Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AGAMA HINDU

SRADHA DAN BHAKTI

OLEH :

1. I Gede Palguna Yasa

i
DAFTAR ISI
PRAKATA............................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
DO`A PEMBUKAAN ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHSAN ........................................................................................................................... 6
2.1 Pengertian Sradha dan Bhakti ....................................................................................................... 6
2.2 DASAR-DASAR ADANYA BHAKTI ...................................................................................... 12
2.3 Implementasi Bhakti ................................................................................................................... 13
2.4 Implementasi Konsep Tuhan Yang Maha Esa ............................................................................ 14
2.5 Usaha dan Sarana Untuk memuja-Nya ....................................................................................... 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 18
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 19
DOA PENUTUP ................................................................................................................................... 20

ii
DO`A PEMBUKAAN
OM AWIGNAM ASTU NAMO SIDDHAM,

OM ADITYASYA PARAM JYOTIR


RATA TEJA NAMO STUTE
SWETA PANGKAJA MADYASTE
BASKARA YA NAMA STUTE

(Om Hyang Widhi, tuhan yang cemerlang, kami memuja Mu sebagai surya, tuntunlah kami
mengikuti jalan yang benar seperti jalanya matahari dan bulan. Bimbing lah kami dari yang
tidak benar menuju yang benar. Bimbinglah kami dari kegelapan pikiran menuju cahaya
pengetahuan yang terang sehingga kami terhindar dari tingkah laku yang tidak benar).

OM SAM GACCHADWAM SAM WADADWAM


SAM WO MANAMSI JANATAM
DEWA BHAGAM YATHA PURWE
SAMJANANA UPASATE

OM SAMANI WA AKUTIH
SAMANA HRDAYANIWAH
SAMANAM ASTU WO
MANO YATHA WAH SUSAHASATI

OM ANO BHADRAH KRATTAWO YANTU WISWATAH

(Om Hyang Widhi, hamba berkumpul di tempat ini hendak bicara satu dengan yang
lain untuk menyatukan pikir sebagai mana halnya para dewa selalu bersatu. Om Hyang
Widhi, tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu dalam pikiran
hingga dapat hidup bersama dalam sejahtera dan bahagia. Om Hyang Widhi, semoga pikiran
yang baik datang dan segala penjuru.)

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal yaitu :
1. Mengenai hakikat kehidupan dalam agama Hindu disebut Tattwa
2. Tuntunan prilaku social dalam kehidupan, dalam agama Hindu disebut Susila
3. Tata cara pelaksanaan Upacara (Upakara), dalam Hindu disebut bhakti yang menjadi
bagian pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama
Didalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi Tri kerangka
Dasar Agama Hindu. Atau dengan kata lain Tri Kerangka dasar Agama Hindu adalah :
1. Tattwa berkaitan dengan keyakinan atau Sradha
2. Susila berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh
dan tidak boleh
3. Upacara menyangkut berbagai bentuk bhakti dalam berbagai upacara yadnya
Ketiga tuntunan dalam Tri Kerangka dasar Agama Hindu tersebut patut dan harus
dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan, dirasakan hasilnya dan akhirnya
dijadikan sikap yang membudaya pada diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas
dari rasa takut, berprilaku baik dan benar, sejahtera ,harmonis dan damai. Jika ketiga
tuntunan ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indikator
keberhasilan dalam mencapai tujuan hidup beragama.
Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan hidup beragama didalam agama Hindu
adalah Moksartham jagadhita ya ca iti Dharma atmanam( dapat mencapai kesejahteraan
duniawi dan kebahagiaan rohani, atma/jiwa ). Kesejahteraan duniawi subjeknya adalah
manusia itu sendiri Secara lahiriah, sedangkan kebahagiaan rohani subjeknya adalah jiwa/
atma.
Guna dapat melaksanakan ajaran agama yang diyakini dan agar tujuan hidup
beragama dapat dicapai, ditetapkan adanya empat jalan yang disebut Catur Marga yaitu : 1)
karma marga jalan karma/ berbuat yang baik dan benar berdasarkan dharma, 2) Bhakti
marga ( jalan bhakti penyerahan diri pada Tuhan berdasarkan keyakinan agama ). 3).
Jenyana marga( jalan pengabdian ilmu pengetahuan / Jnana/ olah pikir ) dan 4). Raja Marga
(jalan yoga atau jalan yang dilandasi tiga jalan terdahulu ditambah dengan pelaksanaan yoga
yang sudah mapan ).
Dari keempat jalan dimaksud dilihat dari sisi pelaksanaannya dapat dikelompokan
menjadi dua saja yang disebut : 1) Prawerti Marga dan 2) Niwerti Marga. Bagi umat Hindu
pelaksanaan jalan dalam kehidupan didunia ini dapat dipilih sesuai dengan tingkat umur,
kemampuan ( fisik, pendidikan, sosial, sikap dan adaptasi budaya ) kondisi setempat dan
kesepakatan bersama ( Atmanastuti ).
Didalam tulisan ini diuraikan Secara khusus tentang bentuk Sradha dan Bhakti dalam
hidup beragama sebagai salah satu jalan dalam penguatan beragama.
4
1.2 Rumusan masalah

1. Pengertian sradha dan Bhakti.


2. Dasar – dasar adanya sradha dan bhakti.
3. Bagaimana implementasi Sradha dan Bhakti.
4. Usaha dan Sarana untuk memuja-Nya.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang Sradha dan Bhakti.


2. Megetahuai dasar – dasar adanya sradha dan Bhakti.
3. Mengetahui bagaimana cara mengamalkan Sradha dan Bhakti.
4. Usaha dan Sarana untuk memuja-Nya.

5
BAB II

PEMBAHSAN

2.1 Pengertian Sradha dan Bhakti

Sradha berarti keyakian/ kepercayaan sebagai cikal bakal dari penguatan beragama,
bayangkan kalau sebagai umat beragama tidak mempunyai ,keyakinan atau kepercayaan akan
agama yang dianut maka akan terjadi kerapuhan akan inti sari dari ajaran agama yang dianut
untuk itu pentingnya menjaga kemurnian ajaran agama. Maka dalam agama Hindu bentuk
keyakinan disebut Panca Sradha yaitu Lima bentuk keyakinan/ kepercayan terhadap Ida
Sanghyang widhi :

1. Widhi Sradha
Widhi Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya Ida Sang
Hyang Widhi.Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan
melalui ajaran Tri Pramana yaitu Agama (Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan
Pratyaksa Pramana.Dalam ajaran Agama (Sabda) Pramana,seseorang meyakini keberadaan
Tuhan melalui kesaksian atau sabda Beliau yang disampaikan melalui kitab suci Weda,yang
dianugrahkan kepada para Maharsi, para Yogi dan para orang bijaksana.Dalam Anumana
Pramana, sesesorang meyakini keberadaan Tuhan melalui analisis yang logis dan sistematis
terhadap apa yang ada di alam semesta ini,ajaran ini menekankan bahwa setiap yang ada di
alam semesta ini beserta kejadian-kejadiannya adalah ciptaan dan kehendak Beliau,Ida Sang
Hyang Widhi Wasa.
Sedangkan untuk Pratyaksa Pramana, seseorang meyakini keberadaan Tuhan karena
seseorang tersebut dapat mengalami langsung, melihat Tuhan/ Manifestasinya tanpa media
atau perantara. Hal ini dapat dialami bagi orang-orang yang memiliki tingkat kesucian yang
tinggi,seperti para Maha Rsi.Ajaran Widhi Sradha juga dapat diterapkan dalam ajaran Cadhu
Sakti. Sang Hyang Widhi mempunyai empat sifat ke-Mahakuasaan yang disebut Cadhu Sakti
yang terdiri dari :
1. Wibhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Ada
2. Prabhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Kuasa
3. Jnana Sakti yaitu sifat Yang Maha Tahu
4. Krya Sakti yaitu sifat Yang Maha Karya
Selain ajaran tersebut, keberadaan Sang Hyang Widhi juga dapat dijelaskan oleh keberadaan
Dewa dan Awatara. Dewa dalam ajaran Hindu dapat diartikan sebagai sinar suci dari Sang
Hyang Widhi, sedangkan Awatara dapat diartikan penjelmaan Tuhan/Dewa ke dunia dalam
upaya untuk mencapai kemakmuran dan keselamatan dunia. Dalam kitab Reg Weda VIII.
57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1 dijelaskan bahwa seluruh Dewa itu
berjumlah 33,menguasai Tri Bhuwana (Bhur,Bhuwah,Swah loka).Seluruh Dewa terdiri dari 8
Vasu (Astavasu), 11 Rudra (EkadasaRudra), 12 Aditya (Dwadasaditya),serta Indra dan
Prajapati. Sedangkan untuk Awatara terdapat sepuluh awatara Wisnu yang terdiri dari :

6
Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna,Buddha, dan
Kalki Awatara.
Dalam ajaran Hindu, Brahman dapat diwujudkan dalam dua sifat yaitu Saguna
Brahman (Apara Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman). Saguna Brahman adalah
Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud yang
Maha Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Sedangkan Nirguna Brahman adalah
Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan yang tidak terkondisikan dan tanpa sifat,tidak dapat
dipikirkan karena ada di luar batas pikiran manusia.
Demikianlah beberapa pernyataan yang menekankan bahwa Ida Sang Hyang Widhi
memang benar-benar ada dan kita sebagai umat Hindu wajib meyakini ajaran Widhi Sradha
tersebut.

2. Atma Sradha
Atma Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam kitab Upanisad
disebutkan bahwa “Brahman Atman Aikyam” yang artinya Brahman dan Atman itu adalah
tunggal. Oleh karena itu, jelaslah Atma dapat diartikan percikan kecil dari Ida Sang Hyang
Widhi yang ada di dalam setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber
dari atma itu maka Beliau disebut Parama Atma, dan sebagai intisari dari alam semesta ini
disebut Adyatman.

a. Atma dan Roh


Dalam tubuh manusia percikan-percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi disebut
Atman,kalau Atma yang menghidupi hewan/binatang disebut Janggama,sedangkan yang
menghidupi tumbuhan disebut Sthawana. Jadi fungsi atma merupakan sumber hidup dari
segala mahluk hidup.
Sifat-sifat atma :

1. Antarjyotih = maha sempurna sesempurna-sempurnanya


2. Achodya = tak terlukai oleh senjata
3. Adahya = tak terbakar oleh api
4. Akledya = tak terkeringkan oleh angin
5. Acesyah = tak terbasahi oleh air
6. Nitya = kekal abadi
7. Sarwagatah = ada di mana – mana
8. Sthanu = tak berpindah – pindah
9. Acala = tak bergerak
10. Sanatana = selalu dalam keadaan sama
11. Awyakta = tak dilahirkan
12. Achintya = tak terpikirkan
13. Awikara = tak berubah -ubah

7
Roh diartikan sebagai suksma sarira atau badan halus yang membungkus jiwatman orang
yang telah meninggal. Roh inilah yan nantinya akan mengalami Punarbhawa atau kelahiran
yang berulang-ulang.

b. Tri Sarira
Tri Sarira artinya tiga lapisan badan. Yang terdiri dari :
 Stula Sarira (badan kasar)
Stula Sarira terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu

 Akasa : ether
 Bayu : nafas
 Teja : panas badan, cahaya badan, cahaya mata
 Apah : darah, lemak, kelenjar-kelenjar air badan
 Pertiwi : daging, tulang belulang

Setelah meninggal unsur-unsur Panca Maha Bhuta akan berubah menjadi unsur-unsur Panca
Tan Matra yakni :

 Sabda Tan Matra : benih suara asal mula dari Akasa


 Sparsa Tan Matra : benih rasa sentuhan asal mula dari Bayu
 Rupa Tan Matra : benih penglihatan asal mula dari Teja
 Rasa Tan Matra : benih rasa asal mula dari Apah
 Gandha Tan Matra : benih penciuman asal mula dari Pertiwi

Watak manusia dibentuk oleh unsur Citta, Budhi dan Ahamkara dan indera manusia
dibentuk oleh unsur Daseindria.
 Suksma Sarira (badan halus/ roh)
Pada saat kita masih hidup atau sedang bermimpi yang merasakan segala perasaan
sakit,sedih, senang ataupun gembira adalah badan halus ini.
 Antakarana Sarira (badan penyebab)
Badan inilah yang dapat menyebabkan kita bisa beraktivitas, jadi bisa dikatakan bahwa
Antakarana Sarira ini adalah jiwatman. Oleh karena itu jiwatman berfungsi sebagai sumber
hidup.
Dari penjabaran di atas bahwa keberadaan atman memang benar adanya, manusia dan
mahluk hidup lainnya tak akan dapat hidup bila tidak ada atman yang ada di dalam dirinya.

3. Karma Phala Sradha


Karma Phala Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya karma phala atau hasil
perbuatan. Setiap perbuatan baik (susila) atau perbuatan buruk (asusila) yang kita lakukan
pastinya nanti akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita perbuat, perbuatan baik
yang kita tanam maka hasil yang kita petik pun adalah hasil yang baik pula begitu juga
sebaliknya. Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal akan
mendapatkan tempat yang bagaimana. Sang Hyang Yamadipati sebagai Dewa Dharma

8
tentunya akan mengadili setiap manusia sesuai dengan perbuatannya selama masih hidup di
dunia, apakah akan mendapat sorga atau neraka.
Tetapi sebagai umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan sorga ataupun
neraka, karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan dilahirkan kembali di dunia
tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan mengalami kebahagiaan yang tertinggi karena
atma kita telah bersatu dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Ada cara untuk
membebaskan diri dari hukum karma yang terlalu mengikat diri kita oleh ikatan duniawi
yaitu dengan cara mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga, mengubah perbuatan dan
hasilnya menjadi yoga maksudnya segala perbutan dan hasil yang kita lakukan dan kita
peroleh wajib dipersembahkan dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi,karena kita yakin
semua yang ada dan akan ada berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.
Pembagian Karma Phala :
1. Sancita Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum habis
dinikmati dan masih merupakan benih-benih yang menentukan kehidupan kita yang
sekarang
2. Prarabda Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada
sisanya
3. Kriyamana Karma Phala yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat
berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang

4. Punarbhawa Sradha
Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang berulang-
ulang. Ditinjau dari katanya punar berarti musnah atau hilang, sedangkan bhawa berarti
tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali/
samsara.
Kelahiran ini disebabkan oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan
dari samsara tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang
(nagata) dan yang sekarang (wartamana).Adapun Punarbhawa tersebut merupakan suatu
penderitaan yang diakibatkan oleh karma wesana dari kehidupan kita yang silih berganti.
Tetapi janganlah memandang punarbhawa tersebut adalah negatif, karena melalui
punarbhawa lah kita akan memperbaiki diri demi tercapainya tujuan kesempunaan hidup
yang kita inginkan
.
5. Moksa Sradha
Moksa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya moksa. Moksa berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu muks yang artinya bebas dari ikatan duniawi dimana jiwatman telah
bebas dari siklus kelahiran dan kematian. Moksa inilah yang menjadi tujuan terakhir bagi
umat Hindu. Moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :

1. Samipya : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia
2. Sarupya (Sadharmya) : suatu kebebasan yang di dapat oleh sesesorang di dunia ini,
karena kelahirannya, dimana kedududkan Atman merupakan suatu pancaran dari ke-
Maha Kuasaan Tuhan

9
3. Salokya : suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri
telah mencapai kesadaran yang sama dengan Tuhan.
4. Sayujya : suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi, di mana Atman telah benar-benar
bersatu dengan Brahman

Istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tingkatan moksa yaitu:

1. Jiwa Mukti : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di
dunia,dimana atman tidak terpengaruh lagi oleh unsur-unsur maya. Jiwa mukti sama
sifatnya dengan samipya dan sarupya.
2. Wideha Mukti (karma mukti) : suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup,
dimana Atman telah dapat meninggalkan badan kasar, dan kesadarannya setaraf
dengan Dewa, tetapi belum benar-benar bersatu dengan Tuhan karena masih ada
sedikit imbas dari unsur maya yang mengikatnya. Wideha Mukti sama sifatnya
dengan Salokya
3. Purna Mukti : kebebasan yang paling sempurna dan yang paling tertinggi, dimana
Atman telah bersatu dengan Tuhan. Purna Mukti sama dengan Sayujya.

Jalan menuju moksa :


Catur marga artinya empat jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa yaitu :

1. Bhakti Marga

Bhakti marga adalah suatu cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang
Widhi , beserta manifestasinya, dengan cara sujud bhakti, menyucikan pikiran,
mengagungkan kebesaran-Nya dan menghindari diri dari segala perbuatan tercela. Bhakti
dibagi atas dua tingkat, yaitu :
a. Apara bhakti
Apara bhakti ialah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah dan
dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian yang tinggi.
b. Para bhakti
Para bhakti ialah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi dan bisa
dipraktekkan oleh orang yang jnananya tinggi dan kesuciannya sudah meningkat.
Bhakti marga adalah berupa penyerahan diri secara bulat kepada Ida Sang Hyang Widhi
dengan perasaan cinta kasih dan ketulusan. Istilah untuk orang yang melaksanakan ajaran
Bhakti marga adalah Bhakta.

2. Karma Marga

Karma marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan cara pengabdian atau kerja
tanpa pamrih. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia yang hidup di
dunia ini dan yang ingin mencapai suatu kebebasan yang tertinggi, manusia tersebut
seharusnya melakukan kegiatan/kerja yang didasari dengan perasaan tulus ikhlas tanpa
10
mengikatkan diri pada hasilnya. Istrilah untuk orang yang melaksanakan ajaran Karma marga
adalah Karmin.

3. Jnana Marga

Jnana marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan ilmu pengetahuan, unsur
kebijaksanaan sangat ditekankan dalam ajaran ini. Seseorang yang menganut ajaran jnana
marga harus dapat membedakan mana sebaiknya yang harus dipikirkan demi tercapainya
suatu kekekalan yang abadi (moksa). Istilah untuk orang yang menganut ajaran Jnana marga
dapat pula disebut Jnanin.

4. Raja marga

Raja marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan jalan melakukan tahapan-
tahapan astangga yoga yang intinya adalah pengendalian diri dan pikiran secara
berkelanjutan. Delapan tahapan yang harus dilalui dalam melakukan yoga/meditasi yang
diajarkan oleh Bhagawan Patanjali yang lebih dikenal Astangga Yoga terdiri dari :

 Yama : pengendalian diri tahap pertama


 Nyama : pengendalian diri tahap lanjut
 Asana : mengatur sikap badan
 Pranayama : sikap mengatur nafas
 Pratyahara : sikap pemusatan indria
 Dharana : sikap pemusatan pikiran
 Dhyana : sikap pemusatan pikiran yang terpusat
 Semadi : meditasi tahap tinggi/penunggalan Atman dengan Brahman

Selain empat jalan tersebut terdapat empat tujuan hidup yang dijalankan oleh ajaran Hindu
yang diberi istilah Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama,dan Moksa. Selain
menjadi tujuan, Catur Purusa Artha merupakan cara/jalan untuk mencapai moksa itu sendiri.
Moksa juga dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis, menurut kebebasan yang dicapai oleh
Atma yakni :

1. Moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tetapi masih meninggalkan bekas
berupa badan kasar
2. Adi moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas
berupa abu
3. Parama moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan
bekas

Dari penerangan di atas, diterangkan bahwa moksa dan cara untuk mencapai moksa itu
adalah benar keberadaannya. Kita sebagai umat Hindu wajib mempercayainya karena itu
merupakan tujuan hidup kita yang terakhir.

11
2.2 DASAR-DASAR ADANYA BHAKTI

Bhakti/ Sembahyang /persembahan merupakan bagian dari pelaksanaan upacara yadnya.


Yadnya itu ada karena adanya Tri Rnam (tiga hutang ) Yaitu :
1. Hutang kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa ( Dewa Rnam)
2. Hutang Kepada para Leluhur ( Pitra Rnam )
3. Hutang kepada orang Suci ( Rsi Rnam)
Para astika (orang yang meyakini Veda sebagai kitab sucinya/ umat Hindu) meyakini punya
hutang kepada ketiga obyek tersebut , karena ketiganya berjasa terhadap penciptaan diri
manusia, alam beserta isinya yang dimanfaatkan manusia, berjasa dalam memelihara dan
member perlindungan pada manusia, dan berjasa dalam meneruskan keberlangsungan hidup
manusia sesuai dengan swadarmanya masing-masing.
Salah satu contoh kenapa manusia berhutang terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa adalah
karena beliau telah menciptakan dunia ini sebagai yadnya dan diperuntukkan kepada manusia
itu sendiri. Didalam adhyaya III Sloka 10 Bhagawavad Gita termuat sebagai berikut :
Saha yajnah prajah purovaca prajapatih,
anema prasavisdhvam, esa vo sty ista kamadhuk
Maksudnya :
Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan ( Prajapati)
Telah menciptakan manusia melalui yadnya dan bersabda : dengan ( cara)
Ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi perah yang akan memenuhi keinginanmu
(sendiri)

Bertitiktolak dari maksud yang terkandung pada sloka diatas dapat dipahami bahwa dunia
beserta isinya termasuk manusia diciptakan berdasarkan yadnya.Dunia ini diciptakan untuk
manusia agar manusia berkembang, karena dunia dinyatakan bagaikan sapi perahan /
kamaduk yang selalu yang selalu memberikan susunya sesuai keinginan pemiliknya.Jika
dunia tidak tercipta maka manusiapun tidak mungkin ada.Oleh karena itu, sekali lagi manusia
berhutang terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan fungsi Tri Murti-NYA.
Untuk mengembalikan ketiga hutang tersebut (walaupun tidak seluruhnya bisa dikembalikan)
umat hindu wajib melaksanakan Yadnya. Yadnya dilaksanakan dalam lima kelompok yaitu:
1. Dewa Yadnya (kurban suci dengan tulus iklas ditujukan kepada Ida Sanghyang Widhi
Wasa dengan segala kemahakuasaan dan manifestasiNYA)
2. Pitra Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas/ lascarya yang ditujukan kepada para
leluhur suci atau sudah disucikan)
3. Rsi Yadnya (kurban suci yang tulus iklas yang ditujukan kepada para Rsi/orang-orang
suci baik beliau masih hidup maupun sesudah amor ring acintya.
4. Manusa Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas kepada sesame manusia)
5. Bhuta Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas yang ditujukan kepada para bhuta
untuk keharmonisan alam dan hidup manusia)
Perlu ditambahkan disini tentang pemahaman mengenai istilah Ida Sanghyang Widhi wasa,
pitra Resi, manusa dan Bhuta yang dijadikan objek yadnya sebagai berikut.
12
1. Menyebut Dewa dalam Dewa yadnya maksudnya adalah sama dengan menyebut Ida
Sanghyang Widhi. Dewa adalah kekuatan sinar suci IdaSanghyang Widhi wasa.
Kekuatan atau saktinya Dewa disebut dewi
2. Yang dimaksud Pitra dalam pitra yadnya adalah mereka para roh dariorang tua keatas
yang telah disucikan ( leluhur lurus )
3. Yang dimaksud Resi dalam pelaksanaan Resi Yadnya adalah mereka orang-orang yang
telah suci, disucikan atau dianggap suci baik masih hidup maupun sudah meninggal
4. Yang dimaksud manusa dalam manusa yadnya adalah mereka sebagai manusia dari sejak
bayi dalam kandungan sampai dengan umur tua yang keberadaannya sudah patut diberi
upacara
5. Yang dimaksud bhuta dalam bhuta yadnya ada tiga pengertian :
a. Bhuta dalam arti unsur alam atau unsure pembentuk dunia materi berupa alam dan
diri manusia ( Panca maha Bhuta)
b. Bhuta dalam arti Roh-roh atau makhluk halus yang keberadaannya lebih rendah dari
manusia
c. Bhuta dalam arti binatang-binatang atau makhluk yang tampak kita lihat dan
keberdaannya juga lebih rendah dari tingkat hidup manusia

Tentu timbul pula pertanyaan bahwa manusia punya tri rnam, tetapi kenapa yadnya sebagai
bentuk pengembalian rnam ada lima (Panca Yadnya) ?tambahannya/lebihnya adalah adanya
manusa yadnya dan bhuta yadnya, apakah kita berhutang kepada sesama manusia dan pada
bhuta itu ? atas pertanyaan demikian dapat dijelaskan bahwa , Secara sepintas mungkin tidak
tampak manusia ada hutang kepada sesama manusia dan pada bhuta. Namun jika ditelusuri
lebih dalam tampaknya manusia punya hutang terhadap sesame seperti seorang anak jelas
berhutang pada orang tuanya (sudah Inklusif dalam pelaksanaan Pitra Yadnya).
Oleh karena itu, bhuta yadnya sifatnya berbeda dengan keempat yadnya yang lain
(Dewa,Pitra Resi dan manusa yadnya) bahwa bhuta yadnya dilaksanakan hanyalah untuk
menjaga hubungan yang harmonis terhadap keberadaan bhuta yang sama sama ada dibhur
loka ini. Manusia tidaklah salah kalau melakukan yadnya sesuai keperluannya.

2.3 Implementasi Bhakti

Dalam pelaksanaan bhakti kepada Tuhan, sehari-hari kita malaksanakan apa yang
disebut sembahyang. Beberapa contoh pelaksanaan bhakti dalam kehidupan sehari-hari,
diantaranya:
1. Sravanam ( mempelajari keagungan Tuhan dengan mendengar atau membaca kitab-
kitab suci)
2. Kirtanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan jalan mengucapkan/
menyanyikan nama Tuhan Yang Maha Esa).
3. Smaranam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya atau
bermeditasi).

13
4. Padasevanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan jalan memberiakan pelayanan kepada
Tuhan).
5. Arcanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya)
6. Vandanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan jalan sujud dan kebhaktian)
7. Desya (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara menolong dengan penuh keikhlasan)
8. Sakhya (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara memandang Tuhan sebagai sahabat
sejati)
9. Atmanivedanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri secara total
kepada Tuhan)
Selain beberapa contoh di atas, penerapan bhakti juga bisa dilakukan dengan melaksanakan
Panca Yadnya.

2.4 Implementasi Konsep Tuhan Yang Maha Esa

Śrāddha dan bhakti merupakan dua hal yang sangat erat kaitanya. Dalam kaitanya
Śrāddha merupakan kepercayaan dan bhakti adalah pengabdian atau pengorbanan. sehingga
umat hindu yang percaya akan Tuhan melakukan pengabdian ataupun pengorbanan guna
menunjukan rasa bhaktinya terhadap Tuhan.
Namun dalam melakukan pengabdian dan pengorbanan tidaklah sama pada setiap
individu, ambil saja contoh pengabdian yang dilakukan oleh seorang petani dan pedagang.
petani melakukan pengabdianya atau dengan istilah Bali “Meyasa Kerthi” dengan menanam
padi ataupun tanaman palawija lainnya. Seorang petani melakukan pengabdianya kepada
Tuhan dengan menyediakan bahan makanan dan berusaha memenuhi kebutuhan pangan
masyarakat. Lain halnya dengan pedagang, seorang pedagang melakukan pengabdian dengan
menjual barang dagangan kepada orang lain agar kebutuhan orang lain dapat terpenuhi. Lalu
selain cara pedagang dan petani yang berbeda dalam mengabdi, kedua profesi ini juga
menyembah Dewa yang berbeda.
Umat Hindu yang percaya akan satu Tuhan namun memuja-Nya dalam banyak
manifestasi-Nya. hal ini menunjukan pemikiran lain bahwa umat Hindu memuja atau
memiliki Tuhan lebih dari satu. Petani yang sehari-harinya bertani di sawah memuja Dewi Sri
yaitu dewi kesuburan dengan tujuan segala tanaman yang ditanam oleh si petani tumbuh
subur dan menghasilkan panen yang berlimpah. Lain lagi si pedagang yang melakukan “Yasa
Kerthi” di pasar, si pedagan memuja Dewa Rambut Sedana guna memohon agar segala
barang daganganya laku terjual.
Dalam kepercayaan Agama Hindu, konsep Bhakti dalam melakukan pengabdian dan
pengorbanan juga dapat dilakukan dengan konsep Catur Marga Yoga. Catur Marga Yoga
14
memiliki arti yaitu empat jalan untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Tuhna Yang Maha Esa). Catur Marga Yoga terdiri dari empat bagian yaitu Jnana Marga
Yoga, Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga, dan Raja Marga Yoga. Keempat bagian dari
Catur Marga Yoga akan diuraikan dan dibahas sebagai berikut:
1. Jnana Marga Yoga.
Jnana artinya pengetahuan, sedangkan Jnana Marga Yoga dapat diartikan sebagai cara
atau jalan untuk mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui jalan
mempelajari ilmu-ilmu keagamaan yang merupakan kebenaran yang utama.
Dalam hal ini, pengaplikasian kita sebagai Mahasiswa, kita berkewajiban untuk
menimba ilmu sebanyak-banyaknya, baik itu ilmu yang sesuai dengan bidang kita, maupun
ilmu sosial dan spiritual yang harus kita pelajari. Ilmu Fisika, maupun ilmu Agama tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Ambil saja contoh mengenai atom, dalam ilmu sains atom terdiri
dari electron, proton dan neutron. Sebuah atom dengan inti yang dikelilingi oleh elektron
memiliki 99,9% ruang kosong dan atom adalah penyusun terkecil dari Jagat Raya.
Dalam Agama Hindu, Sang Hyang Widhi Wasa juga meiliki sebutan Sang Hyang
Embang yaitu beliau yang mengisi ruang kosong sehingga memang benar jika dikatakan
bahwa Tuhan memenuhi seluruh Jagat Raya karena beliaulah yang mengisi semua ruang
kosong. Bahkan dalam Weda, juga membahas tentang ilmu-ilmu alam, termasuk Fisika,
Astronomi atau Perbintangan. Bahkan Albert Einstein sekalipun menyatakan bahwa, “Ilmu
tanpa Agama buta, Agama tanpa ilmu lumpuh”. Dari pernyataan tersebut dapat kita
simpulkan betapa pentingnya hubungan antara ilmu-ilmu eksakta dengan ilmu spiritual,
bahkan seorang ilmuan Fisika yang dulunya dikenal Atheis-pun mengakui pentingnya
mempelajari ilmu keagamaan.
2. Bhakti Marga Yoga
Kata Bhakti berarti cinta kasih. Kata bhakti ini biasa digunakan untuk menunjukan
kasih sayang pada manifestasi yang kedudukannya lebih tinggi dari manusia. Contohnya
ditujukan kepada Tuhan, leluhur, orang tua dan lain-lain. Bhakti Marga Yoga berarti cara
mendekatkan diri kepada Tuhan melalui jalan melakukan sesuatu atas dasar perasaan.
Sebagai seorang masyarakat akademik, tentu kita tidak asing dengan Hari Raya Saraswati.
Hari Raya Saraswati ini merupkan contoh pengamalan dari Bhakti Marga Yoga.
3. Karma Marga Yoga
Karma artinya perbuatan, sedangkan Karma Marga Yoga artinya cara mendekatkan
diri kehadapan Tuhan melalui jalan perbuatan. Setelah kita mendapatkan ilmu yang sudah

15
kita terima sejak lahir, ada kalanya kita harus menerapkan segala ilmu dan keterampilan yang
kita miliki untuk kepentingan bersama. Baik itu soft skill dan hard skill harus
dipadupadankan penerapannya di masyarakat untuk kepentingan masyaraka
4. Raja Marga Yoga
Raja Marga Yoga bermakna cara mendekatkan diri kehadapan Tuhan melalui jalan
pengendalian diri. Dalam menghadapi masa-masa menuntut ilmu sebagai seorang Brahmacari
tentu kita melalui banyak sekali cobaan. Cobaan itu juga dapat berupa godaan-godaan yang
dapat mengganggu atau merusak masa depan kita. Maka dari itu, kita berkewajiban menjaga
diri dan melakukan pengendalian diri terhadap hal-hal yang dapat mengganggu kelangsungan
hidup kita, termasuk mengganggu suasana dalam menuntut ilmu, karena menuntut ilmu
merupakan “Swadharmaning Sisia” atau kewajiban seorang pelajar demi masa depanny
Pengabdian dan Pengorbanan yang dilandasi oleh rasa bhakti terhadap Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang dilakukan sesuai dengan profesi yaitu sebagai pelajar khususnya
mahasiswa. Sebagai seorang pelajar kita dapat berbhakti atau memuja tuhan dengan salah
satu cara dalam Catur Marga Yoga yaitu Jnana Marga Yoga. Jadi sebagai pelajar
berkewajiban menuntut ilmu untuk mengabdikan serta berbhakti diri kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Selain dengan belajar, seorang masyarakat akademik juga berkewajiban
melakukan pemujaan kepada manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam ilmu
pengetahuan yang disimbolkan dengan Dewi Saraswati yaitu seorang Dewi yang memiliki
paras yang cantik, sebagaimana menggambarkan indahnya ilmu pengetahuan bagi yang
berkewajiban menuntut ilmu pengetahuan.

2.5 Usaha dan Sarana Untuk memuja-Nya


Usaha dan Sarana untuk memuja keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dapat dilakukan
sesuai dengan kemampuan intlektual seseorang individu untuk menghayatinya. Sebagai
ilustrasi dapat dikemukakan bagaikan orang buta yang meraba seekor Gajah Besar. Seperti
yang dijelaskan dalam Vrespati Tattva. Ketika seorang memegang Belalainya, dia
menyatakan bahwa Tuhan itu seperti ular; ketika Ia memegang kepalanya, dia menyatakan
bahwa Tuhan itu seperti periuk besar; ketika Ia memegang telinganya, dia menyatakan bahwa
Tuhan itu seperti kipas; ketika Ia memegang ekornya, dia menyatakan bahwa Tuhan itu
seperti belut; ketika Ia memegang kakinya, maka dia menyatakan Tuhan itu seperti tiang; dan
ketika Ia memegang perutnya, dia mengatakan bahwa Tuhan itu seperti tembok. Kemudian
kalau diperhatikan, semua pernyataan-pernyataan orang buta itu dapat dibenarkan secara

16
individual, tetapi secara universal bahwa kita harus melakukan dialog, bahwa Tuhan itu
sesungguhnya adalah seekor gajah besar. Tetapi kemampuan individu inilah sesungguhnya
yang terbatas untuk memahami keberadaan Tuhan. Maka akhirnya diperlukan sarana yang
berbeda-beda, dalam tujuan yang sama, yaitu memuja kebesaran Tuhan.
Menurut Apte (dalam Wirawan, 2007:39), sarana untuk memuja-Nya bentuknya
bermacam-macam, diantaranya membayangkan-Nya dibuat pratika, cihnam, laksanam,
lingam, samjana, dan pratirupa. Disamping itu, secara umum dikenal pula istilah Arca,
Pratima, Prativimba, Nysa, Mūrti dan lain-lain, yang mengandung bentuk makna
perwujudan-Nya. Disamping itu juga dikenal adanya Tirtha dan Ksetra, yakni mata air ditepi
sungai atau tepi laut. Kekuatan ini mengandung tempat itu menjadi suci, menarik,
menumental yang memberi semangat tinggi kepada yang memiliki perhatian kepada orang-
orang yang langsung datang untuk bersemedi.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Śrāddha yang mengandung makna yang sangat luas yakni keyakinan atau keimanan,
sedangkan Bhakti adalah sebuah persembahan kerja tanpa memikirkan hasil dan penyerahan
diri secara total.
Brahman adalah asal muasal dari alam semesta dan segala isinya (janmadi sama
dengan asal, awal, penjelmaan dan sebagainya; asya sama dengan dunia alam semesta ini;
dan yatah sama dengan dari padanya). Usaha dan Sarana untuk memuja keberadaan Tuhan
Yang Maha Esa dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan intlektual seseorang individu
untuk menghayatinya.
Sebagai seorang pelajar wajib melakukan pengabdian pada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan Jnana Marga Yoga, yaitu dengan cara menuntut ilmu. selain itu seorang pelajar juga
wajib melakukan pemujaan kepada manifestasi Tuhan Yang Maha Esa yaitu Dewi Saraswati
sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan

3.2 Saran

Melalui makalah ini, diharapkan para mahasiswa atau pembaca memahami dan
meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Semua yang ada di dunia ini adalah karena Kuasa
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas yajna Beliaulah dunia ini terciptakan dan kita adalah
sebagian dari yajna beliau. Maka kita sebagai satu-satunya ciptaan Tuhan yang di berikan
akal pikiran harus menjaga apa yang telah Beliau berikan. Dan harus berbuat sesuai dengan
ajaranya yaitu sesui sengan Veda.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sutresna, I Made. Dkk. 2004. Buku Pelajaran Agama Hindu. Surabaya: Paramita
Kajeng, I Nyomna. 2010. Dkk. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita
Tangkas, I Made. 2010. Buku Ajar Agama Hindu. Palu: …………….
Sura, I Gede. 1933. Pengendalian Diri dan Etika. Jakarta: Hanuman Sakti
Sukabawa, I Wayan. 2015. “VIDYA SAMHITA” tersedia pada
http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/vs/article/view/82 (diakses pada 10 Okteber 2017)
Arya, I Nyoman. 2015. “PENGUATAN SRADHA DAN BHAKTI DALAM AGAMA
HINDU” tersedia pada http://aryainyoman.blogspot.co.id/2015/01/artikel_16.html
(diakses pada 10 Okteber 2017)

19
DOA PENUTUP

OM ANUGRAHA MANOHARAM
DEVADATTA NUGRAHAKA
ARCANAM SARWA PUJANAM
NAMAH SARWA NUGRAHAKA
OM KSAMA SWAMAM JAGADNATHA
SARWA PAPA HITANKARAH
SARWA KARYA SIDHAM DEHI
PRANAMYA SURYESWARAM
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
(Ya Tuhan limpahkanlah anugrahMu yang menggembirakan kepada hamba. Tuhan yang
maha pemurah, semoga Tuhan melimpahkan segala anugrah kepada hamba. Ya Tuhan,
pelindung alam semesta, pencipta semua makhluk, ampunilah dosa hamba dan anugrahilah
hamba dengan keberhasilan atas semua karya. Tuhan yang memancarkan sinar suci, ibaratnya
sang surya memancarkan sinarnya, hamba sujud kepadaMu. Ya Tuhan, semoga damai, damai
di hati, damai di dunia, damai selama-lamanya.)

Untuk menutup pertemuan, bisa pula dipakai doa di bawah ini yang diambilkan dari kitab
Yajurveda. Mantram ini disebut Santi Mantram. Bunyinya:

OM DYAUH SANTIR ANTARIKSAM SANTIH


PRTHIWI SANTIR APAH SANTIR
ASADHAYAH SANTIH WANASPATAYAH SANTIR
WISWE DEWAH SANTIR BRAHMA SANTIH
SARVAM SANTIH SANTIR EWA SANTIH
SA MA SANTIR EDHI
(Ya Tuhan Yang Mahakuasa, anugerahkanlah kedamaian di langit, damai di bumi, damai di
air, damai pada tumbuh-tumbuhan, damai pada pepohonan, damai bagi para dewata,
damailah Brahma, damailah alam semesta. Semogalah kedamaian senantiasa datang pada
kami)

20

Anda mungkin juga menyukai