Neuralgia Trigeminal
Neuralgia Trigeminal
I. PENDAHULUAN
1
alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang
lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.3
2
proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta
lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot
yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.4
3
Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui foramen
ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media (sensorik)
yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal cabang
madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua
. Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang merupakan
pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus aurikulotemporalis), kulit
yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga bagian depan
lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus dentalis
inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian
anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang madibular terdiri dari
serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa pipi bagian
bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot temporalis, masseter,
pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion gasseri
bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba dan
tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai
tractus spinalis nervi trigemini.4
III. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul
setelah umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih
tinggi (2%) dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras,
kebiasaan merokok dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya
4
dengan apakah wajah atas atau wajah bawah yang terkena.1 Perbandingan
frekuensi antara laki-laki dan perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembagan dari
neuralgia trigeminal pada usia muda dihubungkan dengan kemungkinan dari
multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal yang idiopatik khas terjadi pada dekade
kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada semua umur, sedangkan
simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung terjadi pada pasien
yang lebih muda.3
IV. ETIOPATOGENESIS
V. GAMBARAN KLINIS
5
oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital,
infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih
jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri
berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar
ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral
walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang
ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal
beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas
pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat
dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening,
pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah
persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat
dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur,
berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat
sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex
otot wajah yang terlibat sehingga disebut ‘tic douloreaux’, kemerahan pada wajah,
lakrimasi dan salivasi.1
Pada neuralgia trigeminal seringkali tidak ditemukan berkurangnya
sensibilitas tetapi dapat ditemukan penumpulan rangsang raba atau hilangnya
refleks kornea walaupun jarang. Serangan yang timbul dapat mengurangi nafsu
makan, rekurensi dalam jangka lama dapat menyebabkan kehilangan berat badan,
depresi hingga bunuh diri. Untungnya, serangan biasa berhenti pada malam hari,
walaupun pasien dapat juga terbangun dari tidur akibat serangan. Remisi dari rasa
sakit selamam berminggu-minggu hingga berbulan-bulan merupakan tanda dari
penyakit tahap awal.1
VI. DIAGNOSIS
6
hanya menunjukkan daerah-daerah tersebut dengan jarinya.5 Diagnosis dapat
dipermudah jika ditemukan semua atau kebanyakan dari poin-poin yang ada pada
tabel berikut:
Tidak ada uji spesifik dan definitif untuk neuralgia trigeminal. Pemeriksaan
radiologis seperti CT scan dan MRI atau pengukuran elektrofisiologis periode
laten kedipan dan refleks rahang dikombinasikan dengan elketromiografi masseter
dapat digunakan untuk membedakan kasus-kasus simtomatik akibat gangguan
struktural dari kasus idiopatik.1,2
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala.6
7
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,
tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.1,5
Faktor yang
Diagnosis Karakteristik Penyakit yang
Persebaran Meringankan/ Tata Laksana
Banding Klinis Dihubungkan
Memperburuk
Neuralgia Daerah Laki- laki/ Titik-titik Idiopatik Carbamazepine
Trigeminal persarafan perempuan = rangsang Skeloris Phenytoin
cabang 2 1:3 sentuh, multipel pada Gabapentin
dan 3 Lebih dari 50 mengunyah, dewasa muda Injeksi alkohol
nervus tahun senyum, bicara, Kelainan Koagulasi atau
8
trigeminus, Paroksismal dan menguap pembuluh dekompresi
unilateral (10-30 detik), darah bedah
nyeri bersifat Tumor nervus
menusuk-nusuk V
atau sensasi
terbakar,
persisten selama
berminggu-
minggu atau
lebih
Ada titik-titik
pemicu
Tidak ada
paralisis motorik
maupun
sensorik
Neuragia Unilateral Lebih banyak Tidak ada Status ansietas Anti ansietas
Fasial atau ditemukan pada atau depresi dan anti
Atipik bilateral, wanita usia 30- Histeria depresan
pipi atau 50 tahun Idiopatil
angulus Nyeri hebat
nasolabialis, berkelanjutan
hidung umumnya pada
bagian daerah maksila
dalam
Neuralgia Unilateral Riwayat herpes Sentuhan, Herpes Zoster Carbamazepin,
Postherpetik Biasanya Nyeri seperti pergerakan anti depresan
um pada daerah sensasi terbakar, dan sedatif
persebaran berdenyut-
cabang denyut
oftalmikus Parastesia,
nervus V kehilangan
9
sensasi sensorik
keringat
Sikatriks pada
kulit
Sindrom Unilateral, Nyeri berat Mengunyah, Ompong, Perbaikan
Costen dibelakang berdenyut- tekanan sendi arthritis geligi, operasi
atau di denyut temporomandib rematoid pada beberapa
depan diperberat oleh ular kasus
telinga, proses
pelipis, mengunyah
wajah Nyeri tekan
sendi
temporomandib
ula
Maloklusi atau
ketiadaan molar
Neuralgia Orbito- Nyeri kepala Alkohol pada Tidak ada Ergotamin
Migrenosu frontal, sebelah beberapa kasus sebagai
m pelipis, profilaksis
rahang atas,
angulus
nasolabial
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3-
4X sehari tergantung toleransi. Obat ini, suatu antikonvulsan, efektif pada
kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa
10
pasien sedangkan pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia
sehingga terpaksa dihentikan. Setelah beberapa minggu atau bulan
pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika nyeri
berulang.1
Obat-obatan anti konvulsan selain karbamazepin dapat memperpendek
durasi dan beratnya serangan. Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-
400 mg/hari), asam falproat (800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari),
dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen dapat digunakan pada pasien
yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi sebenarnya
paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan.
Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes
mata topikal pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa
pasien.7
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau
gabapentin dengan dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari
dan dosisnya dinaikkan secara bermakna hingga nyeri yang dirasakan
berkurang.8
B. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan
infraorbital, injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan
yang bertahan berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus
diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit
dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun
begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama
beberapa waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek
samping yang tidak terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi,
utamanya hilang rasa.1,6
C. Operatif
11
crania medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan
dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada
daerah yang dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan
reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada
daerah yang dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi
di distal ganglion Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul
lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di
mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang
serupa, tractus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada
medulla. Karena traktus ini hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi
sentuh tetap dipertahankan. Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil
tidak pasti disbanding pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya
dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu seperti jika nyeri terbatas pada
nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin dipertahankan, atau terdapat
keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan bertahan.6
Taarnhoj meyakini bahwa neuralgia trigeminal diakibatkan oleh jepitan
saraf ketika melalui sambungan fossa posterior dan medial sehingga
dilakukan operasi dekompresi tanpa pembelahan saraf tetapi rekurensi setelah
operasi seperti ini cukup tinggi. Penelitian selanjutnya memperlihatkan
keraguan akan adanya dekompresi dan bahwa hasil yang diperoleh dari
operasi dekompresi diakibatkan oleh jejas pada saraf dan bukan dekompresi
sesuai teori.6
Hasil operasi disimpulkan oleh White dan Sweet. Secara umum, dengan
kompetensi yang cukup, rhizotomi retroGasseri memiliki angka mortalitas <
1%. Insidensi komplikasi berupa palsi fasial < 5%. Kelegaan dari nyeri cukup
memuaskan dan permanen.6
IX. PROGNOSIS
12
operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari
jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai
penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.2
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford
Universiy Press; 1985.p.110-2
2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N,
editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson
Gale; 2006.p.875-7.
3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1
screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 1988.p.149-59
5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger;
1973.p.365-8
6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical
Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904
7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victor’s Principles Of Neurology
8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3
8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An
Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4
14