangan dan penemuan ilmu Pengetahuan mempunyai nilai pembentukan, nilai
itu sangat dopengaruhi oleh penggunaan temuan (cration invention) ilmu pengetahuan itu disebut
Teknologi. Sejarah membuktikan bahwa teknologi tidak pernah susut atau surut, selain semakin pesat
perkembangannya juga semakin tinggi dari teknologi alat sampai pada bioteknologi. Perkembangan atau
pertumbuhan ekonomi saat ini masih tergantung pada sumber daya alam seperti mineral, hutan,
perkebunan besar, lahan pertanian dan industri pengelola sumber daya alam. Kemampuan sumber daya
alam dengan peningkatan kebutuhan manusia yang menjadi beban pertumbuahan ekonomi, hal ini
disebabkab kemampuan sumber alam tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk akibatnya
banyak Negara-negara yang merosot akibat ulahnya sendiri. Dewasa ini sejumlah Negara-negara
dikawasan dunia ini khidupan Negara yang bersangkutan nyaris tidak memiliki sumber daya alam. Hal
diakibatkan kualitas sumber daya alamnya rendah. Sumber daya manusia berkualitas tinggi adalah
sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komperatif tetapi juga nilai kompetitif-
generatif-inovatif yang menggunakan energi yang tinggi seperti Integence, Creativity dan Imagination,
tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot dan
sebagainya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia tertentu berbeda dari zaman ke zaman. Sifat
bentuk dan arahannya tergantung pada kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing-masing.
Dimasyarakat tradisional,peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas pada aspek-aspek
tertentu,yang erat kaitannya dengan tradisi setempat.namun yang jelas,peningkatan itu tak lepas
hubungannya dengan filsafat hidup dan kepribadian masing-masing.dalam pengertian sederhana, filsafat
diartikan sebagai kepribadian jati diri dan pandangan hidup seseorang,masyarakat,atau bangsa.kondisi ini
dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat ataupun oleh usaha yang terprogram.namun demikian
sesederhana apapun,pembntukan itu tak lepas dari peran pendidikan.pendidikan,menurut Hasan
Langgulung,pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut pandang : individu dan masyarakat, Jalaluddin
dan Idi (2012 : 186-187). Jadi, untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, ada
suatu jalan pemecahan yang harus ditempuh, yakni melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan
pelatihanlah yang akan meningkatkan kemauan, kemampuan, dan kesempatan bagi seseorang untuk
berperan dalam kehidupannya, secara individu maupun masyarakat. Ada beberapa langkah yang harus
dilakukan demi tercapainya pengembangan sumber daya manusia. 1. Informasi-informasi yang luas,
aktual, dan hangat agar dapat membuka ketertutupan pandangan dan wawasan, dan pada tahap
selanjutnya akan menimbulkan gairah untuk melakukan sesuatu yang diperlukan (tumbuh kemauan dan
keinginan berprestasi) 2. Motivasi dan arahan yang dapat menumbuhkan semangat untuk melaksanakan
sesuatu atau beberapa tugas pekerjaan dengan adanya kepercayaan diri yang kuat, sehingga ada gairah
untuk mewujudkan suatu tujuan (peningkatan produktivitas dan kemampuan diri) 3. Metodologi dan
system kerja yang dapat memberikan cara penyelesaian masalah dengan efektif dan efesien, secara
terus-menerus (manusia potensial, actual, dan fungsional)
Manusia adalah makhluk yang memiliki beberapa potensi bawaan. Dari sudut pandang yang dimiliki
itu,manusia dinamai dengan berbagai sebutan. Dilihat dari potensi inteleknya manusia disebut homo
intelectus.manusia juga disebut sebagai homo faber, karena manusia memiliki kemampuan untuk
membuat barang atau peralatan.kemudian manusia pun disebut sebagai homo sacinss atau homo saciale
abima ,karena manusia adalah mahkluk bermasyarakat.di lain pihak manusia juga memiliki kemampuan
merasai, mengerti, membeda-bedakan,kearifan,kebijaksanaan, dan penetahuan.atas dasar adanya
kemampuan tersebut,manusia disebut homo sapiens . Filsafat pendidikan,seperti dikemukakan oleh
Imam Barnadib (dalam Jalaluddin dan Idi, 2012 : 194 -198) disusun atas dua pendekatan. Pendekatan
pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis
tokoh-tokoh tertentu. Sedangkan pandangan ke dua adalah usaha untuk menemukan jawaban dari
pendidikan beserta problem-problem yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis. Dari pendekatan
pertama, terkait dengan kualitas potensi manusia, terdapat tiga aliran filsafat. Pertama,aliran
natularisme, yang menyatakan bahwa manusia memiliki potensi bawaan yang dapat berkembang secara
alami, tanpa memerlukan bantuan dari luar. Secara alami manusia akan bertambah dan berkembang
sesuai dengan kodratnya masing-masing.tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rosseau. Kedua aliran
empirisme. Menurut aliran ini manusia bertumbuh dan berkembang atas bantuan atau karena adanya
intervensi lingkungan.tokoh aliran ini adalah Schopenhauer. Ketiga aliran konfergensi, yang memiliki
pandangan gabungan antara empirisme dan naturalism. Menurut aliran ini,manusia secara kodrati
memang telah dianugrahi potensi yang disebut bakat.namun selanjutnya agar potensi itu dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik,perlu adanya pengaruh dari luar berupa tuntunan dan
bimbingan melalui pendidikan.tokoh aliran ini adalah Jhon Locke. Ketiga aliran tersebut kemudian
menjadi dasar pemikiran tentang manusia dalam kaitan dengan problema pendidikan.namun
kemudian,Kohnstamm menambahkan faktor kesadaran sebagai faktor ke empat. Dengan demikian
menurutnya selain faktor dasar (natur) dan faktor ajar (empiri),yang kemudian dikonvergensikan,masih
perlunya faktor kesadaran individu. Menurutnya walaupun manusia memiliki bakat yang baik, kemudian
dididik secara baik pula,maka hasilnya akan menjadi lebih baik bila ada motivasi intrinsik dari peserta
didik itu sendiri. Kohnstamm,melihat bahwa faktor lingkungan belum dapat memberi hasil yang optimal
bila tidak disertai dorongan dari dalam diri peserta didik.pendapat ini dapat dilihat sebagai temuan yang
memperkaya pemikiran tentang manusia dalam kaitannya dengan pendidikan. Keempat tokoh tersebut
telah mengangkat latar belakang potensi manusia.kecuali J.J Rousseau,ketiga tokoh berikutnya seakan
menyatu dalam pendapat bahwa potensi manusia dapat diintervensi oleh pengaruh lingkungan. Seperti
yang dikatakan Imam Barnadib,bahwa filsafat pendidikan sebagai system dapat dilihat dari dua
pendekatan. Pendekatan pertama sebagai pendekatan filosofis,sebagaiman telah diuraikan
terdahulu.dalam pandangan ini terungkap bahwa konsep pendidikan dalam berbagai aliran itu mengakui
bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik. Selanjutnya pendekatan kedua adalah filsafat pendidikan
dilihat dari sudut pandang pendidikan.berdasarkan pendekatan ini,filsafat pendidikan merupakan usaha
untuk menemukan jawaban tentang pendidikan dan problema-problema yang ada yang memerlukan
tinjauan filosofis .dalam pandangan ini,filsafat pendidikan menjadi tumpuan bagi penyesunan system
pendidikan. Menurut Hasan Langgulung,pendidikan dalam hubungannya dengan individu dan
masyrakat,dapat dilihat dari bagaimana garis hubungannya dengan filsafat pendidikan dan sumberdaya
manusia.dari sudut pandang individu, Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan potensi
individu,sebaliknya dari sudut pandang kemasyrakatan,pendidikan adalah sebagai pewaris nilai-nilai
budaya. Dalam pandangan ini pendidikan mengemban dua tugas utama, yaitu peningkatan potensi
individu, dan pelestarian nilai-nilai budaya.manusia sebagai mahkluk berbudaya dan hakikatnya adalah
pencipta budaya itu sendiri. Budaya itu kemudian meningkat sejalan dengan peningkatan potensi
manusia pencipta budaya itu. Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat
ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi pendukung nilai-nilai budaya
tersebut.pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan asli,berbeda dengan masyarakat yang
memiliki kebudayaan campuran. Kemajuan peradapan manusia sebagian besar ditentukan oleh
IPTEK.makin tinggi tingkat penguasaan IPTEK, makin maju pula perdapan suatu bangsa.juga tingkat
kualitas sumberdaya manusianya.salah satu sarana yang paling efektif dalam pengembangan dan
peningkatan kualitas sumber daya anusia adalah pendidikan. Sejalan dengan tujuan tersebut, disusunlah
suatu system pendidikan yang layak dan serasi dengan tujuan pengembangan sumberdaya manusia
sebagai pendukung nilai-nilai budaya bagi peningkatan kemajuan peradapan yang dimiliki. Kemudian agar
system pendidikan tersebut tetap terjaga, diperukan adanya suatu landasan filsafat pendidikan yang
dinilai mengakarpada kepribadian bangsa itu masing-masing.dalam kaitan ini, terlihat bagaiman kaitan
hubungan antara filsafat pendidikan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Kegiatan
manusia untuk mengembangkan potensi dirinya dan menemukan pengetahuan yang benar adalah
sesuatu yang mutlak dilakukan karena manusia selalu berpikir. Namun setiap manusia berbeda cara
berpikirnya untuk menemukan suatu kebanaran yang hakiki. lewat kegiatan berpikir dan dapat
dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan sember bagi setiap orang atau diri
seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi cara bepikir seseorang maka
otomatis pengembangan potensi yang ada pada diri seseorang semakin tinggi pula, dengan kata lain
peranan ilmu atau filsafat pendidikan terhadap pemgembangan sumber daya manusia sangat erat
kaitannya atau saling ketergantungan. Karena sumber daya manusia yang tinggi tergantung dari
pemikiran-pemikiran atau ilmu pendidikan yang dimiliki manusia. Manusia mengembangkan
pengetahuan, dari pengetahuannya itu muncul daya pikir bagaimana mengatasi kebutuhan dan
kelangsunga hidup. Jadi potensi yang dimiliki seseorang menjadi penentu kehidupan pada dirinya.
Sehingga peranan filsafat pendidikan terhadap pengembangan sumber daya manusia saling berkaitan
satu sama lain.
Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan, maka dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa filsafat
pendidikan sangat erat kaitannya dengan sember daya manusia, manusia mengembangkan pengetahuan
melalui pendidkan formal, nonformal amupun pendidikan informal, dari pengetahuannya itu muncul cara
untuk mengembangkan potensi dan daya pikir bagaimana mengatasi kebutuhan dan kelangsunga hidup.
B. Saran Terus belajar, dan jangan pernah berhenti dan bosan untuk mengembangkan pendidikan, karena
dengan pendidikan kita bisa mengembangkan potensi dan daya pikir yang ada pada diri kita yang pada
akhirnya kita bisa mengembangkan sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan (Manusia, Filsafat, dan pendidikan).Jakarta :
Rajawali Pers.
Sagala, Syaiful. 2013. Human Capital (Kepemimpinan Visioner dan Beberapa Kebijakan Pendidikan ).
Bandung : Alfabeta.
Metafisika bisa diartikan sebagai the theory of reality. Suatu upaya filosofis untuk memahami
karakteristik mendasar atau esensial dari alam semesta dalam suatu simpul yang sederhana namun
serba mencakup.
Secara sederhana, metafisikawan berusaha menjelaskan rangkuman dan intisari dari apa (of what
is), apa yang ada (of what exists), dan apa yang sejati ada (of what is ultimately real). Intisari atau
substansi realitas ini secara kualitatif maupun kuantitatif bisa jadi satu atau banyak. Mereka yang
beraliran kuantitatif (yakni hakikat sebagai rangkuman realitas atau as the sum of reality) terbagi
kedalam tiga posisi pandang: (1) monisme, (2) dualisme, dan (3) pluralisme. Sedangkan yang
beraliran kualitatif (yakni hakikat sebagai intisari dari realitas atau as the substance of reality) terbagi
kedalam 4 posisi pandang: (1) idealisme, bahwa hakikat realitas bersifat mental atau spiritual; (2)
realisme, bahwa hakikat realitas bersifat material atau fisis. Dua aliran tersebut termasuk kategori
monisme. (3) Thomisme yang mengkombinasikan dua corak aliran monisme sebelumnya. (4)
Pragmatisme, yang menolak untuk mengkuantifikasi atau mengkualifikasikan realitas. Mereka lebih
suka mengatakan bahwa realitas senantiasa berada pada keadaan berubah dan mencipta secara
konstan sekalipun secara literal bisa dinyatakan ada ketidakterbatasan filosofis baik jenis maupun
jumlahnya.
Abdul Rachman Shaleh (2000 : 203) menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan dan
menghadapi tuntutan pembangunan pada era globalisasi diisyaratkan dan diperlukan kesiapan dan
lahirnya masyarakat modern Indonesia. Aspek yang spektakuler dalam masyarakat modern adalah
penggantian teknik produksi dari cara tradisional ke cara modern yang ditampung dalam pengertian
revolusi industri. Secara keliru sering dikira bahwa modernisasi hanyalah aspek industri dan
teknologi saja. Padahal secara umum dapat dikatakan bahwa modernisasi masyarakat adalah
penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas dan semua aspek hidup
masyarakat.
Dalam upaya pembangunan masyarakat, tidak ada suatu masyarakat yang bisa ditiru begitu saja,
tanpa nilai atau bebas nilai. Hal ini telah terlihat dengan peniruan dan pengambilan pola kehidupan
sosialis, materialistis yang ditiru masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu pembangunan di bidang
agama. A. R. Saleh (2000 : 205) menyatakan bahwa pembangunan di bidang agama diarahkan agar
semakin tertata kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan mendalam, serta ditujukan pada
peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, teciptanya kemantapan
kerukunan beragama, bermasyarakat dan berkualitas dlam meningkatkan kesadaran dan peran serta
akan tanggung jawab terhadap perkembangan akhlak serta untuk secara bersama-sama
memperkukuh kesadaran spiritual, moral dan etik bangsa dalam pelaksanaan pembangunan
nasional, peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana kehidupan beragama.
Masyarakat yang sedang membangun adalah masyarakat yang sedang berubah dan terkadang
perubahan tersebut sangat mendasar dan mengejutkan. Masyarakat yang sedang dibangun berarti
masyarakat terbuka, yang memberi peluang untuk masuknya modal, ilmu dan teknologi serta nilai
dan moral asing yang terkadang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Untuk itu peran agama
diharapkan dapat berfungsi sebagai pengarah dan pengamanan pembangunan nasional. Dalam
masyarakat yang sedang berubah ini terdapat objek paling rawan yaitu generasi muda, untuk itu
prioritas perhatian pada generasi muda ini perlu ditingkatkan demi keberhasilan pembangunan.
Peningkatan kualitas manusia hanya dapat dilakukan dengan perbaikan pendidikan. A. R. Saleh (2000
: 205) menyatakan ada beberapa ciri masyarakat atau manusia yang berkualitas, yaitu :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia dan berkepribadian
2. Berdisiplin, bekerja keras, tangguh dan bertanggung jawab
3. Mandiri, cerdas dan terampil
4. Sehat jasmani dan rohani
5. Cinta tanah air, tebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial
Generasi yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku
pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas keberagamaannya (dalam
memahami, menghayati, dan mengamalkan agamayang tetap bertumpu pada iman dan aqidah).
Dengan kata lain masyarakat maju Indonesia menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A.
R. Saleh menyatakan bahwa modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan ilmu pengetahuan
dalam aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan berlanjut. Tujuan pendidikan nasional
termasuk tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak untuk menjadi anak manusia berkualitas
dalam ukuran dunia dan akhirat.
Untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas, ditetapkan langkah-
langkah dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :
1. Meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Pendidikan agama pada perguruan umum dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi akan
lebih dimantapkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME serta pendidikan agama berperan aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pendidikan tinggi agama serta lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang agama
akan lebih dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan pikiran-pikiran ilmiah dalam
rangka memahami dan menghayati serta mampu menterjemahkan ajaran-ajaran agama sesuai dan
selaras dengan kehidupan masyarakat (A. R. Saleh, 2000 : 206).
Berdasarkan upaya diatas, maka dapat dilihat bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
agama pada 2 jalur, yaitu lembaga pendidikan umum dan keagamaan. Sejalan dengan upaya
peningkatan SDM ini H. A. R. Tilaar (1999 : 200-204) dalam memandang tuntutan SDM yang
kompetitif di abad 21 sesuai tantangan atau tuntutan masyarakat dalam era ilmu pengetahuan,
menyatakan bahwa perlunya :
1. Reformulsi IAIN sebagai Institusi Pendidikan Tinggi Islam, hal ini dilihat dari relevansinya terhadap
tuntutan ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional masih bersifat sektoral dan visinya yang
terbatas
2. Nilai Agama Sebagai Faktor Integratif, telah terlihat efek pemisahan agama dan sains-teknologi,
nilai agama hendaknya dijadikan faktor integratif di dalam mengembangkan fakultas-fakultas ilmu
murni bila transformasi IAIN menjadi Universitas Islam dapat diwujudkan.
3. Peninjauan Eksistensi Fakultas Tarbiyah dalam IAIN dan menyarankan agar ditransformasikan
menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Dalam menciptakan SDM yang bermutu sesuai tantangan globalisasi saat ini Pendidikan Islam
memainkan peranan penting dalam pembinaan SDM khususnya kepribadian, sikap dan mental
manusia berlandaskan agama selain potensi intelektualitasnya.
b. Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses bimbingan yang dibangun atas prinsip-prinsip
pokok, berupa penciptaan yang bertujuan, kesatuan yang menyeluruh dan keseimbangan yang
kokoh. Pendidikan Islam memandang perlunya aspek dunia dan akhirat, ilmu dan amal atau teori
dan praktek.
c. Pendidikan Islam berperan dalam memecahkan permasalahan SDM jika didukung perguruan tinggi
Islam yang mampu menyahuti aspirasi tamatan institusi pendidikan Islam di tingkat bawah,
selanjutnya mempersiapkan SDM untuk diterjunkan kembali pada masyarakat.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, dalam makalah ini disarankan hal-hal berikut :
a. Pendidikan Islam sebaiknya memainkan peran sejak awal dan tingkat dasar dalam upaya
peningkatan SDM, baik jasmaniah dan rohaniah.
b. Pendidikan tinggi Islam agar secepatnya melakukan terobosan baru demi menyikapi hal-hal yang
berkembang cepat demi menghasilkan SDM yang berkualitas dalam aspek keduniaan dan
keakhiratan.
Daftar Pustaka
Aly, H. N. dan Munzier, H. (2000). Watak Pendidikan Islam. Jakarta : Friska Agung Insani.
Azra, Azyumardi. (2001). Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta :
Kalimah.
Hasan, Chalijah. (1994). Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al Ikhlas.
Prasetya. (2000). Filsafat Pendidikan : Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : Pustaka Setia.
Shaleh, A. R. (2000). Pendidikan Agama dan Keagamaan : Visi, Misi dan Aksi. Jakarta : Gemawindu
Pancaperkasa.
Tilaar, H. A. R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21.
Magelang : Tera Indonesia.
DAN PENDIDIKAN
DisusunOleh
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-nya
yang telah diberikan. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Hubungan
Antara Filsafat, Manusia, Dan Pendidikan” ini dengan baik.
Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan,untuk
mengetahui kemampuan menyusun dalam penyusunan makalah, dan sebagai syarat untuk
mendapatkan nilai tugas Filsafat Pendidikan yang maksimal.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat.................................................................................................... 3
2.2 Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat Dalam Bidang Ontologi, Epistimologi, Dan
Aksiologi....................................
3.1 Simpulan................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam artinya yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu
memberikan dasar- dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam
prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta
lingkungan belajar yang serba terkontrol.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun
mempunyai ruang lingkup yang luas pula.yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah pendidikan yang
sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya
yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan
ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan
yang tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan
analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
1.2 Rumusan Masalah
Maksud dari pembuatan makalah ini adalah supaya mahasiswa dapat memahami secara
menyeluruh mengenai hubungan antara filsafat dalam bidang ontology, epistemology, dan aksiologi.
Selain itu, tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Pendidikan agar mahasiswa mendapatkan nilai.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh mengenai pengertian filsafat itu sendiri.
2. Mahasiswa dapat memahami hubungan antara filsafat, manusia, dan pendidikan
3. Sebagai bekal mahasiswa untuk menghadapi masalah dalam bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat adalah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami secara
radikal, integral, dan universal tentang hakikat sarwa yang ada (Tuhan, alam, dan manusia), serta
sikap manusia sebagai konsekuensi dari pemahamn tersebut. (Anshari, 1984:12).
Berbicara ilmu, maka kita tidak bisa lepas dengan eksistensi pendidikan, eksistensi pendidikan
dari yang sifatnya umum sampai yang ke khusus.hubungan filsafat dan ilmu pendidikan ini tidak
hanya isidental, tetapi juga suatu keharusan. John Dewey, filsuf Amerika, mengatakan bahwa filsafat
itu merupakan teori umum dari pendidikan atau landasan dari semua pemikiran mengenai
pendidikan. Lebih dari itu, filsafat memang mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki
faktor-faktor realita dan pengalaman yang banyak terdapat di lapangan pendidikan.
2.2 Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat Dalam Bidang Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi
Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ontologi,
epistimologi, dan aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut sebagai proto-filsafat atau
filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasannya adalah hakikat sesuatu, keesaan,
persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi,
atau segala sesuatu yang ada di bumi dengan tenaga-tenaga yang dilangit, wahyu, akhhirat, dosa,
neraka, pahala, dan surga.
Di dalam pendidikan, pandangan ontologi secara praktis akan menjadi masalah yang utama.
Sebab, anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti
sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah, selalu diharapkan pada relaita, objek
pengalaman, benda mati, benda hidup dan sebagainya. Membimbing anak untuk memahami realita
dunia dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita ini merupakan tahap
pertama sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran itu. Dengan sendirinya, potensi berpikir kritis
anak-anak untuk mengerti kebenaran itu telah dibina. Di sini, kewajiban pendidik ialah membina
daya pikir yang tinggi yang kritis.
2. Epistimologi
Istilah epistimologi pertama kali dipakai oleh L.F Ferier pada abad ke-19 di Institut of
Metaphisics (1854). Dalam Encyclopedia of Philosophy, epistimologi didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan praanggapan dan
dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan pengetahuan sebenarnya.
c. Kami tahu mobilnya baru, karena baru kemarin kami menaikinya (Hamdani Ali, 1993: 50).
3. Aksiologi
Akhlak adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Menurut Bramed, ada tiga
bagian yang membedakan di dalam aksiologi. Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini
melahirkan disiplin khusus yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang
melahirkan estetika. Ketiga, socio-political life, kehidupan sosio-polotik. Bidang ini melahirkan ilmu
filsafat sosio politik (Muhammad Noor Syam,1986:34-36).
Nilai dan impplikasi aksiolog di dalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam
kepribadian anak. Karena untuk mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah.
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini,
ada empat aliran yang akan di bahas. Pertama, aliran serba zat. Aliran ini mengatakan yang sungguh-
sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur
dari alam. Maka dari itu, manusia adalah zat atau materi (Muhammad Noor Syam,1991).
Kedua, aliran serba roh. Aliran ini berpendapat bahwa hakikat sesuatu yang ada di dunia ini
adalah roh. Hakikat manusia juga adalah roh. Sementara zat adalah manifestasi dari roh. Dasar dari
aliran ini ialah bahwa roh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Aliran ini
menganggap roh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
Ketiga, aliran dualisme. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri
dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur
asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi, badan tidak berasal dari roh dan roh tidak
berasal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan roh. Antara badan dan roh
terjadi sebab akibat keduanya saling memengaruhi.
Keempat, aliran eksistensialisme. Aliran filsafat modern berpandan bahwa hakikat manusia
merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Di sini, manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba roh atau dualisme,
tetapi dari segi eksistesi manusia di dunia ini.
Filsafat berpendangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan anatara badan dan roh. Islam
secara tegas mengatakan bahwa badan dan roh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah
makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Hakikat manusia adalah roh sedangkan jasadnya
hanyalah alat yang dipergunakan oleh roh semata. Kedudukan manusia yang paling menarik ialah
bahwa manusia itu menyelidiki kedudukannya sendiri dalam lingkungan yang diselidikinya pula
(Drijarkara, 1986:50).
Manusia memiliki banyak sifat yang serupa dengan makhluk lain. Meski demikian, ada
seperangkat perbedaan antara manusia dengan makhluk lain, yang menganugerahi keunggulan pada
manusia (Muthahhari, 1992:6). Pandang seperti itulah yang pada akhirnya akan memperlihatkan
keberadaan manusia secara utuh bahwa mereka adalah pencari kebenaran.
Hampir semua disiplin ilmu pengetahuan berusaha menyelidiki dan mengerti tentang
makhluk yang bernama manusia. Begitu juga pendidikan, secara khusus tujuannya adalah untuk
memahami dan mendalami hakikat manusia. Bagi Aristoteles (384-322 SM), manusia adalah hewan
berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya dan berbicara berdasarkan akal pikirannya (Zaini
dan Ananto, 1986:4).
Manusia merupakan salah satu makhluk hidup yang sudah ribuan abad lamanya penghuni
bumi. Sebelum terjadi proses pendidikan di luar dirinya, pada awalnya manusia cenderung berusaha
melakukan pendidikann pada dirinya sendiri, di mana manusia berusaha mengerti adan menacari
hakikat kepribadian tentang siapa diri mereka sebenarnya. Dalam ilmu mantiq, manusia disebut
sebagai hayawan al-nathiq (hewan yang berpikir ). Berpikir disini maksudnya adalah berkata-kata
dan mengeluarkan pendapat sera pikiran (Anshari, 1982:4).
Terlalu banyak sebuatan yang diberikan untuk makhluk-makhluk berakal ciptaan Tuhan,
seperti homo sapiens, homo rasionali, animal social, al-insan, dan lain sebagainya. Bentuk sebutan
tersebut mencerminkan keragaman sifat dan sikap manusia. Hal itu dapat terjadi karena di dalam
diri manusia itu sendiri terdapat enam rasa yang menjadi satu, yaitu intelek, agama, susila, sosial,
seni, dan harga diri/sifat keakuan (Muhaimin. 1989:63).
Sistem merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsi-prinsip yang saling bertautan, yang
bergabung menjadi suatu keseluruhan. Terkait dengan itu, nilai yang merupakan suatu norma
tertentu mengatur ketertiban kehidupan sosial. Karena manusia, sebagai makhluk budaya dan
makhluk sosial, selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Maka,
manusia dalam proses interaksinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina
dengan baik dan selaras.
Nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat
dengan manusia lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh aliran progresivisme bahwa
“masyarakat menjadi wadah nilai-nilai”. Mausia di dalam hubungannya dengan sesama dengan alam
semesta ini tidak mungkin melakukan sikap yang netral. Karena pada dasarnya manusia itu sudah
mempunyai watak manusiawi seperti cinta, bensi, simpati, hormat, antipati, dan lain sebagainya.
Kecenderungan untuk cinta, benci, simpati dan lainnya itu merupakan suatu sikap. Suatu sikap yang
ada adalah konsekuensi dari suatu penilaian, apakah penilaian itu didasarkan atas asas-asas objektif
rasional atau subjektif emosional belaka (Imam Barnadib, 1987:31-32).
1. Pengertian Penilaian
Secara umum, cakupan pengertian nilai itu tak terbatas. Maksudnya, segala sesuatu yang ada dalam
alam raya ini bernilai, yang dalam filsafat pendidikan dikenal dengan istilah aksiologi. Dalam
Ensiklopedia Britanica disebutkan bahwa nikai itu merupakan suatu penerapan atau suatu kualitas
suatu objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi. Nilai itu merupakan hasil dari kreativitas manusia
dalam rangka melakukan kegiatan sosial, baik itu berupa cinta, simapti, dan lain-lain.
Nilai merupakan sesuatu yang ada hubungannya dengan subjek manusia. Sesuatu yang dianggap
bernilai jika pribadi itu merasa sesuatu itu bernilai. Dengan demikian, lepas dari perbedaan niali baik
objektif maupun subjektif, tujuan adanyanilai ialah menuju kebaikan keluhuruhan manusia. Menurut
aliran realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan
bergantung dari apa atau bagaimana sikap subjek itu.
Menurut Muhammad Noor Syam, pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai,
terutama yang meliputi kualitas keserdasan, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama yang
kesemuanya tersimpul dalam tujuan pendidikan, yakni membina kepribadian ideal. Untuk
menetapkan tujuan pendidikan dasar, harus melalui beberapa pendekatan seperti : (1) pendekatan
melalui analisis historis lembaga-lembaga sosial; (2) pendekatan melalui analisis ikmiah tentang
realita kehidupan aktual; (3) pendekatan melalui nilai-nilai filsafat yang normatif (normative
philosophy).
4. Etika jabatan
Fungsi dan tanggung jawab pendidik dalam masyarakat merupakan kewajiban setiap warga
masyarakat. Setiap warga masyarakat sadar akan nilai dan peranan pendidikan bagi generasi muda,
khususnya anak-anak dalam lingkungan keluarga sendiri. Kaum profesional ialah mereka yang telah
menempuh pendidikan relatif cukup lama dan mengalami latihan-latihan khusus. Dalam pendidikan
seorang guru harus mempunyai asas-sasa umum yang universal yang dapat dipandang sebagai
prinsip umum, seperti :
a. Melaksanakan kewajiban dasar good will atau iktikad baik, dengan kesadaran pengabdian.
b. Memperlakukan siapa pun, anak didik sebagai satu pribadi yang sama dengan pribadinya sendiri.
Secara sederhana, filsafat pendidikan adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang
menjiwai, mendasari,dan memberikan identitas suatu sistem pendidikan. Filsafat pancasila
merupakan satu kesatuan bulat dan utuh, atau kesatuan organik yang berlandaskan pada pancasila.
Filsafat sering disamakan dengan pandangan dunia. Pandangan dunia adalah suatu konsep yang
menyeluruh tentang alam semesta, manusia masyarakat umum, nilai dan norma yang mengatur
sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia, masyarakat,
dan alam sekitarnya serta dengan ciptaannya.
Untuk mengembangkan mutu pendidikan, ada lima jalur yang harus diperhatikan. Pertama,
landasan filsafat untuk menjadi dasar dalam menyusun paradigma bagi pengembangan ilmu
pendidikan. Kedua, kita memerlukan paradigma bagi penyusunan metodologi pengembangan ilmu
pendidikan. Ketiga, kita memerlukan modal-modal penelitian untuk digunakan dalam penelitian
pendidikan. Keempat, memerlukan metodologi pembagian ilmu pendidikan tersebut. Kelima,
melakukan suatu organisasi yang berskala nasional.
Beberapa unsur yang dapat dijadikan tonggak untuk pengembangan pendidikan lebih lanjut,
meliputi :
Kedua, tujuan institusional, yaitu perumusan secara umum pola perilaku dan pola
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga pendidikan. Ketiga, tujuan kurikuler,
adalah untuk mencapai pola perilaku dan pola kemampuan serta ketrampilan yang harus dimiliki
oleh lulusan suatu lembaga, yang sebenarnya merupakan tujuan institusional dari lembaga
pendidikan. Keempat, tujuan instruksional, yaitu rumusan secara terperinci tentang apa saja yang
harus dikuasai oleh anak didik sesudah ia melewati kegiatan instrusional yang disangkutkan dengan
berhasil (Suryosubroto, 1990:20-21).
Pendidik adalah individu yang mampu melaksanakan tindakan mendidik dalam satu situasi
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan (Yusuf, 1982:53). Yang dimaksud dengan pendidik di
dini adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu berdiri
sendiri memenuhi tuganya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk individu yang
mandiri (Yusuf, 1982:53).
Agar pendidik berfungsi sebagai medium, baik dalam menjalankan tugas kegiatan
pendidikan, maka ia harus melaksanakan beberapa peranan yang diperlukan sebagai berikut:
a. Ia wajib menemukan pada anak didinya dengan jalan observasi, wawancara, pergaulan, angket, dan
sebagainya.
c. Ia wajib menyajikan jalan yang terbaik dan menunjukkan perkembangan yang tepat.
d. Ia wajib setiap waktu mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik
dalam usaha mencapai pendidikan yang sudah berjalan seperti yang diharapkan.
e. Ia wajib memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada anak didik pada waktu mereka
menghadapi kesulitan dengan cara yang sesuai dengan kemampuan anak didik dan tujuan yang akan
dicapai.
f. Dalam menjalankan tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa anak sendirinlah yang berkembang
berdasarkan bakat yang ada padanya.
g. Pendidik senantiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk mengetahi apakah hal-hal yang
tertentu dalam diri pribadinya yang harus mendapatkan perbaikan.
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik ditinjau dari segi fisik
maupun dari segi perkembangn mental. Setiap individu memerlukan bantuan dan perkembangan
pada tingkat yang sesuai dengan tugas perkembangan setiap anak didik. Setiap kegiatan sudah pasti
memerlukan unsur anak didik sebagai sasarandari kegiatan tersebut. Yang dimaksud anak didik disini
adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang
sudah dewasa dalam melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai warga negara, sebagai
anggota masyarakat, dan sebagai individu.
3. Kurikulum
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai merupakan faktor yang menentukan kurikulum dan isi
pendidikan yang diberikan. Dengan kurikulum dan isi pendidikan inilah kegiatan pendidikan dapat
dilaksanakan secara benar yang telah dirumuskan. Antara tujuan dan program harus ada keserasian.
Tujuan yang hendak dicapai itu harus tergambar dalam program yang tertuang dalam kurikulum,
bahkan program itulah yang mencerminkan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam proses
pendidikan.oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pendidikan dalam suatu lembaga kependidikan.
Kurikulum merupakan rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian
dan perang kat lainnya. Sedangkan pokok pikiran penting yang biasa dalam kurikulum adalah tujuan
pendidkan, bahan pelajaran, pengalaman dan aspek perencanaan. Hubungan kurikulum dengan
pandangan filsafat terutama tampak pada bentuk-bentuk kurikulum yang dilaksanakan. Satu asas
filosofi itu menjadi latar belakang pendidikan itu berupa nilai demokrasi. Sedangkan tugas pokok dari
pendidikan adalah memberi arahan dari tujuan pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu
tidak hanya menjabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan oleh pendidik kepada
anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang bersifat kependidikan yang dipandang perlu dan
mempunyai pengaruh terhadap anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
4. Sistem Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sengaja dan terencana untuk mebantu perkembangan potensi
dan kemampuan anak agar dapat bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu
dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih materi, strategi kegiatan dan teknik
penilaian yang sesuai. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar
dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Beberpa aliran tentang perkembangan manusia dan hasil pendidikan itu adalah sebagai berikut:
a. Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman-
pengalaman yang diperoleh anak didik selam hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya dari luar
dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya.
b. Nativisme. Ini merupakan teori yang bertolak belakang dengan teori empirisme, yang dianut oleh
fisuf Jerman, Schopenhauer (1788-1860), yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawaan
baik dan pembawaan yang buruk. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat
mengahsilkan tjuan yang digarapkan berhubungan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata
lain, aliran nativisme merupakan aliran pesimisme dalam pendidikan.
d. Konvergensi, dikemukakan oleh seorang pakar pendidikan Jerman, William Stern (1871-1939). Ia
berpendapat bahwa anak didik dilahirkan dengan pembawaan baik maupun buru. Teori konvergensi
ini berpandangan bahwa:
Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan yang telah diuraikan di atas, maka terdapat
beberapa ciri umum dalam pendidikan, yaitu:
a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan
dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu
maupun seorang warga negara atau masyarakat.
b. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang sengaja dan terencana
untuk memilih isi materi, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
c. Kegiatan tersebut memberikan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa
pendidikan jalur sekolah (formal), dan pendidikan jalur luar sekolah (informal dan nonformal).
Filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau
filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran mengenal masalah pendidikan. Jadi, filsafat
pendidikan adalah sebuah ilmu yang hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
dalam lapangan pendidikan. Dan sebagai ilmu yang merupakan jawaban terhadap problema
tersebut dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya itu secara
normatif tertumpu dan berfungsi untuk:
a. Merumuskan dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi
moral pendidikan.
b. Merumuskan teori, bentuk, dan sistem pensisikan berupa moral kepemimpinan, politil pendidikan,
pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara.
c. Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan
kebudayaan.
Sedangkan pengertian sistem pendidikan itu adalah sistem yang dijadikan tolok ukur bagi
tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi mengendalikan, mengatur, dan
mengarahkan perkembangan masyarakat dalam lapangan pendidikan. Sistem pendidikan itu
diperlukan untuk menjawab semua persoalan yang ada, khususnya di bidang kependidikan. Tugas
pendidikan adalah membimbing manusia dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
manusia dari tahap ke tahap kehidupan anak didik samapai mencapai titik kemampuan yang
optimal. Sedangkan fungsi pendidikan adlah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas
pendidikan agar dapat berjalan lancar.
Pada hakikatnya, dilihat dari segi idealitas sosio kultural, sistem pendidikan adalah alat
pembudayaan (akulturasi) umat manusia yang paling menentukan dan diperlukan di antara
keperluan hidupnya walau pendidikan itu timbul dan berkembang dari sumber kultural umat itu
sendiri. Sebagai alat, tentunya pendidikan merupakan aplikasi netral, melainkan selalu bergantung
pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan harus bergerak dalam bidang
filsafat, budi pekerti dan kesenian. Hakikat pendidikan adalah handayani/ memberi pengaruh.
Karena cara pendidikan itu haruslah bersifat tutwuri (dari belakang, tanpa paksaan) melalui
perhatian, kesempatan, melalui pengertian dan keyakinan, dengan jalan dialog dan diskusi terbuka,
kritis dan objektif (ing madya mangunkusuma), melalui teladan yang nyata dan jujur (ing ngasro
sungtulada).
Bagi Ki Hajar Dewantoro, manusia yang bermental dewasa adalah manusia yang merdeka
lahir dan batin, yaitu manusia yang mampu membina kehidupan pribadi yang selamat dan bahagia
dan turut membina kehidupan masyarakat yang tertib dan damai.
Adapun korelasi antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan itu adalah:
a. Bahwa sisitem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana,
pelaksanaan teknik-teknik dan/atau pola-pola proses pendidikan dan pengajaran dengan makna
akan dicapai dan dibina tujuan-tujuan pendidikan.
b. Isi moral pendidikan atau tujuan intermediate adalah perumusan norma-norma atau nilai spiritual
etis yang akan dijadikan sistem nilai pendidikan dan/ atau merupakan konsepsi dasar nilai moral
pendidikan, yang berlaku di segala jenis dan tingkat pendidikan.
c. Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar
dan tujuan pendidikan, hakikat dan sifat hakikat manusia, hakikat dan segi-segi pendidikan, isi moral
pendidikan, sistem pendidikan yang meliputi politik kependidikan, kepemimpinan pendidikan dan
metodologi pengajarannya, pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat.
Filsafat pendidikan yang lahir dan menjadi bagian dari rumpun konsep ilmu
pendidikan,sebagai ilmu pengetahuan normatif, merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah-
kaidah nilai yang akan menjadi ukuran tingkah laku manusia yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Sementara ilmu pendidikan merupakan ilmu pengethauan praktis yang mempunyai
maksud bahwa tugas pendidikan, sebagai aspek kebudayaan yang mempunyai tugas, menyalurkan
nilai-nilai hidup dan melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai norma tingkah laku kepada subjek
didik yang bersumber dari filsafat, kebudayaan, dan agama yang berlaku dalam masyarakat atau
negara.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan merupakan tata pola pikir
terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempunyai
hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh pendidikatau guru
sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu. Dapat dipahami pula bahwa betapa eratnya
hubungan antara filsafat pendidikan dan sistem pendidikan itu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat adalah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahami secara
radikal, integral, dan universal tentang hakikat sarwa yang ada (Tuhan, alam, dan manusia), serta
sikap manusia sebagai konsekuensi dari pemahamn tersebut. (Anshari, 1984:12).
Sedangkan Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat.
Dalam hal ini, ada empat aliran yang akan di bahas. Pertama, aliran serba zat. Aliran ini mengatakan
yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Kedua, aliran serba roh. Aliran ini
berpendapat bahwa hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah roh. Hakikat manusia juga adalah
roh. Sementara zat adalah manifestasi dari roh. Dasar dari aliran ini ialah bahwa roh itu lebih
berharga, lebih tinggi nilainya dari pada materi. Ketiga, aliran dualisme. Aliran ini menganggap
bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua
substansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain.
Keempat, aliran eksistensialisme. Aliran filsafat modern berpandan bahwa hakikat manusia
merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia adalah apa yang menguasai manusia secara
menyeluruh.
Sedangkan pandangan filsafat tentang pendidikan Secara sederhana, filsafat pendidikan adalah
nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari,dan memberikan identitas
suatu sistem pendidikan. Filsafat pancasila merupakan satu kesatuan bulat dan utuh, atau kesatuan
organik yang berlandaskan pada pancasila. Filsafat sering disamakan dengan pandangan dunia.
filsafat pendidikan merupakan tata pola pikir terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan
pengajaran yang senantiasa mempunyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain
yang diperlukan oleh pendidik atau guru sebagai pengajar dalam bidang studi tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Jalaudin , Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M. Ed , 2013 , “Filsafat Pendidikan Manusia,Filsafat,
Dan Pendidikan”, Cet.Ke-3, Rajagrafindo Persada, Depok
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat adalah pengetahuan-pengetahuan penyelidikan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-
asas, hukum-hukum tentang segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Peranan filsafat pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia adalah semakin
tinggi daya pikir manusia maka sumber daya yang dimiliki juga semakin tinggi pula.
B. Saran
1. Bagi dosen untuk dapat memberikan gambaran mengenai filsafat dan pendididkan.
2. Agar pembelajaran menjadi maksimal perlu adanya partisipasi setiap mahasiswa termasuk
dalam berdiskusi.
3. Bagi semua pihak semoga makalah ini menjadi motivasi kita untuk berlajar dan menggali
ilmu.
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memberikan makna yang lebih jelas dan tegas tentang kedewasaan
dan kematangan yang ingin dituju dalam pendidikan, apakah kedewasaan yang
bersifat biologis, pisikologis, dan sosiologis, maka masalah ini merupakan bidang
garapan yang akan dirumuskan oleh filsafat pendidikan. Di samping itu juga dari
pengalaman menunjukan bahwa tidak semua manusia baik potensi jasmaninya
maupun potensi rohaninya (pikir, karsa, dan rasa) berkembang sebagaimana
yang diharapkan. Oleh karena itu lahirlah pemikiran manusian utuk memberikan
alternatif pemecahan masalah terhadap perkembangan manusia. Apakah yang
mempengaruhi perkembangan potensi manusia, dan mana yang paling
menentukan dan dengan adanya lembaga-lembaga pendidikan dengan berbagai
aktivitasnya telah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi peserta
didik sehingga bermanfaat bagi kehidupan peribadi dan masyarakat sekitar.
Dari uraian tadi, jelaslah bahwa pendidikan adalah sebagai pelaksanaan
dari ide-ide filsafat. Atau dengan kata lain bahwa ide filsafat telah memberikan
asas sistem nilai dan atau normatif bagi peranan pendidikan yang telah
melahirkan lembaga-lembaga pendidikan dan dengan segala aktivitasnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan sebagai jiwa, pendoman, dan
sumber pendorong adanya pendidikan. Inilah antara lain peranan filsafat
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan
2. Kegunaan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka kegunaan penulisan makalah
ini yaitu sebagai berikut:
BAB II
PEMBAHASAN
Pandangan hidup yang merupakan jati diri ini berisi nilai-nilai yang
dianggap sebagai sesuatu yang secara ideal adalah benar. Dan nilai kebenaran itu
sendiri berbeda antara masyarakat atau bangsa yang satu dengan lainnya. Nilai-
nilai kebenaran yang idealis ini disebut sebagai filsafat hidup yang dijadikan
dasar dalam penyusunan sistem pendidikan. Selain itu, nilai-nilai tersebut juga
sekaligus dijadikan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan sistem
pendidikan dimaksud.
Dengan demikian, antara rantai hubungan itu terlihat pada perincian
sebagai berikut:
1. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai ideal yang dipandang
sebagai sesuatu yang benar.
Atas dasar pemikiran filsafat dan pandangan hidup ini, maka pendidikan
yang diselenggarakan bangsa Athena jadi berbeda dengan sistem pendidikan
Sparta. Kurikulum pendidikannya yang terangkum dalam trivium membuat mata
pelajaran pokok ini diarahkan pada pengembangan potensi akal, perasaan dan
jasmani. Kemudian diberikan pula mata pelajaran logika dan retorika. Kurikulum
ini selanjutnya terus dikembangkan menjadi qaudrivium yang terdiri dari musik,
matematika, ilmu ukur dan ilmu bintang, seperti yang kemudian diterapkan di
sekkolah-sekolah di zaman Romawi (Moh. Said, 1964: 45).
Di zaman modern, proses serupa terus berlanjut. Negara yang
menempatkan komunisme sebagai pandangan hidup bangsanya, seperti Uni
Soviet (sebelum Gorbachev), maupun Republik Rakyat China (di zaman Mao Tse
Tung), tampaknya filsafat materialisme menjadi dasar sistem pendidikan
mereka. Tujuan pendidikan diarahkan pada manusia pekerja yang mengabdi
kepada kepentingan negara. Setiap warga negara seakan menjadi bagian dari
mesin yang diarahkan dapat memproduksi materi bagi kepentingan negara. Oleh
karena itu, kelompok warga yang dinilai potensial adalah kaum buruh dan kaum
tani, karena kedua bidang ini secara nyata mampu memproduksi materi berupa
hasil teknologi dan bahan pangan. Maka untuk mencapai hasil yang maksimal,
negara memiliki kewenangan penuh untuk menguasai warga yang tergabung
dalam satuan-satuan komune. Warga negara mengabdi kepada negara dalam
bentuk pengabdian bertingkat secara hierarki. Anggota mengabdi kepada ketua
komune, dan ketua komune mengabdi kepada ketua presidium tertinggi yang
memiliki kekuatan tak terbatas. Rakyat hanyalah pekerja yang harus mengabdi
kepada negara.
Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia yang memiliki filsafat dan
pandangan hidup tersendiri, yaitu Pancasila. Pandangan hidup ini dengan
sendirinya menjadi dasar dan sekaligus tujuan sistem pendidikan nasional.
Dengan katalain, sistem pendidikan nasional disusun atas dasar filsafat
pendidikan Pancasila. Sebab, filsafat pendidikan merupakan ilmu pendidikan
yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran
dari pemecahan masalah-masalah pendidikan.[10]
Saat ditemukan, anak ini menunjukkan perilaku dan fisik yang berbeda
dari anak manusia normal. Ia berjalan merangkak, layaknya serigala. Tangannya
berfungsi sebagai kaki depan. Lidahnya terjulur dan gigi taringnya terlihat lebih
panjang dari deretan gigi serinya. Minum dengan cara menjilat-jilat dan makan
dengan cara mengoyak-ngoyak dengan taringnya. Tangan tidak difungsikan
seperti layaknya manusia, lanjut Jaka (Jaka Datuk Sati, 1979: 37).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Yaitu dengan adanya kemampuan manusia mengembangkan diri,
manusia berpeluang untuk membentuk dirinya, baik secara fisik
maupun mental. Selain itu, manusia juga dan padaban manusia
mengalami kemajuan dari zaman ke zaman.
2. Filsafat mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kepribadian dan
jati diri masyarakat karena adanya filsafat akan dibentuk tradisi
kehidupan masyarakat dan usaha yang terprogram.
3. Dengan adanya filsafat, manusia dapat melihat kebenaran tentang
sesuatu diantara kebenaran yang lain, sehingga manusia mampu
menghadapi masalah-masalah yang ada dan menjadi bijak sana. Da
serta mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan
Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al Husna. 1986.