Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat
Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah.
Dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Dahulu
ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem
filsafat yang dianut.
Dalam perkembangannya, filsafat telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara
subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri
dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri. Dengan demikian,
perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu
baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah
ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu, ilmu
pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten)
dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu
pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is
Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia,
baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul
menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya
dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau
teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya tulis ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan?
3. Bagaimana peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui tentang filsafat ilmu.
2. Mengetahui tentang ilmu pengetahuan.
3. Mengetahui peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Filsafat Ilmu


Secara sederhana filsafat ilmu terdiri dari dua kata, yaitu filsafat dan ilmu. Filsafat dapat
diartikan sebagai berpikir bebas, radikal, dan berada pada tataran makna. Bebas artinya tidak
ada yang menghalangi kerja pikiran. Radikal artinya berpikir mendalam sampai akar masalah,
bahkan melewati batas-batas fisik atau disebut metafisis. Adapun berpikir dalam tahap makna
berarti menemukan makna terdalam dari sesuatu yang terkandung di dalamnya berupa
kebenaran, keindahan, maupun kebaikan.
Adapun istilah “ilmu” dalam bahasa Arab berasal dari kata “alima” yang artinya
mengetahui. Dalam kamus Webster New World Dictionay, dijumpai kata science berasal dari
kata Latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science (sains) berarti “keadaan atau
fakta mengetahui” dan sering dimaknai dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan
melalui intuisi atau kepercayaan. Jadi, ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science,
hanya ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan sains. Sains hanya dibatasi pada
bidang-bidang empirisme-positivisme, sedangkan ilmu melampuinya dengan non-empirisme
seperti matematika dan metafisika. Dari pengertian ini, maka filsafat ilmu adalah filsafat yang
menjadikan ilmu-ilmu sebagai objek kajiannya.
Beberapa rumusan tentang filsafat ilmu dikemukakan oleh para pakar, antara lain Peter
A. Angeles, bahwa filsafat ilmu merupakan suatu analisis tentang ilmu dari berbagai tinjauan,
termasuk logika, metodologi, sosiologi, sejarah ilmu, dan lain-lain. Sementara itu, A. Cornelis
Benyamin mendefinisikan filsafat ilmu sebagai disiplin filsafat yang merupakan studi kritis
dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan
metode-metode, konsep-konsep, praduga-praduganya, serta posisinya dalam kerangka umum
cabang-cabang intelektual.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan
dan hubungannya dengan segala segi kehidupan. Atau dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu
adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah.
Ini berarti bahwa terdapat pengetahuan ilmiah dan tidak ilmiah. Adapun yang tergolong ilmiah
ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau disebut ilmu, yaitu akumulasi pengetahuan yang telah
disistemasasi dan diorganisasi sedemikian rupa sehingga memenuhi asas pengaturan secara

3
prosedural, metologis, teknis, dan memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, serta dapat
dipertanggungjawabkan.
(Nunu Burhanuddin. 2018: 15)

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani yaitu philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia
(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan,
keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta
kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa
Arab disebut failasuf.
Kendati istilah filsafat yang lebih tepat adalah falsafat yang berasal dari bahasa Arab,
kata filsafat sebenarnya bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Sebab, sebagian kata Arab yang
diindonesiakan mengalami perubahan dalam huruf vokalnya. Karena itu, perubahan huruf a
menjadi i dalam kata falsafah bisa ditolerir. Lagi pula, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimasud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun
titik tekanannya. Bahkan, Moh. Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak
perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karen
itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu kemudia menyimpulkan sendiri.
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu,
yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari
bahasa Latin scientia (pengetahuan) – scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan
bahasa Yunani adalah episteme. Jadi pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa
Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
(pengetahuan) itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang
mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif,
dapat diukur, terbuka, dan kumulatif (bersusun timbun).
Adapun perbedaan antara ilmu dan pengetahuan ilmu adalah bagian dari pengetahuan
yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yyang belum tersusun, baik mengenai metafisik
maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense,

4
sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode
dan mekanisme tertentu.
Setelah dipahami pengertian filsafat, ilmu, dan pengetahuan, maka dapat disimpulkan
bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu.
(Amsal Bakhtiar. 2016: 4)

Ketika mempelajari filsafat, tentu saja kita akan dianjurkan untuk mempelajari beragam
teori dari sejumlah filsuf penting. Tetapi tujuan mempelajari pemikiran mereka bukan hanya
untuk menghafal semata. Kita akan mempelajari mereka justru dengan tujuan untuk
mengantarkan kita belajar bagaimana caranya berfilsafat. Dengan menyaksikan bagaimana
para filsuf terbaik telah berfilsafat dan dengan mempertimbangkan aneka perspektif dan teori
yang telah mereka hasilkan, kita dapat lebih baik memahami bagaimana caranya berfilsafat.
Lebih penting lagi, kita dapat menggunakan wawasan mereka untuk memberi penerangan
dalam penjelajahan filosofis kita sendiri. Dengan demikian, filsafat adalah penjelajahan,
sebuah aktivitas sehingga menjadi penting walaupun bukan puspa ragam hasil yang kita bawa
kembali dari penjelajahan kita.
Berfilsafat tidak lain adalah menguji segala asumsi-asumsi yang paling penting dan
paling prinsipil yang melandasi segala hal yang kita lakukan dan kita yakini. Secara sederhana,
kita dapat mendefinisikan filsafat sebagai mencintai dan memburu kebijaksanaan sebagai
kegiatan yang kritis dan hati-hati dalam menguji alasan-alasan yang berdiri dibelakang asumsi-
asumsi yang paling fundamental tentang wajah kehidupan kemanusiaan kita.
(Zaprulkhan. 2019: 11)

Dalam filsafat, kegiatan mencintai pengetahuan/kebijaksanaan itu dilakukan dengan


mempertanyakan sesuatu secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat dipahami, dengan
demikian, sebagai upaya terus menerus mencari pengetahuan dan kebenaran. Karena itu,
filsafat dengan sendirinya identik dengan cara/metode berpikir yang selalu mempertanyakan
segala sesuatu secara kritis dan mendasar. Apaun pertanyaan itu muncul dari rasa ingin tahu
manusia terhadap dunia dan dirinya. Pertanyaan itu bisa pula berkaitan dengan pertanyaan-
pertanyaan sederhana atau juga pertanyaan-pertanyaan serius yang membutuhkan keseriusan
untuk menjawabnya.
Adapun bentuk pertanyaan sehari-hari (pertanyaan sederhana) dengan pertanyaan
teknis yang mendalam (pertanyaan serius) tersebut memberikan jawaban yang berbeda.

5
pertanyaan sehari-hari memberikan jawaban yang dikenal dengan pengetahuan eksistensial
sementara pertanyaan teknis yang mendalam menghasilkan jawaban yang disebut filsafat.
Dalam filafat , pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dilakukan secara terus
menerus (hingga akhirnya membuahkan jawaban yang semakin lama semakin mendekati
kebenaran). Karena itu, sering pula disebut bahwa filsafat adalah sebuh “tanda tanya”, dan
bukan “tanda seru”. Artinya filsafat adalah sebagai upaya pencarian akan kebijakan atau
pencarian pengetahuan yang tidak pernah selesai. Dengan cara ini, pemahaman kita tentang
segala sesuatu sebetulnya semakin diperluas dan diperdalam.
(Akhyar Yusuf Lubis. 2018: )

Merumuskan pengertian atau definisi tertentu tidaklah mudah, begitu juga tentang
definisi filsafat ilmu. Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang filsafat ilmu ini, di antara
adalah sebagai berikut.
1. Micheal V. Berry, filsafat ilmu adalah “the study of the inner logic of scientific,
theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific method”.
Menurut Berry filsafat ilmu adalah penelaahan tentang logika intern dan teori-teori
ilmiah, dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode
ilmiah. Bagi Berry, filsafat ilmu adalah ilmu yang dipakai untuk menelaah tentang
logika, teori-teori ilmiah serta upaya pelaksanaannya untuk menghasilkan suatu
metode atau teori ilmiah. Dalam ilmu filsafat, logika termasuk bagian ilmu yang
dianggap berat dan sulit, perlu latihan dan pemahaman yang serius agar seseorang
dapat memahami logika secara baik dan paripurna. Karena itu, jika seseorang telah
menguasai logika dengan baik, maka orang tersebut dianggap telah sampai pada
level penguasaan filsafat ilmu yang tinggi.
2. May Brodbeck, ia memberikan definisi filsafat sebagai: “the ethically and
philosopically, neutral analysis, description and clarification of the foundations of
science”. Filsafat ilmu bagi Brodbeck adalah suatu analisis netral yang secara etis
dan falsafi, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Bagi
Brodbeck, ilmu itu harus bisa menganalisis, menggali, mengkaji, dan bahkan
melukiskannya sesuatu secara netral, etis, dan filosofis, sehingga ilmu itu dapat
dimanfaatkan secara benar dan relevan.
3. Lewis White Beck berpendapat bahwa filsafat ilmu atau philosophy of science
adalah ilmu yang mengkaji dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah
serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan

6
(“Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking
and tries to determine the value and significance of the scientific enterprise as a
whole”). Jadi menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu adalah ilmu yang
mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menetapkan nilai dan petingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Melalui
filsafat ilmu ini kita mampu memahami dan menetapkan akan arti pentingnya usaha
ilmiah, pengkajian tentang ilmu pengetahuan secara menyeluruh.
4. A. Cornelius Benyamin, mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah “that
philosophic wich the systematic study of the nature of science, especially of its
methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of
intellectual disciplines”. Menurut Benyamin, filsafat ilmu adalah studi sistematis
mengenai sifat dan hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya,
konsepnya, kedudukannya di dalam skema umum disiplin intelektual. Benyamin
lebih melihat sifat dan hakikat ilmu ditinjau dari aspek metode, konsep, dan
kedudukannya dalam disiplin keilmuan.
5. Robert Ackermann, menurut Ackermann filsafat adalah “one aspect is critique of
current scientific opinion by comparison to proven past views, on in terms of not a
dicipline autonomous of actual scientific practice”. Jadi menurutnya filsafat ilmu
adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam
rangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu,
tetapi filsafat ilmu demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktik
ilmiah senyatanya. Dengan filsafat ilmu ini seseorang dapat mengkaji secara kritis
tentang pendapat-pendapat atau karya ilmiah seseorang melalui kriteria tertentu
agar dimanfaatkan secara maksimal dan realistis.
6. Peter Caw, mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah “a part of philosophy, which
attempt to do for science what Philosophy in general does for the whole of human
experience. Philosophy does two sort of thing; on the one hand, it construct theories
about man and the universe, offers them as ground for belief and action, including
its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error”. Menurut
Caw, filsafat ilmu adalah suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi ilmu apa
yang filsafat umumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat
melakukan dua macam hal; di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang
manusia dan alam semesta, dan menyajikannya landasan bagi keyakinan dan

7
tindakan; di pihak lain, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat
disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan/tindakan, termasuk teori-teorinya
sendiri dengan harapan dan penghapusan tidak ajegan dan kesalahan. Caw yakin
bahwa melalui filsafat ilmu seseorang membangun dua hal, menyajikan teori
sebagai landasan bagi keyakinan dan tindakan, dan memeriksa secara kritis segala
sesuatu sebagai landasan bagi sebuah keyakinan atau tindakan.
7. Alfred Cyril Ewing memahami filsafat ilmu sebagai, “the term philosophy of
science is usually applied to the branch of the branch of logic whinch deals in a
specialized way with the methods of different sciences”. Filsafat ilmu menurutnya
adalah salah satu bagian filsafat yang membahas tentang logika, di mana di
dalamnya membahas tentang cara yang dikhususkan metode-metode dan ilmu-ilmu
yang berlainan. Ewing ingin menegaskan bahwa filsafat ilmu ini merupakan bagian
penting bagi seseorang yang ingin memahami tentang metode-metode dari disiplin
ilmu yang berbeda. dengan menguasai filsafat ilmu, seseorang akan lebih mudah
memahami dan menguasai ilmu-ilmu lain yang berbeda. Tanpa penguasaan filsafat
ilmu, maka akan sulitlah bagi seseorang dalam usahanya untuk memahami tentang
ilmu secara baik dan proporsional.
8. The Liang Gie merumuskan filsafat ilmu merupakan segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia. Bagi Gie, filsafat
ilmu bukan hanya dipahami sebagai ilmu untuk mengetahui metode dan analisis
terhadap ilmu-ilmu lain, tetapi filsafat ilmu sebagai usaha seseorang dalam
mengkaji persoalan-persoalan yang muncul melalui perenungan yang mendalam
agar dapat diketahui duduk persoalannya secara mendasar, sehingga dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan masusia.
9. Jujun S. Suriasumantri menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan suatu
pengetahuan atau epistemologi yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala
alamiah tersebut tak lagi merupakan misteri. Secara garis besar, Jujun menggolong
pengetahuan menjadi tiga kategori umum, yaitu (1) pengetahuan tentang yang baik
dan yang buruk, yang disebut juga dengan etika. (2) pengetahuan tentang indah dan
yang jelek, yang disebut dengan estetika atau seni, (3) pengetahuan tentang yang
benar dan yang salah, yang disebut dengan logika.
10. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyeledikian tentang ciri-ciri mengenai
pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Filsafat

8
ilmu erat kaitannya dengan filsafat pengetahuan atau epistemologi, yang secara
umum menyelidiki syarat-syarat serta bentuk-bentuk pengalaman manusia, juga
mengenai logika dan metodologi.
(Susanto. )

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu itu berasal
dari dua kata, yaitu filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu merupakan terusan dari
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh
karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa
meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama itu akan menjadi pijakan untuk mencari
pengetahuan baru.

2.2. Ilmu Pengetahuan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan berarti segala sesuatu
yang diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata
pelajaran). Menurut Pudjawidjana, pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya
oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan
merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
Sedangkan menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera
terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat,
mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak.
Asal kata ilmu adalah dari bahasa Arab, ‘alima.Arti dari kata ini adalah pengetahuan.
Dalam bahasa Indonesia, ilmu sering disamakan dengan sains yang berasal dari bahasa Inggris
“science”. Kata “science” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “s cio”, “scire” yang
artinya pengetahuan.Science (dari bahasa Latin “scientia”, yang berarti “pengetahuan” adalah
aktivitas sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk penjelasan dan
prediksi tentang alam semesta.

9
Berdasarkan kamus besar Oxford Dictionary bahwa ilmu didefinisikan sebagai aktivitas
intelektual dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang struktur dan perilaku dari dunia
fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan”.
The Liang Gie mendefinisikan ilmu sebagai rangkaian aktivitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris
mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang
menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Lorens Bagus mengutip pendapat
Arthur Thomson yang mendefinisikan ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara
lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sangat sederhana. Bahm yang
dikutip oleh Kunto Wibisono mendefinisikan ilmu pengetahuan memiliki enam komponen
yaitu masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan, dan pengaruh.
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah aktifitas intelektual yang sistimatis untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman secara rasional dan empiris dari
berbagai segi kenyataan tentang alam semesta. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-
rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merupakan rangkuman dari sekumpulan pengetahuan atau hasil
pengetahuan dan fakta berdasarkan teori-teori yang disepakati / berlaku umum, diperoleh
melalui serangkaian prosedur sistematik, diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu.
(Siti Makhmudah. 2018: )

Asal kata ilmu adalah dari bahasa arab, ‘alama. Arti dari kata ini adalah pengetahuan.
Dalam bahasa indonesia ilmu sering disamakan dengan sains yang berasal dari bahasa inggris
“science”. Kata “science” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “scio”, “scire” yang
artinya pengetahuan. “science” dari bahasa latin “scientia”, yang berarti “pengetahuan” adalah
aktivitas yang sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk
penjelasan dan prediksi tentang alam semesta. Berdasarkan oxford dictionary , ilmu
didefinisikan sebagai aktivitas intelektual dan praktis yang meliputi studi sistematis tentang
struktur dan perilaku dari dunia fisik dan alam melalui pengamatan dan percobaan.
Dalam kamus bahasa indonesia ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan. Pengertian ilmu pengetahuan adalah

10
sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam bahasa yang
bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu.
Ilmu merupakan pengetahuan suatu pengetahuan, sedangkan pengetahuan merupakan
informasi yang didapatkan dan segala sesuatu yang diketahui manusia. Ilmu pengetahuan
merupakan rangkaian kata yang sangat berbeda namun memiliki kaitan yang sangat kuat. Ilmu
dan pengetahuan memang terkadang sulit dibedakan oleh sebagian orang karena memiliki
makna yang berkaitan dan sangat berhubungan erat.
(Ivan Eldes. 2015: 159)

Ilmu adalah salah satu penanda terhadap keberadaan umat manusia, dan setidaknya
terdapat tiga alasan mengapa manusia melalui jalan scientific (keilmuan): (1) human not ready
yet lived in the “first world” which had meaning pure nature without civilization, (2) human
beings are creature who dissatisfied to what they have done or achieved, (3) Human has
immaterial and psychically questions about meaning which required answers. Tidaklah dapat
disangkal bahwa ilmu akan selalu memiliki keterikatan dengan keberadaan umat manusia. Ilmu
hadir karena pengaruh kondisi eksistensial dari manusia, yang merupakan makhluk berpikir
yang mampu melakukan pertimbangan dan memiliki kesadaran akan kebutuhan dirinya atas
keterhubungannya dengan dunia.
Ilmu sebagai aktivitas mengetahui memperlihatkan ilmu merupakan suatu proses yang
terarah kepada tujuan tertentu, yaitu pemahaman dan pengetahuan. Dalam hal ini ilmu tidak
dapat dilepaskan dengan keberadaan metodologi dalam pencapaian pengetahuan. Metodologi
dalam hal ini harus dipahami sebagai perspektif dalam memahami objek ilmu, sehingga fakta
dapat ditata sesuai karakteristiknya berdasar mind mapping tertentu. Metodologi sebagai
kerangka pikir dan sudut pandang dalam kegiatan scientific akan menentukan alat
epistemologis serta hasil pengetahuan yang didapatkan. Alat epistemologis yang digunakan
dalam proses mengetahui tersebut juga kemudian mempengaruhi penggunaan metode apa saja
yang relevan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ravertz dalam kegiatan keilmuan seorang praktisi
keilmuan tidak bertugas sekedar mendeskripsikan dunia seperti yang telah ditemukan, tetapi
dirinya mencoba untuk menghasilkan suatu gambaran atas kerja dunia agar mampu dipahami
dengan menggunakan kerangka teoritis tertentu. Seorang ilmuan bukanlah seorang
photographer yang mengambil hasil potret dari dunia, tetapi lebih jauh, mencoba merumuskan
gerak dan kerja dunia dengan bertumpu pada teori tertentu. Landasan teoritis tersebutlah yang
apabila mengambil istilah dari Thomas Kuhn sebagai paradigma keilmuan yang merupakan

11
perpaduan dari metode dan teori yang bersama-sama mewujudkan sesuatu yang mendekati
pandangan dunia. Dan dengan paradigma dan karakteristiknya tersebut yang kemudian
mengikat praktik ilmiah dengan aturan dan standar metodenya. Dengan kata lain
membicarakan masalah ilmu akan seringkali terkait dengan perbincangan mengenai
metodologi yang digunakan.
Ilmu kerap dikatakan bersifat antroposentris, yang menempatkan kebenaran pada
penalaran dan pengalaman manusia. Ilmu yang dipahami berimpitan dengan metodologinya,
bagaimanapun akan selalu memiliki kedekatan dengan landasan filosofis sebagai penunjuk
arah dalam aktivitas ilmiah. Hal tersebut dikarenakan kelahiran ilmu (science) tidaklah dapat
terlepas dari keberadaan filsafat, sebagaimana menurut Van Melsen: “…the first attempt to
understand nature could not be scientific, but had to be chiefly philosophical”. Manusia, dalam
usaha memahami kerja alam, tidaklah mampu benar-benar terbatas pada praktik scientific,
tetapi melibatkan penalaran filosofis dengan mengemukakan asumsi-asumsi dasar yang berasal
dari ideide apriori yang dihubungkan dengan pengalaman yang didapat. Hal tersebut, akan
tetapi mengalami pergeseran saat mulai suburnya ruh positivisme yang menjadi semangat baru
dalam dunia keilmuan modern di Barat, memunculkan pemahaman baru bahwa bukan ide ide
apriori dalam landasan teoritis pada aktivitas ilmiah yang menjadi tolak ukur keilmuan, tetapi
dunia keilmuan bergeser dengan terfokuskan pada hal-hal fisik yang mampu diukur dan
dibuktikan secara empiris.
Kondisi tersebutlah yang kemudian lambat laun memisahkan ilmu dari induknya, yaitu
filsafat. Membicarakan definisi ilmu di dunia Barat tentu saja akan berkutat pada hal tersebut,
karena science dan knowledge adalah hal yang dianggap berbeda, science (ilmu pengetahuan)
berhubungan dengan ilmu fisik, bersifat eksperimental karena diverifikasi melalui eksperimen,
sedangkan knowledge (pengetahuan) berkaitan dengan bidang baik fisik maupun metafisik.
Dapat dikatakan apabila menggunakan definisi Barat, pengetahuan memiliki cakupan yang
lebih luas, karena ilmu terbatas pada objek dalam dunia fisik dan bersifat verifikatif dengan
pembuktian secara empiris melalui eksperimen. Ilmu, di dunia Islam sendiri, memiliki status
yang berbeda apabila dibandingkan dengan apa yang terjadi di Barat. Hal tersebut dikarenakan
ilmu dalam tradisi pemikiran Islam tidak pernah mengalami tarik ulur antara akal dan landasan
epistemologis berupa wahyu seperti pada abad pertengahan yang diikuti masa Renaissance di
Barat.
(Arqom Kuswanjono. 2016)

12
Pendekatan Ontologis, Epistemologis Dan Aksiologis Dalam Ilmu
1. Pendekatan Ontologis
Ilmu secara ontologis membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah
yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam
batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu
hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba
menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelaahan
keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang
mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan
pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
Ilmu dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan,
kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia,
merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan. Secara ontologis
ilmu bersifat netral terhadap nilai-nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat
realitas sebab ilmu merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya.
2. Pendekatan Epistemologis
Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Metode ilmiah
pada dasarnya merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya
berdasarkan: (a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat
konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; (b) menjabarkan
hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; (c) melakukan verifikasi
terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam
mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti
evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan faktual. Verifikasi
ini berarti bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain yang terkandung dalam hipotesis.
Verifikatif faktual membuka diri terhadap kritik pada kerangka pemikiran yang mendasari
pengajuan hipotesis. Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru
mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara berulang (siklus) berdasarkan cara berpikir
kritis.
Proses kegiatan keilmuan yang berkaitan dengan moral dalam setiap upaya ilmiah harus
ditunjukkan, untuk menemukan kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa
mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup berdasarkan kekuatan argumentasi

13
secara individual. Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci
kebohongan.
3. Pendekatan Aksiologi
Ilmu pada dasarnya harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Ilmu
dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam.
Pengetahuan ilmiah untuk kepentingan manusia diperoleh, disusun dan dipergunakan secara
komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik
bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti
bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.
(Sulhatul Habibah. 2010: )

Pengertian ilmu berasal dari kata bahasa arab ‘ilm, inggris science, belanda watenchap,
dan jerman wissenchaf. Ilmu merupakan hal yang urgen dalam kehidupan manusia di dunia
agar manusia meningkat kualitas dan kemampuan diri serta mengangkat eksistensinya.
Definisi menurut Harre adalah kumpulan teori-teori yang sudah diuji coba yang
menjelaskan pola teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati. Alfensyef
menjelaskan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori-kategori, dan kebenarannya diuji
dengan praktis. Ilmu pengetahuan menurut A. Baiquni merupakan general consensus dari
masyarakat yang terdiri dari para scientifis.
Tidak semua pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, namun mempunyai karakteristik
khusus. Adapun karakteristik khusus ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut.
1. Disusun secara metodis, sistematis, dan kohern (bertalian) tentang suatu bidang
tertentu dan kenyataan (realitas).
2. Dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
tersebut. Unsur penting ilmu pengetahuan adalah penataan secara terperinci dan
mampu memperjelas sebuah bidang pengetahuan. Semakin dalam ilmu
pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (relaitas)
semakin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu seluruh kenyataan. Semakin dalam
pencarian kebenaran fenomena semakin cermat pula ilmu itu. Prinsip-prinsip
metodis dan kejelasan ilmu merupakan rangkaian berpikir filsafat.

14
Adapun fungsi ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui berbagai pengetahuan yang telah disusun secara sistematis
berdasar syarat-syarat dan metode untuk dapat menjadi ilmu pengetahuan.
2. Dapat berfungsi secara fungsional dalam suatu sistem, artinya sesuatu yang terdiri
dari bagian-bagian dan antar-bagian saling berhubungan satu sama lain.
3. Dapat membuat hipotesa yang akan diuji kebenarannya.
4. Dapat mengendalikan berbagai hal berdasarkan teori-teori dalam ilmu
pengetahuan.
(Abu Tamrin. 2019: 72-73)

Pada dasarnya, ilmu dan pengetahuan berhubungan erat dengan kecenderungan


manusia untuk mencari kebenaran. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang timbul karena
perasaan ketidaktahuan. Kata “ilmu” dalam Bahasa Indonesia, merupakan serapan dari bahasa
Arab. Jika kita merujuk pada literatur arab, maka ilmu dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Ilmu adalah pengenalan tentang sesuatu beserta sebab-sebab yang mengitarinya.
2. Sebuah keadaan pada seseorang ketika pengetahuan tentang sesuatu tersingkap
sejelas-jelasnya. Sebagai kebalikan dari kata jahl (bodoh) yang diterjemahkan
sebagai: “tidak adanya pengetahuan tentang sesuatu.”
3. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan yang
disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah yang umum.
4. Ilmu ialah pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta
menyeluruh dan sistematis.
Sedangkan dalam bahasa inggris, kata ilmu sering disejajarkan dengan science yang juga
serapan dari bahasa latin scio atau scire yang berarti pengetahuan dan aktifitas mengetahui.
Sebagai sebuah aktifitas mengetahui maka dirinya membutuhkan proses menerima informasi
baik dengan cara mengamati, membaca maupun mendengarkan, juga kegiatan memikirkan
atau menalar informasi-informasi. Lebih jauh dari itu, juga ada kegiatan meneliti dan
mengkonfirmasi sebuah temuan. Inilah yang disebut dengan ilmu sebagai sebuah aktifitas
mengetahui.
Sedangkan pengetahuan dalam bahasa indonesia, maknanya disejajarkan dengan kata
khowledge dalam bahasa inggris. Kata ini sering diartikan sebagai sejumlah informasi yang
didapatkan manusia melalui proses pengamatan, penalaran, dan pengalaman. Namun
demikian, sebagai informasi yang didapatkan dengan cara mengamati dan menalar,

15
pengetahuan tidak memerlukan sebuah kegiatan meneliti dan mengkonfirmasi informasi yang
ditemukan. Ia hanya menerima informasi apa adanya.
(R. Ahmad Nur Kholis. 2017: 30-31)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya ilmu dan pengetahuan adalah
dua hal yang berbeda. Namun ilmu dan pengetahuan ini pun sangat erat kaitannya. Ilmu
merupakan pengetahuan yang lebih. Ilmu adalah keadaan pada diri manusia yang lebih dari
sekedar mengetahui. Sedangkan pengetahuan merupakan sejumlah informasi yang didapatkan
manusia. Jadi, ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu
yang disusun secara sistematis objektif rasional dan empiris sebagai hasil dari pencarian
informasi.

2.3. Peranan Filsafat Ilmu dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Perkembangan ilmu pengetahuan zaman sekarang ini tidak terlepas dari peranan filsafat
ilmu. Hal ini dikemukakan oleh Dedi Yuisman dalam penelitiannya yang berjudul “Peran dan
Fungsi Filsafat Ilmu dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Berlandasan Keislaman”. Ia
mengatakan bahwa manusia mempunyai kriteria yang sangat istimewa, yaitu kemampuan
untuk berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya. Pemikiran
manusia itu mengalami perkembangan, mulai dari ia mengenal sesuatu yang dipikirkannya
tersebut. Pengenalan manusia kemudian berkembang semakin kreatif, kreatifitas ini
memungkin manusia untuk menciptakan seperti membuat makanan, minuman, pakaian, dan
lain-lain dengan memanfaatkan sumber daya alamnya, termasuk juga menciptakan suatu
kelompok sosial yang sering terdengar organisasi. Manusia di dalam kehidupannya
mempunyai tujuan yang lebih tinggi dari sekedar kehidupannya. Inilah yang menyebabkan
manusia mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga mendorong manusia menjadi makhluk
yang bersifat khas di muka bumi ini, yang mampu berpikir dan nalar.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulhatul Habibah yang
berjudul “Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.
Ia mengemukakan bahwa filsafat ilmu diperlukan kehadirannya ditengah perkembangan
IPTEK yang ditandai dengan semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab
dengan mempelajari filsafat ilmu, maka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya
dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah
sikap keterbukaan dari kalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan
mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.

16
Adapun implikasi filsafat ilmu terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dikemukakan
oleh Sulhatul Habibah yaitu: (1) bagi seorang ilmuwan diperlukan pengetahuan dasar yang
memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki
landasan berpijak yang kuat. Hal ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu
kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan
mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang satu dengan
lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja sama yang harmonis untuk
memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan. (2) menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak
terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya
tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktifitas
keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat ilmu adalah
bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu
merupakan terusan dari pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman
dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama itu akan menjadi
pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Ilmu dan pengetahuan sangat berkaitan erat. Ilmu merupakan pengetahuan yang lebih.
Ilmu adalah keadaan pada diri manusia yang lebih dari sekedar mengetahui. Sedangkan
pengetahuan merupakan sejumlah informasi yang didapatkan manusia. Jadi, ilmu pengetahuan
secara umum adalah suatu pengetahuan tentang objek tertentu yang disusun secara sistematis
objektif rasional dan empiris sebagai hasil dari pencarian informasi.
Filsafat ilmu memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Seperti Manusia mempunyai kriteria yang sangat istimewa, yaitu kemampuan
untuk berpikir yang ada dalam satu struktur dengan perasaan dan kehendaknya. Pemikiran
manusia itu mengalami perkembangan, mulai dari ia mengenal sesuatu yang dipikirkannya
tersebut. Pengenalan manusia kemudian berkembang semakin kreatif, kreatifitas ini
memungkinkan manusia untuk menciptakan sesuatu yang baru. Filsafat ilmu juga
menyadarkan kita ataupun ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir yang hanya berpikir
murni dalam bidangnya dan tidak mengaitkan kenyataan yang ada di luar dirinya.

3.2. Saran
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan di era kontemporer ini, filsafat ilmu pun
semakin dilupakan. Padahal perkembangan ilmu pengetahuan ini pun tak terlepas dari peranan
filsafat ilmu. Filsafat ilmu ini sendiri mengajarkan kita untuk sadar agar tidak terjebak dalam
pengetahuan satu bidang saja, namun harus mengaitkan pengetahuan kita dengan dunia luar
ataupun pengetahuan dalam bidang lain. Karena pentingnya peran filsafat ilmu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan ini, maka filsafat ilmu perlu dipelajari sejak anak anak duduk
dibangku sekolah, sehingga anak pun mengetahui betapa pentingnya filsafat ilmu ini. Dengan
begitu disarankan di dunia pendidikan sekarang ini, perlu ditambah mata pelajaran filsafat ilmu
agar siswa lebih memahami filsafat ilmu dan perannya terhadap ilmu pengetahuan serta agar

18
siswa juga mengerti bahwa penggunaan ilmu pengetahuan ataupun mengembangkan ilmu
pengetahuan tidak bisa sembarangan, tetap ada aturannya, seperti yang terkandung di dalam
filsafat ilmu.

19
DAFTAR PUSTAKA

Kuswanjono Arqom. 2016. Hakikat Ilmu dalam Pemikiran Islam. Jurnal Fisafat. Vol 26 No 2.
ISSN: 2528-6811

Makhmudah Siti. 2018. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Modern dan Islam. Al-
Murabbi. Vol 4 No 2. ISSN: 2406-775x

Eldes, Ivan. 2015. Ilmu dan Hakekat Ilmu Pengetahuan dalam Nilai Agama. Jurnal Dakwah.
Vol 9 No 2. P-ISSN: 1978-5011. E-ISSN: 2502-8375

Tamrin, Abu. 2019. Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama dalam Dimensi Filsafat Ilmu. Jurnal
Sosial dan Budaya Syar’i. Vol 6 No 1. P-ISSN: 2356-1459. E-ISSN: 2654-9050

Kholis, R.A.N. 2017. Manusia dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Pusaka. Vol 9. P-ISSN: 2339-
2215. E-ISSN: 2580-4642

Yuisman Dedi. 2018. Peran dan Fungsi Filsafat Ilmu dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Berlandaskan Nilai Keislaman. Jurnal Pendidikan dan Sosial Keagamaan. Vol 5 No 2.

Habibah Sulhatul. 2017. Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi. Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan, dan Humaniora. Vol 4 No 1.

Bakhtiar Amsal. 2016. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers

Zaprulkhan. 2019. Filsafat Ilmu Sebuah Pendekatan Tematik. Depok: Rajawali Pers

20

Anda mungkin juga menyukai