Anda di halaman 1dari 172

Makalah Budaya Kerja

Disusun oleh :

     Nama : 1. Faridhatul Anifah

     2. Anik Hariyani

     Kelas : KAP 12.01

     Jurusan : Komputer Akuntansi

SEKOLAH TINGGI ELEKTRONIKA & KOMPUTER

{STEKOM}

2013

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rumusan Masalah

BAB II. PEMBAHASAN

Pengertian Budaya Kerja

A.1 Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerja


A.2 Model – model Budaya Kerja

A.3 Membangun dedikasi dalam Budaya Kerja

A.4 Cara membangun etika yang baik di tempat kerja

A.5 Terbentuknya Budaya Kerja

A.6 Unsur – unsure Budaya Kerja

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Daftar Pustaka

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tipe-tipe pekerjaan saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup dan ukuran dan mungkin
akan memiliki beberapa praktik yang unik pada pekerjaan itu. Misalnya, sebuah organisasi yang
umum adalah organisasi akademik yaitu universitas. Terdapat beberapa ritual dalam perguruan
tinggi, seperti orientasi mahasiswa baru, pestafrat ernit y(perkumpulan khusus mahasiswa di
perguruan tinggi sertasorority(perkumpulan khusus mahasiswi), serta makanan kantin. Praktik-
praktik seperti bimbingan dan magang juga memberi ciri kebanyakan institusi di perguruan
tinggi.

Jelaslah bahwa inti dari kehidupan pekerjaan ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini,
budaya tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan
budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah pekerjaan. Budaya kerja mencakup iklim atau
atmosfer emosional dan psikologis. Hal ini mungkin mencakup semangat kerja karyawan, sikap,
dan tingkat produktivitas. Budaya kerja juga mencakup simbol (tindakan, rutinitas, percakapan,
dst.) dan makna-makna yang dilekatkan orang pada simbol- simbol ini. Makna dan pemahaman
budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

Apakah pengertian dari budaya Kerja?

Apa saja model – model Budaya Kerja ?

Bagaimana membangun dedikasi dalam Budaya Kerja ?

Bagaimana cara membangun etika yang baik di tempat kerja ?

Bagaimana terbentuknya Budaya Kerja ?

Apa sajaUnsur– Unsur Budaya Kerja ?

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Kerja

A.1 Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerja

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM )

Arti Definisi / Pengertian Budaya Dan KebudayaanBudaya secara harfiah berasal dari Bahasa
Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang
(menurutSoerjanto Poespowardojo 1993). Menurut The American Herritage Dictionary
mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan
melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran
manusia dari suatu kelompok manusia.Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan
sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.Tujuan Atau Manfaat Budaya KerjaBudaya
kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat
meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan
datang.Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :1. meningkatkan jiwa gotong royong2.
meningkatkan kebersamaan3. saling terbuka satu sama lain4. meningkatkan jiwa kekeluargaan5.
meningkatkan rasa kekeluargaan6. membangun komunikasi yang lebih baik7. meningkatkan
produktivitas kerja8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.
Pengertian Budaya Kerja menurut para ahli

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara
belajar.

Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu
keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama,
kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia.

Setelah membahas apa arti dari Budaya tersebut, selanjutnya akan membahas tentang apa arti
dari Kerja. Kerja adalah melakukan sesuatu hal yang diperbuat seperti contohnya makan atau
minum. Adapun arti lain dari Kerja yaitu melakukan sesuatu untuk mencari nafkah.

Selain pengertian kerja dalam kacamata islam yaitu Kerja pada hakekatnya adalahnya
manifestasi amal kebajikan. Sebagai sebuah amal, maka niat dalam menjalankannya akan
menentukan penilaian.

Jadi bila kata Budaya dan Kerja digabungkan memiliki pengertian yaitu nilai-nilai sosial atau
suatu keseluruhan pola perilaku yang berkaitan dengan akal dan budi manusia dalam melakukan
suatu pekerjaan.

Jadi setiap individu yang bekerja harus memiliki budaya kerja yang baik. Budaya yang kerja
yang baik sangat diperluukan agar menjadi pekerja yang berbudi pekerti dan mengerti nilai-nilai
yang dijalaninya. Dan tidak membawa individu kepada penyimpangan. Jadi itulah perlunya kita
memahami budaya kerja yang baik.

Setelah kita membahasa tentang pengertian dari Budaya Kerja sekarang kita akan membahas
tentang apa dari tujuan Budaya Kerja ini dalam kegiatan sehari-hari. Budaya Kerja memiliki
berbagai macam tujuan. Berikut adalah tujuan-tujuan dari Budaya Kerja :

Dapat memahami budaya kerja suatu perusahaan.

Dapat mengimplementasikan Budaya Kerja di tempat kerja.

Menciptakan suasana harmonis dengan partner kerja atau dengan klien.

Membangun rasa kerja sama terhadap rekan kerja dalam team.

Bisa beradaptasi dengan lingkungan secara baik.

Mengenal norma-norma dalam suatu pekerjaan.


Selain memiliki tujuan, Budaya Kerja juga memiliki manfaat dari budaya kerja itu sendiri.
Berikut adalah manfaat dari budaya kerja dalam suatu pekerjaan :

Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang baik.

Keterbukaan antara para individu dalam melakukan pekerjaan.

Saling bergotong royong apabila dalam suatu pekerjaan ada masalah yang sulit.

Menimbulkan rasa kebersamaan antara individu dengan individu lain dalam pekerjaan.

Cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di dunia luar

( Teknologi, Masyarakat, Sosial, Ekonomi dll. )

Jadi kita dapat menarik kesimpulan dari tujuan dan manfaat dari budaya kerja. Budaya kerja
sangat penting dalam dunia pekerjaan untuk meningkatkan kualitas pekerjaan seseorang dan
dapat mengerti nilai-nilai yang terkandung dalam budaya kerja tersebut. Sehingga individu ini
dapat menjadi karyawan atau pekerja yang baik dan bermanfaat bagi perusahaan yang
mempekerjakannya.

Oleh sebab itu, penting bagi perusahaan untuk memberikan pengetahuan kepada para pekerja
atau karyawannya tentang budaya kerja. Karena selain memberikan dan menambah wawasan
untuk para karyawannya perusahaan juga dapat meningkatkan kualitas produksi yang dihasilkan
oleh perusahaan dan berdampak positif bagi perusahaan. Karena dengan diberikan penyuluhan
tentang budaya kerja para pekerja atau karyawan akan menambahkan rasa semangat untuk
bekerja, menimbulkan rasa disiplin atas pekerjaanya dan akan menggugah rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pekerja atau karyawan.

A.2 Model – model Budaya Kerja

Berikut adalah contoh-contoh model budaya kerja berdasarkan Kajian-kajian yang dilakukan
mengenai budaya kerja organisasi telah menampilkan beberapa model tertentu yaitu budaya
autoritarian, budaya birokratik, budaya tugas, budaya individualistik, budaya tawar- menawar
dan budaya kolektiviti .

Berikut adalah penjelasannya :

1. Budaya Kerja Autoritarian Budaya kerja jenis ini menumpukan kepada ‘command and
control’. Kuasa dan autoriti dalam organisasi biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang
seringkali disanjung sebagai , hero’ .Pekerja akan diharapkan untuk memperlihatkan kesetiaan
yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan dihantar dari atas menuju ke dasar
organisasi.

Budaya bentuk ini seringkali diamalkan dengan berkesan dalam organisasi yang bersaiz kecil
seperti pemiagaan keluarga, syarikat kecil dan firma sederhana. Bagaimanapun terdapat agensi
swasta yang melaksanakan budaya kerja ini dimana keputusan ditentukan oleh pengasas atau
pemegang saham utama, manakala pekerja tidak mempunyai suara kecuali sebahagian kecil
individu dalam organisasi yang diberi kepercayaan oleh pemilik atau pemegang saham utama
tadi. Asas kepercayaan boleh berdasarkan kepada unsure nepotisme, kronisme, peribadi atau
mungkin juga kecekapan.

Dengan demikian hubungan personal yang rapat dengan pihak atasan adalah faktor penting
dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan pangkat. Oleh itu bagi menjaga kepentingan, pekerja
cenderung untuk bersikap ‘yes man , dan ‘play safe’ daripada memberi pandangan kritikal bagi
menjaga kedudukan dan kepentingan masing-masing.

2. Budaya Kerja Birokratik Budaya kerja birokratik ini berasaskan kepada konsep bahawa
organisasi boleh diurus dengan cekap menerusi kaedah pengurusan bersifat impersonal, rasional,
autoriti dan formaliti. Impersonal bermaksud setiap pekerja tertakluk kepada peraturan dan
prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan dan prosedur tersebut
adalah dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja akan etika dan keperluan yang
dikehendaki daripada mereka.

Jawatan dalam organisasi adalah disusun mengikut hierarki supaya tanggungjawab, penyeliaan,
autoriti dan akauntabiliti jelas dan mudah diikuti. Manakala untuk mempastikan kelancaran dan
kecekapan kerja, pengkhususan tugas dilakukan iaitu dengan memecah- mecahkan kerja menjadi
lebih spesifik supaya pekerja mudah menguasai dan cekap melakukannya. Dalam masa yang
sama, faktor meritokrasi digunapakai dalam organisasi iaitu pengambilan pekerja, kenaikan
pangkat dan pemberian ganjaran diberi berdasarkan kebolehan dan prestasi kerja masing-masing.

3. Budaya Kerja Fungsional Organisasi-organisasi kerja yang berjaya di Barat sering


mengamalkan budaya kerja fungsional atau ‘project-based’ ini. Dalam konsep fungsional, kerja
dalam organisasi dibagi dan ditugaskan kepada individu atau pasukan tertentu. Projek yang
paling penting akan diserahkan kepada pekerja atau sekumpulan pekerja yang paling
berkemampuan. Apabila projek tersebut selesai, maka tugas individu atau kumpulan akan selesai
dan kumpulan baru pula akan dibentuk bagi melaksanakan projek yang lain.

Oleh itu, struktur kumpulan adalah fleksibel dan interaksi adalah berasaskan kemahiran dan
hormat-menghormati. Keputusan akan diperolehi selepas perbincangan, perundingan dan
persetujuan para anggota projek. Oleh itu kejayaan dinilai berasaskan kebolehan
menyempurnakan projek yang memuaskan pelanggan. Bekerja secara bersama bagi menjayakan
sesuatu projek ini membentuk solidariti pekerja dan mendorong penyesuaian antara personaliti
yang berbeza kerana mereka sama-sama bertanggungjawab kepada kejayaan organisasi.

4. Budaya Kerja Individualistik Dalam organisasi yang mengamalkan budaya kerja ini, individu
tertentu menjadi tumpuan utama. Terdapat universiti yang bergantung kepada profesor ternama
untuk menarik pelajar dan mendapatkan tajaan. Begitu juga firma konsultansi atau guaman
biasanya bergantung penuh kepada individu (konsultan atau peguam) tertentu yang popular bagi
menarik pelanggan. Dalam organisasi seperti ini segelintir kecil pekerja adalah tulang belakang
kejayaan syarikat kerana mereka mempunyai reputasi, kredibiliti, kepandaian dan keterampilan.
Kebolehan mendapatkan pelanggan seringkali menyebabkan mereka kurang terikat kepada
peraturan dan prosedur. Kenaikan pangkat sepenuhnya bergantung kepada meritokrasi kerana
setiap orang perlu membuktikan bahawa mereka memberi sumbangan yang lebih daripada orang
lain kepada organisasi.

5. Budaya Kerja Tawar Menawar Dalam organisasi jenis ini, kesatuan pekerja diiktiraf sebagai
bagian utama dalam organisasi. Kesatuan sekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja
dan membantu pengurusan mencapai matlamat organisasi. Perundingan dan tawar menawar
berlangsung berdasarkan perundangan dan prosedur yang diakui oleh kedua-dua belah pihak.
Meskipun pertikaian dan pertentangan pendapat kadangkala berlaku antara kesatuan sekerja dan
majikan, tetapi ia sering dapat diselesaikan di meja rundingan. Dari satu segi pihak pengurusan
boleh mendapat pandangan wakil kesatuan sekerja bagi melaksanakan peraturan, sistem dan
ganjaran. Manakala kesatuan sekerja akan mempastikan hak, kepentingan dan kebajikan pekerja
diberi jaminan. Secara keseluruhannya pendekatan ini yang berkonsepkan hubungan rapat
majikan pekerja bertujuan untuk mewujudkan situasi menang-menang antara kedua belah pihak.

6. Budaya Kerja Kolektif Dikatakan bahawa antara kunci kejayaan organisasi Jepun adalah
kebolehan mereka untuk menggunakan idea dan cadangan pekerja bawahan. Ini karena pekerja
adalah ‘pemilik proses kerja’ dan mereka lebih mengetahui tentang sistem dan tatacara
melaksanakan kerja berbanding orang lain. Dengan itu pekerja diberi peluang untuk
mengemukakan cadangan dan kreativitas bagi memperbaiki proses kerja, sistem dan prosedur.

Dalam budaya kerja ada hal lain yang berkaitan dengan budaya kerja. Yaitu Etos kerja yang
dapat diartikan sebagai konsep tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang
atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja
mereka secara khas (Sinamo, 2003,2).
Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:

a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik, baik waktu, kondisi
untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.

b. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna
efesien dan efektivitas bekerja.

c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan
sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.

d. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros, sehingga bagaimana
pengeluaran itu bermanfaat untuk kedepan.

e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang dilakukan tidak mudah patah
semangat dan menambah kreativitas diri.

Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :

1. Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.

2. Semangat : keinginan untuk bekerja.

3. Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.

4. Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).

5. Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.

6. Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.

7. Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya
dalam bekerja.

8. Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja.(Siregar, 2000, p.24)

Dan ada pula cara-cara menumbuhkan etos kerja kepada individu yaitu, sebagai berikut :

1. Menumbuhkan sikap optimis :

- Mengembangkan semangat dalam diri


- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai

- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju

2. Jadilah diri anda sendiri :

- Lepaskan impian

- Raihlah cita-cita yang anda harapkan

3. Keberanian untuk memulai :

- Jangan buang waktu dengan bermimpi

- Jangan takut untuk gagal

- Merubah kegagalan menjadi sukses

4. Kerja dan waktu :

- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)

- Jangan cepat merasa puas

5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :

- Latihan berkonsentrasi

- Perlunya beristirahat

6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan(Khasanah, 2004)

Budaya Kerja Menurut kamus Webster, budaya adalah ide, adat, keahlian, seni, dan lain-lain
yang diberikan oleh manusia dalam waktu tertentu. Budaya menyangkut moral, sosial, norma-
norma perilaku yang mendasarkan pada kepercayaan, kemampuan dan prioritas anggota
organisasi.

    Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut
oleh tiap individu karyawan dan kelompok karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam
kegiatan mencapai tujuan organsiasi dan individual.

     Budaya kerja penting dikembangkan karena dampak positifnya terhadap pencapaian
perubahan berkelanjutan ditempat kerja termasuk peningkatan produktivitas ( kinerja ).

    Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya Organisasi itu sendiri
merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai sistem internal dan sistem
eksternal sosial. Hal itu tercermin dari isi visi, misi, dan tujuan organisasi. Dengan kata lain,
seharusnya setiap organisasi memiliki identitas budaya tertentu dalam organisasinya. Dalam
perusahaan dikenal sebagai budaya korporat dimana didalamnya terdapat budaya kerja.

    Kekuatan yang paling kuat mempengaruhi budaya kerja adalah kepercayaan dan juga
sikap para pegawai. Budaya kerja dapat positif, namun dapat juga negatif. Budaya kerja yang
bersifat positif dapat meningkatkan produktifitas kerja, sebaliknya yang bersifat negatif akan
merintangi perilaku, menghambat efektivitas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.

    

    Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung


komponen-komponen yang dimiliki seorang karyawan, yakni :

1. Pemahaman substansi dsar tentang makna bekerja

2. Sikap terhadap pekrjaan dan lingkungan pekerjaan

3. Perilaku ketika bekerja

4. Etos Kerja

5. Sikap terhadap waktu

6. Cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.

    Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seseorang


karyawan, maka akan semakin tinggi kinerjanya. Ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat
tumbuh berkembang dengan subur dikalangan karyawan dan staf, maka dibutuhkan pendekatan-
pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi   

    

1. Tindakan manajemen puncak

a. Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi panutan.

b. Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan karyawan bersikap dalam


berkomunikasi dan berprestasi untuk mencapai standar kerja perusahaan.

c. Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma kerja akan menumbuhkan


integritas dan komitmen karyawan yang tinggi.

d. Imbalan dan hukuman yang diberikan manajemen puncak akan memacu karyawan untuk
meningkatkan semangat dan disiplin kerja.
2. Proses Sosialsiasi

    Proses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan baru untuk
penyesuaian diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi dilakukan ketika mereka sedang dalam
tahap penyeleksian atau pra tanda tangan.

    Tiap calon karyawan mengikuti pembelajaran sebelum diterima. Setelah diterima para
karyawan baru melihat kondisi organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan,
antara lain lewat proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada dalam tahap
“perjuangan” untuk menentukan keputusan apakah sudah siap menjadi anggota sistem sosial
perusahaan, ragu-ragu ataukah mengundurkan diri.

    Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus bekrja, namun prsoes perubahan
relatif masih membutuhkan waktu yang lama, maka tiap karyawan perlu difalisitasi dengan
pelatihan dan pengembangan diri secara terencana.

    Dalam hal ini, karyawan harus membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan
ketrampilan kerja yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku dalam
kelompok kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.

    Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada tahap


internalisasi yang diukur dari (1) Produktivitas Kerja, (2) Komitmen pada tujuan organisasi, dan
(3) Kbesamaan dalam organisasi

    Jadi budaya kerja yang dibentuk dari budaya organisasi akan berdampak pada kinerja
dan produktivitas. Hal ini tercermin dari sikap karyawan dalam memandang pekerjaannya, sikap
dalam bekerja, etos kerja, dan pemanfaatan waktu dalam bekerja.

    Agar dapat terlaksana dengan baik, harus ada langkah-langkah yang harus diambil
dari pihak manajemen dan proses sosialisasi, sehingga budaya kerja yang ada dapat
terinternalisasi dalam setiap kegiatan pekerjaan sehari-hari.

    

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Budaya Kerja

    Menurut pendapat para ahli, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya kerja
adalah sebagai berikut :

1. Perilaku pemimpin

Tindakan nyata dari seorang pemimpin biasanya akan menjadi cermin penting bagi para
pegawai.

2. Seleksi para pekerja


Dengan menempatkan pegawai yang tepat dalam kedudukan yang tepat, akan
menumbuhkembangkan rasa memiliki dari para pegawai.

3. Budaya Organisasi

Setiap organisasi memiliki budaya kerja yang dibangun sejak lama.

4. Budaya Luar

Didalam suatu organisasi, budaya dapat dikatakan lebih dipengaruhi oleh komunitas budaya luar
yang mengelilinginya.

5. Menyusun misi perusahaan dengan jelas

Dengan memahami misi organisasi secara jelas maka akan diketahui secara utuh dan jelas
sesuatu pekejaan yang seharusnya dilakukan oleh para pegawai.

6. Mengedepankan misi perusahaan

Jika tujuan suatu organisasi sudah ditetapkan, setiap pemimpin harus dapat memastikan bahwa
misi tersebut harus berjalan.

7. Keteladanan pemimpin

Pemimpin harus dapat memberi contoh budaya semangat kerja kepada para bawahannya

8. Proses pembelajaran.

Pembelajaran pegawai harus tetap berlanjut. Untuk menghasilkan budaya kerja yang sesuai, para
pegawai membutuhkan pengembangan keahlian dan pengetahuan.

9. Motivasi

Pekerja membutuhkan dorongan untuk turut memecahkan masalah organisasi lebih inovatif.

    Dengan demikian pemimpin dapat mengembangkan budaya kerja yang adil melalui
peningkatan daya pikir pegawai dalam memecahkan masalah ayng ada secara efektif dan efisien.

    Selanjutnya yang dimaksud budaya kerja dalam penelitian ini adalah kondisi dan iklim
kerja yang diciptakan oleh pimpinan dan diberlakukan dalam organisasi untuk dijadikan
pedoman sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas.

    Jadi dalam rangka mengaktualisasikan budaya kerja sebagai ukuran sistem nilai dalam
bekrja yang pertama kali harus diupayakan adalah penanaman dalam sikap mental karyawan
yang meliputi pemahaman dan pelaksanaan dalam sikap dan pelaksanaan pekerjaannya sehari-
hari.
    Selain itu perilaku pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
budaya kerja dalam suatu organisasi. Dalam hal ini diperlukan keteladanan sikap untuk dapat
dijadikan contoh dan panutan oleh semua karyawan, juga kebijakan dalam menentukan arah,
tujuan serta visi dan misi suatu organisasi yang akan juga dijadikan landasan dalam pelaksanaan
budaya kerja.

A.3 MEMBANGUN DEDIKASI DALAM BUDAYA KERJA

Salah satu problem negara-negara berkembang adalah masyarakatnya yang masih dalam posisi
transisi menuju kemajuan. Di dalam masa transisi biasanya terdapat tarik menarik yang luar
biasa antara keinginan untuk maju di satu sisi dan keinginan agar tetap mempertahankan atribusi
yang selama ini telah mendarah daging. Biasanya yang menuntut perubahan menuju kepada
kemajuan adalah segolongan kecil yang telah memiliki kesadaran untuk berubah. Sedangkan
sebagian besar lainnya yang kebanyakan adalah masyarakat bawah memang belum memiliki
kemampuan untuk berpikir perubahan. Kebanyakan mereka masih berpikir tentang kebutuhan
ekonomi yang masih mendera kehidupannya.

Seperti diketahui bahwa budaya kerja memang banyak kaitannya dengan kelas menengah ke
atas. Artinya bahwa yang bersentuhan langsung dengan aspek pelayanan kepada masyarakat
kebanyakan adalah kaum terdidik yang memasuki sektor publik. Misalnya aparatur negara,
pagawai swasta, pengusaha, dan sebagainya. Konsep budaya kerja sesungguhnya lebih banyak
terkait dengan aspek pelayanan publik dalam suatu pekerjaan. Aparatur negara, misalnya adalah
orang yang menjadi pelayan masyarakat dalam rangka melayani kepentingan masyarakat.
Sebagai aparatur negara maka tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) adalah memberikan
pelayanan prima untuk melayani kepentingan publik.

Makanya, dalam banyak hal yang dituntut untuk memiliki budaya kerja adalah para aparat
negara. Hal ini tentu terkait dengan tupoksinya yang berkisar pada pelayanan publik dan
kepuasan pelanggan. Bagi sektor swasta, memang telah dibangun mekanisme kerja yang
berbasis efektivitas dan efisiensi. Kebanyakan pekerja swasta dituntut untuk bekerja sesuai
dengan standart pekerjaan yang ditanganinya.

Di dalam kerangka untuk memberikan pelayanan yang baik kepada user atau pelanggan maka
dipersyaratkan beberapa hal yang bisa menjadi basis bagi penciptaan budaya kerja yang tinggi.

Syarat-syarat tersebut antara lain adalah:


Kreativitas dan kepekaan, yaitu mengembangkan pekerjaan secara dinamis yang dapat
mendorong ke arah efisiensi dan efektivitas. Seorang aparat di manapun ia bekerja selayaknya
jika mengembangkan sikap dan tindakan efektif dan effisien. Pekerjaan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien jika didasari oleh adanya kemampuan bekerja secara kreatifitas dan
kepekaan yang tinggi. Tanpa kreatifitas dan kepekaan sulit rasanya seseorang akan dapat
menciptakan peluang bekerja dengan efektif dan efisien.

Disiplin dan keteraturan kerja, yaitu bekerja yang mengacu kepada standar operasional prosedur
(SOP). Setiap instansi yang bergerak di bidang pelayanan pastilah memiliki SOP. Melalui
prosedur kerja yang telah distandardisasi maka akan terdapat ukuran-ukuran yang pasti dan jelas.
Jika seseorang menyalahi SOP-nya maka akan diketahui dan kemudian akan dapat merusak citra
intsitusi tersebut di mata para pelanggannya. SOP dibuat agar para pelanggan akan memperoleh
rasa kepuasan dalam pelayanan.

Keberanian dan kearifan, yaitu produk yang dihasilkan melalui pendelegasian wewenang yang
berbasis pada Standart Pelayanan Minimum (SPM) dan Standart Operasional Prosedur (SOP).
Seseorang akan memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu jika aturan yang menjadi
landasan pekerjaannya sangat jelas. Dan landasan kerja tersebut adalah SPM dan SOP.
Keberanian saja tentu tidak cukup tanpa didasari oleh semangat kearifan yaitu melaksanakan
sesuatu berdasar atas dorongan kemanusiaan dan lingkungan.

Dedikasi dan loyalitas, yaitu melakukan pekerjaan yang diarahkan terhadap tugas yang
bersumber pada visi,misi dan tujuan organisasi. Dedikasi dan loyalitas tidak diberikan secara
personal akan tetapi kepada lembaga. Jadi bukan loyal kepada pimpinannya, atau atasannya
tetapi kepada visi dan misi lembaga atau institusinya. Jika loyalitas sudah diberikan kepada
lembaga, maka yang penting adalah lembaga bukan siapa yang ada dibalik lembaga. Sayangnya
bahwa masih banyak loyalitas dan dedikasi yang diberikan kepada individu bukan kepada
lembaga.

Semangat dan motivasi, yaitu bekerja yang didorong oleh keinginan memperbaiki keadaan
secara perorangan maupun organisasional. Perubahan adalah kata kunci untuk mengembangkan
institusi. Namun demikian bukan hanya perubahan saja yang dituntut akan tetapi adalah
perubahan yang didasari oleh semangat dan motivasi untuk berkembang dan maju. Bekerja harus
didasari oleh semangat dan motivasi yang bersumber dari niat yang baik dan kuat. Niatlah yang
akan menentukan sesuatu bisa dilaksanakan dan dicapai atau tidak. Makanya niat menjadi aspek
utama dalam pengembangan menuju kemajuan.

Di atas itu semua, maka bekerja juga harus didasari oleh ketekunan dan kesabaran serta adil dan
terbuka. Jika ini semua bisa dilaksanakan bukan tidakmungkin bahwa kita akan menjadi bangsa
yang maju dengan pelayanan publik yang prima.
A.4 Cara membangun etika yang baik di tempat kerja

Mendatangi meja atau ruangan kerja teman untuk berdiskusi atau sekadar berbincang-bincang
adalah salah satu etika yang baik dilakukan dalam lingkungan kantor. Bersosialisasi dengan
kolega di kantor dapat menumbuhkan rasa keakraban dan kedekatan satu sama lain.Meski
merasa akrab, tidak semua hal dapat Anda ceritakan kepada teman-teman di tempat kerja.
Memberikan informasi yang berlebihan tentang diri Anda dapat menyebabkan gosip, salah-salah
akan membahayakan karir Anda jika hal itu sampai terdengar atasan.Terlalu dekat dengan rekan
kerja atau bahkan atasan tidak cukup baik untuk dilakukan. Lantas, apa yang sebaiknya
dilakukan? Berikut cara membangun etika yang baik di tempat kerja seperti yang dikutip dari
iDiva.1. Berkomunikasi dengan KolegaSaat ini, sudah banyak sekali perusahaan atau individu
yang berinvestasi di suatu perusahaan tertentu. Hal tersebut sangat memungkinkan Anda untuk
bertemu dengan banyak kolega setiap harinya.Salah satu cara membangun etika yang baik adalah
dengan berkomunikasi dengan kolega. Bukalah percakapan dengan sapaan yang ramah dan
berbicaralah dengan tema yang umum. Jika ia melakukan sesuatu yang luar biasa, Anda dapat
memberinya pujian sesekali dan jangan berlebihan.Hindari percakapan yang menyinggung
perasaan, melecehkan dan menggoda rekan kerja lainnya. Hal tersebut bukan saja akan dapat
menghambat budaya kerja dan menciptakan ketegangan, tetapi juga permusuhan di dalam
kantor.2. Pakaian Mencerminkan KepribadianKepribadian, merupakan kesan yang ditimbulkan,
dan sikap tercermin dari pakaian yang Anda kenakan saat pergi ke kantor. Wanita yang
mengenakan pakaian terbuka tentu saja akan mengundang perhatian dan mendapat komentar
yang tidak perlu. Sementara, pakaian dan sepatu yang sesuai dengan lingkungan kerja akan
membuat Anda terlihat elegan dan dihormati.

Maka, pastikan Anda bersikap sebagaimana ingin dihormati di tempat kerja. Berjalan dengan
tegap dan percaya diri adalah hal yang harus Anda lakukan. Ingat, berhati-hatilah dengan
penampilan.3. Menjaga SikapPastikan Anda tidak sedang sakit pada setiap acara kantor atau
ketika berada di tempat kerja. Hal-hal sederhana seperti menghadiri pertemuan, mematikan atau
membuat nada silent saat bekerja, mengatur nada dering dengan volume yang cukup adalah etika
yang baik saat di kantor.Hal-hal lain seperti berkonsentrasi pada pekerjaan Anda sendiri, tidak
mengintip ke layar komputer rekan kerja, merupakan sikap umum yang juga dapat dipraktekan.
Anda tidak perlu menjelaskan panjang lebar tentang siapa Anda, jika ada hal-hal yang harus
diketahui rekan kerja Anda, sampaikanlah dengan jelas dan tanpa bertele-tele. Berusahalah
bersikap diplomatis.Terakhir namun tidak kalah penting, jangan biarkan sesuatu atau seseorang
menghambat kinerja Anda. Kinerja yang dibentuk dari sopan santun dan perilaku yang baik akan
memberikan nilai positif bagi Anda.Hal-hal yang Perlu Anda Ingat:
Aturlah nada suara Anda ketika sedang berbicara dengan kolega. Ketika Anda ingin
menyampaikan saran atau menanyakan sesuatu, pastikan Anda mengatur volume suara agar tidak
mengganggu rekan kerja lainnya.

Hormati privasi kolega. Sangat tidak etis untuk mengintip email rekan kerja Anda. Aturan yang
sama juga berlaku pada ponsel yang berdering. Anda tidak perlu tahu siapa yang menelepon
kolega Anda.

Ketika bergabung dengan rekan kerja untuk makan siang, ingatlah untuk meletakkan segala
sesuatu kembali di tempatnya masing-masing. Tariklah kursi tanpa mengeluarkan suara. Selain
itu, pastikan Anda berdiri ketika kolega datang, dan duduk kembali ketika mereka telah duduk di
kursinya masing-masing.

Jika meminjam alat tulis, atau barang kantor dari seorang rekan, pastikan Anda
mengembalikannya setelah selesai digunakan. Termasuk ketika meminjam uang. tidak semua
orang suka untuk menagih, maka bayarlah hutang Anda secepatnya.

Pastikan Anda menghormati pekerjaan rekan kerja Anda. Jika tidak melakukan pekerjaan
tertentu, pastikan tidak mengambil alih pekerjaannya, dan sebaliknya.

Membangun adalah setiap kegiatan mendirikan, membongkar, memperbaharui, merubah,


mengganti seluruh atau sebagian, memperluas bangunan atau bangun bangunan.

A.5 Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan
dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja
yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi
membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang
lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan
berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal
itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan
pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya
masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan
tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja
diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan
antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang
dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya
pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam
menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi.

Sumber : Robert Kreitner & Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi, 2003: 127

Cakupan makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:

Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam
maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan,
prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada
sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan
tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja
dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.[8]

Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai inti perusahaan.
Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakan aturan dan
kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari
prasangka negatif karena segala sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat
(informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan
komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal maupun informal
diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai.

Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan
menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan
lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap
keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan
bersama dalam rangka membentuk budaya kerja.
Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumberdaya
manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau mempengaruhi sikap dan
perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-
masing. Dengan adanya suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu,
misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan
(organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya
agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran pelanggan,
pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan.
Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern,
sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu,
sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini
dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut
menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan
organisasi. Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar
sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap
dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan masa depan. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul
seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan
fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus ingin belajar, ingin
memberikan terbaik bagi organisasi, dan lain-lain.

Berdasarkan pandangan mengenai manfaat budaya kerja, dapat ditarik suatu deskripsi
sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja sehingga sesuai yang diharapkan.

A.6 Unsur– Unsur Budaya Kerja

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat
Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan
perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja
tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui
proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat
sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.
Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama
menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya
terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

1) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain,
seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri,
atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2) Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati,
teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu
sesma pegawai, atau sebaliknya.

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun
sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat
kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang
terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan
cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan
pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka.

Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga
Yaitu :

1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi


pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau
kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup
lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu
pendirian (position), jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan
keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak
disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari
lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi
ataupun perusahaan.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan pegawai,
maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian
terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-
peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat
kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik dalam
organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan.

3) Nilai-nilai

Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting,
apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat
berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat
abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau
budaya kerja. Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan.

BAB III. PENUTUP

KESIMPULAN

Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di kalangan anggota organisasi, tetapi perlu
dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya perusahaan adalah sekumpulan nilai dan
pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama, oleh semua anggota organisasi dan diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya.

SARAN

Budaya perusahaan sangat penting peranannya dalam mendukungterciptanya suatu organisasi


atau perusahaan yang efektif. Secara lebih spesifik, budaya perusahaan dapat berperan dalam
menciptakan jati diri, mengembangkan keikutsertaan pribadi dengan perusahaan dan menyajikan
pedoman perilaku kerja bagi karyawan.

Daftar Pustaka
http://www.organisasi.org/1970/01/arti-definisi-pengertian-budaya-kerja-dan-tujuan-manfaat-
penerapannya-pada-lingkungan-sekitar.html

http://panjisatria15.wordpress.com/2012/11/08/pengertian-budaya-kerja/

http://dedylondong.blogspot.com/2011/10/budaya-kerja.html

http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=300

http://wolipop.detik.com/read/2012/11/21/180037/2097392/1133/2/cara-membangun-etika-
yang-baik-di-tempat-kerja

http://arozieleroy.wordpress.com/2010/07/13/budaya-kerja/

Posted by varida aniva at 02:13

http://faridaniva.blogspot.com/2013/12/makalah-budaya-kerja.html

Budaya Kerja

1. Pengertian Budaya Kerja

Menurut kamus Webster, budaya adalah ide, adat, keahlian, seni, dan lain-lain yang diberikan
oleh manusia dalam waktu tertentu. Budaya menyangkut moral, sosial, norma-norma perilaku
yang mendasarkan pada kepercayaan, kemampuan dan prioritas anggota organisasi.

Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut oleh tiap
individu karyawan dan kelompok karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan
mencapai tujuan organsiasi dan individual.

Budaya kerja penting dikembangkan karena dampak positifnya terhadap pencapaian perubahan
berkelanjutan ditempat kerja termasuk peningkatan produktivitas ( kinerja ).

Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya Organisasi itu sendiri merupakan
sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai sistem internal dan sistem eksternal
sosial. Hal itu tercermin dari isi visi, misi, dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, seharusnya
setiap organisasi memiliki identitas budaya tertentu dalam organisasinya. Dalam perusahaan
dikenal sebagai budaya korporat dimana didalamnya terdapat budaya kerja.

Kekuatan yang paling kuat mempengaruhi budaya kerja adalah kepercayaan dan juga sikap para
pegawai. Budaya kerja dapat positif, namun dapat juga negatif. Budaya kerja yang bersifat
positif dapat meningkatkan produktifitas kerja, sebaliknya yang bersifat negatif akan merintangi
perilaku, menghambat efektivitas perorangan maupun kelompok dalam organisasi.

Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung komponen-
komponen yang dimiliki seorang karyawan, yakni :

1. Pemahaman substansi dsar tentang makna bekerja

2. Sikap terhadap pekrjaan dan lingkungan pekerjaan

3. Perilaku ketika bekerja

4. Etos Kerja

5. Sikap terhadap waktu

6. Cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.

Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seseorang karyawan,
maka akan semakin tinggi kinerjanya. Ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat tumbuh
berkembang dengan subur dikalangan karyawan dan staf, maka dibutuhkan pendekatan-
pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi

1. Tindakan manajemen puncak

a. Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi panutan.

b. Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan karyawan bersikap dalam


berkomunikasi dan berprestasi untuk mencapai standar kerja perusahaan.

c. Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma kerja akan menumbuhkan integritas


dan komitmen karyawan yang tinggi.

d. Imbalan dan hukuman yang diberikan manajemen puncak akan memacu karyawan untuk
meningkatkan semangat dan disiplin kerja.

2. Proses Sosialsiasi

Proses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan baru untuk penyesuaian diri
dengan budaya organisasi. Sosialisasi dilakukan ketika mereka sedang dalam tahap penyeleksian
atau pra tanda tangan.

Tiap calon karyawan mengikuti pembelajaran sebelum diterima. Setelah diterima para karyawan
baru melihat kondisi organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan, antara lain
lewat proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada dalam tahap “perjuangan”
untuk menentukan keputusan apakah sudah siap menjadi anggota sistem sosial perusahaan, ragu-
ragu ataukah mengundurkan diri.

Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus bekrja, namun prsoes perubahan relatif masih
membutuhkan waktu yang lama, maka tiap karyawan perlu difalisitasi dengan pelatihan dan
pengembangan diri secara terencana.

Dalam hal ini, karyawan harus membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan ketrampilan
kerja yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku dalam kelompok
kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.

Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada tahap internalisasi yang
diukur dari (1) Produktivitas Kerja, (2) Komitmen pada tujuan organisasi, dan (3) Kbesamaan
dalam organisasi

Jadi budaya kerja yang dibentuk dari budaya organisasi akan berdampak pada kinerja dan
produktivitas. Hal ini tercermin dari sikap karyawan dalam memandang pekerjaannya, sikap
dalam bekerja, etos kerja, dan pemanfaatan waktu dalam bekerja.

Agar dapat terlaksana dengan baik, harus ada langkah-langkah yang harus diambil dari pihak
manajemen dan proses sosialisasi, sehingga budaya kerja yang ada dapat terinternalisasi dalam
setiap kegiatan pekerjaan sehari-hari.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi Budaya Kerja

Menurut pendapat para ahli, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi budaya kerja adalah sebagai
berikut :

1. Perilaku pemimpin

Tindakan nyata dari seorang pemimpin biasanya akan menjadi cermin penting bagi para
pegawai.

2. Seleksi para pekerja

Dengan menempatkan pegawai yang tepat dalam kedudukan yang tepat, akan
menumbuhkembangkan rasa memiliki dari para pegawai.

3. Budaya Organisasi

Setiap organisasi memiliki budaya kerja yang dibangun sejak lama.

4. Budaya Luar
Didalam suatu organisasi, budaya dapat dikatakan lebih dipengaruhi oleh komunitas budaya luar
yang mengelilinginya.

5. Menyusun misi perusahaan dengan jelas

Dengan memahami misi organisasi secara jelas maka akan diketahui secara utuh dan jelas
sesuatu pekejaan yang seharusnya dilakukan oleh para pegawai.

6. Mengedepankan misi perusahaan

Jika tujuan suatu organisasi sudah ditetapkan, setiap pemimpin harus dapat memastikan bahwa
misi tersebut harus berjalan.

7. Keteladanan pemimpin

Pemimpin harus dapat memberi contoh budaya semangat kerja kepada para bawahannya

8. Proses pembelajaran.

Pembelajaran pegawai harus tetap berlanjut. Untuk menghasilkan budaya kerja yang sesuai, para
pegawai membutuhkan pengembangan keahlian dan pengetahuan.

9. Motivasi

Pekerja membutuhkan dorongan untuk turut memecahkan masalah organisasi lebih inovatif.

Dengan demikian pemimpin dapat mengembangkan budaya kerja yang adil melalui peningkatan
daya pikir pegawai dalam memecahkan masalah ayng ada secara efektif dan efisien.

Selanjutnya yang dimaksud budaya kerja dalam penelitian ini adalah kondisi dan iklim kerja
yang diciptakan oleh pimpinan dan diberlakukan dalam organisasi untuk dijadikan pedoman
sikap dan perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas.

Jadi dalam rangka mengaktualisasikan budaya kerja sebagai ukuran sistem nilai dalam bekrja
yang pertama kali harus diupayakan adalah penanaman dalam sikap mental karyawan yang
meliputi pemahaman dan pelaksanaan dalam sikap dan pelaksanaan pekerjaannya sehari-hari.

Selain itu perilaku pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi pelaksanaan budaya kerja
dalam suatu organisasi. Dalam hal ini diperlukan keteladanan sikap untuk dapat dijadikan contoh
dan panutan oleh semua karyawan, juga kebijakan dalam menentukan arah, tujuan serta visi dan
misi suatu organisasi yang akan juga dijadikan landasan dalam pelaksanaan budaya kerja.

Sumber : http://dedylondong.blogspot.com/2011/10/budaya-kerja.html

Budaya Kerja Rumah sakit


Budaya Melayani

ž Sesuai dengan perkembangan baaru dalam Paradigma pelayanan, budaya kerja rumah sakit
yang positif adalah budaya kerja melayani, caranya adalah dengan contoh membiasakan arah
orientasi tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang dilayani, bukan
kepentingan sendiri.

ž Namun, apabila orientasi tindakan ke arah kepentingan diri sendiri akan bertentangan dengan
"Budaya Kerja Melayani" tersebut diatas. contoh tindakan budaya negatif adalah karyawan
rumah sakit yang suka membolos atau terlambat daytang kemudian perawat yang kurang
perhatian terhadap pasien orang miskin, dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di
Apotik tertentu.

Budaya Mutu

ž Peningkatan mutu lebih menjadi prioritas dibandingkan profit, walau harus tetap seimbang.

ž Seiring peningkatan mutu akan diperoleh peningkatan penghaasilan.

Sumber : http://mmunsoed27.files.wordpress.com

Budaya Kerja dalam Perkantoran

PEMAHANAN WAWASAN BUDAYA DALAM DOMAIN PERKANTORAN

Meskipun kantor-kantor di Indonesia sudah banyak ditingkatkan kualitasnya menuju


modernisasi, efisiensi dan efektivitas, kebanyakan masih menggunakn pola budaya kerja yang
konvensional. Kantor pada umumnya mempunyai staf yang banyak jumlahnya, dan pekerjan
masih dilakukan secara manual karena belum semuanya mengenal dan menguasai teknologi
informasi. Administrasi bersifat hirarkikal dan tersegmentasi. Pekerjaan dilakukan dalam irama
santai, sesuai dengan istilah “alon-alon asal kelakon” (bahasa Jawa), yang dapat diterjemahkan
menjadi “biar lambat asal selamat” (bahasa Indonesia). Karena itu kecuali pada kantor-kantor
yang telah menerapkan manajemen berkualitas, pada umumnya layanan perkantoran berjalan
lamban. Orang biasanya harus sabar menunggu petugas yang khusus diberi tugas tertentu, dan
urusan tidak selalu tuntas pada satu saat.

Pegawai administrasi tingkat menengah ke bawah pada umumnya bergaji relatif rendah,
sehingga mereka harus pandai-pandai mengatur atau menambah pendapatan dengan berbagai
cara, supaya keperluan keluarga bisa tercukupi. Karena itu, pada saat pegawai harus bekerja di
kantor, adakalanya mereka datang terlambat atau keluar kantor untuk berbagai keperluan lain,
misalnya makan pagi, melakukan kegiatan ekonomi seperti bertransaksi bisnis, atau melakukan
kegiatan antar-jemput anaknya yang bersekolah.

Dalam budaya Jawa dikenal pula istilah “guyub rukun”, yang menunjukkan bahwa masyarakat
Jawa gemar melakukan kegiatan sosial dan bercengkerama untuk menunjukkan keakraban
mereka sebagai bagian dari pola hidup masyarakat. Hal ini juga berdampak pada kondisi kerja di
kantor. Karena jumlah pegawai cukup banyak, mereka lazim bersosialisasi dan bercakap-cakap
satu dengan yang lain, atau membaca koran di kantor pada saat jam kantor.

Pada masyarakat internasional, pola hidup dan budaya kerja masyarakat lebih dinamis dan
bersifat individual. Orang lebih mengutamakan prestasi kerja. Kantor hanya memiliki pegawai
terbatas, yang mampu melaksanakan berbagai tugas dengan didukung oleh peralatan dan data
melalui teknologi informasi. Tidak heran jika layanan perkantoran berlangsung cepat, efektif,
dan efisien.

Masalah pada Kontak Budaya: Perbedaan budaya kerja tersebut dapat menimbulkan berbagai
masalah tatkala terjadi kontak budaya, terutama bagi penutur asing yang baru pertama kali
memasuki lingkungan budaya kerja dalam budaya lokal tersebut. Masalah yang dihadapi adalah
seperti berikut ini:

1. Urusan tidak dapat segera diselesaikan, dan belum tentu bertemu dengan petugasnya.

2. Petugas yang dicari tidak selalu berada di tempat.

3. Orang perlu sabar menunggu tanpa ada kepastian yang jelas kapan urusannya dapat
diselesaikan.

Sumber : http//xa.yimg.com

Budaya Kerja dalam Perusahaan

BUDAYA PERUSAHAAN

Sebagaimana teman-teman ketahui bahwa belakangan ini perusahaan kita sedang giat-giatnya
membentuk atau mencanangkan Budaya Perusahaan yang akan diterapkan dalam lingkungan
perusahaan kita. Kami Pengurus SP KMO-HLP mencoba memberikan sedikit pencerahan apa,
bagaimana dan apa pentingnya serta proses penentuan Budaya Perusahaan bagi perusahaan
tercinta kita.

Agar setiap insan PT. Gapura Angkasa memiliki pedoman dan pegangan yang sama dalam
bertindak & berperilaku, selain dibutuhkan pedoman tata kelola perusahaan (Code of Corporate
Governance), juga diperlukan pedoman perilaku perusahaan (Code of Conduct) yang berlaku
secara umum dan harus ditaati & dipatuhi.

Pedoman perilaku tersebut dimaksudkan sebagai panduan bagi setiap insan PT.Gapura Angkasa
yang diharapkan dapat memberikan kejelasan tindakan yang harus dilakukan dan ditaati sesuai
dengan nilai-nilai korporasi yang telah dibangun.

Sebenarnya Manajemen kita telah menetapkan nilai-nilai Budaya kerja sebagai pedoman
berperilaku dan berpikir serta bersikap dan bertindak, yang tediri dari :

- safety & Security

- Customer Focus

- Do with Integrity

- High Productivity

- Leading by Inovation

Meskipun ke lima nilai-nilai Budaya Kerja tersebut telah ditetapkan berlaku secara umum,
namun implementasinya belum dapat berjalan karena kurang sesuai dengan tuntutan bisnis
PT.Gapura Angkasa.

Kondisi seperti itu yang menyebabkan manajemen memandang perlu untuk segera melakukan
pendalaman dan perumusan kembali terhadap nilai-nilai inti yang telah dimiliki, disamping
melakukan pendalaman dan kajian tentang kemungkinan diperlukannya nilai-nilai inti yang baru,
sesuai dengan tuntutan perkembangan dan perubahan yang terjadi

Adapun yang melatar belakang pencanangan Budaya Kerja Perusahaan yang baru adalah :

• RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan) telah menetapkan visi dan misi perusahaan yang
baru sehingga perlu didukung dengan implementasi serta internalisasi budaya kerja yang tepat.

• Kebutuhan akan transformasi paradigma lama menuju paradigma baru terutama yang berkaitan
dengan aspek budaya kerja.
Setelah melakukan Riset Pendalaman Nilai Inti dan Perilaku Kunci dari Nilai-Nilai yang telah
ditetapkan, dengan melalui proses yang terdiri dari :

A. FGD (Focus Group Discussion) Pendalaman nilai Budaya Kerja

Dalam tahap ini disusun kelompok Focus Group Discussion yang terdiri dari 6 responden dan
maksimal 10 dalam tiap group, kelompok FGD ini berasal dari kelompok level management
yang sama, yang dinilai mewakili pegawai di level top management, midle management &
fungsional, dalam hal ini FGD diwakili dari Cab. CGK, CGO, Cab HLP dan KP. Adapun
maksud FGD ini adalah untuk pengumpulan data, guna menjaring pendapat dan usulan dari
seluruh responden para peserta FGD berkaitan dengan nilai-nilai Budaya kerja PT.Gapura
Angkasa.

B. Perumusan nilai Budaya Kerja

Hasil dari tahap pertama yang berupa usulan nilai-nilai Budaya kerja PT.Gapura Angkasa dari
setiap kelompok pegawai/management dibawa kedalam forum diskusi tim counterpart, dan
selanjutnya melakukan diskusi untuk membandingkan pendapat-pendapat yang ada dengan
melihat berbagai alternatif dan tingkat kepentingan serta tantangan dimasa yang akan datang.
Dari kegiatan tahap kedua ini diperoleh konfigurasi 5 Nilai Budaya Kerja yang dianggap relevan
bagi kondisi perusahaan kita. Tiga diantaranya masih sama dengan nilai sebelumnya, sementara
dua lainnya merupakan nilai yang baru.

Adapun usulan Nilai Budaya Kerja yang di syahkan penetapan oleh Direksi adalah:

Nilai-Nilai Budaya ini tidak ada prioritas paling utama, semua menjadi prioritas yang harus
dipatuhi dalam bersikap dan bertingkah laku oleh management ataupun karyawan.

Untuk mempermudah dalam pemahaman ke 5 Budaya Kerja tersebut, maka setiap budaya kerja
dibuat definisi Operasional

Utamakan Keselamatan dan Keamanan

Definisi Operasional : menyadari & memahami bahwa bekerja didalam industri penerbangan
sarat dengan peraturan/regulasi, standard keselamatan dan keamanan yang tinggi (highly
regulated industry) sehingga didalam memberikan pelayanan terhadap pelanggan kami
mengedepankan faktor keselamatan dan keamanan dengan tetap memperhatikan etika dan
kepentingan ekonomi perusahaan.

Fokus pada Pelanggan

Definisi Operasional : mengutamakan kepentingan pelanggan yang akan menikmati setiap upaya
kerja yang dihasilkan dengan dilandasi sikap saling menghargai delam hubungan sebagai mitra
bisnis.

Integritas

Definisi Operasional : Senantiasa berpedoman kepada Ketuhanan yang Maha Esa dengan
menerapkan nilai-nilai kejujuran, disiplin, kehrmatan, tanggung jawab, keteladanan, menyatukan
pikiran, kata dan perbuatan, berani mengambil resiko selaku profesional dengan mengikuti kode
etik dan norma-norma yang berlaku dalam menjalankan organisasi sehingga tercapai tata kelola
perusahaan yang baik dan benar.

Peduli pada SDM

Definisi Operasional : Menghargai SDM sebagai modal manusia (Human Capital) perusahaan
dengan membangun SDM yang berkualitaas, kesejahteraan dan bermartabat.

Kinerja Optimal

Definisi Operasional : Bekerja secara profesional dengan mengutamakan efektifitas dan efisiensi
dalam kesatuan tim kerja perusahaan yang solid dan senantiasa melakukan perbaikan secara
berkelanjutan.

Dan program selanjutnya yang akan dilakukan agar Budaya Kerja ini dapat terimplemetasi
dengan baik adalah :

Persiapan Implementasi Nilai-nilai Budaya Perusahaan Melalui Pembentukan Change Agents


oleh Konsultan & Tim Counterpart.

Membentuk dan Menyiapkan Pembina Utama dan Mitra Pengubah.

Pembuatan Reminder Tools.


Internalisasi dan Penguatan Nilai-nilai Inti Budaya Kerja Kepada Sel-sel Pengubah.

Sosialisasi Nilai-nilai Inti Budaya Kerja Kepada Seluruh Pegawai Gapura Angkasa

Nilai-nilai Budaya Kerja yang telah ditetapkan, sesungguhnya merupakan cerminan atas
konsepsi nilai, keyakinan & juga pedoman perilaku nilai yang telah diidentifikasi, ditunjukan dan
diusulkan oleh seluruh jajaran organisasi.

Rumusan Nilai-Nilai Budaya Kerja dalam kalimat pendek dan sederhana dalam Bahasa
Indonesia diyakini dan diharapakan sangat membantu memudahkan pemahaman dan
implementasinya oleh semua karyawan.

Sumber : http://sp-kmohlp.blogspot.com/2011/12/budaya-perusahaan.html

http://alfiahsiti134.blogspot.com/2012/10/budaya-kerja.html

Makalah Budaya Organisasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah organisasi mempunyai budaya masing-masing. Ini menjadi salah satu pembeda antara
satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah organisasi ada yang sesuai dengan
anggota atau karyawan baru, ada juga yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau
karyawan yang tidak sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau
dia ingin bertahan di organisasi tersebut.

Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang
jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya
organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan
diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan
budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.

Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja. Memang banyak faktor
lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi
merupakan faktor yang utama.
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentefikasi masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan budaya dan organisasi ?

2. Pengertian budaya organisasi ?

3. Bagaimana kharakteristik budaya organisasi ?

4. Bagaimana nilai dominan dan sub budaya organisasi ?

5. Unsur-unsur budaya organisasi ?

6. Fungsi dan dinamika budaya organisasi ?

7. Bagaimana peran budaya organisasi ?

8. Contoh kasus budaya organisasi ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

a. Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas budaya organisasi. Selain itu
makalah ini bertujuan untuk membandingkan antara baik dan buruknya suatu organisasi.
Membandingkan dalam arti tidak mengatakan suatu organisasi itu baik atau tidak baik, tapi
dijadikan sebagai pedoman bagi para pembaca jika ingin membuat suatu organisasi dan
menjawab rumusan masalah.

b. Manfaat makalah ini adalah memenuhi tugas budaya organisasi dan menjadi pedoman bagi
seseorang jika ingin bergabung dengan suatu organisasi atau bahkan mendirikan sebuah
organisasi yang baik dan dapat bertahan lama.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya dan Organisasi

a. Budaya

Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan memecahkan suatu masalah
yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah internal maupun eksternal yang sudah
cukup baik dijadikan bahan pertimbangan dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada anggota
baru sebagai jalan yang terbaik untuk berpikir dan merasakan didalam suatu hubungan
permasalahan tersebut.

b. Organisasi

Menurut dimock Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang
saling berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat mengenai kewenangan, koordinasi
dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Menurut Herbert G Hicks Organisasi adalah proses yang terstruktur dimana orang-orang
berinteraksi untuk mencapai tujuan

Menurut Mc Farland Organisasi adalah suatu kelompok manusia yang dapat dikenal yang
menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan.

Jadi, organisasi itu adalah sekumpulan orang yang terstruktur secara sistematis yang berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan.

2.2 Budaya Organisasi

a. Pengertian

Menurut Susanto Budaya organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sember daya
manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam
perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada
dan bagaimana mereka harus bertingkah laku atau berprilaku.

Menurut Robbins Budaya organisasi adalah suatu system makna bersama yang dianut oelh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan yang lain.

Menurut Gareth R. Jones Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi, suatu system dari makna bersama.
Jadi budaya organisasi itu adalah suatu budaya yang dianut oleh suatu organisasi dan itu menjadi
pembeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.

Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah
organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan
seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber
tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.

Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi
tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya.
Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri
memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi
dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran
dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan
cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak
sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan
demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi
mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu.
Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.

b. Karakteristik budaya organisasi

Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap
inovatif dan berani mengambil risiko.

· Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, d perhatian pada hal-hal detail.

· Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

· Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek


dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.

· Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada
indvidu-individu.

· Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

c. Nilai dominan dan subbudaya organisasi

Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan
kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari
sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di
tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan
pengertian yang serupa.

Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya
dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota
organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya
dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian
tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk
merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota.
Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang
unik.

Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai
budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena
tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan
perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya
sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan
seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan
pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami
perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat
diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi
perilaku anggotanya.

d. Unsur-Unsur Budaya Organisasi

1. Asumsi dasar

2. Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut

3. Pemimpin

4. Pedoman mengatasi masalah

5. Berbagai nilai

6. Pewarisan

7. Acuan prilaku

8. Citra dan Brand yang khas


9. Adaptasi

e. Fungsi Dan Dinamika Budaya Organisasi

Fungsi Budaya organisasi :

1. Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi

2. Alat Pengorganisasian Anggota

3. Menguatkan Nilai-Nilai dalam Organisasi

4. Mekanisme Kontrol Prilaku ( Nelson dan Quick,1997)

Tipe Budaya organisasi :

1. Budaya Birokrasi

2. Budaya Inovatif

3. Budaya Suporatif

f. Peran Budaya Organisasi

Dari pengertian budaya organisasi di atas, tampak bahwa budaya organisasi memiliki peran yang
sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas kinerja organisasi, khususnya
kinerja manajemen dan kinerja ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa
yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya
dan mengelola sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan
peluang dari lingkungan internal dan eksternal.

Contoh Budaya Organisasi :

1. Budaya Organisasi Lion Air

Maskapai penerbangan ini dibentuk oleh dua kakak beradik. Dengan modal keinginan tinggi,
akhirnya pada Oktober 1999, Kusnan dan Rusdi Kirana selaku dua kakak beradik tersebut
berhasil mendaftarkan maskapai penerbangan yang dimilikinya ke badan hukum. Pada saat itu,
maskapai penerbangan ini hanya memiliki satu armada pesawat terbang. Rusdi Kirana. Kelahiran
17 Agustus 1963 ini mampu menepis segala keraguan dengan menjadikan Lion Air sebagai salah
satu armada terbesar saat ini. Berbekal pengetahuan menjadi sales agent sebuah biro perjalanan,
ia nekad mendirikan Lion Air. Ia menyebut modalnya saat itu hanya kepercayaan. ""Dari mana
saya punya uang, modal airline itu kan bukan cuma 1-2 milyar? Ini karena kepercayaan,"
tegasnya.

Budaya keterbukaan dibangun Lion Air, Rusdi Kirana sering melakukan pertemuan informal
dengan bawahannya dan meminta ide-ide untuk pengembangan perusahaannya, Gaya dan
tingkah laku keduanya menjadi inspirasi bagi karyawannya dan menjadikannya cerita yang
dibicarakan berulang-ulang diantara karyawannya. Mereka seolah menjadi model yang dijadikan
panutan bersama. Kepedulian terhadap karyawan sangat tinggi dan tidak terlalu mengedepankan
formalitas, ini memperbolehkan sesama karyawan menikah tanpa ada rasa khawatir akan
penyelewengan. Kondisi ini yang memudahkan kultur terbentuk dengan baik diantara staf
Indonesia Lion Air.

Lion Air sangat fokus terhadap skill karyawan dibuktikan dengan membangun fasilitas training
dan simulator untuk pilot dan staffnya, dalam hal rekrutmenpun Lion Air berani untuk membayar
Transfer Fee lebih mahal untuk membajak Pilot-pilot yang berkualitas, strategi outsourcingpun
dilakukan kepada beberapa pekerjaan yang bersifat core untuk memudahkan retensinya.

Lion Air mengingat keselamatan adalah hal utama dalam industry dan menjadi kewajiban yang
diembankan oleh departemen perhubungan. Lion Air membentuk Safety Management System
yang merupakan salah satu program safety yang harus dilaksanakan oleh serluruh operator
penerbangan di seluruh dunia sesuai instruksi Organisasi Penerbangan Sipil (International Civil
Aviation Organization/ICAO) melalui Document 8959 sejak 1 Januari 2009 , program SMS ini
telah disosialisasikan kepada seluruh karyawan Lion Air yang bertugas di kantor pusat dan di
daerah tempat kegiatan operasional Lion Air.

BAB III

KESIMPULAN

Setiap organisasi mempunyai budaya yang berbeda-beda. Tidak aka nada dua organisasi yang
mempunyai budaya yang sama persis. Ini biasanya sangat berpengaruh pada siapa pendirinya.
Contohnya organisasi yang sedang saya bahas, yaitu Lion Air. Kerena pendirinya adalah orang
yang mempunyai keinginan yang besar maka dia menerapkan kepada diri karyawannya seperti
apa yang dia harapkan. Itupun berhasil dan Lion Air sekarang menjadi sebuah organisasi atau
perusahaan yang besar.

Budaya organisasi yang ada pada Lion Air adalah bagaimana melayani pelanggan atau
penumpang dengan baik. Itu semua harus dilakukan oleh pemimpin dan karyawannya. Tidak
hanya buat pelanggan, Pemimpinnya juga berusaha untuk memakmurkan semua karyawannya
dengan cara salah satunya membuat semua karyawan Lion Air menjadi teman, bukan sekedar
rekan kerja. Dalam gaji Lion Air juga menetapkan standar yang lumayan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Http://blok.Poltek.Malang ac.id//20090526// Budaya Organisasi

Http://strategimanajemen.net/2010/03/08/melacak-strategi-bisnis-lion-air/

Http://romailprincipe.com/daftar-standar-gaji-perusahaan-indonesia

Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Wahab, Abdul Azis, Anatomi organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung:, penerbit
Alfabeta, 2008

http://milikyusry.blogspot.com/2013/04/makalah-budaya-organisasi.html

Contoh Makalah budaya akademik, etos kerja, sikap terbuka serta adil dalam pandangan agama
Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masaalah

Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan
dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat
akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan selalu berkembang, bergerak maju bersama
dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan
dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan
dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui dunia
pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan
tentang kemajuan.

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter,
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat.

sikap terbuka antara lain adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam
Islam. Selain itu dalam agama islamkita diharapkan dapat berlaku Adil.

Dari ketiga hal diatas penulis berkeinginan membuat sebuah makalah yang berjudul “Budaya
akademik dan etos kerja serta sikap terbuka dan adil dalam islam”

B. Rumusan Masaalah

1. Memahami budaya akademik dalam pandangan islam

2. Etos kerja, sikap terbuka serta adil menurut perspektif agama Islam

C. Manfaat

Kita dapat memahami budaya akademik, etos kerja, sikap terbuka serta adil dalam pandangan
agama Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Budaya Akademik

· Pengertian Budaya Akademik.

Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk, multikultural yang bernaung dalam sebuah
institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas. Budaya
Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan
kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di
lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan
selalu berkembang, bergerak maju bersama dinamika perubahan dan pembaharuan sesuai
tuntutan zaman. Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan kegiatan akademik menuju
kondisi yang ideal senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan yang mengabdikan dan
mengaktualisasikan diri melalui dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama mereka yang
menggenggam idealisme dan gagasan tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini hanya
dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki
komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi terhadap perkembangan dan kemajuan budaya
akademik.

Budaya akademik sebenarnya adalah budaya universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Membangun budaya akademik bukan perkara yang
mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan akademik, sehingga terjadi kebiasaan di
kalangan akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan akademik tersebut. Pemilikan
budaya akademik ini seharusnya menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi, yakni
dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi bagi seorang dosen adalah dicapainya
kemampuan akademik pada tingkat guru besar (profesor). Sedangkan bagi mahasiswa adalah
apabila ia mampu mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.

Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah
terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu referensi aktual dan mutakhir, diskusi
substansial akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu diharapkan dapat
dikembangkan budaya mutu (quality culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan
dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam proses pendidikan di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan
memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja ia mampu berbicara tentang norma dan
nilai-nilai akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses belajar dan latihan, norma-
norma tersebut tidak akan pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari. Bahkan
sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari
ataupun tidak.

Kiranya, dengan mudah disadari bahwa perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya dan
pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan tinggi merupakan wadah pembinaan
intelektualitas dan moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan IPTEK dan budaya dalam
pengertian luas disamping dirinya sendirilah yang berperan untuk perubahan tersebut.

Berarti budaya akademik :

1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang studi dan keahlian

(disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan Tinggi) yaitu:

- Akademi

- Universitas

- Sekolah Tinggi

- Institut, dll

3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian, Penemuan dan sebagainya

secara ilmiah.

4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat atau Perguruan
Tinggi yang mendorong mahasiswa melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan,
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).

· Pembahasan Tentang Budaya Akademik

Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya Akademik yang berkembang
di Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam pendapat di antaranya :

1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik

Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik
yang disepakati oleh sebagian besar responden adalah budaya atau sikap hidup yang selalu
mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik, yang
mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan obyektif
oleh warga masyarakat yang akademik.

Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik
perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi
berkembangnya :

(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif

(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral

(3) kebiasaan membaca

(4) penambahan ilmu dan wawasan

(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat


(6) penulisan artikel, makalah, buku

(7) diskusi ilmiah

(8) proses belajar-mengajar, dan

(9) manajemen perguruan tinggi yang baik

2) Tradisi Akademik

Pemahaman mayoritas responden mengenai Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri
khas kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen
dan mahasiswa, menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta
mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan akademik.

Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan
cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-
lembaga pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti
menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi berpikir kritis-analitis,
rasional dan inovatif adalah kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan
pembaharuan sikap mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan
disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-
lebihan pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap tradisi lama, terutama dalam
paradigma patron-client relationship yang mendarah daging.

3) Kebebasan Akademik

Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang responden adalah
Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen)
untuk bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan
pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan akademik
meliputi kebebasan menulis, meneliti, menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat,
pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis. Kebebasan
Akademik mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik, tetapi kehidupan dan kebijakan
politik acapkali mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan
yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit berkembang. Dalam kepustakaan
internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan
dengan kebebasan.

Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang berkaitan dengan


kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang, selama puluhan tahun
diwarnai oleh pelarangan dan pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto. Kini
kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto
kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid,
bahkan hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai pada pemerintahan Megawati,
yang makin sulit mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.

Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-sikap dalam
kehidupan beragama yang pada era dan pandangan keagamaan tertentu menimbulkan hambatan
dalam perkembangan kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat. Dapat dikatakan
bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung dan berkaitan dengan
situasi politik dan pemerintahan yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan
pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan kebebasan
akademik pada lazimnya meliputi

(1) penerbitan buku tertentu

(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan

(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan diskusi yang bertentangan
dengan ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara

Ø Prinsip Dasar Budaya Akademik atau Standar Suasana Akademik Yang Kondusif.

1. Prinsip kebebasan berfikir (kebebasan dalam ilmiah)

2. Prinsip kebebasan berpendapat

Prinsip kebebasan mimbar akademik yang dinamis, terbuka dan ilmiah, sesuai dengan yang
diamanatkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
implementasinya :

1. Harus dibangun suasana akademik dengan prinsip :

a. Interaksi mahasiswa dengan dosen harus dalam bentuk mitra bukan dalam bentuk in-loco
parentis (Dosen otoritas, superior, Mahasiswa kerdil dan tidak ada apa-apa).

b. Secara bersama-sama dosen dan mahasiswa punya hak yang sama dalam keilmuan dan
penelitian, diciptakan secara terencana, sistematis, kontinu, terbuka, objektif, ilmiah.

c. Harus diciptakan suasana Perguruan Tinggi yang kondusif yang dapat memberikan
ketenangan, kenyamanan, keamanan dalam proses belajar mengajar (kegiatan akademik).

2. Visi dan misi Perguruan Tinggi yang khas spesifik sampai eksklusif.

3. Mengarah kepada prinsip-prinsip good govermance sesuai dengan kebutuhan use,


stakeholders.

Ø Meningkatkan Budaya Akademik / SDM Mahasiswa


1. Menitik beratkan pada Plan, Do, Check, Action (PDCA), (Plan) rencana yang tepat,
matang dalam setiap aktifitas proses belajar mengajar (Do) dilaksanakan secara optimal,
maksimal dan berkesinambungan. (Check) ada upaya komperatif, sinergi dan sinkronisasi yang
diinginkan dan tujuan, (Action) ada evaluasi dan gambaran yang logis, ilmiah sehingga dijadikan
tolak ukur keberhasilan dan kegagalan

2. Adanya Interaksi kegiatan kurikuler yang terstruktur tepat, baik pada beban kurikulum dan
jumlah serta bobot SKS mata kuliah.

3. Model manajemen yang baik dan terstruktur yang mampu mensinkronisasikan antara
tujuan pribadi (mahasiswa) dengan visi, misi dan tujuan Perguruan Tinggi, pangsa pasar.

4. Tersedianya sarana, prasarana dan sumber daya (dosen, karyawan) yang memadai.

Ø Kesadaran Kritis Dan Budaya Akademik

Merujuk pada redaksi UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI bagian ke
empat pasal 19 bahwasanya mahasiswa itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/
murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan tertentu dalam masa pembelajarannya.
Sedangkan secara harfiah, mahasiswa” terdiri dari dua kata, yaitu Maha yang berarti tinggi dan
Siswa yang berarti subyek pembelajar sebagaimana pendapat Bobbi de porter, jadi kaidah
etimologis menjelaskan pengertian mahasiswa sebagai pelajar yang tinggi atau seseorang yang
belajar di perguruan tinggi/ universitas.

Namun jika kita memaknai mahasiswa sebagai subyek pembelajar saja, amatlah sempit
sebab meski diikat oleh suatu definisi study, akan tetapi mengalami perluasan makna mengenai
eksistensi dan peran yang dimainkan dirinya. Kemudian pada perkembangan selanjutnya,
mahasiswa tidak lagi diartikan hanya sebatas subyek pembelajar (study), akan tetapi ikut mengisi
definisi learning. Mahasiswa adalah seorang pembelajar yang tidak hanya duduk di bangku
kuliah kemudian mendengarkan tausiyah dosen, lalu setelah itu pulang dan menghapal di rumah
untuk menghadapi ujian tengah semester atau Ujian Akhir semester. Mahasiswa dituntut untuk
menjadi seorang simbol pembaharu dan inisiator perjuangan yang respect dan tanggap terhadap
isu-isu sosial serta permasalahan umat manusia.

Apabila kita melakukan kilas balik, melihat sejarah, peran mahasiswa acapkali mewarnai
perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari penjajahan hingga kini masa reformasi. Mahasiswa
bukan hanya menggendong tas yang berisi buku, tapi mahasiswa turut angkat senjata demi
kedaulatan bangsa Indonesia. Dan telah menjadi rahasia umum, bahwasanya mahasiswa lah yang
menjadi pelopor restrukturisasi tampuk kepemimpinan NKRI pada saat reformasi 1998. Peran
yang diberikan mahasiswa begitu dahsyat, sehingga sendisendi bangsa yang telah rapuh, tidak
lagi bisa ditutup-tutupi oleh rezim dengan status quonya, tetapi bisa dibongkar dan dihancurkan
oleh Mahasiswa. Mencermati alunan sejarah bangsa Indonesia, hingga kini tidak terlepas dari
peran mahasiswa, oleh karena itu mahasiswa dapat dikategorikan sebagai Agent of social change
(Istilah August comte) yaitu perubah dan pelopor ke arah perbaikan suatu bangsa. Kendatipun
demikian, paradigma semacam ini belumlah menjadi kesepakatan bersama antar mahasiswa (Plat
form ), sebab masih ada sebagian madzhab mahasiswa yang apriori ( cuek ) terhadap eksistensi
dirinya sebagai seorang mahasiswa, bahkan ia tak mau tahu menahu tentang keadaan sekitar
lingkungan masyarakat ataupun sekitar lingkungan kampusnya sendiri. Yang terpenting buat
mereka adalah duduk dibangku kuliah menjadi kambing conge dosen, lantas pulang duluan ke
rumah.

Inikah mahasiswa ? Padahal, mahasiswa adalah sosok yang semestinya kritis, logis,
berkemauan tinggi, respect dan tanggap terhadap permasalahan umat dan bangsa, mau bekerja
keras, belajar terus menerus, mempunyai nyali (keberanian yang tinggi) untuk menyatakan
kebenaran, aplikatif di lingkungan masyarakat serta spiritualis dan konsisten dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai ketauhidan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan Konsep itulah, mahasiswa semestinya bergerak dan menyadari dirinya akan
eksistensi ke-mahahasiswaan nya itu. Belajar tidaklah hanya sebatas mengejar gelar akademis
atau nilai indeks prestasi ( IP ) yang tinggi dan mendapat penghargaan cumlaude, lebih dari itu
mahasiswa harus bergerak bersama rakyat dan pemerintah untuk membangun bangsa, atau paling
tidak dalam lingkup yang paling mikro, ada suatu kemauan untuk mengembangkan civitas/
perguruan tinggi dimana ia kuliah. Misalnya dengan ikut serta/ aktif di Organisasi Mahasiswa,
baik itu Organisasi intra kampus ( BEM dan UKM ) ataupun Organisasi Ekstra kampus, serta
aktif dalam kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada pembangunan bangsa.

2. Etos Kerja

· Pengertian Etos Kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter,
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat
kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. secara
terminologis kata etos adalah yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam
tiga pengertian yang berbeda yaitu:

- Suatu aturan umum atau cara hidup

- Suatu tatanan aturan perilaku.

- Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku .

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif.
Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah membiasakan kehendak.
Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya
.

Dari keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter
seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai
dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita. Etos kerja
adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan
cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilainilai yang berdimensi transenden.

Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high Performance). Dengan demikian
adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir semangat untuk menjalankan sebuah
usaha dengan sungguh-sungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal
hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan etos kerja tersebut jaminan
keberlangsungan usaha berdagang akan terus berjalan mengikuti waktu.

· Fungsi dan Tujuan Etos Kerja

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan
individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah: Pendorang timbulnya perbuatan,
Penggairah dalam aktivitas, Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S


Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti luas
dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik
dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan
maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan
mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia
yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk
mewujudkan cita-cita.

http://budayaakademikdanetoskerja.blogspot.com/2011/02/budaya-akademik-dan-etos-kerja.html

3. Sikap Terbuka dan Adil

· Pengertian Keterbukaan dan keadilan

Keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka dan transparan, yang secara harfiah
berarti jernih, tembus cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak keliru, tidak sangsi atau tidak
ada keraguan. Dengan demikian Keterbukaan atau transparansi adalah tindakan yang
memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi
kebenarannya. Kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, keterbukaan atau transparansi
berarti kesediaan pemerintah untuk senantiasa memberikan informasi faktual mengenai berbagai
hal yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan pemerintahan. Keadilan menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia berasal darai kata adil yang berarti kejujuran, kelurusan dan keikhlasan
dan tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang.

Menurut Ensiklopedi Indonesia kata Adil berart:Tidak berat sebelah atau tidak memihak kesalah
satu pihak, Memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya,
Mengetahui hak dan kewajiban, mana yang benar dan yang salah, jujur, tepat menurut aturan
yang berlaku. Tidak pilih kasih dan pandang siapapun, setiap orang diperlakukan sesuai hak dan
kewajibannya.

MAKNA BUDAYA AKADEMIK DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM

1. Makna Budaya Akademik Dalam Pandangan Islam

Telah dijelaskan di muka bahwa hakekat manusia terletak pada amal atau eksistensi diri atau
penciptaan kebudayaan yang terus menerus untuk mencapai kesempurnaan dirinya sebagai
manusia (full human). Yang menghentikan proses penciptaan kebudayaan ini hanya kalau dia
meninggal. Amal, bereksistensi, atau aktifitas budaya (penciptaan, pelestarian, perubahan,
penyempurnaan, pemantapan) merupakan kesatuan dari akal, qalbu, dan aksi budaya serta
kesadaran akan tujuannya. Tujuan seluruh aktifitas kebudayaan adalah pelaksanaan perintah
Tuhan. Allah berfirman

Artinya :

“ dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku “.
[1]

Wujud penyembahan atau pengabdian manusia kepada Allah adalah melaksanakan tugas sebagai
khalifah, memakmurkan bumi, berlaku baik terhadap alam semesta, sesama manusia, dan Allah.
Penghambaan, penyembahan, atau pengabdian itu sebenarnya bukan untuk menambahkan agar
Allah semakin agung, melainkan kepada manusia itu sendiri. Allah tak berkurang sedikitpun
kesempurnaannya. Allah berfirman:

Artinya :

“…. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di
bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji “. [2]
Artinya :

“ ….dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena
Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah, dan adalah Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana “.[3]

Artinya :

“ dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari
(nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji ". [4]

Artinya :

“ jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu….” ( QS. Az Zumar :
7 ).

Mahasiswa adalah bagian kelas atau spesies manusia. Mahasiswa menempati posisi penting,
strategis, dan terhormat dari kelas manusia. Lebih banyak manusia yang gagal atau kandas dalam
mencita-citakan dirinya menjadi mahasiswa. Tidak sedikit orang yang menyatakan “masa depan
suram” ketika mereka tidak diterima di perguruan tinggi di mana mereka melakukan test
penerimaan mahasiswa baru. Karena itu menjadi mahasiswa merupakan anugerah Allah yang
pantas disyukuri. Allah berfirman:

Artinya :

“ dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih ".[5] Karena eksistensi mahasiswa adalah belajar, maka ia
disebut sebagai manusia pembelajar yang pengertiannya amat luas, yaitu bukan hanya belajar di
sekolah atau perguruan tinggi, bukan hanya kursus-kursus dan pelatihan (on the job atau off the
job) di berbagai perusahaan, melainkan mencakup:

a. mulai bersikap jujur, pertama-tama terhadap diri kita sendiri

b. mulai menerima tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitas diri kita

c. mulai dapat diandalkan dan di pegang kata-katanya

d. mulai mengembangkan kepedulian sosial dan lingkungan


e. mulai bersikap adil terhadap sesama tanpa diskriminasi

f. mulai mengembangkan keberanian menyatakan dan mengaktualisasi diri

g. mulai menjadi rasional tanpa harus memutlakkan buah pikiran kita yang relatif itu

h. mulai rendah hati dan menyadari keterbatasan diri

i. mulai pendisiplin diri (pengaharapan, hasrat, energi, waktu)

j. mulai bersikap optimis tanpa menjadi naif

k. mulai menyatakan komitmen dan menepatinya

l. mulai memprakarsai sesuatu yang baik sekalipun tidak profitable

m. mulai bertekun (perseverance) dalam mengerjakan sesuatu

n. mulai mampu bekerja sama dengan orang-orang yang berbeda dengan kita

o. mulai saling menyayangi satu sama lain

p. mulai memberikan dorongan dan membangkitkan hati yang lesu

q. mulai memaafkan dan mengampuni kesalahan orang

r. mulai murah hati dan senag berbagi

s. mulai memanfaatkan peluang dan kesempatan

t. mulai mengahayati persudaraan sesama umat, sesama bangsa, dan sesama manusia.

Semboyan manusia pembelajar antara lain (Harefa,2000:vi) “Belajar dan mengajar secara
berkesinambungan harus menjadi bagian dari pekerjaan”, begitu kata Peter F. Drucker. Dan
hakikat manusia pembelajar itu sendiri adalah Setiap orang (manusia) yang bersedia menerima
tanggung jawab untuk melakukan dua hal penting, yakni, pertama, berusaha mengenali hakikat
dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih
baik tentang beberapa pernyataan eksistensial seperti “Siapakah aku?”, “Dari manakah aku
datang?”, “Ke manakah aku akan pergi?”, “Apakah yang menjadi tanggung jawabku dalam
hidup ini?”, dan “Kepada siapa aku harus percaya?”; dan kedua, berusaha sekuat tenaga untuk
mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuh-
penuhnya, seutuh-utuhnya, dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibanding-
bandingkan dengan segala sesuatu yang “bukan dirinya”.

Dalam Islam dijelaskan bahwa wahyu yang pertama adalah perintah belajar (membaca) yang
tertulis (kitab suci) atau yang tidak tertulis (alam semesta). Allah berfirman
Artinya :

“ bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan “.[6]Esensi ayat ini manusia
(atas nama Allah) hendaklah membaca, mempelajari apa saja yang diciptakan Allah. Manusia,
khususnya mahasiswa, yang setengah hati atau kurang memiliki daya fitalitas dalam membaca,
meneliti fenomena alam ciptaan Allah untuk dimanfaatkan sebagai penunjang kehidupan
manusia, tidak menghargai diri sebagai insan akademis.

Harga diri insan akademis dapat dirumuskan: pertama, mengenai sikap perasaan, dan evaluasi
mengenai diri sendiri; kedua, mengenai proses berpikir, mengingat, dan persepsi mengenai diri
sendiri[7]. Artinya watak diri insan pembelajar adalah keseluruhan potensi internal diri itulah
yang tampil mengemuka sehingga dapat dibedakan secara tegas dengan insan non akademis, dan
insan non pembelajar.

Budaya insan akademis bukanlah jenis manusia yang bekerja atas dorongan emosional “hantam
dulu urusan belakang”, melainkan penerapan harga diri secara utuh sebagaimana baru saja
disebutkan itu dan emosi menjadi salah satu komponennya, khususnya menjadi pendorong untuk
memperoleh sukses secara akademis yang memiliki karakter berpikir kritis, kerja keras, jujur,
dan fair dalam menggapai prestise akademis dan selanjutnya bermuara pada kualitas diri sebagai
manusia yang sepenuh-penuhnya. Indikasinya antara lain: memiliki pengetahuan, berilmu, sikap
belajar lebih lanjut, unggul, kompeten, berkepribadian siap pakai, produktif, dan profesional[8].
Yang secara singkat menurut Islam adalah wakil Tuhan di bumi (khalifat-llah fi al ard) yang
memiliki tanggung jawab kehidupan alam semesta secara makmur, damai, dan sejahtera.

ETOS KERJA, SIFAT TERBUKA DAN ADIL DALAM PANDANGAN AGAMA

1. Etos kerja dalam pandangan agama islam

Sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi. Karena, apabila kita
menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in"
dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat
kental. Dalam firman-Nya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia, melainkan untuk beribadah,"[9] .Sehingga, jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang
sakral dengan yang profan, yang duniawi dengan yang ukhrawi.

Ketika mengomentari ayat, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian)
itu" [10].Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr (1994) mengatakan bahwa
perjanjian-perjanjian itu meliputi perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni
kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan; [perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan
[perjanjian] antara individu dan sesamanya. Dengan demikian, perjanjian (uqud) yang dirujuk
pada ayat tersebut berkisar antara pelaksanaan shalat sehari-hari sampai menjual barang
dagangan di bazaar, dari sembah sujud hingga kerja mencari penghidupan. Berangkat dari
pandangan dunia tradisional tersebut yang tidak mendikotomikan antara yang sakral dan yang
profan, maka etos kerja kaum Muslim selayaknya memperhatikan kualitas pekerjaannya. Ini
artinya, dalam bekerja karakteristik spiritual tetap terjaga dan terpelihara yakni pekerjaan itu
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang
Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut
perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat
mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja. Di sini konsep ma'ad atau qiyamah
bukanlah suatu konsep di langit-langit Platonik melainkan sesuatu yang hidup, membumi.
Penghayatan yang mendalam terhadap prinsip ma'ad akan berimplikasi positif dan konstruktif
terhadap perkembangan kepribadian kaum Muslim. Setidaknya dengan menghayati prinsip
tersebut, pemuda Muslim tidak mengenal istilah pengangguran. Konon, praktik shalat wajib di
kalangan Syi'ah yang mencakup shalat fajr, shalat siang hari (Zhuhur dan 'Ashar), dan shalat
malam hari (Maghrib dan 'Isya), merupakan refleksi etos kerja mereka yang begitu tinggi dan
manifestasi produktivitas dalam berkarya. Artinya, bila kaum Syi'ah selesai melaksanakan shalat
siang hari, maka setelah selesai shalat dan zikir, mereka akan kembali bekerja dengan semangat
yang tetap terjaga. Bukan meneruskannya dengan aktivitas yang kurang produktif dan tidak
bermanfaat.

"Kerja berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan kaitan ini
dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam," tulis Nasr (1994). Dengan mengamati lafaz adzan
Syi'ah, dengan formulasi hayya 'ala al-shalah, hayya 'ala al-falah, dan hayya 'ala khair al-'amal,
Nasr menyimpulkan bahwa shalat dan kerja memiliki keterkaitan yang prinsipal. "Di sana
hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan," lanjutnya. Perspektif Islam
yang padu, menolak membedakan antara yang sakral dan yang profan, yang ukhrawi dan yang
duniawi, yang religius dan yang sekular atau, secara lebih spesifik, antara shalat dan kerja.
Implikasi praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka begitu
pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam bahasa bisnisnya,
berusaha bersikap lebih profesional. Lebih jauh, sebagaimana ketakutan pada Tuhan dan
tanggung jawab kepada-Nya dalam ekspresi shalat kita, maka demikian pula kita dalam
pekerjaan kita. Karena, "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu.

· Enam Etos Kerja Menurut Islam (6 prinsip kerja seorang muslim)

1. Kerja adalah perwujudan rasa syukur atas rahmat dan nikmat Allah. QS.Saba’,34 : 13
“Bekerjalah untuk bersyukur kepada Allah, dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang
bersyukur”.
2. Kerja berorientasi hasil yang baik (hasanah) dunia dan akhirat. QS. Al-baqarah,2 : 202
“Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan”.

3. Kerja berdasarkan realibility (kuat fisik dan mental) dan integrity (jujur, amanah).
Perpaduan emosional, intelektual dan spritual. QS.Al-Qashash, 28 : 26 “ Sesungguhnya oarng
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

4. Kerja berdasarkan semangat dan kerja keras pantang menyerah. Pekerja keras tidak
mengenal kata gagal.

5. Kerja cerdas, memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada secara tepat
(pengetahuan), terampil dan terencana, akurat.

6. Kerja Ikhlas, merupakan amal dan ibadat yang perlu dihayati, bukan sekedar membayar
kewajiban atau tanggung jawab (kesalehan individual dan komunal, fastabiqul khairat).

· Janji Allah Bagi Etos Kerja Yang Baik

1. Allah hamparkan jalan untuk menuju sukses

QS.Ath-Tholak, 65 : 3 “Allah berikan rezki dari segala arah tanpa disangka-sangka”.

2. Allah jamin kehidupan yang sehat sejahtera

QS. Al-‘Araf, 7 :95-96 “Allah ganti kesusahan dengan kesenangan, Allah beri berkah dari langit
dan dari bumi”.

3. Allah beri balasan untuk dunia dan akhirat

2. Sikap Terbuka pandangan Islam

Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam Islam.
Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak jujur antara lain adalah korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Sebagai bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia)
merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai bangsa amat korup. Dengan
demikian terjadi fenomena antiklimak. Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru
dalam tataran praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan praktisnya,
salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah. Cara beragama yang benar harus ada
koherensi antara ajaran, keimanan terhadap ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran. Dapat
dicontohkan di sini, ajaran berbunyi Artinya :“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..” [11]
Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu ia mewujudkan
keimanannya dengan melakukan salat dan di luar pelaksanaan salat mencegah diri untuk berbuat
keji dan munkar. Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah jika
terlanjur berbuat salah segera mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada siapa ia
bersalah (Allah atau sesama manusia). Jika berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah
dan bertaubat kepada-Nya. Artinya :“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka…. “[12].Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf
kepadanya tidak usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah maupun
kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka. Menurut Islam sikap jujur dan terbuka
termasuk baik. Nabi bersabda:

‫ وا ن ا لكذ ب يهد ا لى ا‬.‫ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند ا صد يقا‬
(‫ وا ن الرجل ليكذ ب حتى يكتب عند ل كذا با) متفق عليه‬.‫ وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر‬.‫لفجور‬

Artinya: (Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu mengarah
ke surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia ditetapkan sebagai orang yang jujur.
Sesungguhnya bohong itu menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka.
sesungguhnya lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai pembohong.
Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).

3. Bersikap Adil menurut pandangan Islam

Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpegang
kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang (Kamus Besar, l990 :6-7) Dari
masing-masing arti dapat dicontohkan sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap
putra-putrinya tidak berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak
memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim,
Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4) Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru
diteladani oleh murid.(5) Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-
wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat disimpulkan bahwa sikap
adil amat positif secara moral. Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh
banyak orang. Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau menguntungkan
orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan kekuatan jiwa yang mendorong seseorang
untuk mengendalikan amarah dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik (al-Hufiy,
2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil adalah kondisi batiniah seseorang yang
berbentuk energi. Energi ini mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-
kemauan hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya orang itu
menuruti hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi terarah, tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain.

Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara tertib dan
seimbang[13] .Kekuatan yang dimaksud adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah
berarti kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan salah, baik dan
buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia selalu memilih yang benar, yang baik, dan
yang haq. Asy-syaja’ah berarti berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma ini
jika tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi kecerdasannya
dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena tidak ada ‘iffah di dalam dirinya.
Orang selalu berani menangani setiap masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan profil
preman karena tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani lalu
digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah adalah tidak baik karena tidak
‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya memilih kesucian dalam semua suasana secara
terang-terangan tentu dapat membahayakan diri sendiri.

Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara seimbang dalam diri
seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang berani melakukan sesuatu setelah
ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga
baik . inilah gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang tidak berani
berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan karena takut. Dengan dimikian adil adalah
puncak dari ketiga sifat utama tersebut.

Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran. Kata adil dan
berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan ta’dili diulang sebanyak 28 kali di
dalam Alquran. Karena itu Allah memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal.
Allah berfirman:

Artinya :“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...”[14] Kata adil
sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya, umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan
al-qashitun terulaqng sebanyak 25 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-
kadang kata adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain berarti sama.
Contohnya adalah:

Artinya :“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil “. [15]

Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah baik dan positif,
tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam terbesar dunia dan di saat yang sama
dikenal sebagai bangsa dengan aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis adalah membudayakan
sikap adil dalam semua lapangan kehidupan. Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus
menerus secara berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai sekarang,
mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah komitmen untuk mulaiu pembiasaan
berlaku adil. Jika langkah awal ini dapat dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang
lain, apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang memiliki pengaruh di
masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri manusia adalah meniru idola. Jika idola
tidak bersikap adil, tentu para fansnya akan meniru tidak adil pula. Dalam Islam orang yang
paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola untuk ditiru dan diteladani adalah Rasulullah
SAW. Allah berfirman Yang Artinya :“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “[16].Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah,
menyebutkan bahwa akhlak beliau adalah Al-Quran “kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim
dari ‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola pertama seluruh umat Islam adalah Rasulullah.
Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling berpengaruh di dunia (rangking pertama)
dari seratus orang yang paling berpengaruh di dunia[17]. Cukup banyak contoh-contoh sikap adil
yang ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain: An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku
memberi sesuatu pemberian kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku tidak rela
sebelum engkau persaksikan hadiah itu di hadapan Rasulullah SAW”.

Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku
telah membarikan suatu pemberian kepada anakku dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku
diperintahkannya supaya bersaksi kepada Tuan!” Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau
juga telah memberi kepada semua anakmu pemberian seperti ini?” An-Nu’man menjawab,
“Tidak”. Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-
anakmu!”

Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya. Dan Ada orang perempuan
Makhdzumiyyah mencuri. Kejadian itu sangat orang-orang Quraisy. Mereka berkata, “Siapakah
yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?” Tidak ada seorangpun yang berani
kecuali (kekasih wanita itu) Usman bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan
Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam
pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta berkhotbah. Di antara isi
khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu
adalah apabila ada seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi bila
yang mencuri itu dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi hukuman. Demi Allah andaikata
Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” [18]

Al-Qur''an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang
bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau
wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata ''adl. Kata-kata sinonim seperti qisth,
hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur''an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata ''adil
dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi
keadilan itu (ta''dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ''adl dalam arti tebusan).
Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur''an agar manusia
memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan
kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam
bersikap, dan seterusnya.

Menurut Abdul Halim Hifni, Syariat Islam menuntut kita untuk berbuat adil dalam segala hal dan
adil dengan semua orang dengan memberikan hak masing-masing sesuai dengan haknya. Diri
kita memiliki hak yang harus diberikan kepadanya. Kerabat, tetangga memiliki hak atas diri kita
demikian pula masyarakat. Memberi hak kepada orang yang harus menerimanya adalah wajib
dan tidak memberikannya adalah satu kezaliman. Sesuai dengan firman Allah : “Dan Janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berbuat tidak adil. Bersikap adillah
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”[19]. Adil terhadap Siapapun itu orangnya, berarti anda
harus memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas dan
terbuka.

http://modulislam.blogspot.com/2009/11/v-behaviorurldefaultvml-o_3025.html

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Budaya akademik (Academic culture), Budaya Akademik dapat dipahami sebagai suatu
totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh
warga masyarakat akademik, di lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian. Dalam islam
kita dianjurkan untuk menempuh pendidikan yang paling tinggi, oleh karenanya setiap insan
yang bisa menempuh kediatan akademisi dengan baik sesuai norma agam islam akan beroleh
tempat yang tinggi di akhirat kelak.

2. Etos kerja menurut islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk
menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu siang maupun malam, dari pagi
hingga sore, terus menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau
pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat
sekelilingnya serta negara. Dengan kata lain, orang yang berkerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan enaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan negara tanpa
menyusahkan orang lain. Oleh karena itu, kategori ahli Syurga seperti yang digambarkan dalam
Al-Qur’an bukanlah orang yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang tinggi dalam suatu
perusahaan/instansi sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu bengkel dan sebagainya.
Tetapi sebaliknya Al-Quran menggariskan golongan yang baik lagi beruntung (al-falah) itu
adalah orang yang banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya, baik tutur katanya,
memelihara pandangan dan sikap malunya pada-Nya serta menunaikan tanggung jawab
sosialnya seperti mengeluarkan zakat dan lainnya

3. Inti sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting di dalam
Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur, islam sangat mengutamakan tindakan yang jujur dan
adil.

B. Saran

Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa, dan
dapat dijadikan sumber referensi serta apabila ada kekurangan atau ada salah dalam penulisan
dalam makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
dapat lebih baik lagi.

[1] ( QS. Adz Dzariyat : 56 ).

[2] ( QS An Nisa’ : 131 )

[3] ( QS An Nisa’ : 170 )

[4] ( QS. Ibrahim : 8 ).

[5] ( QS Ibrahim : 7 ).

[6] (QS Al ‘Alaq : 1 ).

[7] (Evita & Sutarkinah, 2006:40)

[8] (Harefa, 2000:64).

[9] (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56).


[10] (QS Al-Ma'idah, 5 :1)

[11] ( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).

[12] ( QS. Ali Imron : 135 ).

[13] (al-Hufiy, 2000 :26).

[14] (QS. Al Maidah: 8).

[15] ( QS. Al Hujurat : 9 ).

[16] ( QS. Al Ahzab : 21 ).

[17] (Hart, 1982:4)

[18] (Al-hufiy, 2000:189)

[19] Q.S Al-Maidah : 8. Hlm. 8

http://fisikaituunique.blogspot.com/2014/10/contoh-makalah-budaya-akademik-etos.html

Budaya Kerja Guru

A.Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Budaya kerja pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang menjadi kebiasaan seseorang dan
menentukan kualitas seseorang dalam bekerja. Nilai-nilai itu dapat berasal dari adat kebiasaan,
ajaran agama, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Budaya kerja seorang guru
dalam proses pembelajaran sangat menentukan ketercapaian tujuan pendidikan. Budaya kerja
guru dapat terlihat dari rasa bertanggungjawabnya dalam menjalankan amanah, profesi yang
diembannya, dan rasa tanggungjawab moral.
Semua itu akan terlihat pada kepatuhan dan loyalitasnya dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya dalam proses pembelajaran. Sikap ini akan dibarengi dengan rasa tanggungjawabnya
untuk membuat dan mempersiapkan administrasi proses belajar mengajar, pelaksanaan proses
belajar mengajar, serta pelaksanaan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar.

Budaya kerja guru di sekolah unggul akan menjadi optimal, bilamana didukung oleh kepala
sekolah, guru, karyawan maupun siswa. Kinerja guru akan lebih bermakna bila dibarengi akan
kekurangan yang ada pada dirinya, dan berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan
tersebut sebagai upaya meningkatkan kearah yang lebih baik. Budaya kerja yang dilakukan di
sekolah dapat berupa membuat dan mempersiapkan administrasi guru, pelaksanaan proses
belajar mengajar, serta pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

Guru merupakan suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat
dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang pendidikan. Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang canggih, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji
informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing
yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan mengolah sendiri
berbagai informasi yang diperolehnya. Dengan demikian, keahlian guru harus terus
dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip-prinsip proses belajar mengajar
di kelas.

Untuk menghindari kejenuhan dalam proses pembelajaran di dalam kelas, seorang guru
hendaknya pandai menciptakan gaya mengajar yang mampu menimbulkan minat siswa untuk
belajar baik bersifat kurikuler maupun psikologis. Guru yang profesional dalam hidup ditengah-
tengah masyarakat dituntut untuk lebih baik, apalagi jika guru tersebut berada dalam kegiatan
proses belajar mengajar.

B.Pembahasan

Culture berasal dari bahasa latin icolere yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari arti tersebut berkembang arti culture sebagai segala daya
upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 1980:
74). Sedangkan kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi/akal) sehingga dapat diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Sedangkan menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Sedangkan Deshpande dan
Webster (1989) dalam Pablo Crespell dan Eric Hansen (2008: 1), Culture dipahami sebagai
satuan nilai-nilai yang umum, kepercayaan-kepercayaan dan norma-norma bahwa bantuan bisa
dipahami dari suatu organisasi.

Budaya kerja pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang menjadi kebiasaan seseorang dan
menentukan kualitas seseorang dalam bekerja. Nilai-nilai itu dapat berasal dari adat kebiasaan,
ajaran agama, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Dari definisi tersebut, jelas
bahwa seorang guru yang memiliki budi pekerti, taat pada agama, dan memiliki nilai-nilai luhur
akan mempunyai kinerja yang baik, dalam arti mau bekerja keras, jujur, anti KKN, serta selalu
berupaya memperbaiki kualitas hasil pekerjaannya demi kemajuan profesinya.

Ada beberapa nilai-nilai yang mendasari kehidupan budaya kerja, yaitu : 1) nilai-nilai sosial,
yang terdiri dari nilai kemanusiaan, keamanan, kenyamanan, persamaan, keselarasan, efisiensi,
kepraktisan; 2) nilai-nilai demokratik, yang terdiri dari kepentingan individu, kepatuhan,
aktualisasi diri, hak-hak minoritas, kebebasan/kemerdekaan, ketepatan, peningkatan; 3) nilai-
nilai birokratik, yang meliputi kemampuan teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan, lugas
dalam tindakan, rasional, stabilitas, tugas terstruktur; 4) nilai-nilai profesional, termasuk
keahlian, wewenang memutuskan, penolakan kepentingan pribadi, pengakuan masyarakat,
komitmen kerja, kewajiban sosial, pengaturan sendiri, manfaat bagi pelanggan, disiplin; 5) nilai-
nilai ekonomik, yaitu rasional, ilmiah, efisiensi, nilai terukur dengan materi, campur tangan
minimal, tergantung kekuatan pasar.

Pengertian pendidik menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 BAB XI pasal 39 ayat 2, adalah
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Tugas pokok guru sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (Menpan) Nomor 84 Tahun 1993 adalah menyusun program pengajaran, menyajikan
program pengajaran, evaluasi belajar, menganalisis hasil evaluasi belajar, serta menyusun
program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka aspek-aspek tugas pokok dalam kaitannya dengan budaya kerja
guru dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu: 1) Administrasi Guru, 2) Proses Belajar
Mengajar (PBM), dan 3) Evaluasi Pembelajaran.
1.Administrasi Guru

Istilah “administrasi” atau ”administration” berasal dari bahasa latin yang terdiri dari “ad”
intensif dan “ministrare” suatu kata kerja yang berarti melayani, membantu, mengarahkan. Jadi
administrasi adalah segenap usaha atau kegiatan dalam mengarahkan, melayani, membantu
dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Burhanudin, 1994: 4).

The Liang Gie, dan kawan-kawan dalam Burhanuddin (1994: 5), mengemukakan bahwa
administrasi adalah segenap serangkaian perbuatan penyelenggaraan setiap usaha kerja sama
sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Daryanto (2008: 7),
administrasi adalah aktivitas-aktivitas untuk mencapai suatu tujuan, atau proses penyelenggaraan
kerja untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan peserta didik dalam proses belajar mengajar adalah perencanaan atau persiapan
guru dalam bentuk kelengkapan administrasi yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Guru yang
baik akan berusaha sedapat mungkin agar proses belajar mengajarnya berhasil sesuai tujuan.

Dari defenisi administrasi yang telah dikemukakan di atas terlihat bahwa dalam setiap kegiatan
administrasi terdapat beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Beberapa unsur pokok
di dalam administrasi yang dimaksud adalah: 1) adanya suatu proses kegiatan atau rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, 2) kegiatan yang dilakukan dan merupakan
bentuk kerjasama sekelompok manusia yang harmonis, dan 3) usaha kerjasama tersebut
diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semua unsur tersebut harus
diatur dan dikelola sedemikian rupa secara profesional, efektif, dan efesien sehingga mengarah
kepada tercapainya tujuan yang telah ditentukan.

Administrasi guru pada suatu sekolah pendidikan dasar unggul adalah untuk melaksanakan
tugas-tugas pokok dalam rangka mencapai tujuan tertentu yang telah dibuat secara bersama-
sama. Arikunto (1993), administrasi guru adalah segenap proses penataan yang bersangkut-paut
dengan masalah untuk memperoleh dan menggunakan tenaga kerja dan di sekolah dengan
efesien, demi tercapainya tujuan sekolah yang telah di tentukan sebelumnya. Sedangkan
Daryanto (2008), administrasi guru adalah semua manusia yang tergabung di dalam kerja sama
pada suatu sekolah untuk melaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi guru adalah
segenap proses penataan yang berhubungan dengan tenaga pengajar di sekolah secara efektif dan
efesien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tercapai secara optimal. Oleh karena
itu administrasi guru dikelompokan atas tenaga teknik edukatif yang merupakan guru atau tenaga
pengajar dan tenaga teknik administratif yang merupakan tenaga usaha, tenaga pesuruh dan juga
penjaga sekolah. Dalam berlangsungnya kegiatan sekolah, unsur manusia memang mempunyai
peranan penting, karena bagaimanapun lengkapnya dan moderennya sarana prasarana, alat kerja,
metode-metode kerja yang ada dalam sekolah, tetapi bila kemampuan manusia yang
menjalankan program sekolah ini tidak memadai, maka tujuan yang dikemukakan akan sulit
dicapai.

Bidang kajian administrasi yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu berupa perangkat pembelajaran yang meliputi: 1) pengembangan silabus, 2)
pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 3) pengembangan indikator, dan 4)
pengembangan materi pembelajaran. Budaya kerja guru dalam bidang administrasi di sekolah
dapat diartikan bagaimana seorang guru membuat administrasi untuk persiapan proses belajar
mengajar. Administrasi guru tersebut harus dibuat oleh masing-masing guru dengan cara
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) baik tingkat sekolah maupun tingkat kabupaten. Guru
terbiasa membuat seluruh administrasi sebelum proses belajar mengajar dimulai di awal tahun
pelajaran.

2.Proses Belajar Mengajar (PBM)

Proses belajar mengajar harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,


menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis siswa. Guru harus memberikan keteladanan setiap satuan pembelajaran dalam
melaksanakan perencanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan proses belajar mengajar,
penilaian hasil proses belajar mengajar, dan pengawasan proses belajar mengajar untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Budaya kerja guru dalam proses belajar mengajar dapat dikategorikan menjadi tiga macam
kemampuan, yaitu kemampuan profesional, kemampuan sosial, dan kemampuan pribadi.
Kemampuan profesional guru dalam kegiatan proses belajar mengajar mencakup aspek-aspek: 1)
Penguasaan untuk pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan dan konsep-konsep keilmuan
yang harus diajarkan, 2) Kemampuan mengelola program belajar mengajar, 3) Kemampuan
mengelola kelas, 4) Kemampuan mengelola dan menggunakan media dan sumber belajar, dan 5)
Kemampuan menilai hasil prestasi belajar mengajar.

Kemampuan sosial guru dalam proses belajar mengajar meliputi aspek-aspek: 1) Terampil
berkomuniksi dengan siswa, 2) Bersikap simpatik, 3) Dapat bekerjasama dengan komite sekolah,
dan 4) Pandai bergaul dengan teman kerja dan mitra pendidikan. Sedangkan kemampuan pribadi
guru dalam proses belajar mengajar meliputi aspek-aspek: 1) Kemantapan dan integritas pribadi,
2) Peka terhadap perubahan dan pembaharuan, 3) Berfikir alternatif, 4) Berusaha memperoleh
hasil kerja yang sebaik-baiknya, 5) Berdisiplin dalam melaksanakan tugas, 6) Simpatik dan
menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak, 7) Kritis, dan 8) Berwibawa.

Budaya kerja guru dalam proses belajar mengajar dapat dilakukan melalui tiga kegiatan, yaitu:
kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan awal, guru mengucapkan
salam kepada seluruh siswa yang telah ada di dalam kelas. Kemudian guru membuka pelajaran
dengan apersepsi atau pengenalan. Langkah ini digunakan dengan mengajukan pertanyaan
kepada seluruh siswa atau pada salah seorang siswa dengan tujuan untuk menarik perhatian.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada awal materi pelajaran diberikan. Tujuan
pembelajaran dapat dikemukakan secara tertulis, ditulis di papan tulis, atau di tulis dalam charta
yang sudah disiapkan terlebih dahulu.

Kegiatan inti dalam proses belajar mengajar harus sesaui dengan tuntutan kurikulum baru, yaitu:
(a) kegiatan belajar mengajar yang lebih berpusat pada peserta didik (student centered), (b)
menciptakan kreativitas, (c) menciptakan kondisi yang menyenangkan, menantang, dan
kontekstual, serta (d) menyediakan pengalaman belajar yang beragam dan belajar melalui
berbuat (learning by doing) (Suparlan, 2008: 152).

Kegiatan penutup dalam proses belajar mengajar ditekankan pada guru untuk mengajak semua
siswa bersama-sama mengevaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Guru menanyakan pada siswa tentang kekurangan dan kelebihan dari hasil proses
pembelajaran. Guru bersama-sama siswa untuk mengambil kesimpulan tentang materi pelajaran
yang telah diberikan dan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah.

3.Evaluasi Pembelajaran
Penilaian hasil belajar menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19
Tahun 2007 bahwa, penilaian hasil belajar hendaknya memenuhi hal-hal sebagai berikut:

“ .....1) berkeadilan, bertanggungjawab dan berkesinambungan, 2) dilakukan untuk setiap mata


pelajaran dan membuat catatan keseluruhan, sebagai bahan program remedial, 3) transparan dan
berkelanjutan, 4) semua guru mengembalikan hasil kerja siswa yang telah dinilai, 5) sekolah
menetapkan petunjuk pelaksanaan operasional yang mengatur mekanisme penyampaian
ketidakpuasan peserta didik dan penyelesaiannya mengenai penilaian hasil belajar, 6) penilaian
meliputi semua kompetensi dan materi yang diajarkan, 7) metode penilaian perlu disiapkan dan
digunakan secara terencana untuk tujuan diagnostik, formatif dan sumatif, sesuai dengan
metode/strategi pembelajaran yang digunakan, 8) ketentuan pelaksanaan penilaian hasil belajar
harus sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan, 9) kemajuan yang dicapai oleh peserta didik
dipantau, didokumentasikan dan digunakan sebagai balikan kepada peserta didik untuk
perbaikan secara berkala, 10) didokumentasikan disertai bukti kesahihan, keandalan, dan
dievaluasi secara periodik, dan 11) hasil belajar harus dilaporkan kepada orang tua peserta didik,
komite sekolah/madrasah, dan insitusi (Diknas, 2007: 7)”.

Penilaian bagi siswa memiliki dua fungsi utama, yaitu: (a) membantu siswa mencapai
kompetensi yang diharapkan, dan (b) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi tersebut.
Berdasarkan kurikulum dan standar kompetensi yang terkait, guru harus merumuskan
kompetensi yang sesuai dengan potensi siswa, mengembangkan pengalaman pembelajaran untuk
mencapai penguasaan kompetensi, mengembangkan indikator pencapaian kompetensi, dan
mengembangkan strategi penilaian untuk meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar.
Selain itu, pada akhir program satuan pendidikan harus melakukan penilaian terhadap
pencapaian kompetensi siswa dalam bentuk ulangan blok atau ulangan akhir semester (UAS).

Objek dalam penilaian hasil proses belajar mengajar mencakup penilaian terhadap proses dan
hasil belajar siswa. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan penilain hasil belajar
adalah proses pemberian nilai terhadap hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria
tertentu. Model penilaian hasil belajar disesuaikan dengan penilaian berbasis kelas pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Teknik penilaian yang digunakan dalam melaksanakan penilaian dapat berupa kuis dan tes
harian. Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilain yang dapat diterapkan adalah: 1)
observasi, 2) angket, 3) wawancara, 4) tugas, 5) proyek, dan 6) portofolio. Instrumen yang
digunakan dalam melakukan penilaian berupa tes isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan
ganda, uraian, dan unjuk kerja. Teknik penilaian nontes berupa panduan observasi, kuisioner,
panduan wawancara, dan rubrik.

http://subliyanto.blogspot.com/2012/02/budaya-kerja-guru.html

BUDAYA KERJA ORGANISASI

August 4th, 2012 | by sayidah | in Edukasi | No Comments

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Budaya Organisasi

Pemahaman tentang budaya organisasi sesungguhnya tidak lepas dari konsep dasar tentang
budaya itu sendiri, yang merupakan salah satu terminologi yang banyak digunakan dalam bidang
antropologi. Dewasa ini, dalam pandangan antropologi sendiri, konsep budaya ternyata telah
mengalami pergeseran makna.Sebagaimana dinyatakan oleh C.A. Van Peursen (1984) bahwa
dulu orang berpendapat budaya meliputi segala manifestasi dari kehidupan manusia yang
berbudi luhur dan yang bersifat rohani, seperti : agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata
negara dan sebagainya. Tetapi pendapat tersebut sudah sejak lama disingkirkan. Dewasa ini
budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang.
Kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih dinamis, bukan sesuatu yang kaku dan statis.
Budaya tidak tidak diartikan sebagai sebuah kata benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata
kerja yang dihubungkan dengan kegiatan manusia.

Kualitas pendidikan di Indonesia mengalami pasang surut. Perkembangan kualitas pendidikan di


Indonesia masih dikategorikan rendah baik di tingkat dunia maupun di tingkat Asia Tenggara.
Meskipun telah dilakukan upaya, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pihak swasta untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah diantaranya :

1) perubahan sistem pendidikan yang berkali-kali, baik mengenai substansi

materi maupun organisasi pendidikan;

2) peningkatan kualitas pendidik/SDM melalui diklat;


3) pengadaan materi dan media pembelajaran;

4) perbaikan sarana prasarana pembelajaran, dan

5)upayapeningkatanmanajemensekolah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Terbitnya UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, yaitu perubahan dari sistem
sentralisasi menjadi desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan. UU No. 20/2003 tentang
Sistem Pendi¬dikan Nasional, UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada era desentralisasi, budaya pendidikan telah
memberikan kewenangan lebih kepada Kepala Sekolah untuk melaksanakan pengelolaan
pendidikan agar lebih baik,meratadanproduktifitastinggi.

Berdasarkan fakta masih banyak kepada sekolah yang bertujuan hanya semata mencapai jabatan
dan masih banyak yang belum berprofesi sebagai pemimpin sebatas bekerja sesuai dengan aturan
saja atau memenuhi target kerja. Namun sebenarnya diperlukan suatu pengetahuan, kemampuan,
seni, prediksi, dan ketepatandalambertindakataumengambilkeputusan.

Gaya kepemimpinan Kepala Sekolah masih diwarnai oleh gaya paternalistik, yang terlihat
adalah gejala bahwa adanya gagasan yang dianggap dari Kepala Sekolah harus dihargai,
dihormati, dan bahkan harus dilaksanakan.

Oleh karena itu, peningkatan produktivitas sekolah harus mendapat dukungan dari berbagai
pihak dengan cara mengelola komponen-komponen, baik yang berada didalam maupun diluar
lingkungan pendidikan.

Perubahan sistem pendidikan terjadi dalam proses yang relatif cepat sehingga membuat banyak
pendidik/guru perlu beradaptasi diri terutama pada budaya organisasisekolah.

Budaya organiasi sekolah dengan sistem tradisional masih melekat pada perilaku
sumberdayamanusiayangada.Selain kepala sekolah, dan budaya organisasi sekolah, guru
ter¬masuk salah satu komponen penting yang berperan dalam
keberhasilanpeningkatankualitasproduktivitassekolah.

Kinerja guru sering dipertanyakan oleh masyarakat ketika terjadi ketidakpuasan pada hasil
pendidikan peserta didik seperti hasil Ujian Nasional (UN) siswa yang rendah dan SDM lulusan
sekolah kalah kualitasnya dengan negara lain.

Namun demikian kinerja guru tidak hanya dipengaruhi oleh kuali¬fikasi dan kompetensinya
tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang secara
langsungmaupuntidaklangsungikutber¬peran.
Oleh karena itu untuk mengubah budaya organisasi sekolah yang modern dan profesional dalam
waktu singkat merupakan hal yang berat bagi guru maupun kepalasekolah.

Hal tersebut juga disebabkan oleh adanya dukungan berbagai pihak termasuk dinas pendidikan
suatu saat sebagai pembina terkait tidak sesuai dengan apa
yangharapolehgurumaupunkepalasekolah.

KepemimpinanKepalaSekolah

Pemimpin akan muncul jika ada sekelompok orang bekerja yang melakukan aktivitas bersama
untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan sese¬orang untuk mempengaruhi,


membimbing dan mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu
demi tercapai tujuan bersama (Gibson dalam Sudarmayanti,2002:272).

Jadi dalam memimpin pasti terlibat kemampuan seseorang untuk mempengaruhi atau
memotivasi orang lain/bawahannya agar mereka mau melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pengertian lain bahwa kepemimpinan merupakan suatu aktivitas untuk mempe¬ngaruhi perilaku
atau seni mempengaruhi manusia baik peroranganmaupunkelompok(MiftahToha,2004:9).

Pengertian juga mengungkapkan bahwa pemimpin ditentukan oleh bakat dan


kemampuan/kepandaian. Bakat yaitu sifat yang dibawa sejak lahir sedang kemampuan atau
kepandaian yaitu suatu kemampuan yang dicapai karena belajar atau berlatih secara teori
maupun praktek mengenai kepemimpinan untuk bertindak sebagai pemimpin. Di dalam
prakteknya akan lebih baik apabila kedua hal tersebut ada pada diri seorang pemimpin, yaitu
kemampuan untuk mempengaruhi dan kemampuan untuk mengelola pekerjaan atau suatu
organisasi.Kepemimpinan berkaitan dengan sebuah organisasi bahwa kepe¬mimpinan sebagai
pencerminan suatu kualitas organisasi sebagai sistem yang memiliki karakteristik. Konsep
tersebut menjadi gambaran bahwa maju dan mundurnya suatu organisasi sangat tergantung dari
pemimpin.

Lembaga pendidikan atau sekolah sebagai organisasi formal merupakan suatu sistem yang
terdiri dari beberapa komponen. Dari komponen yang ada seorang pemimpin harus mengetahui
danmemberdayakanbawahannya untuk mengerjakantugas.

Sehubungan dengan jabatan sebagai kepala sekolah sebenarnya terdapat tiga peran yaitu:

1) Kepala Sekolah sebagai pemimpin sekolah,

2) Kepala Sekolah sebagai manajer dan

3) Kepala Sekolah sebagai administrator.


Kepala sekolah sebagai pemimpin yaitu mengarahkan, mempe¬ngaruhi, memberi pengertian
atau sejenisnya kepada staf untuk bekerja mencapai tujuan. Sedang kepala sekolah sebagai
manajer berkaitan dengan pengelolaan sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi dan pelaporannya. Kepala sekolah sebagai adminsitrator berkaitan dengan
jabatan dalam keorganisasian yaitu terkait dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab seperti
halnya dikemukakan Wirawan (2002: 17) bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses bukan
sesuatu yang terjadi seketika. Istilah proses dalam istilah kepemimpinan ini terdiri dari masukan,
proses dan keluaran.

Pemimpin mempunyai peranan sebagai subyek yang aktif, kreatif dalam menggerakkan orang
baik sebagai individu maupun kelompok/organisasi dalam pencapaiantujuan/visi,secaraefektif.

Kepemimpinan kepala sekolah memiliki peran strategi dalam kerangka manajemen dan kepala
sekolah merupakan salah satu faktor terpenting dalam menunjang keberhasilan sekolah dalam
mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Kepala sekolah adalah pengelola satuan
pendidikan yang bertugas menghimpun, memanfaatkan, mengoptimalkan seluruh potensi dan
SDM, sumber daya lingkungan (sarana dan prasarana) serta sumber dana yang ada untuk
membina sekolah dan masyarakat sekolah yang dikelolanya.

Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami kebera¬daan sekolah sebagai organiasi
yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peran kepala sekolah sebagai seorang yang
diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.

Kualitas kepemimpinan menurut Rodger D. Callons dalam Timpe (1993: 38-40) telah
diidentifikasi sejumlah ciri-ciri pemimpin yang berhasil diantaranya adalah kelancaran berbicara,
kemampuan untuk memecahkan masalah, kesadaran akan kebutuhan, keluwesan, kecerdasan,
kesediaan menerima tanggung jawab, ketrampilansosialdankesadaranakanlingkungan.

Pemimpin sebagai suatu atribut yang terdiri dari 12 karakteristik yaitu :

1) fitalitas dan stamina fisik,

2) inteligensia,

3) kemampuan menerima tanggung jawab,

4) kompetensi penugasan,

5) memahami kebutuhan orang lain,

6) terampil berurusan dengan orang lain,

7) ingin berhasil,

8) kemauan bermotivasi,
9) keberanian, keteguhan dan ketahanan pribadi,

10) kemampuan menenangkan perasaan,

11) kemampuan memanajemen, memutuskan dan menetapkan,

12)adaptasidanfleksibilitas(Salusu,1996:210).

Berdasarkan beberapa sifat pemimpin di atas maka pemimpin merupakan orang pilihan yang
mempunyai sifat-sifat unggul dibanding dengan lainnya dalam satu kelompok.

Di samping sifat, fungsi dan kualitas terdapat implikasi dari sifat-sifat, perilaku, pengetahuan,
dan fungsi dalam pelaksanaan sehari-hari dengan cara atau gaya tersendiri agar berhasil sesuai
dengan harapan.

Terdapat 2 dua gaya yang digunakan oleh pemimpin yaitu gaya yang berorientasi pada tugas dan
gaya yang berorientasi pada karyawan.

Gaya pemimpin yang berorientasi pada tugas yaitu mengarahkan dan mengawasi secara ketat
bawahannya untuk memastikan bahwa tugas dijalankan dengan memuaskan. Gaya pemimpin
yang berorientasi pada karyawan yaitu mencoba memotivasi karyawan bukan mengendalikan
karyawan (Linkert dikutif olehJamesAFStoner,1982:120).

Terdapat 8 tipe kepemimpinan yaitu

1) tipe kharismatik,

2) Tipe paternalistik dan maternalistis,

3) tipe meliteristis,

4) tipe otokratis,

5) tipe laissez faire,

6) tipe populastis,

7) tipe administratif atau eksekutif,

8) tipe demokratis.

Berdasarkan pendapat Gary Yukl, 2002: 6, dijelaskan berbagai ukuran dari keberhasilan
pencapaian tujuan yang disebabkan oleh kepemimpinan dapat
dilakukansecaralangsungmaupunsecaratidaklangsung.

Dengan demikian kepemimpinan mempunyai pengaruh terhadap hasil kerja atau produktivitas
secara langsung maupun tidak langsung.
KinerjaGuru

Kinerja merupakan hasil kerja seluruh aktivitas dari seluruh komponen sumber dayayangada.

Kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum sesuai
dengan norma maupun etika (Suryadi Prawiro Sentono, 1999: 1).

Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyam¬paikan ilmu pengetahuan dan
sebagai orang yang banyak digugu dan ditiru. Menurut UU No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa pendidik (guru) merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembe¬lajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan.

Guru adalah seorang tenaga profesional yang dapat menjadikan murid-muridnya mampu
merencanakan, menganalisis dan menyim pulkan masalah yang
dihadapi(SyafrudinNurdin,2005:7).

Seorang guru tidak hanya terbatas pada status sebagai pengajar saja, namun peranan guru lebih
luas lagi yaitu seabgai penyeleng¬gara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan/mutu
pro¬duktivitas.

Kinerja seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman, latihan, pendidikan dan karakteristik
mental serta fisik, di samping itu kinerja juga dipengaruhi oleh aspek bahasa, aspek hukum,
kebudayaan setempat yang merupakan tambahan spesifik penting lainnya.

Untuk penilaian kinerja oleh John Suprihanto, 1996: 2 dapat di¬tujukan pada berbagai aspek
yaitu;

1) kemampuan kerja,

2) kerajinan,

3) disiplin,

4) hubungan kerja,

5) prakarsa dan kepemimpinan atau hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level pekerjaan
yang dijabatnya.

Hal yang mudah mempengaruhi kinerja adalah imbalan yang diperoleh, hadiah yang diberikan
baik hadiah dari luar maupun dari dalam akan dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Hadiah
ter¬sebut dapat memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan lebih baik.
Sesuatu yang paling berperan untuk memotivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan lebih
baik adalah adanya hadiah. Disamping hal tersebut juga diperlukan kemampuan menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif dan pemberian penghargaan.

Kinerja guru sebagai tenaga kependidikan dan sebagai karyawan/ pegawai negeri sipil baik di
lembaga/yayasan sekolah, berperan sebagai pengelola pendidikan. Maka sebagai seorang guru
dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya di sekolah dalam rangka mencapai
tujuan, terkait dengan prestasi belajar siswa.

Pendidik/guru sebagai unsur yang sangat strategis dan sebagai ujung tombak dalam
merealisasikan tujuan untuk mewujudkan produktivitas sekolah yang berkualitas. Pendidikan
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani serta memiliki kemampuan untuk me¬wujud¬kan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi;

1) kompetensi pedagogik,

2) kompetensi kepribadian,

3) kompetensi profesional, dan

4) kompetensi sosial (PP 19/2005: 23-24).

Dengan demikian kinerja guru merupakan hasil yang dicapai oleh seorang guru dalam
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya di sekolah baik sebagai pendidik dan
pengajar dalam rangka mencapai tujuan yaitu mewujudkan lulusan/prestasi belajar siswa yang
optimal.

Budaya Organisasi Sekolah

Budaya adalah sumber keunggulan kompetitif utama berkelanjutan yang kemungkinan timbul
sebagai pemersatu dalam organisasi sistem, struktur dan karir (Subir Chowdhury, 2005: 327).
Budaya sebagai semua temu hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan, kebendaan dan kebudayaan jasmaniah dalam upaya
menguasai alam sekitar¬nya. Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti luas, di dalamnya meliputi ideologi, kebatinan, kesenian
serta segala pengetahuan dan teknologi (Soerjono Soekanto, 1993: 166).

Sekolah merupakan suatu organisasi, dan budaya yang ada di tingkat sekolah merupakan budaya
organisasi. Resep utama budaya organisasi adalah interpretasi kolektif yang dilakukan oleh
anggota-anggota organisasi berikut hasil aktivitasnya.

Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota
organisasi. Budaya selalu menga¬lami perubahan, hal ini sesuai dengan peranan sekolah sebagai
agen perubahan yang selalu siap untuk mengikuti perubahan yang terjadi. Maka budaya
organisasi sekolah diharapkan juga mampu mengikuti, menyeleksi, dan berinovasi terhadap
perubahan yang terjadi. Tilaar, 2004: 41 mengemukakan bahwa kebudayaan dan pendidikan
merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan karena saling mengikat. Budaya itu hidup dan
berkembang karena proses pendidikan, dan pendidikan itu hanya ada dalam suatu konteks
kebudayaan. Yang ada dalam arti kurikulum adalah sebagai rekayasa dari pembudayaan suatu
masyarakat, sedangkan proses pendidikan itu pada hakekatnya merupakan suatu proses
pembudayaan yang dinamik.

Budaya organiasi terdiri dari dua komponen yaitu:

1) nilai (value) yakni sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi dalam menge¬tahui apa yang
benar dan apa yang salah, dan

2) keyakinan (belief) yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam
organisasinya. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam penyeleng¬garaan pendidikan
diharapkan para pelaksana pendidikan di sekolah dapat mengubah budaya organisasinya sesuai
dengan kondisi yang ada.

Terdapat beberapa kriteria kelompok dalam merespon perubahan dikemukakan oleh Handoko T.
Hani, 2001: 322-323 yaitu:

1) menyangkal perubahan yang terjadi,

2) mengabaikan adanya perubahan,

3) menolak perubahan,

4) menerima perubahan dan menyesuaikan dengan perubahan, dan

5) mengantisipasi perubahan dan merencanakannya.

Kondisi yang terjadi mengenai sikap, perilaku, pola pikir, tindakan terhadap keadaan organisasi
adalah merupakan suatu budaya organisasi.

Budaya organisasi dapat diciptakan dan dikondisikan oleh sesama tenaga kerja yang ada di
organisasi bersangkutan.

Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan
keefektifan kinerja organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial yang mengikat sesama anggota organiasi
secara bersama-sama dalam suatu visi dan tujuan yang sama.

Ada 4 fungsi budaya organisasi yaitu;


1) memberikan suatu iden¬titas organisasional kepada anggota organisasi,

2) memfasilitasi dan membuahkan komitmen kolektif,

3) meningkatkan stabilitas sistem sosial, dan

4) membentuk perilaku dengan membantu anggota-anggota organisasi memiliki pengertian


tehadap sekitarnya.

Budaya organisasi dapat dikatakan baik jika mampu menggerakkan seluruh personal secara
sadar dan mampu memberikan kontribusi terhadap keefektifan serta produktivitas kerja yang
optimal.

Dengan demikian budaya organisasi sekolah sebagai bagian kebiasa¬¬an dalam suatu organisasi
yang saling berinteraksi dengan struktur formulanya untuk menciptakan norma perilaku pelaku
organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi sekolah.

Produktivitas Sekolah

Produktivitas merupakan rasio antara input (masukan) dan out put (keluaran) yang diperoleh.
Masukan dapat berupa biaya produksi, peralatan dan lainnya sedang keluaran dapat berupa
barang, uang atau jasa.

Jika diterapkan pada pendidikan maka produktivitas merupakan hasil segala upaya dari sekolah
dengan menghasilkan kuantitas serta kualitas siswa, dan pendidikan. Namun dalam pengertian
keluaran atau hasil ini cenderung pada kualtias keluasan.

Demikian pula produktivitas di bidang pendidikan/sekolah me¬nyang¬kut upaya peningkatan


produksi. Sebagai sarana untuk meningkatkan produksi di bidang pendidikan adalah ketenagaan,
kepandaian/keahlian, teknik pembelajaran, kurikulum, peralatan atau sarana prasarana
pendidikan sebagai sistem pendidikan (Hasibuan, 2005: 128)

Produktivitas yang diharapkan terjadinya peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa menuju
ke arah yang lebih baik maupun peningkatan kuantitas. Di dunia pendidikan lebih cenderung ke
peningkatan kualitas atau mutu lulusan yang semakin tinggi.

Dewasa ini produktivitas individu mendapatkan perhatian cukup besar. Individu sebagai tenaga
kerja yang memiliki kualitas adalah ukuran untuk menyatakan seberapa jauh dipenuhi berbagai
per¬syaratan, spesifikasi dan harapan. Kualitas berkaitan dengan hasil yang dicapai dan proses
produksi, hal ini mempengaruhi kualitas hasil yang dicapai. Keluaran di bidang pendidikan
meliputi berbagai upaya yang terkait dengan peningkatan kuantitas out put, peningkatan kualitas
out put, peningkatan efektivitas kerja dan peningkatan efisiensi kerja.
Oleh Smith 1990: 45 dikemukakan bahwa produktivitas dikaitkan dengan pemenuhan
kebutuhan. Pengertian tersebut dikaitkan dengan keberadaan guru, yaitu berupa gaji dan
penghasilan lainnya dari tempat kerja atau sekolah.

Apabila kebutuhan dapat dipenuhi maka guru akan lebih semangat untuk meningkatkan
produktivitas kerja.

Produktivitas pendidikan mencakup tiga fungsi yaitu:

1) the administrative function,

2) the psychology production function,

3) the economic production function.

Beberapa prinsip untuk meningkatkan produktivitas dan merupakan cara atau strategi dalam
pencapaiannya yaitu:

1) mempercepat produk dapat diimplikasikan dalam dunia pendidikan adalah peningkatan


proses pencapaian tujuan pembelajaran;

2) mendapatkan posisi yang tepat diimplikasikan di dunia pendidikan yaitu dengan


menempatkan guru sesuai dengan bidang studi yang menjadi latar belakang pendidikannya;

3) jangan menambah kapasitas yang telah ada diimplikasikan di dunia pendidikan adalah
memaksakan kerja kepada guru di luar kemampuannya;

4) gunakan informasi yang akurat untuk mengukur kerja.

Beberapa unsur yang menentukan produktivitas sekolah diantara¬nya adalah kepemimpinan


kepala sekolah, guru, sarana prasarana, siswa dan unsur penunjang lainnya.

Khusus bagi guru memegang peranan penting di dalam produktivitas sekolah yang berkaitan
dengan kualitas lulusan siswa. Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas sekolah
tergantung dari berbagai hal yang saling berhubungan diantaranya adalah dengan guru, sarana
prasarana, pemimpin, siswa, aturan serta unsur-unsur lainnya yang terkait.

Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam 3
jenis yang sangat berbeda yaitu:

1) perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak
menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan
meningkat atau ber¬kurang,

2) perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan) dengan unit lainnya. Pengukuran
secamam ini merupakan pencapaian secara relatif, dan
3) perbandingan pelaksanaan sekarang dengan target yang dicapai. Inilah yang terbaik, sebab
memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

Berdasarkan atas hasil temuan bahwa :

1) Ternyata terdapat pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung kepemimpinan kepala
sekolah terhadap produktivitas sekolah;

2) Terdapat pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung budaya organisasi sekolah terhadap
produktivitas sekolah;

3) terdapat pengaruh langsung kinerja guru terhadap produktivitas sekolah.

Dari sini timbul pertanyaan, apa sesungguhnya budaya itu ? Marvin Bower seperti disampaikain
oleh Alan Cowling dan Philip James (1996), secara ringkas memberikan pengertian budaya
sebagai “cara kita melakukan hal-hal di sini”.

Menurut Vijay Santhe sebagaimana dikutip oleh Taliziduhu Ndraha (1997)_budaya adalah : “
The set of important assumption (often unstated) that members of community share in common”.
Secara umum namun operasional, Edgar Schein (2002) dari MIT dalam tulisannya tentang
Organizational Culture & Leadership mendefinisikan budaya sebagai:

“A pattern of shared basic assumptions that the group learned as it solved its problems of
external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid
and, therefore, to be taught to new members as the correct way you perceive, think, and feel in
relation to those problems”.

Dari Vijay Sathe dan Edgar Schein, kita temukan kata kunci dari

pengertian budaya yaitushared basic assumptions atau menganggap pasti terhadap


sesuatu.Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs (keyakinan) dan value
(nilai). Beliefsmerupakan asumsi dasar tentang dunia dan bagaimana dunia berjalan. Duverger
sebagaimana dikutip oleh IdochiAnwardanYayatHidayatAmir(2000)mengemukakan bahwa

belief (keyakinan) merupakan state of mind (lukisan fikiran) yang terlepas dari ekspresi material
yang diperoleh suatu komunitas.

Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang mempengaruhi manusia untuk
melaksanakan tindakan yang dihayatinya. Menurut Vijay Sathe dalam Taliziduhu (1997) nilai
merupakan “ basic assumption about what ideals are desirable or worth striving for.” Sementara
itu, Moh Surya (1995) memberikan gambaran tentang nilai sebagai berikut :

“…setiap orang mempunyai berbagai pengalaman yang memungkinkan dia berkembang dan
belajar. Dari pengalaman itu, individu mendapatkan patokan-patokan umum untuk bertingkah
laku. Misalnya, bagaimana cara berhadapan dengan orang lain, bagaimana menghormati orang
lain, bagimana memilih tindakan yang tepat dalam satu situasi, dan sebagainya. Patokan-patokan
ini cenderung dilakukan dalam waktu dan tempat tertentu.”

Pada bagian lain dikemukakan pula bahwa nilai mempunyai fungsi :

(1) nilai sebagai standar;

(2) nilai sebagai dasar penyelesaian konflik dan pembuatan keputusan;

(3) nilai sebagai motivasi;

(4) nilai sebagai dasar penyesuaian diri; dan

(5) nilai sebagai dasar perwujudan diri.

Hal senada dikemukakan oleh Rokeach yang dikutip oleh Danandjaya dalam Taliziduhu Ndraha
(1997) bahwa : “ a value system is learned organization rules to help one choose between
alternatives, solve conflict, and make decision.”

Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama
dengan seluruh anggota organisasi. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui
pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian
seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi.

Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadibasic.

Menurut Sathe dalam Taliziduhu Ndraha (1997) bahwa shared basic assumptionsmeliputi :

(1) shared things;

(2) shared saying,

(3) shared doing; dan

(4) shared feelings.

Pada bagian lain, Edgar Schein (2002) menyebutkan bahwa basic assumption dihasilkan melalui
:

(1) evolve as solution to problem is repeated over and over again;

(2)hypothesis becomes reality, dan

(3) to learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking.


Dengan memahami konsep dasar budaya secara umum di atas, selanjutnya kita akan berusaha
memahami budaya dalam konteks organisasi atau biasa disebut budaya organisasi (organizational
culture).

Adapun pengertian organisasi di sini lebih diarahkan dalam pengertian organisasi formal. Dalam
arti, kerja sama yang terjalin antar anggota memiliki unsur visi dan misi, sumber daya, dasar
hukum struktur, dan anatomi yang jelas dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Sejak lebih dari seperempat abad yang lalu, kajian tentang budaya organisasi menjadi daya tarik
tersendiri bagi kalangan ahli maupun praktisi manajemen, terutama dalam rangka memahami dan
mempraktekkan perilaku organisasi.

Edgar Schein (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi ke dalam dua
dimensi yaitu :Dimensi external environments; yang didalamnya terdapat lima hal esensial yaitu:
(a)mission and strategy; (b) goals; (c) means to achieve goals; (d) measurement; dan
(e)correction.

Dimensi internal integration yang di dalamnya terdapat enam aspek utama, yaitu : (a)common
language; (b) group boundaries for inclusion and exclusion; (c) distributing power and status; (d)
developing norms of intimacy, friendship, and love; (e) reward and punishment; dan (f)
explaining and explainable : ideology and religion.

Pada bagian lain, Edgar Schein mengetengahkan sepuluh karateristik budaya organisasi,
mencakup : (1) observe behavior: language, customs, traditions; (2) groups norms: standards and
values; (3) espoused values: published, publicly announced values; (4)formal philosophy:
mission; (5) rules of the game: rules to all in organization; (6)climate: climate of group in
interaction; (7) embedded skills; (8) habits of thinking, acting, paradigms: shared knowledge for
socialization; (9) shared meanings of the group; dan (10) metaphors or symbols.

Sementara itu, Fred Luthan (1995) mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya
organisasi, yaitu : (1) obeserved behavioral regularities; yakni keberaturan cara bertindak dari
para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota organisasi berinteraksi dengan anggota
lainnya, mereka mungkin menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu; (2) norms;
yakni berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh mana
suatu pekerjaan harus dilakukan; (3) dominant values; yaitu adanya nilai-nilai inti yang dianut
bersama oleh seluruh anggota organisasi, misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi
yang rendah atau efisiensi yang tinggi; (4)philosophy; yakni adanya kebijakan-kebijakan yang
berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memperlakukan pelanggan dan karyawan (5)
rules; yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan kemajuan organisasi (6) organization
climate; merupakan perasaan keseluruhan (an overall “feeling”) yang tergambarkan dan
disampaikan melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara
anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain
Dari ketiga pendapat di atas, kita melihat adanya perbedaan pandangan tentang karakteristik
budaya organisasi, terutama dilihat dari segi jumlah karakteristik budaya organisasi. Kendati
demikian, ketiga pendapat tersebut sesungguhnya tidak menunjukkan perbedaan yang prinsipil.

Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc Namara (2002) mengemukakan
bahwa dilihat dari sisi in put, budaya organisasi mencakup umpan balik (feed back) dari
masyarakat, profesi, hukum, kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya
organisasi mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang, waktu,
manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put, berhubungan dengan pengaruh
budaya organisasi terhadap perilaku organisasi, teknologi, strategi, image, produk dan
sebagainya.

Dilihat dari sisi kejelasan dan ketahanannya terhadap perubahan, John P. Kotter dan James L.
Heskett (1998) memilah budaya organisasi menjadi ke dalam dua tingkatan yang berbeda.
Dikemukakannya, bahwa pada tingkatan yang lebih dalam dan kurang terlihat, nilai-nilai yang
dianut bersama oleh orang dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu bahkan
meskipun anggota kelompok sudah berubah. Pengertian ini mencakup tentang apa yang penting
dalam kehidupan, dan dapat sangat bervariasi dalam perusahaan yang berbeda : dalam beberapa
hal orang sangat mempedulikan uang, dalam hal lain orang sangat mempedulikan inovasi atau
kesejahteraan karyawan. Pada tingkatan ini budaya sangat sukar berubah, sebagian karena
anggota kelompok sering tidak sadar akan banyaknya nilai yang mengikat mereka bersama. Pada
tingkat yang terlihat, budaya menggambarkan pola atau gaya perilaku suatu organisasi, sehingga
karyawan-karyawan baru secara otomatis terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.
Sebagai contoh, katakanlah bahwa orang dalam satu kelompok telah bertahun-tahun menjadi
“pekerja keras”, yang lainnya “sangat ramah terhadap orang asing dan lainnya lagi selalu
mengenakan pakaian yang sangat konservatif. Budaya dalam pengertian ini, masih kaku untuk
berubah, tetapi tidak sesulit pada tingkatan nilai-nilai dasar. Untuk lebih jelasnya lagi mengenai
tingkatan budaya ini dapat dilihat dalam bagan 1.

Tak Tampak —————————————————-Sulit berubah

Nilai yang dianut bersama : Keyakinan dan tujuan penting yang dimiliki bersama oleh
kebanyakan orang dalam kelompok yang cenderung membentuk perilaku kelompok, dan sering
bertahan lama, bahkan walaupun sudah terjadi perubahan dalam anggota kelompok.

Contoh: para manajer yang mempedulikan pelanggan; eksekutif yang suka dengan
pertimbangan jangka panjang.

Norma perilaku kelompok : cara bertindak yang sudah lazim atau sudah meresap yang
ditemukan dalam satu kelompok dan bertahan karena anggota kelompok cenderung berperilaku
dengan cara mengajarkan praktek-praktek (juga- nilai-nilai yang mereka anut bersama) kepada
para anggota baru memberi imbalan kepada mereka yang menyesuaikan dirinya dan menghukum
yang tidak.

Contoh: para karyawan cepat menanggapi permintaan pelanggan; para menajer yang sering
melibatkan karyawan tingkat bawah dalam pengambilan keputusan.

Tampak ——————————————————Mudah berubah

Bagan 1. Budaya dalam Sebuah Organisasi

(sumber : John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998. Corporate Culture and Performance. (terj
Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo, h.5)

Pada bagian lain, John P. Kotter dan James L. Heskett (1998) memaparkan pula tentang tiga
konsep budaya organisasi yaitu : (1) budaya yang kuat; (2) budaya yang secara strategis cocok;
dan (3) budaya adaptif.

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat ditandai dengan adanya kecenderungan hampir
semua manajer menganut bersama seperangkat nilai dan metode menjalankan usaha organisasi.
Karyawan baru mengadopsi nilai-nilai ini dengan sangat cepat. Seorang eksekutif baru bisa saja
dikoreksi oleh bawahannya, selain juga oleh bossnya, jika dia melanggar norma-norma
organisasi. Gaya dan nilai dari suatu budaya yang cenderung tidak banyak berubah dan akar-
akarnya sudah mendalam, walaupun terjadi penggantian manajer. Dalam organisasi dengan
budaya yang kuat, karyawan cenderung berbaris mengikuti penabuh genderang yang sama.
Nilai-nilai dan perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja, rasa
komitmen dan loyalitas membuat orang berusaha lebih keras lagi. Dalam budaya yang kuat
memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan, tanpa harus bersandar pada birokrasi formal
yang mencekik yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi. Budaya yang strategis
cocok secara eksplisit menyatakan bahwa arah budaya harus menyelaraskan dan memotivasi
anggota, jika ingin meningkatkan kinerja organisasi. Konsep utama yang digunakan di sini
adalah “kecocokan”. Jadi, sebuah budaya dianggap baik apabila cocok dengan konteksnya.
Adapun yang dimaksud dengan konteks bisa berupa kondisi obyektif dari organisasinya atau
strategi usahanya. Budaya yang adaptif berangkat dari logika bahwa hanya budaya yang dapat
membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan, akan
diasosiasikan dengan kinerja yang superiror sepanjang waktu. Ralph Klimann menggambarkan
budaya adaptif ini merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung
resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung
usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan
pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya (confidence) yang dimiliki bersama.
Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara efektif
masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan yang menyebar luas,
satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai keberhasilan
organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Rosabeth Kanter
mengemukakan bahwa jenis budaya ini menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang dapat
membantu sebuah organisasi beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, dengan
memungkinkannya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. Contoh
perusahaan yang mengembangkan budaya adaptif ini adalah Digital Equipment Corporation
dengan budaya yang mempromosikan inovasi, pengambilan resiko, pembahasan yang jujur,
kewiraswastaan, dan kepemimpinan pada banyak tingkat dalam hierarki.

B. Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Selanjutnya, kita akan membicarakan tentang proses terbentuknya budaya dalam organisasi.
Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya
dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perorangan atau kelompok, dari tingkat bawah
atau puncak. Taliziduhu Ndraha (1997) menginventarisir sumber-sumber pembentuk budaya
organisasi, diantaranya : (1) pendiri organisasi; (2) pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia
asing; (4) luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stake holder); dan
(6) masyarakat. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses budaya dapat terjadi dengan cara:
(1) kontak budaya; (2) benturan budaya; dan (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak
dapat dilakukan dalam waktu yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang
tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi.

Setelah mapan, budaya organisasi sering mengabadikan dirinya dalam sejumlah hal. Calon
anggota kelompok mungkin akan disaring berdasarkan kesesuaian nilai dan perilakunya dengan
budaya organisasi. Kepada anggota organisasi yang baru terpilih bisa diajarkan gaya kelompok
secara eksplisit. Kisah-kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus menerus untuk
mengingatkan setiap orang tentang nilai-nilai kelompok dan apa yang dimaksudkan dengannya.

Para manajer bisa secara eksplisit berusaha bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan
budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka
secara terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui ritual dan perayaan-perayaan
khusus. Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-gagasan yang tertanam dalam budaya ini
dapat terkenal dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam identifikasi diri dapat mendorong
anggota muda untuk mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka. Barangkali yang paling
mendasar, orang yang mengikuti norma-norma budaya akan diberi imbalan (reward) sedangkan
yang tidak, akan mendapat sanksi (punishment). Imbalan (reward) bisa berupa materi atau pun
promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan untuk sanksi (punishment) tidak hanya
diberikan berdasar pada aturan organisasi yang ada semata, namun juga bisa berbentuk sanksi
sosial. Dalam arti, anggota tersebut menjadiisolated di lingkungan organisasinya. Dalam suatu
organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau “buruk”, yang ada hanyalah budaya
yang “cocok” atau “tidak cocok” . Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya yang cocok,
maka manajemennya lebih berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai- yang ada dan
perubahan tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar
yang berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin
diperlukan. Karena budaya ini telah berevolusi selama bertahun-tahun melalui sejumlah proses
belajar yang telah berakar, maka mungkin saja sulit untuk diubah. Kebiasaan lama akan sulit
dihilangkan. Walaupun demikian, Howard Schwartz dan Stanley Davis dalam bukunyaMatching
Corporate Culture and Business Strategy yang dikutip oleh Bambang Tri Cahyono
mengemukakan empat alternatif pendekatan terhadap manajemen budaya organisasi, yaitu : (1)
lupakan kultur; (2) kendalikan disekitarnya; (3) upayakan untuk mengubah unsur-unsur kultur
agar cocok dengan strategi; dan (4) ubah strategi. Selanjutnya Bambang Tri Cahyono (1996)
dengan mengutip pemikiran Alan Kennedy dalam bukunya Corporate Culture mengemukan
bahwa terdapat lima alasan untuk membenarkan perubahan budaya secara besar-besaran : (1)
Jika organisasi memiliki nilai-nilai yang kuat namun tidak cocok dengan lingkungan yang
berubah; (2) Jika organisasi sangat bersaing dan bergerak dengan kecepatan kilat; (3) Jika
organisasi berukuran sedang-sedang saja atau lebih buruk lagi; (4) Jika organisasi mulai
memasuki peringkat yang sangat besar; dan (5) Jika organisasi kecil tetapi berkembang pesat.
Selanjutnya Kennedy mengemukakan bahwa jika tidak ada satu pun alasan yang cocok dengan
di atas, jangan lakukan perubahan. Analisisnya terhadap sepuluh kasus usaha mengubah budaya
menunjukkan bahwa hal ini akan memakan biaya antara 5 sampai 10 persen dari yang telah
dihabiskan untuk mengubah perilaku orang. Meskipun demikian mungkin hanya akan
didapatkan setengah perbaikan dari yang diinginkan. Dia mengingatkan bahwa hal itu akan
memakan biaya lebih banyak lagi. dalam bentuk waktu, usaha dan uang.

C. Pengembangan Budaya Organisasi di Sekolah

Dengan memahami konsep tentang budaya organisasi sebagaimana telah diutarakan di atas,
selanjutnya di bawah ini akan diuraikan tentang pengembangan budaya organisasi dalam konteks
persekolahan. Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan
mungkin hanya terletak pada jenis nilai dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari
para pendukungnya. Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E.
Heckman sebagaimana dikutip oleh Stephen Stolp (1994) mengemukakan bahwa “the commonly
held beliefs of teachers, students, and principals.”

Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan
sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk
berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para
siswanya. Dalam hal ini, Larry Lashway (1996) menyebutkan bahwa “schools are moral
institutions, designed to promote social norms,…” .

Nilai-nilai yang mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam. Jika merujuk pada
pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh Sumadi Suryabrata (1990), maka setidaknya
terdapat enam jenis nilai yang seyogyanya dikembangkan di sekolah. Dalam tabel 1 berikut ini
dikemukakan keenam jenis nilai dari Spranger beserta perilaku dasarnya.
Tabel 1. Jenis Nilai dan Perilaku Dasarnya menurut Spranger

No Nilai Perilaku Dasar

1 Ilmu Pengetahuan Berfikir

2 Ekonomi Bekerja

3 Kesenian Menikmati keindahan

4 Keagamaan Memuja

5 Kemasyarakatan Berbakti/berkorban

6 Politik/kenegaraan Berkuasa/memerintah

Sumber : Modifikasi dari Sumadi Suryabrata. 1990. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali.

Dengan merujuk pada pemikiran Fred Luthan, dan Edgar Schein, di bawah ini akan diuraikan
tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved behavioral
regularities; (2) norms; (3) dominant value. (4) philosophy; (5) rules dan (6)organization climate.

1. Obeserved behavioral regularities budaya organisasi di sekolah ditandai dengan adanya


keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah yang dapat diamati. Keberaturan
berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau
simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota sekolah.

2. Norms; budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya norma-norma yang berisi
tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini
bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah
daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama berhubungan dengan pencapaian
hasil belajar siswa, yang akan menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik
kelas atau tidak. Standar perilaku siswa tidak hanya berkenaan dengan aspek kognitif atau
akademik semata namun menyangkut seluruh aspek kepribadian. Jika kita berpegang pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi, secara umum standar perilaku yang diharapkan dari tamatan
Sekolah Menengah Atas, diantaranya mencakup : (1) Memiliki keyakinan dan ketaqwaan sesuai
dengan ajaran agama yang dianutnya; (2)Memiliki nilai dasar humaniora untuk menerapkan
kebersamaan dalam kehidupan; (3) Menguasai pengetahuan dan keterampilan akademik serta
beretos belajar untuk melanjutkan pendidikan; (4) Mengalihgunakan kemampuan akademik dan
keterampilan hidup dimasyarakat local dan global; (5) Berekspresi dan menghargai seni; (6)
Menjaga kebersihan, kesehatan dan kebugaran jasmani; (7) Berpartisipasi dan berwawasan
kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis.
(Depdiknas, 2002). Sedangkan berkenaan dengan standar perilaku guru, tentunya erat kaitannya
dengan standar kompetensi yang harus dimiliki guru, yang akan menopang terhadap kinerjanya.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis
kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : (1) Kompetensi pedagogik yaitu merupakan
kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/
silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (2) Kompetensi kepribadian yaitu
merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan
bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan;
(3) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan
masyarakat sekitar; dan (4) Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada
dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional
dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.

3. Dominant values; jika dihubungkan dengan tantangan pendidikan Indonesia dewasa ini yaitu
tentang pencapaian mutu pendidikan, maka budaya organisasi di sekolah seyogyanya diletakkan
dalam kerangka pencapaian mutu pendidikan di sekolah. Nilai dan keyakinan akan pencapaian
mutu pendidikan di sekolah hendaknya menjadi hal yang utama bagi seluruh warga sekolah.
Adapun tentang makna dari mutu pendidikan itu sendiri, Jiyono sebagaimana disampaikan oleh
Sudarwan Danim (2002) mengartikannya sebagai gambaran keberhasilan pendidikan dalam
mengubah tingkah laku anak didik yang dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Sementara itu,
dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Depdiknas, 2001), mutu
pendidikan meliputi aspek input, proses dan output pendidikan. Pada aspek input, mutu
pendidikan ditunjukkan melalui tingkat kesiapan dan ketersediaan sumber daya, perangkat lunak,
dan harapan-harapan. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Sedangkan pada aspek proses, mutu pendidikan ditunjukkan melalui pengkoordinasian dan
penyerasian serta pemanduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong
motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Sementara,
dari aspek out put, mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa,
baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Berbicara tentang upaya menumbuh-
kembangkan budaya mutu di sekolah akan mengingatkan kita kepada suatu konsep manajemen
dengan apa yang dikenal dengan istilah Total Quality Management (TQM), yang merupakan
suatu pendekatan dalam menjalankan suatu unit usaha untuk mengoptimalkan daya saing
organisasi melalui prakarsa perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses kerja, dan
lingkungannya. Berkaitan dengan bagaimana TQM dijalankan, Gotsch dan Davis sebagaimana
dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa aplikasi TQM didasarkan atas
kaidah-kaidah : (1) Fokus pada pelanggan; (2) obsesi terhadap kualitas; (3) pendekatan ilmiah;
(4) komitmen jangka panjang; (5) kerjasama tim; (6) perbaikan kinerja sistem secara
berkelanjutan; (7) diklat dan pengembangan; (8) kebebasan terkendali; kesatuan tujuan; dan (10)
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan secara optimal. Dengan mengutip pemikiran Scheuing
dan Christopher, dikemukakan pula empat prinsip utama dalam mengaplikasikan TQM, yaitu:
(1) kepuasan pelanggan, (2) respek terhadap setiap orang; (3) pengelolaan berdasarkan fakta, dan
(4) perbaikan secara terus menerus.(Sudarwan Danim, 2002). Selanjutnya, dalam konteks
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001) telah memerinci tentang
elemen-elemen yang terkandung dalam budaya mutu di sekolah, yakni : (a) informasi kualitas
harus digunakan untuk perbaikan; bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan
harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (reward) atau sanksi
(punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis kerja sama;
(e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus
ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah
merasa memiliki sekolah. Di lain pihak, Jann E. Freed et. al. (1997) dalam tulisannya tentang A
Culture for Academic Excellence: Implementing the Quality Principles in Higher Education.
dalam ERIC Digestmemaparkan tentang upaya membangun budaya keunggulan akademik pada
pendidikan tinggi, dengan menggunakan prinsip-prinsip Total Quality Management, yang
mencakup : (1) vision, mission, and outcomes driven; (2) systems dependent; (3)leadership:
creating a quality culture; (4) systematic individual development; (4)decisions based on fact; (5)
delegation of decision making; (6) collaboration; (7)planning for change; dan (8) leadership:
supporting a quality culture. Dikemukakan pula bahwa “when the quality principles are
implemented holistically, a culture for academic excellence is created. Dari pemikiran Jan
E.Freed et. al. di atas, kita dapat menarik benang merah bahwa untuk dapat membangun budaya
keunggulan akademik atau budaya mutu pendidikan betapa pentingnya kita untuk dapat
mengimplementasikan prinsip-prinsip Total Quality Management, dan menjadikannya sebagai
nilai dan keyakinan bersama dari setiap anggota sekolah.

4. Philosophy; budaya organisasi ditandai dengan adanya keyakinan dari seluruh anggota
organisasi dalam memandang tentang sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu, manusia,
dan sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi. Jika kita mengadopsi filosofi dalam
dunia bisnis yang memang telah terbukti memberikan keunggulan pada perusahaan, di mana
filosofi ini diletakkan pada upaya memberikan kepuasan kepada para pelanggan, maka sekolah
pun seyogyanya memiliki keyakinan akan pentingnya upaya untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan. Dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001)
mengemukakan bahwa : “pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari semua kegiatan
di sekolah. Artinya, semua in put – proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk
meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik . Konsekuensi logis dari ini semua adalah bahwa
penyiapan in put, proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan
kepuasan yang diharapkan siswa.”

5. Rules; budaya organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan main yang mengikat
seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik
yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah, yang mengikat
seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam organisasi. Aturan umum di
sekolah ini dikemas dalam bentuk tata- tertib sekolah (school discipline), di dalamnya berisikan
tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh warga sekolah, sekaligus dilengkapi pula
dengan ketentuan sanksi, jika melakukan pelanggaran. Joan Gaustad (1992) dalam tulisannya
tentang School Discipline yang dipublikasikan dalam ERIC Digest 78 mengatakan bahwa : “
School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create
an environment conducive to learning.

6. Organization climate; budaya organisasi ditandai dengan adanya iklim organisasi. Hay
Resources Direct (2003) mengemukakan bahwa “oorganizational climate is the perception of
how it feels to work in a particular environment. It is the “atmosphere of the workplace” and
people’s perceptions of “the way we do things here

Di sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara individu dengan lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan ini akan dipersepsi dan dirasakan oleh individu
tersebut sehingga menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Dalam hal ini, sekolah harus dapat
menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif dan menyenangkan bagi setiap anggota
sekolah, melalui berbagai penataan lingkungan, baik fisik maupun sosialnya. Moh. Surya (1997)
menyebutkan bahwa:

Lingkungan kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk itu,
dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak,
fasilitas dan sebagainya. Demikian pula, lingkungan sosial-psikologis, seperti hubungan antar
pribadi, kehidupan kelompok, kepemimpinan, pengawasan, promosi, bimbingan, kesempatan
untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya. “

Dalam konteks Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS, Depdiknas (2001)
mengemukakan bahwa salah satu karakterististik MPMBS adalah adanya lingkungan yang aman
dan tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman
(enjoyable learning).

D. Arti Penting Membangun Budaya Organisasi di Sekolah

Pentingnya membangun budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan dengan upaya


pencapaian tujuan pendidikan sekolah dan peningkatan kinerja sekolah. Sebagaimana
disampaikan oleh Stephen Stolp (1994) tentang School Culture yang dipublikasikan dalam ERIC
Digest, dari beberapa hasil studi menunjukkan bahwa budaya organisasi di sekolah berkorelasi
dengan peningkatan motivasi dan prestasi belajar siswa serta kepuasan kerja dan produktivitas
guru. Begitu juga, studi yang dilakukan Leslie J. Fyans, Jr. dan Martin L. Maehr tentang
pengaruh dari lima dimensi budaya organisasi di sekolah yaitu : tantangan akademik, prestasi
komparatif, penghargaan terhadap prestasi, komunitas sekolah, dan persepsi tentang tujuan
sekolah menunjukkan survey terhadap 16310 siswa tingkat empat, enam, delapan dan sepuluh
dari 820 sekolah umum di Illinois, mereka lebih termotivasi dalam belajarnya dengan melalui
budaya organisasi di sekolah yang kuat. Sementara itu, studi yang dilakukan, Jerry L. Thacker
and William D. McInerney terhadap skor tes siswa sekolah dasar menunjukkan adanya pengaruh
budaya organisasi di sekolah terhadap prestasi siswa. Studi yang dilakukannya memfokuskan
tentang new mission statement, goals based on outcomes for students, curriculum alignment
corresponding with those goals, staff development, and building level decision-making. Budaya
organisasi di sekolah juga memiliki korelasi dengan sikap guru dalam bekerja. Studi yang
dilakukan Yin Cheong Cheng membuktikan bahwa “ stronger school cultures had better
motivated teachers. In an environment with strong organizational ideology, shared participation,
charismatic leadership, and intimacy, teachers experienced higher job satisfaction and increased
productivity”.

Upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan tugas kepala
sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu
melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih
luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di
sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia
akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang
penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.

BAB III

PEMBAHASAN

A.KONDISI INSTANSI SMS NEGERI 5 DEPOK

1. Kelembagaan :

1.1. Nama Sekolah : SMA Negeri 5 Depok

1.2. N S S : 30102240515106

1.3. Hasil Akreditasi : A

1.4. Berdiri : Tahun 2002

1.5. Alamat : Perumahan Bukit Rivaria Sektor IV


Kecamatan Sawangan, Kota Depok

1.6. Telepon / Faximile : ( 0251 ) 8600092

1.7. Kepemilikan Tanah :

a. Status tanah : Fasum/Fasos

b. Luas Tanah : 8200 m2

1.8. Status Bangunan : Milik Pemerintah

a. Surat Izin Bangunan :

b. Luas Bangunan : 7593 m2

2. VISI

Berprestasi, berbudaya, berakhalak mulia serta berwawasan lingkungan

3. MISI

a. Mengembangkan potensi warga sekolah secara optimal

b. Meningkatkan profesionalisme personal dengan membudayakan etos kerja.

c. Menjadikan Sekolah Unggulan kota Depok

d. Menciptakan budaya kekeluargaan,religius dan menyenangkan yang berwawasan lingkungan.

e. Mengembangkan intelektual dan kreatifitas siswa.

4. TUJUAN,STRATEGI DAN SASARAN PROGRAM UNGGULAN YANG AKAN DICAPAI

a. TUJUAN

1. Mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Perguruan
tinggi).

2. Meningkatkan pelayanan kependidikan kepada siswa, orang tua dan guru.

a.Siswa harus mendapat pelayanan optimal terhadap hak siswa itu sendiri mendapatkan
pelayanan pendidikan, pembinaan, pelatihan dan pengajaran pada jam-jam kerja guru, maupun di
luar jam kerja guru, serta mendapat pelayanan administrative yang baik dari sekolah.

b.Orang tua harus mendapat pelayanan informasi kependidikan dan hubungan timbal balik
dalam rangka pembinaan, pendidikan, pengajaran dan pelatihan siswa, serta informasi asset
sekolah dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu hasil pendidikan
c.Guru dan pegawai harus mendapat pelayanan terhadap hak dan kewajibannya sehingga dapat
melaksanakan tugas secara optimal dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan secara
immaterial, finansial, penghargaan, penghormatan wajar sesuai dengan ketentuana aadan
kemampuan sekolah.

3. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan masyarakat sekitar lingkungan sekolah, orang
tua, pemerintah dan instansi terkait baik pemerintah maupun swasta dalam upaya pemberdyaan
pelayanan kependidikan di SMAN 5 Depok

4. Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar

5. Meningkatkan kemampuan professional guru dengan mengikutsertakan guru dalam seminar,


lokakarya, penataran, MGMP dan kegiatan lain yang berkait dengan peningkatan professional
guru.

6. Menumbuhkan etos kerja dan keunggulan kompetitif pada guru agar secara aktif kreatif
meningkatkan kemampuan akemedik, dan metodologik.

7. Mengembangkan wawasan keunggulan sekolah berupa adanya program unggulan baik bidang
akademik, life skill, maupun non akademik.

8. Menumbuhkan kegiatan akademik berupa kebiasaan diskusi ilmiah di kalangan guru dalam
bentuk pertemuan-pertemuan informal.

9. Memberikan pelajaran khusus tambahan bagi kelas XII baik IPA maupun IPS.

10. Menumbuhkan persaingan akademik bagi siswa agar dapat memacu peningkatan kualitas
hasil belajar.

11. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang kualitas hasil
pembelajaran siswa.

12. Memberikankesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan non-akademik


memalui kelembagaana kesiswaan dan ke-OSIS-an

b. Strategi

1. Pemberdayaan SDM sekolah

a. Penataan sistem kerja di lingkungan sekolah

b. Pembagian tugas ketenagaan sesuai dengan bidang tugas, keahlian, peran dan tanggung
jawabnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah.

c. Pemberdayaan dan pembinaan system kerja ketenagaan di sekolah.


d. Optimalisasi sumber daya yang ada di sekolah.

e. Penyamaan persepsi terhadap peran, tugas, fungsi, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab
ketenagaan yang ada di sekolah dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, misi dan visi.

f. Peningkatan disiplina guru, pegawai dan siswa.

g. Peningkatan kualitas keilmuan warga sekolah.

h. Pemberdayaan Pelayanan Kependidikan

c. Sasaran

1. Ketenagaan

Melaksanakan tugas dengan baik, penuh dedikasi, rasa tanggung jawab, kehadiran tepat waktu,
bekerja tepat sasaran, terciptanya suasana kondusif, akrab, harmonis, menyenangkan, saling
memberi pengalaman dalam meningkatkan profesionalitas, memberikan pelayanan kependidikan
secara professional.

Program Unggulan SMA Negeri 5 Depok

1.Prestasi KBM

1.1. Prestasi Ujian Nasional, siswa mencapai rata-rata mata pelajaran 7,25 pada tahun
2009/2010.

1.2. Diterima di PT Negeri melalui PMDK minimal 30 % setiap tahun.

1.3. Diterima di PT Negeri melalui SPMB minimal 45 % setiap tahun.

1.4. Diterima di dunia kerja minimal 5 % setiap tahun.

1.5. Peringkat ketiga perolehan rata-rata Ujian Nasional se-Kota Depok pada tahun 2009/2010.

2. Prestasi Non-Akademik

2.1. Siswa memiliki kecakapan hidup (life skill) komputer yang memadai dan siap pakai.

2.2. Meraih peringkat pertama pada even-even kegiatan bidang kesiswaan baik pada tingkat
kota, propinsi dan nasional maupun internasional.

5. ANALISIS SWOT
Pada hakikatnya setiap pelaksanaan program yang dirumuskan secara terencana dalam mencapai
tujuan yang ingin dicapai akan menemui berbagai faktor pendukung maupun faktor penghambat,
maka pada penyusunan program perencanaan ini dilaksanakan analisa SWOT ( kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman ). Berikut diprediksi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman pada perkembangan SMA Negeri 5 Depok di masa sekarang dan yang akan datang.

1. Kekuatan

1. Tersedianya guru dengan kualifikasi akademik yang memenuhi tuntutan

Standar.

2. Adanya bantuan dari berbagai fihak yang mendukung

3. Banyak siswa yang memiliki keterampilan dibidang ekstra, terutama keterampilan seni.

4. Memiliki lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian Memiliki guru seni

dan keterampilan yang kompeten

2. Kelemahan

1. Masih ada guru yang belum memahami/menguasai IT/ICT dan Bahasa Inggris.

2. Masih ada guru dan karyawan yang memiliki etos kerja seadanya

3. Angka Partisipasi Masuk ke SMA Negeri 5 Depok makin meningkat.

4. Keterbatasan sarana dan prasarana, terutama ruang kelas dan laboratorium

5. Letak geografis sekolah yang berbukit-bukit, sehingga sukar untuk mengembangkan fisik
bangunan

6. Rata-rata nilai Ujian Nasional belum mencapai standar

3. Peluang

1. Lokasi yang sangat berdekatan dengan Universitas Indonesia dan berbagai Perguruan Tinggi
Negeri serta Perguruan Tinggi Swasta Favorit lainnya di Jakarta memudahkan menjalin kerja
sama dengan lembaga-lembaga tersebut.

2. Berjalannya otonomi daerah memberikan peluang kepada sekolah mengembangkan


kemandiriannya.
3. Teknologi makin murah

4. Peminat masuk SMA Negeri 5 Depok sangat tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan
menjadi SMA Type A dengan 27 Rombongan Belajar.

5. Adanya bantuan peningkatan mutu sekolah

6. Adanya kreteria sekolah ( SKM, SSN dan SBI) sebagai motivasi untuk peningkatan mutu

4. Ancaman/ Tantangan

1. Isu pendidikan murah dan atau gratis menjadi ancaman akan terselenggaranya pendidikan
yang bermutu karena ketersediaan dana dari pemerintah itu sendiri tidak jelas sedangkan
masyarakat berpikiran bahwa biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

2. Kesejahteraan guru di Jakarta sangat jauh berbeda dengan kesejahteraan yang diterima guru-
guru di Depok sedangkan dari segi kehidupan antara Jakarta dan Depok tidak berbeda. Akan
berdampak pada kinerja guru dan pegawai.

3. Tuntutan global para guru untuk menguasai IT/ICT dan Bahasa Inggris.

4. Pendidikan mahal berdampak kepada sorotan negatif terhadap sekolah.

5. Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat lebih cenderung mencurigai dan

4. TUJUAN, STRATEGI DAN SASARAN PROGRAM UNGGULAN YANG

AKAN DICAPAI

b. Tujuan

13. Mempersiapkan siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
(Perguruan tinggi).

14. Meningkatkan pelayanan kependidikan kepada siswa, orang tua dan guru.

a.Siswa harus mendapat pelayanan optimal terhadap hak siswa itu sendiri mendapatkan
pelayanan pendidikan, pembinaan, pelatihan dan pengajaran pada jam-jam kerja guru, maupun di
luar jam kerja guru, serta mendapat pelayanan administrative yang baik dari sekolah.

b.Orang tua harus mendapat pelayanan informasi kependidikan dan hubungan timbal balik
dalam rangka pembinaan, pendidikan, pengajaran dan pelatihan siswa, serta informasi asset
sekolah dalam upaya pengembangan dan peningkatan mutu hasil pendidikan

c.Guru dan pegawai harus mendapat pelayanan terhadap hak dan kewajibannya sehingga dapat
melaksanakan tugas secara optimal dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan secara
immaterial, finansial, penghargaan, penghormatan wajar sesuai dengan ketentuana aadan
kemampuan sekolah.

15. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan masyarakat sekitar lingkungan sekolah, orang
tua, pemerintah dan instansi terkait baik pemerintah maupun swasta dalam upaya pemberdyaan
pelayanan kependidikan di SMAN 5 Depok

16. Peningkatan Mutu Kegiatan Belajar Mengajar

17. Meningkatkan kemampuan professional guru dengan mengikutsertakan guru dalam seminar,
lokakarya, penataran, MGMP dan kegiatan lain yang berkait dengan peningkatan professional
guru.

18. Menumbuhkan etos kerja dan keunggulan kompetitif pada guru agar secara aktif kreatif
meningkatkan kemampuan akemedik, dan metodologik.

19. Mengembangkan wawasan keunggulan sekolah berupa adanya program unggulan baik
bidang akademik, life skill, maupun non akademik.

20. Menumbuhkan kegiatan akademik berupa kebiasaan diskusi ilmiah di kalangan guru dalam
bentuk pertemuan-pertemuan informal.

21. Memberikan pelajaran khusus tambahan bagi kelas XII baik IPA maupun IPS.

22. Menumbuhkan persaingan akademik bagi siswa agar dapat memacu peningkatan kualitas
hasil belajar.

23. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk menunjang kualitas hasil
pembelajaran siswa.

24. Memberikankesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan non-akademik


memalui kelembagaana kesiswaan dan ke-OSIS-an

b. Strategi

1. Pemberdayaan SDM sekolah

a. Penataan sistem kerja di lingkungan sekolah

b Pembagian tugas ketenagaan sesuai dengan bidang tugas, keahlian, peran dan tanggung
jawabnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah.

c. Pemberdayaan dan pembinaan system kerja ketenagaan di sekolah.

d Optimalisasi sumber daya yang ada di sekolah.


e. Penyamaan persepsi terhadap peran, tugas, fungsi, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab
ketenagaan yang ada di sekolah dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, misi dan visi.

f. Peningkatan disiplina guru, pegawai dan siswa.

g. Peningkatan kualitas keilmuan warga sekolah.

h. Pemberdayaan Pelayanan Kependidikan

c. Sasaran

3. Ketenagaan

Melaksanakan tugas dengan baik, penuh dedikasi, rasa tanggung jawab, kehadiran tepat waktu,
bekerja tepat sasaran, terciptanya suasana kondusif, akrab, harmonis, menyenangkan, saling
memberi pengalaman dalam meningkatkan profesionalitas, memberikan pelayanan kependidikan
secara professional.

Program Unggulan SMA Negeri 5 Depok

1.Prestasi KBM

3.1. Prestasi Ujian Nasional, siswa mencapai rata-rata mata pelajaran 7,25 pada tahun
2009/2010.

3.2. Diterima di PT Negeri melalui PMDK minimal 30 % setiap tahun.

3.3. Diterima di PT Negeri melalui SPMB minimal 45 % setiap tahun.

3.4. Diterima di dunia kerja minimal 5 % setiap tahun.

3.5. Peringkat ketiga perolehan rata-rata Ujian Nasional se-Kota Depok pada tahun 2009/2010.

4. Prestasi Non-Akademik

4.1. Siswa memiliki kecakapan hidup (life skill) komputer yang memadai dan siap pakai.

4.2. Meraih peringkat pertama pada even-even kegiatan bidang kesiswaan baik pada tingkat
kota, propinsi dan nasional maupun internasional

5. ANALISIS SWOT

Pada hakikatnya setiap pelaksanaan program yang dirumuskan secara terencana dalam mencapai
tujuan yang ingin dicapai akan menemui berbagai faktor pendukung maupun faktor penghambat,
maka pada penyusunan program perencanaan ini dilaksanakan analisa SWOT (kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman ). Berikut diprediksi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman pada perkembangan SMA Negeri 5 Depok di masa sekarang dan yang akan datang.

6. Kekuatan

1. Tersedianya guru dengan kualifikasi akademik yang memenuhi tuntutan

Standar.

2. Adanya bantuan dari berbagai fihak yang mendukung

3. Banyak siswa yang memiliki keterampilan dibidang ekstra, terutama keterampilan seni.

4. Memiliki lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian Memiliki guru seni

dan keterampilan yang kompeten

7. Kelemahan

1. Masih ada guru yang belum memahami/menguasai IT/ICT dan Bahasa Inggris.

2. Masih ada guru dan karyawan yang memiliki etos kerja seadanya

8. Angka Partisipasi Masuk ke SMA Negeri 5 Depok makin meningkat.

9. Keterbatasan sarana dan prasarana, terutama ruang kelas dan laboratorium

10. Letak geografis sekolah yang berbukit-bukit, sehingga sukar untuk mengembangkan fisik
bangunan

6. Rata-rata nilai Ujian Nasional belum mencapai standar

3. Peluang

1. Lokasi yang sangat berdekatan dengan Universitas Indonesia dan berbagai Perguruan Tinggi
Negeri serta Perguruan Tinggi Swasta Favorit lainnya di Jakarta memudahkan menjalin kerja
sama dengan lembaga-lembaga tersebut.

2. Berjalannya otonomi daerah memberikan peluang kepada sekolah mengembangkan


kemandiriannya.

3. Teknologi makin murah


4. Peminat masuk SMA Negeri 5 Depok sangat tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan
menjadi SMA Type A dengan 27 Rombongan Belajar.

5. Adanya bantuan peningkatan mutu sekolah

6. Adanya kreteria sekolah ( SKM, SSN dan SBI) sebagai motivasi untuk peningkatan mutu

4. Ancaman/ Tantangan

6. Isu pendidikan murah dan atau gratis menjadi ancaman akan terselenggaranya pendidikan
yang bermutu karena ketersediaan dana dari pemerintah itu sendiri tidak jelas sedangkan
masyarakat berpikiran bahwa biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.

7. Kesejahteraan guru di Jakarta sangat jauh berbeda dengan kesejahteraan yang diterima guru-
guru di Depok sedangkan dari segi kehidupan antara Jakarta dan Depok tidak berbeda. Akan
berdampak pada kinerja guru dan pegawai.

8. Tuntutan global para guru untuk menguasai IT/ICT dan Bahasa Inggris.

9. Pendidikan mahal berdampak kepada sorotan negatif terhadap sekolah.

10. Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat lebih cenderung mencurigai dan
mengancam ketimbang memberikan solusi atau bantuan.

2. Data Keadaan Guru, Pegawai, Kesiswaan dan Rombel

1. Keadan Guru dan Pegawai Berdasarkan Gender

NO

STATUS GURU / PEGAWAI

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

JUMLH

1 Guru Tetap ( PNS ) 24 28 52

2 Pegawai Tetap ( PNS ) 2 1 3

3 Guru TT ( Guru Wiyata Bakti ) – - -


4 Guru Tidak Tetap ( Honorer ) 1 5 6

5 Pegawai Tidak Tetap (Honorer ) 10 1 11

1. J U M L A H 37 35 72

2. Keadaan Guru Berdasarkan Golongan/Kepangkatan PNS

NO GOLONGAN / PANGKAT LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 Golongan IV – B 1 – 1

2 Golongan IV – A 6 5 11

3 Golongan III – D 2 5 7

4 Golongan III – C – 1 1

5 Golongan III – B 11 6 17

6 Golongan III – A 5 10 15

J U M L A H 25 27 52

3. Keadaan Pegawai Berdasarkan Golongan/Kepangkatan PNS

NO GOLONGAN / PANGKAT LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

3 Golongan III – D – - -

4 Golongan III – C – - -

5 Golongan III – B 1 1 2

6 Golongan III – A – 1 1

J U M LAH 1 2 3

4. Keadaan Guru dan Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan


NO

TINGKAT PENDIDIKAN

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

JUMLAH

1 S – 3 ( Doktor ) – - -

2 S – 2 ( Magister ) 1 1 2

3 S – 1 ( Sarjana ) 22 32 54

4 Sarmud / D – 3 ( Akta – 3 ) 1 1 2

J U M L A H 24 34 58

5. Data Keadaan Siswa

NO

KELAS / PROGRAM

JUM. ROMBEL JUMLAH SISWA

L P JUMLAH

1 Kelas X 9 171 186 357

3 Kelas XI IPA 5 93 116 209

4 Kelas XI IPS 4 73 77 150

6 Kelas XII IPA 5 96 114 210

7 Kelas XII IPS 4 75 70 145

JUMLAH 27 508 563 1071

3. Data Keadaan Sarana / Fisik


NO

JENIS SARANA

JUMLAH

KONDISI

KETER.

1 Luas Tanah 8.200 m² Baik Sertifikat

2 Ruang Belajar 27 RB Sedang Perlu Renovasi

3 Ruang Kepala Sekolah 1 Cukup -

4 Ruang Guru 1 Cukup -

5 Ruang Tata Usaha 1 Cukup -

6 Ruang BP/BK 1 Baik -

7 Ruang Laboratorium 1 Cukup Masih Kurang 2

8 Ruang Perpustakaan 1 Cukup Kurang Lengkap

9 Laboratorium Bahasa 1 Baik Bru dibangun

10 Laboratorium Komputer 1 Cukup Masih kurang 2

11 Lapangan Upacara & Olah Raga 2 Sedang Perlu Renovasi

NO

JENIS SARANA

JUMLAH

KONDISI

KETER.
12 Mushola 1 Baik Akan ada renovasi

13 Kamar Kecil Kepala Sekolah 1 Baik Masih Kurang

14 Kamar Kecil Guru / Pegawai 1 Baik Akan ada renovas

15 Kamar Kecil Siswa Putri 9 Sedang Perlu ada renovasi

16 Kamar Kecil Siswa Putra 6 Sedang s.d.s

17 Kantin 1 Sedang -

18 Warung Koperasi 1 sedang -

19 Ruang OSIS 1 cukup Perlu dibenahi

20 Ruang UKS 1 Cukup -

21 Gudang 1 Kurang 1 Perlu dibenahi

22 Ruang ganti pakaian siswa putri 1 Belum ada Perlu disiapkan

23 Ruang Pertemuan 1 ada Perlu disiapkan

24 Ruang Multimedia 1 ada

25 Ruang Foto Kopi/Perbanyak 1 Belum ada Perlu disiapkan

26 Ruang Kepala TU 1 ada Perlu disiapkan

27 Ruang Wakil Kep SEK 1 ada Perlu disiapkan

28 Ruang data 1 Belum ada

29 Dapur 1 ada

30 Rumah Penjaga Sekolah 1 Belum ada

31 Ruang Piket 1 ada

32 Ruang Piala 1 ada

33 Brangkas 1 ada

34 Taman terbuka 1 ada

35 Ruang Piala 1 ada

36 Ruang Komite Sekolah 1 ada


4. Daftar Nama- Nama Guru

NO

NAMA GURU

L/P

MAPEL

KETER

1 DrS.. Dede agus suherman P PKN Kep Sekolah

2 Dra. Hj.R.Laksmi G.M.Si P PKN/KWN

3 Dra. Amora Riana P KWN

4 Nurbaini Bahar, S.Pd. P BP/BK Kor BP/BK

5 Sahadi, S.Pd L Fisika

6 Drs. Rahmat Muhamad L Matematika Wak Kesis

7 Umar, S.Pd. L Bhs Indonesia Staf Kur

8 Tjeppy Suhanaedy, S.Pd. L Kimia Staf Kur

9 Samsudin, S.Pd. L Kimia

10 Tika Sartika, S.Pd. P Bhs Inggris

11 Abdul Fatah, S.Pd L Biologi Waka Humas

12 Siti Faizah, S.Pd. P Biologi Waka Kur

13 Hj. Umriyatun B, S.Pd P Bhs Inggris

14 Elis Siti Halimah P fisika

15 Ahmad Suandi, S.Pd L Sejarah

16 Lilis Syarifah, S.Pd. P Kimia


17 Dra. Taufiq Nurhayati P PLH

18 Rosalinah, S.Pd P KWN Waka Sarpra

19 Firmansyah, S.Pd. L Penjaskes Staf Osis

20 Dra. Elizabeth Sri Redjeki P Bhs Indonesia

21 Sofyan, S.Ag. L Matematika

22 Tugino, S.Pd. L Ekonomi

23 Rahmat, S.Ag. L Pend Agama

24 Sugiarti, S.Pd P Biologi

25 Tri Andoyo, S.Pd L Penjas

26 Parso, S.Pd L Bhs Inggris

27 Atib Taufik Ibnu B, S.E L Ekonomi

28 Sri Sidiawati, S.Pd P Matematika

29 Wawan Mulyadi, S.Pd. L T I K

30 Mahyudin Muarof, S.Ag. L BP/BK

31 Siti Baroroh, S.Pd. P Bhs Indonesia

32 Margana, S.Pd L Bhs Indonesia

33 Rohma Indrawati, S.Tp P Biologi

34 Riningsih Purbawati, S.Pd P Bhs Indonesia

35 Anah Mulyanti, S.Pd. P Ekonomi

36 M. Arif, S.Hum L Sejarah

37 Edi Irfan, S.Pd. L Matematika

38 Heni Herlinda, S.Pd. P Bhs Inggris

39 Umi Solichatin, S.Pd P Matematika

40 Samsiah, S.Pd P Bhs Inggris

41 Siti Sayidah Makrifah, S.E P Ekonomi


42 Sri Wahyuni, S.Pd. P Biologi

43 Ning Setianti, S.Pd. P Geografi

44 Sri Rahayu Utami S.Sos P Sosiologi

45 Aas Sutisna, S.Pd P Bhs Sunda

46 Ria Kusuma H, S.Kom P T I K

47 Eti Saptarini, S.Pd.Si P Fisika

48 Henny Novianty, S.Pd P Pend Seni

49 Dwi Anggoro, S.Pd P Geografi

50 Anggi Hemagantini, S.Pd P Bhs Jepang

51 Revano Lobo, S.Kom L T I K

52 Puji Purwabto, S.Pd L Pend Seni

53 Irianto L Pend Seni

54 Rini Hernajani, S.Sos P Sosiologi

55 Hotma Manik, S.Pd. P Fisika

56 Meilisma Ikriani L, S.Ag P Pend Agama

57 Badriah, S.Pd. P Bhs jepang

58 Sri Mulyati, S.Pd L Bhs Jepang

5. Daftar Nama Nama Pegawai

NO

NAMA GURU

L/P

JABATAN

KETER
1 Sukim L Kepala T U PNS

2 Hermanto L Staf TU PNS

3 Fatimah P Staf TU PNS

4 Muhammad L Staf TU Honor

5 Zainuri L Staf TU Honor

6 Firman L Staf TU Honor

7 Ida Royani P Staf TU Honor

8 A. Yusuf L Satpam Honor

9 Rusdianto L Pekerja Honor

10 Edy Suryadi L Pekerja Honor

11 Suria L Pekerja Honor

12 Syarifudin L Pekerja Honor

13 Hasan L Pekerja Honor

14 Anang L Pekerja Honor

15 Salma P Pekerja Honor

6. Tugas Pokok dan Fungsi Pengelola Sekolah

Secara garis besar pengelola sekolah memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai unit pelaksana
teknis di bidang pendidikan sebagai berikut :

a. Melaksanakan pendidikan di sekolah selama jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

b. Melaksanakan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan.

c. Melaksanakan bimbingan dan konseling bagi para peserta didik di sekolah.

d. Membina dan mengembangkan potensi siswa melalui keorganisasiannya siswa ( OSIS ) dan
kegiatan ektra kurikuler.
e. Melaksanakan urusan ketatausahaan sekolah.

f. Membina kerja sama dengan orang tua, masyarakat, instansi / lembaga terkait, Purguruan
Tinggi dan Dunia Usaha / Industri.

g. Bertanggung jawab kepada Pemerintah Kota Depok dan atau lembaga lain melalui Dinas
Pendidikan Kota Depok.

Aparatur sekolah mulai dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Wali Kelas, Guru Pengajar,
Guru Bimbingan, Pustakawan, Laboran, Kordinator Kegiatan, Pembina Kegiatan, Kepala TU,
Staf TU dan Pegawai lainnya memiliki tugas pokok masing-masing yang jelas dan rinci, antara
lain :

1. Kepala Sekolah

a. Kepala Sekolah sebagai edukator memiliki tugas antara lain :

a. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif, efisien dan akuntabel.

b. Mengorganisasikan, mengarahkan, mengkordinasikan dan mengatur kegiatan-kegiatan yang


berhubungan dengan proses belajar mengajar.

c. Membina dan mengatur pelaksanaan administrasi kegiatan belajar mengajar.

d. Melakukan / melaksanakan eveluasi terhadap berbagai kegiatan.

e. Memberikan contoh keteladanan bagi pada warga sekolahnya.

b. Kepala Sekolah sebagai manager memiliki tugas antara lain :

a. Menyusun perencanaan yang berkaitan dengan pembelajaran.

b. Memimpin rapat-rapat.

c. Menentukan kebijakan.

d. Mengambil keputusan.

e. Membina Organisasi Siswa Intra Sekolah ( OSIS ).

f. Mengadakan hubungan kerja sama dengan bebagai pihak

c. Kepala Sekolah sebagai administrator memiliki tugas mengatur, menyelenggarakan dan


mengkordinasikan administrasi persekolahn yang meliputi administrasi :

a. Kurikulum

b. Kesiswaan
c. Inventaris sarana dan pra-sarana

d. Kehumasan

e. Ketatausahaan ( Ketenagaan, kesiswaan, inventaris, susrat menyurat, umum, dll. )

f. Keuangan

g. Perpustakaan

h. Laboratorium

i. Bimbingan dan konseling

j. Dan lain sebagainya

d. Kepala Sekolah sebagai supervisor memiliki tugas pengawasan atau supervisi yang meliputi :

a. Supervisi kunjungan kelas

b. Supervisi clinis

c. Supervisi akademis

d. Supervisi adminitrasi ( Administrasi : Ketatausahaan, KBM, Keuangan, Kepegawaian,


inventaris, kesiswaan, kurikulum, kehumasan, dllsbg. )

2. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum

1. Mengidentifikasi kebutuhan tenaga guru.

2. Menyusun / membuat program kerja tahunan kurikulum.

3. Menyusun pembagian tugas mengajar bagi guru-guru.

4. Menyusun jadwal pelajaran.

5. Menyusun kalender pendidikan tingkat sekolah

6. Menyusun jadwal evaluasi ( Ulangan Umum dan Ujian )

7. Mengkordinasikan penyusunan program-program perangkat pembelajaran.

8. Mengkordinasikan kegiatan guru berupa penataran, pelatihan, workshop, lokakarya, seminar


dan MGMP.

9. Merekapitulasi absensi guru.


10. Menyusun perencanaan untuk kepentingan : remedial, enrichment, pelajaran tambahan,
olimpiade, dll.

11. Membentuk kepanitiaan yang berkaitan dengan garapan kurikulum.

12. Dan lain sebagainya

3. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan

1. Menyusun program kerja tahunan bidang pembinaan kesiswaan

2. Melaksnakan penerimaan siswa baru kelas I ( Kelas X ) dan pindahan

3. Melaksanakan pemilihan pengurus MPK dan OSIS.

4. Melaksanakan latihan dasar kepemimpinan siswa dan berbagai kegiatan ekstra kurikuler.

5. Membimbing dan mengkordinasikan semua kegiatan ekstra kurikuler.

6. Menyusun dan membuat Tata Tertib Siswa.

7. Melaksanakan pemilihan siswa siswi teladan atau berprestasi.

8. Mengkordinasikan kegiatan lomba-lomba akademis maupun non akademis.

9. Memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi baik bidang akademis maupun non
akademis.

10. Mengkordinasikan dan membimbing kegiatan kesiswaan yang bersifat ceremonial : upacara,
ulang tahun sekolah, pentas seni, pringatan hari-hari besar nasional dan keagamaan, penglepasan
kelas XII dsb.

11. Mengkordinasikan kegiatan siswa yang berupa : penataran, pelatihan, seminar, dan
bimbingan.

12. Mengadakan pemeriksaan mendadak terhadap siswa di kelas secara insidental.

13. Membina dan mengkordinasikan 6 K ( keamanan, kebersihan, ketertiban, kerindangan,


keindahan dan kekeluargaan ).

14. Dan lain sebagainya.

4. Wakil Kepala Sekolah Urusan Sarana dan Pra-sarana

1. Menyusun program kerja wakil urusan sarana pra-sarana.

2. Mengidentifikasi dan menyusun kebutuhan sarana, alat, bahan dn media penunjang


pembelajaran.
3. Mengidentifikasi dan menyusun kebutuhan pembangunan atau renovasi fisik sekolah / ruang
belajar dan ruang penunjang kegiatan.

4. Mengkordinasikan pemeliharaan dan perawatan sarana fisik sekolah, alat kantor, mebeuleir,
instalasi air/listrik, lapangan dan taman.

5. Mengkordinasikan pengadministrasian inventaris barang milik sekolah.

6. Dan lain sebagainya

5. Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas

1. Menyusun program kerja wakil urusan kehumasan

2. Mengkordinasikan kegiatan sekolah dengan Komite Sekolah

3. Membantu kegiatan Komite Sekolah

4. Mengkordinasikan hubungan sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah, instansi dan


lembaga terkait.

5. Mengadakan kerja sama dengan Perguruan Tinggi, Dunia Usaha.

6. Mengadakan kordinasi dengan alumni

7. Dan lain sebagainya

6. Guru

Merencanakan / menyusun program-program pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan


melaksanakan evaluasi, yang meliputi :

1. Silabus / KTSP

2. Program Tahunan

3. Program Semester

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

5. Program remedial dan pengayaan

6. Menetukan KKM

7. Melaksanakan proses belajar mengajar

8. Melaksanakan evaluasi

9. Melaksanakan analisa hasil evaluasi : Analisa Butir Soal dan Daya Serap.
10. Memberikan laporan hasil evaluasi

11. Melaksanakan remedial / pengayaan

12. Mencatat kemajuan prestasi siswa

13. Membimbing kegiatan siswa

14. Mengikuti : Penataran, pelatihan, workshop, lokakarya, seminar dan MGMP.

dan lain sebagainya

7. Wali Kelas

1. Melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan kelas yang meliputi :

2. Struktur / organigram kelas

3. Daftar pelajaran

4. Daftar piket

5. Tata Tertib

6. Papan absensi dan prosentase absensi

7. Agenda Kelas

8. Daftar Nilai Kolektif ( Leger Nilai )

9. Denah tempat duduk

10. Catatan khusu siswa

11. Pengisian / penulisan Buku Laporan Pendidikan ( Raport )

12. Home visit / penanganan kasus bersama BP/BK dan Wakasek.

13. Dan lain lain

8. Laboran

1. Membuat / menyusun program kerja laboran

2. Membantu pelaksanaan praktikum

3. Menyusun dan mengadministrasikan inventaris alat-alat laboratorium

4. Menyimpan / menempatkan alat-alat laboratorium sesuai aturan


5. Membuat jadwal parkatek

6. Membuat tata tertib

7. Membuat organigram

8. Menyusun dan mengusulkan kebututah alat / bahan praktikum

9. Mengusulkan pemeliharaan / servis alat laboratorium yang dianggap perlu

9. Pustakawan

1. Menyusun program kerja pustakawan

2. Menyusun tata tertib

3. Membuat organigram

4. Mengelola perpustakaan yang meliputi

5. Membuat daftar inventaris buku

6. Membuat kartu anggota

7. Membuat buku daftar pinjaman dan pengembalian

8. Membuat buku tamu kunjungan

9. Membuat catalog

10. Membuat daftar piket

11. Mengusulkan kebutuhan yang berkaitan dengan penigkatan perpustakaan

12. Merencanakan peningkatan pengadaan buku

13. Menyusun dan memberikan laporan kepada kepala sekolah

10. Ketatausahaan

1. Menyusun program ketatausahaan

2. Mengelola administrasi persekolahan yang meliputi

1. Administrasi kepegawaian : Buku Induk Pegawai, File Dokumen Kepegawaian, DUK, DSO,
Kenaikan Pangkat, DP-3, Struktur Organisasi, Absensi guru dan pegawai, Mutasi guru/pegawai,
Usulan pensiun guru/pegawai, dll.
2. Administrasi kesiswaan : Buku Induk Siswa, Klafer, Buku Mutasi, Surat Pindah Keluar,
Persetujuan Mutasi Siswa Masuk, Surat-surat keterangan siswa, Daftar keadaan / jumlah siswa,
dll.

3. Adminitrasi keuangan : Gaji, Tunjangan, Kenaikan Gaji Berkala, Rapelan, Tunjangan


kesejahteraan, Kelebihan Jam Mengajar, BOS / Rutin, Block Grant, dll.

4. Administrasi persuratan : Agenda surat keluar dan surat masuk, membuat / menggandakan /
mengrim / menyam paikan surat-surat, dll.

5. Administrasi inventaris barang : Buku Induk Inventaris, Buku pengeluaran/pemakaian ATK,


Kartu inventaris barang ruangan, dan lain lain.

6. Menyusun uraian tugas / pembagian tugas.

7. Menyusun daftar piket / daftar piket lembur / libur.

8. Dan lain-lain

BABIV

KESIMPULAN

Produktivitas sekolah baik secara kuantitas dan kualitasnya dapat ditingkatkan melalui
peningkatan profesionalitas kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru serta budaya
organisasi sekolah yang mendukung baik secara langsung maupuntidaklangsung.

Peningkatan strategi kepemimpinan profesional, dilakukan dengan jalan mengadakan analisis


lingkungan yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan. Melalui
peningkatan gaya kepemimpinan dengan menerapkan gaya kepemimpinan situasional.
Khususnya bagi yang memerlukan sikap tegas dapat diterapkan gaya kepemimpinan otoriter,
namun bagi yang dapat diajak bekerja sama dilakukan gaya kepemimpinan demokrasi.

Produktivitas sekolah dapat meningkat jika penerapan demokrasi antar unsur sumberdaya
manusia terwujud, disamping juga diperlu¬kan peningkatan budaya saling menghargai, budaya
inovatif, budaya kreatif, budaya profesionalisme dan budaya belajar. Bagi semua unsur yang
terkait dalam satu sistem juga harus melaksanakannya baik siswa, guru dan karyawan termasuk
kerjasama dengan unsur terkait di luar lembaga yang ada.

Berbagai unsur sekolah yang ada terutama guru, diharapkan dapat menciptakan kondisi adanya
budaya organisasi sekolah yang sejuk, nyaman sehingga dengan adanya budaya organisasi yang
baik di sekolah akan tercipta suasana akademik yang kondusif. Akhirnya berpengaruh
tercapainya produktivitas sekolah dan kinerja guru yang optimal.

Saran

1. Kepada sekolah perlu kiranya mempertimbangkan pola kepe¬mimpinan yang dijalankan


selama ini dengan mempertim¬bang¬kan berbagai indikator ke berhasilan pencapaian tujaun.
Hal tersebut sangat berkaitan karena begitu vitalnya keberadaan kepala sekolah, dimana pola
kepemimpinannya dapat mempe¬ngaruhi kinerja guru, budaya organisasi sekolah dan
produk¬tivitas sekolah yang semakin meningkat.

2. Dalam menyiapkan calon kepala sekolah diperlukan berbagai persyaratan yang memenuhi
kemampuan sebagai pemimpin profesional bukan karena atas imbalan yang diberikan dari yang
bersangkutan.

3. Bagi segenap unsur sekolah terutama para guru, agar dapat menciptakan kondisi adanya
budaya organisasi sekolah yang sejuk, nyaman dengan memperhatikan berbagai indikator yang
ada. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap produtivitas sekolah yang semakin berkualitas dan
kinerja guru akan menjadi optimal.

Penutup

Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputus amalnya, kecuali tiga hal yaitu: ilmu
yang bermanfaat, karya yang dimanfaat¬kan untuk kemaslahatan ummat manusia, anak sholih
sholihah yang mau dan mampu mendo’akan orang tuanya. Oleh karena itu saya selalu berdo’a
atas RodhoNya agar ilmu yang saya peroleh yang menghantarkan saya ke jabatan akademik
sebagai Guru Besar, dapat bermanfaat bagi sesama. Amin ya rabbal allamin.

Keberhasilan mencapai jabatan terhormat sebagai guru besar yang diamanatkan kepada saya ini
tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak. Perkenankanlah saya menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada:

DAFTARPUSTAKA

Abizar, Komunikasi Organisasi, Jakarta: P2LPTK, 1988

Alan, Thomas, J., The Production School: A System Analysis Approach to Educational
Administration Chichago University, 1985.

Alhumami, Amich, Membangun Pendidikan yang Bermutu. Kompas, 25 Agustus 2000.


Almond, Gabriel A. and Sidney Verba. The Civic Culture, political attitude and Democracy in
Five Nations. Boston: Tittle, Brown and Company, 1965.

Ardian Syam, Kacamata Kuda, Yogyakarta: Amara Books, 2006.

Bryson, John M. Strategic Planning For Public and Non Profit Organizations. San Francisco:
Jossey-Bass Publishers, 1995

Cascio, Wayne F., Managing Human Resource, New York : McGraw Hill,. 1995

Crawford, Megan, Lesley Kydd and Colin Riches, Leadership and Teams in Educational
Management, Terjemahan Erick Dibyo Wibowo, (Philadelpia: Open University Press).

Dessler, Gerry. Manajemen Personalia, Teknik dan Konsep. Jakarta: Erlangga. 1992.

Diwan, Parag. Human Resource Management. Kualalumpur: Golden Book Center SDN BHDO.
2003.

Djoko Santoso Moeljono, Culture-Budaya Organisasi dalam Tantangan. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2005.

Freedman, Mike and Benjamin B. Tregoe. The Art and Dicipline of Strategic Leadership.
Terjemahan Hikmat Kusumaningrat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Gomes, Faustino Cardoso, Manajemn Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Andi,1995

Hadiyanto. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta, 2004

Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 2001

http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/08/04/budaya-kerja-organisasi/

Budaya kerja / Etos kerja

Posted on November 7, 2012 by badriahneneng

2
pada kesempatan kali ini saya akan memberikan postingan yang intinya mengenai Budaya
Kerja / Etos Kerja. Yang di dalamnya akan dibahas juga beberapa hal mengenai budaya kerja.
Seperti: apa pengertian budaya kerja dan etos kerja serta tujuannya untuk apa, lalu budaya kerja
dalam suatu perusahaan, budaya kerja dalam Rumah Sakit, budaya kerja dalam organisasi,
pengertian pendapatan perkapita, dan perbedaan budaya kerja / etos kerja bangsa Jepang dengan
bangsa kita sendiri Indonesia. Semoga postingan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan
apabila ada kata-kata yang salah harap di maklumi. Ok,, langsung ajah deh masuk ke
pembahasannya

Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerj

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM )

# Tujuan Atau Manfaat Budaya Kerja

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar
dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang
akan datang.

Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :

1. meningkatkan jiwa gotong royong

2. meningkatkan kebersamaan

3. saling terbuka satu sama lain


4. meningkatkan jiwa kekeluargaan

5. meningkatkan rasa kekeluargaan

6. membangun komunikasi yang lebih baik

7. meningkatkan produktivitas kerja

8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.

Keberhasilan pelaksanaan program budaya kerja antara lain dapat dilihat dari peningkatan
tanggung jawab, peningkatan kedisiplinan dan kepatuhan pada norma/aturan, terjalinnya
komunikasi dan hubungan yang harmonis dengan semua tingkatan,peningkatan partisipasi dan
kepedulian, peningkatan kesempatan untuk pemecahan masalah serta berkurangnya tingkat
kemangkiran dan keluhan.

ETOS KERJA

A. Pengertian etos kerja

Etos berasal dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta
keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok
bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesuatu kelompok.

Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan
dalam tiga pengertian berbeda yaitu:

Suatu aturan umum atau cara hidup.


Suatu tatanan aturan perilaku.

Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku.

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau
berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita cita yang positif.

Dari keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter
seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai
dengan semangat yang tinggi, guna mewujudkan sesuatu cita-cita.

Jadi kesimpulannya Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja
pada dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai
yang berdimensi transenden.

B. Fungsi dan tujuan etos kerja

Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu.
Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah :

Pendorong timbulnya perbuatan.

Penggairah dalam aktivitas.

Penggerak.

BUDAYA KERJA DALAM SUATU PERUSAHAAN


Budaya adalah satu set nilai, penuntun, kepercayaan, pengertian, norma, falsafah, etika, dan cara
berpikir. Budaya yang ada di suatu lingkungan, sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan
pribadi yang berada di dalam lingkungan tersebut.

Setiap lingkungan tempat tinggal memiliki budaya yang dibuat oleh nenek moyang dan
diturunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi untuk dianut dan dilestarikan bersama.
Perusahaan adalah sebuah lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu
yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dll. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang
berbeda-beda.

Pertanyaannya sekarang adalah, mampukah mereka yang beragam tadi bersama mencapai satu
tujuan perusahaan dengan cara saling memahami, membantu, dan mengerti satu sama lain?

Perusahaan seperti juga halnya lingkungan tempat tinggal pasti memiliki budaya yang
dirumuskan oleh para pendiri dan top management perusahaan dan dianut oleh setiap komponen
perusahaan.

Keahlian, kreativitas, kecerdasan maupun motivasi yang tinggi dari karyawan memang
merupakan unsur kredibilitas yang harus dimiliki oleh karyawan agar perusahaan dapat
mencapai sukses. Namun unsur-unsur tadi menjadi belum maksimal manfaatnya bila setiap
karyawan belum memiliki satu budaya yang sama. Satu budaya yang sama maksudnya adalah
sebuah pola pikir yang membuat mereka memiliki persepsi yang sama tentang nilai, dan
kepercayaan yang dapat membantu mereka untuk memahami tentang bagaimana seharusnya
berperilaku kerja pada perusahaan dimana mereka bekerja sekarang.

Budaya perusahaan dapat membantu perusahaan mencapai sukses. Untuk dapat memanfaatkan
budaya perusahaan dengan maksimal, maka perusahaan perlu menanamkan nilai-nilai yang sama
pada setiap karyawannya. Kebersamaan dalam menganut budaya atau nilai-nilai yang sama
menciptakan rasa kesatuan dan percaya dari masing-masing karyawan. Bila hal ini telah terjadi,
maka akan tercipta lingkungan kerja yang baik dan sehat. Lingkungan seperti ini dapat
membangun kreativitas dan komitmen yang tinggi dari para karyawan sehingga pada akhirnya
mereka mampu mengakomodasi perubahan dalam perusahaan ke arah yang positif.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan dunia yang sukses adalah perusahaan yang memiliki
budaya kerja yang kuat. Terlepas dari nilai-nilai positif dan luhur yang terkandung dalam budaya
yang berlaku, maksud budaya kerja yang kuat adalah seluruh komponen perusahaan
mengamalkan nilai atau norma yang telah ditetapkan bersama sebagai sebuah budaya dengan
komitmen yang tinggi, tanpa terkecuali.

Namun ketiadaan kata atau kalimat yang menegaskan mengenai budaya yang dianut perusahaan,
menyulitkan para karyawan memahami budaya perusahaan. Untuk itu perlu adanya sebuah
pernyataan yang merupakan manifestasi dari budaya perusahaan yang mengungkapkan secara
garis besar dalam pengertian spesifik mengenai tujuan perusahaan, dan cara-cara yang dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut.

Pengungkapan budaya perusahaan ke dalam sebuah pernyataan dapat dilakukan melalui


perumusan pernyataan visi dan misi. Hanya dengan kalimat singkat, pernyataan visi dan misi
dapat menyiratkan nilai, etika, prinsip, tujuan, dan strategi perusahaan. Menuliskan pernyataan
visi dan misi perusahaan adalah cara yang paling efektif untuk memastikan bahwa semua
karyawan dapat memahami budaya perusahaan dan mengimplementasikannya ke dalam usaha-
usaha pencapaian tujuan perusahaan.

Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh pakar Harvard Business School, yaitu Prof. DR.
John Kottler dan Prof. DR. Janes Heskett, ternyata terdapat korelasi positif di antara penerapan
budaya perusahaan dengan prestasi bisnis yang dicapai oleh perusahaan dalam jangka waktu
yang cukup panjang.

Hal ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki peranan penting dalam membangun
prestasi dan produktivitas kerja para karyawan sehingga mengarahkan perusahaan kepada
keberhasilan. Jadi sudah saatnya Anda menetapkan komitmen terhadap penerapan budaya
perusahaan.
Budaya Kerja Rumah Sakit

Oleh: Rochmanadji Widajat

BUDAYA berasal dari kata buddhayah (bahasa Sansekerta), yang berarti budi dan akal. Bangsa
yang berbudaya dapat dilihat dari tingginya tingkat budi dan akal serta keanekaragaman hasil
budayanya.

Contohnya bangsa Jepang, India, Arab, Cina, juga Indonesia. Dalam hal organisasi, misalnya
rumah sakit, tinggi-rendahnya budaya organisasi dapat dilihat dari tingkat komitmen anggota
rumah sakit terhadap nilai-nilai dan keyakinan, sejak pimpinan hingga ke semua lapisan
karyawannya.

Faktor nilai-nilai dan keyakinan dasar tersebut sangat berperan dalam membentuk etika, sikap,
perilaku anggota organisasi dan membentuk cara pandang mereka terhadap masalah, baik
internal maupun eksternal yang dihadapi dalam kehidupan berorganisasi.

Di beberapa rumah sakit, suatu rencana strategik (renstra) yang telah berhasil disusun oleh suatu
tim khusus dan disahkan oleh pimpinan tidak berjalan mulus dalam penerapannya.

Sebab hal itu terjadi karena ternyata tidak didukung oleh komitmen karyawan terhadap nilai-nilai
dan keyakinan dasar. Untuk membangun komitmen tinggi itulah diperlukan dukungan suatu
kultur atau budaya organisasi rumah sakit yang positif.

Budaya adalah suatu dampak dari proses yang berkesinambungan. Proses terjadinya suatu
budaya dimulai dari tindakan misalnya bekerja hati-hati yang terjadi berulang-ulang menjadi
kebiasaan, yang apabila terus berlangsung lama menjadi tabiat berhati-hati individu.
Apabila suatu kelompok individu mempunyai kesamaan tabiat berhati-hati maka dapat disebut
bahwa budaya kerja kelompok tersebut adalah budaya berhati-hati. Jadi budaya kerja organisasi
adalah bentuk etika, sikap, perilaku dan cara pandang bersama dari kelompok yang tergabung
dalam organisasi tersebut terhadap setiap masalah atau perubahan lingkungan yang bervariasi.

Ada empat macam fungsi budaya kerja yang sangat penting dalam membawa organisasi menuju
sukses.

identitas organisasi (simbol dan harapan), sehingga anggota organisasi merasa bangga terhadap
organisasinya dan pihak eksternal menaruh respek.

kestabilan organisasi sehingga secara internal seluruh karyawan merasa tenang dan yakin,
demikian pula pihak eksternal yang berkepentingan.

alat pendorong organisasi, sehingga mampu menjadi dasar dan pendorong untuk mencapai tujuan
organisasi.

komitmen organisasi sehingga mampu sebagai katalisator dalam membentuk komitmen untuk
pelaksanaan berbagai ide atau suatu rencana strategis.

Budaya Melayani

Bagaimana mengembangkan budaya kerja positif di rumah sakit?

Memahami arti dan fungsi budaya kerja, maka di lingkungan rumah sakit perlu dikembangkan
suatu budaya kerja ke arah positif, maksudnya budaya kerja yang mendukung pencapaian visi,
misi dan tujuan. Sementara budaya organisasi timbul dari budaya kelompok individu yang
tergabung dalam organisasi tersebut.

Adanya perubahan positif, baik etika, sikap, perilaku maupun cara pandang individu, yang
berkembang menjadi tabiat kelompok individu (dari atasan hingga bawahan), maka akan
membentuk perubahan budaya kerja baru yang positif pula.
Sesuai dengan perkembangan baru dalam paradigma pelayanan, budaya kerja rumah sakit yang
positif adalah budaya kerja melayani. Caranya adalah dengan contoh membiasakan arah orientasi
tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang dilayani, bukan
kepentingan diri sendiri.

Namun, apabila orientasi tindakan ke arah kepentingan diri sendiri akan bertentangan dengan
“budaya kerja melayani” tersebut di atas. Contoh tindakan yang negatif adalah karyawan rumah
sakit yang suka membolos atau terlambat datang. Kemudian perawat yang kurang perhatian
terhadap pasien orang miskin, dan dokter menyuruh pasien membeli obat atau alat di apotik
tertentu.

Apabila tindakan yang positif dari setiap individu dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus
menerus akan menghasilkan tabiat positif. Pada akhirnya secara kelompok akan menghasilkan
budaya kerja positif.

Jadi budaya kerja positif apapun yang akan kita kembangkan, yang penting pelaksanaannya
harus secara konsisten, mulai dari pimpinan dan terus menerus.

- Rochmanadji Widajat, seorang dokter di RSU Dr Kariadi Semarang

Nilai-Nilai Budaya Kerja dalam organisasi


Budaya perusahaan merupakan nilai dan falsafah yang telah disepakati dan diyakini oleh seluruh
insan Bank DKI sebagai landasan dan acuan bagi Bank DKI untuk mencapai tujuan. Bank DKI
mendefinisikan budaya perusahaan dalam tujuh nilai yang meresap ke dalam segenap karyawan
Bank DKI.

Komitmen

Menjunjung tinggi nilai-nilai yang disepakati dan bertanggung jawab dengan sepenuh hati.

Panduan Perilaku:

Memegang teguh dan berupaya keras untuk mencapai target

Melaksanakan pekerjaan dengan penuh tanggung-jawab

Dapat dipercaya dalam mengemban setiap pekerjaan dengan benar

Menjalankan tugas mengikuti aturan yang berlaku

Menindaklanjuti setiap masalah yang menjadi tanggung-jawab saya dan memastikan


penyelesaiannya hingga tuntas

Teamwork

Kerjasama yang dilandasi semangat saling menghargai dan menghormati untuk mencapai hasil
yang terbaik.

Panduan Perilaku:

Bersedia mendengar dan menghargai pendapat orang lain

Tidak memaksakan kehendak atau pendapat pribadi

Aktif memberi saran, pendapat untuk keberhasilan tim


Berpikir positif

Bersedia bekerja dengan penuh keikhlasan, tanggung jawab dan dedikasi

professional

Menjalankan tugas sesuai dengan keahlian, keterampilan dan pengetahuan di bidangnya untuk
mencapai kinerja terbaik dengan tetap menjunjung tinggi kode etik bankir.

Panduan Perilaku:

Bekerja efektif dan efisien

Inovatif dan kreatif

Selalu belajar untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan keahliannya

Positif thinking

Berwawasan luas dan pandangan jauh ke depan

Bekerja berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent)

Pelayanan

Memberikan layanan terbaik kepada seluruh nasabah dengan sikap ramah, sopan, tulus dan
rendah hati sehingga dapat memberikan kepuasan.

Panduan Perilaku:

Senyum Salam Sapa

Mendengarkan dengan sepenuh hati untuk memahami kebutuhan nasabah

Memberikan layanan dengan sigap, cepat dan akurat

Siap menerima kritik dan saran untuk perbaikan layanan


Disiplin

Melaksanakan tugas secara tepat waktu, tepat guna, dan tepat manfaat.

Panduan Perilaku:

Tepat waktu

Bertindak sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku dengan penuh tanggung jawab

Melaksanakan rencana yang telah ditetapkan

Menggunakan sarana dan prasarana kantor sebagaimana mestinya

Kerja Keras

Melaksanakan tugas dengan segala upaya untuk mencapai hasil yang terbaik.

Panduan Perilaku:

Pantang menyerah untuk mencari solusi yang lebih baik

Menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang terbaik

Selalu bersemangat untuk memberikan hasil yang lebih baik

Tidak cepat puas atas hasil yang dicapai

Rela mengorbankan kepentingan pribadi demi tercapainya kepentingan perusahaan

Integritas
Membangun kepercayaan dengan kejujuran, tanggung jawab, moral, serta satu kata dengan
perbuatan

Panduan Perilaku:

Berani menyatakan fakta apa adanya secara transparan dan jujur dengan tetap menjaga rahasia
bank dan perusahaan

Menjunjung tinggi kebenaran sesuai dengan kode etik bankir

Melaksanakan tugas dengan ikhlas

Bersikap terbuka dalam mengungkap gagasan dan pendapat

Mencintai pekerjaan dan menjaga citra bank

DIAGNOSIS KINERJA BERMASALAH

Pada kasuistis diagnosis kinerja bermasalah ini, ternyata ditemukan 5 (lima) faktor penyebabnya
yaitu :

a. Etos Kerja Menurun

Kenapa seorang pegawai etos kerjanya menurun ? hal ini bisa disebabkan dua hal yaitu

Pengaruh Lingkungan Fisik dan Pengaruh Lingkungan Sosial Ekonomi.


1) Pengaruh Lingkungan Fisik,

Faktor lingkungan fisik juga sangat dominan mempengaruhi etos kerja seorang pegawai, sebagai
suatu contoh lingkungan fisik adalah Ruang kerja, coba kita bayangkan bagaimana seandainya
seorang pegawai bekerja disuatu tempat dengan lingkungan fisik yang sempit, dan tidak
memadai, saranakurang, misalnya almari meja dan kursi berdesakan dan berkas tidak tertata
dengan rapi karena semuasudah penuh dengan berkas-berkas yang bertumpuk dimana-mana,
computer, mesin ketik sering rusak,dan listrik sering mati, karena kurang daya, sedangkan fisik
ekternal misalnya tempat kerja kita berdekatan dengan fungsi yang tidak sesuai dengan
peruntukannya misalnya jika bidang pekerjaan kitamembutuhkan suasana yang tenang, yaitu
bidang administrasi dan pembukuan, tetapi gedung kita berdekatan dengan bengkel yang ramai
dan bising, maka seorang pegawai tidak akan bisa bekerjadengan hasil maksimal, karena merasa
terganggu, begitu juga sebaliknya jika bidang pekerjaan kita itu membutuhkan kebebasan untuk
mengeluarkan suara suara yang berisik tapi berdekatan dengan rumahsakit, atau tempat bersalin
maka seorang pegawai tidak akan bisa bebas melakukan pekerjaannya karena takut ditegur oleh
pihak rumah sakit dan di tuduh menggangu ketertiban dan kepentinganumum.

2) Faktor Lingkungan Sosial ekonomi.

Faktor lingkungan sosial ekonomi bisa dari dua komponen internal dan eksternal :

Komponen ekternal

yaiitu lingkungan sosial ekonomi keluarga (Pegawai). Komponen lingkungan sosial ekonomi
keluarga bisa mempengaruhi etos kerja menurun, seperti kebutuhan rumah tangga yang semakin
besar, keperluan pendidikan anak-anak, membangun rumah, serta masalah keluarga, rumah
tangga hubungan suami istri, kenakalan anak anak yang sudah semakin beranjak dewasa,
sehingga menyita pikiran dan tenaga di dalam jam kerja pegawai. Disisi lain insentif dari kantor
tidak ada, gaji sudah tidak mencukupi.

Komponen Internal
lingkungan sosial ekonomi di tempat kerja seorang pegawai akan menurunkan etos kerja jika
dari lingkungan kerja tidak ada kepastian keberlangsungan kedepan, hubungan dengan teman
sekerja ada masalah persaingan tidak sehat, saling menjatuhkan dan memfitnah, struktur
organisasi, tupoksi, serta promosi jabatan tidak jelas, dan tidak tertib administrasi.

b. Disiplin Kerja Terganggu

Disiplin kerja akan terganggu jika dimana suatu kondisi seorang pemimpin tidak bisa
mengendalikan pegawainya, sorang pegawai tidak bisa dikendalikan jika kondisi di suatu
perusahaan atau di suatu lingkungan kerja tidak jelas aturan aturan yang dibuat, termasuk hak
dan kewajiban para pegawai.Pegawai hanya dituntut kewajibannya saja tanpa diperhatikan hak-
haknya, serta insentif dan jaminan kesejahteraan, jaminan promosi bagi mereka yang berprestasi
dan hukuman atau sanksi bagi mereka yang mangkir atau melanggar dan melakukan
kecerobohan-kecerobohan.Sehingga disini jelaslah bahwa kenapa disiplin kerja terganggu ?.
Seperti yang telah tersebut dalam fenomena diatas, tentunya hal ini disebabkan karena pada
awalnya kesadaran seorang pegawai atas tidak terpenuhinya suatu kebutuhan ( hak-haknya
sebagai seorang pegawai ) sehingga seorang pegawai mengambil suatu keputusan untuk
menentukan sikap sebagai suatu ungkapan terhadap ketidak puasan akan kebutuhannya, hal ini
tentunya akan semakin menurunkan etos kerjanya, dengan sering melakukan kecerobohan-
kecerobohan, tidak mentaati peraturan yang telah disepakati bersama

c. Syarat-syarat pekerjaan tidak dipenuhi

Syarat pekerjaan tidak terpenuhi sangat erat hubungannya dengan etos kerja yang menurun,
sehinggafaktor-faktor yang mempengaruhi syarat pekerjaan tidak terpenuhi yaitu:

1) Faktor internal, dimana pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial ekonomi
2) Faktor Ekternal, Sumberdaya manusia yang kurang, sehingga perlu beberapa pelatihan-
pelatihan khusus serta pemilihanatau seleksi pegawai yang mampu di bidangnya. Serta memiliki
sumberdaya manusia yang handal dibidangnya sehingga syarat pekerjaan bisa terpenuhi.

Pengertian Pendapatan Perkapita, apa sih?

Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara, yang
diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk
negara tersebut. Biasanya, pendapatan perkapita sering disebut dengan PDB (produk domestik
bruto) perkapita.

Pendapatan perkapita sering digunakan untuk mengukur kemakmuran sebuah negara. Semakin
besar pendapatan perkapita, negara tersebut akan dinilai semakin makmur.

Bagi Indonesia, pendapatan perkapita sebesar US$3.716 pada akhir tahun 2011, merujuk
pengumuman Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), mencerminkan
tingkat pendapatan yang mencapai Rp3 juta lebih sebulan bagi setiap penduduk Indonesia.

Laporan UNDP tersebut menggunakan kombinasi data dari Dana Moneter Internasional (IMF),
Bank Dunia, dan Divisi Statistik PBB (UNSD). Perhitungan yang dipakai, pendapatan nasional
bruto (GNI) Indonesia naik dari US$1.318 pada 1980 menjadi US$2.007 pada 1990, kemudian
US$2.478 pada 2000, dan US$3.544 pada 2010.

Namun Indonesia masih tertinggal dari Malaysia, karena negara itu pada 1980 telah memiliki
GNI US$4.722, sehingga saat ini pendapatan per kapitanya mencapai US$13.685. Thailand kini
memiliki pendapatan per kapita US$7.694. Di Asia Tenggara, Indonesia masih lebih baik dari
Filipina dan Vietnam yang masing- masing memiliki pendapatan perkapita US$3.478 dan
US$2.805. Indonesia kalah dengan Malaysia dan Thailand karena jumlah penduduk Indonesia
jauh lebih besar dari kedua negara tetangga tersebut.

SUMBER: Laporan UNDP dan sumber lain.

Perbedaan Etos Kerja Bangsa Jepang dengan Indonesia

untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan etos kerja Negara kita yaitu Indonesia dengan Negara
jepang yang terkenal dengan etos kerjanya yang sangat bagus terbukti negaranya kini menjadi
Negara yang sangat maju. Ok, langsung ajah di baca deh penjelasannya.

Etos kerja bangsa Jepang

Jepang selama ini kita kenal sebagai salah satu negara didunia yang memiliki etos kerja yang
hebat. Etos kerja yang baik ini menimbulkan suatu dampak kemajuan teknologi dan penguasaan
teknologi,serta mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara jepang itu sendiri.

Semangat dan pantang menyerah merupakan ciri orang jepang, dari semboyan samurai yang
menyatakan “Lebih baik mati dari pada berkalang malu”, ada juga istilah MAKOTO yang
artinya bekerja dengan giat semangat,jujur serta ketulusan.belum lagi semangat dan semboyan
serta falsafah yang lain yang dapat memacu kerja dan membentuk etos kerja para pekerja diluar
negara jepang.

Sedangkan bila dilihat dari segi kebudayaannya, kepemimpinan Jepang dikenal memiliki etos
kerja yang sangat baik dalam memajukan negara atau organisasi yang berada di dalamnya.
Diambil dari sumber yang ditulis oleh Ahmad Kurnia dari buku karya ANN WAN SENG,
“RAHASIA BISNIS ORANG JEPANG (Langkah Raksasa Sang Nippon Menguasai Dunia)”
diceritakan setelah bom atom Amerika menghunjam Hiroshima dan Nagasaki yang merupakan
jantung kota Jepang tahun 1945, semua pakar ekonomi saat itu memastikan Jepang akan segera
mengalami kebangkrutan. Namun, dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, Jepang ternyata
mampu bangkit dan bahkan menyaingi perekonomian negara yang menyerangnya. Terbukti,
pendapatan tahunan negara Jepang bersaing ketat di belakang Amerika Serikat. Apalagi di
bidang perteknologian, Jepang menjelma menjadi raksasa di atas negaranegara besar dan
berkuasa lainnya. Dengan segala kekurangan secara fisik, tidak fasih berbahasa Inggris,
kekurangan sumber tenaga kerja, dan selalu terancam bencana alam rupanya tidak menghalangi
mereka menjadi bangsa yang dihormati dunia.

Orang Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembur tanpa mengharap bayaran. Mereka
merasa lebih dihargai jika diberikan tugas pekerjaan yang berat dan menantang. Bagi mereka,
jika hasil produksi meningkat dan perusahaan mendapat keuntungan besar, secara otomatis
mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam pikiran dan jiwa mereka, hanya ada
keinginan untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin dan mencurahkan seluruh komitmen pada
pekerjaan. Pada tahun 1960, rata-rata jam kerja pekerja Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Pada
tahun 1992 jumlah itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, jam kerja itu masih lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata jam kerja di negara lain, misalnya Amerika (1.957
jam/tahun), Inggris (1.911 jam/tahun), Jerman (1.870 jam/tahun), dan Prancis (1.680 jam/tahun).
Ukuran nilai dan status orang Jepang didasarkan pada disiplin kerja dan jumlah waktu yang
dihabiskannya di tempat kerja (hlm.70). Keadaan ini tentu sangat berbeda dengan budaya kerja
orang Indonesia yang biasanya selalu ingin pulang lebih cepat. Di Jepang, orang yang pulang
kerja lebih cepat selalu diberi berbagai stigma negatif, dianggap sebagai pekerja yang tidak
penting, malas dan tidak produktif.

Sikap patriotisme bangsa Jepang juga menjadi salah satu faktor yang membantu keberhasilan
ekonomi negaranya. Bangsa Jepang bangga dengan produk buatan negeri sendiri. Mereka juga
menjadi pengguna utama produk lokal dan pada saat yang sama juga mencoba mempromosikan
produk made in Japan ke seluruh dunia dari makanan, teknologi sampai tradisi dan budaya.
Dimana saja mereka berada bangsa Jepang selalu mempertahankan identitas dan jatidiri
mereka.Minat dan kecintaan bangsa Jepang terhadap ilmu membuat mereka merendahkan diri
untuk belajar dan memanfaatkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan ilmu
yang diperoleh untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan produk Barat demi memenuhi
kepentingan pasar dan konsumen. Bangsa Jepang memang pintar meniru tetapi mereka memiliki
daya inovasi yang tinggi. Pihak Barat memakai proses logika, rasional dan kajian empiris untuk
menghasilkan sebuah inovasi. Namun bangsa Jepang melibatkan aspek emosi dan intuisi untuk
menghasilkan inovasi yang sesuai dengan selera pasar.

Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah,

Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja. Tentu saja orang Jepang juga tidak bekerja
tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang bekerja
untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda
berhenti bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus bekerja.”
Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab.
Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan ini, dan
ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan kawan yang saling mempercayai
sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa pulang ke rumah.
Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.

Mendewakan langganan. Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang Jepang mendewakan
client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.)
Kata itu dikenal semua orang Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan Jepang
berusaha mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha
berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.

Bisnis adalah perang. Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang yang
melawan dengan perusahaan lain. Untuk menang perang, perlu strategis dan pandangan jangka
panjang. Budaya bisinis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya
menang perang seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat. Semua
orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.” (Kalau lapar tidak bisa
bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi
orang Jepang, untuk bekerja harus makan dan mempersiapkan kondisi lengkap.
Untuk melancarkan urusan pekerjaanya, orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu
dengan tertib dan disiplin, khususnya dalam sektor perindustrian dan perdagangan.

Untuk itu, tidak ada alasan bagi Indonesia tidak bisa menjadi seperti Jepang. Indonesia memiliki
sumber alam melimpah dari pada Jepang, tenaga manusia murah, infrastruktur yang baik, dan
kedudukan geografis yang strategis. Tergantung kemauan, komitmen dan langkah pasti
pemerintah serta masyarakatnya dalam mengaplikasikan formula ekonomi yang ampuh tersebut.
Jika bangsa Jepang bisa melakukannya, maka tidak ada alasan untuk kita gagal
melaksanakannya. Kekuasaan ada ditangan kita dan bukan terletak pada negara.

Etos kerja bangsa Indonesia

Insititute for Management of Development, Swiss, World Competitiveness Book (2007),


memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia berada pada
posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang
mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asia lainnya berada di atas Indonesia seperti
Singapura (peringkat 1), Thailand (27), Malaysia (28), Korea (29), Cina (31), India (39), dan
Filipina (49). Urutan peringkat ini berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni
pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60, Business
Efficiency (59), dan Government Efficiency (55). Lagi-lagi diduga kuat bahwa semuanya itu
karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin karena
faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Bisa dibayangkan dengan kondisi
krisis finansial global belakangan ini bisa-bisa posisi Indonesia akan bertahan kalau tidak ada
remedi yang tepat.

Produktivitas kerja jangan dipandang dari ukuran fisik saja. Dalam pemahaman tentang
produktifitas dan produktif disitu terkandung aspek sistem nilai. Manusia produktif menilai
produktivitas dan produktif adalah sikap mental. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin; hari
esok harus lebih baik dari hari ini. Jadi kalau seseorang bekerja, dia akan selalu berorientasi pada
produktivitas kerja di atas atau minimal sama dengan standar kerja dari waktu ke waktu. Bekerja
produktif sudah sebagai panggilan jiwa dan kental dengan amanah. Dengan kata lain sikap
tersebut sudah terinternalisasi. Tanpa diinstruksikan dia akan bertindak produktif. Itulah yang
disebut budaya kerja positif (produktif). Sementara itu budaya bekerja produktif mengandung
komponen-komponen: (1) pemahaman substansi dasar tentang bekerja. (2) sikap terhadap
karyawanan. (3) perilaku ketika bekerja. (4) etos kerja. (5) sikap terhadap waktu. Pertanyaannya
apakah semua kita sudah berbudaya kerja produktif?

Budaya kerja produktif di Indonesia, belum merata. Bekerja masih dianggap sebagai sesuatu
yang rutin. Bahkan di sebagian karyawan, bisa jadi bekerja dianggap sebagai beban dan paksaan
terutama bagi orang yang malas. Pemahaman karyawan tentang budaya kerja positif masih
lemah. Budaya organisasi atau budaya perusahaan masih belum banyak dijumpai. Hal ini pulalah
juga agaknya yang kurang mendukung terciptanya budaya produktif. Perusahaan belum
mengganggap sikap produktif sebagai suatu sistem nilai. Seolah-olah karyawan tidak memiliki
sistem nilai apa yang harus dipegang dan dilaksanakan. Karena itu tidak jarang prusahaan yang
mengabaikan kesejahteraan karyawan termasuk upah minimunya. Ditambah dengan rata-rata
pendidikan karyawan yang relatif masih rendah maka produktivitas pun rendah. Karena itu tidak
heran produktivitas kerja di Indonesia termasuk terendah dibanding dengan negara-negara lain di
Asia. Mengapa bisa seperti itu?

Hal demikian bisa dijelaskan lewat formula matematika sederhana. Produktivitas kerja
merupakan rasio dari keluaran/output dengan inputnya. Bentuk output dapat berupa barang dan
jasa. Sementara input berupa jumlah waktu kerja, kondisi mutu dan fisik karyawan, tingkat upah
dan gaji, teknologi yang dipakai dsb. Jadi output yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh faktor
input yang digunakan. Dengan demikian produktivitas kerja di Indonesia relatif rendah karena
memang rendahnya faktor-faktor kualitas fisik, tingkat pendidikan, etos kerja, dan tingkat upah
dari karyawan. Hal ini ditunjukkan pula oleh angka indeks pembangunan manusia di Indonesia
(gizi, pendidikan, kesehatan) yang relatif lebih rendah dibanding di negara-negara tetangga.

Seharusnya faktor-faktor tersebut perlu dikuasai secara seimbang agar para karyawan mampu
mencapai produktivitas yang standar. Pendidikan dan pelatihan perlu terus dikembangkan
disamping penyediaan akses teknologi. Kompetensi (pengetahuan, sikap dan ketrampilan)
karyawan menjadi tuntutan pasar kerja yang semakin mendesak. Dengan kata lain suasana proses
pembelajaran plus dukungan kesejahteraan karyawan perlu terus dikembangkan. Etos kerja
orang Indonesia adalah :

Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati.

Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam.


Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan
status daripada prestasi.

Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib.

Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi.
Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu

Artistik; dekat dengan alam. Dengan melihat keadaan saat ini, ini merupakan kenyataan pahit,
yang memang tidak bisa kita pungkiri, dan memang begitu adanya.

Namun lanjutnya, dari 220 juta jiwa rakyat Indonesia, tidak semua memiliki etos kerja buruk
seperti disebutkan diatas. Masih ada organisasi yang peduli dan mau mengubah etos kerja yang
disematkan ke bangsa Indonesia saat ini.

Kita harapkan etos kerja yang diterapkan tersebut bisa diimplementasikan dalam kerja nyata dan
akan lebih baik lagi jika hal positif tersebut menyebar kepada semua Organisasi kerja diseluruh
Indonesia.

Lebih lanjut lagi beliau mengatakan, bangsa Indonesia adalah negara yang kaya dan merupakan
bangsa yang besar. Indonesia dikarunia sumber daya alam yang melimpah ruah dan jumlah
penduduk yang besar. Dan itu merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur
dan sejahtera. Namun pada Kenyataannya rakyat miskin bertambah banyak, pengangguran
semakin meningkat, dan banyak anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Data
Penduduk miskin sampai pada tahun 2009.

Salah satu faktor rendahnya etos kerja yang dimiliki oleh Indonesia yaitu negatifnya keteladanan
yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan
hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering
disalahgunakan.
Bukan bermaksud untuk membandingkan Negara kita dengan Negara Jepang, tetapi saya
berharap Dengan adanya perbandingan ini diharapkan kita dapat mengambil kebaikan
didalamnya. Agar Negara kita bisa menjadi Negara yang memiliki etos kerja yang lebih baik lagi
dari sebelumnya. Dan bisa membuat Negara kita menjadi Negara yang maju sama seperti Negara
Jepang tersebut. Tentunya itu semua akan terjadi apabila kita memiliki kesadaran dari diri kita
masing-masing.

Sumber:

1) www.google.com

2) http://www.scribd.com/doc/94141754/ETOS-KERJA-makalah

3) http://www.aimsconsultants.com/news/articles/6-memanfaatkan-budaya-perusahaan

4) http://www.bankdki.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=61&Itemid=61

5) http://www.bisnis.com/articles/kamus-bisnis-pengertian-pendapatan-perkapita-apa-sih
https://badriah27.wordpress.com/2012/11/07/budaya-kerja-etos-kerja/

MEMBANGUN BUDAYA KERJA ORGANISASI

шаблоны YooTheme

шаблоны Недвижимости joomla

Details Category: Artikel 29 Aug 2013

Written by @hidayat_life Hits: 4673

Begitu buruknya Budaya Kerja bangsa kita selama ini. Hal ini tercermin dalam identitas sebuah
bangsa yang antara lain kurang dalam ; disiplin, produktif, inovatif, semangat serta mudah
tergiur dengan budaya asing yang bersifat negatif dan tidak mau bekerja keras seperti orang
Jepang dan lain sebagainya.

Semua itu telah menyebabkan sebagian besar anak bangsa masih terpuruk dalam belenggu
kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan saling terlibat dalam wacana demokrasi yang tidak
pernah selesai dalam perebutan kesempatan dan kekuasaan termasuk bisnis.

Rupanya demokrasi belum menjamin sebuah kemajuan berarti bagi sebuah bangsa, kecuali kalau
keinginan anak bangsa itu sendiri yang ingin merubahnya. Demokrasi baru dalam tahap
kebebasan berbicara belum kebebasan berbuat yang positif membangun bangsa. Konsep politik
mendominasi kehidupan dibanding yang lain, menyebabkan semua orang ingin terlibat dalam
wadah politik yang saat ini belum menunjukan perbaikan nasib rakyat.
Di era globalisasi menandakan terjadi perubahan banyak hal terutama perubahan ekonomi dalam
budaya yang paling mempengaruhi kehidupan anak bangsa.

Terjadinya perubahan perubahan dalam lingkup strategis dunia termasuk perubahan budaya
sebagai akibat globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditandai
dengan kemajuan komunikasi dan informasi yang seakan tidak terbendung, telah mempengaruhi
perubahan kehidupan dan budaya yang signifikan dalam masyarakat dunia dewasa ini.

Masalahnya sekarang bangsa masih belum siap menerima perubahan tatanan baru kehidupan
dengan mencontoh/meniru kebiasaan hidup dari masyarakat yang terjadi di belahan dunia lain
melalui transformasi budaya. Setelah terbiasa menyaksikan kejadian kejadian yang menarik
perhatian akan mempengaruhi sosial budaya masyarakat tradisional dengan cara kehidupan lain
yang berbeda dengan kebiasaan sebelumnya. Pengaruh dunia informasi dan komunikasi yang
mudah ditemui di berbagai media massa, seperti Televisi, Radio, Internet, wisatawan dan
lainnya. Sedangkan dasar budaya sendiri belum begitu mengakar terutama bagi kaum generasi
muda, telah menimbulkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam kehidupan sosial dan
budaya.
Sebenarnya ada perubahan budaya yang diharapkan, bersifat positif bagi pembangunan bangsa
dan generasi berikutnya seperti perubahan budaya kerja baik bagi organisasi pemerintah maupun
organisasi masyarakat/swasta dalam bekerja atau memproduksi dan melayani masyarakat dalam
dunia good governance yang dimiliki oleh tiga domain (negara, swasta dan masyarakat madani).
Walau banyak terjadi pengaruh budaya negatif yang lebih mudah diterima oleh masyarakat yang
merupakan masalah dan tantangan bangsa dalam membangun masyarakat yang maju dan
modern.

Perubahan budaya tersebut sudah berada dihadapan kita, namun masalahnya budaya serta
kebiasaan dan budaya asing yang tidak perlu ditiru namun lebih mudah merubah sikap dan
perilaku, seperti; pergaulan bebas, sikap dan perilaku, kebiasaan dan sopan santun yang tidak
sesuai dengan budaya sendiri, narkotika, kebebasan tidak terkendali dalam demokrasi. Bagi
generasi tua akan merasakan perubahan sikap dan perilaku generasi berikutnya menyangkut
sikap mental dan hilangnya rasa hormat terhadap kaum tua dibanding era sebelumnya.

Walaupun budaya bangsa Indonesia tercermin dalam filsafat Pancasila, yang berakar dari nilai-
nilai luhur kebudayaan seluruh bangsa tercinta dari keanekaragaman budaya dalam kebhinekaan
yang menjadi satu dalam hidup sebuah bangsa yang bersatu dalam kemajemukan. Saat ini perlu
di terapkan kembali terutama kepada generasi muda, bila tidak ingin terjadi kerusakan lebih
lanjut yang berujung pada disintegrasi dan kehancuran sebuah bangsa besar yaitu bangsa
Indonesia.
Kenapa Orang Jepang Gila Kerja

Sebenarnya ada budaya asing yang mungkin dapat ditiru oleh generasi bangsa kita adalah budaya
kerja yang merupakan sikap terhadap pekerjaan yang dianggap baik dan menyenangkan untuk
dunia bekerja seperti sikap; rajin, jujur, giat, bersemangat, berinovasi, berkreasi, terbuka dan
bertanggung jawab dan sikap positif lainnya.

Orang Jepang menamakan dengan sikap gila kerja, dibanding sikap dan kebiasaan lain yang
negatif seperti; bermalasan, santai, tidak jujur, tidak kreatif dan tidak bertanggung jawab dan
sebagainya. Hal ini tercermin dalam identitas bangsa Jepang yang produktif dan diakui oleh
semua bangsa di dunia.
Disamping budaya kerja bangsa bangsa Jepang tersebut, budaya kerja bangsa lain seperti Korea,
Taiwan, Cina dan Thailand serta Malaysia dan Singapura juga sudah maju dan berkembang
dibanyak segi kehidupan; bidang ekonomi, sosial, politik dan lainnya. Namun budaya kerja
bangsa kita secara umum masih tertinggal, walau sudah ada sebagian organisasi swasta dan
pemerintah yang sudah merubah orientasi budaya kerja mereka lebih baik.

Pada dekade tahun-tahun sebelumnya kita sudah mengenal budaya kerja dengan penerapan mutu
dan kualitas kerja dari Jepang dengan TQC (Total Quality Control), TQM (Total Quality
Management), Quality Assurance, Value Added Management, Work Improvement Team, yang
merupakan bagian dari budaya kerja dalam organisasi pemerintah maupun swasta. Kemudian
seorang ahli dari Asian Institute of Management yaitu Prof. Emil P.Bolongaita, JR mengatakan
bahwa pemerintah sebaiknya mampu mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintah
dengan pengalaman manajemen bisnis dalam sebuah kombinasi dalam pelayanan yang disebut
Total Quality Governance (TQG).

Bila digali dalam ajaran dan nilai-nilai agama Islam, jelas bahwa budaya kerja merupakan
perintah Tuhan, melalui Surat Al Jumu’ah / 62:10 , Allah mengatakan yang artinya , bahwa….
Apabila telah ditunaikan Shalat, maka betebaranlah kamu dimuka bumi untuk mencari karunia
Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.
Dengan Ayat suci tersebut di atas, bahwa setiap orang Islam memahami kerja sebagai ibadah
kepada Allah. Hal ini menyebabkan kerja adalah merupakan manifestasi bagian kehidupan
manusia sebagai hal yang harus dilakukan dalam dunia kerja sebagai konsep pemikiran kerja
adalah ibadah (Kutipan dari Buku Nilai dan Makna Kerja dalam Islam oleh Narasumber antara
lain Prof Dr.Sayed Hosein Nasr, dkk.

Baik secara ilmiah maupun secara nilai agama jelaslah bahwa kerja dengan membudayakannya
dalam kehidupan masyarakat merupakan sebuah keharusan dalam menciptakan nilai-nilai dan
kebiasaan orang dalam bekerja yang bermutu dan menjadikan kerja sebagai suatu hal yang lebih
menyenangkan dari kegiatan lain.

Strategi Membangun dan Menerapkan Budaya Kerja


Sebagai budaya yang berisikan nilai-nilai dan kebiasaan hidup yang dilaksanakan oleh orang-
orang dalam masyarakat bahkan suatu bangsa untuk membangun sebuah budaya yaitu budaya
kerja memerlukan pengorbanan yang mungkin luar biasa untuk merubah nilai dan paradigma
lama yang harus ditinggalkan oleh sebuah generasi. Perlu waktu dan perencanaan yang baik
dalam jangka panjang, kalau mungkin jangka menengah untuk segenap organisasi masyarakat
dan pemerintah.

Membangun budaya kerja sama saja dengan membangun diri sendiri setiap orang dalam bersikap
terhadap pekerjaan apa saja yang dihadapi mereka. Perubahan sikap dan perilaku dalam bekerja
akan menghasilkan mutu kerja yang baik serta pelayanan masyarakat yang optimal. Untuk itu
perlu diawali dengan pendidikan termasuk sosialisasi yang merata dalam segenap unsur
masyarakat dan pemerintah dengan aparaturnya.

Menurut cerita tentang sejarah Jepang setelah Perang Dunia II untuk membangun kembali
semangat bangsa Jepang terutama perekonomian mereka, dengan mencari cara kerja baru mereka
untuk menghasilkan produk yang bermutu. Dengan mendatangkan ahli dari Amerika Serikat
antara lain; Prof Edward Deming dan Prof. DR. Juran. Teori kedua ahli tersebut diolah oleh Ahli
Jepang sendiri yaitu Prof. Dr. Kauro Ishikawa sesuai aspek budaya Jepang sendiri melalui
manajemen kualitas dengan berdasarkan kerja kelompo dan partisipatif. Keberhasilan Jepang
dalam membangun ekomomi mereka merupakan dorongan bangsa lain untuk mengembangkan
teori yang sama sesuai dengan budaya masing-masing seperti; Korea, Thailand, Taiwan, dan
Singapura dan lainnya termasuk Indonesia sendiri.
Di Indonesia masalah budaya kerja ini sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa decade
sebelumnya, namun sampai sekarang masih jalan di tempat. Hal ini mungkin karena banyak
terjadi perubahan rezim pemerintahan dan politik, sejak kemerdekaan 62 tahun yang silam. Hal
ini menyebabkan penerapan budaya kerja ini masih belum bisa dilaksanakan.

Menurut pendapat penulis hal hal yang perlu di upayakan adalah melalui sinerjitas antara
organisasi pemerintah dan swasta dalam upaya pendidikan budaya kerja baik secara pendidikan
formil maupun pendidikan luar sekolah yang dijadikan sebuah budaya baru di bidang; semangat,
sikap dan perilaku terhadap bekerja yang rajin, jujur, etos kerja tinggi, bertanggung jawab,
bermutu, bekerjasama, dan professional dan disiplin.

Saat ini dalam organisasi pemerintah sudah dibuat kebijakan oleh Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara (Men .PAN), melalui Keputusan Men. PAN No.25/Kep/Men.PAN/4/2002,
tgl.25 April 2002, Tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja yang oleh Gubernur Sumatera
Barat, dibuat Keputusan No.58 tahun 2004 tanggal 30 Desember 2004, tentang Pedoman
Gerakan Disiplin Nasional Penerapan Budaya Kerja Aparatur di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan kita masih menugggu hasil dari penerapan budaya kerja
aparatur dalam setiap unit organisasi dalam struktur yang ditetapkan dalam peraturan daerah.
Tampaknya diperlukan pendidikan masyarakat disamping pendidikan formal untuk
membudayakan budaya kerja secara missal dengan; memperbanyak kampanye budaya kerja
melalui berbagai media; media massa (cetak dan elektronik), media tradisionil, media tetap
muka, dan media lain melalui pembentukan kelompok kelompok budaya. Memperlombakan
produk secara sehat dengan mutu yang baik dan dapat bersaing dengan mutu produk asing, serta
memberikan reward bagi hasil produk yang mampu bersaing dan memuaskan pelayanan
masyarakat. Memberikan semangat dan motivasi bagi setiap orang mempunyai sikap dan gila
akan bekerja untuk memcapai mutu yang tinggi.

Pendidikan budaya kerja mulai dari rumah tangga dengan memberikan semangat dan disiplin
bagi keluarga untuk menyelesaikan tugas secara optimal. Mengutamakan mutu kerja dari hasil
asal jadi setiap keluarga dalam sebuah nilai budaya pada masing masing keluarga.

Juga diperlukan upaya menghilangkan paradigma lama dengan bermalasan dan bersantai dalam
bekerja, walau kita temukan dalam organisasi pemerintah ada aparat uang bekerja siang malam
tanpa memandang waktu untuk mencapai kinerja yang baik dalam tugas pokok dan fungsi
masing masing. Hilangkan semangat bekerja karena mengharapkan jabatan tertentu yang
menggiurkan dan tidak mau bekerja karena jabatan atau tugas tidak diingini karena tidak
menggiurkan atau adanya iming iming yang tidak professional.

Tanamkan semangat professional dan etos kerja tinggi pada setiap generasi dengan boleh
mencontoh bangsa lain yang maju karena budaya dan semangat kerja tinggi mereka dan
hilangkan semangat ala mumpung yang bersifat egoisme dan menang sendiri.

Secara perlahan tapi pasti membangun budaya kerja generasi muda bangsa bukan tidak mungkin
bisa terwujud dalam masa tertentu yang sulit dalam jangka pendek karena merubah sikap dan
membangun nilai dan kebiasaan baru yang merobah pardigma lama yang masih melekat dalam
beberapa generasi.

Kalau tidak bangsa kita tetap menjadi bangsa yang dianggap rendah oleh bangsa lain, seperti
banyak kasus dalam tenaga kerja terutama menyangkut TKW dan lain sebagainya Masalah ini
telah merendahkan identitas kita sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya dalam hidup
sejajar dengan bangsa lain didunia.
Sekian

http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/290-teras-sumbar/artikel/1119-membangun-
budaya-kerja-organisasi.html

Budaya Kerja

13

Jul

13 Votes

1. Pengertian Budaya Kerja

Istana Bogor (Juni 2010)


Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi
kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang
menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang
telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu
atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja.

Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa sansekerta ‘budhayah’
yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari
budi, dengan kata lain ”budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa.
Sedangkan kebudayaan merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan
rasa tersebut”.[1]

Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Koentraningrat, yaitu;
”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakukan yang teratur oleh
tatakelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat”.[2]

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri
setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan
mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola
perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber
Daya Manusia menjelaskan bahwa:

Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu
organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari
pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan
kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.[3]
Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh
setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan
pekerjaan.

Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan
bahwa:

Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan,
cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.[4]

Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu;
”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh
suatu golongan masyarakat”.[5]

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka
psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.
[6]

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang
menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu
dalam lingkungan kerja suatu organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana
nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana
(vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
a. Terbentuknya Budaya Kerja

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan
dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja
yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi
membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang
lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan
berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal
itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan
pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya
masing-masing.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan
tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja
diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan
antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang
dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya
pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam
menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi.[7]

Gambar 1: Pengaruh-pengaruh Budaya Pada Perilaku Organisasi

Sumber : Robert Kreitner & Angelo Kinicki, Perilaku Organisasi, 2003: 127

Cakupan makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:


Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam
maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan,
prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada
sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan
tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja
dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.[8]

Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai inti perusahaan.
Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakan aturan dan
kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari
prasangka negatif karena segala sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat
(informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan
komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal maupun informal
diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai.

Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan
menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan
lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap
keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan
bersama dalam rangka membentuk budaya kerja.

Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumberdaya
manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau mempengaruhi sikap dan
perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-
masing. Dengan adanya suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu,
misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan
(organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya
agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran pelanggan,
pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan.
Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern,
sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu, sehingga
hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat
terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi
tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi.
Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai prosedur
atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap
dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam
menghadapi tantangan masa depan. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul
seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan
fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus ingin belajar, ingin
memberikan terbaik bagi organisasi, dan lain-lain.

Berdasarkan pandangan mengenai manfaat budaya kerja, dapat ditarik suatu deskripsi
sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja sehingga sesuai yang diharapkan.

c. Unsur– Unsur Budaya Kerja

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat
Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan
perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja
tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui
proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat
sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.
Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama
menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya
terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

1) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain,
seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri,
atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.

2) Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati,
teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu
sesma pegawai, atau sebaliknya.[9]

Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun
sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat
kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang
terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan
cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka
kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan
pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

1) Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan teknologi.

2) Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features, conformance, durability,


serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness, humanity, security, dan
competency.
3) Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan, orientasi
pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terus-menerus.[10]

Adapun indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga
Yaitu :

1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi


pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau
kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup
lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu
pendirian (position), jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan
keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak
disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari
lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi
ataupun perusahaan.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan pegawai,
maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian
terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-
peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat
kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik dalam
organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan.

3) Nilai-nilai

Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting,
apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat
berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu. Nilai bersifat
abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau
budaya kerja. Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka penilaian
dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja pegawai agar dapat
memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.[11]

2. Pengertian Perilaku Pegawai

Perkembangan dalam bidang kepemimpinan kemudian memungkinkan merumuskan kembali


beberapa anggapan tentang sifat dan perilaku individu atau pegawai dalam suatu organisasi
dengan menentukan pemecahan yang serasi.

Unsur yang pokok dari pada perilaku pegawai ialah beberapa jenis kegiatan, apakah yang
bersifat fisik atau mental. Perilaku pegawai sebagai suatu rangkaian kegiatan. Sedangkan
kegiatan itu selalu berorientasi kepada sasaran atau tujuan. Oleh karena itu mereka harus dibina
dan diberikan suatu motivasi.[12]

Motivasi menyangkut reaksi berantai, yaitu dimulai dari kebutuhan yang dirasakan, lalu timbul
keinginan atau sasaran yang hendak dicapai, kemudian menyebabkan usaha-usaha mencapai
sasaran, yang berakhir dengan pemuasan. Menurut Soewarno Handayaningrat, berpendapat:
“Masalah motivasi adalah sangat komplek, karena kenyataannya memotivasi orang-orang itu
berbeda-beda, baik terhadap individu maupun situasinya”.[13]

Kebutuhan yang diinginkan karena disebabkan perilaku, tetapi dapat pula kebutuhan mungkin
akibat dari pada perilaku. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kebutuhan tidak selalu
menyebabkan perilaku manusia.

Pengertian perilaku itu sendiri menurut Soewarno Handayaningrat, yaitu: “Perilaku ialah apa
yang kita lakukan, bukan mengapa kita melakukan itu”. [14]
Dengan demikian, perilaku adalah segala sesuatu atau apa-apa yang kita lakukan. Dari apa-apa
yang kita lakukan membentuk suatu kebiasaan, watak, karakter, tingkah laku, atau perilaku.
Kebiasan yang selalu dilakukan pegawai dalam suatu organisasi disebut dengan perilaku
pegawai.

Perilaku pegawai menurut Stephen P. Robins dalam buku Perilaku Organsasi yang diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia menjelaskan bahwa: “Perilaku pegawai merupakan suatu karakteristik
dan tingkah laku yang terdapat dalam setiap individu atau suatu organisasi yang terdapat
dinamika kepemimpinan. Perilaku pegawai meliputi kepribadian, harga diri, pemantauan diri,
dan kecenderungan untuk menanggung resiko”.[15]

Perilaku pegawai lebih cenderung kepada pokok kepribadian, karena kepribadian


menggambarkan perilaku seorang individu. Karakteristik mencakup perasaan malu, keagresifan,
sikap patuh, kemalasan, ambisi, kesetiaan, dan sifat takut dan malu. Karakteristik ini bila
diperagakan dalam sejumlah besar situasi, disebut ciri-ciri kepribadian. Semakin konsisten
karakteristik itu dan semakin sering terjadi dalam berbagai situasi, maka disebut dengan perilaku.

Karakteristik tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Karakteristik yang bersifat positif akan
menguntungkan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya, namun sebaliknya karakteristik yang
negatif akan merugikan bagi organisasi. Untuk itu karakteristik-karakteristik tersebut dapat
dipengaruhi oleh sifat kepemimpinan seorang pemimpin atau atasan dalam menjalankan roda
keorganisasiannya.[16]

a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Manusia diciptakan sebagai makhluk pengemban nilai-nilai moral, adanya akal dan budi pada
manusia menyebabkan adanya perbedaan cara dan pola hidup yang berdimensi ganda, yakni
kehidupan yang bersifat material dan kehidupan yang bersifat spiritual.

Akal dan budi sangat berperan dalam usaha menciptakan pola hidup atau perilaku manusia itu.
Untuk menciptakan kebahagian hidup jasmani, manusia dengan akal dan budinya selalu berusaha
menciptakan benda-benda baru sesuai dengan yang diharapkannya.
Selain akal dan budi tersebut di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku manusia,
seperti yang diutarakan oleh Kreitner dan Kinicki dalam buku Perilaku Organisasi, yaitu:

1) Motivasi

Motivasi pada dasarnya berusaha bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan


membuat perilaku individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan pimpinan.
Dapat dikatakan teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil
apa yang akan diperolehnya. Jadi, hasil yang akan dicapai tercermin pada bagaimana proses
kegiatan yang dilakukan seseorang.

2) Sikap

Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung
atau tidak mendukung dengan memperhatikan suatu objek tertentu.[17] Sikap mempengaruhi
perilaku pada suatu tingkat yang berbeda dengan nilai. Sementara nilai mewakili keyakinan yang
mempengaruhi perilaku pada seluruh situasi, sikap hanya berkaitan dengan perilaku yang
diarahkan pada objek, orang, atau situasi tertentu.

3) Keyakinan

Keyakinan seseorang merupakan representasi mental lingkungan yang relevan, lengkap dengan
hubungan sebab dan akibat yang ada. Keyakinan merupakan hasil dari pengamatan langsung dan
kesimpulan dari hubungan yang dipelajari sebelumnya.

Norma-norma subjektif pengertiannya adalah tekanan sosial yang dirasakan untuk menampilkan
suatu perilaku tertentu. Norma yang subjektif juga merupakan suatu fungsi dari keyakinan, tetapi
keyakinan dari suatu jenis yang berbeda. Norma yang subjektif dapat membawa pengaruh yang
kuat pada tujuan perilaku dari orang-orang yang peka terhadap pendapat model peran yang
dihargai.
4) Imbalan dan Hukuman

Selain itu sifat imbalan atau hukuman yang dilaksanakan sangat mempengaruhi perilaku
individu. Teori motivasi pengukuhan ini didasarkan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dipertahankan.
Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut
bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.

Menurut Triguno, ”perilaku kerja pegawai dalam suatu organisasi dapat diukur antara lain; kerja
keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen,
konsisten, responsiv, mandiri, makin lebih baik, dan lain-lain”.[18]

[1] Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Cetakan Kesembilan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004,
halaman 20

[2] Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 2004, hal 2

[3] Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 2003, Halaman 65

[4] Triguno. Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta,2001, Hal.13

[5] Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
2003, Hal. 80

[6] Osborn dan Plastrik, Manajemen Sumber Daya Mausia, BPFE.Yogyakarta, 2002, Hal.252
[7] Siti Amnuhai. Manajemen Sumber daya Manusia. Bumi Aksara.Jakarta.2003.Hal.76

[8] Moekijat, Asas-Asas Perilaku Organisasi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2006, halaman 53

[9] Taliziduhu Ndraha, OpCit, halaman 81

[10] Triguna, OpCit, halaman 57

[11] Taliziduhu Ndraha, OpCit, Hal. 25

[12] Komarudin, Manajemen Berdasarkan Sasaran, Edisi Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta, 2003,
halaman 66

[13] Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, Cetakan ke-
14, CV. Haji Masagung, Jakarta, 2001, halaman, hal 87

[14] Handayiningrat, Ibid. hal 83

[15] Stephen P. Robin, Perilaku Organisasi, Alih bahasa Tim Indeks, Edisi Indonesia, PT. Indeks
Gramedia Group, Jakarta, 2003, halaman 199.

[16] Koentjaraningrat, OpCit, halaman 109

[17] Robert Kreitner & Angelo Kinicki, OpCit, halaman 182

[18] Triguno, OpCit, halaman 4


https://arozieleroy.wordpress.com/2010/07/13/budaya-kerja/

Makalah Budaya Sekolah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Belajar dan mengajar
tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai
kegiatan seperti bagaimana membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap
peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat
serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan kebiasaan yang
harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari. Zamroni (2003:149) mengatakan bahwa
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam perjalanan panjang
sekolah disebut budaya sekolah. Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru,
staf aministrasi, dan siswa sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul di sekolah. Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi kultural antar
generasi.

Penelitian di Amerika serikat membuktikan bahwa kultur sekolah berpengaruh terhadap


peningkatan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi guru serta
produktivitas dan kepuasan kerja guru. Untuk menciptakan kultur sekolah yang positif
dibutuhkan adanya kesadaran dan motivasi terutama dari diri masing-masing warga sekolah.
Guru sebagai ujung tombak di lapangan harus mampu memberikan motivasi dan inspirasi bagi
siswa khususnya. Kebiasaan guru yang datang tepat waktu dan melaksanakan tugas mengajar
dengan baik, sikap dan cara berbicara saat berkomunikasi dengan siswa dan unsur sekolah
lainnya, disiplin dalam melaksanakan tugas merupakan kebiasaan, nilai dan teladan yang harus
senantiasa dijaga dalam kehidupan sekolah. Agar kebiasaan-kebiasaan positif tersebut terpelihara
dan mendarah daging dalam diri seluruh warga sekolah yang selanjutnya diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari, dibutuhkan adanya “ sense of belonging” atau rasa memiliki terhadap
sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Dasar dan Pengertian Budaya Sekolah

2. Karakteristik Budaya Sekolah

3. Unsur-unsur Budaya Sekolah

4. Peran Budaya Sekolah

5. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Untuk Menciptakan Budaya Sekolah Yang Unggul

C. Tujuan

1. Mengetahui mengenai Konsep Dasar dan Pengertian Budaya Sekolah

2. Mengetahui Karakteristik Budaya Sekolah

3. Memahami Unsur-unsur Budaya Sekolah

4. Mengetahui Peran Budaya Sekolah

5. Memahami Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Untuk Menciptakan Budaya Sekolah Yang
Unggul
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar dan Pengertian Budaya Sekolah

1. Konsep Dasar Budaya Sekolah

Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah (school
culture) yang kokoh dan tetap eksis. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya
sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap
pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan
intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja
keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan
pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan IPTEK dan
berlandaskan IMTAQ.

Budaya sekolah (school culture) merupakan kata kunci (key word) yang perlu mendapat
perhatian secara sungguh-sungguh dari para pengelola pendidikan.Budaya sekolah perlu
dibangun berdasarkan kekuatan karakteristik budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu
berada.Budaya sekolah adalah detak jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus dilakukan
dengan sebuah komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas sekolah yakni guru, siswa,
manajemen sekolah, dan masyarakat.

Untuk membangun atmosfer budaya sekolah yang kondusif, maka ada baiknya kita mengenal
terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan budaya sekolah, bagaimana penciptaannya,
bagaimana peran kepala sekola selaku leader dalam mendisain budaya sekolahnya, bagaimana
budaya sekolah SD Muhammadiyah Sapen dan bagaimana hasil dari budaya sekolah
kontribusinya terhadap keberhasilan sekolah baik dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia maupun prestasi sekolahnya.

Menurut Zamroni budaya sekolah ( kultur sekolah ) sangat mempengaruhi prestasi dan perilaku
peserta didik dari sekolah tersebut. Budaya sekolah merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang
memungkinkan sekolah dapat tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai
lingkungan yang ada.
Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan bahwa untuk mewujudkan
budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu ada rekayasa social. Dalam
mengembangkan budaya baru sekolah perlu diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu
level individu dan level organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku siswa
selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada.Perubahan budaya sekolah
memerlukan perubahan perilaku individu.Perilaku individu siswa sangat terkait dengan prilaku
pemimpin sekolah.

2. Pengertian Budaya Sekolah

Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata culture.Marvin Harris
(1987) mendefinisikan culture atau budaya sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh
masyarakat sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah
laku sesuai dengan aturan. Dalam istilah lain, Denis Lawton (1975) mendefinisikan bahwa
culture is everything that exists in a society. Culture includes every thing that is man made :
technological artifacts, skills, attitudes, and values.

Secara implisit, kesimpulan dari kedua definisi di atas menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan
dan nilai-nilai yang telah diterapkan di suatu sekolah merupakan budaya sekolah. Secara
eksplisit, Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.

Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat
kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat. Jika definisi ini diterapkan di di sekolah,
sekolah dapat saja memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur dominan dan kultur lain sebagai
subordinasi.( Kennedy, 1991 )

Pendapat lain tentang budaya sekolah juga dikemukakan oleh Schein, bahwa budaya sekolah
adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan atau pengembangan oleh suatu
kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta
dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam
memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. ( Schein , 2010 )

Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh Zamroni ( 2011 ) bahwa budaya
sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah
terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan
lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut
dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat
bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi
berbagai situasi dan lingkungan yang ada ( Zamroni, 2011: 297 ).
B. Karakteristik Budaya Sekolah

Kehidupan selalu berubah.Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami


perubahan.Perubahan-perubahan itu dapat terjadi karena pengaruh lingkungan dan
pendidikan.Pengaruh lingkungan yang kuat adalah di sekolah karena besar waktunya di
sekolah.Sekolah memegang peranan penting dan strategis dalam mengubah, memodifikasi, dan
mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang berhubungan dengan
kebutuhan anak untuk hidup di masyarakat sesuai dengan tuntutan jamannya.

Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat diperoleh gambaran bahwa
mereka mempunyai lima karakteristik umum seperti yang diungkapkan oleh Steven dan Keyle
(editor) (1985) sebagai berikut :

a. Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif

b. Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat sukses

c. Menekankan pengajaran pada penguasaan ketrampilan

d. Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi pelaksanaan monitoring dan penilaian
keberhasilan kelas

e. Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara kedisiplinan siswa

Penciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui :

a. Pemahaman tentang budaya sekolah

b. Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah

c. Reward and punishment

Menurut Robbins (1994) karakteristik umum budaya sekolah adalah sebagai berikut: (1) inisiatif
individual, (2) toleransi terhadap tindakan beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari
manajemen, (6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik dan (10)
pola-pola komunikasi.

Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan
memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti:

Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga atau personil sekolah, komite
sekolah dan lainnya dalam berinisiatif.
Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif dan berani
mengambil resiko.

Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya
mewujudkannya.

Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang jelas, bantuan serta dukungan
terhadap personil sekolah.

Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan
mengendalikan perilaku personil sekolah.

Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya secara keseluruhan dengan sekolah
ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional.

Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria prestasi.

Sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.

Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarki yang formal (diadopsi dari
karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins).

Dari sekian karakteristik yang ada, dapat dikatakan bahwa budaya sekolah bukan hanya refleksi
dari sikap para personil sekolah, namun juga merupakan cerminan kepribadian sekolah yang
ditunjukan oleh perilaku individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah.

C. Unsur-unsur Budaya Sekolah

Bentuk budaya sekolah secara intrinsik muncul sebagai suatu fenomena yang unik dan menarik,
karena pandangan sikap, perilaku yang hidup dan berkembang dalam sekolah pada dasarnya
mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas dari warga sekolah.

Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori:

1. Unsur yang tidak kasat mata

Unsur yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan
yang luas, makna hidup atau yang di anggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah. Dan
itu harus dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih
kongkrit yang akan di capai oleh sekolah.

2. Unsur yang kasat mata dapat termenifestasi secara konseptual meliputi :


a. visi,misi, tujuan dan sasaran,

b. kurikulum,

c. bahasa komunikasi,

d. narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh,

e. struktur organisasi,

f. ritual, dan upacara,

g. prosedur belajar mengajar,

h. peraturan sistem ganjaran/ hukuman,

i. layanan psikologi sosial,

j. pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat dan yang meteriil dapat berupa :
fasilitas dan peralatan, artifiak dan tanda kenangan serta pakaian seragam.

Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau dari usaha
peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut :

Kultur sekolah yang positif

Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas
pendidikan, misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan
komitmen terhadap belajar.

Kultur sekolah yang negatif

Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Artinya resisten terhadap perubahan, misalnya dapat berupa: siswa takut salah, siswa takut
bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah.

Kultur sekolah yang netral

Yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi positif
tehadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan keluarga
sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain.

D. Peran Budaya Sekolah


Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam bentuk lembaga atau instansi
sekolah dapat dianggap sebagai pranata sosial yang di dalamnya berlangsung interaksi antara
pendidik dan peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan,dan juga
norma maupun kebiasaan yang di pegang bersama. Pendidikan sendiri adalah suatu proses
budaya. Masalah yang terjadi saat ini adalah nilai-nilai yang mana yang seharusnya
dikembangkan atau dibudayakan dalam proses pendidikan yang berbasis mutu itu. Dengan
demikian sekolah menjadi tempat dalam mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang tidak hanya
terbatas pada nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-nilai kehidupan yang
memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang berbudaya.

Djemari (2003) membagi karekteristik peran kultur sekolah berdasarkan sifatnya dapat
dibedakan menjadi tiga yakni :

Bernilai Strategis

Budaya yang dapat berimbas dalam kehidupan sekolah secara dinamis. Misalnya memberi
peluang pada warga sekolah untuk bekerja secara efisien, disiplin dan tertib. Kultur sekolah
merupakan milik kolektif bukan milik perorangan, sehingga sekolah dapat dikembangkan dan
dilakukan oleh semua warga sekolah.

2. Memiliki Daya Ungkit

Budaya yang memliki daya gerak akan mendorong semua warga sekolah untuk berprestasi,
sehingga kerja guru dan semangat belajar siswa akan tumbuh karena dipacu dan di dorong,
dengan dukungan budaya yang memiliki daya ungkit yang tinggi. Misalnya kinerja sekolah dapat
meningkat jika disertai dengan imbalan yang pantas, penghargaan yang cukup, dan proporsi
tugas yang seimbang. Begitu juga dengan siswa akan meningkat semangat belajranya, bila
mereka diberi penghargaan yang memadai, pelayanan yang prima, serta didukung dengan sarana
yang memadai.

3. Berpeluang Sukses

Budaya yang berpeluang sukses adalah budaya yang memiliki daya ungkit dan memiliki daya
gerak yang tinggi. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa keberhasilan dan rasa mampu
untuk melaksanakan tugas dengan baik. Misalnya budaya gemar membaca. Budaya membaca di
kalangan siswa akan dapat mendorong mereka untuk banyak tahui tentang berbagai macam
persoalan yang mereka pelajari di lingkungan sekolah. Demikian juga bagi guru mereka semakin
banyak pengetahuan yang diperolah, tingkat pemahaman semakin luas, semua ini dapat
berlangsung jika disertai dengan kesadaran, bahwa mutu/ kualitas yang akan menentukan
keberhasilan seseorang.

E. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Dalam Menciptakan Budaya Sekolah Yang Unggul
Keberadaan budaya sekolah di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi dari segala aktivitas
yang dijalankan warga sekolah mulai dari guru, karyawan, siswa dan orang tua. Budaya sekolah
yang didesain secara terstruktur, sistematis, dan tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolahnya,
pada gilirannya bisa memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan kualitas sumber daya
manusia sekolah dalam menuju sekolah yang berkualitas.Ada tiga hal yang perlu dikembangkan
dalam menciptakan budaya sekolah yang berkualitas, yaitu:

1. Budaya keagamaan (religi) :

Menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan agamanya masing-
masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlaqul Karimah)

Bentuk Kegiatan :

Budaya Salam, Doa sebelum/sesudah belajar, Doa bersama, Sholat Berjamaah (bagi yang
beragama islam), peringatan hari besar keagamaan, dan kegiatan keagamaan lainnya.

2. Budaya kerjasama (team work) :

Menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial terhadap sesama melalui kegiatan yang dilakukan
bersama.

Bentuk Kegiatan:

MOS, Kunjungan Industri, Parents Day, Baksos, Teman Asuh, Sport And Art, Kunjungan
Museum, Pentas Seni, Studi banding, Ekskul, Pelepasan Siswa, Seragam Sekolah, Majalah
Sekolah, Potency Mapping, Buku Tahunan, PHBN, (Peringatan hari Besar Nasional), dan
PORSENI.

3. Budaya kepemimpinan (leadhership) :

Menanamkan jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak dinikepada anak-anak. Bentuk
Kegiatan :

Budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas, budaya Kreatif; Mandiri & bertanggung jawab, Budaya
disiplin/TPDS, Ceramah Umum, upacara bendera, Olah Raga Jumat Pagi, Studi Kepemimpinan
Siswa, LKMS (Latihan Keterampilan manajemen siswa), Disiplin siswa, dan OSIS.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Budaya sekolah yang positif akan mendorong semua warga sekolah untuk bekerjasama yang
didasarkan saling percaya, mengundang partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya
gagasan-gagasan baru, dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di
sekolah yang semuanya ini bermuara pada pencapaian hasil terbaik. Budaya sekolah yang baik
dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar, yaitu belajar
bagaimana belajar dan belajar bersama.Akan tumbuh suatu iklim bahwa belajar adalah
menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi keterpaksaan.Belajar yang muncul dari
dorongn diri sendiri, intrinsic motivation, bukan karena tekanan dari luar dalam segala
bentuknya.Akan tumbuh suatu semangat di kalangan warga sekoalah untuk senantiasa belajar
tentang sesuatu yang memiliki nilai-nilai kebaikan.

Budaya sekolah yang baik dapat memperbaiki kinerja sekolah, baik kepala sekolah, guru, siswa,
karyawan maupun pengguna sekolah lainnya. Situasi tersebut akan terwujud manakala
kualifikasi budaya tersebut bersifat sehat, solid, kuat, positif, dan professional. Dengan demikian
suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan untuk
bekerja keras dan belajar mengajar dapat diciptakan.

Budaya sekolah yang baik akan secara efektif menghasilkan kinerja yang terbaik pada setiap
individu, kelompok kerja/ unit dan sekolah sebagai satu institusi, dan hubungan sinergis antara
tiga tingkatan tersebut. Budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di
sekolah dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan
profesional.

Budaya sekolah sehat memberikan peluang sekolah dan warga sekolah berfungsi secara optimal,
bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi, dan akan mampu terus
berkembang. Oleh karena itu, budaya sekolah ini perlu dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://ulilalbabjong.wordpress.com/2012/01/23/pendidikan-karakter-dan-budaya-sekolah/

http://blog.umy.ac.id/wiwinsundari/2011/11/09/budaya-sekolah-school-culture/

http://novia9002.wordpress.com/2010/10/26/mewujudkan-sekolah-berkualitas-melalui-
penciptaan-budaya-sekolah/

http://hbis.wordpress.com/2010/03/31/konsep-budaya-dan-iklim-sekolah-oleh-a-fatah-munzali/

http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/faktor-yang-mempengaruhi-kinerja-guru-
iklim-kerja

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/01/26/catatan-harian-seorang-guru-bagaimanakah-
menciptakan-budaya-sekolah-yang-unggul/

http://education-mantap.blogspot.com/2010/07/budaya-sekolah.html

http://kikyuno.blogspot.com/2012/05/makalah-budaya-sekolah.html

a. Jarak Kekuasaan

Jarak Kekuasaan menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat dalam kekuasaan.


Jarak kekuasaan yang kecil menunjukkan masyarakat yang setara. Semua pihak
kekuataanya relatif sama. Ada perbedaan yang mencolok antara orang yang berkuasa
secara budaya ataupun politik terhadap orang yang tidak punya kuasa.. Hal positif
dari masing-masing perbedaan budaya ini adalah: Jarak Kekuasaan kecil maka orang
pada budaya tersebut mudah menerima tanggungjawab. Sementara pada Jarak
Keuasaan besar maka orang lebih disiplin karena rasa takut akan kekuasaan.

b. Kolektivisme-individualisme.

Perbedaan komunitas yang individualistik dan kolektivistik

individualistik Kolektivistik

Mobilitas okupasional tinggi Mobilitas okupasional rendah

Pekerja adalah makhluk ekonomi yang Pekerja adalah anggota dari suatu
bersedia mewujudkan kepentingan kelompok dan bekerrja untuk
perusahaan apabila hal itu selaras mewujudkan kepentingan kelompok
dengan kepentinganya sendiri sendiri.

Ijazah meningkatakan nilai ekonomik Ijazah menentukan status orang


dan harga diri. didalam kelompok.

Perekrutan dan promosi diputuskan Perekrutan dan promosi diputuskan


berdasarkan pertimbangan keterampilan dengan pertimbangan kelompok dari
dan sesuai peraturan. pekerja yang bersangkutan.

Hubungan antara pekerja dan pemberi Hubungan antara pekerja dan pemberi
kerja dilakukan secara kontraktual kerja berdasarkan pertimbangan moral.
dengan pertimbangan pasar tenaga
kerja.

Imbalan ditetapkan berdasarkan prestasi Imbalan ditentukan berdasarkan


individual. prestasi kelompok.

Pekerja yang menunjukan prestasi yang Pekerja yang menonjol prestasinya


menonjol pantas diberi imbalan lebih. dapat dianggap menggangu harmoni
ditempat kerja.

Setiap pelanggan berhak mendapatkan Pelanggan yang memiliki relasi yang


perlakuan yang sama. khusus dengan perusahaan mendapat
perlakuan lebih baik.

Privasi dijaga baik ditempat kerja. Pertimbangan kelompok sering kali


mengabaikan privasi.

Pekerja tidak segan mengemukaan Pekerja yang mempunyai pendapat


pendapatnya yang berbeda dengan berbeda dengan pendapat umum
pendapat umum. cenderung menahan diri.
Penyesuaian tugas lebih penting dari Hubungan lebih penting dari pada
pada hubungan. penyelesaian tugas.

c. Maskulinitas-feminitas.

Perbedaan komunitas bisnis yang maskulin dan feminin

maskulin feminin

Managemen dijalankan secara tegas dan Managemen dijalankan melalui


agresif. konsensus dan pertimbangan matang.

Pemecahan konflik dilakukan dengan Pemecahan konflik melalui kompromi


membiarkan yang kuat menang. dan negosiasi.

Imbalan diberikan berdasarkan ekuitas Imbalan diberikan berdasarkan


(kontribusi)- imbalan bagi yang kuat. kesamaan-jauh dekat sama-solidaritas
pada yang lemah.

Imbalan ditentukan dahulu sebelum Imbaln final ditentukan setelah semua


kerja dimulai. tugas selesai.

Preferensi pada usaha skala besar. Preferensi pada usaha skala kecil.

Orang hiudup untuk bekerja. Orang bekerja untuk hidup.

Uang banyak lebih disukai dari pada Waktu luang lebih disukai dari pada
waktu luang. uang banyak.

Karir merupakan keharusan bagi lelaki Karir terbuka bagi lelaki maupun
dan pilihan bagi perempuan. perempuan.

Proporsi perempuan profesional Proporsi perempuan profesional


ditempat kerja rendah. ditempat kerja tinggi.

Kesalahan harus ditindaklanjuti dengan Tersedia ruang bagi kesalahan-tegas


tegas-pelakunya harus dihukum. terhadap isu, lunak terhadap pelaku.

Keberhasilan perlu dihargai secara Keberhasilan perlu diapresiasi secara


konkrit dan formal. pribadi dengan tulus.

Suka bekerja dengan aturan yang tegas. Suka bekerja dengan aturan yang
minimal.

Birokrasi adalah harga mati. Birokrasi dipraktikan sesuai situasi.

Sentuhan insani ditempat kerja Sentuhan insani ditempat kerja terjadi


diakomodasikan secara formal didalam selama propses interaksi, komikasi,
substansi kerja. dan kerja sama.

Hubungan kerja cenderung formal dan Hubungan kerja cenderung informal


mekanistik dan organik.

d. Penghindaran ketidakpastian.

Perbedaaan antara komunitas bisnis dengan penghindaran ketidakpastiaan yang


rendah dengan ketidakpastiaan yang tinggi.

penghindaran ketidakpastiaan yang penghindaran ketidakpastiaan yang


rendah tinggi

Perusahaan dikelola dengan aturan Secara emosional ada kebutuhan akan


yang minimal. aturan, meskipun sering kali aturan itu
tidak efektif.

Waktu menjadi kerangka orientasi Waktu adalah uang.

Manajemen toleran terhadap kekaburan Ada kebutuhan akan presisi dan


dan kekacauan formalisasi

Manajemen lebih banyak bertumpu Manajemen mengandalkan tenaga


pada orang yang berpengetahuan umum spesialis dan lebih suka mencari solusi
dan berwawasan luas. teknis.

Manajemen puncak disibukan dengan Manajemen puncak disibukan dengan


perumusan strategi. kegiatan operasi sehari-hari.

Memiliki banyak cap dagang baru. Tidak banyak memiliki cap dagang
baru.

Berfokus pada proses pengambilan Berfokus pada substansi keputusan.


keputusan.

Intrapreneur terbebas dari peraturan Inovasi dibatasi oleh banyak peraturan.


yang mengekang.

Pandai menghasilkan invensi, tetapi Kurang baik dalam berinvensi, tetapi


kurang baik dalam implementasi. lebih efektif dalam implementasi.

Pekerja lebih sering pindah kerja-masa Pekerja jarang pindah kerja-cenderung


kerja diperusahaan lebih pendek bekerja disuatu perusahaan untuk
waktu yang lama, kadang-kadang
sampai pensiun.

Bekerja keras bila dibutuhkan. Ada dorongana dari dalam untuk


bekerja keras dan tekun.

Suka bekerja dengan inisiatif sendiri. Suka bekerja dengan arahan dan
petunjuk yang jelas.

Motivasi muncul dari prestasi, harga Motivasi muncul dari rasa aman, harga
diri, dan merasa diterima lingkunganya. diri, dan merasa diayomi oleh
lingkunganya.

Belajar dari kesalahan yang jujur. Kesalahan tidak ditoleransi.

e. Orientasi masa depan.

Perbedaan komunitas bisnis yang berorientasi masa depan berjangka pendek dan
yang berjangka panjang.

orientasi masa depan berjangka pendek orientasi masa depan berjangka


panjang

Tata nilai yang melandasi bisnis adalah Tata nilai yang melandasi bisnis adalah
kebebasan, hak, prestasi, dan belajar, kejujuran, kemampuan
egosentrisme menyesuaikan diri, akuntabilitas, dan
disiplin pribadi.

Infestasi dalam reksa dana yang Investasi dalam tanah dan bangunan.
menghasilkan keuntungan cepat dan
langsung.

Fokus pada laba atau hasil usaha. Fokus pada posisi pasar.

Laba tahun ini sangat penting. Hasil usaha jangka panjang dan
kelangsungan hidup perusahaan lebih
penting.

Tidak banyak menabung-sering Banyak menabung-dana tabungan


melakukan infestasi dengan digunakan sebagai modal investasi.
bermodalkan pinjaman.

Kepentingan perusahaan tidak terkait Kepentingan perusahaan dan


dengan kepentingan anggotanya. kepentingan anggota terkait erat.

Manager dan pekerja secara pesikologik Pemilik-manajer dan pekerja memiliki


dianggap sebagai dua kelompok yang aspirasi bersama.
berbeda.

Waktu luang sangat penting. Waktu luang kurang penting.

Meritokrasi diberlakukan dan imbalan Kesenjangan sosial dan ekonomi yang


ditetapkan berdasarkan kemampuan. besar, meskipun ditimbulkan oleh
prestasi yang berbeda, tidak disukai.

Kesetiaan pekerja tergantung pada Pekerja melakukan investasi dalam


kebutuhan bisnis-orang setia pada jejaring kerja sama pribadi yang
profesinya. berlangsung seumur hidup-orang setia
pada perusahaan.

Orang menganggap bekerja disuatu Pada waktu memilih bekerja disuatu


perusahaan sebagai batu loncatan untuk perusahaan, orang sudah
mendapatkan pekerjaan lebih baik mempertimbangkan pula program
diperusahaan lain. pensiun yang ditawarkan perusahaan
itu.

Anda mungkin juga menyukai