Anda di halaman 1dari 31

PENGKAJIAN PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN

DIAGNOSTIK GANGGUAN PENCERNAAN

OLEH KELOMPOK 1 :

FIFI RISKAYANI IFTITAH FARADILLAH ANNISA

SULAEHA DWI UTARI

RANI FIOBETAUW TAJRIAH ARFADILLAH

HAKMAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga makalah tentang Pengkajian & pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan diagnostic pada
gangguan pencernaan pada dewasa untuk mata kuliah gastroenterologi dapat terselesaikan
dengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai mahasiswa program studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Hasnuddin.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi
dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun saran dari dosen
pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, kami
sampaikan penghargaan dan terima kasih.Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Penyusun,

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................................................... 1

B. Rumusan masalah ................................................................................................................ 1

C. Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASA

A. Pengkajian gangguan sistem pencernaan ............................................................................. 2

B. Pemeriksaan gangguan sistem pencernaan .......................................................................... 8

C. Pemeriksaan penunjang gangguan sistem pencernaan ...................................................... 21

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 27

B. Saran .................................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh petugas pelayanan kesehatan adalah

proses pemeriksaan fisik pada pasien.Proses pemeriksaan fisik ini merupakan salah satu cara

untuk mengetahui gejala atau masalah yang dialami pasien.terutama pemeriksaan fisik

terhadap sistem pencernaan.Dengan mengetahui bagaimana proses pemeriksaan fisiknya

maka data-data pasien yang akan dirawat akan mudah diidentifikasi dan masalah pasien pun

akan segera teratasi.

B. Rumusan masalah

1. Apa saja pengkajian yang dapat dilakukan pada gangguan sistem pencernaan ?

2. Apa saja pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada gangguan sistem pencernaan ?

3. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada gangguan sistem pencernaan

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui pengkajian yang dapat dilakukan pada gangguan sistem pencernaan

2. Dapat mengetahui pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada gangguan sistem

pencernaan

3. Dapat mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada gangguan

sistem pencernaan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengkajian gangguan sistem pencernaan

Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk

menggali masalah keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya. Perawat

memperoleh data subyektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan bagaimana

penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah

kesehatan dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatannya.

a. Anamnesa

Untuk menentukan kelainan/ penyakit yang diderita seseorang akibat gangguan

saluran pencernaan perlu dilakukan anamnesis, baik auto maupun allo anamnesis yang

teliti dan sistematis, sesuai dengan kronologis kejadian.

Anamnesi dimulai dengan keluhan utama, yakni keluhan yang diderita seseorang,

membawa dia untuk meminta pertolongan/ pengobatan kepada dokter. Gejala klinis

gangguan sistem pencernaan dapat berupa nyeri epigastrium, mual muntah, kembung,

diare, dll.

Anamnesis untuk kelainan sistem pencernaan secara garis besar dapat dibagi atas

3 bagian, yaitu:

a. Gangguan asupan (intake)

Gangguan asupan dapat disebabkan oleh kelainan pada sistem pencernaan itu sendiri

ataupun yang berasal dari luar sistem pencernaan. Gangguan pada sistem pencernaan

misalnya:

2
 Adanya gangguan menelan. Gangguan menelan, dapat akibat adanya kelainan

pada orofaring, seperti: adanya faringitis akut, tonsilitis, tumor gangguan pada

esofagus meliputi esofagitis, striktur esofagus, atresia esofagus,

akhalasia, tumor dan lain-lain.

 Kelainan pada lambung juga akan mengakibatkan makanan yang sudah

ditelan kembali dikeluarkan akibat mual dan muntah. Hal ini misalnya dapat

ditemukan pada: ulkus ventrikuli, gastritis, penyakit refluk gastroesofageal,

gangguan pada spinkter gastro-duodenum, penyakit hepatobilier, gangguan

pada pankreas.

 Gangguan diluar sistem pencernaan yang dapat mengganggua asupan/ intake

dimana hal tersebut mengakibatkan mual dan muntah. misalnya: hiperemesis

gravidarum, penyakit ginjal kronik, diabetes melitus dengan ketoasidosis,

gangguan pada susunan saraf pusat,

b. gangguan penyerapan (absorpsi)

Gangguan penyerapan dapat terjadi, baik disebabkan oleh kelainan pada sistem

pencernaan bagian atas, maupun kelainan pada sistem pencernaan bagian bawah.

 Gangguan pada sistem pencernaan bagian atas misalnya: gastritis kronik,

ganggaun sekresi enzim pankreas, gangguan sekresi bilirubin ke usus halus,

infeksi pada usus halus, penyakit “celiac”.

 Gangguan pada sistem pencernaan bagian, bawah meliputi infeksi pada colon,

toksin bakteri, penyakit otoimun pada sistem pencernaan, tumor dan lain-lain.

Gangguan penyerapan akibat kelainan diluar sistem pencernaan, misalnya

penderita dengan hipertiroid, gangguan elektrolit,dll.

3
c. Gangguan struktur lainnya pada sistem pencernaan, baik pada sistem pencernaan

bagian atas maupun sistem pencernaan bagian bawah. meliputi perdarahan pada

sistem pencernaan, baik yang bersumber dari sistem pencernaan bagian atas, maupun

dari sistem pencernaan bagian bawah, tumor sistem pencernaan, primer ataupun

sekunder, hemorhoid, kelainan kongenital, misalnya atresia ani dan lain-lain.

Anamnesa :

1) Identitas klien

Identitas klien mencakup nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam masuk rumah sakit.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang

dirasakan pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien gangguan

sistem pencernaan secara umum antara lain:

a) Nyeri

Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk

meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran

gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat

melakukan pendekatan PQRST, sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif.

Kondisi nyeri biasanya bergantung pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi

lokasi dan distribusi penyebaran nyeri.

b) Mual muntah

Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan biasanya

selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual (nausea)

4
adalah sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului

muntah. Mual disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian manasaja dari

saluran GI, tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi.

Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari pusat

muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal membersihkan

dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus gastrointestinal

teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat terangsang.

c) Kembung dan Sendawa (Flatulens).

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan sendawa

yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu pengeluaran

gas dari rektum. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana cepat dikeluarkan

bila mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus melewati kolon dan di

keluarkan. Pasien sering mengeluh kembung, distensi, atau merasa penuh dengan

gas.

d) Ketidaknyamanan Abdomen

Ketidaknyamanan pada abdomen secara lazim berhubungan dengan gangguan

saraf lambung dan gangguan saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh.

Makanan berlemak cenderung menyebabkan ketidaknyamanan karena lemak

tetap berada di bawah lambung lebih lama dari protein atau karbohidrat. Sayuran

kasar dan makanan yang sangat berbumbu dapat juga mengakibatkan penyakit

berat. Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan

dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan disfungsi

gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan gerakan

5
peristaltic lambung pasien sendiri. Defekasi dapat atau tidak dapat menghilangkan

nyeri.

e) Diare

Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi

akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut

diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah

infeksi virus atau bakteri di usus halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh

suatu pathogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan

produk-produk sekretorik termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba jga

mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan

motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang

tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran. Individu yang

mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan

elektrolit.

f) Konstipasi

Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi

defekasi berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan

dianggap sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang.

Defekasi dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi

apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda

sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses

berada di usus besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses

dengan cara menarik air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang

6
peristaltic kolon melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan

makanan rendah serat atau makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih

besar mengalami konstipasi. Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang

saluran GE secara fisik. Dengan demikian, orang yang sehari-harinya jarang

bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi yang

memberikan berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS (masuk rumah

sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat2 dan adanya alergi.

4) Riwayat penggunaan obat-obatan

Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi kuantitas

maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan pada pasien akaibat efek

samping dari obat atau zat yang telah dikonsumsi. Beberapa obat akan mempengaruhi

mukosa GI seperti obat anti inflamasi non-steroid (NSAIDs), asam salisilat dan

kortiko steroid yang memberikan resiko peningkatan terjadinya gastritis atau ulkus

peptikum. Kaji apakah pasien menggunakan preparat besi atau ferum karna obatini

akan mempengaruhi perubahan konsistensi dan warna feses (agak kehitaman) atau

meningkatkan resiko konstipasi. Kaji penggunaan laksantia /laksatik pada saat

melakukan BAB. Beberapa obat atau zat juga bisa bersifat efatotoksik atau bersifat

racun terhadap fisiologis kerja hati yang memberikan resiko pada peningkatan

peraadangan atau keganasan pada hati.

7
5) Riwayat alergi

Perawat mengkaji adanya alergi terhadap beberapa komponen makanan atau agen

obat pada masa lalu dan bagai mana pengaruh dari alergi tersebut, apakah

memberikan dampak terjadinya diare atau konstipasi.

B. Pemeriksaan gangguan sistem pencernaan

Keadaan yang penting diperhatikan sewaktu pemeriksaan :

1) Cahaya ruangan cukup baik

2) Pasien harus rileks

3) Pakaian harus terbuka dari processus xyphoideus sampai sympisis pubis

Untuk mendapatkan relaksasi dari pasien adalah :

1) Vesica urinaria harus dikosongkan lebih dahulu

2) Pasien dalam posisi tidur dengan bantal dibawah kepala dan lutut pada posisi fleksi

(bila diperlukan)

3) Kedua tangan disamping atau dilipat diatas dada. Bila tangan diatas kepala akan

menarik dan menegangkan otot perut

4) Telapak tangan pemeriksa harus cukup hangat, stetoskop juga cukup hangat, dan

kuku harus pendek. Dengan jalan menggesek gesekan tangan akan membuat telapak

tangan jadi hangat.

5) Suruh pasien menunjukkan tempat/area yang sakit , dan periksa area ini paling

terakhir.

6) Lakukan pemeriksaan perlahan lahan, hindari gerakan yang cepat dan tak diinginkan

7) Jika perlu ajak pasien berbicara sehingga pasien akan lebih relak

8
8) Jika pasien sangat sensitif dan penggeli mulailah palpasi dengan tangan pasien

sendiri dibawah tangan pemeriksa kemudian secara perlahan lahan tangan

pemeriksa menggantikan tangan pasien

9) Perhatikan hasil pemeriksaan dengan memperhatikan rawut muka dan emosi pasien

a. Inspeksi

1) Bibir

Bibir dikajia terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya lesi.

Dengan mulut pasien tertutup, perawat melihat bibir dari ujung ke ujung.

Normalnya bibir berwarna merah muda, lembab, simetris, dan halus. Pasien

wanita harus menghapus lipstik mereka sebelum pemeriksaan. Bibir yang pucat

dapat disebabkan karna anemia, sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah

pernapasan atau kardiovaskular. Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat

berhubungan dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.

2) Rongga mulut

Pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai kelainan atau lesi yang

mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti. Untuk mengkaji rongga

oral,perawat menggunakan senter dan spatel lidah atau kasa tunggal segi empat.

Sarung tangan harus dipakai selama pemeringksaan. Selama pemeriksaan, pasien

dapat duduk dan berbaring. Pengkajian rongga mulut dilakukan perawat

denganmengingat kembali struktur rongga mulut.

Untuk melihat mukosa bukal,pasien meminta perawat untuk membuka mulut,

kemudian merektrasi pipi dengan lembut menggunakan spatel lidah atau jari

bersarung tangan yang ditutupi dengan kasa. Permukaan mukosa harus dilihat dari

9
kanan kekiri dan dari atas kebawah.senter menerangi bagian paling posterior dari

mukosa. Mukosa normal berkilau merah muda,lunak, basah, dan halus. Dengan

pasien dengan pigmentasi normal, mukosa bukal merupakan tempat yang paling

baik untuk menginspeksi adanya interik atau pucat.

3) Lidah dan dasar mulut

Lidah diinspeksi dengan cermat pada semua sisi dan bagian dasar mulut. Terlebih

dahulu pasien harus merilekskan mulut dan sedikit menjulurkan lidah keluar.

Perawat mencatat adanya penyimpangan seperti tremor, atau keterbatasan gerak.

Hal tersebut dilakukan untuk menguji fungsi safar hipoglosus. Jika pasien

menjulurkan lidahnya terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflek muntah. Pada saat

lidah dijulurkan, lidah berada digaris tengah.

Pada beberapa keeadaan, gangguan neuro logis didapatkan ketidaksimetrisan

lidah akibat kelemahan otot lidah pada pasien yang mengalami Miastenia gravis

dengan tanda khas triple forroed . untuk menguji mobilitas lidah, perawat

meminta pasien untuk menaikan lidah keatas dan kesemping. Lidah harus

bergerak dengan bebas.

Dengan menggunakan senter untuk pencahayaan, perawat memeriksa warna,

ukuran posisi, tekstur, dan adanya lapisan atau lesi pada lidah. Lidah harus

berwarna merah sedang atau merah pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian

permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan

bagian dasar mulut sangat bersifat faskular. Kecermatan ekstra harus dilakukan

pada saat minginspeksi area-area yang umumnya terkena lesi kanker oral.

10
4) Pemeriksaan fisik abdomen

Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan

perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum kita melakukan palpasi dan perkusi dengan

tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih akurat karena kita belum

melakukan manipulasi terhadap abdomen.bila dilakukan palpasi dan perkusi

terlebih dahulu , maka dapat mengubah frekuensi dan karakter bising usus.

Topografi Anatomi Abdomen

Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk

menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:

1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal

melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas,

kanan bawah, dan kiri bawah.

2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan

dua garis vertikal.

 Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga

kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior

superior (SIAS).

 Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara

SIAS dan mid-line abdomen.

 Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium

kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan,

hipogastrium/suprapubik, dan iliaka kiri.

11
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak

kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam

keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid

teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan

saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang

merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba.

Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah

suprapubik.

12
Inspeksi :

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama

dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:

a) Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya

(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan

adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan

parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran

pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi

portal).

b) Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).

c) Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,

splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada

peritonitis terbatas.

d) Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa

atau tumor apa.

e) Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada

dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).

f) Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan

gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

g) Perhatikan juga gerakan pasien:

 Pasien sering merubah posisi → adanya obstruksi usus.

 Pasien sering menghindari gerakan → adanya iritasi peritoneum generalisata.

13
 Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/

relaksasi → adanya peritonitis.

 Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat

nyeri → adanya pankreatitis parah.

Auskultasi :

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising

pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.

a. Mendengarkan suara peristaltik usus.

Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan

keseluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan

cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.

 Bila terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit

(borborigmi).

 Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang,

peristaltik lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-

sound).

 Bila terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya

lambat, bahkan sampai hilang. Suara usus terdengar tidak ada.

Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali dalam 1 menit )

b. Mendengarkan suara pembuluh darah.

Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya

pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada

14
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah

epigastrium.

Palpasi :

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:

a. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.

Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.

b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.

Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.

Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak

timbul tahanan pada dinding abdomen.

c. Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah

yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.

d. Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien

diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati

dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas

dalam, jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer.

Namun jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme

sejati.

e. Palpasi bimanual : palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana

tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan

tangan kanan di bagian depan dinding abdomen.

f. Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat

asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding

15
abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah

untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam

rongga abdomen dapat teraba saat memantul.Teknik ballottement juga dipakai

untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu

tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya

g. Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,

konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/

tekan, dan warna kulit di atasnya. Palpasi hati : dilakukan dengan satu tangan

atau bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas

pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS. Bila perlu pasien diminta

untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat teraba. Pembesaran hati

dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung costa dan berapa

sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.

Perkusi :

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara

keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa

padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam

lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara

perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara),

kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).

16
a. Orientasi abdomen secara umum.

Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis

untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada

perforasi usus, pekak hati akan menghilang.

b. Cairan bebas dalam rongga abdomen

Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara

perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara

dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila

pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara

pemeriksaan asites:

1. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).

Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya

adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan

gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur

terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi

abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada

dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya

tekanan gelombang.

2. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah.

Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani

ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi,

17
lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup

maka akan tampak adanya peralihan suara redup.

5) Pemeriksaan Rektal Anus

Inspeksi :

Setelah menjelaskan apa yang akan dilakukan, pasien disuruh berbaring pada sisi

kirinya dengan lutut ditekuk. Posisi ini yang disebut dengan posisi lateral kiri.

Perawat yang mengenakan sarung tangan dan mulai melakukan inspeksi pada

anus dan daerah perianal dengan menyisihkan kedua belah pantatnya. Perawat

perlu menilai adanya konsistensi abnormalitas pada anus, meliputi hal-hal berikut

ini:

1. Fisura-in-ano, Fisura ini merupakan retakan dari dinding anus yang cukup

nyeri sehingga menghambat pemeriksaan rectal dengan jari. Fisura-in-ano

biasanya terjadi secara berlangsung pada bagian posterior dan garis tengah.

Mungkin perlu menyuruh pasien mengedan agar fisura dapat terlihat

2. Hemoroid, merupakan suatu kondisi pemekaran pembuluh darah vena akibat

bendungan vena usus.

3. Prolaps rekti, merupakan lipatan sirkum firesial dari mukosa yang berwarna

merah terlihat menonjol dari anus.

4. Fistel-in-ano, lubang dari fistel mungkin dapat terlihat, biasanya dalam 4 cm

dari anus. Mulut lubang fistel tampak berwarna merah yang disebabkan

jaringan granulasi. Fistel ini mempunyai hubungan dengan penyakit Crohn.

5. Karsinoma anus, dapat terlihat sebagai massa yang terbentuk kembang kol

pada pinggir anus.

18
Palpasi :

Colok anus (Colok dubur). Perawat yang menggunakan ujung jari telunjuk yang

terbungkus sarung tangan dilubrikasi dan diletakkan pada anus. Pasien diminta

bernapas melalui mulut dengan tenaga dan rileks. Dengan perlahan-lahan

meningkatkan tekanan pada jari telunjuk kearah bawah sampai sfingter terasa

agak lemas. pada saat ini dimasukkan perlahan-lahan kedalam rectum.

Palpasi dinding anterior dari rectum dilakukan untuk menilai kelenjar prostat pada

pria dan serviks wanita. Prostat yang normal merupakan massa kenyal berlobus

dua dengan lekukan sentral. Prostat menjadi semakin keras sesuai umur ang

bertambahdan akan menjadi sangat keras bila terdapat karsinoma prostat.

6) Pengkajian organ aksesori

Pengkajian organ aksesori biasanya dilakukan bersamaan dengan peemriksaan

abdomen. Foks pemeriksaan adalah menilai adanya abnormalitas dari organ hati

dengan teknik palpasi-perkusi hati dan memeriksa kondisi abnormalitas, seperti

pada kondisi asites.

a. Palpasi dan perkusi hati

Hati terdapat dikuadran kanan atas dibawah rongga iga. Perawat

menggunakan palpasi dalam untuk mencari tepi bawh hati. Teknik ini

mendeteksi pembesaran hati. Untuk memalpasi hati, peraawat meletakkan

tangan kiri dibawah toraks posterior kanan pasien pada iga kesebelas dan dua

belas kemudian memberi tekanan ke atas. Manuver ini mempermudah

perabaan hati dibagian anterior. Dengan jari-jari tangan kanan mengarah ke

tepi kosta kanan, perawat meletakkan tangan diatas kuadran kanan atas tepat

19
dibawah tepi bawah hati. Pada saat perawat menekan kebawah dan keatas

secara berlahan pasien menarik nafas dalam melalui abdomen. Pada saat

pasien berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi hati pada saat hati

menurun. Hati normal tidak dapat dipalpasi. Selain itu, hati tidak mengalami

nyeri tekan dan memiliki teepi yang tegas, teratur, dan tajam. Jika hati dapat

di palpasi, perawat melacak tepiannya secara medial dan lateral dengan

mengulang manuver tersebut.

Hati yang teraba akan memperlihatkan tepi yang tajam, padat dengan

permukaan yang rata. Besar hati diperkirakan dengan melakukan perkusi batas

atas dan bawah hati. Apabila hati tidak teraba, tetapi terdapat kecurigaan

adanya nyeri tekan, maka perkusi toraks yang dilakukan dengan cepat

didaerah kanan bawah dapat mengakibatkan nyeri tekan tersebut. Respon

pasien kemudian dibandigkan dengan melakukan pemeriksaan yang serupa

pada toraks kiri bawah.

Jika hati hati dapat diraba,pemeriksaan harus memperhatikan dan mencat

ukuran dalam jari (misalnya dua jari dari iga), serta konsistensinya apakah

pada organ tersebut terdapat nyeri tekan dan apakah garis bentuknya reguler

ataukah ireguler. Apa bila hati membesar, maka derajat pembesarannya

hingga dibawah morga kosta kanan harus dicatat untuk menunjukan ukuran

hati. Pemeriksaan harus menentukan apakah tepi hati tajam dan rata ataukah

tumpul dan apakahh hati yang membesar tersebut teraba noduler ataukah rata.

Hati seorang pasien sirosis akan teraba mengecil dan keras, sementara hati

pasien hepatis teraba cukup lunak dan tepian mudah digerakkan dengan

20
tangan.

Nyeri tekan pada hati menunjukan pembesaran akut yang baru saja terjadi

disertai peregangan kapsul hepar. Tidak adanya nyeri tekan dapat berarti

bahwa pembesaran tersebut tidak berlangsung lama. Hati pasien hepatis virus

terasa nyeri jika ditekan, sedangkan hati pasien hepatitis alkoholik tidak

menunjukan gejala nyeri tekan tersebut. Pembesaran hati merupakan gejala

abnormal yang memerlukan evaluasi lebih lanjut.

C. Pemeriksaan penunjang gangguan sistem pencernaan

Pemeriksaan yang dilakukan untuk sistem pencernaan terdiri atas :

a) Endoskopi

Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung

serat optik yang disebut endoskop. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa

digunakan untuk memeriksa:

 kerongkongan (esofagoskopi)

 lambung (gastroskopi)

 usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).

Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk memeriksa:

 rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)

 keseluruhan usus besar (kolonoskopi).

Diameter endoskop berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari

sekitar 30 cm-150 cm. Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi

fleksibel menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.

Banyak endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk

21
mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan

jaringan yang abnormal.

Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan, daerah yang

mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan yang abnormal.

Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan pemeriksaan lainnya.

Endoskop juga bisa digunakan untuk pengobatan. Berbagai alat yang berbeda bisa

dimasukkan melalui sebuah saluran kecil di dalam endoskop:

 Elektrokauter bisa digunakan untuk menutup suatu pembuluh darah dan

menghentikan perdarahan atau untuk mengangkat suatu pertumbuhan yang kecil

Sebuah jarum bisa digunakan untuk menyuntikkan obat ke dalam varises

kerongkongan dan menghentikan perdarahannya.

 Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya dipuasakan

terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung bisa

menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan

dilakukan.

 Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon, penderita biasanya

menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan usus besar.

Komplikasi dari penggunaan endoskopi relatif jarang. Endoskopi dapat

mencederai atau bahkan menembus saluran pencernaan, tetapi biasanya

endoskopi hanya menyebabkan iritasi pada lapisan usus dan perdarahan ringan.

b) Laparoskopi

Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop

Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit

22
dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar.

Kemudian endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut.

Dengan laparoskopi dokter dapat:

 mencari tumor atau kelainan lainnya

 mengamati organ-organ di dalam rongga perut

 memperoleh contoh jaringan melakukan pembedahan perbaikan.

c) Rontgen

1. Foto polos perut.

Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak

memerlukan persiapan khusus dari penderita. Sinar X biasanya digunakan untuk

menunjukkan:

 suatu penyumbatan

 kelumpuhan saluran pencernaan pola udara abnormal di dalam rongga perut

 pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).

2. Pemeriksaan barium

Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih pada foto

rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan kontur dan lapisan dari

kerongkongan, lambung dan usus halus. Barium yang terkumpul di daerah

abnormal menunjukkan adanya ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.

Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk menunjukkan

keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop untuk mengamati

pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses ini juga bisa direkam.

23
Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang saluran pencernaan, dokter

dapat menilai:

 fungsi kerongkongan dan lambung

 kontraksi kerongkongan dan lambung

 penyumbatan dalam saluran pencernaan.

Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi usus

besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk menunjukkan

adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya. Prosedur ini bisa

menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa tidak nyaman.

Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada akhirnya akan

dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti kapur. Setelah

pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa menyebabkan sembelit

yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk mempercepat pembuangan

barium.

d) Parasentesis

Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil

cairannya. Dalam keadaan normal, rongga perut diluar saluran pencernaan hanya

mengandung sejumlah kecil cairan. Cairan bisa terkumpul dalam keadaan-keadaan

tertentu, seperti perforasi lambung atau usus, penyakit hati, kanker atau pecahnya

limpa.

Parasentesis digunakan untuk memperoleh contoh cairan untuk keperluan

pemeriksaan atau untuk membuang cairan yang berlebihan. Pemeriksaan fisik

(kadang disertai dengan USG) dilakukan sebelum parasentesis untuk memperkuat

24
dugaan bahwa rongga perut mengandung cairan yang berlebihan. Selanjutnya daerah

kulit (biasanya tepat dibawah pusar) dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dibius

lokal. Melalui kulit dan otot dinding perut, dimasukkan jarum yang dihubungkan

dengan tabung suntik ke dalam rongga perut dimana cairan terkumpul.

Sejumlah kecil cairan diambil untuk pemeriksaan laboratorium atau sampai 0,96 liter

cairan diambil untuk mengurangi pembengkakan perut.

e) USG Perut

USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-

organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya

hati dan pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya.

USG juga dapat menunjukkan adanya cairan tetapi USG bukan alat yang baik

untuk menentukan permukaan saluran pencernaan, sehingga tidak digunakan untuk

melihat tumor dan penyebab perdarahan di lambung, usus halus atau usus besar.

USG merupakan prosedur yang tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki

resiko. Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan mengarahkan

gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan menggerakkan alat tersebut.

Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada layar monitor dan bisa dicetak atau

direkam dalam filem video.

f) Pemeriksaan Darah Samar

Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi

ringan maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bisa terjadi muntah

darah, dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman

(melena).

25
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah

penampilan tinja, bisa diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk

awal dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur,

dokter mengambil sejumlah kecil tinja . Contoh ini diletakkan pada secarik kertas

saring yang mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna

tinja akan berubah bila terdapat darah.(medicastore).

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Salah satu hal yang harus

diperhatikan oleh petugas pelayanan kesehatan adalah proses pemeriksaan fisik pada

pasien.Proses pemeriksaan fisik ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau

masalah yang dialami pasien.terutama pemeriksaan fisik terhadap sistem pencernaan.Dengan

mengetahui bagaimana proses pemeriksaan fisiknya maka data-data pasien yang akan

dirawat akan mudah diidentifikasi dan masalah pasien pun akan segera teratasi.

B. Saran

Sebagai saran terutama untuk mahasiswa ilmu keperawatan, mempelajari dengan baik dan

seksama mengenai materi pemeriksaan fisik maupun diagnostik karena penting untuk lebih

cermat agar mengurangi resiko melakukan kesalahan dalam pemeriksaan fisik dan diagnostic

terhadap pasien nantinya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.Jakarta:EGC

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:Hipokrates.

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2.Jakarta : EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC

Syaifuddin.2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta : Salemba

Medika2]

28

Anda mungkin juga menyukai