Anda di halaman 1dari 44

Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua objek, yaitu objek material dan objek formal.

Objek
material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah
objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami
objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat sebagai proses
berpikir yang sistematis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal. Objek
material filsafat adalah segala sesuatu yang ada mencangkup ada yang tampak da nada yang
tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, dan yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada
dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun
objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional tentang
segala yang ada.

Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut pantai
untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri adalah sebagai pengetahuan yang
diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing-masing, sehingga
ilmulah secara praktis membelah gunung dan merambah hutan. Setelah itu, filsafat kembali
ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.

Karena itu, filsafat oleh para filosof disebut sebagai induk ilmu. Sebab dari filsafatlah,
ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu
dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Awalnya filsafat terbagi pada teoritis dan praktis.
Filsafat teoritis mencangkup metafisika, fisika, matematika, dan logika. Sedangkan filsafat
praktis adalah ekonomi, politik, hokum dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian
berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi
berkembang menjadi anatomi, kedokteran dan kedokteranpun terspesialisasi menjadi
beberapa bagian. Perkembangan ini dapat di ibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan
ranting yang semakin lama semakin rindang.

Dalam perkembangan selanjutnya filsafat bukan sebagai induk lagi karena filsafat
sudah menjadi bagian dari ilmu tersebut dan sudah sektorial, contohnya, filsafat agama,
filsafat hokum, dan filsafat ilmu. Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja
menjauhkan ilmu dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan
kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan bidang yang lain.
Tugas filsafat dianaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi
bentrokan antara berbagai kepentingan.
Ilmu sebagai objek filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material
yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional. Begitu juga sifat
pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karena ilmu
dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi
pengembangan ilmu itu sendiri.

1. ILMU SEBAGAI OBJEK KAJAIAN FILSAFAT


Pada dasarnya setiap ilmu memiliku dua macam objek, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sarana pendidikan, seperti tubuh
manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode
untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat
sebagai berfikir yang sistimatis dan radikal juga memiliki objek material dan objek formal.
Objek material filsafat adalah segala yang ada.
Segala yang ada mencakup ada yang tampak ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah
dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof
membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang
ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek formal filsafat adalah
sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.
Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu hanya terbatas pada persoalan
yang empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan yang non empiris. Objek
ilmu terkait dengan filsafat ada objek empiris . disamping itu, secara historis ilmu berasal dari
kajian filsafat kaeran awalnya filsafatllah yang melakukan pembahasan tentang segala yang
ada secara sistematis, rasional, dan logis termasuk yang empiris. Setelah berjalan beberapa
lama kajian terkait dengan hal yang empiris semankin bercabang dan berkembang, sehingga
menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah terbentuknya
ilmu secara berkesinambungan.
Will Durant mengibaratkan filsafat sebagai pasukan mariner yang merebut pantai untuk
pendaran pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang
diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan. Setelah itu ilmu berkembang sesuai dengan spesialis masing-masing, sehingga
ilmulah secara praktis membelah gunung dan merambah hutan. Setelah itu, filsafat kembali
ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Karena itu filsafat oleh para filosof disebut sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafatlah, ilmu-
ilmu modern dan kontemporer bekembang. Sehingga manusia dapat menikmati ilmu
sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Awalnya, filsafat terbagi pada teoritis dan praktis.
Filsafat teoritis mencakup metafisika, fisika, matematika, dan logika, sedangkan filsafat
praktis adalah ekonomi, politik, hokum, dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian
berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi
berkembang menjadi anatomi, kedokteran, dan kedokteranpun terspesialisasi menjadi
beberapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan
ranting yang semakin lama semakin rindang.
Bahkan dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak dipandang sebagai induk dan sumber
ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendir, yang juga mengalami spesialisasi.
Dalam taraf penilaian ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral.
Cotohnya, filsafat ilmu, filsafat hukum, dan ilum adalah bagian dari perkembangan filsafat
yang sudah menjadi sektoral dan terkontak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu yang
sedang dibahas ini adalah bagian yang tak terpisahkan dari tuntutan tersebut karena filsafat
tidak dapat hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga dapat membimbing ilmu.
Disisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari
induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang
tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat diantaraya adalah
menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai
kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangan relevan
untuk dikaji dan didalami.
Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material
yang didekati melalui pendekatan radikal, menyeleruh, dan rasional. Begitu juga dengan
pendekatan spekulatif dalam filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu dilihat dari
posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan
ilmu itu sendiri.

1. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU


2. Filsafat dan Hikah

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu; philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa
yunani; philosophia, dengan terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau phillia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos (‘hikmah’, kebijaksanaan, intelegensi). Jadi, secara etimologi,
filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa Arab Karena orang
Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada orang dari
bahasa Inggris. Oleh karena itu, dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat.
Buku-buku mengenai ‘filsafat’ ditulis dengan falsafat, seperti Falsafah Agama dan Falsafah
dan Mistisisme dalam Islam.
Kendati istilah filsafah yang lebih tepat adalah falsafah yang berasal dari bahasa Arab. Kata
falsafah sebenarnya bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Sebab, sebagian kata Arab yang di
Indonesiakan mengalami perubahan dalam huruf vokalny, seperti Masjid menjadi Mesjid dan
Karamah menjadi Keramat. Karena itu, perubahan huruf a menjadi huruf I dalam kata
falasafah bisa ditolerir. Lagi pula, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat
menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyeledikan dengan akal
budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:

1. Upaya spekulasi untuk menyajikan suatu pandangan sistematik seta lengkap tentang
realitas.
2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhit dan dasar serta nyata.
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumbernya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4. Penyeldikan kritis atas pengadaian-pengadaian dan penyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakana
dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.

Pengertian filsafat secara terminology sangat beragam baik dalam ungkapan maunpun dalam
titik tekanannya. Bahkan, Moh. Hatta dan Langeveld bahwa defenisi filsafat tidak perlu
diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam defenisinya. Oleh karena itu,
biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudian menyimpulkan sendiri.
Pendapat ini ada benarnya, sebab intisari berfilsafat itu sendiri terdapat dalam pembahasan
bukan pada defenisi. Namun, defenisi filsafat untuk dijadikan patoakan awal diperlukan
untuk member arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang terkait dengan filsafat
ilmu. Karena itu, disini dikemukakan beberapa defenisi dari para filosof terkemuka yang
culup refrensentatif , baik dari segi zaman maupun kualitas pemikiran.
Phytagoras (572-492 SM) adalah filosof yang pertama kali menggunakan kata filsafat, dia
mengemukakan bahwa manusia dapat dibagi kedalam tiga tipe: mereka yang mencintai
kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan.
Tujuan kebijaksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan menuju keselamatan
dalam hal keagamaan. Shopia mengandung arti yang lebih luas daripada kebijaksanaan,
yatiu:
1. Kerajinan,
2. Kebenaran Pertama,
3. Pengetahuan yang luas,
4. Kebijakan Intelektual,
5. Pertimbangan yang sehat dan
6. Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal yang praktis.
Dengan demikian asal mula filsafat itu sangant umum, yaitu intinya adalah mencari
keutamaan mental (the pursuit of mental excellence).
Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalam penemuan kenyataan atau
kebenaran absolute (keduanya sama dengan pandangannya), lewat “dialektika”. Sementara
Aristoteles (384-332 SM), tokoh utama filosof klasik, mengatakan bahwa filsafat menyelidiki
sebab dan asas segala terdalam dari wujud. Karena itu, ia menamakan filsafat dengan
“teologi” atau “filsafat pertama”. Aristoteles sampai pada kesimpulan bahwa setiap gerak di
alam ini digerkkan oleh yang lain. Karena itu, perlu menetapkan suatu penggerak pertama
yang menyebabkan gerak itu, sedangkan dirinya sendiri tidak bergerak. Penggerak pertama
ini sama sekali terlepas dari materi; sebab kalau ia materi, maka ia juga mempunyai potensi
gerak. Allah, demikian Aristoteles, sebagai penggerak. Pertama adalah Aktus Murni. Dan ia
adalah salah seorang filosof Yunani kuno yang mengatakan bahwa filsafat memperhatikan
seluruh pengetahuan, dan kadang-kadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud
(ontology).
Al-Farabi (W. 950 M), berpendapat bahwa filsafat atau hikamah merupakan pengetahuan
“otonom” yang perlu dikaji oleh manusia kerena dia dikaruniai akal. Alquran Filsafat
mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambah dan memperkuat keimanan kepada tuhan.
Immanuel Kant (1724-1804 M), mengatakan bahwa filsafat itu ilmu dasar segala
pengetahuan, yang mencakup didalamnya empat persoalan, yaitu:

1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Dijawab oleh metafisika)


2. Apakah yang boleh kita kerjakan? (Dijawab oleh etika/ norma)
3. Sampai manakan pengharapan kita? (Dijawab oleh Agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (Dijawab oleh Antropologi)

Sutan Takdir Alisjahbana berpendapat bahwa filsafat adalah berfikir dengan insaf. Yang
dimaksud dengan insaf adalah berpikir dengan teliti, menurut aturan yang pasti. Sementara
itu Deng Fung Yu Lan, seorang filosof dari dunia Timur, mendefenisikan filsafat adalah
fikiran yang sistimatis dan refleksi tentang hidup.
Filsafat juga didefenisikan oleh H. Hamersama sebagai pengetahuan metodiis, sistematis, dan
koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan. Sedangkan Harun Nasution mengatakan
bahwa filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada
trades, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai kedasar-dasar
persoalan.
Dalam pandangan Sidi Gazalba fislafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal,
dan universal dalam rangka mencari kebenaran. Inti atau hakikat mengenai segala sesuatu
yang ada.
Pendapat Sidi Gazalba ini memperlihatkan adanya tiga pokok dalam filsafat, yaitu:

1. Adanya unsure berpikir yang dalam hal ini menggunakan akal.


2. Adanya unsure tujuan yang ingin dicapai melalui berpikir tetsebut.
3. Adanya unsure ciri tang teredapat dalam pikiran tersebut, yaitu mendalam.

Uraian diatas menunjukkan dengan jelas ciri dan karakteristik berpikir secara filosofis.
Intinya adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran sehingga
alat utamanya untuk menemukan hakikat segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu.
Telah disebut diatas bahwa saah satu makan filsafat adalah mengutamakan dan mencintai
hikmah. Fuad Irfami al Bustami mengartikan hikmah dalam kitab monumetalnya Munjis al-
Thullab, secara etimologi yaitu al—“adl (memposisikan sesuatu pada porosnya), al- hilm
(akal/ balqh/ pemikiran yang sempurna), al- falsafah (filsafat), dan secara bertimologi.
Ungkapan atau pemikiran yang sesuai dengan kebenaran suatu pendapat yang valid.
Ibnu Mundzir, penulis kamus standar dalam bahasa Arab. Lisan al- Arabi, menjelaskan
bahwa istulah hikmah berarti terhindar dari kerusakan dan kezaliman, karena hikmah adalah
ilmu yang sempurna dan manfaat.
Lain halnya dengan al- Jurani dalam mendefenisikan kata hikmah adalah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.
Ibn Sina mengartikan kata hikamh dalam al-Thabi’iyyat adalah mencari kesempurnaan diri
manusia dengan menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik yang
bersifat teorik manupun praktik menurut kadar kemampuan manusia.
Rumusan tersebut mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigm keilmuan yang
mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1) Masalah, 2) Fakta dan data, 3) Analisis Ilmuwan
dengan teori. Al-Syaybani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta kepada hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian kepadanya dan
mencari sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula
berarti mencari hikmah sesuatu , berusahan mendapatkan sebab dan akibat serta berusaha
menginterprestasikan pengalaman-pengalaman manusia.

2. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ilan, yaf’alu, yang
berarti mengerti, memahami benar-benar seperti ungkapan “Asmu’I telah memahami
pelajaran filsafat”. Dalam bahasa Inggris disebut science,; dari bahasa Latin scientia
(pengetahuan)- scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah
episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah
pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangka gejala-gejala tertentu, di bidang (pengetahuan) ini.
Mulyadi Kartanegara mengatakan bahwa ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan
sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tapi setelah itu sains lebih
terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-
bidang nonfisik seperti metafisika.
Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminology antara lain adalah:
1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistimatis, dapat diukur,
dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan
pada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak mengartikan kepingan pengetahuan satu
putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu
ke objek (alam objek) yang sama berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi
sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungannya yang tercemin
dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip
metafisis objek menyingkapakan dirinya sendiri kepada kita dalam produsen ilmu
secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicirikan
oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berfikir.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing
penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat didalamnya dirinya sendiri hipotesis-
hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Di pihak lain, yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah)
adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada
dasarnya harus terbuka pada semua pencari ilmu. Kendati demikian baik untuk tidak
memasukkan persyaratan dalam defenisi ilmu. Karena objektifitas ilmu dan kesamaan
hakiki daya persyaratakn ini pada umumnya terjamin.
5. Ciri hakiki lainnya dari ilmu adalah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu
tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak
pengamatan dan ide-ide yang terpisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menurut pengamatan
dan berpikir metodis, ternyata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah
terminology ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsep-konsep lain.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai
ilmu membuat perbedaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu
adalah objek kongret yang disimak ilmu. Sedangkan yang belakangan adalah aspek
khusus atau sudut pandang terhadap objek material. Yang mencirikan setiap ilmu
adalah objek formalnya, sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak
ilmu yang lain. Pembagian objek studi mengajar mengantar ke spesialisasi ilmu yang
terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahaya pandangan sempit atau bidang penelitian
yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling keterkaitan seluruh
realitas lenyap dari pandangan.

Adapun beberapa defenisi ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
– Mohammad Hatta, mendefenisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
– Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah empiris, rasional,
umum, dan sistimatikm dan keempatnya serentak.
– Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang konfrehensif dan
konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
– Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa
ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi
dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
– Harsojo, Guru Besar Antropolog di Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu
adalah:

1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.


2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia
yang terkait oleh factor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati
oleh panca indera manusia.
3. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan
suatu proposisi dalam bentuk: “Jika…, maka…,”.

– Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefenisikan ilmu adalah


pengetahuan manusia tetang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan
konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannyan diuji
dengan pengalaman praktis.
Dari keterangan para ahli tentang ilmu diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu
adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistemati,
rasional, empiris, universal, obkjektif, dapat diatur, terbuka, dan komulatif (bersusun timbun).
Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa objek ilmu tidak mesti selalu empiris karena
realitas itu tidak hanya yang empiris bahkan tidak empiris lebih luas dan dalam
dibandingakan dengan yang empiris. Karena itu, dia mamasukka teologi adalah ilmu, yang
sama dengan ilmu-ilmiu yang lainnya.
Adapun perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan, ilmu adalah bagian dari pengetahuan
yang terklasifikasi,tersistem, dan terukur serta dapat dapat dibuktikan kebenarannya secara
empiris. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai
metafisika maupun fisik.
Dapat juga dikaitkan pengetahuan adalah infoirmasi yang berupa common sence, sedangkan
ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan
mekanisme tertentu. Ilmu bagaikan sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dipotong
ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi, sedangkan pengetahuan
adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan ditempat lain yang
belum tersusun dengan baik.
Setelah dipahami pengertian filsafat, ilmu, dan pengetahuan, maka dapat disimpulkan filsafat
ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu, sehingga filsafat ilmu
perlu menjawab beberapa persoalan berikut ini:

1. Pertnyaan landasan ontologis:

Objek apa yang ditelaah? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana
korelasi antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti, berpikir, merasa, dan
mengindera) yang menghasilkan ilmu? Dan landasan ontologis ini adalah dasar untuk
mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-bidang ilmu.

2. Pertanyaan landasan epistemologis

Bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa
yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kreterianya? Cara/ teknik/ sarana apa yang
membantu kita mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?.

3. Pertanyaan landasan aksiologis

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaiamana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaiamana penentuan objek dan metode
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaiaman korelasi antara teknik
procedural merupakan operasionalisasi metode ilmiah sengan norma-norma moral?

3. Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu

Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut:

1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-


lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sistem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari
hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.

Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :

1. Objek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu
yang ada (realita) sedangkan objek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat
khusus dan empiris. Artinya, ilmu terfokus pada disiplin bidang masing-masing secara
kaku dan terkont-kontak, sedangkan kajian filsafat tidak terkontak-kontak dalam
disiplin tertentu.
2. Objek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat nonfragmentaris, kerena mencari
segala sesuatu yang ada secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu
bersifat fragmentarism spesifik, dan intensif. Di samping itu, objek formal ilmu itu
bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan
diri dengan realita.
3. Filsafat dilakasanakan dalam suatu susunan pengetahuan yang menonjol daya
spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat
pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai-nilai ilmu terletak pada kegunaan
pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4. Filsafat memuat lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas
sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskrusif, yatitu menguraikan secara logis, yang
dimulai dari tidak tau menjadi tahu.
5. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai
mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak
mendalam, yang lebih dekat, yang skunder (skunder cause).

1. TUJUAN FILSAFAT ILMU

Tujuan filsfat ilmu adalah:

1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat


memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai
bidang, sehigga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara
historis.
3. Menjadi pedoaman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
4. Mendorong para calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu
dan mengembangkannya.
5. Mempertegas dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada
pertentangan.

1. PEMBAHASAN

Berdasar dari isi bab I yang berisi tentang Ruang Linkgup Ilmu dari buku Filsafat Ilmu yang
ditulis oleh Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A tersebut di atas, maka dalam pembahasan ini akan
diuraikan tentang bagaimana ruang lingkup fisafat ilmu secara umum. Hal yang menjadi
pembahasan sebagai tanggapan terhadap isi bab di atas menyangkut :
A. Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat
ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat IlmuI, yang disusun oleh Ismaun
(2001)

1. Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current


scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of
science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat
ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah
dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau telah dibuktikan
atau dalam kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat
demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
2. Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of
scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific
enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan)
3. A.Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the
nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its
place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati
yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka
umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
4. Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations
between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang
logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.)
5. May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral
analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis
dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
6. Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for
science what philosophy in general does for the whole of human experience.
Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man
and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it
examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action,
including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error.
(Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa
yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia
dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat
disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-
teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
7. Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to
elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation,
metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-
prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan
perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal,
metodologi praktis, dan metafisika).

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan
telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau
dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji
hakikat ilmu, seperti :

1. Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan
pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu?
Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek
yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

B. Fungsi Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu
kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.


2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari
Agraha Suhandi (1989)

Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan
membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory theories yaitu berupaya
mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation
yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki
dua macam objek yaitu objek material dan objek formal.
1. Objek Material Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada
dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang
ada itu di bagi dua, yaitu :
a) Ada yang bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.
b) Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak mutlak yang
terdiri dari manusia dan alam.
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek
materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu
adalah hakikat ilmu pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem
inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan
ontologis, epistemologis dan aksiologis.

1. Substansi Filsafat Ilmu

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian,
yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3)
konfirmasi dan (4) logika inferensi

1. Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.

 Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara
yang sensual satu dengan sensual lainnya.
 Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini.
Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide
dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara
fenomena dengan sistem nilai.
 Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik
dengan skema rasional, dan
 Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara
empiri dengan obyektif.
 Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek
kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi
terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi
fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis.
Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari
bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran (truth)
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S.
Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam
ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif,
kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya
satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik
berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau
pun pada dataran transendental.
b. Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan
sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan
arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini,
yang sifatnya spesifik
c. Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan
apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan
dalam tindakan.
d. Kebenaran pragmatic
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan
praktis.
e. Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari
yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f. Kebenaran struktural paradigmatic
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari
kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya.
Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut
atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat,
atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi
dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk
mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

4. Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika
matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi
antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya
dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum
ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan
kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren
antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan
kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan
realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral
transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan
baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu,
yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu
logika induksi dan logika deduksi.

1. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu

Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

1. Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta
ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
2. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.
Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide
manusia.
3. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan
praktis.

Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik
dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil
memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi
tidak merusak lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Penerbit Rake Sarasin, Yogjakarta, 2001.
Louis O. Kattsouff, Pengantar filsafat, Tiara Wacana, Yogjakarta
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut
dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.
Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan,
Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.
Metafisika (Bahasa Yunani:  (meta) = “setelah atau dibalik”,  (phusika)
= "hal-hal di alam". Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal
atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Dimana
metafisika mempersoalkan realitas dan dunia dengan segala struktur dan dimensinya. Apa
yang sungguh-sungguh ‘ada’ yang paling utama? Apakah itu ‘kehidupan’? apakah itu ‘dunia
fisik’?[1] Apakah keseluruhan kenyataan itu tunggal atau majemuk? Apakah kenyataan itu
satu ragam ataukah bermacam ragam? Penggunaan istilah “metafisika” telah berkembang
untuk merujuk pada “hal-hal yang diluar dunia fisik”. Sebagai contoh, toko buku metafisika,
bukanlah menjual buku mengenai ontology, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai
ilmu gaib, pengobatan alternatif dan hal-hal sejenisnya.[2]
Menurut para pemikir metafisis seperti Plato dan Aristoteles memberikan asumsi
dasar bahwa dunia atau realitas adalah yang dapat dipahami (intelligible) yang mana setiap
aliran metafisika mengklaim bahwa akal budi memiliki kapasitas memadai untuk memahami
dunia. Seolah – olah akal budi memiliki kualitas “Ampuh” untuk menyibak semua realitas
mendasar dari segala yang ada.[3]
Sedangkan menurut Hamlyn, metafisika adalah bagian kajian filsafat yang paling
abstrak dan dalam pandangan sementara orang merupakan bagian yang paling “tinggi”
karena berurusan dengan realitas yang paling utama, berurusan dengan “apa yang sungguh-
sungguh ada” yang membedakan sekaligus menentukan bahwa sesuatu itu mungkin ataukah
tidak.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya, manusia dikenal sebagai makhluk berfikir, sehinggga ingin
mengetahui segala sesuatu yang belum diketahui. Hal inilah yang menjadikan manusia
istimewa dibandingkan makhluk hidup lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar
manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan, mengetahui mana
yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang
jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan, dalam melakukan pilihan ini
manusia berpegang pada pengetahuan.

Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh ilmu
pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu langkah untuk
medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika
disertai dengan meneliti dan menganalisa secara kritis terhadap suatu objek. Dalam filsafat
ilmu terdapat suatu objek filsafat, yaitu objek material dan objek formal. Kedua objek inilah
yang dijadikan sebagai bahan penelitian yang digunakan untuk membentuk suatu
pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adala sebagai berikut:
1. Apa pengertian filsafat ilmu?
2. Apa sajakah objek-objek filsafat ilmu?

1.3 Tujuan
1. Melengkapi tugas kuliah yang diberikan oleh dosen pengampu.
2. Mengetahui tentang pengertian filsafat ilmu.
3. Mengetahui tentang objek-objek filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat berasal dari bahasa Yunani (Philosophia) dari kata Philien artinya mencintai
dan Sophia artinya bijaksana. Jadi Filsafat berarti cinta kebijaksanaan.

Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini akal dan kalbu yang berusaha keras
dalam mencari kebenaran, yang mana proses tahap mencari kebenaran ada tiga hal, yaitu:
1) Manusia bersepikulasi dengan pikirannya tentang semua hal.
2) Hasil sepikulasi disaring menjadi buah pikiran yang dapat dihandalkan.
3) Buah fikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari kebenaran.

Pengertian filsafat menurut para ahli:


a. Pytagoras ( 572-497 M) ahli filsafat pertama
Filsafat adalah “lover of wisdom” yang artinya cinta kebijakan, yang memberikan nilai
pada manusia. Wisdom merupakan kegiatan perenungan pada Tuhan. Menurutnya kebijakan
yang paling tinggi hanya dimiliki oleh Tuhan.

b. Al-kindi, merapakan filosof muslim pertama


Filsafat adalah hakekat dari segala sesuatu sebatas kemampuan manusia.
c. Al-farabi
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala hakekat dari yang sebenarnya dari segala
yang ada.

d. The Lian Gie


Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. (A. Fuad Ihsan: 2010)

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “filsafat ilmu
merupakan ilmu yang menyelidiki segala hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia,
yang dikupas secara bijaksana dan mendalam sampai mendapatkan hakikat yang
sebenarnya”.

2.2 Objek Filsafat Ilmu

Objek filsafat ilmu adalah suatu bahan yang ditelusuri, diteliti, diselidiki atau
dipelajari, guna untuk memperoleh pengetahuan baru yang diketahui hakikatnya dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya. Objek filsafat ilmu dibedakan menjadi dua macam,
yaitu objek material dan objek formal.
2.2.1 Objek Material Filsafat Ilmu

Objek materi adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penilitian atau pembentukan
pengetahuan itu, yang di pandang atau diselidiki oleh disiplin ilmu.

Pengertian objek materi filsafat menurut para ahli:


1) Louis O. Kattsof
Objek material filsafat adalah segala pengetahuan manusia dan segala sesuatu yang ingin
diketahui manusia. (Surajiyo, 2007)

2) A. Fuad Ihsan
Objek material filsafat yaitu suatu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis
dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara
umum. (A. Fuad Ihsan, 2010)

3) M. Noor Syam
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
materiil konkret, phisis maupun nonmateriil abstrak, psikhis.termusuk pula pengertian
absrak-logis, konsepsional, spiritual dan nilai-nilai. Dengan demikian objek filsafat tak
terbatas. (Surajiyo, 2007)

4) Dr. Oemar Amir Hoesen


Masalah lapangan penyelidikan filsafat adalah karena manusia memiliki kecenderungan
hendak berfikir tentang segala sesuatu dalam alam semesta, terhadap segala yang ada dan
yang mungkin ada. Objek yang tersebut di atas adalah menjadi objek material filsafat.
(Surajiyo, 2007)

5) Drs. H.A. Dardiri


Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada
dalam kenyataan, maupun ada dalam kemungkinan.\\

Segala sesuatu yang ada, itu dapat dibagi dua hal, yaitu:
a) Ada, yang bersifat umum
Ilmu yang menyelidiki tentang hal ‘ada’ pada umumnya disebut ontologi
b) Ada, yang bersifat khusus
Ilmu yang menyelidiki tentang hal ‘ada’ yang bersifat khusus dibagi dua, yaitu:
- ‘Ada’ yang mutlak, yang disebut theodicea
- ‘Ada’ yang tidak mutlak terdiri atas alam (kosmologi) dan manusia (antropologi metafisis).
(Surajiyo, 2007)

Dari beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa “Objek
material filsafat adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian, atau pembentukan
pengetahuan, yang di pandang atau di selidiki, oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup segala
sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan, maupun ada dalam
kemungkinan”.

2.2.2 Objek Formal Filsafat Ilmu


Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek
materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan artinya
filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti
apa hakikat ilmu pengetahuan?, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi
ilmu itu bagi manusia?. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan
ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
1) Landasan ontologis pengembangan ilmu
Landasan ontologis pengembangan ilmu artinya titik tolak penelaah ilmu pengetahuan
didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuan, yang secara
garis besar dibedakan atas dua aliran besar yang sangat mempengaruhi perkembanga ilmu
pengetahuan, yaitu materialisme dan spiritualisme. Materialisme adalah suatu pandangan
metafisik yang menganggap bahwa tidak ada suatu hal yang nyata selain materi.
Spiritualisme adalah suatu pandangan yang metafisik yang menganggap kenyataan yang
terdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.

Pengembangan ilmu berdasarkan pada meterialisme cendurung pada ilmu-ilmu


kealaman dan menganggap bidang ilmunya sebagai induk bagi mengembangan ilmu-ilmu
lain. Sedangkan spriritualisme cenderung pada ilmu-ilmu kerohanian dan menganggap
bidang ilmunya sebagai wadah utama bagi titik tolak pengembangan bidang-bidang ilmu lain.
2) Landasan epistemologis pengembangan ilmu
Landasan epistemologis pengembangan ilmu artinya titki tolak penelaah ilmu
pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah metode ilmial, yang secara garis besar dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu siklus empiris untuk ilmu-ilmu kealaman dan metode linear untuk ilmu-ilmu
sosial-humaniora.

Cara keraja metode siklus empiris meliputi obsevasi, penerapan metode induksi,
melakukan eksperimentasi, verifikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang diajukan,
sehingga melahirkan sebuah teori. Adapun cara kerja metode linear meliputi penangkapan
indrawi terhadap realitas yang diamati, kemudian disusun sebuah pengertian (konsepsi),
akhirnya dilakukan prediksi tentang kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan.

3) Landasan aksiologis pengembangan ilmu pengetahuan


Landasan aksiologis pengembangan ilmu pengetahuan merupakan sikap etis yang harus
dikembangkan oleh seorang ilmuan, terutama dalam kaitanya dengan nilai-nalai yang
diyakini kebenarannya. Dengan demikian, suatu aktifitas ilmial senantiasa dikaitkan dengan
kepercayaan, ideologi yang dianut oleh masyarakat atau bangsa, tempat ilmu itu
dikembangkan (Rizal Mustansyir, dkk, 2001).
Persoalan-persoalan dalam kefilsafatan mengandung ciri-ciri seperti yang
dikemukakan Ali Mudhofir (1996), yaitu sebagai berikut:

1) Bersifat umum, artinya persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus,
dengan kata lain sebagaian besar masalah kefilsafatan berkaitan dengan ide-ide besar.
Misalnya; filsafat tidak menanyakan “berapa uang yang Anda habiskan dalam satu bulan?”.
Akan tetapi filsafat menanyakan “apa kebahagiaan itu?”.

2) Tidak menyangkut fakta. Dengan kata lain persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif.
Persoalan-persoalan yang dihadapi melampaui batas-batas pengatahuan ilmiah.
3) Bersangkutan dengan nilai-nilai (values), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian
dengan pernilaian, baik nilai moral, estesis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengetahuan ini
adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada sesuatu hal.
4) Bersifat kritis, filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep-konsep dan arti-arti
yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.

5) Bersifat sinopti, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan.
Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruhan.

6) Bersifat implikatif, kalu sesuatu persoalan filsafat sudah terjawab, maka dari jawaban
tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang
dikemukakan mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-
kepentingan manusia.

Berfikir kefilsafatan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari ilmu
lain. Beberapa ciri berfikir kefilsafatan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Radikal, artinya berfikir sampai ke akar-akarnya, sehingga sampai hakikat atau substansi
yang dipikirkan.

2) Universal, artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia.

3) Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.

4) Koheran dan konsisten. Koheran artinya sesuai kaidah-kaidah berfikir logis. Konsisten
artinya taat asas, tidak mengandung kontradiksi.

5) Sistematis, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling saling
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.

6) Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Berfikir secara kafilsafatan merupakan


usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.

7) Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan
hasil pemikiran yang bebas, yaitu bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural,
bahkan religius.
8) Bertanggung jawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir sekalugus
bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.
(Mustansyir dan Munir, 2001)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat ilmu merupakan ilmu yang menyelidiki segala hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia, yang dikupas secara bijaksana dan mendalam sampai mendapatkan
hakikat yang sebenarnya. Dalam filsafat terdapat objek filsafat ilmu yaitu suatu bahan
dijadikan tinjauan penelitian oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup segala sesuatu yang ada
(baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan, maupun ada dalam kemungkinan) dan
yang mungkin ada.

3.2 Saran
Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap saat kita membentuk suatu pengetahuan yang
belum kita ketahui. Dari itu timbulah probem-probem yang dipertanyakan hakikatnya, bila
sudah diketahui jawabannya akan muncul lagi probem yang lainnya, begitulah seterusnya.
Oleh karena itu, mari kita cari pengetahuan sampai ke akar-akarnya agar mengetahui hakikat
yang sebenarnya yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam
mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut
membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya. Pengetahuan
dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, pertama, manusia mempunyai
bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi
informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir
tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Filsafat ilmu
memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang
dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat
dipahami dan dipergunakan secara umum.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu,
yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat
berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat
disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat
menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan
validitas dari sebuah informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam
penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan
model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri[1].

1. Rumusan Masalah
2. Apa itu pengertian, tujuan, objek kajian filsafat ilmu? dan
3. Bagaimana kedudukan filsafat ilmu?
4. Tujuan
5. Untuk mengetahui Apa itu pengertian, tujuan, objek kajian filsafat ilmu.
6. Untuk mengetahui Bagaimana kedudukan Filsafat ilmu.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti, objek apa yang ditelaah ilmu?
Bagaimana ujud yang hakiki objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengidera) yang membuahkan
pengetahuan?[2]

Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu titik tolak untuk
memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologis dan terminologis.
Tinjauan secara etimologi dan terminologi adalah membahas pengertian secara bahasa dan
istilah atau kata dari segi asal usul dan pendapat dari kata itu. Oleh karena itu pengertian
filsafat ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi dan terminologi. Akan tetapi
sebelum membahas masalah pengertian filsafat ilmu akan lebih baiknya kita mengetahui apa
itu pengertian dari filsafat dan ilmu.

1. Pengertian Filsafat

Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya suka, cinta
atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian
secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan. Kata
filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras[3].

Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki pada kata falsafah dari bahasa Arab,
philosopy dari bahasa Inggris, philosophia dari bahasa Latin dan philosophie dari bahasa
Jerman, Belanda dan Perancis. Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia,
yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya, istilah sophos
berarti bijaksana, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan[4].

Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam, Al-Farabi[5]
mengartikan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang
ada (ilmu itu ada, dengan kehidupan yang ada). Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai ilmu
yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Francis Bacon filsafat merupakan
induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
Immanuel Kant filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan
yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab persoalan apa yang dapat
kita ketahui. Aristoteles mengartikan filsafat sebagai ilmu yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika. Adapun Rene Descartes mengartikan filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan,
di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.[6]

Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang
pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap pendapat-pendapat
lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas
dari praktek ilmiah senyatanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menelaah
segala sesuatu yang ada secara mendasar dan mendalam dengan mempergunakan akal sampai
pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, akan tetapi
mencari hakikat dari fenomena tersebut dengan kata lain filsafat adalah pangkal dari segala
ilmu yang ada dalam pemikiran manusia.

2. Pengertian Ilmu

Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ilman dengan wazan fa’ila, yaf’alu,
fa’lan yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris ilmu disebut
science, dari bahasa latin scientia-scire (mengetahui), dan dalam bahasa Yunani adalah
episteme.

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan


berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[7]

Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai
ilmu sebagaimana mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakekat ilmu itu
sebenarnya. Seperti kata pribahasa Prancis “mengerti berarti memaafkan segalanya”. Tujuan
utama kegiatan keilmuan adalam mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk
teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya.[8]

Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:

1. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mendefinisikan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik.
2. Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa
ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari
pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang
sedang dikaji.
3. Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.

Dari beberapa pendapat tentang ilmu menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu
sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan kumulatif.

3. Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk
memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan
lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara melakukan menyelidikan terhadap objek-objek
serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka
orangpun dapat melakukan penyelidikan lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Dengan mengalihkan perhatian dari objek-objek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah
kepada proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru.[9]

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu filsafat ilmu dalam arti luas dan sempit,
filsafat ilmu dalam arti luas yaitu menampung permasalahan yang menyangkut hubungan luar
dari kegiatan ilmiah, sedangkan dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang
bersangkutan dengan hubungan dalam yang terdapat di dalam ilmu. Banyak pendapat yang
memiliki makna serta penekanan yang berbeda tentang filsafat ilmu. Menurut Prof. Dr.
Conny R. Semiawan, dkk mengartikan filsafat ilmu dalam empat titik pandang yaitu
mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu, mengasimilasi filsafat ilmu dengan
sosiologi, suatu sistem yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan
diklasifikasi, dan suatu patokat tingkat kedua yang dapat dirumuskan antara doing science
dan thinking tentang bagaimana ilmu harus dilakukan.

Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:[10]

1. Robert Akermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-
pedapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan pendapat-pendapat terdahulu yang telah
dibuktikan.
2. Leswi White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.
3. Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-
konsepnya serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual.
4. May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
5. The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.

Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat dirangkum
menjadi tiga yaitu:

1. Suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu,
2. Upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep mengenai ilmu dan
upaya untuk membuka tabir dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan
kepragmatisan, dan
3. Studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang
ditunjukkan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
4. Tujuan Filsafat Ilmu

Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin


menajamnya spesialisasi ilmu maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan
mempelajari filsafat ilmu, kita akan menyadari keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke
dalam sikap oragansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan kita,
sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang
dimilikinya untuk kepentingan bersama.

Fisafat ilmu sebagai cabang khusus yang membicarakan sejarah perkembangan ilmu
bertujuan: Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi,
menguji, mengkritik asumsi dan medote keilmuan. Ketiga, filsafat ilmu memberikan
pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus
dapat dipertanggungjawabkkan secara logis dan rasional agar dapat dipahami dan digunakan
secara umum.[11]

Berdasarkan tujuan filsafat ilmu yang dikemukan oleh Rizal Mustansyir dan Misnal Munir,
maka dapat dikembangkan bahwa tujuan filsafat ilmu mengkaji dan mencari fakta-fakta
terhadap pemikiran secara ilmiah dan rasional.

1. Objek Kajian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki dua
macam objek yaitu objek material dan objek formal.

1. Objek Material Filsafat ilmu

Objek Material filsafat ilmu yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu
disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.

Menurut Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam
pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu
di bagi dua, yaitu :
1. Ada yang bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada
umumnya.
2. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak mutlak
yang terdiri dari manusia dan alam.
3. Objek Formal Filsafat Ilmu

Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Setiap ilmu pasti berbeda dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat
ilmu pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di
bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis,
epistemologis dan aksiologis.

1. kedudukan Filsafat ilmu

Filsafat adalah induk dari ilmu pengetahuan (mater scientiarium) yang melahirkan banyak
ilmu pengetahuan yang membahas sesuai dengan apa yang telah dikaji dan diteliti
didalamnya. Dalam hal metode dan obyek studinya, Filsafat berbeda dengan Ilmu
pengetahuan, ilmu pengetahuan menyelidiki masalah dari satu bidang khusus saja, dengan
selalu menggunakan metode observasi dan eksperimen dari fakta-fakta yang dapat diamati.
Sementara filsafat berpikir sampai di belakang dengan fakta-fakta yang sangat nampak.

Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok.
Karena filsafat lah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang
kerohanian untuk mencapai kebenaran atau pengetahuan. Memang lambat laun beberapa
ilmu-ilmu pengetahuan itu akan melepaskan diri dari filsafat akan tetapi tidaklah berarti ilmu
itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari filsafat. Filsafat akan memberikan alternatif
mana yang paling baik untuk dijadikan pegangan manusia[12].

Peran filsafat sangat penting artinya bagi perkembangan dan penyempurnaan ilmu
pengetahuan. Meletakkan kerangka dasar orientasi dan visi penyelidikan ilmiah, dan
menyediakan landasan-landasan ontologisme, epistemologis, dan aksiologis ilmu pada
umumnya. Filsafat ilmu melakukan kritik terhadap asumsi dan postulat ilmiah serta analisis-
kritis tentang istilah-istilah teknis yang berlaku dalam dunia keilmuan. Filsafat ilmu juga
menjadi pengkritik yang sangat konstruktif terhadap sistem kerja dan susunan ilmu[13].

Pada dasarnya filsafat bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami
berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk
membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh
pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif.
Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat
mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-
masing.

Pendapat Immanuel Kant (dalam Kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa
filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup
pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis Bacon (dalam The Liang Gie,
1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the
sciences)[14].
BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

Filsafat Ilmu adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara
kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan
suatu aksiden atau fenomena dan Subtansi karena dengan filsafat lah bisa terbukti sesuatu itu
ada atau mungkin ada, karena dengan akal lah bisa membuktikan suatu substansi dan
substansi itu terbentuknya dari filsafat. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran
ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan
usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan
kita menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu
sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai
dengan struktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.

Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang
sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran
tapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut dimana filsafat selalu mengarah pada
pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu
pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu
saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat
sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan
evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.

PENGERTIAN, SUBJEK/ OBJEK DAN


PENTINGNYA FILSAFAT
BAB I

RINGKASAN MATERI

A. Pengertian Filsafat

1. Defenisi Filsafat

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau
kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam
terhadapat kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian
hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Pada bagian
lain Harold Tisus mengemukakan makna filsafat yaitu :
1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta

2. Filsafat adalah suatu metode berpikir rekflektif dan penelitian penalaran

3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah

4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir

Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan/ pemikiran manusia memiliki peran


yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya. Berfilsafat berarti
berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berpikir yang
dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri yaitu
radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat menghendaki lah pikir yang sadar,
yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia menugaskan pikirnya untuk
bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua
yang bersal dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau diluarnya.

2. Subjek/ Objek Filsafat

Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti
berfilsafat. Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat
sesuatu dengan sungguh dan mendalam.

Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu
sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek
itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :

1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang
tidak harus ada

2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena
mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak
kebenaran

3. Pentingnya Filsafat Bagi Manusia

Pentingnya filsafat dapat kita pada penjelasan berikut :


1) Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri
sendiri

2) Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri

3) Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang sintesis


pula sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan

4) Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahuikebenaran-


kebenaran yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri

5) Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa


karena filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
yang mengenai manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa
dan sebagainya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definis Filsafat

Adapun defenisi filsafat menurut para ilmuwan yaitu :

1. Plato (427-347 M) → Filsafat tidak lah lahir dari pengetahuan tentang segala yang ada

2. Aristoteles (384-322 M) → Filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda

3. Al-Kindi (800-870) → Filsafat merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala


yang ada sejauh mungkin bagi m anusia

4. AL-Farabi (872-950) → Filsafat itu adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya

5. Ibnu Sina (980-1037) → hal pertama yang dihadapi seorang filsuf adalah bahw ayang
ada berebeda-beda, terdapat ada yang hanya “mungkin ada”
6. Immanuel Kant (1724-1804) → filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yangi dalamnya mencakup empat persoalan, yaitu :

1. Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)

2. Apakah yang boleh kita kerjakan? (dijawab oleh etika)

3. Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)

4. Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab oleh anthroposlogi)

7. Prof Drs. Hasbullah Bakry, S.H → filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan
itu.

8. Prof. Dr. N Driyarkara S. J→ filsafat adalah pikiran manusia yang radikal artinya
dengan mengesampingkan pendirian-pendirian dan pendapat-pendapat “yang diterima
saja” mencoba memperlihatkan pandangan yang merupakan akar dari lain-lain
pandangan dan sikap praktis.

9. Ciceor → Filsafat sebagai seni kehidupan

10. Rene Descartes → filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana Tuhan,
alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya

11. Francis Bacon → filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu dan filsafat
menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya

12. John Dewey → filsafat haruslah dipandang sebagai suatu pengungakap mengenai
perjuangan manusia secara terus meners dalam upaya melakukan penyesuaian
berbagai tradisi yang membentuk budi manusia terhadap kecenderungan-
kecenderungan ilmiah dan cita-cita politi yang baru dan tidak sejalan dengan
wewenang yang diakui.
Berfilsafat merupakan salah satu kegiatna pemikiran manusia memiliki peran yang
penting dalam menentukan dan menmukan eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia
akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan merupakan buah yang
dihasilkan filsfar dari usaha mencapai hubungan-hubungan antara berbagai pengetahuan,
dan menentukan implikasinya baik secara yang tersurat maupun yang tersirat dalam
kehidupan.

Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat.
Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung 3
ciri, yaitu radikan, sistematis dan universal. Seperti yang dijelaskan oleh Sidi Gazalba
(1973:43) :

Berpikir radikan, sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada


konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-paruh, tidak berhenti di jalan,
tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir sistemati adalah berpikir logis yang
bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang
bertanggung jawab dan saling hubungan yang teratur. Berpikir universal tidak
berpikir khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan
mencakup keseluruhan.

Berdasarkan pada tingkat”berfikir” kita terlihat bahwa filsafat merupakan suatu uapya untuk mampu
melakukan kajian secara mendasar sehingga dengan kajian yang mendasar tersebut
dimungkinkan untuk dapat putusan tentang suatu secara bijaksana. Manusia selalu
berpikir akan sesuatu yang sudah menjadi pengetahuannya, yang aman apengetahuan
tentang sesuatu yang maha agung dan bagaimana usaha-usaha untuk mencapainya.
Dengan ini manusia selalu berusaha untuk bertujuan menyelidiki hakekat yang
sebenarnya. Karena filsafat merupakna ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang
maan terdapat dalam persoalan-persoalan yang terjadi dalam keseharian kita sebagai
manusia.

Sesuai dengan makna filsafat, berfilsafat adalah berfiki dan sampai kepada spikulasi. Untuk itu filsafat
menghindari oleh fiki dan sadar, yang berarti teliti dan teratur. Dimna manusia
menegaskan pikiranya untuk bekerja sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada,
berusaha menyerap semua yang bersala dari alam, baik yang bersal dari dalam dirinya
atau di luarnya
Dapat disimpulkan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk
mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha menuangkan dan membuat garis besar
dari masalah-masalah dan peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia.

B. Subjek/ Objek Filsafat

Subjek filsfat adalah seseroang yagn berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut
pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat

a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas

1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta

2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby),
bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan
Pencipta alam semesta)

b. Obyek Formal/ Sudut pandangan

Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian
realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh
pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika, teknik,
ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam
pengertian realita.

Menurut Prof Dr. M. J. Langeveld : “……bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada
pemikiran keseluruhan sarwa sekalian scara radikan dan menurut sistem”.

1. Maka keseluruhan sarwa sekalian itu ada. Ia adalah pokok dari yang dipikirkan
orang dalam filsafat

2. Ada pula pikiran itu sendiri yang terhadap dalam filsafat sebagai alat untuk
memikirkan pokoknya

3. Pemikiran itupun adalah bahagian daripada keseluruhan, jadi dua kali ia


teradapat dalam filsafat, sebagai alat dan sebagai keseluruhan sarwa sekalian
Menurut Mr. D. C Mulder menulis sebagai berikut :

“ Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tentang tempatnya dalam
dunia, akan mengahdapi beberapa persoalan yang begitu penting sehingga persoalan-
persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persolan pokok”.

Louis Kattsoff mengatakan lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu
meliputisegala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin
diketahui manusia.

Dr. A. C Ewing mengatakan bahwa kebenaran, materi, budi, hubungan materi dan budi,
ruang dan waktu, sebab, kemerdekaan, monisme lawan fluarlisme dan tuhan adalah
termasuk pertanyaan-pertanyaan poko filsafat

C. Pentingnya Filsafat Bagi Manusia

Filsafat mencoba memadukan hasil-hasil dari berbagai sains yang berbeda ke dalam suatu
pandangan dunia yang konsisten. Filosof cenderung untuk tidak menjadi spesialis, seperti
ilmuwan. Ia menganalisis benda-benda atau masalah dengan suatu pandangan yang
menyeluruh. Filsafat tertarik terahdap aspek-aspek kualitatif segala sesuatu, terutama
berkaitan dengan makna dan nilai-nilainya. Filsafat menolak untuk mengabaikan setiap
aspek yang otentik dari pengalaman manusia.

Kita sangat memerlukan suatu ilmu yang sifatnya memberikan pengarahan/ ilmu
pengarahan. Dengan ilmu tersebut, manusia akan dibekali suatu kebijaksanaan yang di
dalamnya memuat nilai-nilai kehidupan yang sangat diperlukan oleh umat manusia.
Hanya ilmu filsafatlah yang dapat diharapkan mampu memberi manusia suatu integrasi
dalam membantu mendekatkan manusia pada nilai-nilai kehidupan untuk mengenai mana
yan gpantas kita tolak, man ayang pantas kita tujui, mana yang pantas kita ambil sehinga
dapat memberikan makna kehidupan. Ada beberapa pentingnya filsafat bagi manusia
yaitu :

1. Dengan belajar filsafat diharapkan akan dapatmenambah ilmu pengetahuan, karena


dengan bertambahnya ilmu akan bertambah pula cakrawala pemikiran dan pangangan
yang semakin luas
2. Dasar semua tindakan. Sesungguhnya filsafat di dalamnya memuat ide-ide itulah yang
akan membawa mansuia ke arah suatu kemampuan utnuk merentang kesadarannya
dalam segala tindakannya sehingga manusia kaan dapat lebih hidup, lebih tanggap
terhadap diri dan lingkungan, lebih sadar terhadap diri dan lingkungan

3. Dengan adanya perkembangan ilmu pengethauan dan teknologi kita semakin ditentang
dengan kemajuan teknologi beserta dampak negatifnya, perubahan demikian
cepatnya, pergeseran tata nilai, dan akhirnya kita akan semakin jauh dari tata nilai dan
moral

BAB III

KESIMPULAN

Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Shopia”.
Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi
arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat kearifan atau
kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga
disebut pandangan hidup (masyarakat). Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan/ pemikiran
manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menemukan eksistensinya.
Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua berpikir dapat dikategorikan berfilsafat.
Berpikir yang dikategorikan berfilsafat adalah apabila berpikir tersebut mengandung tiga ciri
yaitu radikan, sistematis dan universal. Untuk ini filsafat menghendakilah pikir yang sadar,
yang berarti teliti dan teratur. Berarti bahwa manusia menugaskan pikirnya untuk bekerja
sesuai dengan aturan dan hukum-hukum yang ada, berusaha menyerap semua yang bersal
dari alam, baik yang berasal dari dalam dirinya atau diluarnya.

Berfikir merupakan subjek dari filsafat akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat.
Subjek filsafat adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh
dan mendalam. Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek
itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu
sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :

– Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak
harus ada
– Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka
filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran

Pentingnya filsafat dapat kita pada penjelasan berikut :

– Dengan berfilsafat kita lebih menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri

– Dari pelajaran filsafat kita diharapkan menjadi orang yang dapat berpikir sendiri

– Memberikan dasar-dasar pengetahuan kita, memberikan padangan yang sintesis pula


sehingga seluruh pengetahuan kita merupakan kesatuan

– Hidup kita dipimpin oleh pengetahuan kita. Sebab itu mengetahuikebenaran-kebenaran


yang terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup kita sendiri

– Khususnya bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena


filsafatlah memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai
manusia seperti misalnya : ilmu mendidik, sosiologi, ilmu jiwa dan sebagainya.

BAB II
PEMAHASAN
A. Landasan Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang
ada. Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2)
aliran Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang
paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di
bidang ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita
menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya
dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua,
kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang
mungkin adalah realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya.
Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan
yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa”
yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai
esensi benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic.
Jadi ontologi adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan).
Sedangkan pengertian ontologis menurut istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S.
Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi membahas apa
yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu
pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya
Humaniora, filsafat, dan logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa
yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori
yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakana ada;
dalam kerangka tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum
dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai
teori mengenai apa yang ada.

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M.
Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu
metafisika umum dan metafisika khusus. Metrafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain
dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang
metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran sebagai berikut :
1. Monoisme
a. Materialisme
b. Idealisme
2. Dualisme
3. Pluralisme
4. Nihilisme
5. Agnotisisme
B. Landasan Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi,
istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan
pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya
adalah “apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
1. Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
2. Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
3. Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
4. Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan
pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan
dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih.
Akal (Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga
dikenal dengan adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme,
kritisisme atau rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai variasinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai
metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah:
1. Metode Induktif
2. Metode Deduktif
3. Metode Positivisme
4. Metode Kontemplatif
5. Metode Dialektis

C. Landasan Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos
yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari
tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang
pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.
Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal,
kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif
akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti
perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu
yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.
Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan
topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang
nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya.
Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada kerja proses ilmiah dan tujuan
agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia
tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama
berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan
terserah kepada orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa
netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan
dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran
kepatutannya.
D. Hubungan Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan
gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan
dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan, misalnya matematika, logika,
penelitian dan sebagainya. Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan
[knowledge] ? Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu
alam dengan ilmu sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya penelitian ?
apakah yang disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ? Apakah hubungan etika
dengan ilmu.
Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang
menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat
menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling sumir/ringan hingga
masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan
[knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi
dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun
nampak banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya
manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni :
Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
a. Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh
ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
Suatu pertanyaan:
- Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
- Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia [seperti berpikir,
merasa dan mengindera] yang membuahkan pengetahuan.
[inilah yang mendasari Ontologi].

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan


yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah menunjukkan munculnya
perenungan di bidang ontologi. Pada dasarnya tidak ada pilihan bagi setiap orang pemilihan
antara “kenampakan”[appearance] dan “kenyataan”[reality]. Ontologi menggambarkan
istilah-istilah seperti: “yang ada”[being], ”kenyataan” [reality], “eksistensi”[existence],
”perubahan” [change], “tunggal”[one]dan“jamak”[many].
Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontologi adalah: ”
Apakah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ”rahasia alam” di balik realita itu?
Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek ilmu diawali
dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah
manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya pikirnya.
Adapun yang menjadi dasar ontologi adalah “Apakah yang ingin diketahui ilmu atau
apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang
bersifat empiris, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera
manusia atau yang dapat dialami langsung oleh manusia
dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup kemampuan pancaindera
manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera tersebut
membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah
dunia pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.
Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi
yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab kejadian alam sesungguhnya sangat
kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret" atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan
mengabstaraksikannya kedalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa
hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain,
proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu, menjangkau lebih jauh
dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat
diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah manusia melakukan transendensi
terhadap realitas.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian [asumsi]
mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang
memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :


1. Asumsi pertama :
Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain
misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan
keilmuan pertama terhadap obyek.
2. Asumsi kedua :
Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu (tidak absolut tapi relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku
suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif,
artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dengan
demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek yang
sedang diselidiki.
3. Asumsi ketiga :
Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian
yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam
ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai
kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme dalam
pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik]. Statistika adalah
teori peluang.
b. Landasan Epistemologi
Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan[very
possibility of knowledge]. Dalam perkembangannya epistemology menampakkan jarak yang
asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan
beriringan. Landasanepistemology tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Pada
dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan
dengan berdasarkan :
1. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan
verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.
Suatu Pertanyaan :
- Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
- Bagaimana prosedurnya ?
- Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
- Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
- Apakah kriterianya ?
- Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa
ilmu ?
Inilah kajian epistemologi

c. Landasan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika
nilai. Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya
dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan
dipergunakan secara komunal dan universal.
Suatu pertanyaan :
- Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
- Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
- Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi
terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk
memberikan hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat
manusia.

Anda mungkin juga menyukai