Anda di halaman 1dari 10

[Type the document title]

ARTIKEL PENELITIAN
Analisis Kejadian Konjungtivitis pada Pekerja Bengkel
Bagian Pengelasan Mobil di Makassar
Khusnul Khatima. S
Sub departemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin

Abstrak Metode : Penelitian ini menggunakan


Latar Belakang: Konjungtivitis adalah metode penelitian deskriptif dengan
peradangan pada selaput bening yang pendekatan cross sectional melalui proses
menutupi bagian putih mata dan bagian walk through survey. Data yang digunakan
dalam kelopak mata. Peradangan tersebut berupa kebiasaan responden, dan data
menyebabkan timbulnya berbagai macam faktor-faktor hazard di lingkungan kerja
gejala, salah satunya adalah mata merah. pekerja pengelasan di bengkel mobil yang
Penyakit ini bervariasi mulai dari dapat menjadi faktor risiko terjadinya
hyperemia ringan dengan mata berair Konjungtivitis seperti tidak menggunakan
sampai konjungtivitis berat dengan banyak alat pelindung diri (APD) dan frekuensi
sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat paparan yang lama. Data pengukuran
disebabkan oleh bakteri, klamidia, virus, adanya kecenderungan merasakan mata
parasit, riketsia, alergi dan radiasi sinar merah yang memberat saat bekerja tapi
ultraviolet (fotoelektrik). Konjungtivitis dapat sembuh kembali setelah beristirahat
dapat terjadi pada orang dewasa dan anak- selama beberapa hari. Sampel dalam
anak. Di Negara maju seperti Amerika, penelitian ini adalah pasien dengan
telah diperhitungkan bahwa 6 juta diagnosis Konjungtivitis yang masih
penduduknya telah terkena konjungtivitis berlangsung saat melakukan pekerjaan.
akut1 dan diketahui insiden konjungtivitis Distribusi sampel penelitian berdasarkan
bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita, jenis pekerjaan yang dilakukan, didapatkan
baik pada anak-anak maupun pada dewasa hasil 1 pekerja dari 4 pekerja, mengeluh
dan juga lansia. Insidensi konjungtivitis di mata merah.
Indonesia saat ini menduduki tempat kedua Hasil : Beberapa faktor hazard fisik
(9,7%) dari 10 penyakit mata utama. diketahui menjadi risiko terhadap
terjadinya Konjungtivitis pada pekerja
bengkel bagian pengelasan, seperti tidak

[Type text]Page 1
[Type the document title]

menggunakan APD dan frekuensi paparan Kesehatan Kerja Sektor informal


sinar ultraviolet sebagai hasil samping merupakan upaya kelima dari 15 upaya
pengelasan yang lama. Karakteristik kesehatan yang tercantum dalam Undang-
pekerjaan yang didapatkan yang juga Undang No. 13 Tahun 1992 tentang
berhubungan terhadap kejadian Kesehatan. Salah satu permasalahan
Konjungtivitis yaitu jangka waktu kerja kesehatan kerja di Indonesia adalah 70-
yang lama yaitu 3 tahun, durasi kerja lebih 80% angkatan kerja bergerak di sektor
40 jam dalam seminggu dan tidak informal. Sektor informal memiliki pola
menggunakan pelindung mata seperti kegiatan tidak teratur, baik dalam arti
kacamata. waktu, permodalan maupun
Kesimpulan : Hasil samping pengelasan penerimaannya serta pada umumnya tidak
berupa sinar ultraviolet yang terus menerus tersentuh oleh peraturan dan ketentuan
dialami saat bekerja lebih dari 7 jam yang ditetapkan. 1
dengan waktu istirahat hanya 60 menit, dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
tidak adanya sistem shift dalam bekerja di
adalah setiap penyakit yang disebabkan
bagian pengelasan, ditambah karakteristik
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. PAK
pekerjaan lain seperti tidak memakai
sering dianggap sebagai “The Silent
kacamata pelindung mempunyai hubungan
Killer”, tidak saja merugikan pekerja yang
yang signifikan dengan terjadinya keluhan
tanpa sadar telah mengidap penyakit akibat
mata merah akibat Konjungtivitis.
pekerjaan/lingkungan kerja, melainkan
juga mengakibatkan kerugian sosial dan
Kata Kunci : Faktor hazard, faktor fisik,
ekonomi serta menurunnya produktivitas.
Sinar ultraviolet, Konjungtivitis
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari,
pekerja di berbagai sektor akan terpajan
Pendahuluan : Sektor informal saat ini
dengan risiko PAK. Risiko ini bervariasi
mengalami proses pertumbuhan yang lebih
mulai dari yang paling ringan sampai yang
pesat dibandingkan dengan sektor formal,
paling berat tergantung jenis
sehingga menjadi salah satu penopang
pekerjaannya.1
perekonomian di Indonesia. Dari jumlah
total tenaga kerja Indonesia menurut BPS Pengelasan merupakan proses
sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, penyambungan antara dua keping logam
lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor menjadi satu bentuk yang diinginkan.
informal. Kebijakan Keselamatan dan Proses pekerjaan pengelasan ini

[Type text]Page 2
[Type the document title]

menimbulkan hasil samping berupa asap 2002 terhadap pekerja pengelasan listrik di
las, gas Nitrogen Oksida (NOX), gas Pasar Semanggi, Surakarta, didapatkan
Nitrogen Dioksida (NO2), sinar infra intensitas cahaya las sebesar 289,7 – 348,0
merah dan sinar ultraviolet. Sinar luks, sebesar 23,08% responden
ultraviolet yang dihasilkan dari proses mengalami gangguan ketajaman
pengelasan tersebut dapat merusak selaput penglihatan ringan dan 30% responden
konjungtiva mata, dengan gejala mata mengalami konjungtivitis.7 Survey
seakan-akan ada pasir di dalamnya.2 pendahuluan yang dilakukan terhadap 31
pekerja bengkel di Kabupaten Cilacap,
Konjungtivitis adalah peradangan
Jawa Timur, mendapatkan hasil bahwa
pada selaput bening yang menutupi bagian
80,6% merasakan gangguan pada mata
putih mata dan bagian dalam kelopak mata.
sebelum, saat dan sesudah bekerja berupa
Peradangan tersebut menyebabkan
mata pedih, mata berair berlebih, mata
timbulnya berbagai macam gejala, salah
seperti kemasukan pasir, mata terasa panas,
satunya adalah mata merah. Penyakit ini
mata terasa gatal, penglihatan menjadi
bervariasi mulai dari hyperemia ringan
buram dan perasaan pusing setelah bekerja.
dengan mata berair sampai konjungtivitis
Gejala konjungtivitis yang dirasakan oleh
berat dengan banyak sekret purulen
responden yang diwawancarai merupakan
kental.3 Konjungtivitis dapat disebabkan
konjungtivitis fotoelektrik yang merupakan
oleh bakteri, klamidia, virus, parasit,
penyakit yang ditimbulkan oleh
riketsia, alergi dan radiasi sinar ultraviolet
pekerjaannya karena responden
(fotoelektrik).4 Konjungtivitis dapat terjadi
mengatakan keluhan akan hilang atau tidak
pada orang dewasa dan anak-anak. Di
dirasakan apabila responden berhenti atau
Negara maju seperti Amerika, telah
libur melakukan pengelasan. Selain itu,
diperhitungkan bahwa 6 juta penduduknya
gangguan yang dirasakan tidak hanya
telah terkena konjungtivitis akut5 dan
dirasakan oleh beberapa orang saja
diketahui insiden konjungtivitis bakteri
melainkan seluruh pekerja mengaku
sebesar 135 per 10.000 penderita, baik
merasakan gejala tersebut apabila telah
pada anak-anak maupun pada dewasa dan
melakukan pengelasan.8
juga lansia. Insidensi konjungtivitis di
Indonesia saat ini menduduki tempat kedua Ketahanan individu dari pekerja
(9,7%) dari 10 penyakit mata utama.6 sangat sulit untuk diukur, pekerja yang
Berdasarkan hasil penelitian ketajaman terpapar oleh lingkungan yang sama dalam
penglihatan oleh Trisnowiyanto tahun periode waktu yang sama mungkin akan
[Type text]Page 3
[Type the document title]

menunjukkan perkembangan derajat (9,7%) dari 10 penyakit mata utama.7


penyakit mata yang berbeda. Beberapa Salah pekerjaan yang memiliki resiko
faktor host atau karakteristik pekerja yang untuk terkena Konjuntivitis adalah
mungkin berpengaruh adalah mekanisme pekerjaan pengelasan. Proses pekerjaan
clearance mata, faktor genetik, riwayat pengelasan ini menimbulkan hasil samping
penyakit, umur, jenis kelamin, status gizi, berupa asap las, gas Nitrogen Oksida
kebiasaan olahraga, dan kebiasaan (NOX), gas Nitrogen Dioksida (NO2),
merokok. Karakteristik pekerjaan yang sinar infra merah dan sinar ultraviolet.
mempengaruhi antara lain adalah masa Sinar ultraviolet yang dihasilkan dari
kerja, jumlah jam kerja per minggu.9 proses pengelasan tersebut dapat merusak
selaput konjungtiva mata, dengan gejala
mata seakan-akan ada pasir di dalamnya.4
Tinjauan Pustaka : Konjungtivitis adalah
peradangan pada selaput bening yang Konjungtivitis terjadi karena
menutupi bagian putih mata dan bagian kerusakan jaringan akibat masuknya benda
dalam kelopak mata. Peradangan tersebut asing ke dalam konjunctiva akan memicu
menyebabkan timbulnya berbagai macam suatu kompleks kejadian yang dinamakan
gejala, salah satunya adalah mata merah. respon radang atau inflamasi. Tanda-tanda
Penyakit ini bervariasi mulai dari terjadinya inflamasi pada umumnya adalah
hyperemia ringan dengan mata berair kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah),
sampai konjungtivitis berat dengan banyak tumor (bengkak) dan fungsiolesa.
sekret purulen kental.3 Konjungtivitis dapat Masuknya benda asing ke dalam
disebabkan oleh bakteri, klamidia, virus, konjungtiva tersebut pertama kali akan di
parasit, riketsia, alergi dan radiasi sinar respon oleh tubuh dengan mengeluarkan
ultraviolet (fotoelektrik).4 Konjungtivitis air mata. Air mata diproduksi oleh Apartus
dapat terjadi pada orang dewasa dan anak- Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan
anak. Di Negara maju seperti Amerika, konjungtiva dan kornea sebagai Film air
telah diperhitungkan bahwa 6 juta mata.5
penduduknya telah terkena konjungtivitis
Terjadinya suatu peradangan pada
akut6 dan diketahui insiden konjungtivitis
konjungtiva juga akan menyebabkan
bakteri sebesar 135 per 10.000 penderita,
vasokonstriksi segera pada area setempat,
baik pada anak-anak maupun pada dewasa
peningkatan aliran darah ke lokasi
dan juga lansia. Insidensi konjungtivitis di
(vasodilatasi) dalam hal ini adalah a.
Indonesia saat ini menduduki tempat kedua
[Type text]Page 4
[Type the document title]

ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas


mata terlihat menjadi lebih merah, terjadi vaskuler mendorong kemotaksis untuk
penurunan velocity aliran darah ke lokasi neutrofil. Platelet aggregating factors yang
radang (leukosit melambat dan menempel menyebabkan agregasi platelet mendorong
di endotel vaskuler), terjadi peningkatan kemotaksis untuk neutrofil. Kemokin
d
adhesi endotel pembuluh darah (leukosit ihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas
dapat terikat pada endotel pembuluh lekosit di lokasi inflamasi) beberapa
darah), terjadi peningkatan permeabilitas macam kemokin: IL-8 (interleukin-8),
vaskuler (cairan masuk ke jaringan), RANTES (regulated upon activation
fagosit masuk jaringan (melalui normal T cell expressed and secreted),
peningkatan marginasi dan ekstravasasi), MCP (monocyte chemoattractant protein).
pembuluh darah membawa darah Sitokin dihasilkan oleh sel-sel fagosit di
membanjiri jaringan kapiler jaringan lokasi inflamasi pirogen endogen yang
memerah (rubor) dan memanas (kalor), memicu demam melalui hipotalamus,
peningkatan permeabilitas kapiler, memicu produksi protein fase akut oleh
masuknya cairan dan sel dari kapiler ke hati, memicu peningkatan hematopoiesis
jaringan terjadi akumulasi cairan (eksudat) oleh sumsum tulang  leukositosis
dan bengkak (edema), peningkatan beberapa macam sitokin yaitu: IL-1
permeabilitas kapiler, penurunan velocity (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a
darah dan peningkatan adhesi, dan migrasi (tumor necrosis factor alpha). Mediator lain
leukosit (terutama fagosit) dari kapiler ke (dihasilkan akibat proses fagositosis)
jaringan. 5 seperti nitrat oksida, peroksida dan oksigen
radikal. Oksigen dan nitrogen merupakan
Inflamasi diawali oleh kompleks
intermediat yang sangat toksik untuk
interaksi mediator-mediator kimiawi yakni
mikroorganisme.5
histamine, lekotrin, prostaglandin, platelet
aggregating factors, kemokin, dan sitokin. Biasanya penyakit Konjungtivitis
Histamin yang dilepaskan oleh sel yang dapat sembuh dengan sendirinya (self
merangsang vasodilatasi dan peningkatan limiting disease), hal ini disebabkan oleh
permeabilitas kapiler. Lekotrin dihasilkan faktor-faktor seperti konjungtiva selalu
dari membran sel untuk meningkatkan dilapisi oleh tears film yang mengandung
kontraksi otot polos mendorong zat-zat anti microbial, stroma konjungtiva
kemotaksis untuk netrofil. Prostaglandin pada lapisan adenoid mengandung banyak
dihasilkan dari membran sel yang kelenjar limfoid, epitel konjungtiva terus
[Type text]Page 5
[Type the document title]

menerus diganti, temperatur yang relatif dapat menjadi faktor risiko terjadinya
rendah karena penguapan air mata, Konjungtivitis seperti tidak menggunakan
sehingga perkembangbiakan alat pelindung diri (APD) dan frekuensi
mikroorganisme terhambat, paparan yang lama. Data pengukuran
penggelontoran mikroorganisme oleh adanya kecenderungan merasakan mata
aliran air mata, mikroorganisme tertangkap merah yang memberat saat bekerja tapi
oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel- dapat sembuh kembali setelah beristirahat
sel goblet kemudian akan digelontor oleh selama beberapa hari. Sampel dalam
aliran air mata. 5 penelitian ini adalah pasien dengan
diagnosis Konjungtivitis yang masih
Penanganan dari konjungtivitis
berlangsung saat melakukan pekerjaan.
adalah berdasar pada identifikasi antigen
Distribusi sampel penelitian berdasarkan
spesifik dan eliminasi dari pathogen
jenis pekerjaan yang dilakukan, didapatkan
spesifik. Pengobatan suportif seperti
hasil 1 pekerja dari 4 pekerja, mengeluh
lubrikan dan kompres dingin dapat
mata merah. Akan tetapi penelitian pada
membantu meredakan gejala yang
studi cross sectional terdapat beberapa
dirasakan oleh pasien. Obat-obatan yang
kelemahan yaitu kurangnya jumlah kasus
menurunkan respon imun juga digunakan
yang didapatkan, berat- ringannya kasus
pada kasus konjungtivitis untuk
yang sulit ditentukan karena keterbatasan
menurunkan respon imun tubuh dan
sarana pemeriksaan, dan kurangnya waktu
meredakan gejala inflamasi.Obat-obatan
yang didapatkan untuk melanjutkan
yang dapat digunakan seperti steroid
survey. Selain itu, penelitian dengan studi
topical, antihistamin, non-steroid anti-
ini tidak menggambarkan perjalanan
inflamasi nonsteroid (OAINS) topical.
penyakit, insiden, maupun prognosis
(ventocillia)
penyakit.
Bahan yang digunakan pada survei ini
METODE
adalah checklist yang di buat. Checklist ini
Penelitian ini menggunakan metode
dibuat berdasarkan informasi yang
penelitian deskriptif dengan pendekatan
diperlukan daripada tujuan survei ini
cross sectional melalui proses walk
dilakukan. Pada survei ini, informasi yang
through survey. Data yang digunakan
diperlukan adalah ada tidaknya faktor
berupa kebiasaan responden, dan data
hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat
faktor-faktor hazard di lingkungan kerja
pelindung diri yang digunakan,
pekerja pengelasan di bengkel mobil yang
[Type text]Page 6
[Type the document title]

ketersediaan obat p3k di tempat kerja, menginventarisir upaya-upaya K3 yang


keluhan atau penyakit yang dialami pekerja telah dilakukan mencakup kebijakan K3,
dan upaya pengetahuan mengenai K3 upaya pengendalian, pemenuhan peraturan
kepada pekerja pengelasan. perundangan dan sebagainya.
Peralatan yang diperlukan untuk Survey dilakukan di Bengkel Mobil
melakukan walk through survey antara Jalan Abd. Dg Sirua Makassar, dengan
lain: Alat tulis menulis, kamera digital, jadwal survey selama 1 hari ( 27 Februari
check List. 2018 ), yaitu :
Cara survey yang dilakukan adalah No. Tanggal Kegiatan
dengan menggunakan Walk Through - Melapor ke bagian
Survey. Teknik Walk Through Survey juga K3 RS Ibnu Sina
27-28
dikenali sebagai Occupational Health - Pengarahan kegiatan
1. Februari
Hazards. Untuk melakukan survei ini, - Walk through survey
2018
dapat dimulai dengan mengetahui tentang - Pembuatan laporan
manejemen perencanaan yang benar, walk through survey
berdiskusi tentang tujuan melakukan 1 Mei - Pembuatan status
2.
survey, dan menerima keluhan-keluhan 2018 okupasi dan artikel
baru yang releven. 2 Mei - Presentasi laporan
3.
Pihak okupasi kesehatan dapat 2018 walk through survey
kemudian merekomendasikan monitoring
survey untuk memperoleh kadar kuantitas HASIL
eksposur atau kesehatan okupasi mengenai Pada penelitian ini diambil sampel
risk assessment. dalam salah satu bagian pekerjaan di
Walk Through Survey ini adalah bengkel dan dari perhitungan sampel
bertujuan untuk memahami proses didapatkan sampel sebanyak 1 dari 4
produksi, denah tempat kerja dan pekerja pengelasan (total jumlah pekerja).
lingkungannya secara umum. Selain itu, Dari rencana waktu yang telah
mendengarkan pandangan pekerja dan ditetapkan, terkumpul data yang
pengawas tentang K3, memahami didapatkan dari check list yang dibuat.
pekerjaan dan tugas-tugas pekerja, Dari hasil check list diperoleh 1 pekerja
mengantisipasi dan mengenal potensi laki - laki, usia 32 tahun mengeluh mata
bahaya yang ada dan mungkin akan timbul merah dan terasa seperti berpasir sejak 3
di tempat kerja atau pada petugas dan hari yang lalu, setelah bekerja dalam

[Type text]Page 7
[Type the document title]

jangka waktu 3 tahun selama 8 – 9 jam per seakan-akan ada pasir di dalamnya hal ini
hari bekerja di bengkel bagian pengelasan. sesuai dengan survey pendahuluan yang
Dan sisanya mengeluh penyakit yang dilakukan terhadap 31 pekerja bengkel di
berbeda, yang juga berhubungan dengan Kabupaten Cilacap, Jawa Timur,
pekerjaan. mendapatkan hasil bahwa 80,6%
Berdasarkan data yang telah didapatkan, merasakan gangguan pada mata sebelum,
beberapa faktor hazard fisik diketahui saat dan sesudah bekerja berupa mata
menjadi risiko terhadap terjadinya pedih, mata berair berlebih, mata seperti
Konjungtivitis pada pekerja bengkel bagian kemasukan pasir, mata terasa panas, mata
pengelasan, seperti tidak menggunakan terasa gatal, penglihatan menjadi buram
APD dan frekuensi paparan sinar dan perasaan pusing setelah bekerja.
ultraviolet sebagai hasil samping Gejala konjungtivitis yang dirasakan oleh
pengelasan yang lama. Karakteristik responden yang diwawancarai merupakan
pekerjaan yang didapatkan yang juga konjungtivitis fotoelektrik (karena radiasi
berhubungan terhadap kejadian sinar ultraviolet) yang merupakan penyakit
Konjungtivitis yaitu jangka waktu kerja yang ditimbulkan oleh pekerjaannya
yang lama yaitu 3 tahun, durasi kerja lebih karena responden mengatakan keluhan
40 jam dalam seminggu dan tidak akan hilang atau tidak dirasakan apabila
menggunakan pelindung mata seperti responden berhenti atau libur melakukan
kacamata. pengelasan.
Karakteristik pekerjaan yang
DISKUSI didapatkan yang juga berhubungan
Pasien mengeluh mata merah dan terhadap kejadian Konjungtivitis yaitu
terasa seperti berpasir setelah terpapar jangka waktu kerja yang lama yaitu 3
sinar hasil pengelasan. Menurut teori, tahun, durasi kerja lebih 40 jam dalam
proses pekerjaan pengelasan ini seminggu dan tidak menggunakan
menimbulkan hasil samping berupa asap pelindung mata seperti kacamata, hal ini
las, gas Nitrogen Oksida (NOX), gas juga sejalan dengan penelitian yang
Nitrogen Dioksida (NO2), sinar infra dilakukan terhadap pekerja bengkel di
merah dan sinar ultraviolet. Sinar Kabupaten Cilacap, Jawa Timur yang
ultraviolet yang dihasilkan dari proses mendapatkan hasil bahwa lama paparan
pengelasan tersebut dapat merusak selaput merupakan faktor risiko terjadinya
konjungtiva mata, dengan gejala mata konjungtivitis dimana pekerja dengan lama

[Type text]Page 8
[Type the document title]

paparan >4 jam per hari memiliki risiko Perlu penelitian yang lebih mendalam dan
2,667 lebih besar untuk terkena pemeriksaan yang lebih lengkap untuk
konjungtivitis dibandingkan dengan dapat menilai secara keseluruhan penyebab
pekerja dengan lama paparan ≤4 jam per dari keluhan yang dirasakan oleh pekerja.
hari. Akhirnya kami berasumsi bahwa
Penelitian ini tentunya tidak bila terdapat gejala keluhan mata merah
terlepas dari keterbatasan, adapun pada responden dengan hasil survey dan
keterbatasan dari penelitian ini adalah penyakit akibat kerja tidak menunjukkan
checklist yang dibuat hanya menentukan nilai yang berarti , maka tidak menutup
hubungan penyakit akibat kerja, tapi tidak kemungkinan keluhan yang dirasakan
dapat menentukan insidens, berat pasien juga karena kontribusi dari faktor
ringannya penyakit, dan prognosis individu dan faktor lingkungan lain, selain
penyakit. Demikian pula untuk survey lingkungan tempat kerja.
menilai faktor hazard akibat kerja, Penelitian ini juga tidak
diagnosisnya hanya bersifat subjektif, tidak mengklasifikan berat ringannya penyakit ,
dapat diketahui secara pasti kapan efek berdasarkan keluhan dari pekerja, juga
samping dari pekerjaan mulai muncul. tidak dapat menentukan penatalaksanaan
Keterbatasan lainnya adalah tidak yang tepat untuk mencegah atau
dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh mengurangi keluhan yang dirasakan atau
terhadap seluruh responden, karena akan dirasakan nanti di masa yang akan
keterbatasan sarana pemeriksaan, dan datang.
keterbatasaan waktu penelitian, karena KESIMPULAN
untuk menganalisa faktor terjadinya kasus Hasil samping pengelasan berupa
penyakit dengan keluhan mata merah perlu sinar ultraviolet yang terus menerus
diketahui riwayat penyakit terdahulu dan dialami saat bekerja lebih dari 7 jam
riwayat pekerjaan di tempat lain yang dengan waktu istirahat hanya 60 menit, dan
mungkin berhubungan dengan keluhan tidak adanya sistem shift dalam bekerja di
yang dirasakan sekarang. bagian pengelasan, ditambah karakteristik
Selain itu checklist yang hanya pekerjaan lain seperti tidak memakai
terfokus pada faktor penyebab penyakit kacamata pelindung mempunyai hubungan
akibat kerja, tidak memenuhi semua poin- yang signifikan dengan terjadinya keluhan
poin yang diperlukan untuk mendiagnosis mata merah akibat Konjungtivitis.
penyakit dari keluhan yang dirasakan.

[Type text]Page 9
[Type the document title]

Daftar Pustaka : Konjungtivitis Pada Pekerja


Pengelasan Di Kecamatan Cilacap
1. Prihantoyo. 2003. Potensi Bahaya
Tengah Kabupaten Cilacap. Jurnal
Faktor Fisik di Tempat Kerja. Makalah
kesehatan masyarakat 2013, volume 2,
Pelatihan Hiperkes. Dinas
nomor 1, tahun 2013. Universitas
Transmigrasi dan Tenaga Kerja.
Dipanegara.
Yogyakarta.
9. Levy, Stuart A. Introduction to
2. Elkinton, A.R dan P.T Khaw. 1996.
occupational pulmonary disease. In :
Petunjuk Penting Kelainan Mata.
Carl Zens. Occupational Medicine, 3th
Jakarta : EGC.
ed. London : Mosby. 1994: 167 – 170.
3. Khurana AK. 2010. Diseases of the
10. Ventocillia M, Roy H. 2012. Allergic
conjunctiva. Dalam : Khurana AK,
Conjunctivitis. Diunduh dari
editor. Comprehensive Ophtalmology.
http://emedicine.medscape.com/article/
Ed. 4. New Delhi
1191467-overview#a0104.
4. Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit
mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
5. Udeh BL, Schneider JE, Ohsfeldt RL.
2008. Cost effectiveness of a point-of-
care test for adenoviral conjunctivitis.
Am J Med Sci. 336(3):254–264.
6. Smith AF, Waycaster C. 2009.
Estimate of the direct and indirect
annual cost of bacterial conjunctivitis
in the United States. BMC Ophthalmol.
9:13
7. Trisnowiyanto, Bambang. 2002.
Beberapa Faktor Yang Berhubungan
Dengan Ketajaman Penglihatan
Pekerja Las Listrik di Pasar Besi Tua
Semanggi Surakarta. Skripsi FKM
UNDIP. Semarang.
8. Wahyuni, Tri. 2013. Faktor Risiko
Yang Berhubungan Dengan Kejadian
[Type text]Page 10

Anda mungkin juga menyukai