Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PEMICU II

Perpindahan Kalor Konveksi Alamiah dan Konveksi


Paksa
MATA KULIAH PERPINDAHAN KALOR

KELOMPOK 3

Andy Khootama 1406573942


Cindyara Nayanda 1406533592
Ferizka Shalima Chaeruniza 1406533440
Mauhibah Yumna 1406577650
Ruth 1406533642

TEKNOLOGI BIOPROSES

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

APRIL 2016
KATA PENGANTAR

Pertama–tama kami, mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas kuasa­Nya penulis bisa menyelesaikan laporan “Perpindahan Kalor Konveksi
Alamiah dan Konveksi Paksa” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini dibuat atas dasar
pemicu ketiga dari mata kuliah Perpindahan Kalor dengan tema Perpindahan Kalor
Konveksi.
Dalam penulisan laporan ilmiah ini, banyak halangan dan rintangan yang terjadi.
Penulis juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan ilmiah ini, yaitu:
1. Dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Ibu Dianursanti dan Ibu Tania yang telah
membimbing penulis selama proses penulisan laporan ini.
2. Asisten dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Kak Zainah yang telah
mengarahkan penulis selama proses penulisan laporan ini.
3. Orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan selama proses pembuatan
laporan ilmiah ini.
4. Seluruh rekan Teknologi Bioproses UI, seluruh angkatan, serta segala pihak yang telah
membantu penulis.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam laporan ilmiah ini.
Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas semua kesalahan yang terjadi pada laporan ini.
Penulis juga mengharapkan saran, masukan, dan umpan balik dari para pembaca untuk
tulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak
dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Depok, April 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 4
1.2. Tujuan Pembelajaran ................................................................................................ 4
1.3. Peta Konsep .............................................................................................................. 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................. 7
2.1. Hukum Newton pada Konveksi ................................................................................ 7
2.2. Pengaruh Gesekan Fluida dengan Perpindahan Kalor .............................................. 7
2.3. Bilangan - Bilangan Tak Berdimensi dalam Perpindahan Kalor Konveksi ............. 8
2.4. Aliran Viscos, Aliran Tidak Viscos (Inviscid), dan Rejim Aliran ............................ 8
2.5. Tipe - Tipe Perpindahan Panas Konveksi Bebas ...................................................... 9
2.6. Hubungan Empiris pada Aliran di Pipa dan Tabung pada Konveksi Paksa ........... 11
2.7. Aliran Sepanjang Silinder dan Bola ....................................................................... 11
2.8. Heat Exchanger ....................................................................................................... 13
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................... 15
3.1. Jawaban Tugas Contoh Kasus ................................................................................ 15
3.2. Jawaban Tugas Perhitungan ................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 31
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Udara pada Tekanan Atmosferik ...................................................... 20


Tabel 2. Rangkuman Relasi Empiris untuk Konveksi Bebas pada Rongga ......................... 21
Tabel 3. Data Tube HE dan Kondensor ................................................................................ 27

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Konsep Perpindahan Kalor Konveksi. .......................................................... 6


Gambar 2. Ilustrasi Aliran pada Plat Datar ............................................................................ 8
Gambar 3. (a) Profil Lapisan Batas, (b) Distribusi Kecepatan pada Aliran Sepanjang
Silinder, dan (c) Pola Umum Aliran Sepanjang Silinder. ..................................................... 12
Gambar 4. Ilustrasi Peletakan Kaleng pada Posisi Horizontal dan Vertikal. ........................ 18
Gambar 5. Ilustrasi Bejana Penyimpan Minyak ................................................................... 19
Gambar 6. Aliran Cross-Flow dan Profil Temperatur .......................................................... 22
Gambar 7. Plot Faktor Koreksi untuk Aliran Single-Pass Cross-Flow Exchanger, Unmixed
............................................................................................................................................... 23
Gambar 8. Efektivitas untuk Cross-Flow Exchanger, Unmixed........................................... 25
Gambar 9. Grafik Re vs JH pada Tube .................................................................................. 28
Gambar 10. Grafik Re vs JH pada Shell ................................................................................ 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kalor merupakan energi yang berpindah dari suatu zat yang bersuhu tinggi ke
suatu zat yang suhunya lebih rendah. Salah satu cara perpindahan kalor adalah melalui
konveksi. Konveksi merupakan proses perpindahan kalor yang disertai dengan
perpindahan partikelnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan
berbagai peristiwa perpindahan kalor baik itu yang kita sadari maupun tidak. Sebagai
contoh, saat kita memanaskan makanan kaleng dalam air panas diatas kompor,
panas/kalor dari air akan berpindah ke kaleng sehingga makanan didalam menjadi
matang parpindahan panas yang terjadi pada kegiatan tersebut adalah perpindahan
panas secara koveksi.
Perpindahan panas secara konveksi sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu
konveksi paksa dan konveksi alami, namun pada kasus-kasus tertentu, sistem
perpindahan kalor mempunyai kedua cara konveksi tersebut secara bersamaan.
Perpindahan panas secara konveksi ternyata banyak sekali terjadi di dalam kehidupan
manusia, termasuk dalam industri. Heat Exchanger (HE) adalah salah satu aplikasi dari
perpindahan panas konveksi dalam dunia industri. HE adalah suatu sistem yang
direkayasa untuk mendinginkan atau memanaskan aliran fluida dari pipa. Oleh karena
itu, makalah ini akan membahas mengenai perpindahan panas secara konveksi baik
paksa maupun alami serta prinsip kerja HE.

1.2. Tujuan Pembelajaran

Dalam penulisan laporan ini, penulis memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
 Mempalajari hukum Newton dan bilangan-bilangan tak berdimensi yang berkaitan
dengan konveksi
 Memahami prinsip konveksi, jenis aliran, lapisan batas aliran dan lapisan batas
termal
 Menentukan persamaan perpindahan panas konveksi sesuai dengan rejim aliran
pada kasus
 Menentukan cara penyelesaian untuk setiap kasus dalam konveksi alami
 Menentukan cara penyelesaian untuk setiap kasus dalam konveksi paksa
4
 Mengenalkan rumus-rumus empiris pada panas konveksi paksa pada aliran dalam
pipa dan tabung
 Mengenalkan prinsip pada panas konveksi paksa pada aliran melewati bola,
silinder dan dilinder dalam tabung
 Mengenalkan cara memecahkan masalah pada sistem HE, meliputi: penentuan
koefisien perpindahan kalor menyeluruh, faktor pengotor dan efisiensi HE
 Mengenalkan Jenis-jenis HE
 Menyelesaikan masalah pada HE menggunakan pendekatan LMTD dan NTU –
efektivitas

5
1.3. Peta Konsep

Gambar 1. Peta Konsep Perpindahan Kalor Konveksi.


(Sumber: Dokumen Pribadi)

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Hukum Newton pada Konveksi

Penentuan laju perpindahan kalor konveksi menggunakan Hukum Newton


tentang Pendinginan:
𝑄̇ = ℎ𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇∞ )
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa perpindahan kalor konveksi
bergantung pada h (koefisien perpindahan kalor konveksi), A (luas permukaan
penampang), dan gradien suhu antara dinding dan fluida. Koefisien perpindahan kalor
konveksi (h) sering juga disebut konduktansi lapisan (film conductance) karena
berhubungan dengan proses konduksi pada lapisan fluida tipis stasioner pada
permukaan dinding.

2.2. Pengaruh Gesekan Fluida dengan Perpindahan Kalor

Gaya gesek pada dinding dapat dirumuskan dengan menggunakan koefisien


gesek Cf:
2
𝜌𝑢∞
𝜏𝑤 = 𝐶𝑓 2

Metode lain untuk menentukan gaya gesek pada dinding adalah dengan
menggunakan hukum Fourier, distribusi kecepatan dan ketebalan lapisan batas:
3 𝜇𝑢 𝑢 1⁄2

𝜏𝑤 = 2 4,64 ( 𝑣𝑥∞ )

Dengan menggabungkan dua persamaan tersebut, akan didapatkan persamaan


ketiga dengan solusi eksaknya pada persamaan keempat. Persamaan ketiga dapat ditulis
ulang dalam bentuk persamaan kelima, di mana suku di sebelah kiri adalah bilangan
Stanton. Penulisan ulang dari persamaan kelima adalah persamaan keenam yang
disebut analogi Reynolds-Colburn (hubungan antara gesekan fluida dan perpindahan
kalor untuk aliran laminar pada plat datar).
𝐶𝑓 3 𝜇𝑢 𝑢 1⁄2 1
∞ −1/2
= 2 4,64 ( 𝑣𝑥∞) 2 = 0,323 𝑅𝑒𝑥
2 𝜌𝑢∞
𝐶𝑓 −1/2
= 0,332 𝑅𝑒𝑥
2
𝑁𝑢𝑥 ℎ𝑥 −2/3 −1/2
𝑅𝑒𝑥 𝑃𝑟
= 𝜌𝐶 = 0,332 𝑃𝑟𝑥 𝑅𝑒𝑥
𝑝 𝑢∞

1/2 𝐶𝑓𝑥
𝑆𝑡𝑥 𝑃𝑟 2⁄3 = 0,332 𝑅𝑒𝑥 = 2
7
2.3. Bilangan - Bilangan Tak Berdimensi dalam Perpindahan Kalor Konveksi

a. Bilangan Reynold (Re)


Bilangan ini menunjukkan jenis suatu aliran (laminar/transisi/turbulen).
ρu∞ x
Re = μ

b. Bilangan Prandtl (Pr)


Bilangan ini memberikan hasil pengukuran dari efektivitas relatif dari
perpindahan energi dan momentum melalui difusi masing-masing pada lapisan batas
termal dan kecepatan.
Cp μ v
Pr = =α
k

c. Bilangan Nusselt (Nu)


Bilangan ini setara dengan gradien temperatur tak berdimensi pada
permukaan yang menunjukkan ukuran perpindahan kalor konveksi pada permukaan:
hL
Nu = kf

d. Bilangan Stanton (St)


Bilangan ini menunjukkan rasio antara kalor yang ditransfer pada fluida
dengan kapasitas kalor fluida.
Nux
St = Re
x .Pr

e. Bilangan Grashof (Gr)


Bilangan ini menunjukkan perbandingan antara gaya apung dengan gaya
viskos pada aliran konveksi alami.
gβ(Tw −T∞ )x3
Gr = v2

2.4. Aliran Viscos, Aliran Tidak Viscos (Inviscid), dan Rejim Aliran

Gambar 2. Ilustrasi Aliran pada Plat Datar


(Sumber: Holman, 2009)

8
Berawal dari leading edge (pada gambar merupakan ujung plat sebelah kiri),
rejim aliran terbentuk pada lokasi di mana gaya viskos terasa. Gaya viskos
𝑑𝑢
dideskripsikan sebagai = 𝜇 𝑑𝑦 , dengan μ adalah koefisien viskositas dinamik. Rejim

aliran yang terbentuk dari ujung plat di mana efek viskositas teramati disebut lapisan
batas (boundary layer). Transisi dari aliran laminar ke turbulen terjadi saat
𝑢∞ 𝑥 𝜌𝑢∞ 𝑥
= > 5 × 105
𝑣 𝜇
di mana u∞ adalah kecepatan aliran bebas (m/s), x adalah jarak dari ujung plat
(m), dan v adalah viskositas kinematik (m2/s). Lebih lanjut, persamaan di atas dapat
dinyatakan dengan bilangan Reynold

untuk aliran pada pipa, bilangan Reynold dapat dinyatakan dengan

untuk aliran turbulen. Namun, terdapat rentang umum bilangan Reynold yaitu

untuk aliran transisi. Biasanya jika bilangan Reynold nilainya dibawah 2000
maka aliran akan laminar.

2.5. Tipe - Tipe Perpindahan Panas Konveksi Bebas

Konveksi Bebas pada Plat Rata Vertikal


Pada dinding, kecepatan fluida adalah nol karena terdapat kondisi gelincir (no
slip), kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian
menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas. Untuk menganalisisnya, dibuat
persamaan diferensial gerakan lapisan batas itu dengan gaya bobot, yaitu –ρg, dengan
persamaan :
 u u  p  2u
  u  v     g   2
 x y  x y
p
dengan      g . Lalu perbedaan densitas diperoleh dengan (ρ∞-ρ) = βρ(T-T∞).
x

9
Konveksi Bebas pada Bidang dan Silinder Vertikal
Kriteria umum ialah bahwa silinder vertikal dapat ditangani sebagai plat rata
vertikal apabila

di mana D ialah diameter silinder. Untuk permukaan isotermal, nilai untuk


konstanta-konstanta tsb diberikan pada Lampiran 3. Terdapat indikasi dari usaha
analitis Bayley, dan dari perhitungan fluks kalor referensi 22 bahwa rumus berikut
lebih baik

Koefisien perpindahan-kalor rata-rata untuk kasus fluks-kalor tetap tidak dapat


dievaluasi. Untuk daerah laminar, dengan menggunakan persamaan dibawah ini untuk
mengevaluasi hx:

Persamaan untuk kasus fluks-kalor-tetap jika angka Nusselt rata-rata didasarkan


atas fluks kalor dinding dan beda suhu pada pusat plat (x = L/2) hasilnya adalah :

dimana

Konveksi Bebas dari Silinder Horizontal


Persamaan yang lebih rumit, yang dapat digunakan untuk rentang Gr Pr yang
luas, diberikan oleh Churchill dan Chu:

Persamaan yang lebih sederhana juga terdapat pada rujukan 70, tetapi berlaku
hanya pada aliran laminar dari 10-6 < Grd Pr < 109 :

Sifat-sifat dalam persamaan tersebut ditentukan pada suhu film. Perpindahan


kalor dari silinder horizontal ke logam cair dapat dihitung menurut

10
Konveksi Bebas dari Plat Horizontal

Koefisien perpindahan-kalor rata-rata dari plat-rata horizontal dihitung dengan


Persamaan memakai konstanta yang diberikan pada Tabel 7. Kesesuaian dengan data
percobaan bisa dicapai bila dimensi karakteristik dihitung dari

di mana A adalah luas, dan P merupakan wetter perimeter permukaan itu. Dimensi
karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk tak simetri.
Fluks kalor tetap pada plat horizontal. Untuk permukaan yang dipanaskan
menghadap keatas, maka

Angka Nusselt dibentuk oleh

Konveksi Bebas dari Permukaan Miring


Untuk plat miring menghadap kebawah dengan fluks kalor hampir tetap, didapatkan
korelasi berikut untuk angka Nusselt rata-rata

2.6. Hubungan Empiris pada Aliran di Pipa dan Tabung pada Konveksi Paksa

Untuk sistem seperti diatas, total energi yang ditambahkan ke dalam sistem
dengan melihat perbedaan temperatur bulk adalah: dengan 𝑐𝑝 konstan di semua titik di
dalam pipa.

Besar perubahan q dalam setiap perubahan posisi x dapat diketahui juga melalui

Hal yang menjadi masalah pada aliran konveksi pada tabung, adalah mencari
nilai h (koefisien perpindahan panas konveksi).

2.7. Aliran Sepanjang Silinder dan Bola

Perpindahan kalor yang terjadi pada aliran di bagian luar silinder juga tak kalah
pentingnya dibandingkan aliran dalam silinder dan plat datar. Jika lapisan batas pada
11
silinder ini tetap laminar dan stabil maka perhitungan perpindahan kalor dapat
dilakukan dengan cara seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gradien tekanan perlu
diperhitungkan, karena dapat membentuk daerah aliran terpisah yang mengarah ke arah
sebaliknya saat kecepatan aliran bebas (𝑢∞ ) cukup besar.

Gambar 3. (a) Profil Lapisan Batas, (b) Distribusi Kecepatan pada Aliran Sepanjang Silinder, dan (c)
Pola Umum Aliran Sepanjang Silinder.
(Sumber: Holman, 2010 dan Cengel)

Hal ini sesuai dengan teori lapisan batas, tekanan yang melalui lapisan batas
bernilai konstan pada posisi x manapun (diukur dari titik diam/stagnation point seperti
pada Gambar 1c). Saat aliran terbentuk melewati silinder, tekanan pada lapisan batas
akan mengikuti aliran. Saat mencapai bagian depan silinder, tekanan akan berkurang
dan meningkat ke arah sebaliknya. Perubahan tekanan ini akan menyebabkan
kecepatan pada sisi depan lebih besar daripada sisi belakang, membentuk aliran balik
(terjadi di permukaan-lapisan batas) yang menurunkan kecepatan aliran bebas (pada
dinding - lapisan batas).
Dengan mengasumsikan tekanan konstan sepanjang lapisan batas, pembentukan
aliran balik terjadi pada lapisan batas yang dekat dengan permukaan (karena
momentum lapisan fluida dekat permukaan tidak cukup untuk melawan kenaikan
tekanan). Daerah ini disebut titik pemisahan (Gambar 1b; daerah di mana gradien
kecepatan pada permukaan = 0):
Pembentukan aliran balik ini menyebabkan adanya gaya tarik/drag force pada
bagian depan silinder. Gaya tarik pada silinder adalah akibat dari gabungan tahanan

12
gesekan (frictional resistance) dan tarikan tekanan (pressure drag), menyebabkan
daerah bertekanan rendah pada bagian belakang silinder akibat pemisahan aliran.

2.8. Heat Exchanger

Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh dan Jenis – Jenis Heat Exchanger


Biasanya heat exchanger (HE) berbentuk pipa, maka perpindahan kalor
menyeluruh dapat dinyatakan dengan

dengan r0 adalah jari-jari dalam pipa dan ri adalah jari-jari luar pipa. Sedangkan
koefisien perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan sebagai (subskrip i menunjukkan
sisi dalam dan o menunjukkan sisi luar dari pipa yang lebih kecil):

HE terdiri dari berbagai macam jenis, namun yang umum digunakan di industri
adalah jenis shell and tube dan cross-flow. Jika pada shell and tube, aliran dua jenis
fluida akan paralel satu dengan yang lainnya, sedangkan pada cross-flow, aliran fluida
yang satu akan tegak lurus dengan aliran fluida yang lain. Pada shell and tube, fluida
mengalir di dalam tabung dalam, sedangkan fluida lain dipaksa untuk mengalir di
bagian shell dan di sisi luar tabung dalam. Sedangkan untuk cross-flow, gas dipaksa
untuk mengalir melewati selongsong tabung (tube bundles) dan fluida lain digunakan
di dalam tabung untuk keperluan pemanasan atau pendinginan. Gas yang mengalir
melewati tabung disebut aliran bercampur (mixed stream) sedangkan fluida yang ada
dalam tabung disebut unmixed stream. Berikut merupakan ilustrasi dan skema jenis
shell and tube dan cross-flow.

Faktor Penggagal dalam HE (Fouling Factor)


Alat penukar kalor yang telah dipakai beberapa lama sering menimbulkan kerak
atau lapisan tambahan tahanan terhadap aliran kalor yang disebut pengotor. Pengaruh
menyeluruh dari pengotor dinyatakan dengan faktor pengotoran (Rf)

13
1 1
Rf = −
Ukotor Ubersih

Pendekatan LMTD
Dalam menganalisis perpindahan panas pada alat penukar kalor (heat exchanger)
dalam aliran sejajar maupun aliran lawan arah, dapat dilakukan dengan metode LMTD.
Metode ini cocok digunakan dalam mendesain heat exchanger. Namun, metode ini
digunakan bila temperatur fluida masuk dan temperatur fluida keluar dapat diketahui
nilainya sehingga nilai dari ∆Tm dapat ditentukan. Secara umum, persamaan yang
digunakan dalam menentukan besarnya perpindahan panas dalam metode LMTD
adalah :
q = U. A. ∆Tm
dimana nilai dari ∆Tm , yaitu :
(Th2 − Tc2 )−(Th1 − Tc1 )
Tm = (T − T )
ln[ h2 c2 ]
(Th1− T )
c1

Jika suatu penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan
kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD. Bentuk persamaan
perpindahan kalor menjadi :
q = U. A. F. ∆Tm

Pendekatan NTU-Efektifitas
Jika dalam suatu alat penukar kalor hanya temperatur fluida masuk atau fluida
keluar yang diketahui, penggunaan metode LMTD menjadi tidak praktis. Oleh karena
itu, lebih baik menggunakan metode lain, yaitu dengan metode effectiveness-NTU (𝜀 –
NTU method). Metode ini cocok digunakan untuk analisis performa dari suatu heat
exchanger. Nilai dari UA/C disebut dengan jumlah satuan perpindahan (Number of
Transfer Unit = NTU). Persamaan yang digunakan dalam menentukan efektivitas
adalah
 Untuk Parallel Flow (jika fluida dingin merupakan fluida minimum)
𝑈𝐴 𝐶
1−exp[(− )(1+ 𝑚𝑖𝑛 )]
𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜀= 𝐶
1+ 𝑚𝑖𝑛
𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠

 Untuk Counter Flow (jika fluida dingin merupakan fluida minimum)


𝑈𝐴 𝐶
1−exp[(− )(1+ 𝑚𝑖𝑛 )]
𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜀= 𝐶 𝑈𝐴 𝐶
1+ 𝑚𝑖𝑛 exp[(1− )(1− 𝑚𝑖𝑛 )]
𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 𝐶𝑚𝑖𝑛 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Jawaban Tugas Contoh Kasus

Apakah membangun unit refrigerasi yang lebih besar akan menyelesaikan masalah?
Jawab:
Pada kasus ini, pembahasan utamanya adalah optimasi heat exchanger. Optimasi
heat exchanger melibatkan banyak kriteria yang akan menjadi landasan untuk
mendesain suatu heat exchanger. Kriteria ini meliputi biaya awal minimum, biaya awal
dan biaya operasi minimum, berat atau bahan minimum, volume atau panas area
perpindahan permukaan minimum, daerah frontal minimal, jumlah bagian minimum,
dan sebagainya. Sebuah desain heat exchanger terdapat persyaratan tertentu, seperti
transfer panas yang dibutuhkan, penurunan tekanan yang diizinkan, pembatasan tinggi,
lebar dan / atau panjang exchanger, dan sebagainya. Dalam hal ini, persyaratan menjadi
masalah optimasi.
Jika telah ditentukan ukuran maksimum dari suatu heat exchanger, maka hal
tersebut adalah batas atas (upper limit), di mana terdapat dua batas dari penentuan
karakteristik dimensi heat exchanger, yaitu batas atas (upper limit) dan batas bawah
(lower limit). Di luar batas tersebut, heat exchanger tidak bekerja sebagaimana
mestinya, bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada heat exchanger. Kerusakan
dapat terjadi karena dalam penentuan batas atas dari besar (diameter dan panjang) heat
exchanger, variabel penurunan tekanan (pressure drop) juga akan dipengaruhi.
Pada soal, ditanyakan apakah dengan membangun heat exchanger yang lebih
besar akan mengoptimalkan pendinginan fluida. Berikut ini merupakan sebab-akibat
membangun heat exchanger yang lebih besar dengan beberapa faktor.
Dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger) yang lebih besar, maka
luas kontak antara fluida dingin (B) dengan fluida panas (A), akan semakin besar.
Akibatnya, nilai koefisien perpindahan kalor secara menyeluruh menjadi lebih besar.
Namun, luas kontak antara fluida panas dan dingin ini dibatasi oleh ukuran dari heat
exchanger. Apabila kita memperbesar ukuran heat exchanger maka, akan memerlukan
biaya tambahan.
Selain itu, dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger) yang lebih besar,
maka faktor pengotor juga akan semakin meningkat. Faktor pengotor akan membuat

15
aliran panas akan terhambat. Dengan meningkatnya nilai faktor pengotor, maka aliran
panas dari fluida panas ke fluida dingin mengalami hambatan yang semakin besar
seiring membesarnya nilai faktor pengotor.
Faktor lain yang mempengaruhi efektifitas dari heat exchanger adalah nilai
koefisien perpindahan panas menyeluruh U, yang merupakan kombinasi dari beberapa
parameter seperti koefisien perpindahan panas konveksi fluida kerja yang mengalir di
dalam dan di luar pipa h, konduktivitas termal bahan K, tahanan termal pengotor atau
lapisan fouling yang mungkin terbentuk di permukaan di dalam dan di luar pipa Rf.
𝑑𝑜
1 1 𝐴𝑜 1 𝐴𝑜 ln (𝑑1 ) 𝐴𝑜
= + + + 𝑅𝑓𝑖 + 𝑅𝑓𝑜
𝑈 ℎ𝑖 𝐴𝑖 ℎ𝑜 2𝜋𝐾𝐿𝑁 𝐴𝑖
Lapisan fouling biasanya akan terbentuk pada permukaan perpindahan panas
beberapa lama setelah alat tersebut dioperasikan. Fouling yang terbentuk umumnya
mempunyai konduktivitas termal yang cukup rendah sehingga akan mengakibatkan
menurunkan besarnya koefisien global perpindahan panas di dalam heat exchanger,
akibatnya laju pertukaran energi panas di dalam APK menjadi lebih rendah dan
efektifitas perpindahan panas di dalam heat exchanger pun menurun. Dalam keadaan
yang ekstrim, fouling yang terbentuk dapat meningkatkan kerugian tekanan.
Akumulasi fouling pada permukaan heat exchanger dapat menimbulkan
kenaikan pressure drop (penurunan tekanan). Hal tersebut disebabkan karena lapisan
fouling mempengaruhi laju alir kecepatan fluidanya, sehingga fluida tidak dialirkan
secara sempurna. Pada heat exchanger, penurunan tekanan berpengaruh pada tabung
atau pipa yang ada di alat tersebut. Apabila kita asumsikan, laju alir fluida diperbesar
seiring bertambahnya ukuran heat exchanger, maka dengan meningkatkan laju alir
fluida panas maupun dingin akan memperbesar nilai koefisien perpindahan panas
secara menyeluruh. Namun, apabila laju alir fluida terlalu tinggi, maka akan
mengakibatkan pressure drop antara inlet dan outlet pada heat exchanger akan
semakin tinggi pula, sehingga akan menyebabkan adanya biaya tambahan untuk
pumping fluida yang masuk ke dalam heat exchanger. Pressure drop ini juga dapat
menyebabkan perubahan faktor gesek (friction factor). Perubahan faktor friksi ini
mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka Nusselt, sehingga nilai
koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah dan koefisien perpindahan kalor
menyeluruh pun akan ikut berubah. Penurunan tekanan disebabkan oleh adanya gaya
gesek antara fluida yang mengalir dengan dinding tabung/pipa. Penurunan tekanan ini
mempengaruhi kecepatan aliran, profil aliran dan juga berkaitan dengan friction loss.
16
Hal inilah yang menyebabkan kinerja kerja alat menurun akibat efisiensi hasil yang
didapat menurun karena aliran tidak berjalan dengan sempurna.
Kita asumsikan bahwa apabila ukuran heat exchanger diperbesar, maka
diameter tube yang dilalui oleh fluida panas dan dingin akan membesar. Apabila laju
alir fluida pada heat exchanger yang tersedia sama dengan heat exchanger yang
diperbesar ukurannya, maka hal ini akan menyebabkan bilangan Reynold yang
semakin kecil atau tingkat turbulen yang dimiliki aliran fluida panas maupun dingin
akan berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran diameter tube. Apabila bilangan
reynoldnya berkurang hingga mencapai zona aliran laminar, maka aliran laminar
tersebut akan menjadi tahanan termal, sehingga perpindahan panas yang terjadi antara
fluida panas dan dingin menjadi berkurang.
Untuk mengoptimalkan pendinginan, dapat digunakan perpindahan kalor secara
augmentasi. Ketika menggunakan tabung paduan tinggi di penukar panas (baja tahan
karat, titanium, paduan nikel, baja stainless dupleks, dll), menerapkan augmentasi
dengan tepat dapat sangat signifikan mengurangi biaya yang dibutuhkan. augmentasi
mungkin tidak hanya mengurangi biaya pipa, tetapi juga ukuran dari kepala dan
tubesheets (diameter lebih kecil, ketebalan dinding yang lebih kecil, lebih sedikit
lubang tabung untuk dibor, dll).
Ada banyak keuntungan termal dengan memanfaatkan augmentasi. Bagi banyak
peningkatan kecil untuk kapasitas produksi (10 sampai 30%), pembelian dan
pemasangan penukar yang baru tidak dapat efektif secara ekonomi. Namun, ketika
penukar panas adalah "bottleneck" dari unit operasi, maka augmentasi dapat menjadi
solusi yang tepat. Kelebihan utama dari memperkenalkan augmentasi adalah
kemungkinan substansial meningkatkan thermal duty untuk memenuhi kebutuhan
kondisi proses baru atau tujuan produksi. Hal ini dapat dicapai baik oleh:
1. Instalasi bahan yang dapat dilepas di dalam tabung,
2. Mengganti tabung bundel yang dapat dilepas dengan tabung bundel baru dengan
performa yang ditingkatkan,
3. Mengganti penukar panas dengan penukar panas tabung baru dengan performa
yang ditingkatkan dengan ukuran yang sama atau lebih kecil.
Dua cara pertama ini dapat diselesaikan tanpa modifikasi pada penukar panas
sendiri sementara ketiga dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada koneksi pipa asli
dan untuk mendukung nya. Oleh karena itu, cara ini memiliki manfaat karena
memiliki efek minimal pada jadwal operasi dari pabrik produksi.
17
3.2. Jawaban Tugas Perhitungan

Nomor 1
Minuman kaleng berukuran panjang 150mm, diameter 60mm dengan suhu 27°C
akan didinginkan dengan meletakkannya di dalam lemari pendingin pada suhu
4°C. Untuuk memaksimalkan laju pendinginan, apakah sebaiknya kaleng minuman
tersebut diletakkan secara horizontal atau vertikal?
Jawab:

u
u

Gambar 4. Ilustrasi Peletakan Kaleng pada Posisi Horizontal dan Vertikal.


(Sumber: Dokumen Pribadi)

Asumsi:
 Di dalam lemari pendingin, udara dialirkan dengan kecepatan 1 𝑚/𝑠
 Tidak ada konduksi pada dinding tabung yang menyentuh dinding pendingin
 Suhu diketahui 4°C adalah suhu pada bagian terluar kaleng
Kita mencari sifat-sifat lapisan batas kaleng:
27 + 4
𝑇𝑓 = = 15,5 ℃ = 288,5𝐾
2
𝑘 = 0,02533𝑊/𝑚℃
𝜇𝑓 1,7893 × 10−5
𝑣𝑓 = = = 1.4529 × 10−5 𝑚2 /𝑠
𝜌𝑓 1,2315
𝑐𝑝 = 1,005608 𝑘𝐽/𝑘𝑔℃
𝑐𝑝 𝜇𝑓 1005,608 × 1,7893 × 10−5
𝑃𝑟𝑓 = = = 0,71035
𝑘 0,02533
Berdasarkan diameter kaleng, kira mencari Reynolds:
𝑢∞ 𝑑 (1𝑚/𝑠)(0,15𝑚)
𝑅𝑒𝑑 = = = 10324,18
𝑣𝑓 1.4529 × 10−5 𝑚2 /𝑠
𝑛
𝑢∞ 𝑑
𝑁𝑢𝑑 = 𝐶 × ( ) 𝑃𝑟 1/3
𝑣𝑓

18
Berdasarkan Tabel 6-2 (Holman, Heat Transfer 10th Edition), C = 0,193 n = 0,618,
sehingga:
0,618
𝑢∞ 𝑑
𝑁𝑢𝑑 = 0,193 × ( ) 𝑃𝑟 1/3 = 29,558
𝑣𝑓
𝑘 0,02533
ℎ = 𝑁𝑢𝑑 = 29,558 = 124,784 𝑊/𝑚2 ℃
𝑑 0,06
 Silinder diletakan vertikal, berarti bidang bawah hilang sehingga:
A = A tutup +A selimut = 0,0678 𝑚2
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = ℎ𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) = (124,784)(0,0678)(27 − 4) = 194,588 W
 Silinder diletakan horizontal, maka bagian yang hilang adalah sepanjang L silinder
dengan lebar sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Sehingga:
A = 2A tutup + A selimut = 0,0792 𝑚2
𝑄𝑙𝑜𝑠𝑠 = ℎ𝐴(𝑇𝑤 − 𝑇∞ ) = (124,784)(0,0792)(27 − 4) = 227,306 W
Karena laju kehilangan kalor dari silinder yang diletakan horizontal lebih besar
dibandingkan dengan yang diletakan vertikal, maka meletakkannya horizontal akan
memaksimalkan laju pendinginan.

Nomor 2
Sebuah bejana besar digunakan untuk menyimpan minyak panas dengan suhu
400oF. Di sekeliling bejana dipasang selongsong yang didinginkan hingga suhu
140oF. Ruang udara yang memisahkan tong dengan selongsong yang
mengelilinginya berukuran tinggi 35 cm dan tebal 3 cm. Ilustrasikan sistem diatas!
Perkirakan laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan!
Jawab:

L Udara,
Minyak
Tw
panas,
T∞

Gambar 5. Ilustrasi Bejana Penyimpan Minyak


(Sumber: Dokumen Pribadi)
19
T∞ = 400oF = 477,59 K Tw = 140oF = 333,15 K
L = 0,35 m δ = 0,03 m
Asumsi:
- Steady-state
- Bejana berada pada posisi vertikal dan tertutup
- Konveksi bebas
- Geometri ruang yang ditempati udara (annulus/rongga pipa vertikal) menyerupai
plat vertikal
- Permukaan bejana isothermal
- Tekanan atmosferik
Laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan dapat dihitung dengan rumus
𝑞 (𝑇∞ − 𝑇𝑤 )
= 𝑘𝑒
𝐴 𝛿
Maka nilai ke harus diketahui terlebih dahulu dengan
𝑘𝑒 𝐿
= 𝐶 (𝐺𝑟𝛿 𝑃𝑟)𝑛 ( )𝑚
𝑘 𝛿
𝑔𝛽(𝑇∞ −𝑇𝑤 )𝛿 3
dimana 𝐺𝑟𝛿 = . Maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah
𝑣2

menghitung suhu film:


𝑇𝑤 − 𝑇∞ 477,59 + 333,15
𝑇𝑓 = = = 405,37 𝐾
2 2
1 1
β = 𝑇𝑓 = 405,37 = 0,00247𝐾 −1

Suhu tersebut digunakan untuk menentukan nilai v, k, dan Pr dari udara dengan
menggunakan Tabel 1 (Appendix A Holman, 2010).
Tabel 1. Karakteristik Udara pada Tekanan Atmosferik
(Sumber: Holman, 2010)

20
Maka diperoleh:
 Nilai k
405,37 − 400 𝑥 − 0,03365
=
450 − 400 0,03707 − 0,03365
k = 0,034 W/mK
 Nilai v
405,37 − 400 𝑥 − 25,90
=
450 − 400 31,71 − 25,90
v = 26,52 × 10-6 kg/m3
 Nilai Pr
405,37 − 400 𝑥 − 0,689
=
450 − 400 0,683 − 0,689
Pr = 0,6884
Sehingga:
𝑔𝛽(𝑇∞ − 𝑇𝑤 )𝛿 3
𝐺𝑟𝛿 𝑃𝑟 =
𝑣2
(9,81)(0,00247)(477,59 − 333,15)(0,03)3
𝐺𝑟𝛿 𝑃𝑅 = (0,6884) = 92493,46
(26,52 × 10−6 )2
Dengan merujuk pada Tabel 2 (Tabel 7-3 Holman, 2010), maka kita dapat
menentukan nilai parameter lainnya yaitu:
Tabel 2. Rangkuman Relasi Empiris untuk Konveksi Bebas pada Rongga
(Sumber: Holman, 2010)

C = 0,197 n = 1/4 m = -1/9

21
Sehingga:
⁄9
𝑛
𝐿 𝑚 1⁄4
0,35 −1
𝑘𝑒 = 𝑘𝐶 (𝐺𝑟𝛿 𝑃𝑟) ( ) = (0,034)(0,197)(92493,46) ( ) = 0,0889
𝛿 0,03
𝑞 (𝑇∞ − 𝑇𝑤 ) (477,59 − 333,15)
= 𝑘𝑒 = (0,0889) = 428,02 𝑊⁄𝑚2
𝐴 𝛿 0,03
Maka, laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan adalah 428,02 W/m2.

Nomor 3
Gas panas dialirkan dalam tabung bersirip pada alat penukar kalor aliran silang,
untuk memanaskan 2.5 kg/det air dari suhu 35°C menjadi 85°C. Gas panas tersebut
(cp = 1.09 kJ/kg.°C) masuk pada suhu 200°C dan keluar pada 93°C. Koefisien
perpindahan kalor menyeluruh sebesar 180 W/m2.°C. Hitunglah luas area
perpindahan kalor dengan menggunakan pendekatan : (a) LMTD, dan (b) NTU-
Efektivitas.
Diketahui :
𝑚̇ = 2.5 kg/s Tc1 = 35°C Tc2 = 85°C cp = 1.09 kJ/kg.°C
Th1 = 200°C Th2 = 93°C U = 180 W/m2.°C

Jawab:
(a) Mencari nilai luas area perpindahan kalor dengan pendekatan LMTD
Asumsi:
o Yang digunakan adalah Heat Exchanger Aliran Silang
o Kedua fluida (Air dan Gas) pada Heat Exchanger tidak bercampur

Gambar 6. Aliran Cross-Flow dan Profil Temperatur


(Sumber: http://eprints.undip.ac.id/41578/3/BAB_II.pdf)

Metode LMTD
Pada dasarnya, proses transfer kalor pada Heat Exchanger berlaku:
Qditerima = Qdilepas

22
Dimana, nilai perpindahan kalor yang ditransfer sebesar
𝑞 = 𝑚̇ 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑐 𝑎𝑖𝑟 𝑥 ∆𝑇 𝑎𝑖𝑟
𝑘𝑔 𝐽
𝑞 = 2,5 𝑥 4180 𝑥 (85 − 35)𝑂 𝐶
𝑠 𝑘𝑔
𝐽
𝑞 = 522500
𝑠.𝑂 𝐶
Dalam metode LMTD ini q juga dapat diukur dengan persamaan berikut, dimana
dapat dipakai untuk menentukan luas Heat Exchanger
𝑞 = 𝑈. 𝐴. 𝐹. ∆𝑇𝑚
Mencari Nilai ∆𝑇𝑚
(𝑇ℎ2 − 𝑇𝑐2 ) − (𝑇ℎ1 − 𝑇𝑐1 )
∆𝑇𝑚 =
ln[ (𝑇ℎ2 − 𝑇𝑐2 )/ (𝑇ℎ1 − 𝑇𝑐1 )]
(200 − 85) − (93 − 35)
∆𝑇𝑚 =
(200 − 85)
ln[ ]
(93 − 35)
57
∆𝑇𝑚 = = 83,2𝑜 𝐶
ln 1,98
Mencari nilai F (faktor koreksi), dengan menggunakan grafik factor koreksi untuk
Heat Exchanger Aliran Silang sekali lintas, kedua fluida tak campur.

Gambar 7. Plot Faktor Koreksi untuk Aliran Single-Pass Cross-Flow Exchanger, Unmixed
(Sumber: Holman, 2010)

Untuk mencari nilai F dari grafik, maka harus menghubungkan korelasinya dengan P
dan R:
𝑇𝑐2 − 𝑇𝑐1 85 − 35
𝑃= = = 0,3
𝑇ℎ2 − 𝑇𝑐1 200 − 35
23
𝑇ℎ2 − 𝑇ℎ1 200 − 93
𝑅= = = 2,14
𝑇𝑐2 − 𝑇𝑐1 85 − 35
Sehingga didapatkan F = 0.93. Untuk mencari nilai A, pakai persamaan diatas yaitu
𝑞 = 𝑈. 𝐴. 𝐹. ∆𝑇𝑚
𝑞
𝐴=
𝑈. 𝐹. ∆𝑇𝑚
522500
𝐴=
180 𝑥 0,93 𝑥 83,2
𝑨 = 𝟑𝟕, 𝟓 𝒎𝟐
Metode NTU- Efektivitas
Mencari laju alir massa gas
Qditerima = Qdilepas
𝑚̇𝑐 𝑐𝑐 ∆𝑇𝑐 = 𝑚̇ℎ 𝑐ℎ ∆𝑇ℎ
𝑚̇𝑐 𝑐𝑐 ∆𝑇𝑐
𝑚̇ℎ =
𝑐ℎ ∆𝑇ℎ
2,5 .4180 . (85 − 35)
𝑚̇ℎ =
1090 . (200 − 93)
𝑘𝑔⁄
𝑚̇ℎ = 4,48 𝑠
Mencari nilai laju kapasitas kalor
𝐶𝑐 = 𝑚̇𝑐 𝑐𝑐 = 2,5 .4180 = 10450 𝑊⁄℃

𝐶ℎ = 𝑚̇ℎ 𝑐ℎ = 4,48 .1090 = 4883,2 𝑊⁄℃


Diketahui bahwa 𝐶ℎ < 𝐶𝑐 , maka gas yang memiliki laju kapasitas 𝐶ℎ merupakan
fluida minimum. Sehingga
𝐶𝑚𝑖𝑛 4883,2
𝐶= =
𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠 10450
𝐶 = 0,467
Nilai efektivitas untuk system ini akibat fluida panas yang merupakan fluida
minimum :
∆𝑇 ℎ𝑜𝑡 𝑇ℎ2 − 𝑇ℎ1
∈= =
∆𝑇 𝑚𝑎𝑥 𝑇ℎ2 − 𝑇𝑐1
200 − 93
∈=
200 − 35
∈= 0,648
Selanjutnya untuk mencari nilai A, maka digunakan persamaan NTU yang didapatkan
nilainya dengan pendekatan grafik.

24
𝑈𝐴
𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 =
𝐶𝑚𝑖𝑛
Grafik yang digunakan merupakan grafik efektivitas untuk Heat Exchanger aliran
silang pada fluida tak campur.

Gambar 8. Efektivitas untuk Cross-Flow Exchanger, Unmixed


(Sumber: Holman, 2010)

Dimana nilai NTU max yang didapat dari pendekatan tersebut adalah :
𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 = 1,4
Maka nilai luas Heat Exchanger adalah
𝑈𝐴
𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 =
𝐶𝑚𝑖𝑛
𝑁𝑇𝑈𝑚𝑎𝑥 . 𝐶𝑚𝑖𝑛
𝐴=
𝑈
1,4 . 4883,2 𝑊/℃
𝐴=
𝑊
180 2 ℃
𝑚
𝑨 = 𝟑𝟕, 𝟗𝟖 𝒎𝟐

Nomor 4
75.000 lb/jam etilen glikol dipanaskan dari suhu 1000F menjadi 2000F
menggunakan uap pada suhu 2500F. Untuk tujuan tersebut, telah disediakan HE
1-2 dengan diameter dalam 17,25 inch. HE tersebut memiliki 224 tabung jenis 14
BWG dengan diameter luar tabung 0,75 inch dan panjang 16’0’’. Tabung disusun
dengan susunan triangular pitch 15/16 inch dan jarak antar baffles 7 inch. Berapa
faktor pengotor dari HE tersebut?
Jawab :

25
 Misalkan subskrip 1 digunakan untuk etilen glikol dan subskrip 2 digunakan untuk
uap air.
 Etilen glikol merupakan fluida yang akan dinaikkan suhunya (cold fluid), maka
etilen glikol mengalir pada tube sedangkan uap air mengalir pada shell sebagai hot
fluid.
 Uap air diasumsikan mempunyai sifat termal yang sama dengan air untuk
mempermudah penentuan nilai viskositas.
 Kalor yang dilepas oleh uap air tidak membuat uap air turun temperaturnya, namun
hanya mengubah fasa dari uap menjadi cair.
 Mengasumsikan juga bahwa tidak ada perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan.

Diketahui :
m etilen glikol = 75.000 lb/jam
T1 in = 1000F
T1 out = 2000F
T2 in = T2 out = 2500F
Spesifikasi HE :
 Inner Diameter (ID) shell = 17,25 inch
 Outer Diameter (OD) tube = 0,75 inch
 Jumlah tube (Nt) = 224
 Jenis tube 14 BWG
 Pitch tube 15/16 inch
 Panjang tube (L) = 16 ft
 Jarak baffles = 7 inch
 Pass tube side = 2
 Pass shell side = 1

Untuk menentukan faktor pengotor (Rf), langkah – langkah yang dilakukan adalah
sebagai berikut.
a. Menentukan massa uap air yang masuk
Menggunakan asas Black,
𝑄 𝑙𝑒𝑝𝑎𝑠 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑢𝑎𝑝 = 𝑄 𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙
𝑚𝑢𝑎𝑝 × 𝐿 = 𝑚𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 × 𝑐𝑒𝑡𝑖𝑙𝑒𝑛 𝑔𝑙𝑖𝑘𝑜𝑙 × ∆𝑇
𝐵𝑡𝑢 𝑙𝑏 𝐵𝑡𝑢
𝑚𝑢𝑎𝑝 × 900 = 75.000 × 0,63 0 × (2000 𝐹 − 1000 𝐹)
𝑙𝑏 𝑗𝑎𝑚 𝑙𝑏 𝐹
26
𝑙𝑏
𝑚𝑢𝑎𝑝 = 5.250
𝑗𝑎𝑚

b. Menghitung ΔTm menggunakan LTMD


∆𝑇1 −∆𝑇2
∆𝑇𝑚 =
ln(∆𝑇1 −∆𝑇2 )
[(𝑇2 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇1 𝑜𝑢𝑡 ) − (𝑇2 𝑖𝑛 − 𝑇1 𝑖𝑛 )]
∆𝑇𝑚 =
ln[ (𝑇2 𝑜𝑢𝑡 − 𝑇1 𝑜𝑢𝑡 ) − (𝑇2 𝑖𝑛 − 𝑇1 𝑖𝑛 )]
[(250−200)−(250−100)]
∆𝑇𝑚 =
ln[(250−200)−(250−100)]

= 91, 02 ℉
c. Menghitung hio pada tube (aliran etilen glikol) dan ho untuk menentukan koefisien
perpindahan kalor menyeluruh untuk keadaan bersih (Ubersih)
 Menentukan hio. Diketahui dari Tabel 10 buku Kern, at’ = 0,268 in2 dan karena
OD tube = 0,75 dan 14 BWG, maka ID tube = 0, 584 in.
𝐼𝐷 ×𝑚𝑢𝑎𝑝
𝑅𝑒 =
𝜇 ×𝑎𝑡

𝑁𝑡 ×𝑎𝑡 ′ 224 ×0,268 𝑖𝑛2


dengan 𝑎𝑡 = = = 0,2084 𝑖𝑛2
144 .𝑛 𝑝𝑎𝑠𝑠 144 × 2

Setelah memperoleh at kita dapat mencari Gt


Tabel 3. Data Tube HE dan Kondensor
(Sumber: Kern, 1950)

𝑚𝑢𝑎𝑝 5.250 𝑙𝑏/𝑗𝑎𝑚 𝑙𝑏 𝑙𝑏


𝐺𝑡 = = = 25.191,94 𝑖𝑛2 .𝑗𝑎𝑚 = 302.303,28 𝑓𝑡 2 .𝑗𝑎𝑚
𝑎𝑡 0,208 𝑖𝑛2

27
𝑙𝑏
0,049 𝑓𝑡 2 ×302.303,28 2
𝑓𝑡 .𝑗𝑎𝑚
𝑅𝑒 = 𝑙𝑏 = 470847,44 (aliran turbulen).
(0,013 𝑐𝑝 ×2,42 )
𝑓𝑡.𝑗𝑎𝑚

Berdasarkan nilai Re yang didapat, kita dapat menentukan J H dengan


menggunakan grafik berikut.

Gambar 9. Grafik Re vs JH pada Tube


(Sumber: Kern, 1950)

Didapatkan JH (sumbu y) sebesar 800.


Memasukkan nilai JH ke rumus
1 1 𝐵𝑡𝑢 𝑙𝑏𝑓 1/3
ℎ𝑖 = 𝐽𝐻 × × (𝐶𝑝 × 𝜇)1/3 = 800 × × (0,63 × 10 𝑐𝑝 × 0,055 × 10−3 ) =
𝐷 0,584 𝑖𝑛 𝑙𝑏℉ 𝑖𝑛.𝑠
𝐵𝑡𝑢 𝐵𝑡𝑢
96,22 = 13.855
𝑖𝑛2 .℉ 𝑓𝑡 2 .℉

𝐼𝐷 𝐵𝑡𝑢 0,04867 𝑓𝑡 𝐵𝑡𝑢


ℎ𝑖𝑜 = ℎ𝑖 × = 13.855 2 × = 10.789 2
𝑂𝐷 𝑓𝑡 ℉ 0,0625 𝑓𝑡 𝑓𝑡 . ℉
 Mencari ho pada shell (uap air)
Tube pitch adalah penjumlahan dari diameter tube dan jarak antar tube (C’).
C’ = pitch – ODtube = (15/16) – ¾ = 0,1875 in.
as merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran pada shell.
𝐼𝐷.𝐶 ′ .𝐵 17,25 𝑖𝑛 ×0,1875 𝑖𝑛 ×7 𝑖𝑛
𝑎𝑠 = = 15 = 0,1677 𝑓𝑡 2
𝑃𝑡.144 ×144
16
𝑙𝑏
𝑚𝑢𝑎𝑝 5.250 𝑙𝑏
𝑗𝑎𝑚
𝐺𝑠 = 𝑎𝑠
= 0,1677 𝑓𝑡 2
= 447,209 𝑓𝑡 2 .𝑗𝑎𝑚

28
viskositas (μ) air pada 2500F = 394,3 K = 0,2381 x 10-3 kg/m.s = 575,98 x 10-3
lb/ft.jam (dari Appendix A2-11 buku Geankoplis)
𝑙𝑏
𝐷𝑒. 𝐺𝑠 1,4375 𝑓𝑡 . 447,209 2
𝑓𝑡 . 𝑗𝑎𝑚
𝑅𝑒 = = = 1116,12
𝜇 −3 𝑙𝑏
575,98 × 10
𝑓𝑡. 𝑗𝑎𝑚
Nilai JH kemudian dapat ditentukan dari nilai Re yang didapat dengan bantuan
grafik berikut.

Gambar 10. Grafik Re vs JH pada Shell


(Sumber: Kern, 1950)

Didapatkan JH sebesar 17. Memasukkan nilai JH yang didapat ke dalam rumus


1
𝑘 𝐶𝑝 .𝜇 3
ℎ𝑜 = 𝐽𝐻 × (𝐷𝑒) × ( 𝑘 )
1
1 𝐵𝑡𝑢 𝑙𝑏
= 17 × (1,4375 𝑓𝑡) × (900 . 575,98 × 10−3 𝑓𝑡.𝑗𝑎𝑚)3
𝑙𝑏
𝐵𝑡𝑢
= 95 𝑓𝑡 2 .℉
ℎ .ℎ 10789.95 𝐵𝑡𝑢
Uclean = ℎ 𝑖𝑜+ ℎ𝑜 = = 94,17
𝑖𝑜 𝑜 10789+95 𝑓𝑡 2 .℉.𝑗𝑎𝑚

d. Menghitung Faktor Pengotor


Menghitung Utotal
a’’ = 0,1963 ft2  menunjukkan surface per lin ft (ft2), outside.

29
A = N.L.a’’ = 224. 16’’0’.0,1963 ft2 = 703,54 ft2
𝐵𝑡𝑢
𝑄 4.725.000
𝑗𝑎𝑚
Udirt = 𝐴.∆𝑇𝑚 = 703,54 𝑓𝑡 2 .91,02℉ = 73,79 Btu/jam.ft2.0F
𝑈𝑐𝑙𝑒𝑎𝑛−𝑈𝑑𝑖𝑟𝑡 94,17−73,79 0,00293 𝑗𝑎𝑚.𝑓𝑡 2 .℉
Rf = = =
𝑈𝑐𝑙𝑒𝑎𝑛.𝑈𝑑𝑖𝑟𝑡 94,17.73,79 𝐵𝑡𝑢

Jadi, faktor pengotor adalah sebesar 0,00293 jam.ft2.0F/ Btu.

30
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Perpindahan panas secara konveksi terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebab


terjadinya konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alami
terjadi karena perubahan densitas dari fluida yang mengalami pemanasan sehingga
fluida akan bergerak naik. Konveksi paksa yaitu perpindahan panas dimana fluida
mengalami gaya dorong oleh permukaan perpindahan kalor.
Besar laju perpindahan panas secara konveksi dipengaruhi oleh koefisien
konveksi, luas permukaan dari benda yang bersinggungan dengan fluida, dan
perbedaan suhu antara benda dan fluida. Nilai koefisien konveksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu viskositas fluida, kecepatan fluida, perbedaan suhu antara benda
dan fluida, kapasitas panas fluida, dan densitas fluida. Nilai koefisien konveksi dapat
dicari dengan menggunakan bilangan Nusselt (Nu) yang merupakan fungsi dari
bilangan Prandtl (Pr) dan atau bilangan Grashof (Gr).
Perpindahan panas secara konveksi banyak diterapkan dalam merancang alat-alat
yang digunakan dalam pabrik, salah satu alat yang sangat berkaitan dengan prinsip
perpindahan panas secara konveksi yaitu heat exchanger. Heat exchanger digunakan
untuk proses perpindahan kalor antara aliran panas dan aliran dingin.

31
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Convection Heat Transfer. Tersedia di:


http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/kaminski/0471268739/addtl_content/ch1
2.pdf diakses pada: 14 April 2016
Anonim. 2016. Entry Flow in a Duct. Tersedia di:
http://nptel.ac.in/courses/112104118/lecture-31/31-1_entry_flow.htm. Diakses pada:
21/04/16
Anonim. BAB II Dasar Teori. http://eprints.undip.ac.id/41163/3/BAB_II.pdf. (Diakses pada
23 April 2016)
Anonim. Proses terjadinya angin darat dan laut. 2013. http://fisikazone.com/perpindahan-
kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/ (Diakses pada 23 April 2016)
Cengel, Y.A. Heat Transfer. Edisi Kedua. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
D.Q. Kern, 1950. Process Heat Transfer. International edition Edition. McGraw-Hill
Education (ISE Editions).
Faghri, Amir, dkk. 2016. Natural Convection in Enclosures. Tersedia di:
http://www.thermalfluidscentral.org/e-resources/download.php?id=57. Diakses pada:
14 April 2016
Holman, Jack P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New
York
Holman, Jack P. (2002). Heat Transfer, 10th ed. New York: McGraw-Hill International
Incropera, F.P., dan Dewitt, D.P.2002. Fundamental of Heat and Mass Transfer. New
York: John Wiley & Sons.
Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Edisi 3. Jakarta: Erlangga
Kern, D.Q. 1965. Process Heat Transfer. New York: McGraw Hill Book Company Inc
Pitts, Donald R dan Leighton E. Sissom. 1987. Teori dan Soal-Soal Perpindahan Kalor.
Jakarta: Erlangga
Wibawa, I. 2012. Heat Exchanger [ONLINE] Diakses pada 23 April 2016 dari
https://indrawibawads.files.wordpress.com

32

Anda mungkin juga menyukai