Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan terus melahirkan ilmu-ilmu

baru. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan kajian tentang hakekat, dengan mencari

keseragaman dari pada keanekaragaman ilmu pengetahuan. filsafat mencoba

meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahun, terutama dalam

pemanfaatannya.

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan

munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu

pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti

spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang

jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-

tidaknya dapat ditentukan.

Farmasi lahir sebagai sebuah ilmu pengetahuan baru pada sekitar tahun

1240, yang ditandai dengan dipisahkannya farmasi dari ilmu kedokteran. Adalah

Raja Frederick II dari Roma yang pertama kali memisahkan ilmu Farmasi dari

dunia kedokteran dengan undang-undang kenegaraan. Namun demikian, secara

historys farmasi telah ada jauh sebelum Masehi dalam konteks pengobatan. Diera

globalisasi, farmasi terus berkembang ditengah ilmu pengetahuan yang semakin

plural.

1
Sumber obat sampai akhir abad 19, berasal dari produk organik atau

anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral

yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik

bila dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita. Untuk menjamin

tersedianya obat agar tidak tergantung kepada musim maka tumbuhan obat

diawetkan dengan pengeringan. Contoh tumbuhan yang dikeringkan pada saat itu

adalah getah Papaver somniferum (opium mentah) yang sering dikaitkan dengan

obat penyebab ketergantungan dan ketagihan. Dengan mengekstraksi getah

tanaman tersebut dihasilkan berbagai senyawa yaitu morfin, kodein, narkotin

(noskapin), papaverin dll; yang ternyata memiliki efek yang berbeda satu sama lain

walaupun dari sumber yang sama Dosis tumbuhan kering dalam pengobatan

ternyata sangat bervariasi tergantung pada tempat asal tumbuhan, waktu panen,

kondisi dan lama penyimpanan. Maka untuk menghindari variasi dosis,

F.W.Sertuerner (1783- 1841) pada tahun 1804 mempelopori isolasi zat aktif dan

memurnikannya, dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia. Sejak itu

berkembang obat sintetik untuk berbagai jenis penyakit.

Pada permulaan abad ke-20, obat-obat kimia sintetis mulai tampak

kemajuannya, dengan ditemukannya obat-obat termasyhur, yaitu Salvarsan dan

Aspirin sebagai pelopor, yang kemudian disusul oleh sejumlah obat lain.

Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan

kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Sebetulnya sudah lebih

dari dua ribu tahun diketahui bahwa borok bernanah dapat disembuhkan dengan
menutupi luka mengguanakan kapang-kapang tertentu, tetapi baru pada tahun 1928

khasiat ini diselidiki secara ilmiah oleh penemu penisilin Dr. Alexander Fleming.

Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang pesat (mis.

sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan

sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah

ditemukan, rata-rata 500 zat setiap tahunnya, yang mengakibatkan perkembangan

revolusioner di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan

diganti dengan obat-obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak

lama ‘masa hidupnya’, karena segera terdesak oleh obat yang lebih baru dan lebih

baik khasiatnya. Namun menurut taksiran lebih kurang 80% dari semua obat yang

kini digunakan secara klinis merupakan penemuan dari tiga dasawarsa terakhir.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah perkembangan pengobatan farmasi dari zaman dahulu

hingga sekarang?

2. Siapa saja tokoh-tokoh filsuf dalam perkembangan ilmu kefarmasian?

3. Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu kefarmasian?

1.3 TUJUAN

Untuk mengetahui sejarah perkembangan pengobatan farmasi di dunia mulai

dari mengenal tokoh-tokoh filsuf farmasi hingga mengetahui hubungan antara

filsafat dan ilmu kefarmasian.

3
BAB II

PEMBAHASAN DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi filsafat

Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah

(arab), Philosophy (Inggris), philosophia (Latin), Philosophie (Jerman, Belanda,

Perancis). Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia. Istilah

Yunani philein berarti “mencintai”, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya

istilah sophos berarti “bijaksana”, sedangkan sophia berarti “kebijaksanaan”.

Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta yang

menumbuhkan sikap ketenangan, keseimbangan pribadi,pengendalian diri, dan

tidak emosional. Dalam penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu

pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat.

Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian-kajiannya

menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan bersifat koheren

(runtut).

Dalam tradisi filsafat zaman Yunani Kuno, Pythagoras (572-497 M) orang

yang pertama-tama memperkenalkan istilah philosophia, yang kemudian dikenal

dengan istilah filsafat. Pythagoras memberikan definisi filsafat sebagai the love of

wisdon. Menurutnya, manusia yang paling tinggi nilainya adalah manusia pecinta

kebijakan (lover of wisdom), sedangkan yang dimaksud dengan wisdom adalah

kegiatan melakukan perenungan tentang Tuhan. Pythagoras sendiri menggap

kebijakan yang sesungguhnya hanya dimiliki Tuhan semata-mata. Plato (427-347


SM), filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

Dalam Republika, Plato menegaskan bahwa para filosof adalah pecinta pandangan

tentang kebenaran (vision of the truth). Dalam pencarian terhadap kebenaran

tersebut, filosof yang dapat menemukan dan menangkap penegtahuan mengenai ide

yang abadi dan tak pernah berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan

pencarian yang bersifat speklutaif atau perekaan terhadap keseluruhan kebenaran.

Maka filsafat Plato kemudian dikenal dengan nama Filsafat Spekulatif. Aristoteles

(384-332 SM) seorang murid Plato yang terkemuka. Dalam pandangannya,

seringkali Aristoteles bersebrangan dengan pendapat gurunya, namun pada

prinsipnya, Aristoteles mengembalikan paham-paham yang dikemukakan oleh

gurunya tersebut. Berkenaan dengan pengertian filsafat, Aristoteles

mengemukakan bahwa sophia (kearifan) merupakan kebajikan intelektual tertinggi.

Sedangkan philosophia merupakan padanan kata dari episteme dalam arti suatu

kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai sesuatu objek yang sesuai.

Adapun pengertian filsafat menurut Aristoteles, adalah ilmupengetahuan yang

meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika,

etika, ekonomi, politik dan estetika.

2.2 Definisi ilmu filsafat

Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-

persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan

ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu

bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada

5
hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu (The Liang Gie,

1999). Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan

mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat

di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoretis. Tetapi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya

kecenderungan yang lain.

Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian

menjadi terpecah-pecah, dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke

17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya

ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan

baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-

spesialisasi. Filsafat ilmu pengetahuan berusaha untuk memahami pendidikan

secara lebih mendalam, menafsirkannya dengan menggunakan konsep-konsep

umum yang dapat menjadi petunjuk. Jika ilmu pengetahuan tertentu dikaji dari

ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi

atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan

yang benar dari ilmu tersebut. Contohnya Membangun Filsafat Ilmu Farmasi perlu

menelusuri dari aspek :

1 Ontologi merupakan landasan ontologis atau sering juga disebut landasan

metafisik merupakan landasan filsafat yang menunjuk pada keberadaan atau

substansi sesuatu. Ontologi membahas tentang obyek yang ditelaah ilmu. Hal

ini berarti tiap ilmu harus mempunyai obyek penelaahan yang jelas. Karena
diversivikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi obyek telaahannya maka tiap

disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda. Ontologi juga

disebut eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-ilmu

kefarmasian. Di sini ditinjau objek apa yang ditelaah sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut. Objek ontologis pada farmasi ialah obat dari segi kimia

dan fisis, segi terapetik, pengadan, pengolahan sampai pada penyerahannya

kepada yang memerlukan.

2 Epistemologi yaitu cabang filsafat yang disebut juga teori mengetahui dan

pengetahuan. Epistemologi sangat penting bagi para pendidik. Epistemologi

membahas konsep dasar dan sangat umum dari proses mengetahui, sehingga

erat kaitannya dengan metode pengajaran dan pembelajaran.

3 Aksiologi yaitu merupakan cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai

dan berusaha menggambarkan apa yang dinamakan dengan kebaikan dan

perilaku yang baik. Bagian dari aksiologi adalah etika dan estetika. Etika

menunjuk pada kajian filsafati tentang nilai-nilai moral dan perilaku manusia.

Estetika berkaitan dengan kajian nilai-nilai keindahan dan seni.

2.3 Definisi Farmasi

Farmasi (bahasa Inggris: pharmacy, bahasa Yunani: pharmacon, yang

berarti : obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan

kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab

memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik

farmasi termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan

sediaan obat, serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan

7
terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan

keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata farmasi berasal

dari kata farma (pharma). Farma merupakan istilah yang dipakai pada tahun 1400 -

1600an.

2.4 Sejarah Farmasi

Banyak penemuan spektakuler, seperti teori heliosentris oleh

Copernicus,yang merupakan pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh

Johanes Kepler (1571–1630)dan Galileo Galilei (1564 –1642). Di masa itu para

dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai

komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran.

Menurut Howard R Turner dalam bukunya Science in Medievel Islam, umat Islam

mulai menguasai farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-

besaran di era Kekhalifahan Abbasiyah. Pada mulanya, ilmu farmasi merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional secara

resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah.

Terpisahnya farmasi dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat profesi farmasis

menjadi profesi yang independen dan farmasi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Dalam praktiknya, farmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis,

kolektor, penjual tumbuhan & rempah-rempah untuk obat-obatan, penjual dan

pembuat sirup, kosmetik, air aromatik, serta apoteker yang berpengalaman.

Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan Islam.

Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan


pengembangan dalam bidang farmasi atau saydanah (bahasa Arab) kian gencar

dilakukan. Pada abad itu, para ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian

untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang

bisa digunakan sebagai obat-obatan di seluruh pelosok dunia Islam.

Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko

obat yang banyak jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad – kota metropolis

dunia di era kejayaan Abbasiyah – namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli

farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek sendiri. Mereka menggunakan

keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta menjaga aneka obat-

obatan. Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang farmasi.

Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan

secara cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan

memproduksi aneka obat-obatan dalam skala besar. Keamanan obat-obatan yang

dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara periodik,

pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib – semacam badan pengawas obat-

obatan – mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas

dari Al-Muhtasib secara teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari

obat yang digunakan. Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah

penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dalam obat. Semua itu dilakukan semata-

mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak sesuai dengan

aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat dan teliti yang telah

diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-negara

Muslim, khususnya Indonesia.

9
Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi profesional Islam telah

lebih unggul lebih dulu dibandingkan Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di

Eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya. Karena

itulah, Barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang

terlebih dahulu di dunia Islam. Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga

abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu meracik dan

membuat obat-obatan kemudian dikuasai oleh Barat.

Negara-negara Eropa menguasai farmasi dari aneka Risalah Arab dan Persia

tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana Islam. Tak heran, bila kini

industri farmasi dunia berada dalam genggaman Barat. Pengaruh kaum Muslimin

dalam bidang farmasi di dunia Barat begitu besar. “Hal itu tecermin dalam

kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalam

pendidikan kesehatan saat ini,” papar Turner. Mungkinkah umat Islam kembali

menguasai dan mendominasi bidang farmasi seperti di era keemasan

Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan,

hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus (1541-1493 SM)

berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat

aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya.

Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam praktek

pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen

(200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat

yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Selanjutnya Ibnu Sina (980-1037) telah
menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan

obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan

menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India,

Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik..

Johann Jakob Wepfer (1620-1695) berhasil melakukan verifikasi efek

farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan :”I

pondered at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Ia adalah

orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan

percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang

merupakan persyaratan sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia. Tokoh

–tokoh yang berperan dalam perkembangan farmasi di era renaissance:

1. Paracelsus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat

perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan

yang sudah diketahui zat aktifnya. Ayahnya adalah seorang dokter di

Einsiedeln dan ia berlatih di sejumlah kota-kota pertambangan. Di kota-kota

pertambangan ia akan mengamati praktek metalurgi serta penyakit yang

menimpa orang-orang yang bekerja tambang. Secara tradisional telah

dikatakan bahwa Paracelsus diajarkan oleh beberapa uskup dan kepala biara

okultis dari Sponheim, Johannes Trithemius. Saat usia 14 tahun paracelsus

meninggalkan rumah untuk mengunjungi sejumlah perguruan tinggi, tetapi

tidak ada bukti bahwa dia pernah mengambil gelar dokter. Sebagai orang

dewasa, bagaimanapun, ia mengambil pengetahuan medis praktis dengan

bekerja sebagai dokter bedah di sejumlah tentara bayaran yang melanda Eropa

11
dalam perang. Dia menulis bahwa ia mengunjungi sebagian besar negara-

negara Tengah, Utara, dan Eropa Timur.

2. Hippocrates (459-370 SM) yang dikenal dengan “bapak kedokteran” dalam

praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan.

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu

Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Saat itu seorang

“Dokter” yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang

“Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin berkembangnya ilmu kesehatan

masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun cara

pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada

tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick IImemerintahkan pemisahan secara

resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two

Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah akar ilmu

farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.

3. Claudius Galen (200-129 SM) menghubungkan penyembuhan penyakit

dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Claudius

Galen, adalah dokter untuk lima kaisar Romawi. Dia adalah seorang guru,

filsuf, apoteker dan ilmuwan terkemuka pada zamannya. Selama hidupnya ia

menghasilkan lima ratus buku dan risalah pada semua bidang ilmu kedokteran

dan mata pelajaran filosofis dan ide-idenya adalah untuk merumuskan banyak

keyakinan ilmiah yang mendominasi pemikiran medis selama sekitar 1.500

tahun. Galen adalah compiler besar dan systemiser Yunani-Romawi

kedokteran, fisiologi, anatomi dan farmasi. Galen dilahirkan di Pergamum,


Asia Kecil pada 22 September 131 dan dididik oleh ayahnya, yang

memutuskan anaknya harus memasuki profesi medis.

2.5 Hubungan Filsafat dengan Farmasi

Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi mengenai ilmu

pengetahuan. Hal ini, karena filsafat itu adalah ilmu pengetahuan yang selalu

mencari hakekat, berarti filsafat ilmu pngetahuan berusaha mencari “keseragaman”

daripada “keanekaragaman” ilmu pengetahuan. Sebagai ilmu , farmasi menelaah

obat sebagai materi, baik yang berasal dari alam maupun sintesis dan menggunakan

metode logiko-hipotetiko-verifikatif sebagai metode telaah yang sama seperti

digunakan pada bidang ilmu pengetahuan alam. Oleh karena itu farmasi merupakan

ilmu yang dapat dikelompokkan dalam bidang sains.

Farmasi pada dasarnya merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan

dan menyelenggarakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam

mendalami, memperluas, menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang

obat dan dampak obat yang seluas-luasnya serta efek dan pengaruh obat pada

manusia dan hewan. Untuk menumbuhkan kompetensi dalam sistem pengetahuan,

farmasi menyaring dan menyerap pengetahuan yang relevan dari ilmu biologi,

kimia, fisika, matematika, perilaku dan teknologi; pengetahuan ini dikaji, diuji,

diorganisir, ditransformasi dan diterapkan.Melihat adanya fenomena yang di dalam

proses perkembangannya, farmasi mengalami pergeseran nilai, sehingga

diperlukan sebuah rekonstruksi dalam perspektif filsafat ilmu pengetahuan.

13
1.Farmasi dalam paradigma ontologis

Berkembang berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus menurut objek studinya

masing-masing, seperti ilmu pengetahuan humaniora, ilmu pengetahuan

sosial, ilmu pengetahuan agama, dan ilmu pengetahuan alam. Sedangkan

secara kualitatif jenis-jenis ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai

dari yang teoritis sampai pada yang praktis teknologis.

2.Farmasi dalam paradigma epistemology

Peranan dunia farmasi terhadap dunia kesehatan sangatlah besar dengan

ditemukannya berbagai obat dan sistem pengobatan yang rasional dengan

mengutamakan unsur keselamatan pasien. Metode yang digunakan dalam

pembahasan ilmu farmasi menggunakan metode ilmiah yang bercirikan pada

observasi, pengukuran, penjelasan dan verifikasi. Dengan berkembanganya

ilmu farmasi seperti farmasi sosial dan farmasi ekonomi maka metode kajian

farmasi akan bertambah sesuai dengan telaah dan model masalah yang

dihdapi.

3.Farmasi praktis

Farmasi praktis terdiri dari dua bagian besar yakni farmasi industri

dan farmasi pelayanan. Farmasi Industri Industri Farmasi adalah badan usaha

yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan

pembuatan obat atau bahan obat. Oleh karena itu, industri tersebut wajib

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Farmasi pelayanan, menurut Clinical Resource and Aundit Group(1996)

diartikan sebagai disiplin kerja yang berkonsentrasi pada penerapan keahlian


kefarmasian untuk membantu memaksimalkan efikasi obat dan

meminimalkan toksisitas obat pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien yang dalam praktek pelayanannya memerlukan pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang ahli dalam memberikan pelayanan pada pasien.

4.Farmasi dalam pradigma etika

Pemberdayaan farmasi dalam bidang pengabdian kesehatan tidak hanya

terbatas pada bagaimana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi

harus bernuansa lebih luas, yaitu bagaimana meningkatkan kualitas SDM dan

kualits kehidupan, maka peranan farmasi hendaknya bukan hanya terbatas

pada bagaimana menemukan obat, tetapi jauh lebih kedepan bagaimana

mengembangkannya dan membantu masyarakat agar mereka mau dan

mampu menjaga kesehatannya.

15
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pengobatan kefarmasian telah lama ditemukan dan selalu dikembangkan

hingga sekarang. Sekarang pengobatan farmasi tidak hanya menggunakan tanaman

saja tapi juga menggunakan bahan sintetik atau bahan kima, bentuk sediaannyapun

beragam.
DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Cet. ke-2, Rineka

Cipta, Jakarta.

Mustansyir, Rizal. 2004. Filsafat Analitik Sejarah, Perkembangan, dan

Peranan Para Tokoh . cet. 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131763780/pendidikan/ISI+BUKU+AJAR+FI

LSAFAT+PENDIDIKAN.pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12226/6.%20BAB%2

0II.pdf?sequence=7&isAllowed=y

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46397/Chapter%20II.p

df?sequence=4

17

Anda mungkin juga menyukai