Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI PADA DAUR

KEHIDUPAN LANSIA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK V
ANDRE HENDRAWAN
IDA AYU
IRMA SAFITRI
KURNIA HARIANI
LANI INGGA BUDIARSIH
LELY AGUSTINA
RANGGA ATMAYUDA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM B

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas Keperawatan Maternitas dengan judul “Konsep kesehatan Reproduksi pada
Daur Ulang Kehidupan Lansia”. Kami berterima kasih kepada Bapak I Made Eka
Santosa S.Kp., M.Kes Selaku pembimbing yang telah memberikan arahan kepada
kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, April 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah
mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu lansia juga masa
dimana seseorang akan mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa umur 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses menua
yang berlangsung secara nyata dan seseorang itu telah disebut lansia.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah kesehatan yang
sempurna baik fisik, mental, sosial dan lingkungan serta bukan semata-
mata terbebas dari penyakit/kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.Salah satu
hal penting bagi para lanjut usia adalah masalah kesehatan reproduksi.
Penurunan kesehatan reproduksi pada pria usia lanjut biasanya terjadi
ketika pria memasuki tahap andropause, yaitu turunnya fungsi reproduksi.
Sementara penurunan kesehatan reproduksi pada wanita terjadi ketika
wanita memasuki masa menopause.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang di maksud dengan lansia?
2. Apakah definisi kesehatan reproduksi?
3. Bagaimana konsep kesehatan reproduksi pada daur kehidupan lansia?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan lansia
2. Untuk mengetahui definisi kesehatan reproduksi
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep kesehatan reproduksi pada daur
kehidupan lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI LANSIA
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2006). Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang
terjadi didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).
WHO DAN Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa
usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulaitf, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2. lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3. lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun

B. DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI

Kesehatan reproduksi adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan


sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi,
serta fungsi dan prosesnya.
Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata
produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi
mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan
keturunan demi kelestarian hidupnya.Sedangkan yang disebut organ
reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.

Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah :

“Kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh


pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
dan kecacatan.”

Kebijakan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut dibagi menjadi


empat poin utama :
a. Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga serta masyarakat
dalam menyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi usia lanjut dan
menjalin kemitraan dengan LSM dan sektor usaha secara
berkesinambungan.
b. Meningkatkan koordinasi dan integrasi di pusat maupun daerah yang
mendukung upaya kesehatan reproduksi usia lanjut.
c. Membangun serta mengembangkan sistem jaminan dan bantuan
sosial dengan tujuan memudahkan usia lanjut dalam mengakses
pelayanan kesehatan reproduksi.
d. Meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan dalam
kesehatan reproduksi yang mendukung peningkatan kualitas hidup
usia lanjut.
Strategi Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut :
a. Advokasi
Sosialisasi untuk membangun kemitraan dalam upaya kesehatan
reproduksi usia lanjut baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
b. Kemitraan
Memantapkan kemitraan dan jejaring kerja dengan LP/LS, LSM dan
dunia usaha untuk dapat meningkatkan upaya kesehatan reproduksi
usia lanjut yang optimal.

c. Partisipasi
Mendorong dan menumbuhkembangkan partisipasi dan peran serta
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan reproduksi usia
lanjut dalam bentuk pendataan, mobilisasi sasaran dan pemanfaatan
pelayanan.

d. Profesionalisme
Peningkatan kinerja tenaga serta penerapan kendali mutu pelayanan
melalui pendidikan/pelatihan, pengembangan standar pelayanan dll.

e. Sistem
Membangun sistem pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut
melalui pelayanan kesehatan dasar dan rujukannya serta melakukan
pelayanan pro aktif dengan mendekatkan pelayanan kepada sasaran.

f. Survey
Melakukan survei / penelitian untuk mengetahui permasalahan
kesehatan reproduksi usia lanjut dan tindak lanjutnya untuk
pemantapan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut.

Target dalam kesehatan reproduksi usia lanjut menliputi cakupan


pelayanan kepada usia lanjut minimal 50% dan presentase puskesmas
yang menjalankan pembinaan kesehatan reproduksi kepada usia lanjut
sebanyak 60%, dengan trend gangguan pada masa
menopause/andropause sebagai indikator program.

C. PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI DAN KEGIATAN SEXUAL


PADA LANSIA

1. Perubahan sistem reprduksi.


a. Selaput lendir vagina menurun/kering.
b. Menciutnya ovarium dan uterus.
c. Atropi payudara.
d. Testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur berangsur.
e. Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal
kondisi kesehatan baik.
2. Kegiatan sexual dan disfungsi sexsual pada lansia
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam
manifestasi kehidupan yang berhubungan dengan alat
reproduksi.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya,
yaitu dengan cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak
lain mengetahui bahwa ia sangat berarti untuk anda. Juga
sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan badan,
msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan
pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan
rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi
hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada lansia di Negara


Barat seperti penelitian Kinsey, Master Johnson serta Hite dapat
disimpulkan bahwa terdapat pandangan yang bias terhadap seksualitas
pada usia lanjut. Bias tersebut tidak semata-mata terbatas pada segi
seks itu sendiri tetapi juga meliputi segi sosio-ekonomi Penelitian ini
menunjukkan bahwa :

a. Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai


usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh
status kesehatan.
b. Aktivitas dan perhatian seksual dari pasangan suami istri lansia
yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan
tersebut sebelumnya.
c. Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih
panjang daripada pria, seorang lansia wanita yang ditinggal mati
oleh suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.

Disamping faktor gangguan fisik, faktor psikologi juga sering kali


menyebabkan penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
seperti :

a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual


pada lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya
d. Pasangan hidup telah meninggal
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan


dimana yang meliputi berkurangnya respon erotis terhadap
orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu
masturbasi. Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada
dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktivitas seksual
pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan
menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan
neurologiknya. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat
proses penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual
menurut Kaplan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses
menua berdasarkan pembagian tahapan seksual menurut
Kaplan.

Fase Perubahan
tanggapan
seksual

Fase desire Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan,


harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks

Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin


lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi

Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria


meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55
tahun akan mempengaruhi libido
Fase arousal lansia wanita: pembesaran payudara berkurang; terjadi
penurunan flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina
dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.

lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang


begitu kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun
akibat penurunan testoteron; elevasi testis ke perineum lebih
lambat.
Fase orgasmik lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih
sedikit konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel
berkurang.

pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan


jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.
Fase pasca Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah
orgasmik sampai timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh


perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:

a. Penyebab iatrogenik. Tingkah laku buruk beberapa klinisi,


dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat inadekuat
konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
b. Penyebab biologik dan kasus medis. Hampir semua kondisi
kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak
dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi
seksual psikogenik Beberapa hal yang dapat menyebabkan
masalah kehidupan seksual dan sebaiknya menjadi petunjuk untuk
mendiagnosa banding, pengobatan, rehabilitasi dan hasil akhir.
1) Infark miokard

mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual.


Banyak pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual
karena takut menyebabkan infark.

2) Pasca stroke.
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di
rumah sakit karena pasien mengalami anxietas akibat
perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan
kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau
rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk
kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke
sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik
tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf
otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka
respon seksual mungkin tidak terpengaruh. Libido biasanya
tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi
permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas
seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi
pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus,
pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk
menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan.
Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik,
namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik
“bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara
mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk
berkomunikasi.
3) Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai
organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan
mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi
seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja,
walaupun tidak ada kerusakan saraf.
4) Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak
kasus menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini mungkin
menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi
yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi
seksual.
5) Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan
kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu
apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku
mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik
sebelum aktivitas seksual.
6) Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi
fungsi seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang
akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga
mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan
mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.
7) Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin
terpengaruh karena adanya kelelahan umum, kebutuhan
pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat
menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat
membahayakan jiwa.
8) Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya
disfungsi seksual. Obat-obatan tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.

Tabel 2. Efek obat-obat yang sering diberikan dan pengaruhnya pada


fungsi seksual lansia.

Golongan obat Contoh Pengaruh pada Anjuran obat


fase pengganti

Anti hipertensi
Gol. Tiazid Arousal Ca antagonis
1. diuretika
2. sentral Klonidin, Arousal Ca antagonis
3. β blocker metildopa
4. ACE Desire, arousal Ca antagonis
inhibitor Propanolol
Arousal Ca antagonis
Captopril
Anti psikotik Torasin, tiotiksen, Desire, arousal,
haloperidol priapismus,
ejakulasi
retrograd

Anti anxietas Diazepam Desire, orgasme Buspiron, turunkan


dosis bertahap

Antikolinergik Atropine, Desire, arousal Lebih ditekankan


hidroksisin pada pemuasan

Estrogen Premarin Arousal Estrogen oral


merupakan pilihan
pada yang tidak bisa
peroral

Progestin Provera Desire Bila ada efek samping


berikan secara siklik

Antagonis reseptor Simetidin Desire, arousal, Alternatif bloker H2


H2 orgasme

Narkotik Kodein Desire, arousal, Waktu pemberian


orgasme sangat penting
(berhubungan dengan
waktu aktivitas
seksual)

Sedatif Alcohol, Desire, arousal Kenali dan obati


barbiturat adiksi

Lain-lain Digitalis Obati kecemasan,


yakinkan ketakutan
akan serangan jantung
waktu aktivitas
seksual

Antidepresan Imipramin, Desire, arousal Prozac, zoloft


trisiklik amitriptilin

Antidepresan lain Trasodon, Priapismus, Prozac, Zoloft


inhibitor MAO arousal, orgasme
BAB III
KONSEP KESEHATAN REPRODUKSI USIA LANJUT

A. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI PADA WANITA LANSIA


1. MENOPAUSE
Menopause merupakan keadaan dimana seorang perempuan tidak
lagi mengalami menstruasi yang terjadi pada rentang usia 50 sampai 59
tahun (Harlow, 2012). Pada masa ini sangat kompleks bagi perempuan
karena akan mengalami perubahan kesehatan fisik yang akan
mempengaruhi kesehatan psikologisnya. Namun banyak wanita yang
menganggap bahwa menopause merupakan suatu hal yang menakutkan.
Hal ini mungkin berasal dari suatu pemikiran bahwa dirinya akan menjadi
tua, tidak sehat, dan tidak cantik lagi.
Selain itu, wanita dalam masa menopause mengalami perubahan
besar dalam kehidupannya dan beradaptasi terhadap perubahan peran
dalam keluarga maupun masyarakat, serta harus menghadapi perubahan
tubuh dan harapannya dalam hidup (Safitri, 2009). Menopause
menandakan bahwa masa menstruasi dan reproduksi seorang wanita telah
berakhir. Hal ini terjadi karena indung telur mengalami penuaan. Penuaan
ovarium ini menyebabkan produksi hormon estrogen menurun sehingga
terjadi kenaikan hormon FSH dan LH. Peningkatan hormon FSH ini
menyebabkan fase folikular dari siklus menstruasi memendek sampai
menstruasi tidak terjadi lagi.
Menopause menurut WHO berarti berhentinya siklus menstruasi
untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi
setiap bulan, yang disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia
terus meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan
terakhir mengalami amenorea, dan bukan disebabkan oleh keadaan
patologis (Prawirohardjo, 2008).
Perubahan pengeluaran hormon menyebabkan berbagai perubahan
fisik maupun psikologis bagi wanita. Pada masa ini sangat kompleks bagi
wanita karena berkaitan dengan keadaan fisik dan kejiwaannya. Selain
wanita mengalami stress fisik dapat juga mengalami stress psikologi yang
mempengaruhi keadaan emosi dalam menghadapi hal normal sebagaimana
yang dialami semua wanita. Perubahan fisik ini dapat berupa hot flushes,
insomnia, vagina menjadi kering, gangguan pada tulang, linu dan nyeri
sendi, kulit keriput dan tipis, ketidaknyamanan pada jantung (Kusmiran,
2012).
Sedangkan perubahan psikis yang terjadi adalah sikap mudah
tersinggung, suasana hati yang tidak menentu, mudah lupa dan sulit
berkonsentrasi. Hasil penelitian Sugiyanto (2014) perubahan fisik pada
wanita menopause dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologi seperti
mudah tersinggung, kecemasan, stress , daya ingat menurun dan depresi.
Penelitian Ratna (2014) menemukan bahwa usia wanita menopause
terbanyak adalah umur 45-54 tahun (73,1%) dengan usia rata-rata yaitu 50
tahun. Menurut Prawirohardjo (2008), menopause mulai pada umur 50-51
tahun dengan usia menopause yang relatif sama antara di Indonesia
maupun negara-negara Barat dan Asia yaitu sekitar 50 tahun. Perempuan
biasanya mengalami menopause pada usia 40-58 tahun, dengan usia rata-
rata menjadi 51 tahun (Kasdu, 2002). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
usia rata-rata menopause adalah 50 tahun.
2. KLIMAKTERIUM (PRE MENOPAUSE)
Menurut Sastrawinata (2004), klimakterium merupakan masa
peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Bagian klimakterium
sebelum menopause disebut pramenopause dan bagian sesudah menopause
disebut pascamenopause. Klimakterium bukan suatu keadaan patologik,
melainkan suatu masa peralihan yang normal. Fase Klimakterium terbagi
dalam beberapa fase:
a. Pramenopause
Yaitu masa 4-5 tahun sebelum menopause, sekitar usia 40 tahun
dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang,
sedikit, atau banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri.
Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan
sindroma prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan
kadar FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang
berlebihan sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang
sangat tinggi. Keluhan yang muncul pada fase pramenopause ini
ternyata dapat terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal
maupun tinggi.
Tanda dan gejala pramenopause :
1) Menstruasi tidak teratur.
Intervalnya dapat memanjang atau memendek, sedikit dan
berlimpah, bahkan Anda mungkin akan melewatkan beberapa
periode menstruasi. Ovulasi menjadi tidak teratur, rendahnya
kadar progesteron dapat membuat Anda mengalami periode
menstruasi yang lebih panjang.
2) Gangguan tidur dan hot flashes.
Sekitar 75-85 persen wanita mengalami hot flashes selama
perimenopause. Hot flashes adalah gelombang panas tubuh yang
datang tiba-tiba, akibat perubahan kadar estrogen yang
menyerang tubuh bagian atas dan muka. Serangan ini ditandai
dengan munculnya kulit yang memerah di sekitar muka, leher
dan dada bagian atas, detak jantung yang kencang, badan bagian
atas berkeringat, termasuk gangguan tidur.
3) Perubahan Psikologis.
Gangguan Psikologi/kognitif Gejala-gejala psikologi dan
kognitif seperti depresi, iritabilitas, perubahanmood, kurangnya
konsentrasi dan pelupa juga ditemukan pada banyak wanita
perimenopause. Banyak wanita menggambarkan gangguan
inisebagai “perimenopause berat”. Seperti diketahui bahwa
kejadian depresikira-kira 2 kali lebih sering pada wanita
dibandingkan pria. Risiko depresimayor adalah 7-12% untuk
pria dan 20-25% untuk wanita. Usia rata-rataterjadinya depresi
adalah 40 tahunan.Data laboratorium menyatakan bahwa
hormon ovarium sangatberkhasiat, dimana sinyal kimiawi
perifer secara umum mempengaruhi aktivitas neuronal.
Perubahan level estrogen dan progesteron
menunjukkansejumlah pengaruh neurotransmiter SSP seperti
dopamin, norepinefrin,asetilkolin dan serotonin yang
kesemuanya diketahui sebagai modulatoruntuk mood, tidur,
tingkah laku dan kesadaran.Selama perimenopause, fluktuasi
hormon terutama fluktuasiestrogen dapat mengubah level
neurotransmiter di SSP yang dapatmempengaruhi tidur, daya
ingat dan mood.
Penting sekali untuk membedakan perubahan mood karena
pengaruh hormon dengan kelainandepresi mayor. Pada pasien
tanpa riwayat depresi, terapi sulih hormonharus
dipertimbangkan.
4) Organ intim mengering.
Vagina mulai mengalami kekurangan cairan dan elastisitas,
sehingga hubungan intim dapat menyakitkan.
5) Kesuburan berkurang.
Ovulasi atau pelepasan sel telur menjadi tidak teratur, sehingga
kemungkinan bertemunya sel telur dengan sperma menjadi lebih
rendah walau masih mungkin untuk hamil.
6) Perubahan fungsi seksual.
Selama perimenopause, keinginan untuk berhubungan intim
dapat berubah, tetapi pada banyak wanita akan mengalami
masa-masa menyenangkan sebelum masa menopause tiba dan
biasanya berlanjut sampai melewati masa perimenopause.
7) Osteoporosis.
Pengeroposan tulang ini terjadi sebagai akibat berkurangnya
hormon estrogen.
8) Perubahan kadar kolesterol.
Berkurangnya estrogen akan merubah kadar kolesterol dalam
darah dan meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) yang
mengakibatkan risiko terkena penyakit jantung. Sedangkan HDL
atau kolesterol baik, menurun sesuai pertambahan usia.
9) Keringat malam
10) Infeksi saluran kemih
11) Inkontinensia urin (tidak mampu menahan keluarnya air seni)
12) Peningkatan lemak tubuh di sekitar pinggang
Hubungan Seksual Masa Pre Menopause :
Hubungan seksual adalah suatu keadaan fisiologik yang
menimbulkan kepuasan fisik, dimana keadaan ini merupakan respon
dari bentuk seksual yang berupa ciuman, pelukan, dan percumbuan 17
berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan hubungan fisik dalam
bercumbuan, dimana hal ini merupakan rencana alamiah untuk
meningkatkan gairah seksual bagi persiapan hubungan seksual yaitu :
berpegangan tangan, saling memeluk (tangan di luar baju),
berciuman, saling membelai atau meraba (dengan tangan di dalam
baju yang lain). Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang
didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis,
bentuk tingkah laku ini bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku kencan, bercumbu dan bersenggama. Objek
seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri
sendiri (Hidayana, 2004).
Perubahan fisiologis akibat pre menopause kadang-kadang
mengganggu aktivitas dan gairah seksual pada sejumlah wanita.
Perubahan dapat terjadi pada lubrikasi, dinding vagina gairah seksual,
dorongan seksual dan orgasme yang mengakibatkan kegiatan seksual
menjadi kurang mengenakkan dan kurang menyenangkan (Kasdu,
2005).
b. Menopause
Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH
yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang
kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk, kadar estrogen biasanya
tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai
kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml, maka wanita
tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.
c. Pascamenopause
Yaitu masa 3-5 tahun setelah menopause. Pasca menopause
adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah
12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH sangat tinggi (>35 mIU/ml)
dan kadar estrodiol yang rendah mengakibatkan endometrium menjadi
atropi sehingga haid tidak mungkin terjadi lagi. Namun, pada wanita
yang gemuk masih dapat ditemukan kadar estradiol yang tinggi.
Hampir semua wanita pasca menopause umumnya telah mengalami
berbagai macam keluhan yang diakibatkan oleh rendahnya kadar
estrogen.
d. Senium
Yaitu masa sesudah pascamenopause, ketika telah tercapai
keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi
gangguan vegetatif maupun psikis.
Gambar 1. Perubahan hormon pada fase klimakterium (Sastrawinata,
2004).
3. FISOLOGI MENOPAUSE
Pada usia 40-50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak
teratur, dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai
beberapa tahun, siklus terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti
dan hormon-hormon kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai
hampir tidak ada disebut sebagai menopause.
Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium.
Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel
primordial tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan beratus-
ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya
tinggal beberapa folikel-folikel primordial yang akan dirangsang oleh
FSH dan LH, dan produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu
jumlah folikel primordial mencapai nol. Ketika produksi estrogen turun
di bawah nilai kritis, estrogen tidak lagi menghambat produksi
gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH
(terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan
kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik,
produksi estrogen oleh ovarium turun secara nyata menjadi nol (Guyton,
2011).
Bertolak belakang dengan keyakinan umum, kadar estrogen
perempuan sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa
pramenopause. Kadar itu tidak berkurang selama kurang dari satu tahun
sebelum periode menstruasi terakhir. Sebelum menopause, estrogen
utama yang dihasilkan tubuh seorang wanita adalah estradiol. Namun
selama masa pramenopause, tubuh wanita mulai menghasilkan lebih
banyak estrogen dari jenis yang berbeda, yang dinamakan estron, yang
dihasilkan di dalam indung telur maupun dalam lemak tubuh. Kadar
testosteron biasanya tidak turun secara nyata selama pramenopause.
Kenyataannya, indung telur pascamenopause dari kebanyakan wanita
mengeluarkan testosterone lebih banyak daripada indung telur
pramenopause. (Wijayanti, 2009).
Menurut Fritz (2010), kadar estradiol serum pada wanita pasca
menopause sekitar 10-20pg/mL dan sebagian besar merupakan hasil
konversi estron, yang diperoleh dari konversi perifer androstenedion.
Kadar estrogen pada wanita menopause sangat bergantung dari konversi
androstenedion dan testosteron menjadi estrogen.
Sebuah penelitian di Australia menemukan bahwa kadar
testosteron dalam sirkulasi tidak berubah sejak 5 tahun sebelum
menopause hingga 7 tahun setelah menopause. Androstenedion adalah
androgen utama yang dikeluarkan oleh folikel yang sedang berkembang.
Dengan terhentinya perkembangan folikuler pada wanita
pascamenopause, kadar androstenedion turun 50%. Setelah menopause,
hanya 20% androstenedion yang disekresi oleh ovarium.
Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan dehidroepiandrosteron sulfat
(DHEAS) terutama dihasilkan oleh kelenjar adrenal (<25% oleh
ovarium). Dengan penuaan, produksi DHEA turun 60% dan DHEAS
turun 80%. Berat badan memiliki korelasi yang positif dengan kadar
estron dan estradiol di sirkulasi dengan adanya konversi androstenedion
menjadi estrogen, namun dengan penuaan, kontribusi adrenal sebagai
prekursor produksi estrogen menjadi tidak adekuat. Hubungan kadar
hormon estrogen dengan usia digambarkan pada grafik dibawah ini :

UNIT FOLIKEL KADAR HORMON ESTROGEN

USIA (tahun)
Gambar 2. Hubungan kadar hormon estrogen dengan usia (Fritz, 2010).

5. Perubahan Fisik pada Menopause


Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause
yaitu:
a. Ketidakteraturan Siklus Haid
Setiap wanita akan mulai mengalami siklus haid yang tidak teratur,
dapat menjadi lebih panjang atau lebih pendek sampai akhirnya
berhenti. Terdapat perdarahan yang datangnya tidak teratur dalam
rentang beberapa bulan kemudian berhenti sama sekali.
b. Gejolak Rasa Panas (hot flushes)
Terdapat sekitar 40% wanita mengeluh bahwa siklus haidnya tidak
teratur. Keadaan ini meningkat sampai 60% pada waktu 12 tahun
menjelang haid berhenti total atau menopause. Rasa panas ini sering
disertai dengan warna kemerahan pada kulit dan berkeringat.
c. Kekeringan Vagina
Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali
mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen
yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan
kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering
sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, menahan kencing
terutama pada saat batuk, bersin, tertawa dan orgasme.
d. Menurunnya gairah seks
Wanita mengalami penurunan dalam kadar testosteron mereka
selama pra menopause ini dapat mengakibatkan hilangnya hasrat
seksual. Tapi bagi sebagian wanita masalah libido terkait dengan
kurangnya hormon estrogen atau menipisnya jaringan vagina.
(Baziad, 2003 ; Kasdu, 2002 ; Northrup, 2006 ; Wijayanti, 2009)
6. Perubahan Fungsi Seksual pada Menopause
Akibat kekurangan hormon estrogen, aliran darah ke vagina
berkurang dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah menjadi
cedera. Penelitian membuktikan bahwa kadar estrogen yang cukup
merupakan faktor terpenting untuk mempertahankan kesehatan dan
mencegah vagina dari kekeringan sehingga tidak menimbulkan nyeri
saat senggama (Baziad, 2003).
Gejala pada vagina dikarenakan vagina yang menjadi atropi
sehingga lebih tipis, lebih kering, dan kurang elastis berkaitan dengan
turunnya kadar hormon estrogen. Gejalanya adalah kering dan gatal
pada vagina atau iritasi dan atau nyeri saat bersenggama. Nyeri
senggama akan semakin buruk jika hubungan seks jarang dilakukan.
Wanita yang mengeluh aktivitas seksualnya menurun, penyebabnya
kemungkinan oleh pasangan itu sendiri karena libido dipengaruhi
banyak faktor seperti ,perasaan, lingkungan dan hormonal. Selain itu,
penurunan kadar estrogen menyebabkan kekeringan pada vagina
sehingga berhubungan seksual menjadi tidak nyaman dan sakit.
Beberapa wanita mengalami perubahan gairah seksual akibat rasa
rendah diri karena perubahan pada tubuhnya. (Baziad, 2003).
Menurut Pangkahila (2006) beberapa masalah yang dialami wanita
menopause ketika berhubungan seksual, yakni :
a. Kekeringan vagina dan nyeri saat hubungan seksual.
Masalah yang paling sering terjadi adalah vagina yang
kering, meskipun sebenarnya hanya 20% wanita yang
merasakannya. Dinding vagina menjadi tipis dan kurang lentur.
Terdapat rasa pedih, panas dan kadang nyeri atau berdarah saat
melakukan sanggama. Lubrikasi dengan bahan dasar air dapat
mengatasi 18 kekeringan vagina yang terjadi. Jangan gunakan
lubrikan dengan bahan dasar petroleum (vaselin). Vitamin E atau
krim pelembab juga dapat digunakan sebagai lubrikan. Bila
lubrikan atau pelembab masih kurang menolong maka dapat
diberikan krim estrogen vagina untuk mengatasi masalah
kekeringan vagina.
b. Stimulasi dan orgasme
Beberapa orang wanita mengalami orgasme yang lebih jarang
dan kurang kuat saat menopause. Pada mereka diperlukan waktu
yang lama untuk meningkatkan gairah seksual. Hampir pada semua
wanita, hubungan seksual yang teratur atau masturbasi dapat
membantu meningkatkan respon dan kenikmatan seksual. Aktivitas
tersebut dapat mempertahankan fungsi atau peranan rahim, vagina
serta kandung kemih serta meningkatkan lubrikasi vagina. Kegel
Exercise, latihan ini meningkatkan kontraksi otot panggul sekitar
vagina yang memembantu penguatan otot-otot vagina.
c. Hasrat seksual
Hilangnya gairah seksual secara temporer atau jangka
panjang terjadi pada sejumlah wanita selama dan sesudah
menopause. Penyebab dari keadaan ini antara lain:
d. Lelah
Akibat dari insomnia menimbulkan perasaan capai atau lelah yang
berkepanjangan. Pekerjaan sebagai ibu yang mengurus anak dan
suami membuat ibu mempunyai beban ganda, sehingga membuat
dirinya mencapai titik kelelahan yang berat.
e. Stress
Depresi menstrual yang dahulu pernah muncul pada masa adolens
yang kemudian mengilang dengan sendirinya selama periode
reproduktif (menjadi ibu) bisa timbul kembali pada usia
klimakterium . Pada saat ini sekalipun wanita tersebut sudah tidak
haid lagi, namun rasa-rasa depresif itu selalu saja timbul dengan
interval waktu yang tetap. Perasaan-perasaan depresif itu tiba
bersamaan dengan datangnya siklus menstruasi setiap bulannya.
Tampaknya depresi tadi bentuk kekecewaan hati dari ibu, bahwa
wanita yang bersangkutan menjadi ”kurang lengkap dan kurang
sempurna” disebabkan oleh berhentinya fungsi reproduksi dan
haid.
f. Penyakit
Pola makan pada pre menopause tidak seperti saat usia 35-40
tahun, akan terjadi kelebihan lemak yang tersimpan pada bokong,
payudara dan perut. Disamping itu kelebihan makan didalam
keadaan tubuh kekurangan hormon dan kemampuan metabolisme
dapat menimbulkan penyakit kencing manis, hipertensi, kolesterol
tinggi. Penyakit jantung koroner yang diikuti gagal jantung.
g. Masalah hubungan pribadi
Komunikasi dengan pasangan sangat dianjurkan agar terjadi
keharmonisan dalam keluarga. Seorang wanita perlu
mendiskusikan erubahan yang sedang dialami dengan pasangan.
Dengan komunikasi diharapkan mendapatkan solusi yang tepat dari
pasangan sehingga pasangan dapat menyesuaikan diri selama
berhubungan intim.
h. Masalah psikologis
Menurunnya kemampuan berpikir dan ingatan sehingga
menimbulkan penyakit pikun atau Alzhaimer. Gangguan emosi
berupa rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau
cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat
emosional dan spontan, merasa tertekan dan sedih tanpa diketahui
sebabnya. Rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan
sendiri.
i. Efek samping terapi medikamentosa
Masa klimakterium merupakan masa yang rawan bagi wanita.
Karena sering timbul berbagai penyakit sehingga mengkonsumsi
obat-obatan yang dapat mempengaruhi sistem metabolisme tubuh.
j. Perubahan hormon
Secara menyeluruh sistem hormonal sudah menurun fungsinya
sehingga mempengaruhi metabolisme tubuh yang juga cenderung
menurun. Oleh karena itu diperlukan perhatian terhadap pola
makan yang sebaiknya menjurus kearah vegetarian .
k. Rasa tidak enak akibat perubahan fisik yang terjadi selama
menopause.
Gangguan hubungan suami istri seringkali menjadi kambuh
akibat adanya perubahan-perubahan selama menopause. Gangguan
hubungan ini memerlukan penanganan dari seorang ahli seksologi.
Bila masalahnya terletak pada faktor hormonal maka pemberian
estrogen akan dapat dengan mudah menyelesaikan masalah yang
terjadi. Tidak ada kaitan langsung antara kadar estrogen dengan
gairah seksual. Masalah yang utama adalah akibat keringnya
vagina dan rasa nyeri saat hubungan seksual. Kadar hormon,
derajat kesehatan umum dan perubahan sosial sehubungan dengan
usia serta efek mental dan emosional bekerja sama dalam
perubahan seksual selama menopause. Menurunnya kadar
testosteron diduga berperan dalam penurunan gairah seksual. Hal
ini masih belum terbukti secara ilmiah. Hormon estrogen terdapat
dalam bentuk pil atau injeksi serta krim. Namun dalam
penggunaannya perlu diingat adanya efek samping.
l. Peningkatan keintiman
Perubahan yang terjadi pada usia pertengahan
memungkinkan untuk melakukan eksplorasi pengalaman seksual
22 yang baru dan berbeda. Permainan pendahuluan yang lebih lama
akan dapat meningkatakan kesiapan seksual pada wanita.
Memusatkan perhatian pada sensualitas, keintiman dan komunikasi
dapat memperbaiki hubungan seksual. Terdapat berbagai cara
untuk memperlihatkan perasaan cinta anda selain hanya sekedar
sanggama, banyak cara untuk menunjukan cinta sebelum
melakukan hubungan intim :
1) Pelukan, belaian dan ciuman
2) Sentuhan, mengusap, memijat , “sensual baths”
3) Rangsangan manual
4) Oral sex
Hubungan seksual pasca menopause dapat benar-benar
memuaskan bila anda mampu untuk melakukan adaptasi perubahan
yang terjadi.
7. Penentu kecepatan atau keterlambatan wanita mengalami
menopause
Selain faktor gaya hidup dan genetik yang menentukan cepat atau
lambatnya menopause, faktor lainnya adalah:
a. Sejarah keluarga.
Masa menopause seorang wanita cenderung di usia yang sama, saat
ibu atau saudara perempuan lainnya mengalami menopause. Tapi
pernyataan ini masih dapat diperdebatkan.
b. Tidak pernah melahirkan.
Beberapa penelitian menunjukkan, wanita yang belum atau tidak
pernah melahirkan, akan mengalami menopause lebih awal.
c. Kondisi jantung.
Sakit jantung sering dikaitkan dengan menopause dini,
diperkirakan berkaitan dengan meningkatnya kadar kolesterol dan
tekanan darah tinggi.
d. Terapi kanker masa kecil.
Terapi kanker di usia anak-anak, seperti kemoterapi dan
radiasi pelvic juga dikaitkan dengan menopuse dini.
e. Histerektomi.
Pengangkatan rahim biasanya tidak berakibat menopause dini,
meski ovarium tetap akan melepas sel telur. Hanya saja, operasi
ini biasanya akan mempercepat datangnya menopause.
8. Diagnosa
Perimenopause umumnya berlangsung secara bertahap, meski tidak
ada alat atau tes yang bisa mendeteksi perimenopause. Dokter hanya akan
memberi beberapa pertanyaan, sebelum menyimpulkan apa yang tengah
Anda alami. Tes yang mungkin dilakukan, salah satunya pemeriksaan
kadar hormon.
Dengan memonitor siklus menstruasi dan mengamati gejala
perubahan tubuh selama beberapa waktu, Anda akan dapat memahami dan
berkonsultasi dengan dokter.
Prof. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And mengatakan Salah satu
faktor yang berpengaruh pada proses penuaan ialah gaya hidup. Orang
yang menerapkan gaya hidup sehat cenderung mengalami keadaan fungsi
tubuh yang lebih baik dibandingkan orang yang gaya hidupnya tidak sehat,
termasuk juga fungsi seksual.
Dengan demikian, usia lanjut atau lebih muda tidak selalu
menentukan bagi fungsi seksual. Artinya, mungkin saja orang yang
berusia lebih muda fungsi organnya lebih buruk dibandingkan yang
berusia lebih tua, bila gaya hidupnya tidak sehat.
Kalau fungsi seksual Anda yang berusia lanjut ternyata baik, itu
patut disyukuri. Pada masa kini, dengan berkembangnya iptek di bidang
kedokteran, usia tidak selalu mencerminkan fungsi organ tubuh, termasuk
fungsi seksual.
9. Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat
dilakukan di tingkat pelayanan dasar :
a. Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher
rahim untuk melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet,
keputihan, pertumbuhan abnormal sepertu benjolan dan radang.
b. Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat
adanya tanda radang atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya
kanker pada saluran reproduksi. Dengan demikian pengobatan
terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
c. Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar
hormone estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor
payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormone
pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause.
d. Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-
gen
e. Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause
digantikan dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen
yang cukup seperti kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan
semanggi merah
f. Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
g. Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak,
kopi dan alkohol
B. MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI PADA PRIA USIA
LANJUT

1. ANDROPAUSE
Kata andropause dibentuk dengan menggabungkan dua kata
Yunani yaitu Andras dalam bahasa Yunani yang berarti manusia laki-
laki, Jeda dalam bahasa Yunani berarti penghentian. Andropause
adalah suatu kondisi yang timbul pada saat maskulinitas menurun,
oleh karena itu andropause adalah sindrom dimana perubahan yang
menyertai penuaan terkait dengan tanda-tanda dan gejala defisiensi
androgen pada pria yang lebih tua (usia> 50 tahun). Tanda dan gejala
yang disertai dengan tingkat serum testosterone yang rendah
(Balasubramanian et al., 2012).
Andropause juga disebut oleh beberapa ahli sebagai Androgen
Deficiency in the Aging Male (ADAM), Artial Androgen Deficiency
in the Aging Male (PADAM) atau Aging-Associated Androgen
Deficiency (AAAD). Istilah menopause pria tidak pantas karena tidak
ada gangguan atau penghentian menstruasi, dan viropause tidak akurat
karena tidak ada kehilangan virilisasi (Matsumoto et al., 2002; Morley
et al., 2003).
Andropause mengacu pada sindrom endokrin, somatik, dan
perubahan psikis yang terjadi pada laki-laki normal dengan penuaan.
Istilah ini menekankan sifat multidimensi perubahan yang berkaitan
dengan usia, termasuk penurunan hormon lain seperti hormon
pertumbuhan (GH), Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1),
Dehydroepiandrosterone (DHEA), dan melatonin, tetapi tidak
berhubungan aspek sindrom penuaan laki-laki secara khusus dengan
tingkat androgen.
Istilah andropause tidak sepenuhnya akurat karena sekresi
androgen tidak berhenti sama sekali. Andropause merupakan satu-
satunya istilah yang berhubungan dengan sindrom perubahan
fisiologis yang berkaitan dengan usia dengan penurunan bertahap dan
progresif di tingkat testosteron yang terjadi dengan penuaan,
andropause saat ini digunakan para ahli untuk mempertahankan
beberapa analogi dengan menopause pada wanita (Matsumoto et al.,
2002).
Penurunan hormon androgen pada pria andropause
mengakibatkan keluhan baik secara fisik maupun psikis sebab
androgen memainkan peran penting dalam pengembangan dan
pemeliharaan fungsi reproduksi dan seksual laki-laki. Rendahnya
tingkat sirkulasi androgen dapat menyebabkan gangguan pada
perkembangan seksual laki-laki, menghasilkan kelainan bawaan pada
saluran reproduksi laki-laki. Rendahnya kadar androgen juga
menyebabkan kesuburan berkurang, disfungsi seksual, penurunan
pembentukan otot dan mineralisasi tulang, gangguan metabolisme
lemak, dan disfungsi kognitif. Kadar testosteron menurun sebagai
proses penuaan. Gejala dan keluhan akibat penurunan hormon
testosteron pada pria dapat memperoleh manfaat dari terapi testosteron
(Nieschlag et al., 2010).
2. PATOFISIOLOGI

Produksi testosteron pada pria dikendalikan oleh

hipotalamus - hipofisis - gonad (HPG) axis. Gonadotropin-

releasing hormone (GnRH) disekresikan dari hipotalamus,

sehingga merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan hormone

luteinizing (LH), yang bekerja pada sel-sel testis Leydig untuk

memproduksi testosteron (Tunuguntla, 2005).

Sembilan puluh delapan persen dari testosteron dalam


plasma terikat dengan protein, 65 % dengan sex hormone binding
globulin ( SHBG ) dan 33 % dengan albumin, hanya terdapat 2 %
testosteron bebas dalam serum. Bentuk non SHBG terikat
testosteron bersama dengan testosteron bebas, merupakan fraksi
aktif biologis testosteron. Hipotalamus-Pituitari-Gonad (HPG)
merupakan sumbu kompleks dan berinteraksi dengan sejumlah
sistem endokrin lainnya, produksi hormon juga dipengaruhi oleh
penuaan. Sejumlah hormon mengalami penurunan akibat dari
proses penuaan, seperti halnya hormon androgenik
(dehydroepiandrosterone dan sulfatnya) yang dilepaskan dari
kelenjar adrenal. Hormon melatonin yang disekresikan dari pineal
juga berkurang jumlahnya dengan adanya penuaan, dimana hormon
ini bertanggung jawab untuk gangguan tidur dan biorhythms. Level
growth hormone juga mengalami penurunan dengan adanya proses
penuaan sehingga menurunkan massa dan kekuatan otot, hal ini
terlihat juga pada pria dengan keadan hipogonadisme (Leifke et al.,
2000).

Kadar hormon estrogen dan kortikosteroid pada pria tidak


tampak signifikan berubah pada saat proses penuaan. Penelitian
terbaru membuktikan bahwa hormon yang diproduksi oleh adiposit,
leptin dapat berperan dengan androgen dalam mempertahankan
massa tubuh. Menurunnya tingkat testosteron total terlihat pada pria
hanya dalam dekade keenam kehidupan. Pengurangan kadar
testosteron bebas terjadi sebelumnya (1 % penurunan per tahun
antara usia 40 tahun dan 70 tahun ). Penurunan ini disebabkan oleh
konsentrasi SHBG meningkat pada tingkat 1,2 % pertahun.

Fraksi testosteron bebas menurun secara proporsional seiring


dengan peningkatan jumlah situs testosteron mengikat SHBG.
Penuaan berimbas pula pada fungsi sel Leydig dan menunkan
sensitivitas HPG axis. Sekitar 7% pria diantara 40-60 tahun, 20 %
pada pria antara usia 60-80 tahun, dan 35 % lebih dari 80 tahun
memiliki konsentrasi total testosterone rendah, dibawah tingkat
normal 350 ng/dL (Tunuguntla, 2005)
Gambar : Perbandingan testosteron dalam sirkulasi pada
pria muda dan tua (Sumber : Morley et al., 2003)

3. Fisiologi Penurunan Hormon Testosteron


Testosteron merupakan hormon seks steroid pria (androgen) yang
terpenting, yang terbentuk dari kolesterol. Testosteron disekresikan oleh
sel-sel interstitial Leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa
hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen,
termasuk testosteron, dehidrotestosteron dan androstenedion.
Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat
dianggap sebagai hormon testiskuler yang terpenting, walaupun
sebagaian besar testosteron diubah menjadi hormon dehidrotestosteron
yang lebih aktif pada jaringan target.
Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus
diubah terlebih dulu menjadi dehidrotestosteron pada sel-sel target.
Androgen pada umumnya (testosteron, dehidrotestosteron,
androstenedion, 17-ketosteroid) sangat dibutuhkan untuk perkembangan
sifat-sifat seks primer maupun sekunder (maskulinitas) pada laki-laki.
Testosteron sebagian besar (95%), disekresikan oleh sel-sel Sertoli di
dalam jaringan testis yang berada di antara jaringan-jaringan interstitial
yang hanya merupakan sekitar 5% dari seluruh jaringan testis.
Testosteron sisanya diproduksi oleh kelenjar adrenal. Disamping
hormon-hormon steroid yang disebutkan, testis masih memproduksi
androgen yang kurang poten (bersifat androgen lemah) seperti DHEA
dan androstendion (Gerhard et al,. 2010).
Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, masih juga
mensekresikan (dalam jumlah yang sangat kecil) estron, pregnenolon,
progesteron, 17-alfa-hidroksi progesteron. Perlu diingat bahwa tidak
semua dehidrotestosteron dan estradiol disekresikan oleh sel-sel Leydig
dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid dapat juga dibentuk oleh
prekursor androgen dan estrogen pada jaringan perifer lainnya, seperti
kelenjar adrenalin bahkan 80% dari hormon steroid tadi yang dapat
ditemukan dalam peredaran darah berasal dari prekursor androgen (Rolf
et al,. 2010).
Androgen dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam
bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein (binding protein).
Hanya sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat
dalam bentuk yang bebas sebagai free testosterone. Free testosterone
hanya dapat ditemukan sekitar 2% saja. Sekitar testosteron terikat pada
protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat pada globulin
(SHBG) sex hormone binding globulin. Ikatan itu terkadang juga
ditemukan sebagai testosterone-estradiol-binding-globulin. Dengan
ikatan-ikatan seperti itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat
memasuki sel-sel targetnya dan memberikan efek fisiologiknya (Rolf et
al,. 2010).
Pada sel-sel target testosteron pada umumnya akan diubah menjadi
dehidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron
akan diubah menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi
androsteron, epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit
tersebut setelah berkonjugasi dengan glucuronic acid akan dikeluarkan
melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam penentuan kadar 17-
ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 2030%
ketosteroid urin itu berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya
berasal dari metabolit hormon steroid adrenalis dan lainnya. Dengan
demikian penentun kadar 17ketosteroid, urin tidak dapat mewakili atau
dijadikan pedoman untuk menentukan kadar steroid dari testis (Rolf et
al,. 2010).
Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl.
Sedangkan kadar testosteron pada pria dewasa adalah sebagai berikut:
free testosterone sebesar 0,47 – 2,44 ng/dl atau 1,6% -2,9%. Kadar
hormon pada pria dianggap andropause apabila dibawah 200 ng/dl (7
nmol/l), kadar maksimal hormon testosteron pada pria andropause (usia
> 50 tahun) diatas 720 ng/dl atau < 0,23 nmol/l untuk kadar free
testosterone (Rosner et al., 2007). Kadar hormon testosteron pada pria
Indonesia untuk testosteron bebas pada usia 40-59 tahun sebesar 7.2-23
pg/ml, pada usia 60-80 tahun sebesar 5.6-19 pg/ml. Nilai total
testosterone pada pria Indonesia sebesar 280-800 ng/dl. Pria pada usia
45-59 tahun mulai merasakan gejala dan keluhan andropause pada
tingkat rata-rata testosterone bebas sebesar 10.97 pg/ml dan kadar
testosterone total sebesar 461.61 ng/dl. Pria pada usia 60-70 tahun
merasakan gejala dan keluhan andropause pada level testosterone bebas
sebesar 10.10 pg/ml serta kadar testosteron total sebesar 493.99 ng/dl
(Pangkahila, 2009).
Testosteron total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin, 38%
testosteron terikat albumin, dan 2% testosteron bebas. Komponen aktif
dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas
yang kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan
aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan 5α reduktase). Free
androgen index (FAI) menunjukan hubungan antara konsentrasi
testosteron dengan protein pengikat androgen (Rolf et al,. 2010).
4. ETIOLOGI
Meskipun demikian dapat diperkirakan beberapa penyebab
penting antara lain :
a. Faktor Lingkungan
Dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak
langsung sebagai penyebab yang bersifat organik maupun
psikogenik. Bisa bersifat pencemaran lingkungan yang fisik
maupun psikis. Faktor lingkungan yang bersifat Fisik misalnya :
pemakaian bahan kimia yang bersifat estrogenik, biasa dipakai
dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga. Yang bersifat
psikis antara lain suasana lingkungan, kebisingan dan perasaan
aman. Kedua faktor lingkungan diatas dapat menimbulkan stress
fisik dan psikis yang dapat menimbulkan perubahan tekanan darah
dan jantung serta organ tubuh lainnya.
b. Faktor Organik (Perubahan hormonal)
Terjadinya perubahan hormonal, yaitu penurunan kadar
hormon testosteron dan lain-lainnya. Dengan terjadinya penurunan
kadar testosteron maka semua metabolisme yang berkaitan dengan
testosteron akan terpengaruh antara lain otot, tulang, susunan saraf
pusat, prostat, sumsum tulang dan fungsi seksual.
Perubahan-perubahan ini dapat diperlambat dengan berbagai
cara seperti mengatur pola hidup dan pola diet. Yang perlu diingat
dan diperhatikan adalah menghindari pemakaian jamu-jamu kuat,
obat-obatan perangsang, hormon yang banyak diiklankan. Karena
pemakaian produk ini pada gilirannya justru akan memberikan efek
umpan balik pada otak sehingga produksi hormon endogen akan
makin cepat berkurang atau bahkan berhenti.
c. Faktor Psikogenik
Faktor psikogenik yang sering dianggap dapat menstimulasi
timbulnya keluhan andropause antara lain adalah:
1) Tujuan hidup yang tidak realistik atau terlalu tinggi untuk
dicapai
2) Pensiun (sering disebut sebagai post power syndrome.
3) Penolakan terhadap kemunduran
4) Stress tubuh
5. GEJALA-GEJALA ANDROPOUSE
Penurunan kadar testosteron pada akhirnya akan terjadi pada
semua pria, dan belum ada cara untuk menduga siapakah yang akan
mengalami gejala-gejala andropause cukup parah sehingga perlu
bantuan. Juga tidak dapat diduga pada usia berapakah gejala-gejala
tersebut akan muncul pada individu tertentu. Gejala-gejala yang dialami
setiap pria dapat berbeda-beda.

Beberapa gejala-gejala khas andropause adalah:

a. Penurunan libido (gairah seksual) dan impotensi (gagal ereksi)


b. Perubahan suasana hati (mood ), disertai penurunan aktivitas
intelektual, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung.
c. Menurunnya kekuatan otot dan massa otot
d. Lemah dan kurang energi
e. Perubahan emosional, psikologis dan perilaku (misalnya depresi)
f. Berkeringat dan gejolak panas di sekitar leher (hot flash ), yang
terjadi secara bertahap
g. Pengecilan organ-organ seks dan kerontokan rambut di sekitar
daerah kelamin dan ketiak
h. Peningkatan lemak di daerah perut dan atas tubuh
i. Osteoporosis (keropos tulang) dan nyeri punggung
j. Risiko penyakit jantung

Ada beberapa tingkah laku yang khas pada pria yang mulai
mengalami andropause dapat dibagi sebagai berikut :
a. Berusaha berpenampilan muda (puber ke dua)
b. Takut akan kesehatannya
c. Pencegahan atau pengobatan berlebihan
d. Petualangan seksual.
6. PEMERIKSAAN
Dahulu andropause sering kurang terdiagnosis karena gejala-
gejalanya tidak jelas dan beragam antara satu pria dengan pria lain.
Bahkan, beberapa pria sulit untuk mengakui bahwa mereka mengalami
masalah. Sering para dokter tidak menduga kadar testosteron yang
rendah sebagai penyebab masalah, sehingga faktor-faktor ini sering
mengarahkan dokter untuk mengambil kesimpulan bahwa gejala-gejala
itu berhubungan dengan keadaan penyakit lain (misalnya depresi) atau
hanya berhubungan dengan penuaan, sehingga sering mendorong pasien
untuk menerima kenyataan bahwa mereka tidak muda lagi. Kini,
penentuan diagnosis lebih mudah dilakukan dengan cara peneraan
hormon steroid seks untuk memastikan gejala-gejala andropause.
Pemeriksaan itu mencakup:
a. mengukur kadar testosteron bebas dalam darah, atau
b. menghitung indeks androgen bebas (free androgen index, FAI) =
total testosteron x 100/SHBG

Kadar normal androgen Rata-rata Rentang

Testosteron bebas (pria) 700 ng/dL 300 – 1100 ng/dL

Testosteron bebas
40 ng/dL 15 – 70 ng/dL
(wanita)

70 – 100 %< 50% muncul gejala


Indeks androgen bebas
andropause

7. Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi andropause adalah
pemberian hormon testosteron, yang lebih dikenal sebagai pengobatan sulih
hormon (hormone replacement therapy, HRT) dengan testosteron. Seperti
halnya pengobatan sulih hormon estrogen pada wanita menopause, sulih
hormon testosteron pada pria andropause juga efektif dan bermanfaat, serta
tidak menimbulkan rasa sakit. Namun pengobatan ini tidak diberikan
kepada semua pria, karena pada pria dengan gejala-gejala andropause,
mungkin juga mengidap masalah kesehatan lain yang dapat menimbulkan
gejala-gejala tersebut. Terdapat beberapa keadaan yang tidak mengizinkan
pria andropause diberikan pengobatan sulih hormon, yaitu:

a. Kanker payudara (pada pria)


b. Kanker prostat

Pada beberapa kasus lain, pengobatan sulih hormon ini bahkan mungkin
tidak tepat. Bilamana terdapat keadaan berikut ini, pengobatan sulih
hormon testosteron perlu dipertimbangkan apakah akan menjadi pilihan
terbaik.

a. Penyakit hati
b. Penyakit jantung atau pembuluh darah
c. Edema (pembengkakan muka, tangan, kaki, telapak kaki)
d. Pembesaran prostat
e. Penyakit ginjal
f. Diabetes mellitus (penyakit gula, kencing manis)

Guna menentukan rencana pengobatan yang terbaik untuk Anda,


dokter perlu diberitahukan apakah Anda:

a. Pernah alergi terhadap androgen atau steroid anabolik


b. Berencana memiliki anak lagi, karena dosis tinggi androgen dapat
menyebabkan infertilitas.
c. Menderita penyakit yang menyebabkan terpaksa di tempat tidur terus.
d. Sedang meminum obat lainnya, terutama antikoagulasi (peluruh darah).
Pengobatan sulih hormon testosteron dapat berupa pil atau kapsul
yang diminum, suntikan, implan (susuk dalam tubuh), krim
dan patch(tempelan di kulit). Sebelum pemberian obat, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti kadar hormon
masing-masing dalam tubuh, agar dokter dapat menentukan jenis
pengobatan hormonal yang dibutuhkan, berikut dosisnya. Selama
pengobatan, peran dokter sangat besar, karena pengobatan hormon sangat
mungkin menimbulkan penyulit (komplikasi) yang merepotkan. Oleh
karena itu, selama pengobatan periksa ke dokter secara teratur diperlukan
untuk memantau perkembangan dan kesehatan Anda secara keseluruhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengobatan sulih
hormon testosteron:

a. Pemeriksaan fisik lengkap. Pria usia lanjut harus mempunyai indikasi


jelas untuk diberikan testosteron.
b. Pemeriksaan laboratorium untuk profil lemak darah, hemoglobin, dan
kadar hormon.
c. Penderita hipogonadisme yang diduga disebabkan oleh kelainan pada
hipofisis/hipotalamus harus diperiksa menyeluruh.
d. Pemeriksaan fungsi hati.
e. Pemeriksaan colok dubur dan antigen spesifik-prostat (prostate
specific antigen , PSA).
f. Penderita dengan gejala gangguan saluran kemih bawah tidak boleh
diberikan pengobatan sulih hormon testosteron
g. Kanker prostat merupakan kontraindikasi mutlak untuk pemberian
testosteron.
h. Pemberian testosteron dianjurkan dalam bentuk ester injeksi, oral, atau
tempelan di kulit.
i. Respons klinis merupakan petunjuk terbaik untuk menentukan dosis
yang dibutuhkan.

8. Manfaat pengobatan sulih hormon testosteron


Pengobatan ini bermanfaat untuk mengatasi gangguan fisik
andropause akibat berkurangnya libido dan kemampuan ereksi. Dari
beberapa kajian klinis pada pria dengan kadar testosteron rendah telah
dilaporkan adanya tanggapan positif terhadap testosteron, yaitu;
a. Emosi dan rasa penghargaan diri membaik
b. Energi secara fisik dan mental meningkat
c. Kemarahan, mudah tersinggung, kesedihan, kelelahan dan rasa
gugup berkurang
d. Kualitas tidur membaik
e. Libido dan kemampuan seksual meningkat
f. Massa tubuh meningkat, dan lemak berkurang
g. Kekuatan otot bertambah (genggaman tangan, ekstremitas atas
dan bawah)
h. Penurunan risiko penyakit jantung
Dengan pemberian testosteron diperoleh perubahan-perubahan
berikut: perilaku membaik, harga diri dan percaya diri kembali, energi
meningkat baik di rumah maupun di lingkungan sosial. Banyak pria yang
merasa lebih kuat, selain itu terjadi peningkatan pada emosi, konsentrasi,
pengenalan, libido, kegiatan seksual, dan secara keseluruhan merasa baik.
Pengaruh ini biasanya dirasakan dalam kurun 3-6 minggu. Manfaat
lainnya adalah menjaga atau meningkatkan densitas tulang, meningkatkan
komposisi tubuh, massa dan kekuatan otot, serta meningkatkan daya
penglihatan-ruang
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara biologi penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi
sel, jaringan, serta sistem organ.

Perubahan fisiologis akibat menopause/andropause


kadang-kadang mengganggu aktivitas dan gairah seksual pada
sejumlah lansia pria dan wanita. Perubahan yang terjadi
mengakibatkan kegiatan seksual menjadi kurang mengenakkan dan
kurang menyenangkan.

Pelayanan Kesehatan Reproduksi Lansia dilaksanakan


sebagai bagian dari jenjang perawatan kesehatan primer yang
antara lain juga mencakup: KIE dan konseling tentang kesehatan
seksualitas dan reproduksi sesuai umur, dan pengobatan infeksi
organ reproduksi, yakni penyakit yang ditularkan secara seksual,
termasuk penyakit HIV/AIDS dan kanker alat reproduksi.

B. SARAN

Permasalahan pada masa lansia atau yang menjelang masa


menopause sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan keluarga
sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat
pelayanan kesehatan. Pengetahuan tentang permasalahan seksual
pada wanita maupun pria yang menjelang perimenopause baik pria
maupun wanita perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya
kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan
masyarakat untuk mengatasi masalah ini agar mereka
mendapatkan kehidupan yang layak, dan harmonis sebagai
manusia dan warga negara seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan


Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya
2. Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta
3. “Reproduksi lansia” di akses pada 3 April 2018 dari
https://www.scribd.com/doc/240331999/Makalah-Gerontik-
Reproduksi-Lansia
4. “Kesehatan reproduksi pada lansia” di akses pada 3 April 2018 dari
http://dhinyeaster.blogspot.co.id/2013/12/masalah-kesehatan-
reproduksi-pada-lansia.html
5. "Kesehatan reproduksi lansia” di akses pada 4 April 2018 dari
https://kesehatanreproduksiku.wordpress.com/2014/05/25/kesehatan-
reproduksi-pada-lansia/
6. “makalah lansia “ di akses pade 4 april 2018 dari
http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/12/lanjut-usia-
lansia.html#.WsfSbasfOe1

Anda mungkin juga menyukai