Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan spektrum kelainan


metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis yang serupa yang
disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau lambat dari matriks organik tersintesis
baru (osteoid) pada tulang yang imatur sebelum fusi fisis.
Tulang yang sedang bertumbuh atau imatur rentan terhadap defisiensi nutrisi dan
mencerminkan terjaganya mekanisme homeostatik dalam memelihara kalsium. Dua kelainan
yang sering terjadi pada tulang imatur ini adalah rickets dan hiperparatiroidisme, yang pada
umumnya sekunder akibat adanya kelainan ginjal kronis.
Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami pertumbuhan
sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung cepat,
yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun. Tipe rickets yang kurang parah dapat tidak
bermanifestasi sampai usia prepubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak terjadi pada bayi
prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini kemungkinan karena
metabolik, nutrisional, dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.
Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Penyebab yang biasa
dijumpai antara lain yaitu karena defisiensi nutrisi terutama vitamin D, kalsium dan fosfat,
paparan sinar matahari yang kurang, status malabsorpsi yang melibatkan pankreas, usus halus
dan hepar, serta hidroksilasi yang abnormal.
Rickets dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic resonance imaging (MRI), skintigrafi,
bone scan dan ultrasonografi (USG). Gambaran rickets pada foto polos tampak khas yaitu
osifikasi yang abnormal yang menyebabkan retardasi tulang dan osteopenia. Gambaran
radiografi paling awal pada rickets yaitu pelebaran lempeng epifisis disepanjang aksis
longitudinal tulang yang diikuti dengan penurunan densitas tulang pada sisi metafisis
lempeng epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit, pelebaran lempeng epifisis akan
semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional menjadi ireguler. Selanjutnya tampak
gambaran fraying dan iregularitas pada tulang spongiosa pada metafisis. Pemeriksaan CT
scan dan magnetic resonance imaging merupakan pemeriksaan lanjutan yang dapat
membantu mengevaluasi adanya fraktur, menilai densitas tulang, melihat pelebaran epifisis
serta Looser’s zone.
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari gambaran rickets
secara lebih mendalam dikarenakan kasusnya yang jarang terjadi, sedangkan gambaran
radiologinya khas. Selain itu penulisan referat ini juga bertujuan untuk mempelajari kaitan
rickets dengan patofisiologinya, sehingga diharapkan pemahaman akan rickets dapat lebih
mendalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kelainan metabolisme tulang didefinisikan sebagai kelainan pada sistem skeletal yang
terkait dengan abnormalitas semua reaksi biokimiawi sintetik (anabolik) maupun degradatif
(katabolik) di dalam tubuh. Rickets merupakan suatu sindrom klinis yang menggambarkan
spektrum kelainan metabolik dengan abnormalitas gambaran radiologis dan histopatologis
yang serupa yang disebabkan karena mineralisasi yang inadekuat atau lambat dari matriks
organik tersintesis baru (osteoid) pada tulang yang imatur sebelum fusi fisis. Bila kelainan ini
terjadi pada orang dewasa dengan tulang yang matur, maka gambaran radiologis, biokimiawi
dan perubahan klinis yang terjadi ini disebut sebagai osteomalasia. Sehingga dengan definisi
ini rickets hanya ditemukan pada anak-anak yang belum mengalami penutupan lempeng
pertumbuhan, sedangkan osteomalasia terjadi pada orang dewasa.
Kelainan mineralisasi pada tulang imatur dominan terjadi pada ujung tulang yang
bertumbuh dimana osifikasi enkhondral berperan, yang memberikan gambaran klasik rickets.

B. EPIDEMIOLOGI
Vitamin D-deficiency rickets merupakan penyakit yang sering terjadi pada abad lalu,
namun sekarang sangat jarang dijumpai di negara maju. Penyakit ini kadang-kadang djumpai
pada bayi dengan berat badan rendah sesuai masa kehamilan. Di negara berkembang, vitamin
D deficiency rickets masih merupakan penyakit yang umum dijumpai. Adapun di negara
maju, vitamin D-resistdant rickets merupakan kelainan tulang metabolik yang paling sering
dijumpai. Kelainan ini merupakan kelainan yang diturunkan dengan pola pewarisan x-linked
dominant pada dua pertiga kasus, dan lebih banyak diderita anak perempuan daripada anak
laki-laki. Sebuah data menyebutkan bahwa rickets di Turki dan di Afrika banyak disebabkan
oleh defisiensi kalsium, sedangkan pada anak ras Afrika-Amerika terjadinya rickets dapat
disebabkan paparan sinar matahari yang inadekuat.
Rickets aktif bermanifestasi hanya pada tulang yang mengalami pertumbuhan
sehingga kelainan ini tampak pada periode pertama pertumbuhan yang berlangsung cepat,
yaitu usia antara 6 bulan dan 3 tahun terutama dibawah 18 bulan. Tipe rickets yang kurang
parah dapat tidak bermanifestasi sampai usia prepubertas. Rickets dilaporkan semakin banyak
terjadi pada bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Patogenesis hal ini
kemungkinan karena metabolik, nutrisional, dan pada beberapa kasus karena iatrogenik.

C. ETIOLOGI RICKETS
Rickets dapat terjadi secara kongenital ataupun akuisita. Berbagai faktor yang turut
berperan dalam terjadinya rickets yaitu metabolisme vitamin D yang meliputi asupan,
hidroksilasi pada hepar dan ginjal, dan resistansi organ terhadap kerja hormon. Penyebab
yang biasa dijumpai antara lain yaitu: malnutrisi, paparan sinar matahari yang kurang, status
malabsorpsi yang melibatkan pankreas, usus halus dan hepar, serta hidroksilasi yang
abnormal.
Penyebab terjadinya rickets pada anak yang berusia kurang dari 6 bulan yaitu antara
lain karena hipofosfatasia, dimana hipofosfatasia atau hipokalsemia ini merupakan penyebab
rickets pada osteopetrosis yang berat. Rickets juga banyak terjadi pada bayi prematur, dimana
gambaran radiologis rickets ditemui pada sekitar 55% bayi dengan berat lahir kurang dari
1000 gram. Rickets juga banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer dan faktor-faktor
prenatal lain yaitu hiperparatiroidisme maternal, defisiensi vitamin D maternal, insufiensi
renal maternal. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari 6 bulan, rickets lebih banyak
disebabkan karena defisiensi nutrisi (nutritional rickets), kelainan pada hepar yang meliputi
penyakit hepar kronis dan terapi antikonvulsan, malabsorbsi, insufisiensi tubular ginjal serta
penyakit ginjal kronis.
Klasifikasi etiologi rickets dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1) Status defisiensi
meliputi defisiensi vitamin D, defisiensi kalsium, defisiensi fosfat, defisiensi paparan sinar
matahari serta rickets of prematurity; 2) Absorptif, meliputi kelainan pada gastrointestinal,
hepatobilier dan pankreatik; 3)Kelainan tubular renal herediter (renal rickets) meliputi
Vitamin D dependent rickets (VDDR), Vitamin D refractory rickets (VDRR), Vitamin D
refractory rickets dengan glukosuria, Sindroma Fanconi, asidosis tubular renal (tubular
distal); 4) Renal osteodystrophy (uremic osteopathy); 5) Iatrogenik yang terjadi karena
misalnya pemberian terapi antikonvulsan, hiperalimentasi intravena, antasida yang tak dapat
diabsorpsi, dialisis peritoneal, hemodialisis; 6) Terkait tumor; 7) Lain-lain, yang meliputi
diantaranya: hipofosfatasia, vitamin D refractory rickets tipe II, osteomalasia aksial yang
tidak khas.
Penyebab rickets yang terbanyak dulu dan hingga saat ini adalah karena defisiensi
vitamin D, meskipun demikian di sebagian besar rumah sakit penyebab yang lebih sering
ditemui adalah karena kelainan absorpsi dan kelainan ginjal. Di beberapa negara tropis
dengan paparan sinar matahari yang cukup, defisiensi kalsium merupakan penyebab yang
lebih penting daripada defisiensi vitamin D.

D. PATOFISIOLOGI RICKETS
Rickets dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang telah disebutkan di atas.
Pada kasus defisiensi vitamin D (asupan nutrisi, paparan sinar matahari yang kurang,
gangguan pembentukan pada hepar dan ginjal), akan terjadi gangguan absorbsi kalsium dan
fosfat di usus halus, penurunan reabsorbsi kalsium dan fosfat di ginjal serta gangguan
mineralisasi tulang secara langsung. Sebagai akibatnya terjadi mineralisasi yang terlambat
atau adekuat pada matriks organik tulang yang baru tersintesis (osteoid) pada tulang yang
imatur karena gangguan deposisi kalsium dan fosfat pada tulang.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pada bayi baru lahir dengan berat lahir yang sangat rendah atau bayi yang
membutuhkan alimentasi parenteral, sering dijumpai osteopenia dan fraktur. Pada bayi yang
berumur kurang dari setahun, kejang hipokalsemia dapat merupakan manifestasi awal
terjadinya rickets. Pada bayi yang lebih besar dan pada anak-anak, rickets bermanifestasi
dengan pelebaran metafisis tulang panjang, costochondral juctions yang promien (rachitic
rosary), flaring dindng toraks anterior bawah, frontal bossing, dan kadang-kadang dijumpai
craniotabes. Setelah anak mulai belajar berjalan dan terdapat tumpuan berat badan, dapat
terjadi adanya genu valgum atau genu varum (lebih sering dijumpai). Dapat dijumpai
bengkoknya tibia ke arah anterior (saber shin). Anak akan lebih lambat dalam belajar duduk,
berdiri dan berjalan daripada anak normal. Juga dapat terjadi gambaran coxae varae yang
dapat diikuti dengan terjadinya skoliosis. Pada gigi juga dapat dijumpai erupsi gigi yang
terlambat, hipoplasia enamel dengan karies dentis. Manifestasi sistemik rickets meliputi
kelemahan otot, gangguan pergerakan dan pertumbuhan, anoreksia, dan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi pada pasien dengan defisiensi vitamin D.

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan radiologi turut berperan dalam menilai rickets, dan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan foto polos, CT scan, magnetic resonance imaging (MRI), skintigrafi,
bone scan dan ultrasonografi (USG).
1. Pemeriksaan Foto Polos
Perubahan radiologis pada rickets diilustrasikan dengan baik pada tulang panjang.
Meskipun terjadi perubahan pada tulang secara umum, namun lokasi pertama dan paling
nyata dijumpai dimana pertumbuhan tulang berlangsung sangat cepat seperti pergelangan
tangan, lutut, costochondral junction, femur distal dan proksimal, tibia proksimal,
humerus proksimal dan radius distal.
Pada rickets, terjadi osifikasi yang abnormal yang menyebabkan retardasi tulang
dan osteopenia. Gambaran radiografi paling awal pada rickets yaitu pelebaran lempeng
epifisis disepanjang aksis longitudinal tulang yang diikuti dengan penurunan densitas
tulang pada sisi metafisis lempeng epifisis. Seriring dengan perkembangan penyakit,
pelebaran lempeng epifisis akan semakin bertambah dan zona kalsifikasi provisional
menjadi ireguler. Selanjutnya tampak gambaran fraying dan iregularitas pada tulang
spongiosa pada metafisis.
Pada foto polos dapat dijumpai tampak gambaran yang khas yaitu sebagai
berikut: di kepala dapat tampak gambaran frontal bossing, wormian bones, maupun
craniotabes; pada genu dapat tampak genu varum maupun genu valgum; pada tibia akan
tampak saber shin, pada pelvis dapat dijumpai gambaran triradiate pelvis serta epifisi
caput femur yang mengalami slipped; pada thorax dapat dijumpai gambaran rachitic
rosary dan pectus carinatum. Selain itu juga dapat dijumpai fraktur greenstick, skoliosis,
keterlambatan erupsi gigi dan hipoplasia enamel gigi.
Gambaran awal radiologis rickets pada epifisis dan lempeng epifisis yaitu berupa
pengaburan dan menghilangnya zona kalsifikasi provisional yang disertai pelebaran
lempeng epifisis dengan gambaran iregularitas. Gambaran radiologi pada metafisis
tampak lebih nyata karena pertumbuhan tulang terjadi paling cepat pada bagian tulang
panjang ini. Secara radiografis, matriks kartilago fisis yang radiolusen diantara pusat
epifisis dan metafisis tampak bertambah lebar dan dalam. Adanya penulangan dari
osteoid yang terdeposit ireguler menyebabkan iregularitas pada daerah metafisis yang
tampak pada foto rontgen sebagai gambaran bulu kuas cat (bristles of a paintbrush) atau
dapat digambarkan sebagai fraying dan splaying pada metafisis. Pada diafisis akan
tampak gambaran bengkok (bowing) yang disebabkan oleh faktor mekanik yang
diperparah oleh metafisis dengan osteoid yang tidak termineralisasi dengan baik. Sering
dijumpai gambaran fraktur terutama fraktur greenstick, serta dapat terjadi fraktur Salter
Harris tipe I yang terutama lebih sering terjadi pada pelvis. Dapat dijumpai pula area
lokal dengan penurunan densitas dan berbatas tegas (looser zones) yang terlihat tegak
lurus terhadap korteks dan melintang pada batang tulang panjang. Gambaran looser
zones ini jarang dijumpai pada rickets namun sering dijumpai pada orang dewasa dengan
osteomalasia.
Gambaran radiologi rickets pada kranium dapat terjadi karena akumulasi osteoid
yang tak terosifikasi di regio frontal dan parietal sehingga os frontale menjadi prominen,
yang disebut sebagai frontal bossing. Pada bayi, kegagalan mineralisasi pada batas sutura
cranium membentuk gambaran pelebaran sutura. Manifestasi lain dapat berupa wormian
bones, pendataran kranium aspek posterior, invaginasi basilar dan kranium yang menjadi
berbentuk persegi.
Pada tulang panjang dapat kelemahan tulang yang meliputi deformitas pada
tulang panjang, baik pada diafisis maupun pada perbatasan dengan kartilago. Dapat
dijumpai gambaran genu varum genu valgum pada penderita rickets yang baru belajar
berjalan. Gambaran bengkoknya tibia ke anterior juga dapat terlihat (saber shin).
Gambaran pada pelvis dan pinggul dapat berupa triradiate pelvis yang terjadi karena
adanya intrusi spinal ke pelvis, tampak sebagai triflanged-shaped pelvis. Gambaran ini
dapat disertai dengan adanya epifisis caput femur yang mengalami pergeseran. Seiring
dengan bertambahnya usia penderita, deformitas seperti skoliosis dan bending pada
tulang panjang dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan. Pada gigi dapat terlihat
erupsi gigi yang terlambat dan hipoplasia enamel dengan karies dentis.
Gambaran di dada dapat berupa rachitic rosary pada costa (gambaran menyerupai
tasbih pada costochondral junctions) yang disebabkan karena akumulasi osteoid yang
tidak terosifikasi pada costa. Dapat terlihat pula pectus carinatum pada sternum.
Pada rickets yang mulai menyembuh akan tampak kembali gambaran zona
kalsifikasi provisional, terlihat sebagai bayangan linier transversal dengan densitas yang
meningkat pada metafisis. Metafisis yang radiolusen terletak diantara zona kalsifikasi
dengan kalsifikasi baru dan ujung diafisis yang terlihat osifikasinya. Seiring dengan
penyembuhan, zona kalsifikasi provisional ini akan menebal menjadi transverse band,
metafisis spongiosa akan terkalsifikasi bertahap dan menempati zona yang sebelumnya
radiolusen, yang akhirnya bersatu dengan zona kalsifikasi provisional. Gambaran
cupping, fraying dan splaying serta deformitas pada metafisis akan berkurang.
Sedangkan penyembuhan pada tulang kortikal biasanya lebih lambat dan kurang tampak
secara radiologis, meskipun demikian dapat terlihat gambaran reaksi periosteal.
Bila rickets ini sudah mulai menyembuh maka pengisian zona kalsifikasi
provisional akan tampak dengan mineralisasi yang adekuat dan pertumbuhan tulang
normal. Kemudian metafisis yang radiolusen tampak terisi dengan tulang yang baru.
Pada tahap ini gambaran radiologi kecekungan pada ujung diafisis tulang panjang paling
jelas terlihat. Pusat epifisis tampak berbentuk hemisferik kembali. Bowing pada tulang
panjang penyangga berat badan tampak menetap setelah terapi, namun kelainan ini
akhirnya dapat menghilang karena pertumbuhan tulang yang normal.

Gambar . Foto genu dextra dan sinistra, AP dan lateral, kondisi cukup, hasil (1) Tampak
gambaran porotik pada sistema tulang dengan trabekulasi tulang tampak kasar dan
jarang. Tampak cortex tulang menipis. (2) Tampak pelebaran lempeng epifisis pada
femur dan tibia bilateral. Tampak metafisis dengan gambaran cupping, fraying dan
splaying. (3) Tampak fraktur dengan callus (+) di os fibula dextra pars tertia media, cum
angulationem.

Gambar 5. Foto antebrachii dan wrist joint dextra dan sinistra. Foto antebrachii dan wrist
joint dextra dan sinistra, AP dan lateral, kondisi cukup, hasil (1) Tampak gambaran
porotik pada sistema tulang dengan trabekulasi tulang tampak kasar dan jarang. Tampak
cortex tulang menipis. (2) Tampak gambaran epifisis os radius dan os ulna bilateral yang
mengabur. Tampak metafisis dengan gambaran cupping, fraying dan splaying terutama
pada os ulna bilateral. (3) Tampak fraktur dengan callus (+) di os ulna dextra pars tertia
media, os ulna sinistra pars tertia proksimal, os metacarpal V manus dextra, os
metacarpal III manus sinistra.

Gambar . Gambar foto manus (A) dan genu (B) memperlihatkan perubahan pada rickets yang
meliputi cupping¸ fraying, splaying pada metafisis dan pelebaran zona kalsifikasi provisional dan
penurunan densitas tulang difus.

Gambar . Rickets nutrisional. Gambaran genu pada foto AP memperlihatkan penurunan densitas
tulang, pengkabutan kontur epifisis, dan gambaran paint brush pada metafisis dan penurunan
densitas zona kalsifikasi provisional pada kedua sisi femur dan tibia.

2. CT scan
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
4. Skintigrafi
5. Bone scan
6. Ultrasonografi (USG)

F. DIAGNOSIS BANDING RADIOLOGIS


Terdapat beberapa kelainan yang mempunyai kemiripan dengan rickets berdasarkan
gambaran radiologis. Diagnosis banding rickets yang dibahas berikut ini adalah osteogenesis
imperfekta, non accidental injury, dan skurvi.
1. Osteogenesis Imperfekta
Osteogenesis imperfekta merupakan kelainan kongenital yang relatif jarang, dan
bermanifestasi sebagai peningkatan fragilitas tulang dan osteoporosis, juga dengan
kelainan gigi, sendi serta kulit yang tipis. Kelainan ini terjadi karena abnormalitas
kolagen tipe I, sehingga terdapat kelainan pada sklera, kornea, sendi dan kulit. Terdapat
empat tipe osteogenesis imperfekta yang didasarkan pada gangguan kolagen spesifik
yang terjadi.
Tipe 1 merupakan tipe yang paling sering terjadi, dengan pewarisan autosomal
dominan. Tipe I ditandai dengan fraktur dengan derajat keparahan yang bervariasi,
namun fragilitas tulang cenderung ringan dan tinggi badan sedikit berkurang. Tipe I ini
dibagi menjadi tipe IA dan IB. Tipe IA mempunyai gambaran gigi yang normal, dengan
perubahan tulang ringan. Pada tipe IB terdapat dentinogenesis imperfekta dan perubahan
tulang yang lebih berat. Osteoporosis terjadi dengan penipisan korteks dengan gambaran
tulang panjang yang melengkung, tipis dan langsing. Sebagian besar fraktur terjadi di
masa kanak-kanak. Terdapat pula gambaran wormian bones pada cranium. Tipe 1 ini
terdiri dari kasus yang dahulu diklasifikasikan sebagai osteogenesis imperfecta tarda.
Tipe 2 dan 3 ditandai dengan keterlibatan tulang yang parah serta survival yang rendah.
Tipe ini kemungkinan dahulu diklasifikasikan sebagai osteogenesis kongenita.
Pasien dengan tipe 2 dan 3 ini mempunyai sklera biru dan mengalami fraktur saat
lahir atau dalam kandungan. Pasien dengan tipe 4 mempunyai sklera yang normal dan
temuan pada tulang yang bervariasi. Pada keempat tipe osteogenesis imperfekta ini,
bowing pada tulang panjang disebabkan oleh osteoporosis dan fraktur multipel. Sebagian
besar fraktur pada tulang panjang melibatkan diafisis atau regio metadiafisis. Pada kasus
yang jarang, dapat dijumpai fragmen metafisis kecil dengan pola corner fracture.
Gambar . Gambaran osteogenesis imperfekta pada anak berusia 7 tahun. Foto cruris
anteroposterior dan lateral memperlihatkan osteopenia, bowing anterior dan medial,
sklerosis fokal pada pertengahan corpus tibia karena riwayat fraktur. Terdapat juga
gambaran fibula yang tipis, bowing, dan perubahan pada metafisis femur distal post
trauma

2. Non accidental injury (NAI)


Non accidental injury (NAI) disebut juga sebagai Child abuse, battered child
syndrome, shaken baby syndrome dan sebagainya. Trauma tulang merupakan temuan
yang paling sering dijumpai pada studi pencitraan anak dengan NAI. Pola trauma
skeletal meliputi subperiosteal new bone formation, fraktur metafisis atau classic
metaphyseal lesion (CML), pemisahan epifisis, dan fraktur pada diafisis. Temuan pada
tulang yang paling sering berhubungan dengan NAI yaitu classic metaphyseal lesion
(CML), yang disebut juga metaphyseal corner fracture dan bucket handle fracture. CML
terjadi pada sekitar 20% kasus fraktur akibat NAI dan biasanya dijumpai multipel. Faktur
ini lebih sering terjadi pada ekstremitas bawah dan paling sering dijumpai di sekitar lutut.
Secara patologis fraktur meluas mendatar melalui spongiosa primer. Fraktur dapat
meluas parsial atau komplit menyeberangi metafisis. Fraktur seperti ini paling sering
terjadi pada femur distal, tibia dan fibula proksimal dan distal, humerus proksimal, serta
lebih jarang dijumpai pada siku, pergelangan tangan, femur proksimal. Fraktur terjadi
dengan torsi dan traksi ekstremitas yang terjadi karena bayi direbut di lengan atau kaki.
Fraktur juga dapat terjadi setelah akselerasi dan deselerasi ekstremitas yang tiba-
tiba karena bayi diguncangkan dengan hebat dan direbut di thorax. Fraktur terjadi pada
thorax bayi, terutama pada costa posterior. Terdapat temuan-temuan pada NAI yang
mempunyai spesifisitas tinggi, sedang dan rendah, yang dapat membantu menyingkirkan
adanya NAI. Temuan dengan spesifisitas yang tinggi diantaranya adalah classic
metaphyseal lesion, fraktur costa terutama aspek posterior, fraktur yang tidak biasa,
misalnya pada vertebra, acromion. Temuan dengan spesifisitas sedang diantaranya
adalah fraktur multipel terutama fraktur bilateral, fraktur multipel dengan waktu
terbentuknya yang berbeda-beda, fraktur pada jari terutama pada anak yang belum bisa
berjalan/merangkak, serta fraktur cranium kompleks. Sedangkan temuan dengan
spesifisitas yang rendah diantaranya adalah subperiosteal new bone formation, fraktur
clavicula, fraktur pada corpus tulang panjang, dan fraktur cranium linear.

Gambar 19. Gambaran non accidental injury. Gambar A dan B memperlihatkan classic
metaphyseal lesions (CML), yang disertai gambaran pembentukan periosteal tulang baru dengan
derajat maturitas yang berbeda-beda, mencerminkan fraktur multipel dengan umur yang berbeda
pula. Gambar C memperlihatkan fraktur costa posterior. Garis fraktur tidak terlihat, namun
bentukan kalus mengindikasikan adanya fraktur. Gambar D memperlihatkan fraktur cranium
multipel.

3. Skurvi
Skurvi disebabkan oleh defisiensi vitamin C atau asam askorbat, biasanya terkait
diet. Pada kelainan ini terjadi gangguan jaringan ikat untuk menghasilkan kolagen
sehingga terdapat defek produksi osteoid oleh osteoblas dan berkurangnya ossifikasi
endokhondral tulang. Kelainan ini banyak diderita secara khas pada bayi berusia 6 bulan
hingga 9 bulan dan jarang diderita pada bayi berusia kurang dari 6 bulan karena masih
terdapat cadangan vitamin C pada bayi. Tulang pada kelainan skurvi biasanya tampak
osteopenik difus, dengan batas yang relatif hiperdens (white lines of scurvy) dimana
mineralisasi osteoid berlanjut. Secara radiografis terdapat empat tanda karakteristik pada
skurvi, yaitu: 1) epifisis tampak kecil, dan dibatasi dengan tegas oleh rim sklerotik atau
Wimberger sign; 2) zona kalsifikasi provisional pada metafisis yang bertumbuh menjadi
tampak opak, yang memberikan gambaran garis putih atau Frankel’s line; 3)dibawah lesi
tersebut terdapat zona lusen yang disebabkan kekurangan mineralisasi osteoid yang
disebut sebagai Trumerfeld zone; 4) karena kelemahan pada area ini, maka akan
cenderung terjadi fraktur pada batas korteks, yang memberikan gambaran Pelkan’s spur.
Terdapat pula perdarahan subperiosteal yang disebabkan fragilitas kapiler. Akibatnya
terjadi gambaran peninggian periosteal dan pembentukan tulang baru berikutnya.

Gambar. Gambaran skurvi

Anda mungkin juga menyukai