Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengelolaan Emosi Marah

1. Pengertian Emosi

Menurut Walgito (2004) emosi merupakan keadaan

yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan

emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan

perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir

(avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut

pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian

Menurut Rahmat (2009) emosi adalah reaksi subjektif

yang diekspresikan seseorang dan biasanya

diasosiasikan atau berhubungan dengan perubahan

fisiologis dan tingkah laku.

Menurut beberapa definisi dari beberapa ahli

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah

suatu keadaan atau perasaan yang menjadikan

perubahan-perubahan perilaku yang mengarah, perilaku

tersebut ditimbulkan oleh situasi tertentu yang

menjadikan perilaku tampak.

2. Marah

Suharman (1995) mengartikan bahwa marah adalah

suatu emosi yang memiliki ciri-ciri aktifitas

simpatetik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka

yang sangat kuat yang desebabkan adanya kesalahan

yang mungkin nyata atau mungkin pula tidak. Chaplin

(2009)
10
mendefinisikan marah suatu reaksi emosional akut yang

ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang

termasuk ancaman agresi lahiriah, pengekangan diri

serangan lisan, termasuk ancaman, dan kekecewaan.

Menurut Safaria (2009) marah merupakan sesuatu yang

bersifat sosial dan biasanya terjadi jika mendapat

perlakuan tidak adil atau tidak menyanangkan didalam

interaksi sosial.

Dari beberapa definisi marah menurut beberapa

ahli diatas maka peneliti menyimpulkan marah adalah

merupakan sublimasi dari perasaan yang tidak

menyenangkan terhadap lingkungan dan kekuatan

kekuatan yang tidak enak yang didapat dari lingkungan

sekitar sehingga seseorang mudah berperilaku

emosional.

3. Pengelolaan emosi Marah

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995)

pengelolaan adalah suatu proses cara dan perbuatan

untuk mengendalikan, menyelenggarakan, mengurus, dan

mengatur. Menurut Goleman (1995) pengelolaan emosi

marah adalah merujuk pada bagaimana seseorang

mengatur perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu

keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak.

Menurut Mulyono dan Purwanto (2006) pengelolaan

emosi marah adalah upaya pengelolaan suatu kondisi

yang mengakibatkan timbulnya ketidak seimbangan

psikologis, hal tersebut tersebut membutuhkan upaya


untuk mencapai keseimbangan kembali. Menurut Arifin

(2004) pengelolaan emosi marah adalah usaha

pengendalian dari ketegangan


fisik yang timbul akibat peningkatan energi yang

terjadi akibat meningkatnya zat gula yang dikeluarkan

oleh hati sehingga seseorang mengurangi atau

menghilangkan tindakan agresif pada saat emosi marah

berlangsung.

Pengelolaan emosi marah menurut teori yang

dikemukakan oleh Freud (dalam Tanadi, 2007) adalah

dorongan-dorongan id. Pengelolaan dorongan tersebut

dilakukan melalui pengembangan ego sebagai pengasuh

antara id dan super ego. Ego akan berperan sebagai

manajer emosi dengan cara membisik alasan-alasan dan

suatu gaya adaptif yang memungkinkan seseorang

mendapatkan apa yang dinginkan dengan cara yang bisa

diterima oleh orang lain yang tidak akan merugikan,

baik dunia luar maupun aturan-aturan dan sanksi-

sanksi yang ada dalam dunianya sendiri.

Dari berbagai definisi menurut para ahli diatas,

maka dapat peneliti simpulkan bahwa pengelolaan emosi

marah adalah suatu tindakan untuk mengatur pikiran,

perasaan, ketika dalam kondisi marah dan bagaimana

merespon emosi marah yang dirasakannya, sehingga

dapat mencegah sesuatu yang buruk atau merugikan diri

sendiri maupun orang lain.

4. Aspek Pengelolaan Emosi Marah

Wade (2007) terdapat beberapa aspek dari


pengelolaan marah,

yaitu:
1) Mengenali emosi marah, emosi marah merupakan

kemampuan untuk mengendalikan perasaan marah

sewaktu perasaan marah itu muncul, sehingga

seseorang tidak dikuasai oleh marah.

Seseorang yang memiliki kemampuan dalam

mengenali emosi marah dapat bereaksi secara

tepat dan pada saat yang tepat terhadap

kemarahan yang muncul.

2) Mengendalikan marah, seseorang yang dapat

mengendalikan marah tidak membiarkan dirinya

dikuasai oleh marah, sehingga sehingga emosi

marah tidak berlebihan dan tidak terjadi pada

tingkat intensitas yang tinggi.

3) Meredakan marah, merupakan suatu kemampuan

untuk menenangkan diri sendiri setelah

individu marah.

4) Mengungkapkan marah secara asertif, orang

yang asertif dapat mengungkapkan perasaan

marahnya secara jujur dan tepat tanpa melukai

perasaan orang lain.

Menurut Mawardi (2002) terdapat pendekatan

didalam mengelola emosi marah, antara lain:

1) Menerima perasaan marah

Apabila dimasa mendatang kita merasa


marah, terima saja. Jangan mengingkari

perasaan, menolaknya atau mencoba untuk

menutupinya.

2) Menggali sumber marah


Dapatkan sumber emosinya, jika sumbernya

adalah sesuatu yang dikatakan orang kepada kita,

Tanya pada diri kita sendiri mengapa kata-kata itu

membuat kita marah.

3) Mengekspresikan perasaan marah secara tepat

Mengungkapkan dan mengkomunikasikan secara

verbal dengan asertif.

4) Melupakan masalah yang membuat kita marah

Dari pendapat para ahli diatas maka dapat

disimpulkan bahwa, aspek dalam mengelola emosi marah

yaitu mengenali emosi marah, mengendalikan marah,

meredakan marah, mengungkapkan marah secara asertif.

5. Gejala-Gejala Emosi Marah

Blackburns (1994) menyatakan beberapa gejala


marah, antara

lain:

a. Gejala dari aspek biologis

1) Tekanan darah meningkat

2) Frekuensi denyut jantung meningkat

3) Wajah merah

4) Pupil melebar

5) Frekuensi pengeluaran pupil meningkat

b. Gejala marah dari aspek emosional

1) Merasa tidak nyaman

2) Merasa tidak berdaya


3) Jengkel

4) Ingin berkelahi

5) Mengamuk

6) Bermusuhan

7) Sakit hati

8) Menyalahkan

9) Menuntut

Ekman dan Friesen (dalam Walgito, 2004)

mengatakan gejala- gejala emosi marah dari gejala

kejasmanian yaitu:

a. Rasa sedih

b. Ketakutan

c. Mukanya pucat

d. Jantung berdebar-debar,

Wade (2007) mengatakan gejala-gejala pada

seseorang yang memiliki kemarahan meliputi:

a. Denyut nadi secara kencang

b. Jantung berdetak keras

c. Rahang terasa kaku

d. Otot menjadi tegang

e. Sekujur tubuh terasa panas

f. Mengepalkan tinju

g. Berjalan cepat-cepat

h. Gelisah
i. Tidak bisa istirahat

j. Bicara lebih cepat dan keras

k. Berfikir akan mengamuk atau balas dendam

Dari berbagai sumber gejala menurut para ahli

diatas dapat peneliti simpulkan bahwa orang yang

memiliki emosi khususnya emosi marah dapat diketahui

melalui gejala-gejala sebagai berikut:

a. Pupila mata membesar, alis melebar, dan bola mata


melotot.

b. Kecepatan dan kekuatan denyut jantung bertambah.

c. Tekanan darah meningkat, volume darah pada anggota

badan terutama lengan dan kaki bertambah,

akibatnya kulit menjadi merah.

d. Ujung rambut berdiri.

e. Pernapasan menjadi takteratur, kadang-kadang cepat

kadang-kadang lambat.

f. Saluran paru-paru melebar sehingga orang dapat

menghirup lebih banyak oksigen.

g. Liver lebih banyak mengeluarkan gula ke otot-otot.

h. Kelenjar keringat pada kulit mengeluarkan banyak


keringat

i. Kelenjar ludah terhambat dengan akibat mulit


menjadi kering.

j. Pencernaan berhenti.

k. Kelenjar adrenal mengalirkan hormon adrenalin

kedalam darah dengan akibat jantung berdepat lebih

cepat, liver mengalirkan gula

l. Rasa sedih
m. Ketakutan
n. Mukanya pucat

o. Denyut nadi secara kencang

p. Rahang terasa kaku

q. Otot menjadi tegang

r. Sekujur tubuh terasa panas

s. Mengepalkan tinju

t. Berjalan cepat-cepat

u. Gelisah

v. Tidak bisa istirahat

w. Bicara lebih cepat dan keras

x. Berfikir akan mengamuk atau balas dendam

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emosi Marah

Purwanto dan Mulyono (2006) secara garis besar

faktor yang mempengaruhi emosi marah terdiri atas

faktor fisik dan psikis:

a. Faktor fisik

1) Kelelahan yang berlebihan, seseorang yang

bertugas melayani jika kurang istirahat maka

akan mudah merasa lelah. Dalam kondisi seperti

itu akan lebih mudah marah dan mudah sekali

tersinggung serta dapat menjadi penyebab utama

menurunnya kondisi fisik pada seseorang

sehingga rentan terhadap kecenderungan

somatisasi.

2) Zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan marah.

Jika otak kurang mendapat zat asam, orang

tersebut lebih mudah marah.


b. Faktor psikis

Faktor psikis yang menimbulkan marah erat

kaitannya dengan kepribadian seseorang, terutama

sekali yang menyangkut apa yang disebut “self

concept yang salah” yaitu anggapan seseorang

terhadap dirinya sendiri yang salah. Self concept

yang salah menghasilkan pribadi yang tidak

seimbang dan tidak matang. Hal ini karena

seseorang akan menilai dirinya sangat berlainan

sekali dengan kenyataan yang ada. Beberapa self

consept yang salah dapat dibagi menjadi 3.

1) Rasa rendah diri (MC= Minderwaardigheid

Complex), yaitu menilai dirinya sendiri lebih

rendah dari yang sebenarnya.

2) Sombong (Superiority Complex), yaitu menilai

dirinya sendiri sangat penting melebihi

kenyataan yang sebenarnya.

3) Egoistis atau terlalu mementingkan dirinya

sendiri, yang menilai dirinya sangat penting

melebihi kenyataan.

Menurut Zaqeus (2004) secara garis besar emosi

marah bisa disebabkan oleh faktor internal dan

eksternal:

a. Faktor internal

Menyangkut self control seseorang, pola

pandang yang dianutnya, serta kebiasaan yang

ditumbuhkannya dalam merespons suatu permasalahan


b. Faktor eksternal

Situasi-situasi diluar diri seseorang yang

memancing respon emosional, latar belakang

keluarga, serta budaya dan lingkungan sekitar.

Menurut Wade (2007) faktor yang mempengaruhi


emosi marah

yaitu:

a. Faktor keluarga, kehidupan keluarga merupakan

merupakan sekolah mempelajari emosi, oleh karena

itu keluarga memiliki peran yang sangat penting.

Didalam keluarga anak belajar bagaimana merasakan

perasaannya sendiri, bagaimana orang lain

menanggapi perasaannya serta bagaimana

mengungkapkan perasaannya terhadap orang lain.

b. Lingkungan sosial, lingkungan sosial meliputi

lingkungan sekolah, yaitu pendidikan yang mereka

dapat disekolah, hubungan dengan teman-temannya,

serta sikap pengajar. Lingkungan sosial terutama

teman sebaya yang merupakan kumpulan orang-orang

lain yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan

emosi seseorang. Jadi lingkungan secara tidak

langsung mempengaruhi kematangan emosi

Menurut Devilit (2004) terdapat dua faktor yang

mempengaruhi emosi marah, yaiyu:

a. Faktor internal (dari dalam diri), misalnya

perasaan salah ketika didalam pekerjaan yang tak

bisa terselesaikan dan akhirnya pecah menjadi

kemarahan.
b. Faktor eksternal, faktor ini tercipta karena adanya

sebuah provokasi dari luar.

Dari berbagai sumber para ahli diatas, dapat

peneliti simpulkan bahwa terdapat berbagai faktor

yang mempengaruhi timbulnya emosi khususnya marah,

antara lain

a. Tubuh Manusia

b. Budaya

c. Pikiran

d. Faktor keluarga

e. Lingkungan sosial

f. Faktor internal, dan

g. Faktor eksternal

7. Dampak Negatif Emosi

Menurut Dimyati (1990) terdapat beberapa efek

yang terkandung dalam emosi, antara lain:

a. Hambatan kemampuan berfikir, karena berfikir

adalah alat terbaik untuk memecahkan masalah

tetapi juga menciptakan persoalan baru

b. Emosi dapat mengganggu gangguan permanen tubuh

c. Radang usus, disebabkan karena tekanan-tekanan


emosi

d. Penyakit kulit tekanan darah tinggi

e. Ashma

f. Sakit kepala

g. Dapat mengganggu pengobatan sakit jantung,


diabetes, epilepsy
8. Dampak Positif mengelola Emosi

Menurut Danil (1995) terdapat beberapa manfaat

mengelola emosi, antara lain:

a. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan


pengelolaan marah.

b. Berkurangnya ejekan verbal

c. Lebih mampu mengungkapkan marah dengan tepat, tanpa


berkelahi.

d. Berkurangnya larangan

e. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri


sendiri.

f. Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri,


keluarga.

g. Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam


pergaulan.

Menurut Goleman (1995) terdapat beberapa manfaat

emosi secara produktif, antara lain:

a. Lebih bertanggung jawab.

b. Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang

dikerjakan dan menaruh perhatian.

c. Kurang impulksif.

d. Lebih menguasai diri.

e. Meningkatnya prestasi kerja.

B. Sopir

1. Pengertian Sopir

Menurut kamus besar Indonesia, sopir adalah

seorang pengemudi mobil. Menurut Hadiman (1992) sopir

adalah orang yang mengemudikan kendaraan atau orang

yang secara langsung mengawasi calon pengemudi.


Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa sopir adalah seorang yang mengemudikan

kendaraan atau orang yang secara langsung mengawasi

calon pengemudi

2. Peran Sopir

Menurut Oetomo (2006) tugas yang dilakukan oleh sopir


meliputi :

a. Mengemudikan kendaraan

b. Mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan

c. Bertanggung jawab terhadap kenyamanan penumpang

Menurut Pambagio (Muluk, 1996) tugas-tugas yang


dilakukan sopir.

a. Menghidupi keluarga

b. Mengidupi banyak pihak

c. Membayar kepada kepemilikan bus

d. Pungutan yang harus mereka setori

3. Kendaraan Umum BUS AKDP

Menurut Hadiman (1992) kendaraan adalah

kendaraan yang digerakan oleh peralatan teknik yang

berbeda pada kendaraan itu selain kendaraan yang

berjalan diatas rel. Menurut Hadiman (1992) kendaraan

umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk

dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.

Menurut Hadiman (1992) bus adalah kendaraan umum

beroda empat dengan rumah-rumah. Menurut Undang-

undang lalu lintas No. 14 Tahun 1992 AKDP adalah

singkatan dari Antar Kota Dalam Provinsi


Menurut pengertian ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa pengertian kendaraan umum bus AKDP adalah

individu yang mengangkut barang atau orang dengan

menggunakan kendaraan umum bus antar Kota dalam

Provinsi dengan dipungut bayaran.

C. Pengelolaan Emosi Marah Pada Sopir Bus AKDP

Menurut Hadiman (1992) sopir adalah orang yang

mengemudikan kendaraan atau orang yang secara langsung

mengawasi calon pengemudi.

Tugas dan tanggung jawab supir bukan hal yang

ringan, selain itu mereka harus melaksanakan kodratnya

sebagai seorang yang berprofesi sebagai sopir bus mereka

juga harus bersikap sabar dalam bekerja sebagai seorang

sopir yang bertugas melayani penumpangnya. Manusia akan

mengalami stres apabila kurang mampu keinginannya dengan

kenyataannya, hal ini sangat mengganggu baik secara

psikis maupun fisik.

Stres yang dialami para sopir lama kelamaan akan

mengarah kepada perasaan apatis, tidak peduli dan tidak

bertanggung jawab karena mereka belajar dari pengalaman

bahwa sistem tidak memihak kepada mereka untuk berlaku

benar, Persepsi ini sendiri sudah merupakan sumber-

sumber stres yang berakibat emosi yang potensial bagi

sopir ditambah dengan kenyataan riil dilapangan dan

faktor dukungan sosial (social support) terhadap sopir

dari lingkungannya (Sarafino dalam Muluk 1996).

Salah satu penyebab emosi marah sebagai


dikemukakan oleh Safaria (2009) faktor yang mempengaruhi

perilaku emosi marah adalah mulai dari


hal yang sepele, seperti jalanan macet, udara panas,

sampai masalah yang kompleks, seperti halnya marah pada

orang yang selalu mengkritik atau marah karna merasa

tidak mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Dari kajian terhadap beberapa teori dapat dilihat

bahwa sopir bus yang memiliki beberapa tuntutan

pekerjaannya dan tidak didukung oleh faktor-faktor

lingkungan maupun dukungan sosial, maka jika sopir bus

kurang bisa mengelola masalah yang ada didalam

pekerjaannya akan mudah terjadi emosi marah.

Marah menurut Grenenberg dan Watson (dalam

Safaria, 2009) tidak bisa dikatakan sebagai sesuatu yang

positif dan negatif pada tingkatan yang wajar. Akan

tetapi, pada intensitas yang berlebihan emosi marah bisa

menjadi sangat merusak dan berbahaya. Emosi marah

merupakan respon yang dibawa sejak lahir (innate

response) yang berkaitan dengan kekerasan.

Hal ini terlihat pada sopir bus yang memiliki

emosi marah karena keinginan yang tidak terpenuhi serta

tuntutan yang harus mereka kerjakan. Sehingga

mengekspresikan kemarahan dalam bentuk perilaku dijalan

antara lain perilaku ugal-ugalan, nggertak kernet, bunyi

klakson yang tidak beraturan, kecepatan tinggi.

Emosi marah juga merupakan signal bagi kita untuk

mempertahankan diri dari pelecehan dan perampasan hak

individu. Emosi marah bisa bersifat protektif (suatu

gerak yang dipolakan guna menghindar organism dari

perangsang yang menyakitkan atau berbahaya),


konstruktif,
tetapi juga dapat bisa menjadi destruktif (Greenberg dan

Watson dalam Safaria, 2009)

D. Kerangka Berfikir

Sopir

Tuntutan Pekerjaan

Stimulus lingkungan

Muncul Emosi Marah

Pengelolaan Emosi Marah

Perilaku emosi marah sopir bus AKDP

Sopir adalah orang yang mengemudikan kendaraan atau

orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi. Tugas

dan tanggung jawab sopir bus bukan hal yang ringan, dan

tidak hanya mengemudi saja selain itu mereka harus

melaksanakan kodratnya sebagai seorang yang berprofesi

sebagai sopir bus mereka juga harus bersikap sabar dalam

bekerja sebagai seorang sopir yang bertugas melayani

penumpangnya.
Dalam setiap pekerjaan selalu mengharapkan tujuan

yang harus dicapai dengan efektif dan efesien, sopir bus

adalah suatu sumberdaya manusia yang bertujuan memperlancar

suatu pembangunan transportasi. Untuk mencapai tujuan

tesebut tidaklah semudah untuk dilakukan, akan tetapi

memerlukan adanya tindakan yang tidak sedikit dan tidak

mudah, banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tercapainya

tujuan individu yang secara efektif dan efesien, baik faktor

internal individu maupun faktor eksternal luar individu.

Banyak aspek yang mempengaruhi tingkat emosi individu,

aspek-aspek tersebut akan dipersepsikan dan dikelola

individu didalam menjalankan suatu aktifitasnya sebagai

sopir bus.

Individu yang tidak dapat mengelola emosi marah yang

dihasilkan dari faktor lingkungan akan mudah mengekspresikan

marahnya dengan bersikap agresif dengan perilaku berpindah-

pindah jalur, ingin menyerobot, ataupun mengemudi dengan

kecapatan melebihi batas maksimum kecepatan, memberikan

isyarat hinaan kepada sopir lain karena tidak sabaran sopir

bus. Sopir bus yang tidak dapat mengelola emosi marah akan

menjadikan perubahan perubahan psikologis maupun fisik, jika

perubahan-perubahan tersebut tidak dikelola dengan baik maka

akan mudah menjadikan perilaku yang nampak seperti halnya

ugal- ugalan, bicara yang kasar, raut muka menjadi memerah,

detak jantung menjadi cepat, pernafasan terganggu, mata

melotot.

Anda mungkin juga menyukai