Diktat Spektroskopi Massa
Diktat Spektroskopi Massa
A. PENDAHULUAN
Dahulu, berat molekul suatu senyawa ditentukan dengan cara mengukur kerapatan
uap atau penurunan titik beku senyawa tersebut, sementara rumus molekulnya
ditentukan dengan cara analisis unsur. Selain lama dan merepotkan, teknik ini juga
memerlukan jumlah sampel yang banyak dengan kemurnian yang tinggi. Sekarang
berat molekul dan rumus molekul bisa ditentukan dengan cepat dan jumlah sampel
sedikit menggunakan spektrofotometer massa (MS).
Identifikasi struktur kimia suatu molekul, merupakan salah satu fungsi spektroskopi
massa. Penentuan struktur molekul baik molekul organik maupun anorganik
didasarkan pada pola fragmentasi dari ion-ion yang terbentuk ketika suatu molekul
diionkan. Pola fragmentasi suatu molekul sangat berbeda dengan molekul yang lain
dan hasil analisisnya dapat berulang (reproducible).
Secara umum spektroskopi massa terdiri dari tiga bagian penting, yaitu tempat
pengionan sampel, pemisahan ion, dan deteksi ion yang terbentuk. Pada gambar 4.1.
digambarkan suatu spektroskopi massa dengan tehnik tumbukan elektron (EI).
Sampel dimasukan kedalam chamber, diuapkan dengan menaikkan temperatur
chamber, ditembak dengan elektron berenergi tinggi, ion fragmen yang terbentuk
dipercepat dan dipisahkan dalam medan magnet, kemudian dideteksi dengan
detektor.
Metode ini banyak digunakan untuk sampel yang volatil dan stabil pada
temperatur tinggi. Sacara umum, spektroskopi massa dengan metode tumbukan
elektron yang menghasilkan ion positif (kation) lebih disukai dibandingkan yang
menghasilkan ion negatif (anion). Selain itu, literatur dengan pola-pola
fragmentasi ion positif sebagai referensi telah banyak dipublikasikan.
2. Electrospray Ionisation (ESI)
Suatu larutan disemprotkan melalui pipa berdiameter sangat kecil kedalam ruang
vakum dengan medan listrik bergradient beberapa ratus hingga ribuan volt per
centimeter, menghasilkan ion gas dari solut. ESI merupakan tehnik MS yang
mampu menghasilkan fraksi besar dari fragmen-fragmen molekul organik atau
analit biologis. Karena MS mengukur rasio massa terhadap muatan ion, metode
ini memberikan keuntungan dalam menganalisa massa yang sangat tinggi tanpa
perlu instrument analisis massa yang khusus. Sebagai contoh, suatu ion dengan
massa 120.000 dalton membawa 60 muatan positif muncul pada 2000 massa per
muatan. Metode ini telah digunakan untuk mengukur massa ion dari molekul
hingga 200.000 dalton, seperti protein.
Gas lain yang juga sering digunakan adalah hidrogen (H 2), uap air (H2O),
ammonia (NH3), dan isobutana (C4H10). Dalam gas-gas ini, ion yang reaktif
adalah H3+, H2O+, NH3+ dan C4H10+. Energi yang ditransfer pada proses ionisasi
dengan metode ini berkisar 10-50 kkal/mol atau 40-200 kJ/mol, jumlah energi
yang cukup kuat untuk proses fragmentasi, namun fragmentasi yang terjadi lebih
sedikit dari metode tumbukan elektron.
4. Fast Atom Bombardment (FAB)
FAB merupakan suatu tehnik ionisasi yang popular untuk molekul non-volatil
dan atau labil terhadap temperatur tinggi. Baik digunakan untuk molekul polar
dan molekul dengan berat molekul tinggi. Umumnya FAB menggunakan uap
atom netral berkecepatan tinggi seperti Argon dan Xenon pada 8 kV. Sampel
yang dianalisa dapat berupa padatan atau sampel yang dilarutkan dalam pelarut
kental seperti gliserol. Biasanya ion pseudo molekuler [M+H]+ terbentuk bersama
sedikit ion fragmen dengan massa yang lebih rendah.
Untuk ion molekul yang tersusun oleh atom-atom yang memiliki beberapa isotop
atom dengan kelimpahan yang cukup besar, maka ion molekul yang muncul bisa
lebih dari satu. Ion molekuler yang muncul biasanya ditandai sebagai M+, [M+1]+,
[M+2]+, dan seterusnya tergantung jumlah ion molekuler yang mungkin ada. Sebagai
contoh CH3Br yang memiliki ion molekuler M+ dan [M+2]+ akibat adanya isotop 79Br
dan 81Br yang kelimpahannya hampir sama banyak.
M+ 12
C 12,0000 [M+2]+ 12
C 12,0000
1 1
H3 3,0234 H3 3,0234
79 81
Br 78,9183 Br 80,9163
93.9417 95.9397
Bila ion molekuler diketahui, maka rumus molekul dari sampel dapat ditentukan pula
dengan cara mencocokkan harga m/z dari ion molekuler dengan tabel Rumus
Molekul dengan variasi jumlah karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen yang
tersedia. Selanjutnya dari rumus molekul yang ada, dapat dihitung indeks
kekurangan hidrogen (sering disebut BDE) yang bermanfaat untuk diprediksi jumlah
ikatan rangkap atau adanya cincin/siklik dalam molekul tersebut. Harga DBE
dihitung dengan rumus :
DBE = C - ½ H - ½ Halogen + ½ N + 1
Tabel 3.1 Kelimpahan relatif dan massa eksak beberapa isotop yang umum
Unsur Isotop Massa eksak Kelimpahan relatif
12
Karbon C 12,0000 100
13
C 13,0034 1,11
1
Hidrogen H 1,0078 100
2
H 2,0141 0,016
14
Nitrogen N 14,0031 100
15
N 15,0001 0,38
16
Oksigen O 15,9949 100
17
O 16,9991 0,04
18
O 17,9992 0,20
28
Silikon Si 27,9769 100
29
Si 28,9765 5,10
30
Si 29,9738 3,35
32
Belerang S 31,9721 100
33
S 32,9715 0,78
34
S 33,9679 4,40
35
Klor Cl 34,9689 100
37
Cl 36,9659 32,5
79
Brom Br 78,9183 100
81
Br 80,9163 98,0
Adanya isotop suatu atom dapat membantu dalam identifikasi suatu molekul. Spektra
massa suatu senyawa akan menampilkan puncak yang menginformasikan jumlah
isotop yang ada dalam molekul. Sebagai contoh spektra massa suatu hidrokarbon
yang memiliki 5 atom karbon. Intensitas puncak [M+1]+ yang mengindikasikan
banyaknya isotop C13 dalam molakul, pasti 5(1,1%) = 5(0,011) dikalikan intensitas
relatif puncak ion molekuler. Jadi banyaknya atom karbon dalam molekul dapat
dihitung bila intensitas relatif [M]+ dan [M+1]+ diketahui.
[M]+ [M-15]+
R CH2
+ - : CH2
CH2 +
R CH2
[M-15]+ [M-29]+
Gamabar 3.4
Spektra massa n-
heksana
Gambar 3.5 Spektra
massa
2-metil-pentana
Pola fragmentasi alkana siklik mirip dengan alkana pada umumnya dengan
pengurangan massa sesuai dengan deret homolog alkana. Puncak dasar fragmentasi
sikloalkana adalah hasil pelepasan etena (C2H4) atau m/z [M-28]+ seperti puncak pada
m/z 56 dari sikloheksana. Bila alkana siklik memiliki cabang atau rantai samping,
pemutusan cabang merupakan pola fragmentasi yang paling favorit.
Alkena
Puncak ion molekuler alkena khususnya polialkena selalu muncul. Alkena rantai
terbuka memiliki ciri mirip dengan alkana, dimana puncak-puncak dengan selisih
massa 14 akan muncul. Puncak dengan massa C nH2n-1 dan CnH2n akan lebih tampak
dibandingkan puncak CnH2n+1 . Fragmentasi allilik dan vinilik akan terlihat nyata.
Puncak-puncak yang lazim terlihat adalah m/z 27, 41, 55, 69, 83, ....dan seterusnya.
Pada spektra massa 2-pentena terlihat puncak pada m/z 41 dan 55 hasil dari
fragmentasi pelepasan etil dan metil.
+ . + .
+
+ . + .
+
m/z 68
limonen
Alkuna
Spektra massa alkuna mirip dengan alkena. Intensitas puncak ion molekuler cukup
tinggi dan pola fragmentasinya mirip dengan alkena. Pemutusan ikatan C – C dari
karbon yang terikat langsung ke C ≡ C dan pelepasan H dari alkuna terminal sangat
lazim dijumpai.
+ . .R + +
H C C CH2 R H C C CH2 H C C CH2
+
.H C C CH2 R
Spektra massa 2-pentuna menunjukkan puncak ion molekuler pada m/z 68 dengan
intesitas yang cukup tinggi. Pelepasan radikal hidrogen dari C-1 menghasilkan
puncak pada m/z 67. Dengan pola yang sama, pelepasan radikal metil akan
menghasilkan puncak pada m/z 53.
R"
CH2 +
.+ .
- CH2R"
R C OH
R C OH
R'
R'
Alkohol primer R dan R' = H m/z = 31
Alkohol sekunder R/R' salah satu = H m/z = 45, 59, 73,....
Alkohol tersier R/R' bukan = H m/z = 59, 73,....
H OH OH
(1) .H
m/z 99
OH
OH OH H H
H OH
H H
(2) H H
CH2 . CH3 m/z 57
H
CH3
H OH
(3)
H2O
+
m/z 82
Gambar 3.10 Spektra massa sikloheksanol
Eter
Eter alifatik memiliki intensitas puncak ion molekuler yang lebih rendah
dibandingkan alkohol dengan berat molekul yang sama. Pola fragmentasi eter hampir
mirip dengan alkohol seperti pemutusan ikatan C - C dan penataan ulang dengan
pemutusan ikatan C - H. Pola fragmentasi eter menghasilkan m/z mulai 31, 45, 59,
73, dan seterusnya tergantung panjangnya rantai alkil.
.R
R CH2 O R CH2 O R
R CH O CH2 CH R R CH OH + CH2 CH R
Spektra massa dietileter menunjukkan puncak ion molekuler pada m/z 74. Hasil
fragmentasi pelepasan CH3 pada m/z 69. sementara puncak 45 dan 31 merupakan
hasil fragmentasi lanjutan dari puncak [M-15] melalui pelepasan CH2=CH2 diikuti
dengan :CH2 .
Gambar 3.11 Spektra massa dietileter
Aldehid
Puncak ion molekuler aldehid biasanya mucul walaupun intensitasnya lemah.
Pemutusan ikatan C – C dan C – H dari C karbonil atau yang lazim disebut
pemutusan (-cleavage) lazim terjadi menghasilkan puncak fragmen dengan m/z
[M-H]+ dan [M-R]+ atau [CHO]+. Selain, itu pemutusan juga merupakan model
fragmentasi yang penting menghasilkan fragmen R+ atau senilai [M-43]+.
O O
(1) .H
R C H R C
[M-1]+
O O
(2) .R
R C H C H
m/z 29
O O
(3)
+
R CH2 C H R + CH2 C H
+
[M-43]
Aldehid rantai panjang dapat mengalami fragmentasi yang disebut dengan penataan
ulang McLafferty. Aldehid tidak bercabang akan menghasilkan puncak pada m/z 44.
Puncak hasil penataan ulang ini biasanya menjadi puncak dasar.
H R H R
O O
+
C CH2 C CH2
H C H CH2
H2
m/z 44
Selain aldehid, penataan ulang McLafferty dapat terjadi pada semua senyawa
karbonil seperi keton, asam karboksilat, ester, dan amida yang memiliki panjang
rantai minimum 4 atom karbon dan atom C ke-4 harus mengikat atom H.
Spektra massa pentanaldehid diatas menunjukkan puncak pada m/z 29 dan 44 yang
merupakan hasil fragmentasi C dengan C karbonil, serta hasil penataan ulang
McLafferty.
Keton
Puncak ion molekuler dari keton biasanya umumnya muncul walaupun intensitasnya
tidak begitu tinggi. Pola fragmentasi keton asiklik hampir mirip dengan aldehid,
yaitu pemutusan ikatan C dengan C karbonil. Bila ukuran kedua gugus alkil yang
mengapit C karbonil tidak sama, maka lepasnya gugus alkil yang lebih besar akan
lebih disukai sehingga intensitas puncaknya umumnya lebih tinggi. Bila rantai
karbon keton memiliki jumlah atom C4, maka puncak hasil penataan ulang
McLafferty akan teramati.
Puncak ion molekuler 2-pentanon terlihat cukup tinggi intensitasnya pada m/z 86.
Sementara puncak pada m/z 43 dan 71 merupakan hasil pemecahan C dengan C
karbonil, dimana intensitas puncak hasil pelepasan rantai propil lebih tinggi
dibandingkan pelepasan rantai metil. Puncak pada m/z 58 merupakan hasil penataan
ulang McLafferty.
Keton siklik mengalami variasi fragmentasi dan penataan ulang. Sebagai contoh
adalah spektra massa sikloheksanon dibawah ini.
Gambar 3.14 Spektra massa sikloheksanon
Munculnya puncak-puncak pada m/z 98, 83,70, 55, dan 42 dapat dijelaskan melalui
beberapa variasi fragmentasi dan penataan ulang.
O O O
CH2 CH2
O O O
H
H H
CH2 CH3
C3H7
O O
H
CH3
CH3
m/z 98 m/z 83
Asam Karboksilat
Puncak ion molekuler asam karboksilat biasanya muncul, walaupun pada senyawa
tertentu intensitasnya rendah atau bahkan tidak teramati. Pemecahan (ikatan C
dengan C=O) yang lazim dijumpai pada senyawa karbonil juga akan teramati pada
senyawa ini. Spektra masssa asam butanoat dibawah ini menunjukkan puncak ion
molekuler yang lemah pada m/z 88. Sementara puncak pada m/z 71, 45, dan 43
merupakan hasil pemecahan . Penataan ulang McLafferty juga terjadi pada asam
butanoat dengan munculnya puncak pada m/z 60 dengan intensitas tertinggi.
Ester
Pola fragmentasi ester serupa dengan asam karboksilat. Selain pemecahan ,
penataan ualng McLafferty lazim terjadi pada ester. Etil butanoat menunjukkan
puncak ion molekuler dengan intensitas lemah pada m/z 116. Pemecahan akan
menghasilkan puncak-puncak pada m/z 43, 45, 71 dan 73. Sementara penataan ulang
McLafferty menghasilkan puncak pada m/z 88.
CH2
CH3 CH3
CH3
CH CH3 CH
CH3
m/z 105
CH2
CH2
H +
H H CH3 H
H CH3
m/z 92
Alkil halida
Intensitas puncak ion molekuler senyawa alkil halida alifatik bervariasi, dimana alkil
iodida memiliki intensitas ternggi dan alkil fluorida terendah. Intensitas puncak ion
molekuler akan berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran gugus atau cabang
pada posisi . Pola fragmentasi yang paling penting dari alkil halida terutama alkil
iodida dan alkil bromida adalah lepasnya atom halida dan meninggalkan carbokation
pada rantai alkil. Hal ini mudah terjadi karena iodida dan bromida merupakan gugus
pergi yang baik. Karbokation yang terbentuk biasanya mengalami fragmentasi lebih
lanjut. Sebaliknya pola fragmentasi pelepasan halida sangat jarang terjadi pada alkil
klorida, dan bahkan tidak terjadi pada alkil fluorida. Pada kedua alkil halida ini (Cl
dan F) lazimnya terjadi pelepasan HX
H X
HX
R CH CH2 R CH CH2
Pola fragmentasi pemecahan pada lakil halida juga sering terjadi. Bila pada posisi
terdapat percabangan, maka lepasnya gugus yang lebih besar umumnya lebih lazim
terjadi. Puncak yang dihasilkan dari pemecahan umumnya cukup lemah.
R
R CH2 X CH2 X
Untuk alkil klorida dan alkil bromida rantai panjang, pembentukan fragmen siklik 5
atom lazim terjadi dengan melepas sisa rantai dalam bentuk radikal.
Puncak ion molekuler dan pola fragmentasi senyawa alkil halida cukup unik
sehingga memudahkan dalam proses identifikasi. Fluorida dan iodida tidak memiliki
isotop, sementara klorida dan bromida memiliki isotop dengan kelimpahan yang
berbeda-beda mudah dibedakan. Puncak ion molekuler [M]+ alkil fluorida dan alkil
iodida berupa puncak tunggal, sementara untuk alkil klorida dan alkil bromida akan
muncul [M]+ dan [M+2]+ bila mengandung satu atom Cl atau Br. Serta akan lebih
kompleks bila jumlah atom Cl dan atau Br bertambah. Selain itu, perbandingan
intensitas puncak-puncak ion molekuler juga akan lebih kompleks, seperti tertera
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hubungan Jumlah dan Jenis Atom Halogen dengan Prosentase Intensitas
Puncak Ion Molekuler
Atom Intensitas Relatif Puncak Ion Molekuler (%)
Halogen [M] +
[M+2]+ [M+4]+ [M+6]+ [M+8]+ [M+10]+ [M+12]+
Br 100 97,2
2 Br 100 195,0 95,5
3 Br 100 293,0 286,0 93,4
Cl 100 32,6
2 Cl 100 65,3 10,6
3 Cl 100 97,8 31,9 3,47
4 Cl 100 131,0 63,9 14,0 1,2
5 Cl 100 163,0 106,0 34,7 5,7 0,4
6 Cl 100 196,0 161,0 69,4 17,0 2,2 0,1
Br Cl 100 130,0 31,9
2 Br 1 Cl 100 228,0 159,0 31,2
2 Cl 1 Br 100 163,0 74,4 10,4
Keterangan : Angka-angka pada kolom 1 mewakili jumlah atom dalam molekul
D. LATIHAN SOAL-SOAL
4. Diantara ketiga senyawa berikut, ada dua senyawa memiliki puncak dasar
pada m/z 119 dan ada satu senyawa pada m/z 105. Tentukanlah senyawa-senyawa
tersebut sesuai dengan harga puncak dasarnya !
Cresswell, CJ., Runquist, OA., Campbell, MM., 1982, Analisis Spektrum Senyawa
Organik, (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro),
Penerbit ITB, Bandung
Dudley W., and Fleming I., 1995, Spectroscopic Methods in Organic Chemistry,
McGraw Hill Higher Education
Bruice PY, 2005, Organic Chemistry, 4th ed, John Wiley & Sons, USA