Oleh:
Andriessanto C. Lengkong
Pembimbing :
Dr. Henry Yurianto, M.Phil,Ph.D,Sp.OT (K)
Dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D,Sp.OT (K)
dr. Karya Triko Biakto Sp.OT (K)
Dr.dr. Burhanuddin Bahar, MS
Abstrak
Pendahuluan
Nonunion fraktur pada diafisis femur setelah dilakukan plating adalah masalah
yang masih sering dijumpai. Penanganan kasus ini masih kontroversi, Terdapat
berbagai metode penanganan nonunion dengan broken implant, dimana salah satu
prosedur adalah konversi ke reaming intramedullary nailing. Bervariasinya hasil
yang pernah dilaporkan sebelumnya sehingga penelitian ini dilakukan.
Metode
Penelitian ini adalah cross sectional retrospektif analisis dengan jumlah pasien 22
orang yang menjalani operasi prosedur pengangkatan implant sebelum dikonversi
ke reaming intramedullary locking nail dengan atau tanpa autogenous iliac bone
graft. Proses penyembuhan tulang kemudian dinilai secara radiologis dengan
serial x-ray menggunakan metode Callus Index. Data yang ada dianalisis statistik
dengan non-parametrik tes
Hasil
Konversi ke reaming intramedullary solid nail pada kasus hipertrofi dan atrofi
nonunion plate and screw memberikan hasil union rate 95% serta minimal
komplikasi. Dari 22 pasien, 1 pasien didapati nonunion dan 2 didapati delayed
union. Tidak ada perbedaan waktu healing yang signifikan antara pasien yang di
bone graft dan tidak. Lokasi fraktur pada proximal-third mempengaruhi waktu
penyembuhan tulang. Tidak ada komplikasi yang bermakna.
Diskusi
Rekonstruksi nonunion dengan reaming solid nail pada hipertrofi dan atrofi
nonunion menghasilkan solid union. Dan juga dengan atau tanpa bone graft tetap
menghasilkan solid union dalam waktu yang sama
Abstract
Introduction
Nonunited fracture shaft of femur after plate fixation is a common problem.
Management of this problem is still controversial. There are many methods for
treating femoral shaft aseptic nonunions with broken implant which conversion to
reaming intramedullary solid nail is one of the procedure. However, the reported
success rate varies. Therefore, this study was done
Method
This study is a cross sectional retrospective case analysis presenting 22 patients
who underwent operation procedure, managed by removal of the hardware, and
convert to reaming solid intramedullary locking nail with or without autogenous
iliac bone graft. Bone healing process were assessed by serial x-ray using the
Callus Index method.
Results
Conversion to reaming intramedullary solid nailing after nonunion with broken
implant gives union rate 95%. Among 22 patients, 1 patient persisted nonunion
and 2 patients experience delayed union. There was no significant difference in
time to solid union between patients with or without iliac autogenous bone graft.
Proximal third nonunion affect the time to solid union. No major complications
were noted.
Discussion
Nonunion reconstruction using reaming solid nail of both types nonunion gives a
solid union. Solid union achieve with or without bone graft
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN 1
DAN HIPOTESIS 4
DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 47
v
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
dengan plate and screw merupakan masalah yang sering kita jumpai di negara
nail. Sedangkan apabila fiksasi menggunakan plate persentasi non union sekitar
8% - 19%.(5-8) Di negara kita fiksasi fraktur menggunakan plate lebih murah dan
Penanganan dari nonunion fraktur setelah fiksasi dengan plate and screw
ada banyak pilihan, dapat dilakukan revisi ulang dengan menggunakan plate,(9)
setelah difiksasi dengan plate and screw, namum sampai saat ini belum pernah
1
2
efektifitas prosedur ini sebagai pilihan untuk menangani nonunion femur dengan
implant failure.
implant plate and screw yang selama ini telah dilakukan oleh bagian Ortopedi dan
tidak jarang dijumpai oleh seorang orthopaedic surgeon terutama kita yang berada
di Indonesia. Karena penggunaan fiksasi dengan plate and screw pada long bone
lebih terjangkau dan relative lebih banyak tersedia dibanding fiksasi dengan
implant failure pada fiksasi dengan plate and screw adalah 8% - 19%.(5-8) Seiring
distraksi dan separasi fragmen fraktur, interposisi jaringan lunak, trauma berat
yang melibatkan kerusakan soft tissue luas, kurangnya aliran darah disekitar
fraktur. Status klinis yang dimaksud adalah faktor usia, status nutrisi, merokok,
vaskular perifer).(5)
site dimana pada prosedur reaming menghasilkan sel-sel tulang viable yang berisi
4
5
Faktor lokal adalah yang berhubungan secara langsung dengan fraktur, yaitu pola
fraktur tersebut, kerusakan soft tissue yang ada. Faktor sistemik adalah yang
berhubungan dengan pasien, yaitu kondisi gizi, usia, dan penyakit penyerta seperti
menggunakan skala Maximum Callus Index . Skala ini menilai pembentukan kalus
Sistim vaskuler pada tulang dapat dibagi dalam pembuluh darah afferent,
pembuluh darah efferent, dan jaringan mikrovaskuler. Komponen ketiga unit ini
adalah :(18)
Epiphyseal arteries
Metaphyseal arteries
Nutrient Artery
Periosteal Arteries
Jaringan Mikrovaskuler
Medullary sinusoids
Cortical capillaries
Periosteal capillaries
6
Collecting sinuses
Epiphyseal veins
Metaphyseal veins
Nutrient veins
Periosteal veins
Tidak ada komponen dari semua unit diatas yang berdiri sendiri, semuanya
Tipikal sirkulasi pembuluh darah pada diafisis tulang panjang dapat dilihat
pada ilustrasi Gambar 1. Pada korteks tulang, suplai utama pembuluh darah adalah
nutrient artery. Pada medulla tulang, nutrient artery dibagi menjadi ascending dan
kerusakan pada nutrient artery, dan cukup banyak kerusakan pembuluh darah pada
tulang jika ada disertai dengan kerusakan luas soft tissue. Fiksasi implant pada
seperti penggunaan eksternal fiksasi, plate and screw, dan intramedullary nailing,
jelas bahwa dari susunan anatomi yang kompleks pembuluh darah pada tulang
2.3 NONUNION
Fraktur yang nonunion menjadi tantangan dan masalah penting bagi ahli
Akan tetapi, beberapa fraktur gagal untuk sembuh dan menjadi nonunion,
yang mana meningkatkan morbiditas dan memberikan limitasi fungsi pada pasien.
8
Ada empat elemen penting yang menjadi syarat terjadinya penyembuhan tulang :
fisik, termasuk nyeri dan masih adanya gerakan pada sisi yang fraktur dengan hasil
Di literatur tidak ada definisi yang jelas mengenai nonunion, tapi secara
luas definisi nonunion adalah kegagalan suatu fraktur untuk sembuh dalam jangka
melalui jenis fraktur, host dan faktor teknis operasi. Ini meliputi kerusakan
sistemik.(25)
cukup tetapi tidak cukup stabil sehingga mengakibatkan formasi kalus yang
berlebihan tetapi tetap adanya gap pada fraktur. Karena hipertrofik nonunion
terdapat vaskularisasi yang cukup maka hanya dibutuhkan stabilisasi yang adekuat
untuk mencapai penyembuhan tulang. Pada atrofi nonunion, terjadi kegagalan oleh
kalus. (26)
Pada teknik operasi ini, dibawah spinal atau general anesthesia, prosedur
mengikuti insisi lama, sampai terlihat nonunion site dan dilakukan pengangkatan
nonunion site dibersihkan dari fibrous tissue dan dilakukan freshening jaringan
fragmen fraktur sampai diameter terbesar lebih 1mm-2mm, lebih besar dari nail
bone graft atau tidak. Prosedur reaming intramedulla sendiri menghasilkan sel-sel
dapat digunakan pada fraktur terbuka grade I - III. Krettek dan kawan-kawan
melakukan evaluasi meta analisis terhadap 341 pasien fraktur terbuka tibia yang
distabilisasi dengan UTN (unreamed tibia nail), dengan hasil tingkat infeksi
10
keseluruhan grade yaitu 4% - 9%, sedangkan pada grade III mencapai 7% - 24%.
(29-30)
yang meliputi:
2. Nail harus cukup kuat untuk menahan tekanan yang disebabkan oleh kontraksi
otot, gerakan sendi, dan berat badan untuk menghindari bengkok atau
patahnya nail,
3. Nail harus memiliki elastisitas yang cukup untuk mengkompres selama proses
Reaming harus dilakukan dengan hati-hati, 1-2 mm lebih lebar dari diameter nail,
minimal stress shielding. Beban atau loading yang diberikan secara progressive
fraktur.(31)
koagulasi dan risiko infeksi pada fraktur terbuka,(32) serta peningkatan jumlah
fragmen dan elemen sumsum tulang yang terlepas yang memiliki sifat
yang terlihat pada pemeriksaan histologist potongan fracture site dan secara
11
antara nail dan femur. Nilai rata-rata antecurvature (radius kelengkungan) dari
diafisis femur orang dewasa yaitu sekitar 90,(32, 35) sehingga dibutuhkan reamer
dengan diameter yang lebih besar untuk menghilangkan ketegangan. Titik insersi
nail bentuk lurus harus ditempatkan sesuai dengan sumbu longitudianal kanalis
femoralis. Insersi pada bagian anterior dari fosa piriformis akan mengakibatkan
distorsi dari nail dan akan menyebabkan ketegangan dalam kanalis femoralis.(32)
posisi pasien terlentang atau lateral diatas meja fraktur, dengan traksi melalui pin
yang dipasang pada tibia proksimal atau distal femur, serta posisi lutut ditekuk 60°
dan rotasi internal 10°-15°. Posisi terlentang dilakukan pada pasien dengan
multiple trauma, terutama bila disertai trauma paru, fraktur tulang belakang atau
pelvis yang tidak stabil, atau dimana terdapat fraktur femur pada sisi kontra
(32, 35)
lateral. Kelemahan metode ini yaitu keterbatasan titik insersi di fosa
fraktur sepertiga proksimal shaft femur, dan diperlukan insisi yang panjang pada
pasien obesitas. Sedangkan untuk posisi lateral, memungkinkan kita lebih mudah
12
melakukan insersi pada titik masuknya, tetapi dapat terjadi malalignment karena
rotasi.(32)
multiple pin atau screw pada fraktur neck femur, atau pada generasi kedua
kominutif spiral panjang; fraktur proksimal atau distal yang obliq atau kominutif.
(32, 35-36)
Pada fraktur transversal sepertiga tengah shaft femur tidak digunakan
static locking screw. Agar tidak terjadi malrotasi pada dinamic locking nail maka
dibutuhkan penempatan locking screw yang tepat pada fragmen yang tidak di
locking, sampai tonus dan kekuatan otot pasien kembali normal. Prosedur bone
graft tidak diperlukan meskipun terdapat fragmen kecil yang hilang saat trauma
Untuk kasus dengan floating knee, metode yang paling nyaman untuk
menstabilkan kedua fraktur melalui satu insisi yaitu dengan metode retrograde
Lubang locking screw pada solid nail terdapat 4 buah, 2 buah lubang pada
bagian proksimal dan 2 buah lubang pada bagian distal. Lubang proximal locking
screw yang berbentuk bulat berfungsi sebagai static locking screw, sedangkan 1
lubang lagi yang letaknya lebih distal berbentuk oval berfungsi sebagai dynamic
locking screw atau lubang kompresi. Lubang distal locking screw, dua-duanya
berbentu oval yang berfungsi sebagai dynamic locking screw atau lubang
kompresi.(25,26) Jarak lubang proximal locking screw yang berbentuk oval dari
dasar nail adalah sejauh 35 mm, dan jarak antara kedua lubang proximal locking
screw adalah 15 mm, sedangkan jarak distal locking screw yang letaknya lebih
distal locking screw adalah 17 mm. Solid nail ini menganjurkan untuk
menggunakan lubang proximal locking screw bentuk oval pada kasus fraktur shaft
Locking screw Solid nail merupakan screw khusus self taping dengan
dari lateral ke medial mengikuti slot pada target arm alat pemasangan nail. Pada
ujung proksimal nail terdapat dasar nail dimana bagian dalamnya berulir yang
berfungsi untuk menguhubungkan L-handle, target arm dan nail melalui locking
bolt. (25)
14
Base nail
35 mm
Static hole of proximal locking
55 mm 15 mm
screw
Dynamic hole of proximal locking screw
Anatomical 90 angle
33 mm
End of distal nail
2.3.4.1. Reduksi
Setelah insisi pada kulit dan tensor fasia lata, elevator periosteum
Bersihkan seluruh jaringan lunak dan kalus diantara fragmen fraktur. Setelah itu
untuk mereduksi.
Pertahankan posisi reduksi fraktur selama proses reaming, insersi nail, dan
secara minimal dan reduksi tertutup fracture site, namun prosedur ini memberikan
risiko terpaparnya radiasi pada pasien dan tim operasi, serta akan menambah
biaya operasi.(39-41)
Terdapat perbedaan pendapat tempat insersi nail antara fosa piriformis dan
trokanter mayor.(32, 42) Pertimbangan fossa piriformis sebagai titik insersi yaitu:
lebih dalam.
head femur jika fossa piriformis digunakan sebagai titik insersinya. (34, 42-43) Sebuah
awl lengkung digunakan untuk membuat pintu masuk ke tulang pada daerah
pertemuan antara sepertiga bagian posterior dan sepertiga tengah dari puncak
Gambar 3. Fossa piriformis berada segaris dengan kanalis femoralis dan menjadi
tempat insersi yang baik untuk nail yang lurus.
17
Diameter nail yang digunakan ditentukan oleh ukuran reamer ketika suara
“kerih” terdengar saat reamer masuk dalam kanal. Tambahkan reamer ukuran
lebih 2 mm untuk diameter nail. Panjang nail yang digunakan tergantung pada
letak fraktur. Ujung nail minimal harus berada 6 cm di bawah dari daerah fraktur.
dipasang terlebih dahulu. Hal ini memungkinkan seorang ahli bedah untuk
memutar nail sehingga slot nail dengan lubang screw berada dekat korteks femur.
Arah interlocking screw dari lateral ke medial. Arah ini akan memberikan
2.3.5. Pascaoperasi
otot quadriceps dan mobilisasi weight bearing secara progresif. Weight bearing
dapat segera dilakukan pada hari berikutnya jika fraktur stabil dan pasien tidak
nyeri. Hal ini yang membuat interlocking nail lebih unggul dibandingkan plate
and screw atau traction, sesuai dengan penelitian dari Gosselin RA dan kawan-
kawan tahun 2008 di Kamboja dimana dari 38 kasus yang dilakukan pemasangan
nail, 57% pulang dengan full wight bearing, 41% dengan partial weight bearing
dan hanya 1 kasus (2%) yang non weight bearing.(41) Delayed weight bearing
hanya dilakukan jika fraktur sangat proksimal atau distal yang beresiko
ipsilateral.(44-45)
dynamization dari static locking nail dengan mencabut screw terjauh dari fraktur,
Gambar 5. Metode
mengukur Callus Index.
Callus Index = B/A
maksimal callus index, yaitu saat kallus berada pada diameter terbesar maka
sudah tercapai solid union dan mulai akan terjadi remodelling yaitu penurunan
projeksi AP dan Lateral dilakukan pada plain film dengan mistar biasa atau
goniometer
Saat terjadi peak pada Callus Index Ratio menandakan proses healing
2.5. HIPOTHESIS
difiksasi dengan plate and screw memberikan hasil yang baik terhadap
penyembuhan tulang
BAB III
3.1.2 POPULASI
Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
mengalami nonunion pada tulang panjang anggota gerak bawah dengan fiksasi
medik pasien sebagai data sekunder dan melakukan wawancara dan pemeriksaan
21
22
Besaran sampel yang digunakan adalah semua pasien yang telah menjalani
operasi konversi ke intramedullary nail pada kasus nonunion dengan fiksasi plate
and screw
a. Kriteria inklusi
proximal third, middle third dan distal third setelah difiksasi dengan plate
and screw
b. Kriteria Ekslusi
1. Pasien yang disertai dengan fraktur tibia pada sisi yang sama
dirinya
sampai sembuh.
2. Pasien kriteria Inklusi hilang kontak (tidak datang untuk kontrol kesehatan)
b. SPSS 17
grup lokasi fraktur proximal third, middle third, distal third. Dan juga grup
3. Melakukan evaluasi penyembuhan tulang pada foto x-ray pada pasien yang
kontrol pasien setiap 6-10 minggu. Dimana pada skor ini dapat ditentukan
5. Menilai proses penyembuhan pada kedua grup, dan menilai variabel yang
grup
Identifikasi Data :
Identitas Pasien
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Laporan Operasi
Status Kontrol Poliklinik
Pemeriksaan X-RAY
1) Kriteria Subyek
2013
26
2) Kriteria Obyektif
belum sembuh dengan garis fraktur yang masih jelas, tidak terjadi bridging kalus
antara fraktur maupun tidak ada formasi kalus disekitarnya, disertai dengan
adanya tanda resorbsi pada ujung fragmen fraktur dalam waktu minimal 6 bulan
terdapat formasi kalus yang pada ujung-ujung fraktur fragmen lebih besar dari
korteks sehat, namun masih terlihat jelas garis fraktur dan belum terbentuk
bridging kalus dalam waktu minimal 6 bulan setelah dilakukan operasi plate and
screw
tidak tampaknya garis fraktur disertai dengan terbentuknya bridging kalus yang
4. Shaft femur adalah bagian diafisis tulang femur yang disini ditentukan yaitu
batas proksimal femur 5cm dibawah lesser trochanter dan batas distal diatas
daerah metafisis distal femur. Batas metafisis distal femur yaitu ukuran yang sama
kondilus femur distal. Kemudian dari batas yang didapat di proksimal dan distal,
27
jaraknya dibagi tiga untuk mendapatkan bagian femur proksimal, middle dan
distal
1) Variabel bebas
2) Variabel kontrol
3) Variabel tergantung
Data yang diperoleh, diolah dengan bantuan piranti lunak dengan metode
statistik dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik. Uji statistik yang
diafisis femur setelah difiksasi dengan plate and screw yang tercatat selama kurun
waktu bulan November 2007 hingga Mei 2013 yang dilakukan operasi konversi
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
sejumlah 6 kasus (27,3%) dengan nonunion fraktur femur proximal third, 11 kasus
(50%) dengan nonunion fraktur femur middle third dan 5 kasus (22,7%) nonunion
28
29
Pada
grafik
diatas
diperlihatkan bahwa distribusi umur pasien yang bervariasi dengan umur termuda
tahun dan tertua adalah 67 tahun dengan mean usia rata-rata 32,3 tahun
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi
sejumlah 7 kasus tipe 1, 9 kasus tipe 2 , 5 kasus tipe 3 dan 1 kasus tipe 1 sesuai
Hasil yang telah didapatkan dari data sekunder dan data primer pada
kelompok nonunion fraktur middle third femur yang telah dilakukan konversi ke
pasien kelompok nonunion fraktur distal third femur yang telah dilakukan
paling lama tercapai pada fraktur bagian proximal-third dimana rata-rata waktu
tercapai solid union pada proximal adalah 28,8 minggu, pada middle solid union
26,6 minggu dan pada distal mencapai solid union pada 23,8 minggu. Secara
33
Pada grafik diatas menunjukkan pada atrofi nonunion waktu solid union
sekitar 25,5 minggu, sedangkan pada hipertrofi nonunion sekitar 23,5 minggu.
Hipertrofi mencapai solid union lebih cepat 2 minggu, tapi secara analisis statistik
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara waktu penyembuhan tulang
Pada kasus dengan menggunakan bone graft waktu mencapai solid union
sekitar 26 minggu dan tanpa bone graft 23,3 minggu. Secara statistik tidak
No Variabel nilai P
1 Kalus Indeks - Lokasi Fraktur 0,043*
2 Kalus Indeks - Klasifkasi Fraktur 0,365
3 Kalus indeks - Tipe Nonunion 0,398
4 Kalus Indeks - Bone Graf 0,510
* Signifkan bila P <0,05
4.2. PEMBAHASAN
Nonunion fraktur pada shaft femur dengan broken implant masih sering kita
jumpai dan merupakan tantangan bagi ahli bedah ortopedi. Mengetahui kelebihan
dilakukan.
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa proses healing pada nonunion
radiologis pada 26,4 minggu. Dari analisis statistik terdapat perbedaan yang
signifikan antara proses healing pada proximal, middle dan distal. Dimana pada
delayed union serta yang lainnya waktu healing yang rata-rata lebih lama range
28-36 minggu, hal ini bertolak belakang dengan data awal dimana didapati
frekwensi nonunion setelah dilakukan plating lebih banyak pada daerah middle
third. Hal ini mungkin dikarenakan secara umum sebaran demografi dari fraktur
35
third, jadi paling banyak frekwensi fraktur didaerah middle third. Pada fraktur
middle third dan distal third rata-rata terdapat waktu healing yang hampir sama
sekitar 23-25 minggu. Pada penelitian aro et al(47). didapati lokasi fraktur tidak
mempengaruhi waktu healing dimana mean waktu tercapai healing pada ketiga
lokasi tersebut hampir sama yaitu 24 minggu. Faktor lokasi fraktur memang bisa
otot-otot pada proksimal femur lebih besar.(48) Disamping itu pada 3 pasien yang
mengalami non union (1) dan delayed union (2) pada waktu trauma akut
mengalami fraktur komunitif dengan kerusakan soft tissue disekitarnya, hal ini
yang menjadi penyebab nonunion tersebut selain dari faktor host sendiri yaitu
terdapat riwayat merokok Untuk pasien yang tidak union dan delayed union,
healing dimana pada fraktur dengan pola stabil transverse lebih cepat (solid union
24 minggu) terbentuk kalus dibanding dengan yang oblique unstable (solid union
winquist-hansen. Solid union tercapai pada rata-rata 24,7 minggu pada keempat
jenis klasifikasi fraktur. Pada studi aro et al diatas dilakukan pada kelompok
fraktur femur yang akut, jadi pada rekonstruksi pasca nonunion fraktur didapatkan
klasifikasi jenis pola fraktur tidak berpengaruh terhadap waktu mencapai solid
union.
36
hipertrofi dan atrofi. Hipertrofi nonunion mempunyai potensi healing yang baik
namun terjadinya nonunion karena fiksasi yang tidak baik atau kehilangan
karena fiksasi yang tidak baik tapi juga karena kurangnya potensi osteogenik pada
daerah fraktur tersebut.(49) Secara literatur demikian, namun pada penelitian ini
didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara bone healing pada
hipertrofi nonunion dan atrofi nonunion, keduanya mencapai mean rata-rata solid
union pada 26,8 minggu. Sesuai penelitian yang ada oleh Naeem-ur-Razaq et
al(48) mendapatkan hasil yang sama dengan literatur yaitu hipertrofi lebih baik
Hal ini sesuai dengan penelitian ini dapatkan healing rate 95%.
Pada rekonstruksi pasca nonunion plating hasil penelitian ini mendapatkan
hasil yang sama antara rekonstruksi menggunakan bone graft atau tanpa bone
graft yaitu solid union pada rata-rata minggu ke 24, sehingga bone graft tidak
bone graft pada rekonstruksi nonunion baik itu hipertrofi maupun atrofi nonunion.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi ke reamed solid interlocking
nail efektif dalam mencapai union baik pada kasus hipertrofi maupun atrofi
nonunion. Hasil penelitian ini juga mendukung bukti literatur review sebelumnya
(52)
oleh Brinker et al bahwa penggunaan nailing dapat menstimulasi healing
response karena adanya internal bone graft dari reamed medulla,serta konstruksi
interlocking nail adalah sekitar 53-100% dengan mean solid union pada minggu
ke 24.(53-54) Sesuai dengan penelitian ini diperoleh healing rate 95% dengan mean
dianggap terganggu dikarenakan kompresi plate and screw yang difiksasi diatas
melakukan reaming medulla canal tidak terjadi penurunan aliran darah akut pada
dominan pada fiksasi reaming interlocking nail hal ini merupakan keuntungan
biologik bagi nonunion fraktur disamping reaming menghasil internal bone graft
healing.(55)
Penelitian ini memberikan gambaran tentang hasil penyembuhan tulang
reaming intramedullary nail yang telah dilakukan oleh bagian ortopedi dan
yang tinggi. Kekurangan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang sedikit.
Untuk hasil yang lebih bermakna mungkin perlu follow up yang lebih lama dan
5.1 KESIMPULAN
1. Konversi ke reamed interlocking nail dari kasus nonunion plate and screw
baik. Dengan union rate yang tinggi sehingga prosedur ini dapat
5.2 SARAN
yang jauh lebih besar sehingga didapatkan hasil yang lebih baik
40
41
DAFTAR PUSTAKA
19. Reichert IL, McCarthy ID, Hughes SP. The acute vascular response to
intramedullary reaming. Microsphere estimation of blood flow in the intact ovine tibia. J
Bone Joint Surg Br. 1995 May;77(3):490-3.
20. Wallace AL, Draper ER, Strachan RK, McCarthy ID, Hughes SP. The vascular
response to fracture micromovement. Clin Orthop Relat Res. 1994 Apr(301):281-90.
21. McCarthy I. The physiology of bone blood flow: a review. J Bone Joint Surg Am.
2006 Nov;88 Suppl 3:4-9.
22. Tseng SS, Lee MA, Reddi AH. Nonunions and the potential of stem cells in
fracture-healing. J Bone Joint Surg Am. 2008 Feb;90 Suppl 1:92-8.
23. Einhorn TA. Enhancement of fracture-healing. J Bone Joint Surg Am. 1995
Jun;77(6):940-56.
24. Hayda RA, Brighton CT, Esterhai JL, Jr. Pathophysiology of delayed healing. Clin
Orthop Relat Res. 1998 Oct(355 Suppl):S31-40.
25. Marsh D. Concepts of fracture union, delayed union, and nonunion. Clin Orthop
Relat Res. 1998 Oct(355 Suppl):S22-30.
26. Nichols T. MAnual of internal fxation. Archives of Surgery. [doi:
10.1001/archsurg.1980.01380110137029]. 1980;115(11):1405-.
27. Rüedi TPMWM. AO principles of fracture management. Stuttgart; New York;
Davos Platz, [Switzerland]: Thieme ; AO Pub.; 2007.
28. GW WI. Intramedullary nailing of femoral and tibial shaf fractures. Journal
Orthopedic Science. 2006;11:657-69.
29. Neubaueri Th BG, Wagner M. Open Fractures and Infection: Current Concepts
Review. Acta Chirurgiae Orthopaedicae et Traumatologiae Čechosl. 2006;73:301-12.
30. Ramseier LE JJ, Weir S, Narayanan UG. Femoral Fractures in Adolescents: A
Comparison of Four Methods of Fixation. Journal Bone and Joint Surgery. 2010;92:1122-
9.
31. Brinker MR OCD. Current Concepts Review Exchange Nailing of Ununited
Fractures. Journal Bone and Joint Surgery. 2007;89:177-88.
32. Salminen S. Femoral Shaf Fractures in Adults: Epidemiology, Fracture Patterns,
Nonunions, and Fatique Fractures [Academic dissertation]. Helsinki University of
Helsinki; 2005.
33. Wolinsky P TN, Richmond JH, Koval KJ, Egol K, Stephen DJG. Controversies in
Intramedullary Nailing of Femoral Shaf Fractures. Journal Bone and Joint Surgery.
2001;83:1404-15.
34. Selek H AH, Kınık H, Yavuz OY, Mergen E. Antegrade Locked Nailing Of Adult
Femoral Shaf Fractures And Non-Union: A Retrospective Review of 48 Case. Ankara
Üniversitesi Tıp Fakültesi Mecmuası. 2007;60(3):123-9.
35. Smith RM GP. Femoral Shaf Fractures. In: Browner BD JJ, Levine AM, Trafon PG,
Krettek C, editor. Skeletal Trauma: Basic Science, Management and Reconstruction. 4th
ed. Philadelphia: WB Saunders; 2008. p. 1879-924.
36. Bucholz RW JA. Fractures of the shaf of the femur. Journal Bone and Joint
Surgery. 1991;73:1561-6.
37. Zirkle Jr LG SD. SIGN Technique for Retrograde and Antegrade Approaches to
Femur: Review Article. Techniques in Orthopaedics. 2009;24(4):247-52.
38. LG ZJ. Technique Manual of SIGN IM Nail & Interlocking Screw System Insertion
& Extraction Guide 2007.
43
44
45
Lampiran 2 – Data pasien nonunion yang telah dilakukan prosedur fiksasi dengan
Reaming Solid Intramedullary Locking Nail
Max
BG 1st Callus Blood
Fracture W-H Type Of Nonunion Callus Op Time Smoking
NO SEX AGE From Formation Loss
Level Class Nonunion time (mo) Index (min) History
Iliac (wk) (ml)
(wk)
1 M 15 M/3 1 Atrofi 8 (+) 6 24 120 200 (+)
2 M 52 U/3 2 Atrofi 7 (+) 12 36 110 400 (-)
3 M 34 L/3 1 Atrofi 8 (+) 10 24 140 300 (+)
4 M 46 L/3 2 Atrofi 6 (+) 8 30 170 250 (+)
5 F 55 U/3 3 Atrofi 18 (-) 0 0 85 300 (+)
6 M 18 M/3 1 Atrofi 8 (-) 8 30 90 400 (-)
7 M 49 M/3 1 Atrofi 8 (+) 12 36 165 400 (-)
8 M 26 M/3 3 Atrofi 9 (+) 10 24 140 200 (+)
9 M 19 M/3 1 Atrofi 7 (-) 6 24 90 200 (-)
10 M 21 U/3 1 Atrofi 7 (-) 8 24 85 450 (+)
11 F 17 L/3 3 Atrofi 6 (-) 6 24 90 600 (-)
12 F 18 U/3 1 Atrofi 8 (-) 8 24 90 300 (-)
13 M 32 U/3 2 Atrofi 9 (+) 10 26 140 300 (-)
14 M 21 M/3 3 Atrofi 8 (+) 6 24 150 250 (-)
15 F 45 U/3 2 Atrofi 8 (+) 6 30 140 250 (-)
16 M 19 M/3 3 Hipertrofi 9 (+) 10 24 130 250 (-)
17 M 28 M/3 2 Hipertrofi 8 (-) 8 30 80 550 (-)
18 F 17 M/3 2 Hipertrofi 7 (+) 8 24 150 700 (-)
19 M 47 M/3 2 Hipertrofi 7 (+) 8 30 140 650 (-)
20 F 67 M/3 3 Hipertrofi 8 (-) 12 36 90 600 (-)
21 F 20 M/3 2 Hipertrofi 8 (+) 6 22 120 550 (-)
22 M 45 L/3 2 Hipertrofi 6 (-) 6 28 80 700 (-)
W-H: Winquist-Hansen Classification; BG: Bone Graft; U/3: Upper Third; M/3: Middle Third; L/3:
Lower Third
48
Data pengukuran callus index pasien nonunion dengan broken implant yang telah
dilakukan Reamed Interlocking Nail
Tipe 6 12 18
NAMA NonUnion
UMUR Kelamin XRAY 24 wk 30 wk 36 wk 42 wk
wk wk wk
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
Amri Rahman Atrof 15 L
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,18 1,29 1,33 1,46 1,43 1,33 1,21
Musliadi Hipertrof 19 L
LAT 1,21 1,39 1,4 1,42 1,42 1,34 1,21
AP 1,1 1,13 1,17 1,2 1,2 1,33 1,31
Andarias Atrof 52 L
LAT 1,04 1,1 1,1 1,15 1,21 1,3 1,3
AP 1,23 1,3 1,34 1,35 1,37 1,24 1,2
RIO BIU Hipertrof 28 L
LAT 1,17 1,21 1,42 1,45 1,39 1,23 1,21
AP 1,18 1,29 1,33 1,46 1,43 1,33 1,21
LA ODE Atrof 34 L
LAT 1,21 1,39 1,4 1,42 1,42 1,34 1,21
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
ALEXANDER Atrof 46 L
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,18 1,29 1,33 1,46 1,43 1,33 1,21
NURTANG Hipertrof 25 L
LAT 1,21 1,39 1,4 1,42 1,42 1,34 1,21
AP 1,08 1,13 1,29 1,37 1,32 1,22 1,19
RAODAH Atrof 55 P
LAT 1,11 1,21 1,31 1,43 1,37 1,29 1,1
AP 1,18 1,29 1,33 1,46 1,43 1,33 1,21
FADLI SYARAF Atrof 18 L
LAT 1,21 1,39 1,4 1,42 1,42 1,34 1,21
AP 1,1 1,13 1,17 1,2 1,2 1,33 1,31
TOLLE Atrof 49 L
LAT 1,04 1,1 1,1 1,15 1,21 1,3 1,3
RAMLI AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
Atrof 26 L
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,08 1,12 1,24 1,37 1,28 1,26 1,22
SUPRIAWAN Atrof 19 L
LAT 1,22 1,39 1,41 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,18 1,29 1,33 1,46 1,43 1,33 1,21
RISMAN Atrof 21 L
LAT 1,21 1,39 1,4 1,42 1,42 1,34 1,21
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
INTAN MARIANI Atrof 17 P
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,13 1,17 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
NURFADILLAH Atrof 17 P
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,08 1,12 1,24 1,37 1,28 1,26 1,22
DINA GERHANI Atrof 18 P
LAT 1,22 1,39 1,41 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
SARMIN Atrof 32 L
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1 1,05 1,05 1,05 1,05 1,06 1,06
FATURRAHMAN Atrof 21 L
LAT 1 1 1,03 1,03 1,03 1,03 1,03
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
MUHCSEN Hipertrof 59 L
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,08 1,12 1,24 1,37 1,28 1,26 1,22
NYOMAN Hipertrof 47 L
LAT 1,22 1,39 1,41 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,1 1,12 1,31 1,57 1,41 1,36 1,25
SUTRA Hipertrof 67 P
LAT 1,22 1,37 1,4 1,42 1,42 1,41 1,36
AP 1,08 1,12 1,24 1,37 1,28 1,26 1,22
P
LAT 1,22 1,39 1,41 1,42 1,42 1,41 1,36
NURKASTAMINA Hipertrof 20
49
kalusmax
,00 20,00 21,00 22,00 24,00 25,00 26,00 32,00 34,00 35,00 36,00 Total
lokasi proximal 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2 6
middle 0 1 0 3 5 2 0 0 0 0 0 11
distal 0 0 1 0 3 0 1 0 0 0 0 5
Total 1 1 1 3 8 2 1 1 1 1 2 22
Chi-Square Tests
Correlations
N 22 22 22 22
bonegraft Correlation
,027 1,000 -,045 -,054
Coefficient
Sig. (2-tailed) ,905 . ,843 ,811
N 22 22 22 22
kalusmax Correlation
-,189 -,045 1,000 -,203
Coefficient
N 22 22 22 22
Klasifikasi Correlation
,285 -,054 -,203 1,000
Coefficient
N 22 22 22 22
Analisis statistik korelasi antara waktu tercapai solid union terhadap penggunaan
bone graft dan terhadap tipe nonunion
51
Linear-by-Linear
1,600 1 ,206
Association
N of Valid Cases 13
negatif Pearson Chi-Square 3,600d 1 ,058
b
Continuity Correction 1,406 1 ,236
Likelihood Ratio 4,727 1 ,030
Fisher's Exact Test ,167 ,119
Linear-by-Linear
3,200 1 ,074
Association
N of Valid Cases 9
Total Pearson Chi-Square ,187a 1 ,665
Linear-by-Linear
,179 1 ,673
Association
N of Valid Cases 22
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,55.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,92.
d. 4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33.