Anda di halaman 1dari 15

TUTOR GUIDE

TUTORIAL 3
KANDIDIASIS ORAL

BLOK 15
KELAINAN MUKOSA MULUT

ORAL CANDIDIASIS

BLOK 18

PRODI KEDOKTERAN GIGI


PRODI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2016
2014

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 1


PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

TUTORIAL 2
BLOK 18
Hari/tanggal : Desember 2016

Skenario:
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSGM mengeluh adanya bercak
putih di dalam rongga mulutnya, terasa perih, sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
menggunakan gigi tiruan lepasan sejak 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan intra Oral: plak putih pada palatum, dapat diseka dengan tekanan
ringan dan meninggalkan daerah eritema. Oral hygiene buruk.

Personal doc (Irna, 2014)

Analisislah kasus di atas berdasarkan metode seven jumps!

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 2


PETUNJUK UNTUK TUTOR

TUTORIAL 3
BLOK 18
PRODI KEDOKTERAN GIGI

MODUL : Kelainan Mukosa Mulut


POKOK BAHASAN : Lesi Merah dan Putih
SUBPOKOK BAHASAN : Kandidiasis Oral
LEVEL KOMPETENSI : 4
NARASUMBER : Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp.PM
NARASUMBER TERKAIT : Mikrobiologi

TANGGAL : Desember 2016


WAKTU : Jam 09.00 – 11.50

Sasaran belajar
Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa mampu:
1. Menganalisis kasus (case overview) dengan merumuskan keluhan utama
pada anamnesis, tanda dan gejala klinis Kandidiasis Oral dengan kelainan
mukosa mulut lain, serta mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar terkait dengan
kasus yaitu mikrobiologi jamur Candida sp. (langsung spesifik saja, tks)
2. Mengidentifikasi lesi putih yang terjadi pada kasus
3. Menganalisis patofisiologi kasus
4. Merencanakan talaksana Kandidiasis Oral sesuai dengan konsep patofisiologi
penyakit serta kompetensi dokter gigi umum
5. Menentukan rujukan yang tepat terkait kasus Kandidiasis Oral
6. Mengaplikasikan konsep bioetika humaniora dan profesionalisme.
7. Menjelaskan epidemiologi kasus Kandidiasis Oral.

Skenario:
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSGM mengeluh adanya bercak putih
di dalam rongga mulutnya, terasa perih, sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
menggunakan gigi tiruan lepasan sejak 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan intra Oral: plak putih pada palatum, dapat diseka dengan tekanan
ringan dan meninggalkan daerah eritema. Oral buruk

Personal doc (Irna, 2014)

Analisislah kasus di atas berdasarkan metode seven jumps!

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 3


PEMBAGIAN WAKTU:
Pertemuan I
1. Pendahuluan 10 menit
2. Melakukan Seven jump step (step 1-5) 120 menit
3. Feedback tutor & penutup 20 menit
Pertemuan II
1. Pendahuluan 10 menit
2. Melakukan diskusi pendahuluan dan presentasi (step 7) 120 menit
3. Feedback tutor & penutup 20 menit

MEKANISME PEMBELAJARAN TUTORIAL:


Step 1
Klarifikasi istilah / pengertian yang masih asing, antara lain :
1. Plak
2. Eritema
3. Palatum
4. Gigi tiruan lepasan.

Step 2 Perumusan masalah


Step 2 merupakan langkah penting dalam tutorial, karena perumusan masalah
tersebut dapat dijadikan pembahasan dalam step selanjutnya dan dapat berkembang
menjadi learning issue. Sehingga tutor perlu memastikan atau mengarahkan
permasalahan yang dirumuskan (minimal) sesuai dengan sasaran belajar.
Perumusan masalah dalam skenario :
 Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan riwayat keluhan dengan
keluhan utama pasien?
 Mengapa rongga mulut pasien terasa sangat perih hingga sulit makan?
 Mengapa keluhan diderita pasien sejak 1 minggu lalu?
 Bagaimana hubungan tanda dan gejala klinis plak putih pada palatum dengan
keluhan pasien?
 Bagaimana hubungan antara keluhan dengan Oral hygiene pasien yang
buruk?
 Bagaimana hubungan antara keluhan dengan gigi tiruan lepasan regio
posterior rahang atas.?
 Bagaimana ilmu kedokteran dasar terkait kasus?
 Bagaimana etiopatofisologis, prognosis, komplikasi serta penanganan kasus
diatas?
 Bagaimana epidemiologi kasus?
 Bagaimana BHP kasus?

Di akhir step 2, tutor dapat mengarahkan mahasiswa untuk mengklasifikasikan


permasalahan untuk mempermudah pelaksanaan step 3 (curah pendapat).

Step 3: Curah pendapat/brain storming


Step ini menjawab masalah yang dirumuskan pada step 2. Prinsip pada step curah
pendapat adalah mahasiswa berhak menyampaikan pendapat sesuai dengan
pengetahuan dasarnya, tidak ada sanggahan, sehingga untuk satu
permasalahan dapat menjadi beberapa pendapat, tutor dapat mengarahkan
ketua kelompok untuk mengaktifkan peserta diskusi dalam curah pendapat.

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 4


Step 4: Analisis permasalahan
Setelah curah pendapat dari permasalahan step 3, mahasiswa dapat
mendiskusikan pendapat yang paling rasional untuk menjawab permasalahan
di step 2, kemudian disusun beberapa hipotesis (kemungkinan dari hasil diskusi
tentang permasalahan tersebut). Pelaksanaan di step 4 adalah mahasiswa
merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan dari step 3 (curah
pendapat/brain storming) mengenai diagnosis kerja, patogenesis/patofisiologi kasus
dan penatalaksanaan dalam kasus dll. Dari analisis step 4 ini dapat dirumuskan hal-
hal yang lebih jauh dipelajari oleh mahasiswa (yaitu dijadikan sebagai learning
issue).

Step 5: Merumuskan learning issue


Learning issue digali berdasarkan pengetahuan apa yang kurang dalam kelompok.
Setelah diinventarisasi pengetahuan yang diperlukan, kemudian dirumuskan hal-hal
yang hendak diketahui/dipelajari sebagai learning issue sebelum pertemuan tutorial
kedua (pertemuan beberapa hari berikutnya). Tutor perlu memastikan learning issue
yang disusun telah sesuai dengan sasaran belajar.

Merumuskan learning issue :


1. Bagaimana perbedaan tanda dan gejala klinis Kandidiasis Oral dengan
kelainan mukosa mulut lain?
2. Jelaskan ilmu kedokteran dasar terkait dengan kasus (mikrobiologi Candida
sp. {spesifik})
3. Jelaskan klasifikasi Kandidiasis Oral!
4. Jelaskan etiopatogenesis (patofisiologi) dan komplikasi dari Kandidiasis Oral!
5. Jelaskan talaksana Kandidiasis Oral sesuai dengan konsep patofisiologi
penyakit serta kompetensi dokter gigi umum!
6. Bagaimana prognosis dan rujukan yang tepat terkait kasus?
7. Jelaskan epidemiologi kasus!
8. Bagaimana konsep bioetika humaniora dan profesionalisme pada kasus?

Step 6: Mencari informasi


Step ini sebagai bahan dalam menjawab learning issue. Informasi diperoleh dari
jurnal, buku ajar, internet dan pakar.

Step 7: Laporan hasil step 6


Informasi yang diperoleh didiskusikan sehingga kelompok memahami apa yang
mereka ingin ketahui (perumusan learning issue), kemudian perumusan ini
dipresentasikan dan didiskusikan. Tutor mengevaluasi ketercapaian sasaran belajar.

PETUNJUK UNTUK TUTOR

1. Resume kasus (overview case)

Hal-hal yang diharapkan dalam resume kasus (case overview):


1) Menjabarkan anamnesis terkait keluhan utama:
Mulut perih
2) Menjabarkan gejala dan tanda/gambaran klinis:
Gejala klinis oral: bercak putih, mulut perih
Tanda klinis intraoral: plak putih, menyebar hampir si semua mukosa mulut
3) Hal yang dapat mengarah pada faktor etiologi/predisposisi penyakit:

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 5


Gigi tiruan lepasan, OH buruk.
4) Menentukan diagnosis dan diagnosis banding:
Diagnosis: Kandidiasis Oral
Diagnosis Banding: Oral Lichen Planus tipe plak, Leukoplakia

2. lmu kedokteran dasar terkait dengan kasus

Mikrobiologi
Candida albicans
Candida albicans merupakan salah satu jamur yang termasuk ke
dalam Genus Candida. Candida albicans umumnya hidup sebagai flora normal.
Candida mencapai 40%-60% dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut
(Silverman, 2001; Samaranayake, 2006). Organisme ini terdapat dalam konsentrasi
yang rendah di dalam mulut orang sehat, yaitu kurang dari 200 per mL saliva (Lynch
et al., 1994).
Candida yang dapat diisolasi dari rongga mulut manusia terdiri dari beberapa
spesies, yaitu C. albicans, C. tropicalis, C. glabrata, C. krusei, C. parapsilosis, C.
pseodotropicalis, C. Guilliermondii, dan C. dubliniensis (Greenberg and Glick, 2003).
Dari beberapa spesies tersebut C. albicans merupakan jamur yang paling sering
ditemukan pada tubuh manusia dan paling patogen. Jumlahnya mencapai 95% dari
keseluruhan spesies Candida (Gayford and Haskel, 1990).
Candida albicans memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas
(budding cell) yang disebut blastopora. Blastopora akan memanjang dan
saling bersambung membentuk hifa semu atau pseudohifa Jamur ini
mengalami perubahan bentuk jika terjadi perubahan pada lingkungannya. Dalam
keadaan patogen, C. albicans lebih banyak ditemukan dalam bentuk
pseudohifa atau miselium. Blastopora tidak menginvasi jaringan, tetapi
mengeluarkan enzim hemolitik yang dapat merusak jaringan. Bentuk blastopora
diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan lalu terbentuk hifa yang akan
memasuki lapisan epitel di bawahnya dan akhirnya menimbulkan lesi Kandidiasis
(Gayford and Haskel, 1990).

Tabel 2.1 Klasifikasi Candida albicans menurut Jawetz, et al. (1996)


Klasifikasi Candida
Kingdom Plant
Phylum Thallophyta
Class Fungi Imperfecta
Family Cryptococcaceae
Subfamily Candidiodeae
Genus Candida
Species Candida albicans
Candida crusei
Candida tropicalis
Candida parapsilosis
Candida guillermondi

Candida albicans bersifat patogen oportunis yaitu memanfaatkan


kondisi lingkungan yang menguntungkan dan menjadi dominan saat
pertahanan tubuh menurun, jumlah nutrisi banyak, sedangkan jumlah
mikroorganisme lainnya menurun. Faktor predisposisi infeksi Candida dalam rongga
mulut antara lain penggunaan antibiotik spektrum luas, iritan lokal yang kronis (geligi

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 6


tiruan, alat ortodonti, perokok berat), pemberian kortikosteroid, radiasi pada kepala
dan leher, usia (bayi, kehamilan, usia lanjut), pemasangan kateter, penyakit sistemik
(Samarayanake, 2006). Candida albicans merupakan penyebab utama terjadinya
Kandidiasis Orofaring (McCarthy 1991). Kandidiasis Orofaring merupakan salah satu
kelainan rongga mulut yang paling sering dijumpai pada pasien HIV/AIDS selama
perjalanan penyakitnya (McCarthy 1991, Migliorati, 2004).
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan patogenitas C. albicans yaitu
kemampuannya dalam mengadakan perlekatan pada mukosa sehingga tidak terbawa
oleh air ludah, tertelan dan hancur oleh asam lambung. Selain itu, dinding sel
Candida mengandung mannoprotein yang membantu perlekatan terhadap mukosa
(Bagg, et al., 2002). C. albicans juga menghasilkan endotoksin yang akan masuk ke
dalam jaringan. Reaksi imunitas terhadap toksin ini menyebabkan terjadinya
penyakit (Samarayanake, 2006).

Gambar 2.1 Gambaran


Mikroskopis Candida albicans pada
Pengecatan Gram (Samarayanake,
2006).

Identifikasi C. albicans dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dan tes


fermentasi karbohidrat. Candida memiliki bentuk bulat, oval, lonjong, berdinding
tebal, bertunas, dan berukuran 3-5 µm x 5-10 µm. Pada pengecatan Gram
memperlihatkaan warna ungu karena bersifat Gram positif. Pada pembiakan di
Sabourauds Glucose Agar (SGA) yang diinkubasi selama 24 jam, pada suhu 35-37 oC,
koloninya lunak, berwarna putih kekuningan, permukaannya halus, licin, menonjol,
dan berbau khas seperti ragi (Samarayanake, 2006). Candida dapat tumbuh pada
suhu 200-400C dengan pH antara 2-8 (Bagg, et al., 2002). Pada tes karbohidrat C.
albicans meragikan glukosa dan maltosa menghasilkan asam dan gas, dengan
sakarosa menghasilkan asam, dan tidak bereaksi dengan laktosa (Jawetz, et al.,
1996).

Gambar 2.2 Koloni Candida albicans pada SGA (Jawetz, et al., 1996)

Tabel 2.2 Identifikasi spesies Candida (Jawetz, et al., 1996)


Nama Spesies Fermentasi

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 7


Glukosa Maltosa Sakarosa Laktosa
Candida albicans AG AG A -
Candiida stellatoidea AG AG - -
Candida tropicalis AG AG AG -
Candida crusei AG - A -
Candida guilermondi AG - AG -
Keterangan:
AG = asam dan gas A = asam (-) = tidak bereaksi

Cara lain untuk identifikasi C. albicans adalah menggunakan agar tepung


jagung (corn-meal agar) atau agar tajin (rice-cream agar) dengan penambahan 1%
Tween 80, atau agar dengan 0,1% glukosa. Setelah diinkubasi selama 48 – 72 jam
dalam suhu 370C secara fakultatif anaerob, pada biakan akan tampak pertumbuhan
klamidospora yang berdinding tebal. Pada medium pembiakan yang mengandung
protein, serum atau plasma darah dapat terlihat bentuk germ tube (kecambah) dari
C. albicans setelah diinkubasi selama 1,5 – 2 jam dengan suhu 37 0C secara fakultatif
anaerob. Kedua cara tersebut membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan
cara fermentasi karbohidrat (Paggi, dkk., 1983).

Gambar 2.3 Germ Tube pada Candida albicans (Ellis, 2008)

Agen antijamur golongan azole, terutama flukonazol, telah terbukti efektif


untuk perawatan Kandidiasis Orofaring. Tetapi fenomena yang terjadi
dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat berbagai laporan kegagalan
perawatan pada pasien yang menerima terapi flukonazol jangka panjang,
dan kegagalan ini disebabkan oleh resistensi strains C. albicans terhadap
obat antijamur tersebut (Redding et al., 1994; White et al., 1998; Lopez-Ribot et al.,
1998). Resisten terhadap azole diduga terjadi sampai 33% pada pasien AIDS (Law
et al., 1994). Resistensi terhadap obat-obatan antijamur dengan cepat berkembang
menjadi masalah utama dalam kehidupan populasi pasien imunokompromis seperti
pasien HIV/AIDS. Hal ini telah menyebabkan suatu peningkatan insidensi infeksi
jamur oportunistik yang drastis.

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 8


3. Klasifikasi Kandidiasis Oral

4. Menjelaskan perbedaan tanda dan gejala klinis Kandidiasis Oral dengan


kelainan mukosa mulut lainnya (yang termasuk diagnosis banding)

Differentiating
Disease/Condition Differentiating Tests
Signs/Symptoms
May be asymptomatic.
May be a history of contact
with chemical agent, most
commonly from topical use of
Smear exam and periodic acid-
aspirin for toothache.
Chemical burns Schiff staining will be negative
White plaques cannot be
for yeast forms or hyphae.
scraped off.
After elimination of the
etiologic factor, lesions will
resolve in 7-14 days.
Lesions are usually
asymptomatic.
May be able to identify a
source of chronic irritation Definitive diagnosis is always
Reactive keratosis (e.g., a faulty dental through biopsy and histologic
restoration, an ill-fitting evaluation of the lesion.
denture, or parafunctional
habits such as bruxism or
chronic cheek biting).
Definitive diagnosis is through
biopsy and histologic
evaluation of the lesion.
Hairy leukoplakia Lesions are asymptomatic.
In situ hybridization technique
demonstrates the presence of
EBV in the tissue.
Plaque-type lichen Lesions are usually Definitive diagnosis is through
planus asymptomatic. biopsy and histologic
There may be other lichenoid evaluation of the lesion.
lesions in other areas of the Immunofluorescence staining

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 9


Differentiating
Disease/Condition Differentiating Tests
Signs/Symptoms
of the tissue sample may
provide additional evidence for
skin.
the diagnosis, although it is
infrequently performed.
Lesions are painful, but mostly
Definitive diagnosis is through
when eating, whereas
biopsy and histologic
erythematous candidiasis may
evaluation of the lesion and
Erosive lichen be associated with constant
immunofluorescence staining
planus burning pain.
of the tissue sample if
Mucosal erosions and lichenoid
additional diagnostic
lesions elsewhere on the skin
information is necessary.
may be present.
Lesions are usually Definitive diagnosis is through
asymptomatic unless the biopsy and histologic
Premalignant expansion of malignancy evaluation of the lesion.
leukoplakia and encroaches on anatomic Imaging techniques such as x-
carcinoma relationship between tissues. ray or CT are useful to
Regional lymph nodes may be determine local invasion of
enlarged. carcinoma.
Lesions are usually painful but
difficult to distinguish from
erythematous candidiasis
based on symptoms.
No differentiating tests
Thermal burns Lesions are often local, and
required.
adequate history may indicate
an incidence of burn with food.
Lesions resolve in 7-14 days
with no intervention.
Lesions are usually
asymptomatic.
In patients who do complain of
discomfort, burning is
associated with eating spicy or
sour food or alcohol-containing
In the absence of clinically
liquids, whereas symptomatic
distinguishable features,
Migratory glossitis erythematous candidiasis is
histologic exam of the tissue
associated with constant
may be necessary.
burning.
Atrophic zones of migratory
glossitis are commonly patchy
and are usually surrounded by
elevated hyperkeratotic
margins.

5. Menjelaskan etiopatogenesis (patofisiologi) dan faktor predisposisi dari


Kandidiasis Oral

Etiologi: Infeksi Candida.

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 10


Spektrum genus Candida yang dapat terbentuk dalam rongga mulut meliputi Candida
albicans, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida glabrata, Candida
guilliermondii dan Candida dubliniensis. Diantara spesies-spesies tersebut, Candida
albicans merupakan spesies jamur patogen dan penyebab utama dari kandidiasis
oral.

Faktor predisposisi:
 Faktor lokal meliputi berkurangnya aliran saliva/gangguan fungsi kelenjar
saliva, trauma, hilangnya epitel, berkurangnya pH dan diet tinggi-karbohidrat,
penggunaan geligi tiruan, inhalasi steroid.
 Faktor sistemik termasuk penuaan, merokok, diabetes mellitus, gangguan
endokrin, sindrom Cushing, imunosupresi, keganasan, defisiensi nutrisi, dan
penggunaan antibiotik broad-spektrum dan kortikosteroid jangka panjang.

Faktor Predisposisi Kandidiasis Oral Patologi


Usia (bayi dan lansia) Kandidiasis Bercak krem/putih pada
Defisiensi nutrisi pseudomembran mukosa oral dan lidah;
Antibiotik spektrum luas (Oral thrush) pembentukan kelompok,
Steroid oral/sistemik curd-like pseudomembran
Keganasan pada tahap akhir.
Kemoterapi Pseudomembran bisa
Disfungsi fagosit diangkat, dasar
Defisiensi Cell-mediated erythematous
Immunity
Imunosupresi/AIDS

Penggunaan gigi tiruan


Kebiasaan menyedot ibu Kandidiasis atropik kronis
jari (Denture stomatitis) Erythema kronis dan
oedem palatum
Angular cheilitis (Perleche) terlokalisasi/trauma
jaringan
Fisure pada sudut bibir,
hampir selalu dihubungkan
Asma/kortikosteroid Kandidiasis atropik akut dengan denture stomatitis.
aerosol (Antibiotik sore tounge)
Antibiotik spektrum luas Lesi kecil, biasanya pada
lidah, dengan inflamasi
Kandidiasis hiperplastik jaringan disekitarnya
Hyperplasia selluler kronis
Kanker mulut (Candida leukoplakia) Kronis, nodular, pada
Merokok dorsal lidah atau mukosa
Penggunaan gigi palsu bukal. Candida yang
dihubungkan hiperplasia
sel epithel host
Sumber: Cannon RD, Hommes AR, Mason AB, Monk BC (1995). Oral Candida:
clearance, colonization, or candidiasis? J Dent Res 74:1152-61.

Patogenesis Candida albicans

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 11


C. albicans memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas (budding cell)
yang disebut blastopora. C. albicans mengalami perubahan bentuk jika terjadi
perubahan pada lingkungannya. Dalam keadaan patogen, C. albicans lebih banyak
ditemukan dalam bentuk pseudohifa atau miselium. Sifat patogen C. albicans sangat
dipengaruhi oleh faktor predisposisi karena adanya perubahan dalam sistem
pertahanan tubuh yang mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan jumlah C.
albicans. Bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi jaringan. Setelah
terjadi lesi kemudian terbentuk hifa yang melakukan invasi dan menghasilkan rhizoid
yang sangat panjang berbentuk seperti akar. Rhizoid dapat berpenetrasi pada
mukosa dan meninggalkan lubang-lubang kecil. Blastospora tidak dapat menginvasi
jaringan, tetapi mengeluarkan zat biotoksin yang merusak jaringan dan enzim
histolitik yang berperan penting dalam proses peradangan. Pada kandidiasis akut
biasanya hanya terdapat blastopora, sedang pada yang menahun didapatkan
miselium. Sel ragi atau blastospora menghasilkan lebih dari 75 substansi toksik yang
meracuni tubuh manusia.
Hifa dari Candida albicans dapat membentuk suatu perlekatan yang kuat
pada sel epitel manusia. Mediator yang diduga berperan pada proses
perlekatan ini adalah hyphal wall protein (Hwp 1). Hwp 1 ditemukan pada
permukaan germ tube atau hifa. Protein ini mempunyai aksi kerja yang hampir sama
dengan protein pada manusia, karena memiliki susunan asam amino yang mirip
dengan substrat transaminase keratinose mamalia, yang nantinya akan
membentuk cross link (ikatan silang). Pada proses ikatan antar patogen
dengan dinding epitel pejamu, enzim-enzim yang terdapat pada tuan rumah memiliki
peranan yang penting. Selain itu ditemukan beberapa mano protein yang
memediasi ikatan terhadap extracelluler matrix (ECM) seperti fibronektin,
kalogen dan laminin. Hifa juga mensekresi proteinase dan fosfolipase
yang dapat memakan sel-sel epitel dan kemungkinan besar memfasilitasi
proses invasi Candida albicans. Semua faktor-faktor tersebut terlibat sebagai
faktor virulensi yang berhubungan dengan perubahan bentuk dari ragi menjadi hifa.

6. Merencanakan talaksana Kandidiasis Oral sesuai dengan konsep


patofisiologi penyakit serta kompetensi dokter gigi umum

 Faktor predisposisi harus dirawat atau dihilangkan jika memungkinkan.


 Perbaikan oral hygiene
 Terapi antifungal topikal atau sistemik
 Pendidikan Untuk Pasien:
- Mempertahankan kebersihan mulut.
- Hindari trauma rongga mulut.
- Untuk pasien yang menggunakan gigi tiruan: lepaskan gigi tiruan sebelum
menggunakan obat topikal seperti Clotrimazole atau Nystatin. Pada waktu
tidur, gigi tiruan dilepas dan direndam pada larutan chlorhexidine gluconate
0,2%.

Terapi antifungal untuk Kandidiasis Oral:

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 12


Obat Cara Indikasi Dosis Catatan
Pemberia
n
Chlorhexidine Topikal Erythematous 1 sendok the Perubahan
0.12% dan dikumur dan rasa,
pseudomembran dibuang, 3x/hari; staining
ous debridement dengan
kain kassa yang
direndam
Clotrimazole troche Topikal Erythematous 10mg troche, 1 Kariogenik
dan troche 5x/hari
pseudomembran
ous
Nystatin pastille Topikal Erythematous 200.000 U, 1 pastille Kariogenik
dan 4-5x/hari
pseudomembran
ous
Nystatin suspension Topikal Erythematous 100.000 U, 1 sendok Kariogenik
dan the dikumur dan
pseudomembran ditelan 4x/hari
ous
Clotrimazole 1% Topikal Erythematous, Dioleskan pada
cream Miconazole pseudomembran daerah yang terkena
2% cream ous, dan 4x/hari
Ketoconazole 2% angular cheilitis
cream
Hydrocortisoneiodoq
uinol
1% cream
Ketoconazole Sistemik, Erythematous 200 mg tab, 2x/hari Hepatotoksi
oral dan k,
pseudomembran digunakan
ous setelah
makan
Fluconazole Sistemik, Seluruh tipe 100 mg tab, 1-
oral intra oral 2x/hari
Itraconazole Sistemik, Resisten 100 mg cap, 2 caps
oral fluconazole 1x/hari
Amphotericin B Topikal, Resisten 50mg didalam 500cc
sistemik fluconazole & air diminum,
IV itraconazole dikumur dan
dibuang, 3x/hari

Menentukan rujukan yang tepat terkait kasus jika diperlukan.

 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:


 Pemeriksaan jamur langsung KOH
 Kultur jamur
 Biopsi

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 13


 Membuat surat rujukan kepada teman sejawat (Dokter Gigi Spesialis Penyakit
Mulut) jika tidak ada perbaikan setelah pemberian antijamur topikal.

7. Epidemiologi kasus
Candida albicans dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikroorganisme
yang menetap di dalam saluran yang berhubungan dengan lingkungan luar manusia
(rektum, rongga mulut dan vagina). Prevalensi infeksi Candida albicans pada
manusia dihubungkan dengan kekebalan tubuh yang menurun, sehingga invasi
dapat terjadi. Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albicans dihubungkan
dengan kelompok penderita dengan gangguan sistem imunitas seperti
pada penderita AIDS, penderita yang menjalani transplantasi organ dan
kemoterapi antimaligna.
Selain itu makin meningkatnya tindakan invasif, seperti penggunaan kateter dan
jarum infus sering dihubungkan dengan terjadinya invasi Candida albicans ke dalam
jaringan. Edward (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 344.610
kasus infeksi nosokomial yang ditemukan, 27.200 kasus (7,9 %) disebabkan oleh
jamur dan 21.488 kasus (79%) disebabkan oleh spesies Candida. Peneliti lain (Odds
dkk. 1990) mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita AIDS, sekitar 44,8 % nya
adalah penderita kandidosis.
Banyak studi epidemiologi melaporkan bahwa terjadinya kasus-kasus
kandidosis tidak dipengaruhi oleh iklim dan geografis. Hal itu menunjukkan bahwa
Candida albicans sebagai penyebab kandidosis dapat ditemukan di berbagai negara.

Aspek Bioetik humaniora


1. Medical Indication :
 Beneficence : dokter mampu mendiagnosis pasien ini Candidiasis Oral
dengan melihat tanda dan gejala klinis serta dapat memilih pemeriksaan
penujang yang tepat dan terjangkau.
 Nonmaleficence : dokter mampu mengetahui faktor resiko yang dapat
menimbulkan Candidiasis Oral.
2. Patient preferences :
 Autonomi : Memberikan informasi mengenai kondisi penyakitnya.
Diharapkan atas kesadaran pasien dapat berpartisipasi dalam pengobatan
karena terdapat faktor pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang
dapat dilakukan oleh pasien.
3. Quality of Live :
 Nonmaleficence : Prognosis pada kasus ini baik sehingga dokter
diharapkan mampu memberikan pengobatan oral candidiasis yang
proporsional dan mencegah terjadinya komplikasi.
4. Contextual Features :
 Justice : Memberikan edukasi mengenai pentingnya kebersihan gigi dan
mulu dapat dilakukan pada pasien ini.

Daftar Pustaka.
 Adult Prevention and Treatment of Opportunistic Infections Guidelines Working
Group ; Guidelines for prevention and treatment of opportunistic infections in
HIV-infected adults and adolescents: Recommendations from CDC, the National
Institutes of Health, and the HIV Medicine Association of the Infectious Diseases
Society of America. 2009;58 ;1-206.
 Begman Stewart A., Fungal, Viral, and Protozoal Infections of the Maxillofacial
Region in: Topazian, Oral and Maxillofacial Infection. 4 th ed. London New York
Toronto: W.B.Saunders Company.p. 243-76.

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 14


 Bahry Bahroelim dan Setiabudi R. 1995. Obat Jamur. Dalam Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal 550-70
 Egusa H, Soysa NS, Ellepola AN, et al.; Oral candidosis in HIV-infected patients.;
Curr HIV Res 2008;6:485-99.
 Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Ed.20.
Jakarta:EGC.
 Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. Burket’s Oral Medicine, Diagnosis and
Treatment. 10th ed. BC Decker Inc. 2003. Hal: 94-101, 107-110, 67-68.
 Marx RE, Stern D. Oral and Maxillofacial Pathology. A Rationale for Diagnosis and
Treatment. 1st ed. Quitessence Publishing Co,Inc. London. 2000. Hal : 90-95.
 McCullough MJ and Savage NW. Oral candidosis and the therapeutic use of
antifungal agents in dentistry. Australian Dental Journal 2005;50(2):S36-S39.
 Partners In Health. The PIH Guide to the Community-Based Treatment of HIV in
Resource-Poor Settings. Revised Second Edition. 2008.
 Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, et al. Guidelines for treatment of candidiasis. Clin
Infect Dis 2004;38:161-89.
 Ryan, K.J. 2004. Medical Microbiology. 4th edition. United States of America:
McGrawhill. pp. 659-665.
 Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology, Clinical-Pathologic
Correlations. 4th ed. WB Saunders Company. St Louis. 2003. hal: 92-97
 Scully C.. Oral Disease, Diagnosis and Management. Edisi revisi. Martin Dunitz Ltd.
London. 2001. Hal. 139-145.
 Silverman S, et all. Essentials of Oral Medicine. BC Decker Inc. Hamilton. London.
2001.
 Samarayanake, L. P. 2006. Essential Microbiology for Dentistry. 3rd Edition.
Churchill Livingstone.
 Tyldesley WR, Longman L, Field A. Tyldesley’s Oral Medicine. 5 th ed. Oxford
University Press. New York. 2003. Hal 207-210.

Blok 15 Prodi Kedokteran Gigi, 2016 Page 15

Anda mungkin juga menyukai