Anda di halaman 1dari 11

1.

Pengertian Argumentasi

Argumentasi adalah pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat,
pendirian, atau gagasan (Depdiknas, 2008). Argumentasi yaitu pendapat seseorang tentang
pemikirannya yang melalui fakta yang mampu untuk mempengaruhi, penggunaan fakta ini untuk
meyakinkan orang lain tentang kebenaran atas pemikirannya. Berargumentasi membutuhkan
kemampuan untuk berpikir tentang pokok bahasan yang ilmiah dengan menyampaikan dan
mendiskusikan pemikirannya secara tertulis maupun lisan (Seda Saracaloglu, Aktamis, & Delioglu,
2011).

Proses menyusun argumen dan berargumentasi merupakan proses inti dari berpikir kritis.
Siswa mampu menguji kebenaran dari suatu pendapat untuk mendebat, mengevaluasi pendapat,
menaikkan kualitas argumen dengan menambahkan fakta-fakta yang mendukung, dan
menambahkan contoh realita. Argumentasi merupakan kemampuan yang penting karena dalam
berargumentasi siswa menyusun sikap untuk setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain
(Lin, 2013). Sikap ilmiah merupakan komponen yang penting dalam berargumentasi (Erduran S. ,
2007).

Argumen digunakan untuk memberitahu orang lain dan meyakinkan mereka tentang
kebenaran. Argumen disusun oleh perseorangan yang diperoleh dari proses berpikir terhadap suatu
kejadian. Berkelompok mampu memicu penyusunan argumen yang lebih bervariasi. Berlatih
berargumen secara berkelompok merupakan cara yang penting untuk menyusun keterampilan dasar
kemampuan argumentasi dari masing-masing siswa. Siswa mengkomunikasikan pendapat mereka
kemudian memberikan alasan atau argumentasi atas penjelasan mereka supaya lebih kuat dan
ilmiah. Siswa mengevaluasi penjelasan mereka dengan penjelasan lain, terutama yang merefleksikan
dengan konsep ilmiah (Osman, Chuo Hiong, & Vebrianto, 2013).

Berdasarkan definisi dari beberapa peneliti tentang argumentasi, maka dapat disimpulkan
bahwa argumentasi adalah usaha untuk meyakinkan bahwa pernyataan, pendapat, sikap, atau
keyakinan, dengan didukung oleh fakta-fakta sehingga bernilai benar. Argumentasi memiliki tujuan
untuk mempengaruhi untuk mendukung pernyataan, pendapat, dan sikap yang diajukan. Pendapat,
keyakinan, dan sikap pembicara bisa dianggap benar ketika didukung dengan argumentasi yang kuat
dan pendengar memberikan dukungan.

Clark, Sampson, Winberger, & Erkens (2007) menjabarkan struktur argumentasi yang
disusun oleh Toulmin bahwa argumentasi memiliki struktur dimana struktur tersebut memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Toulmin membagi struktur argumentasi menjadi enam bagian yaitu: claims
(assertions about what exists or what values people hold), data (statements that are used as
evidence to support the claim), warrants (statements that explain the relationship of the data to the
claim), qualifiers (special conditions under which the claim holds true), backings (underlying
assumptions), and rebuttals (statements that contradict either the data, warrants, or backings of an
argument).

Claim (klaim) merupakan penyataan atau keputusan yang dipegang oleh orang yang
berargumen, data (data) Fakta yang mendukung penyataan, warrant (penjamin) merupakan
penjelasan tentang hubungan data dengan pernyataan, qualifiers (kualifikasi) merupakan kondisi
tertentu pernyataan bernilai benar, backing (pendukung) adalah asumsi dasar untuk mendukung
penjamin, rebuttals (sanggahan) merupakan pernyataan yang menyanggah data, penjelasan
hubungan data dengan pernyataan. either data, warrants, or backings, but no rebuttals), Level 3
(series of claims or counter-claims with either data, warrants, or backings with the occasional weak
rebuttal), Level 4 (claim or claims and counterclaims with a clearly identifiable rebuttal), and finally
Level 5 (extended argument with more than one rebuttal).

Kutipan di atas mengandung arti bahwa kerangka kerja analisis dari Erduran, Simon, &
Osborne (2004) mengklasifikasikan Level argumentasi siswa sebagai berikut: Level 1 (klaim
berlawanan dengan klaim tandingan atau klaim berlawanan dengan klaim), Level 2 (klaim disertai
dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak mengandung sanggahan), Level 3 (Serangkaian
klaim atau tandingan klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung dengan sanggahan yang
lemah), Level 4 (klaim dan klaim tandingan yang disertai dengan sanggahan yang dapat diidentifikasi
dengan jelas), dan terakhir Level 5 (argumen yang lebih luas dengan lebih dari satu sanggahan).

(http://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K4310049_bab2.pdf)

2. Ciri-ciri Argumentasi

Nursisto (1999: 43) mengemukakan ciri-ciri argumentasi adalah sebagai berikut.

1) Mengandung bukti dan kebenaran.

2) Alasan kuat.

3) Menggunakan bahasa denotatif.

4) Analisis rasional (berdasarkan fakta).


5) Unsur subjektif dan emosional sangat dibatasi (sedapat mungkin tidak ada).

Indriati (2001: 79) menyatakan bahwa argumentasi yang kuat harus mengandung lima
ciri-ciri. Lima ciri-ciri tersebut antara lain: 1) klaim (claim), 2) bukti afirmatif (setuju) dan
bukti kontradiktif (bantahan), 3) garansi/justifikasi (warrant), 4) kompromi (concessions), 5)
sumber aset (reservations).

Berdasarkan pemaparan yang disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa


argumentasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, terdapat pernayataan atas suatu
pendapat. Kedua, menyertakan alasan untuk meyakinkan orang lain mengenai pendapat yang
disampaikan. Ketiga, mengandung bukti kebenaran berupa data dan fakta pendukung yang
relevan. Keempat, analisis yang dilakukan berdasarkan data dan fakta yang disampaikan

(http://eprints.uny.ac.id/9418/3/bab%202-08201241037.pdf)

3. Jenis-jenis argumentasi

Terdapat dua pola pengembangan yang berbeda dari paragraf argumentasi yaitu

Paragraf argumentasi yang dikembangkan dengan pola sebab akibat. Jenis paragraf ini
pemaparan selalu ditulis dimulai dari hal hal yang menjadi penyebab dan kemudian menuju
kepada hal hal yang menjadi akibat yang terjadi setelahnya

Paragraf argumentasi yang dikembangkan dengan pola akibat sebab. Jenis paragraf ini adalah
kebalikan dari poin pertama yaitu paragraf yang dimulai dari pemaparan akibat terlebih
dahulu dan kemudian berikutnya merupakan penjabaran dari apa apa yang menjadi
penyebabnya

Contoh paragraf argumentasi

1. Contoh paragraf argumentasi pola sebab akibat


Pendidikan di indonesia masih terbilang mahal dan tidak terjangkau untuk golongan
masyarakat menengah kebawah sehingga banyak terjadi putus sekolah karena tidak mampu
dengan anggaran biaya sekolah yang semakin meningkat. Hal ini diperkuat berdasarkan fakta
bahwa pada tahun 2010 terdapat 1.08 juta siswa yang putus sekolah

Penebangan hutan secara liar dan tingkat kesadaran masyarakat yang rendah untuk
membuang sampah pada tempatnya mengakibatkan beberapa daerah di indonesia selalu
dilanda banjir di setiap musim penghujan. Bahkan jakarta yang merupakan ibu kota dan pusat
pemerintahanpun tidak luput dari bencana banjir

Tidak seimbangnya ketersediaan lahan kerja dengan meningkatnya jumlah penduduk


mengakibatkan banyak rakyat indonesia yang memilih menjadi TKI meskipun banyak terjadi
kasus penyiksaan sampai pembunuhan yang diberitakan di stasiun stasiun televisi

2. Contoh paragraf argumentasi pola akibat sebab

Berdasarkan data pada tahun 2010 terdapat tidak kurang dari 1.08 juta siswa yang putus
sekolah yang disebabkan karena mahalnya pendidikan yang terus meningkat dari tahun
ketahun

Hampir setiap tahun di musim penghujan, beberapa daerah di indonesia termasuk jakarta
yang merupakan ibu kota dan sebagai pusat pemerintahan dilanda banjir sebagai akibat dari
penebangan hutan secara liar dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah
pada tempatnya

Meskipun di beberapa stasiun televisi swasta sering menayangkan kasus penyiksaan dan
pembunuhan terhadap TKI namun tidak membuat masyarakat kita takut dan tetap memilih
menjadi TKI untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena kurangnya lahan
pekerjaan yang tersedia dan tidak seimbang dengan meningkatnya jumlah penduduk

(http://makalahproposal.blogspot.co.id/2014/08/contoh-paragraf-argumentasi.html)

4. Membuat argumentasi
Dalam kehidupan nyata, tidak mudah kita mengidentifikasi sebuah argumen. Ini
disebabkan oleh tidak adanya sistem yang mudah, kecuali kita dapat mengidentifikasi
mana yang premis dan mana yang kesimpulan. Selain itu pula, dalam kehidupan
sehari-hari tidak selalu kita temukan argumentasi dalam bentuk yang baku. Bentuk
baku dari argumentasi ini berciri pada adanya premis-premis dan kesimpulan. Contoh
yang paling sederhana dari bentuk baku ini, misalnya:
Premis mayor: Martha adalah putri ibu Harti
Premis minor: Ibu Harti sekeluarga tinggal di jalan Soetopo
Kesimpulannya: Martha putri ibu Harti tinggal di jalan Soetopo

Langkah awal yang harus dipahami oleh seseorang untuk membuat argumen ini,
adalah memahami adanya bentuk baku dari sebuah argumen seperti contoh sederhana
tersebut di atas. Tanpa memahami hal ini maka argumen yang dibuatnya sulit untuk dipahami
atau bahkan akan menjadi fallacy (sesat pikir).
Menurut M. Guntur Hamzah, fallacy diartikan sebagai proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan. Fallacymerupakan
gejala berpikir yang salah disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa
memperhatikan relevansi. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa kegagalan dalam membuat
argumentasi ini ada 2 (dua) faktor, yakni:
1. Memuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru.
2. Memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari.
Contoh premis yang keliru:
Premis mayor: Semua manusia yang hidup harus makan nasi
Premis minor: kehidupan ikan juga tergantung dari nasi
Kesimpulan: jadi manusia dan ikan hidupnya tergantung dengan nasi
Contoh premis yang tidak berhubungan:
Premis mayor: Rambut Mirna lurus berwarna hitam pekat
Premis minor: Pagar rumah Adi lurus berwarna hitam pekat
Kesimpulan: Jadi rambut mirna sama dengan pagar rumah Adi
Untuk memahami sebuah argumen dalam kehidupan nyata tidaklah selalu dihadapkan
pada bentuk-bentuk argumen baku, kadang kita sering menemukan kesulitan untuk
memahami sebuah argumen karena antara premis dan kesimpulan tidak disusun secara baku.
Oleh karenanya, utuk mengatasi kesulitan tersebut pelajarilah sebuah argumen secara cermat;
tulis dan kenali kembali argumen tersebut dalam bentuk baku bila Anda belum yakin;
janganlah berada pada posisi untuk membela siapa pun. Jeremias Jena mengatakan, bahwa
untuk mengidentifikasi sebuah argumen ada kata-kata yang dapat digunakan sebagai
indikator premis dan indkator kesimpulan. Indikator premis, di antaranya:
 Sejak…
 Pertama, kedua, dan seterusnya…
 Karena…
 Ini merupakan implikasi dari…
 Bedasarkan…
 Sebagaimana ditunjukan…
 Sebagaimana diindikasikan…
 Dapat disimpulkan…
Sedangkan indikator kesimpulan dapat dilihat dari kata-kata sebagai berikut:
 Implikasi lebih lanjut adalah…
 Kita dapat menimpulkan bahwa…
 Hal ini memperlihatkan bahwa…
 Jadi,…
 Dengan demikian…
 Sesuai dengan itu…
 Konsekuensinya…
 Maka…
 Karena itu… dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Gorys Keraf, bila Anda ingin membuat atau menusun sebuah
argumen, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Penulis harus mengetahui serba sedikit tentang subjek yang akan dikemukakannya, sekurang-
kurangnya mengenai prinsip-prinsip ilmiahnya. Dengan demikian, penulis dapat
memperdalam masalah dengan penelitian, observasi, dan autoritas untuk memperkuat data
dan informasi yang telah diperolehnya.
2. Penulis harus bersedia mempertimbangkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat
yang bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah di
antata fakta-fakta yang diajukan lawan ada yang dapat dipergunakannya, atau justru akan
memperlemah pendapat lawan.
3. Penulis harus berusaha untuk mengemukakan pokok persoalannya dengan jelas, harus
menjelaskan mengapa ia harus memilih topik tersebut. Sementara itu pula, ia harus
mengemuukakan konsep-konsep dan istilah-istilah yang tepat.
4. Penulis harus menyelidiki persyaratan mana yang masih diperlukan bagi tujuan-tujuan lain
yang tercakup dalam persoalan yang dibahas, dan sampai dimana kebenaran dari pernyataan
yang telah dirumuskan itu.
5. Dari semua maksud dan tujuan yang terkandung dalam persoalan itu, maksud mana yang
lebih memuaskan penulis untuk menyampaikan masalahya.
Selain hal-hal tersebut di atas, untuk membatasi persoalan dan menetapkan titik
ketidaksesuaian sebuah argumentasi, Gorys menganjurkan 4 (empat) sasaran yang harus
ditetapkan untuk diamankan oleh setiap penulis, yakni:
1. Argumentasi harus mengandung kebenaran untuk merubah sikap dan keyakinan orang
mengenai topic yang akan diargumentasikan.
2. Penulis harus berusaha menghindari setiap istilah yang dapat menimbulkan prasangka
tertentu.
3. Sering timbul ketidaksepakatan dalam istilah-istilah. Sedangkan tujuan argumentasi adalah
menghilangkan ketidaksepakatan.
4. Pengarang harus menetapkan secara tepat titik ketidaksepakatan yang akan
diargumentasikan.
Sebagaimana layaknya dalam membuat sebuah tulisan, dalam penyajian sebuah
argument sebaiknya harus meliputi 3 (tiga) komponen baku, yakni: pendahuluan, inti, dan
penutup atau kesimpulan. Hal ini ditegaskan pula oleh Gorys, bahwa dalam penulisan
argumentasi harus terdiri dari: pendahuluan, tubuh argumen, serta kesimpulan dan ringkasan.
Selanjutnya gorys menjelaskan:
1. Bagian pendahuluan,
Bagian ini merupakan bagian yang penting dalam upaya menarik perhatian pembaca,
memusatkan perhatian pembaca kepada argumen-argumen yang akan disampaikan, serta
menunjukkan dasar-dasar mengapa argumentasi itu harus dikemukakan. Sebuah argumentasi
itu harus memancarkan kebenaran atau kekuatan untuk mempengaruhi sikap pembacanya,
oleh karena itu dalam bagian ini tidak boleh dimasukkan hal-hal yang kontroversial. Untuk
menentukan apa dan seberapa panjang bahan yang diperlukan dalam bagian ini, setidaknya
penulis harus mempertimbangkan beberapa hal, yakni: a) menegaskan mengapa persoalan itu
perlu dibicarakan pada saat ini. Bila hal itu dianggap waktunya lebih tepat untuk di
kemukakan, serta dapat dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lainnya yang mendapat
perhatian saat ini, maka fakta-faktanya akan merupakan suatu titik tolak yang sangat baik; b)
menjelaskan latar belakang sejarah yang mempunyai hubungan langsung dengan persoalan
yang hendak diargumentasikan, sehingga pembaca dapat memperoleh gambaran yang
mendasar mengenai hal yang hendak diargumentasikan; c) harus membedakan persoalan
yang menyangkut selera dan persoalan yang membawa ke konklusi yang objektif.
2. Bagian tubuh argumen,
Pada bagian ini, pengarang harus terus menerus memposisikan diri di pihak pembaca,
dengan menanyakan apakah evidensi itu sudah dapat diterima bila ia berposisi sebagai
pembaca, apakah evidensi itu sungguh-sungguh mempunyai hubungan dengan pokok
persoalan, apakah tidak ad acara lain yang lebih baik, dan seterusnya. Perlu ditegaskan,
bahwa evidensi itu harusmerupakan suatu proses yang selektif, dengan menampilkan bahan-
bahan terbaik saja dengan enolak evidensi-evidensi yang kurang baik.
3. Bagian kesimpulan dan ringkasan,
Bagian ini tidak mempersoalkan topik mana yang akan dimukakan dalam
argumentasi, yang penting harus dijaga adalah agar konklusi yang disimpulkan tetap
memelihara tujuan yang ingin disampaikan, dan menyegarkan kembali ingatan pembaca
tentang apa yang telah dicapai, serta kenapa konklusi-konklusi itu dapat diterima sebagai
sesuatu yang logis. Bila dalam tulisan-tulisan biasa, dimana tidak boleh dibuat kesimpulan,
maka dapat dibuat ringkasan dari pokok-pokok yang penting sesuai dengan urutan argumen-
argumen dalam tubuh karangan tersebut.

(http://pepenk26.blogspot.co.id/2015/04/argumentasi.html)

5. Struktur argumentasi menurut toulmin

Clark, Sampson, Winberger, & Erkens (2007) menjabarkan struktur argumentasi yang
disusun oleh Toulmin bahwa argumentasi memiliki struktur dimana struktur tersebut
memiliki fungsi yang berbeda-beda. Toulmin membagi struktur argumentasi menjadi enam
bagian yaitu:

1. claims (assertions about what exists or what values people hold),


Claim (klaim) merupakan penyataan atau keputusan yang dipegang oleh orang
yang berargumen.

Contohnya: anda harus menggunakan alat bantu dengar.

Banyak orang memulainya dengan klaim, namun akhirnya menemukan bahwa hal
tersebut merupakan tantangan. “Jika kamu meminta saya untuk melakukan
sesuatu, saya tidak akan setuju dengan apa yang Anda inginkan. Saya akan
bertanya mengapa saya harus setuju dengan Anda. Saya akan meminta Anda
untuk membuktikan klaim Anda.” Inilah yang menjadi dasar terpening.

2. data (statements that are used as evidence to support the claim),


Data (data) Fakta yang mendukung penyataan.
Dasar (atau data) adalah dasar persuasi nyata dan terdiri dari data dan fakta yang
sulit, ditambah alasan di balik klaim tersebut. Ini meruapkan sebuah 'kebenaran' di
mana klaim tersebut didasarkan. Alasannya mungkin juga mencakup bukti keahlian
dan dasar mengenai argumen tersebut ada.

Kenyataan sebenarnya dari data mungkin kurang dari 100%, karena banyak data
pada akhirnya didasarkan pada persepsi. Kita asumsikan apa yang kita ukur itu
benar, tapi mungkin ada masalah dalam pengukuran ini, mulai dari alat ukur yang
salah hingga bias sampling.

Sangat penting untuk argumen dengan alasan yang tidak begitu jelas, jika memang
demikian, klaim tersebut dapat menjadi klaim, yang perlu Anda buktikan dengan
informasi yang lebih dalam dan argumen lebih lanjut.

Sebagai contoh:

Lebih dari 70% dari semua orang berusia di atas 65 tahun mengalami kesulitan
pendengaran.

Informasi biasanya merupakan unsur persuasi yang sangat kuat, meski hal itu
mempengaruhi orang secara berbeda. Mereka yang dogmatis, logis atau rasional
akan lebih mungkin untuk dibujuk oleh data faktual. Mereka yang berdebat secara
emosional dan yang sangat diinvestasikan dalam posisi mereka sendiri akan
menantangnya atau mencoba untuk mengabaikannya. Seringkali sebuah tes
berguna untuk memberi sesuatu yang faktual kepada orang lain yang membantah
argumen mereka, dan perhatikan bagaimana mereka menanganinya. Beberapa akan
menerimanya tanpa pertanyaan. Beberapa akan menolaknya dari tangan. Orang
lain akan menggali lebih dalam, membutuhkan lebih banyak penjelasan. Di sinilah
surat wasiat itu masuk sendiri.

3. warrants (statements that explain the relationship of the data to the claim),
warrant (penjamin) merupakan penjelasan tentang hubungan data dengan
pernyataan. Surat perintah mengaitkan data dan alasan lain untuk mengajukan klaim,
melegitimasi klaim tersebut dengan menunjukkan alasan untuk menjadi relevan.
Surat perintah tersebut mungkin eksplisit atau tidak terucapkan dan tersirat. Ini
menjawab pertanyaan 'Mengapa data itu berarti klaim Anda benar?'

Sebagai contoh:

Alat bantu dengar membantu kebanyakan orang untuk mendengar dengan lebih baik.

Surat perintah tersebut mungkin sederhana dan mungkin juga merupakan argumen
yang lebih panjang, dengan sub-elemen tambahan termasuk yang dijelaskan di
bawah ini.

Waran dapat didasarkan pada logo, etos atau pato, atau nilai yang diasumsikan
dibagi dengan pendengar.

Dalam banyak argumen, waran sering tersirat dan karenanya tidak disebutkan. Ini
memberi ruang bagi orang lain untuk mempertanyakan dan mengekspos surat
perintah tersebut, mungkin untuk menunjukkan bahwa itu lemah atau tidak berdasar

4. qualifiers (special conditions under which the claim holds true),


qualifiers (kualifikasi) merupakan kondisi tertentu pernyataan bernilai benar.

Kualifikasi (atau kualifikasi modal) menunjukkan kekuatan lompatan dari data ke


surat perintah dan dapat membatasi bagaimana klaim universal berlaku. Mereka
termasuk kata-kata seperti 'paling', 'biasanya', 'selalu' atau 'kadang-kadang'.
Argumen mungkin berkisar dari pernyataan yang kuat hingga umumnya cukup
disket dengan pernyataan samar dan seringkali agak tidak pasti.

Sebagai contoh:

Alat bantu dengar membantu kebanyakan orang.


Varian lain adalah reservasi, yang mungkin memberi kemungkinan klaim salah.

Jika tidak ada bukti yang bertentangan, alat bantu dengar tidak membahayakan
telinga.

Kualifikasi dan pemesanan banyak digunakan oleh pengiklan yang dibatasi untuk
tidak berbohong. Jadi mereka tergelincir 'biasanya', 'hampir', 'kecuali' dan seterusnya
ke dalam klaim mereka.

5. backings (underlying assumptions),


backing (pendukung) adalah asumsi dasar untuk mendukung penjamin.

Dukungan (atau dukungan) untuk sebuah argumen memberi dukungan tambahan


pada surat perintah tersebut dengan menjawab pertanyaan yang berbeda. Sebagai
contoh: Alat bantu dengar tersedia secara lokal.

6. rebuttals (statements that contradict either the data, warrants, or backings of an


argument).
rebuttals (sanggahan) merupakan pernyataan yang menyanggah data, penjelasan
hubungan data dengan pernyataan.

Meski dengan hati-hati menyusun argumen, mungkin masih ada argumen kontra
yang bisa digunakan. Ini dapat dibantah baik melalui dialog lanjutan, atau dengan
menghentikan argumen lawan dengan memberikan sanggahan pada saat presentasi
awal argumen tersebut.

Sebagai contoh:

Ada meja pendukung yang menangani masalah teknis.

Setiap bantahan adalah argumen dalam dirinya sendiri, dan dengan demikian dapat
mencakup klaim, surat perintah, dukungan dan sebagainya. Ini juga, tentu saja bisa
ada sanggahan. Jadi jika Anda mengajukan argumen, Anda dapat mencoba untuk
memahami kemungkinan bantahan dan juga sanggahan terhadap sanggahan tersebut.
Kutipan di atas mengandung arti bahwa kerangka kerja analisis dari Erduran, Simon,
& Osborne (2004) mengklasifikasikan Level argumentasi siswa sebagai berikut:
Level 1 (klaim berlawanan dengan klaim tandingan atau klaim berlawanan dengan
klaim), Level 2 (klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak
mengandung sanggahan), Level 3 (Serangkaian klaim atau tandingan klaim disertai
dengan data, penjamin, atau pendukung dengan sanggahan yang lemah), Level 4
(klaim dan klaim tandingan yang disertai dengan sanggahan yang dapat
diidentifikasi dengan jelas), dan terakhir Level 5 (argumen yang lebih luas dengan
lebih dari satu sanggahan).

Strukturna dapat diskemakan sebagai berikut:

(https://web.cn.edu/kwheeler/documents/Toulmin.pdf)

Anda mungkin juga menyukai