Abstrak
Seks bebas sudah menjadi pembicaraan yang tak asing di telinga kita.
Mulai dari kaum pelajar bahkan hingga orang dewasa, banyak yang terjebak
kedalam seks bebas. Seks bebas patut diangkat menjadi sebuah topik masalah.
Kita bisa menilai dari berbagai sudut pandang atas seks bebas, misalnya dari sudut
pandang norma hukum dan sosial atau dari sudut pandang lainnya. Kita akan
melihat bagaimana seks bebas ini mempengaruhi kita melalui pemaparan-
pemaparan yang kami jelaskan disini. Melalui pemaparan disini juga akan terlihat
ahlak budi pekerti kita sebagai pencerminan diri. Kita juga dapat mengetahui
apakah seks bebas merupakan sebuah perwujudan dari cinta dan kasih melalui
makalah ini.
Kata Kunci
Agama, budaya, budi pekerti, individu, cinta, kasih, mahluk, norma hukum,
norma sosial, seks bebas, sosial, tradisi.
Bab I
Pendahuluan
Kasus seks bebas kini semakin marak terjadi di kalangan masyarakat. Hal
tersebut terbukti dengan semakin sering terdengarnya berita tentang peristiwa
seks bebas yang terjadi di bebagai daerah. Bahkan seks bebas tidak hanya
terjadi pada orang dewasa, melainkan sering juga terjadi pada remaja bahkan,
anak-anak. Hal ini disebabkan kurangnya pengamalan akal budi pekerti dalam
menentukan perilaku dan tindakan. Selain itu kurangnya pemahaman seseorang
terhadap nilai agama, tradisi dan budaya dapat membuat seseorang salah dalam
tindakannya. Karena, seseorang yang memahami nilai-nilai tersebut dengan
baik, tentu akan berusaha mengamalkan dengan baik dalam kehidupannya.
Maraknya kasus ini, sepatutnya menarik perhatian kita untuk mencoba untuk
menanggapi dan memberi solusi atas kasus ini. Melalui pemaparan-pemaparan
dalam makalah kami ini, kami berharap dapat memberikan solusi atas kasus ini
serta dapat mengubah beberapa pola pikir kita yang masih salah. Dan kami
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, seperti kata
sebuah pepatah, “tak ada gading yang tak retak” kami mengharapkan kritik
maupun saran dari anda sebagai pembaca agar kami dapat menyempurnakan
makalah ini untuk selanjutnya.
Tim Penulis
BAB II
Seks Bebas
Seks bebas sendiri bisa kita lihat dari berbagai sudut pandang. Misalnya
melalui sudut pandang budaya, seks bebas adalah sebuah budaya yang ada sejak
lama. Contohnya seperti zaman penjajahan dahulu, banyak tentara Jepang yang
melakukan hubungan suami istri dengan tawanan wanita. Sayangnya budaya yang
buruk ini masih terbawa hingga sekarang. Masih banyak lagi sudut pandang
lainnya. Mari kita bahas satu persatu sudut pandang – sudut pandang tersebut.
A. Dari sudut pandang manusia sebagai mahluk individu sosial dan budaya
Agama berdasarkan asal katanya, berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu “a”
yang berarti tidak dan “gam" yang berarti kacau. Jadi pengertian agama secara
harfiah adalah “Tidak kacau”. Ada juga yang mengartikan bahwa “a” yang
berarti tidak dan “gam” yang berarti pergi, mengandung arti “tidak pergi, tetap
di tempat, atau diwarisi turun temurun”.
Cinta adalah rasa sangat suka atau sayang (kepada) ataupun rasa sangat
kasih atau sangat tertarik hatinya. Menurut KBBI, cinta adalah suka sekali,
sayang benar, kasih sekali, dan terpikat. Sedangkan kasih ialah cara
pengaplikasian cinta dan belas kasih. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan
cita kasih ialah perasaan sayang yang disertai belas kasihan sebagai sifat dasar
manusia.
Cinta sama sekali bukan nafsu. Perbedaan antara cinta dengan nafsu
adalah :
1. Cinta bersifat manusiawi
2. Cinta bersifat rokhaniah sedangkan nafsu bersifat jasmaniah.
3. Cinta menunjukkan perilaku memberi, sedangkan nafsu cenderung
menuntut.
Dalam bukunya Seni Mencintai, Erich Fromm (1983:24-27) menyebutkan
bahwa cinta itu terutama member bukan menerima. Cinta selalu menyatakan
unsur-unsur dasar tertentu yaitu:
Menurut Dr. Salito W. Sarwono dalam artikel yang berjudul Segitiga Cinta
, bukan cinta segitiga dikatakan bahwa cinta yang ideal memiliki 3 unsur,
yaitu:
3) Cinta keibuan
Cinta keibuan merupakan cinta yang suci setekah cinta kita kepada Tuhan,
Cinta yang dimiliki seorang ibu tidak setara sama seperti cinta Tuhan kepada
ciptaanya. Cinta ibu bersifat altruistis yang tidak mementingkan diri sendiri.
Seorang ibu rela mengorbankan segalanya bahkan nyawanya untuk anak yang
dicintainya. Kita sebagai seorang anak haruslah bertanggung jawab atas ibu
yang telah melahirkan kita; merawatnya, membuat ia bangga, dan memberinya
penghormatan.
4) Cinta erotis
Cinta erotis didasari oleh dorongan seksual yang bersifat dorongan naluri dan
tidak universal. Namun, cinta erotis mengenal batasan dalam melakukan
hubungan dan tidak melanggar norma-norma yang ada; norma hokum, agama,
dan sosial. Kita harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita
dalam melakukan hubungan tersebut bahwa jangan sampai hubungan tersebut
melanggar batasan yang ada.
E. Dari sudut panang penerapan budi pekerti dalam kehidupan pribadi dan
sosial budaya
Nativisme: Budi pekerti merupakan factor bawaan dan fitrah dari tuhan.
Maksudnya jika ada seseorang yang terlahir dengan budi pekerti yang
luhur, maka budi pekerti tersebut merupakan bawaan fitrah dari tuhan dan
tidak mungkin dirubah oleh lingkungan.
Empirisme: Budi pekerti merupakan factor eksternal lingkungan kita. Kita
terlahir seperti selembar kertas yang masih putih, dan budi pekerti kita
terbentuk melalui proses panjang oleh lingkungan kita, bukan merupakan
fitrah dari tuhan.
Konvergensi: Budi pekerti terbentuk pada masa penciptaan kita dan
berubah melalui proses panjang oleh lingkungan sekitar kita. Ini
merupakan campuran dari aliran Nativisme dan Empirisme.
Sayangnya budi pekerti masih kurang penerapan, bisa kita lihat dari
banyaknya kasus pelanggaran nilai, norma & hukum. Kita kaitkan saja dengan
maraknya kasus seks bebas yang sudah menjamur di berbagai kalangan. Mulai
dari remaja, pejabat, siswa siswi SMA bahkan SMP, hingga artis-srtis yang
sering menghiasi layar kaca kita. Apakah sebenarnya mereka sadar apa yang
mereka lakukan? Apakah mereka melakukannya dengan kehendak sendiri?
Apa ini cerminan budi pekerti bangsa kita? Sudah seharusnya kita melakukan
penerapan budi pekerti dan melakukan pendidikan budi pekerti yang bukan
semata-mata diajarkan saja, tetapi lebih mendasar sebagai interaksi sosial
budaya dan edukatif antara siswa dan lingkungan sekolah maupun masyarakat,
agar terwujudnya manusia yang berahlak mulia dan berbudi pekerti luhur
nantinya.
Jika ditinjau dari norma hukum dan norma sosial, seks bebas
melanggar kedua norma tersebut. Hal ini dikarenakan seks bebas tidak sesuai
dengan budaya bangsa indonesia. Didalam pelangarannya diatur oleh Undang-
Undang No.44 tahun 2008 tentang pornografi dan porno aksi yaitu seks bebas.
Bukan hanya Undang-Undang yang dilanggar, tetapi norma sosial juga
dilanggar. Oleh karena itu norma sosial dan norma hukum membutuhkan
subyek hukum,obyek hukum dan peristiwa hukum. Apabila hal ini telah
dicapai makaakan terdapat hukum yang riil tentang seks bebas tersebut.
Bab III
Kesimpulan
Kesimpulannya, seks bebas dilihat dari sudut pandang manapun yang telah
dijelaskan diatas tidak dapat kita terima. Budaya seks bebas ini harus di
hilangkan, walaupun tak mungkin kita menghapus budaya setidaknya kita harus
bisa menguranginya. Agar budaya ini tidak mendarah daging di masyarakat kita,
kita harus memberikan penyuluhan kepada masyarakat betapa bahayanya seks
bebas itu, selain itu kita juga haru membekali diri dengan ilmu agama. Dengan
mengetahui agama, maka kita akan takut untuk berbuat hal-hal yang dilarang oleh
tuhan misalnya berzinah. Selain kedua hal diatas, kita juga harus mampu untuk
memfilter budaya yang masuk. Di zaman seperti ini dimana informasi dengan
cepat kita terima, baik melalui televisi ataupun internet, pertukaran budaya akan
terjadi secara besar besaran dan cepat. Sekarang hanya tergantung apakah diri kita
sudah cukup memiliki ilmu agama dan mampu memfilter budaya-budaya yang
masuk.
Ucapan terima kasih
Tuhan YME
Ibu Dian Hendrawati
Keluarga yang memberi dukungan
Teman-teman yang membantu selama proses pembuatan
Daftar pustaka