BERSIH
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-
hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Pada saat ini, persentase penduduk di Indonesia yang sudah mendapatkan
pelayanan air bersih dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk
daerah perkotaan sekitar 61%, sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 56% (Data
BPS- Susenas, 2014).
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut, penduduk
biasanya menggunakan air sumur galian, air sungai yang kadang- kadang bahkan sering
kali air yang digunakan kurang memenuhi standard air minum yang sehat. Bahkan untuk
daerah yang sangat buruk kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya
menggunakan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Oleh karena itu di daerah-
daerah seperti ini, persentase penderita penyakit yang disebabkan akibat penggunaan air
minum yang kurang bersih atau kurang memenuhi syarat kesehatan masih sangat tinggi.
Sumatera Selatan merupakan wilayah yang terdiri dari daerah dataran rendah, berawa
dan pasang surut merupakan sumber air gambut. Oleh pemerintah sebagian dari daerah-
daerah tersebut di atas dijadikan daerah pemukiman transmigrasi, yang kemudian
berkembang menjadi daerah perkebunan dan pedesaan bahkan perkotaan. Namun dalam
pengembangannya daerah ini menghadapi kendala utama yaitu langkahnya air bersih,
sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan akan air sehari-hari masyarakat setempat
memanfaatkan air gambut yang banyak terdapat di daerah tersebut tanpa melalui proses
pengolahan. Air gambut tersebut cukup potensial bila dilihat dari kwantitasnya untuk
dijadikan sebagai sumber air bersih melalui pengolahan terlebih dahulu (Departemen
Kesehatan, 2010).
Dalam rangka penyediaan air minum yang bersih dan sehat bagi masyarakat pedesaan
yang berkualitas, maka perlu mengenalkan pengetahuan mengenai instalasi pengolahan air
minum sederhana (IPAS) yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan
menggunakan bahan yang ada dipasaran setempat. IPAS ini sengaja dibuat terbatas hanya
untuk pengolahan air gambut. IPAS terdiri dari alat pengolah air minum yang merupakan
paket terdiri dari: tong (tangki), pengaduk pompa aerasi, dan saringan dari pasir atau
disingkat Model TP2AS. Alat ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sedemikian rupa
sehingga pembuatan dan cara pengoperasiannya mudah serta biayanya murah. Cara
pengolahannya dengan menggunakan bahan kimia yaitu hanya dengan tawas dan kapur
(gamping). Alat Pengolah Air Minum model TP2AS ini sangat cocok digunakan untuk
pengolahan air minum yang air bakunya mengandung zat besi dan mangan dan zat organic
(air gambut), dengan biaya yang sangat murah.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan air gambut?
2. Apa saja Karakteristik air gambut?
3. Bagaimana Pengolahan air gambut menjadi air bersih?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian air gambut
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui karakteristik air gambut
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui Pengolahan air gambut menjadi air bersih.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gambut merupakan jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang
setengah membusuk sehingga kandungan bahan organiknya tinggi. Air gambut adalah air
permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa maupun dataran rendah terutama di
Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri berwarna merah kecokelatan, pH yang
rendah, Kandungan zat organik yang tinggi, Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi
yang rendah, Kandungan kation yang rendah.
Proses pengolahan air gambut antara lain netralisasi,aerasi, koagulasi, pengendapan,
dan penyaringan. Kemudian menyiapkan peralatan, bahan kimia dan selanjutnya
memproses air gambut dengan alat penjernih.
B. Saran
Menampung air olahan (air bersih) dan simpan ditempat yang bersih. Jika digunakan
untuk minum sebaiknya dimasak terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjono Priana.dkk. 2012,Penelitian masalah lingkungan di Indonesia,ISSN No.2088-4818
Tim IPEHIJAU, 2016, Buku Manual Air Gambut & Pengolahannya, Jakarta
KUMPULAN MAKALAH
Sumber : http://dunia-kesmas.blogspot.co.id/2017/12/makalah-pengolahan-air-gambut-
menjadi.html
Gambut
Agihan geografis
Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina,
Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan
di Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan
di delta Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi
selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai
di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland.
Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut
itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala
kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati
periode waktu geologis.
Pembentukan gambut
Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-
kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-
sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.[1]
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang
terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di
pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak
begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah
mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen
relatif tidak banyak dijumpai.[1]
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai
gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya
lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada
permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya
bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau
drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya
tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman
seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga
sungai air hitam.[1]
Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini
kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering;
kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit dihuni
oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di
atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas
lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu[5]; pada awalnya dengan laju penimbunan
sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun kemudian menyusut
hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0–5 m[6] Agaknya semakin tua hutan di
atas tanah gambut ini tumbuh semakin lamban akibat semakin berkurangnya ketersediaan
hara.
Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dibangun di atas lahan gambut ombrogen.
Rujukan
1. ^ a b c d e Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, A.J.Whitten. 1984. Ekologi
Ekosistem Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Jogyakarta. Hal 245-251
2. ^ World Energy Council (2007). "Survey of Energy Resources 2007" (pdf).
http://www.worldenergy.org/documents/ser2007_executive_summary.pdf. Diakses
pada 11 Agustus 2008.
3. ^ International Mire Conservation Group (2007-01-03). "Peat should not be
treated as a renewable energy source" (pdf).
http://www.imcg.net/docum/peatrenewable.pdf. Diakses pada 12 Februari 2007.
4. ^ http://www.industcards.com/st-other-finland.htm
5. ^ Wilford, G.E. 1960. Radiocarbon age determinations of Quaternary
sediments in Brunei and north east Sarawak. British North Borneo Geol. Survey
Ann. Rep.
6. ^ Anderson, J.A.R. 1964. The structure and development of peat-swamps of
Sarawak and Brunei. J. Trop. Geog. 18:7–16.
Sumber : http://ardisyah.blogspot.co.id/2012/04/karakteristik-air-gambut.html