Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN DAKRIOSISTITIS

A. Pengertian Dakriosistitis
Sistem eksresi air mata mudah mengalami infeksi dan peradangan yang
disebabkan oleh berbagai factor. Tujuan fungsional dari system eksresi air mata
adalah untuk mengalirkan air mata dari mata ke dalam kavum nasal. Adanya
hambatan air mata yang patologis pada system drainase air mata dapat
menyebabkan terjadinya dakriosistitis.
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata yang terletak di
antara sudut bagian dalam kelopak mata dengan hidung. Dakriosistitis biasanya
disebabkan oleh karena adanya blockade pada saluran yang mengalirkan air
mata dari kantong air mata ke hidung. Duktus yang terhalang menjadi
terinfeksi. Dakriosistitis dapat berupa akut maupun kronik. Hal ini dapat
dihubungkan dengan suatu malformasi pada duktus lakrimalis, luka, infeksi
pada mata,maupun trauma.
Dakriosistitis akut ditandai dengan gejala mendadak berupa nyeri dan
kemerahan pada daerah kantus medialis. Adanya epifora merupakan
karakteristik pada peradangan kronik pada duktus lakrimalis. (Brunner and
Suddarth. 2002.)
B. Tanda Dan Gejala Dakriosistitis

Infeksi pada sakus lakrimalis umumnya ditemukan pad 2 katagori usia


pada infant dan orang dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun.
Daktriostitisnakut pada bayi baru lahir jarang ditemukan terjadi pada kurang
dari 1% dari semua kelahiran. Dakriostistis didapat secara primer terjadi pada
wanita dan lebih sering pada pasien dengan usie diatas 40 tahun, dengan puncek
insidensi pada usia 60-70 th. Kebanyakan penelitian mendemostrasikan sekitar
70-83% kasus daktriosititis terjadi pada wanita, sementara itu Dektriosititis
congenital memiliki frekuensi yang sama pada pria dan wanita.

Pada individu dengan kepala terbentuk brachycepalic memiliki insden


tinggi yang tinggi mengalami dekriosititis dibandingkan dengan individu
dolicepalic/ mesosepalic. Hal ini disebabkan pada tengkorak berbentuk
brachycepalic memiliki diameter lubang yang lebih sempit kedalam duktus
nasolakrimalis , duktus nasolakrimalis lebih panjang dan fosa lakrimalis yang
lebih sempit. Pada pasien dengan hidung pesek dan muka kecil memiliki resiko
lebih tinggi mengalami dakriosistitis di duga karena kanalis osseus yang lebih
sempit. (Ilyas Sidarta.2008)
C. Pathway

Alergi

Staphylococcus aureus, haemophilus


D.
Bakteri aerob / anaerob influenza beta hemolitik streptokokus,
E. pneumokokus

Kurang informasi Dakriosistitis

Infeksi
Kurang
pengetahuan

F. PP
Peningkatan suhu Penebalan di atas Oedem iritasi Kemerahan
tubuh G. air mata
kantung

Demam Kantong nanah


Bengkak
H.

Hipertermi Nyeri akut Gangguan Ggn. Penglihatan


I. integritas kulit

Intoleransi
aktivitas
D. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Laboraturium
c. Dll.

E. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan dakriosistitis tergantung pada manifestasi klinik penyakit.


Antibiotic sistemik dengan regimen sebagai berikut :
a. Anak-anak
Pasien tidak demam, keadaan umum baik, kasus ringan, diberikan
amoxicillin/clavulanate 20-40mg/kg/hari peroral yang dibagi dalam tiga dosis.
Pasien demam, akut, kasus sedang hingga berat dirawat di rumah sakit dan
diterapi dengan cefuroxime 50-100 mg/kg/hari iv dalam 3 dosis.
b. Dewasa
Pasien tidak demam, keadaan umum baik, kasus ringan diberikan cephalexin
500 mg peroral tiap 6 jam.Terapi alternative berupa amoxicillin /clavulanate
500 mg peroral tiap 8 jam pasien demam dan akut dirawat di rumah sakit
dengan penanganan cefazolin 1gr iv tiap 8 jam.Terapi antibiotic diberikan
berdasarkan respon klinik dan hasil kultur dan sensitivitas. Antibiotik intravena
dapat diganti dengan antibiotic oral dengan dosis yang sebanding tergantung
dari tingkat perbaikan, tetapi terapi antibiotic harus tetap dilakukan selama 10-
14 hari. (James B.; Chew, C. Bron, A. eds.2006 )
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

F. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
b. Status kesehatan masa lalu
3. Pola kebutuhan dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)
a. Pola Bernafas
b. Pola Makan dan Minum
c. Pola Eliminasi
d. Pola Gerak dan Aktivitas
e. Pola Istirahat dan Tidur
f. Pola Kebersihan Diri
g. Pola Pengaturan Suhu Tubuh
h. Pola Rasa Nyaman
i. Pola Rasa Aman
j. Pola Sosialisasi
k. Pola Ibadah
l. Pola Rekreasi
m. Pola Produktivitas
n. Kebutuhan Belajar
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda vital
c. Keadaan Fisik
1) Inspeksi pada posisi punctum
2) Palpasi daerah sakkus lakrimal, apakah mengeluarkan cairan
bercampur nanah.
3) Irigasi melalui punctum dan kanalikuli lakrimal, bila cairan mencapai
rongga hidung, maka system eksresi berfungsi baik (tes anel)
4) Probing yaitu memasukkan probe Bowman melalui jalur anatomic
system eksresi lakrimal.
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Pemeriksaan Laboratorium
f. Pemeriksaan Radiologi

G. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan oedem.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolik kulit
ditandai dengan kerusakan lapisan kulit (dermis).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada penglihatan ditandai
dengan tidak mampu mobilisasi sendiri.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan
pasien bertanya-tanya.
H. Rencana Tindakan Keperawatan

No. Rencana Keperawatan


Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Setelah diberikan Askep 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui tingkat nyeri pada
selama 3x24 jam diharapkan 2. Beri Kompres air pasien
nyeri akut akibat inflamasi hangat 2. Mengurangi nyeri,
pada mata berkurang dengan 3. Ajarkan tehnik mempercepat penyembuhan,
k.h : relaksasi membersihkan mata
4. Kolaborasi 3. Mengurangi rasa nyeri
-Ekspresi wajah klien
Pemberian analgetik 4. Memberikan individu pereda
tampak tenang/tidak gelisah
rasa nyeri yang optimal dengan
-Dan pasien tidak tampak
analgesik dapat menurunkan rasa
meringis kesakitan lagi.
nyeri

2 Setelah diberikan Askep 1.Kaji suhu pasien 1. Mengetahui perubahan suhu


selama 3x24 jam diharapkan 2. Beri kompres air yang terjadi pada pasien
peningkatan suhu tubuh hangat 2. Menurunkan suhu pada psien
akibat penyakit atau trauma 3. Anjurkan pasien 3. Mengurangi peningkatan suhu
berkurang dengan k.h : menggunakan pakaian tubuh dan memperlancar sirkulasi
Kulit tidak memerah dan tipis udara dalam tubuh
panas tubuh mulai turun 4. Kolaborasi dalam 4. Membantu menurunkan panas
pemberian paracetamol
3 Setelah diberikan Askep 1.Observasi keadaan 1. Mengetahui keadaan kulit
selama 3x24 jam diharapkan kulit pasien
Kerusakan integritas kulit 2. Berikan perawatan 2. Terlalu kering atau lembab
akibat perubahan kondisi kulit sering untuk dapat merusak kulit dan
metabolik kulit berkurang meminimalkan dengan mempercepat kerusakannya
dengan k.h : kelembapan dan tidak 3. Mencegah terjadinya iritasi
Kerusakan lapisan kulit ada infeksi lagi 4. merujuk pada faktor
(dermis) mulai berkurang- 3. Anjurkan pasien predisposisi
sembuh untuk melakukan
perawatan kulit mata
dan kebersihan mata
4. Kolaborasi dalam
pemberian axyclofir
4 Setelah diberikan Askep 1. bantu klien 1. memenuhi kebutuhan aktivitas
selama 3x24 jam diharapkan melakukan aktivitas klien.
klien dapat beraktivitas yang tidak dapat
secara mandiri. dilakukan.
Dengan k.h : Kebutuhan 2. latih klien dalam 2. agar klien dapat melakukan
aktivitas klien terpenuhi. melakukan aktivitas aktivitas yang sederhana secara
sesuai kemampuan. mandiri.

5 Setelah diberikan Askep 1.Kaji sejauh mana 1. Mengetahui tingkat


selama 2x12 jam diharapkan tingkat pengetahuan pengetahuan pasien
pengetahuan tentang pasien tentang 2. Memberikan kesempatan pada
penyakit meningkat dengan penanggulangan klien untuk mencakup informasi
k.h : penyakitnya yang lebih luas
Pasien mulai mengetahui 2. Beri pendidikan 3. Menggunakn metode belajar
dan memahami tentang kesehatan tentang yang bermacam-macam
penyakit yang diderita dan penyakit dan perawatan meningkatkan penyerapan materi
klien
mengetahui cara 3. Beri informasi dalam
penanggulangannya. bentuk belajar yang
bervariasi
REFERENSI

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 2.
Jakarta : EGC

Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. P.2, P. 89-
104, P.105-6

James B.; Chew, C. Bron, A. eds. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga; 2006. P. 60

Anda mungkin juga menyukai