Askep Post Partum Blues PDF
Askep Post Partum Blues PDF
By
Adrianus
RSUD.dr.TC.Hillers Maumere
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 DEFENISI
Postpartum Blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada
tahun 1875 telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu
keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut “ milk fever “ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, postpartum
blues atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti
sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam
minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung
akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu sekitar dua hari hingga
10 hari sejak kelahiran bayinya.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang
diduga berperan dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine
aksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin
dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan depresi.
Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa
sebelumnya, social ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari
lingkungan ( suami, keluarga dan teman ). Apakah suami menginginkan
juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga dan teman memberikan
dukungan moril ( misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tang
selama atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah )
selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul permasalahan misalnya
suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun
persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan mertua,
problem dengan si sulung.
Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum
blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau
kekurangan gizi. Antara 8 % sampai 12 % wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan
sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih
mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan secara
sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menekan.
Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini
disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian
dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa
depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan
anak dikemudian hari.
2.3 PATOFISIOLOGI
Post Partum Blues
F. Hormonal
Kurang pengetahuan
F. Latar
mengenai perawatan
belakang
diri dan bayi
psikososial
Potensial terhadap
F. Takut kehilangan
pertumbuhan koping
bayinya atau
keluarga
kecewa dgn bayinya
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :
Cemas tanpa sebab.
Menangis tanpa sebab.
Tidak percaya diri.
Tidak sabar.
Sensitif, mudah tersinggung.
Merasa kurang menyayangi bayinya.
Tidak memperhatikan penampilan dirinya.
Kurangnya menjaga kebersihan dirinya.
Gejala fisiknya seperti : kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang
berdebar-debar.
Ibu merasa kesedihan, kecemasan yang berlebihan.
Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami atauapun keluarga.
2.5 INSDIDEN
Dalam dekade terakhir ini, bahyak peneliti dan klinis yang member
perhatian khusus pada gejala psikolgis yang menyertai seorang wanita pasca
salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor
yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi
mengenai post partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang
cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26 % - 85 % yang kemungkinan
disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang
digunakan.
2.6 PENCEGAHAN
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga
untuk selalu memperhatikan si ibu.
b. Menu makanan yang seimbang.
c. Olahraga secara teratur.
d. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan
bayinya.
e. Rencankan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami.
f. Rekreasi.
2.8 PENATALAKSANAAN
Post-partum blues atau gangguan mentak pasca-salin seringkali
terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang
sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
suatu yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa
yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-
sumber lainnya untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkan
saran untuk neristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obat
atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira
menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penangganan gangguan mental pasca-salin pada prinsippnya tidak
berbeda dengan penangganan gangguan mentak pada momen-momen
lainnya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali merasa gembira
mendapat pertolongan praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga,
mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari,atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan
dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang
diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang
psikolog atau konselor yangberpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan
para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan
segera memberikan penangganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut,
bahkan merujuk kepada para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu :
dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara
memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan
persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-
masa tersebut serta penangganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang
dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penangganan para ibu yang mengalami post-partum
blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis,
konseling, emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara
intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka miungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan ditingkat perilaku, emosional, intelektual, social dan psikologis
secara bersama-sama dengan melibatkan lingkungannya yaitu : suami,
keluarga, dan juga teman dekatnya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk
dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan
respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencana individu
didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami
atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional
akibat perilaku wanita tersebut.
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medical record, dan lain-lain.
Intervensi Keperawatan :
1. Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan.
R/ Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang
tepat.
2. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi.
R/ Dapat menunjukan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama
setelah melahirkan.
R/ Memberi anesthesia lokal, meningkatkan vasokontriksi, dan
mengurangi edema dan vasodilatasi.
4. Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk / bak
mandi ).
R/ Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi
dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan
penyembuhan.
5. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan
episiotomy.
R/ Pengunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stress dan
tekanan langsung pada perineum.
6. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesic 30-60 menit sebelum
menyusui.
R/ Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain
paling hebat karena pelepasan oksitoksin.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui
sebelumnya.
R/ Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan
mengembangkan rencana perawatan.
2. Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap
pasangan / keluarga.
R/ Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan
untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
3. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan
keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet
khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau menganggu
keberhasilan menyusui.
R/ Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting pecah
dan luka, memberikan kenyamanan, dan membuat peran ibu
menyusui.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan
sumber pendukung dan latar belakang budaya.
R/ Menidentifikasi factor-faktor resiko dan sumber-sumber
pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien/pasangan untuk
menerima tantangan peran menjadi orang tua.
2. Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran
menjadi orang tua.
R/ Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi
orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat.
3. Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang
pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
R/ Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran
orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan,
adanya komplikasi dan peran pasangan pada persalinan.
R/ Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan
energy fisik dan emosional yang perlu untuk mempelajari peran
menjadi ibu dan dapat secara negative mempengaruhi menyusui.
5. Ecaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi
prenatal, intranatal dan pascapartal.
R/ kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi,atau adanya
komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien.
6. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai
dengan indikasi.
R/ Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak
seperti bayi yang diharapkan.
7. Pantau dan dokiumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi.
R/ Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih saying bermakna pada
pertama kali ; selanjutnya, mereka dikenalkan pada bayi secara
bertahap.
8. Anjurkan pasangan untuk mengunjungi dan mengendong bayi dan
berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin.
R/ Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.
9. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko
tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif
diantara klien/pasanngan dan bayi tidak terjadi.
R/ perilaku menjadi orang tua yang negative dan ketidakefektifan
koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau
bahkan psikoterapi yang lama.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji respon emosional klien selama prenatal dan periode inpartum dan
persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan.
R/ Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan
peran feminism dan keunikan fungsi feminism serta adaptasi yeng
psositif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui.
2. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman
kelahiran.
R/ Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas
realitas dari pengalaman fantasi.
3. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( perasaan sedih pascapartum ),
pada hari ke-2 sampai ke-3 pasca partum ( misalnya, ansietas,
menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau
berat ).
R/ Sebanyak 80 % ibu-ibu mengalami depresi sementara atau perasaan
emosi kecewa setelah melahirkan.
4. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya,
system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat
pulang.
R/ Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi
stress.
5. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk
membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping
terhadap bayi baru lahir.
R/ Keterampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara insting tetapi
harus dipelajari.
6. Anjurkan pengungkapan raa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu-
raguan tentang kemampuan menjadi orang tua.
R/ Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah
secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan
professional yang tepat.
7. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok
pendukungan menjadi orang tua, pelayanan social, kelompok
komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung.
R/ Kira-kira 40% wanita dengan depresi pascapartum ringan
mempunyai gejala-gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat
memerlukan evaluasi lanjut.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
R/ Persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khususnya bila ini
terjadi malam meningkatkan tingakt kelelahan.
2. Kaji faktor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat.
R/ Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan
menurunkan rangsangan.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah
kembali ke rumah.
R/ Rencana yang kreatif yang membolehkan unruk tidur dengan bayi
lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.
4. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai
ASI.
R/ Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI,
dan penurunan reflex secara psikologis.
5. Kaji lingkungan rumah, dan bantuan di rumah.
R/ Multipara dengan anak dirumah memerlukan tidur lebih banyak
dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi
kebutuhannya.
Intervensi Keperawatan :
1. Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama
persalinan, dan tingkat kelelahan klien.
R/ Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk
melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas-aktifitas perawatan
diri/perawatan bayi.
2. Kaji persiapan klien dan motivasi untuk belajar.
R/ Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman ibu, maturasi, dan
kompetensi.
3. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal
dan hygiene, perubahan fisiologis.
R/ Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan
penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari
perubahan fisik dan emosional.
4. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi.
R/ Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenaik ketersediaan
metode kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi
bahkan sebelum kunjungan minggu ke-6.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain.
R/ Perawat dapat membantu memberikan pengalaman positif di rumah
sakit dan menyiapkan keluarga terhadap pertumbuhan melalui
tahap-tahap perkembangan.
2. Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi.
R/ Fleksibilitas dan sensitifitas terhadap kebutuhan keluarga
membantu mengembangkan harga diri dan rasa kompoten dalam
perawatan bayi baru lahir setelah pulang.
3. Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal
berkenaan dengan periode pasca partum.
R/ Membantu menyiapkan pasangan untuk kemunkinan perubahan
yang mereka alami, menurunkan stress dan meningkatkan koping
positif.
4. Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk
anak-anak (sibling ) tntang bayi baru.
R/ Membantu mengidentifikasi dan mengtasi perasaan akan
kemungkinan pergantian atau penolakan.
5. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua
pasca partum dikomunitas.
R/ Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang membesarkan anak
dan perkembangan anak.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Post partum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk, merupakan
kemurungan dan kesediahan.
b. Penyebab post partum blues belum diketahui secara pasti.
c. Penderita post partum blues dapat di deteksi melalui skrining yaitu
dengan kuesioner yang berupa pertanyaan tentang rasa cemas.
d. Asuhan keperawatan pada pasien post partum blues pada dasarnya harus
holistic yaitu menyeluruh dari Bio-Psiko-Sosial-Spiritual dan melibatkan
orang tua si anak yaitu ayah dan ibu si anak.
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambauh pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk para pelayanan kesehatan khususnya dalam
bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan
Health Education dalam perawatan depresi post partum blues.
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. ( 2001 ). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad ( 1994 ), Obstetri Patologi, Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi -
4. Jakarta: EGC.
Hanifa Wikyasastro. ( 1997 ), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta.
Hacker Moore ( 1999 ), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ),
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Ngastiyah. (1997 ), Pedoman Anak Sakit. EGC, Jakarta.
Sacharin Rosa M. ( 1996 ). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa:
Maulanny R.F. EGC, Jakarata.
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
PADA POST PARTUM BLUES
Disusun Oleh:
ADRIANUS
ERLINDA PATRISIA GAE
YUSTINA DENSIANA
BENEDIKTUS KAKI